PENGETAHUAN KEAMANAN PANGAN PENJUAL MAKANAN JAJANAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH KELURAHAN WONODRI KECAMATAN SEMARANG SELATAN KOTA SEMARANG Knowledge of Food Security of The Street Food Eat Sellers in School Country Side of Wonodri Subdistrict of South Semarang Semarang City OIeh: Siti Aminah" dan Nur Hidayahb a. Staf pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan b. Staf pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
ABSTRACT Case of Food poisoned progressively mount as long as 2004, one of factor is less awake of security. Research in general aim to lvtow lcnowledge about food security all seller of food environmental food street food of school This research [conducted] at school which reside in region of village of Wonodri. grand total of Obyek there is 7, The total of 17 selles streed fool are selected as samples. Used by appliance is Queisioner about security offood and practice of hygiene and sanitasi Result Of Research indicate that in general sample have htowledge offood security with good category as much: 17,65 gratuity medium 52,94 gratuity and less 29,41 gratuity
Keyword
:
lmowledge, food security and street
food Meskipun makanan jajanan memiliki
PENDAHULUAN
Kasus keracunan makanan
dan
keunggulan-keungulan tersebut diatas, namun
minuman mengalami peningkatan sepanjang
makanan jajanan masih mempunyai resiko
tahun 2004. Kasus tersebut masuk dalam
terhadap kesehatan seperti infeksi oleh
daftar 10 besar pengaduan konsumen 2004
mikroorganisme pathogen, keracunan, resiko
hasil evaluasi Yayasan Lembaga Konsumen
kanker dan lain sebagainya. Resiko tersebut
indonesia. Salah satu factor adalah kurang
dapat terjadi karena minimnya pengetahuan
terjaganya keamanan pangan
tentang keamanan makanan jajanan.
anak
Resiko-resiko tersebut dapat diperkecil manakala dalam praktek
sebayak 36 persen, protein 29 persen, dan besi
pembuatan dan penyajian serta pada waktu
52 persen. Karena itu dapat dipahami peran
distribusi atau penjualan diperhatikan hal-hal
penting makanan
yang dapat mencetuskan resiko kesehatan,
Makanan jajanan anak sekolah juga
menyumbang asupan energi
bagi
jajanan kaki lima pada pertumbuhan prestasi belajar anak sekolah.
dan
Meskipun makanan jajanan memiliki keunggulan-keungulan tersebut diatas, namun
makanan jajanan masih mempunyai resiko
Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah S emarang
l8
terhadap kesehatan seperti infeksi oleh
tertutup, dengan jenis: best answer multiple
mik"roorganisme
choic eP enilaian terhadap jawaban responden
adalah sebagai berikut: opsi yang paling
TUJUAN PENELITIAN
benar diberi skor
ini bertujuan
Secara umum penelitian
untuk mengetahui tingkat penjual makanan jajanan sekolah
di
pengetahuan
di
lingkungan
:
tertinggi yaitu
kemudian berturut turut
4,
3, 2 dan luntuk
jawaban yang tingkat kebenarannya kurang atau salah.
Kelurahan Wonodri Kecamatan
Semarang Selatan, sedang secara khusus
Pengolahan dan Penyajian data
bertujuan untuk menilai pengetahuan tentang:
Dari hasil penilaian terhadap
bahan tambahan pangan, bahan tambahan
kuesioner selanjutnya dilakukan kategori
yang tidak diijinkan, pengemasan, praktek
pengetahuan responden yang terbagi dalam
jadi,
hygiene dan sanitasi.
tiga kelompok yaitu: baik, sedang dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari
METODE
jawaban yang telah dijadikan persen. Cut of/f
Lokasi Penelitian
point yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
perlakukan terhadap bahan
Penelitian
ini
dilakukan
di
praktek
Sekolah
Dasar dan Taman Kanak-Kanak yang berada
di Kelurahan Wonodri Kota
Semarang yang
Kategori pengetahuan keamanan
pangan
baik
-
Kurang < 60
Pertama,
I
Sedang 60
80 persen,
oA
Data yang diperoleh disajikan secara
terdiri dari 5 Sekolah Dasar dan 2 Taman Kanak-Kanak, 1 Sekolah Menengah Tingkat
> 80 persen,
,
diskriptif.
Sekolah Menengah Umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi dan Sampel Populasi adalah semua penjual
Pengetahuan sampel tentang keamanan makanan jajanan
makanan jajanan baik dikantin Sekolah
maupun penjual jajanan kaki lima (berada
Hasil penilaian dari
quesioner
diluar pa5ar sekolah), sampel diambil dari
menunjukkan bahwa sebagian besar sample (
total populasi.
