MONOLOGUE Semuanya terlihat busuk. Yang kuinginkan hanyalah membunuh mereka satu persatu dan memasukkannya di dalam kuburan yang sama. Munafik, begitulah mereka. Seolah mereka melakukan hal yang seharusnya namun apa yang kulihat saat ini hanyalah ingin memojokkan salah satu pihak. Benar-benar keji, tidak pantas untuk ada di muka bumi, aku yang hanya bisa menulis dan melampiaskan melalui beberapa halaman kosong sangat menginginkan kekuatan yang bisa menghancurkan semua ketidak adilan ini. Meremukkan tulang tengkorak mereka yang selalu menunjukkan wajah tanpa dosa mereka. Sedangkan aku? Semakin terlihat aku hanyalah sampah yang dianggap tak ada. Yang kutahu, keberadaanku hanyalah semacam kabut. Mengganggu pandangan mereka, padahal yang kulakukan hanyalah berusaha untuk tidak memperlihatkan apa yang seharusnya mereka lihat. Cukup aku yang tahu, dan mereka bisa menjalani hidup mereka dengan normal. Namun sial sekali cermin berkata lain, aku hanyalah orang kecil, bukan sesuatu yang spesial di dunia ini, bukan sesuatu yang bisa dilihat oleh orang lain. Ketika orang-orang yang kusayangi meninggalkanku satupersatu dan membuatku terpuruk di kotak sampah ini, membiarkanku mencium dan melumat semua kotoran dan bangkai yang kulihat saat ini. Seakan dunia ini hanya aku, dan sampah-sampah ini, aku hanya sendiri
sekarang, tidak ada manusia lain. hanya aku, dan sampah lainnya, sedangkan “mereka” yang berhasil lolos dari tempat sampah ini berfoya-foya menikmati apa yang telah kita dapatkan bersama-sama.
Ya, ini titik terendah hidupku. Bekerja diatas permukaan matahari dan tertidur diselimuti permukaan kutub selatan. Kesepian, kehilangan kasih sayang, seakan yang mencintai diriku hanyalah satu orang, diriku sendiri. Kepercayaan, sesuatu hal yang benar-benar kucari saat ini adanya. Mengemis setiap pintu satu persatu dan bertanya “Apakah kamu bisa aku percayakan?”. Yang kutahu saat ini hanyalah mempercayai diriku sendiri dan sekarang aku sedang meragukannya. Apakah memang tidak ada orang yang bisa kupercayai? Atau memang aku tidak bisa dipercayai? Apakah mungkin aku harus membohongi diriku sendiri dan menjadi diri yang lain? yang menurutku tidak usah mengalami hal semacam ini, yang setiap malam hanya menyiksa neuronku, membuatku lebih tua 20 tahun, memenuhi kapasitas otakku dengan hal yang tidak menghasilkan keuntungan apapun. Apakah mungkin memang dunia ini hanya sebongkah emas raksasa? Kau takkan menguasainya sebelum kau dapat menggenggam ribuan pulau emas, apakah memang harus seperti itu? Over-emotional ku memang menyiksa, aku memang ingin menjadi orang lain, yang tak seperti diriku, yang tak bisa memikirkan hal yang tak perlu 2
dipikirkan, menjadi karyawan normal, bergaji normal, memiliki istri yang bisa berumah tangga dan memiliki anak 2. Bisakah aku seperti itu? Tidak usah memikirkan tentang bagaimana caranya menguasai dunia dan mengontrolnya, hal yang hampir tidak mungkin. Hanya demi segelintir dendam, aku ingin menguasai dunia dan menunjukkan bahwa aku bukanlah korban dari kebodohan-kebodohan yang diajarkan masyarakat berseragam. Aku hanya ingin mematahkan kaki yang sedang menginjakku sekarang, dan memaksa sang pemilik kaki untuk menelan kakinya sendiri bulat-bulat. Menghajarnya dan meletakkan kakiku di atas kepalanya hingga akhir hayatnya. Semua yang telah meletakkan kakinya diatas pelipisku dan keluargaku harus mengalami hal itu! Merangkak, kutendang tulang pipinya, dan kuinjak mereka, kuremukkan tengkorak mereka dan membiarkan mereka membunuh diri mereka sendiri. Melihat wajah mereka yang hanya bisa meringis menginjak seekor kecoa yang pernah mereka injak dan tak disangka kecoa membalaskan dendam mereka dengan ukuran yang lebih besar. Aku hanya hidup untuk itu, memegang tombak yang akan menikam mata kaki mereka hingga mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Ya, seperti apa yang mereka lakukan sebelumya pada diriku dan yang lainnya.
