ASKEP SPINAL CORD INJURY
Diposkan oleh Amel_Lia 1.
Pendahuluan Spinal Cord Injury (SCI)
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997). Sedangkan pengertian dari Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan Penyebab dari SCI yaitu ; akibat trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas (otomobil), kecelakaan olah raga kecelakaan industri, luka tusuk, tembak, tumor dan sebagainya. Selain itu, SCI dapat pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, misalnya arthropathi spinal, keganasan yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, kelainan kongenital, dan gangguan vaskular.Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal.Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang,jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga Dari sumber di atas dapat disimpulkan bahwa etiologi dari Spinal Cord Injury (SCI) adalah karena trauma. Kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema Bila dilihat secara patologi suatu penyakit,Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis pelepasanmediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum, kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi Tanda dan gejala yang mungkin timbul bila seseorang diduga mengalami Cedera tulang belakang adalah di mana setelah cedera pasien mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang. Deformitas klinis mungkin tidak jelas dan kerusakan neurologis mungkin tidak tampak pada pasien yang juga mengalami cedera kepala atau cedera berganda. Tidak lengkap pemeriksaan pada suatu cedera bila fungsi anggota gerak belum dinilai untuk menyingkirkan kerusakan akibat cedera tulang belakang. Gejala lain yang biasa dikeluhkan oleh pasien dengan trauma tulang belakang adalah Nyeri mulai dari leher sampai bawah,Kehilangan fungsi (misal tidak dapat menggerakkan lengan),Kehilangan atau berubahnya sensasi di berbagai area tubuh, nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena,paraplegia,tingkat neurologik,paralisis sensorik motorik total,kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih),penurunan keringat dan tonus vasomoto,penurunan fungsi pernafasan,gagal nafas dan lain lain Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu hingga enam minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flaksid, anestesia, arefleksi, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih kembali, akan terjadi hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik, serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.Sindrom sumsum belakang
bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik di bawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb: 1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok) 2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas 3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal 4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru 5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi Komplikasi atau Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok. Defisit neurologis sering meningkat selama beberapa jam atau hari pada trauma sumsum tulang belakang akut, meskipun sudah mendapat terapi optimal.Salah satu tanda adanya kemunduran neurologis adalah adanya defisit sensoris.Pasien dengan trauma sumsum tulang belakang beresiko tinggi terjadi aspirasi, karena itu perlu pemasangan NGT (Nasogastric Tube),Hipotermia,Dekubitus,Seseorang dengan tetraplegia beresiko tinggi terjadi komplikasi medis sekunder. Persentase terjadinya komplikasi pada individu dengan tetraplegia komplit adalah sebagai berikut : pneumonia (60,3 %), ulkus akibat tekanan (52,8 %), trombosis vena dalam (16,4 %), emboli pulmo (5,2 %), infeksi pasca operasi (2,2 %). Komplikasi pulmo pada trauma tulang belakang biasa terjadi, dimana secara langsung berhubungan dengan mortalitas dan trauma saraf. Komplikasi pulmo tersebut meliputi :atelektasis sekunder,menurunnya batuk, sehingga meningkatkan resiko sumbatan oleh secret, atelektasis dan pneumonia,kelelahan otot. Penatalaksanaan tindakan-tindakan yang bisa kita lakukan pada penderita spinal cord injury adalah imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus,Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.selain itu Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak.Lakukan tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal stabil ringan.Dan Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui spinal tidak aktif. Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena Penatalaksanaan Keperawatan meliputi : Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi.Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya,Pemeriksaan diagnostik,dan Pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) 2. Pengkajian Adapun beberapa hal penting yang perlu dikaji dalan Spinal Cord Injury dapat meliputi, sbb: Riwayat trauma (KLL, olahraga, dll),Riwayat penyakit degeneratif (osteoporosis, osteoartritis, dll),Mekanisme trauma,Stabilisasi dan monitoring,Pemeriksaan fisik; KU, TTV, defisit neurologis, status kesadaran awal kejadian, refleks, motorik, lokalis (look, feel, move),Fokus; deformitas leher, memar pada leher dan bahu, memarpada muka atau abrasi dangakal pada dahi,Pemeriksaan neurologi penuh. Pemeriksaan fisik pada Spinal Cord Injury meliputi beberapa pangkajian yaitu : a. Aktifitas /Istirahat Aktifitas /Istirahat meliputi Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf). b. Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. c. Eliminasi Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis. d. Integritas Ego e. Takut, cemas, gelisah, menarik diri. f. Makanan /cairan Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik) g. Higiene Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi) h. Neurosensori Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal. i. Nyeri /kenyamanan Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral. j. Pernapasan Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis. k. Keamanan Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar). l. Seksualitas Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur 1.