52,94
Pengumpulan data
pengetahuan sedang,
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa pertanyaan
persen)
mempunyai tingkat
29, 4l tingkat pengetahuan kurang , 17, 65 persen mempunyai tingkat pengetahuan baik. Distribusi sample berdasarkan
Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah S emarang
tingkat
T9
pengetahuan keamanan makanan jajanan
yang tinggi dengan biaya produksi yang
,rapat
rendah.
dilihat pada tabel 4
.
Pengetahuan keamanan makanan jajanan para penjual makanan jajanan di
lingkungan sekolah masih menggembirakan. Ada beberapa
hal
mempengaruhi
kurang
hal
yang
tersebut, diantaranya
adalah pendidikan formal sample. Sebagian besar sample hanya mempunyai pendidikan tingkat dasar.
Dalam penggunaan bahan tambahan makanan masih perlu mendapatkan perhatian
baik jenisnya maupun ukurannya. Bahan tambahan yang digunakan adalah bahan tambahan khusus makanan dan ukurannya
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam
hal ini adalah Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Iabel 4 DISTR.IBUSI SAMPEL BERDASARKAN TINGKAT PENGETAHUAN KEAMANAN MAKANAN JAJANAN DI
SEKOLAH
Bahan tambahan yang masih sering
ditemukan pada makan jajanan
adalah
pewarna tekstil yang ditambahkan dalam
makanan. Pewama ini
mempunyai
karakteristik warna lebih mencolok, stabil dan
KATAGORI NILAI
lebih murah. Sebagaimana disampaikan oleh
BAIK
Budiharja (2004) bahwa makanan jajanan
=>80%
SEDANG = 60 - 80 % KURANG= <60%
anak sekolah diduga kuat
menggunakan
pewarna tekstil.
Dalam pemakaian bahan pewarna ini
Tingkat pendidikan formal
yang
dicapai seseorang akan mempengaruhi sikap, perilaku dan pola
pikir
orang tersebut.
Pengetahuan keamanan pangan yang
diketahui oleh para pedagang umumnya diperoleh dari informasi lisan dari mulut
kemulut, penyuluhan
di PKK (bagi yang
perempuan). Namun untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh secara lisan tersebut juga sulit, mengingat beberapa hal,
diantaranya produsen ingin menampilkan dagangannya lebih menarik dengan cita rasa
82,23 persen sample menyatakan bila menggunakan bahan pewarna dalam produk makanan maka yang digunakan adalah bahan
pewarna makanan 5,88 persen menyatakan menggunakan bahan alami dan
11,
76
persen menyatakan bahan pewarna sembarang
asal produk menarik sehingga konsumen teertarik. Penggunaan bahan pewarna alami memang tidak ada resiko kesehatan, namun
demikian untuk mendapatkan bahan pearna
alami, khususnya didaerah
perkotaan
sekarang ini juga tidak mudah, disamping itu
Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang
20
juga tidak praktis dan pewama alami kurang
dalam bahan makanan sebagai pengawet dan
.rtabil.
pengenyal, 23,52 menjawab mendekati benar
Dalam menggunakan bahan pewarna
dan 35,29 persen menjawab benar
dan
ini 64,70 persen sample menyatakan
menyatakan borak tidak boleh digunakan
penggunaan tidak berlebihan. Oleh karena
dalam bahan makanan karena membahayakan
pewama makanan yang dijual di pasaran baik
komsumen"
yang berbentuk liquid ataupun bubuk pada
Bahan pengawet banyak digunakan
tidak ada petunjuk ukuran psnggunaanya penggunaannya, hal ini
dalam produk pangan,
membuat paru produsen makanan jajanan
semua makanan dalam kemasan,
hanya mengira-ngira pemakaianya sehigga
camilan, minuman, saus, selai, makanan
produknya menarik
kaleng dan jajanan anak-anak
umumnya
Hasil penelitian Mudjajanto
(2005)
sebagaimana
disampaikan Durjati (2005), bahwa hampir aneka
semua
mengandung bahan pengawet.
menunjukkan bahwa makanan jajanan yang
Para produsen menggunakan bahan
dijual di pusat penjualan makanan jajanan di
pengawet karena produk pangan yang
kawasan pasar Senen menggunakan pewarna
mempunyai daya tahan yang terbatas dan
yang diijinkan tetapi
mudah rusak Qterishable).