3
VERSE Aku adalah mimpiku. Aku yang terjebak di benua mimpi dan terlena di dalamnya. Ketika semua yang kuinginkan tersedia di tanah subur itu dan memberikan semua kebahagiaan yang tidak kudapatkan di kehidupan nyata. Aku mencintai diriku ketika bermimpi. Ya, meskipun sesaat tapi aku menganggap hidupku ada berada di dunia sana, dimana mimpi berada. Ketika pekerjaan rutinku yang terpaku pada waktu dan berkarat ditelan jenuh tak pernah bosan membelenggu sayap kebebasanku, aku masih bisa bermimpi dan menjadi penguasa dunia itu. Aku yang mengatur dunia mimpiku dan menjadi sesuatu yang selalu kuimpikan. Aku, seseorang yang kabur dari kenyataan hidup dan terlena di dunia mimpi. Kenapa aku sangat suka menulis? Simpel. Menulis itu seperti berteleportasi. Kemana kita ingin pergi dan detik itu pula kita bisa merasakan setiap kedetilan tempat yang kita inginkan itu. Menulis merupakan alternatif mimpiku di dunia nyata. Dan menulis tidak terbatas! Menulis tidak memiliki ukuran apapun! Apapun bisa kita tulis dan kita lampiaskan di selembar bahkan beribu lembar kertas tulis. Aku hanya ingin menjadi penulis terbaik! Pengkhayal terbaik! Dan penikmat mimpi terbaik miliku sendiri! Semuanya bisa kudapatkan lewat menulis tanpa meninggalkan kehidupan nyata ku! Hebat bukan?! Dan untuk mencapai semua itu, aku 4
hanya membutuhkan satu hal, yaitu beberapa botol bensin penggerak suasana hatiku, atau manusia lebih sering menyebutnya “perasaan” Pernahkah kamu melihat beberapa artis yang sering kawin-cerai? Tahukah kamu apa maksud dari yang mereka perbuat? Ya, mereka melakukan itu agar mereka bisa mempermudah pekerjaan mereka. Loh memangnya kenapa? Itu karena mereka memiliki perasaan! Artis dan beberapa seniman lainnya membutuhkan inspirasi, inovasi dan kreasi dalam pekerjaannya. Itulah senjata utama seorang seniman, perasaan! Mereka membutuhkan beberapa perasaan untuk menyelesaikan beberapa lagu mereka, lukisan mereka, atau menyempurnakan kualitas akting mereka. Itulah dahsyatnya perasaan! Dan apa yang mereka hasilkan? Hasilnya, mereka bisa membuat gembira seorang tidak berhenti menangis selama 7 hari 7 malam hanya dengan beberapa kunci nada minor yang diulang-ulang. Mereka bisa membuat sekumpulan orang membuang-buang uangnya demi selembar kanvas kusam berbingkai kuno. Dan satu hal yang membuatku terkagum pada seorang musisi yang bernama Rezco Seress. Seorang musisi ajaib yang telah menciptakan masterpiecenya, berjudul Gloomy Sunday, atau lebih suka ku sebut Senjata Pemusnah Massal ciptaan Seniman. Sebuah lagu yang dapat mempengaruhi perasaan manusia begitu dalam, membawa setiap yang mendengarnya menuju tiang gantungan, dia luar biasa! Itulah kekuatan perasaan! Selama kita bisa 5
mengendalikannya, kita bisa menguasai dan mendapatkan apapun yang kita inginkan! Karena beliaulah, aku menginginkan kekuatan itu, mengotakatik perasaan diri sendiri, mereaksikannya, dan mencobanya kepada manusia lainnya. Itulah seni! Ketika kita bisa mencapai proses hipnotis bagi siapa yang menikmati hasil seni kita. Ya, aku menyimpulkan seni adalah menguasai dan menikmati, menguasai apa yang ingin kita dapatkan, dan menikmati apa yang kita hasilkan dari kesenian tersebut. Waktu terus berjalan, aku masih belum bisa menyempurnakan satupun mahakarya. Kupelajari perasaan demi perasaan satu persatu. Mulai dari sakit, bahagia, sedih, khawatir, kehilangan, euforia, dan beberapa perasaan lainnya. Namun seni ini masih belum cukup untukku. Masih ada beberapa hal lainnya yang harus kusempurnakan saat ini. Hingga akhirnya mencapai puncaknya, dan merubah dunia ini, sebuah seni yang melebihi sang pencipta Gloomy Sunday! Sebuah seni yang akan mengatur dunia ini menuju kebenaran, yang akan menata dunia yang telah rusak ini, yang telah hancur oleh ketamakan para penguasa. Sebuah seni yang dapat mengangkat under-human dan menyama ratakan derajat manusia!