3. Analisa Data dan Masalah Keperawatan Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma. Data subyektif pasien mengeluh sesak nafas.Sedangkan dari sejumlah pengkajian perawat menemukan beberapa data obyektif yaitu penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi,pernafasan cuping hidung,fase ekspirasi yang lama,dan penggunaan otot bantu pernafasan.Kemungkinan penyebabnya adalah kelumpuhan otot diafragma.Dan diagnosa keperawatan yang bisa diambil adalah Pola napas tidak efektif berhubungan
2.
dengan kelumpuhan otot diafragma Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan Data subyektif pasien mengeluh aktifitas fisiknya terbatas.Sedangkan dari sejumlah pengkajian perawat menemukan beberapa data obyektif yaitu : Kesulitan bergerak,perubahan cara berjalan,keterbatasan kemempuan dalam melakukan keterampilan motorik kasar dan halus,serta melambatnya pergerakan. Kemungkinan penyebabnya adalah karena kelumpuhan.Dan dari data tersebut dapat diangkat diagnosa
3.
keperawatan Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada daerah cedera.Dari sejumlah pengkajian perawat menemukan beberapa data obyektif yaitu : ansietas,gangguan pola tidur,penurunan interaksi dengan orang lain,dan pasien terlihat gelisah.Kemungkinan penyebabnya adalah karena cedera yang dialami pasien.Dari data tersebut dapat diangkat diagnosa keperawatan Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
4.
cedera Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum Data subyektif pasien mengatakan ada tekanan pada rektal dan konstipasi.Dan data obyektif yang ditemukan perawat adalah : perubahan dalam pola defekasi,distensi abdomen,penurunan frekuensi dan bising usus yang hipoaktif.Kemungkinan penyebabnya adalah gangguan persarafan pada usus dan rektum.Dari data tersebut dapat diangkat diagnosa keperawatan Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan
5.
gangguan persarafan pada usus dan rektum. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan Data subyektif pasien mengatakan sulit berkemih.Dan data obyektif yang ditemukan perawat adalah : inkontinensia,adanya retensi urin,dan distensi kandung kemih.Kemungkinan penyebabnya adalah kelumpuhan
syarat perkemihan.Dari data tersebut dapat diambil diagnosa keperawatan Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan 6.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Data subyektif pasien mengatakan ada luka pada jaringan kulitnya.Data obyektif yang ditemukan perawat adalah : suhu kulit dingin pada ekstremitas,perubahan tekanan darah pada ekstremitas,adanya lesi dan perubahan warna kulit.Kemungkinan penyebabnya adalah adanya tirah baring yang lama.Dari data tersebut dapat diambil diagnosa keperawatan Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
4.
Intervensi Keperawatan 1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < rr =" 16-20"> Intervensi keperawatan : 1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional: pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas. 2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan. 3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan. 4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia. 5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera 6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma 7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran. 8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan. 9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat. 10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan. 11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan 2. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan. Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap. Intervensi keperawatan : 1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum 2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman 3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif 4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop 5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik 6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit. 7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas. 3. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang Intervensi keperawatan : 1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. 2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. 4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. 5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat. 4. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali Intervensi keperawatan : 1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. 2. Observasi adanya distensi perut. 3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress. 4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces 5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus 5. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan. Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada Intervensi keperawatan: 1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal 2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih. 3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal. 4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine 6. Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi keperawatan : 1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. 2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit 3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit 4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit 5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik& perifer, menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
2. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
3. gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum
7. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (Arifin cit Sjamsuhidayat, 1997). Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan Etiologi : Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal Klasifikasi
5.2. Saran Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca
DAFTAR PUSTAKA . Nurman ningsih dkk, 2009, ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL, Jakarta: Salemba Medika