penggunaannya
hendaknya dibatasi. Karena
bila
Dengan
tidak
pengawetan makanan dapat disimpan berhari-
terkontrol penggunaannya akan mempunyai
hari, bahkan berbulan-bulan dan hal ini sangat
efek kurang baik terhadap kesehatan.
menguntungkan produsen. Alasan lain adalah
Pengetahuan sample tentang bahan
pengawet makananan yang
tidak
dengan penggunaan bahan pengawet adalah untuk menambah daya tarik produk
diperbolehkan dan masih banyak digunakan
Bahan tambahan lain yang sering
oleh industri rumah tangga yaitu: formalin
diketemukan dalam makanan atau mimunam
persen sample
jajanan adalah pemanis. Dalam hal ini 64.,70
tidak tahu dan menyatakan bahwa formalin
persen sample menyatakan bila memerlukan
boleh digunakan untuk makanan 11,76 persen
rasa manis pada makanan jajanan yang
sample memberikan jawaban mendekati benar
digunakan adalah gula murni, 23,52 persen
dan 35,29 peresen rnenjawab benar tentang
menggunakan sebagian besar pemanis, dan
formalin dan menyatakan berbahaya untuk
5,88 tidak menggunakan gula sama sekali.
dikonsumsi.
Pemanis yang sering diketemukan dalam
dan borak menunjukkan
: 52,9
Sedangkan untuk pemakaian borak
makanan dan minuman adalah sakarin dan
41,17 persen sample memberikan menyatakan
siklamat atau dipasar awam dikenal dengan
tidak tahu dan memperbolehkan digunakan
obat gula.
Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang
2l
Sebagaimana l;{uclj
aj
hasil
penelitian
anto (2005) rnenunjukkan penggunaan
untuk melakukan pembinaan
keseluruh
industri rumah tangga.
bahan pemanis: sakarin dan siklamat pada
Untuk melakukan inspeksi mendadak
jananan Kedua jenis bahan tambahan makanan ini adalah jenis zat
jajajanan
pemanis yang ditujukan bagi penderita
berbagai macam
diabetes atau konsumen dengan diet rendah
dijajakan dari berbagai home industri. Hal ini
kalori, Meskipun kedua jenis pemanis ini
menyebabkan ketidak tahuan masyarakat
diperbolehkan digunakan dalam makanan
yang memproduksi makanan jajanan semakin
namun ukurannya harus benar-benar sesuai
banyak. Meskipun Ddirektorat Surveillance
dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal inilah yang belum dapat
Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) telah
rnelakukan usaha membentuk jaringan-
baik dimasyarakat,
jaringan yang tersebar di 400 kabupaten kota
penggunaan bahan-bahan tambahan yang
seluruh Indonesia dalam rangka pembinaan
berlebihan kemungkinan besar adalah karena
industri skala rumah tangga.
makanan
tersosialisasi dengan
dipasar-pasar khususnya
factor ketidaktahuan.
pada
juga terlalu berat,
menginggat
jenis makanan
Menurut Winiati (2005)
Bahan tambahan lain adalah
pengembang seperti baking
zat
powder,
penyedap rasa, penstabil atau emulsifier
makanan
yang
masalah
utama yang menyebabkan rendahnya keamanan pangan ada dua hal. Pertama adalah pelaksanaan kebersihan dan sanitasi
pemberi rasa.
yang masih kurang dan kedua
Hasil inspeksi yang dilakukan Direktorat Surveillance Penyuluhan
penggunaan bahan berbahaya yang sebetulnya
Keamanan Pangan (SPKP) menunjukkan
adalah
tidak boleh untuk pangan. Penggunaan bahanbahan tesebut karena factor ketidaktahuan.
bahwa tingkat keamanan pangan industri
Mengingat aspek keamanan pangan
rumalr tangga rnasih rendah. Hasil produksi
tidak hanya pada
penggunaan
mereka, sebagian besar belum memenuhi
berbahaya saja tetapi
juga pada praktek
standar keamanan pangan
dari
Badan
Pengawas Obat dan Makanan (badan POM ).