6
VERSE 2 Bagiku, hidup itu unik. Maka dari itu, aku sangat berterima kasih kepada Tsai Lun, si penemu kertas, yang awalnya terbuat dari papyrus hingga zaman pun semakin maju untuk memproduksi kertas praktis dan mudah dibawa orang lain ketika kumpulan kertas itu dijilid menjadi sebuah buku. Dan karena dialah, sebuah cita-cita muncul dibenakku, aku ingin menjadi penulis! Muda, kaya, dan terkenal! Sebuah cita-cita yang muncul di tengah masa labilnya remaja, ketika SMA, ketika semuanya tanpa batas, ketika aku merasa tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini. Itu sebelum aku menyadari bahwa bumi ini bulat, sama halnya dengan rotasi bumi dengan dengan dirinya sendiri, sama dengan revolusi bumi dengan matahari, dan sama halnya dengan roda kehidupan, lambat laun semuanya berubah, semua hal yang diawali suatu saat akan diakhiri, begitu pula dengan keyakinan yang ku anggap teguh dan tidak akan tergoyahkan itu. Sekarang aku berada di tengah piramida rantai kehidupan, tidak tinggi, tidak pula rendah. Menjadi orang yang berada di nilai rata-rata, tidak spektakuler, dan tentunya aku selalu menjaga kadarku agar tidak bodoh pula. Semuanya terlihat biasa, linier, tidak ada perubahan di setiap hariku. Aku hanyalah robot pencipta uang yang sudah kehilangan impiannya, sebuah robot yang telah kehilangan dirinya sendiri, dan sebuah robot yang 7
hanya memiliki kenangan indah di masa kejayaannya, ketika ia remaja dan belum mengenali hidup. Ya, aku sempat disana. Tertawa bersama, menentang ketidak adilan, dan menapaki setiap sudut bumi ini. Aku yang penuh dengan kepenasaran, aku yang tidak terbatas, dan aku yang selalu merasa paling hebat dan adil, yang akhirnya berakhir dengan sebuah dinamika kehidupan, sebuah kebutuhanku untuk bertahan hidup, dan sebuah kebutuhanku untuk menafkahi adikku yang membutuhkan sejumlah uang, aku yang ingin berjasa untuk orang tuaku. Aku harus melakukannya, merelakan mimpiku pergi, dan ridho dengan apa yang kulakukan. Ini sangat sulit, lebih sulit dari apapun yang pernah kuhadapi selama ini. Benarkah hidup ini pilihan? Yang aku tahu selama ini, aku hidup dengan kata hatiku. Dan nampaknya tidak sepenuhnya kata hatiku benar, aku memang harus memilah mana yang harus didahulukan dan mana yang harus kukubur dan kugali suatu saat untuk aku kenang. Yap, sudah kubilang ini cerita yang membosankan yang sebaiknya jangan dibaca oleh siapapun yang anti dengan beberapa buku penuh tulisan tanpa sedikitpun unsur humor di dalamnya. Mungkin di buku berikutnya aku bisa menulis beberapa tulisan yang agak menarik di dalamnya. Sebuah cerita ketika aku pertama kali menemukan sebilah kalimat bodoh dari seorang bodoh pula yang berbunyi “forever young!”. Sebuah kalimat yang melawan hukum ruang dan waktu. Karena kalimat inilah aku terbawa bodoh dan
8
menikmati indahnya menjadi seorang bodoh hingga sekarang :)
9