bahan
hygiene dan sanitasi, maka pada penelitian ini
juga dilakukan
observasi tehadap aspek
Oleh karena terlalu banyak industri rumah
tersebut. Ada 47 persen
tangga dan hampir setiap orang wara negara
memerlukan penyajian dengan melakuam
Indonesia berhak membuat produk pangan
(8)
sampel yang
pengolahan terlebih dahulu yaitu: cilok (bakso
atau berwirausaha dibidang pangan, maka hal
goreng), burger dan tempura, keamanan, 17, 6
ini jug akan menyebabkan kurang terjangkau
persen
(3)
sample menggunakan alat saji
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang
22
mangkuk dan piring, 29,41 persen (5 ) sampel
lain. Perlakuan ini apabila tidak tepat juga
di.jual langsung dengan kemasan plastik atau
akan menimbulkan bahaya mikrobiologis
koran dan kertas makan, 5,8 persen (l)
pada konsumen. Hal tersebut dilakukan
sampel dengan kemasan pabrik.
karena konsumen tidak dapat menaggung
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah pemakaian bahan pengemas. Sebanyak 58,82 persen sampel menggunakan
kerugian yang cukup banyak. Bahan makanan
yang rawan untuk dijual keesokan harinya adalah sambel pada bakso dan soto, saos pada
-
bahan ini kemungkinan tiodak
pengemas plastik, 5,8 persen menggunakan
cilok. Bahan
koran bekas dan 29,4 persen menggunakan
dilakukan penyimpanan pada suhu rendah
kertas makan. Penggunaan bahan pengemas
plastik untuk produk makanan yang
Dalam praktek hygiene dan sanitasi
panas
juga akan memberikan peluang yang lebih tinggi untuk terjadinya migrasi zat-zat plastic,
monomer ataupun zat-zat
ataupun dipanaskan kembali.
pembantu
polimerisasi. Masalah yang muncul pada kemasan platik adalah adanya dua bahan
plastic utama yaitu polyvinyl klorida
dan
copolymer akrilonitril tinggi memiliki
para pedagang dilihat kebersihan
penjaja, kebersihan individu, fasilitas tempat pencucuan alat dan tangan dan kebersihan
lingkungan tempat penjualan termasuk pengumpulan sampah. Dari hasil pengamatan
tersebut diperoleh nilai sebagaimana table
senyawa
karsinogenik (penyebab kanker) Winarno, (1997
). Demikian juga penggunakan
koran
bekas, selain factor kebersihan koran bekas
itu
5
dibawah ini
TABEL
monomer-monomer yang cukup beracun dan
malahan diduga keras sebagai
sarana
5
HASIL PENILAIAN PRAKTEK HIGIENE DAN SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJAJAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH KELURAHAN WONORDRI KECAMATAN SEMARANG SELATAN
sendiri, kemungkinan tinta koran juga
akan mencemari makanan.
Baik =>80%
0
0
dagangan para penjual makanan jajanan
Sedang = 60 - 80 %
10
Kurang =<600/o
7
tersebut. Perlakukan pedagang
TOTAL
17
58.82 41.18 100
Tidak setiap hari habis terjual semua
terhadap
jajanan yang tidak habis terjual dan rentan terhadap kebusukan adalah sebagai berikut:
35, 29 persen dimakan atau diberikan keluarga sendiri, 64, 70 persen dipanaskan atau didinginkan kembali untuk dijual dihari
Dari table tersebut tampak bahwa praktek hygiene dan sanitasi para pedagang makanan
masih kurang menggembirakan.
Hal
ini
disebabkan keterbatasan sarana yang dibawa oleh pedagang, seperti tempat mencuci dan air
Jurnal Litb ang Universitas Muhammadiyah S emarang
23
yang dibawa hanya I ember saja dalam *erobak atau bahkan pedagang cilok dan
yang tidak menjaga kebersihan
diri
merupakan factor utama kontaminasi ulang.
burger tidak ada fasilitas cuci tangan dalam
Kontaminasi ulang dari pekerja adalah
boksnya.
factor yang sering memberikan konstribusi
Praktek hygiene dan sanitasi yang
pada peristiwa keracunan. Patogen
asal
kurang baik akan dapat menyebabkan bahaya
pekerja dapat berupa Staphylococcus aureus
secara mikrobiologis pada konsumen. Kasus
yang berasai dari rongga mulut, hidung atau
keracunan karena mikroorganisme ini
tangan pekerja. Cemaran
dilaporkan paling besar tejadi baik di iiegara
dapat berasal dari usus yang mencemari
rna.ju rnaupun berkembang. Kurang tepatnya
secara langsung (melalui tangan) maupun
pendinginan setelah pemasakan
akan
tidak langsung (melalui air) yang termasuk
mcnyebabkan morkorganisme yang bertahan
ini antara lain Salmonella, Escherichia coli, Vibrio parahaemolyticus,
dan membentuk spora seperti Clostridium perfringens dan Bacillus
cereus
dapat
bergermenasi kembali pada waktu makanan
mengalami pendingian. Bakteri
lain dari
pekerja
aptogen enteric
Campylobacter
jejuni dan
Listeria
monocytogenes.
Praktek higene dan sanitasi
tersebut
di
para
apabila tertelan bersama dengan makanan
pedagang makanan jajanan
akan menyebabkan gejala-gejala
sekolah kelurahan Wonodri masih perlu
keracuan.
dan
lingkungan
Bakteri-bakteri tersebut banyak terdapat pada
medapat pembinaan
olahan daging, diantarannya adalah bakso.
sehingga dapat menyajikan makanan yang
Menurut Dewanti dan Haryadi (2005),
pengawasan,
aman bagi konsumen.
keracunan makanan siap santap kadangkasang terjadi karena bakteri patogen bukan
KESIMPULAI{ DAI!{ SARAN
pembentuk spora. Hal tersebut terjadi karena
Kesimpulan
kontaminasi silang (cross contamination)
1.
Secara umum tingkat pengetahuan
maupun kontaminasi ulang (recontamination)
sampel tentang keamanan
yang terjadi setelah pemasakan. Hal tersebut
masih kurang
dapat terjac.li bila wadah dan alat pengolan dan
Tingkat pengetahuan baik 17,
penyimpanan yang digunakan bersama sama
persen, sedang 52,94 persen
baik untr.rk bahan mentah maupun bahan telah
kurang 29,41 persen.
matang. Kontaminasi ulang terutama tejadi
karena kurangnya sanitasi dan hygiene. Penggunaan
air, sarana, wadah atau
alat
penyimpanan yang tercemar serta pekerja Jumal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang
2.
pangan
menggembirakan. 65
dan
Pengetahuan tentang bahan tambahan
makanan,
untuk pewama: 64,70
persen bila produk
pangan
memerlukan pewama yang digunakan 24
2003. Buletin Ketahanan Pangan. Badan Bimas Ketahan
adalah pewarna makanan dengan dosis
yang tidak berlebihan, sedang
Pangan Depatemen Pertanian RI
pengetahuan tentang formalin dan
Buckle, K.A., Edwards R.A., Fleet G.H.,
borak sebanyak 52,
3.
Wooton,M .., 1987 Dite{emahkan oleh
Hari Purnomo dan Adiono, Ilmu Pangan. Universitas Indonesia,
Praktek hygiene dan sanitasi dari para pedagang masih kurang. Higiene dan
Jakarta
sanitasi dengan nilai sedang sebanyak
58, 82 persen dan kurang 41, t8
Bryan, F.L., Feufel,P., Riaz., S., Roohi,S., F, and Malik, Z. 1992. Hazard and
Critical Control Point of Street Vending Operations in an Mountain Pesort Town in Pakistar, Joumal pf Food Protection, Vol 55, Spetember.
persen.
Saran
Mengingat mencegah lebih baik dari
pada mengobati, maka perlu
Pages 701-707
dilakukan
pembinaan dan penyuluhan kepada para pedagang makanan jajanan dilingkungan
Dewanti, R., Hariyadi., 2005. Mencegah Keracunan Makanan Siap Santap. Departemen of Food Science and
sekolah berkaitan dengan keamanan pangan
yang meliputi: cara produksi yang baik, penggunaan bahan tambahan dan praktek hygiene dan sanitasi.
Tecnology
FebruhartatrW,J., dan Iswarawanti, DN., 2004, Amankah Makanan Jajanan Anak Sekolah?, Gizi Net.Indonesian Nutrition Network, 14 Oktober
A, 2000.Telcnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. GMSK, Fak.
Khomsan
DAFTAR PUSTAKA Anonymous,2004. Penderita Diare di Kota Semarang, Harian Suara Merdeka 10
Pertanian, IPB
Marwanti, 2000. Pengetahuan Masakan
Desember
, 2003. Penyempurnaan Bahan
Usulan Penghargaan kepada Pengusaha
yang Berhasil
dalam Usaha Mengelola Dibidang Pelestrari Budayu Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI.
2000. Undang-Undang Pangan
RI Nomor 7
Indonesia, Adi Cita, Yogyakarta
Mudjajanto Setyo Edi, 2005. Keamanan Makanun Jajanan Tradisional , Gizi Net.Indonesian Nutrition Network, 18 Februari
Moehyi, S., 1992.
Tahun 1996, Sinar
Grafika Ofset. Jakarta
Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang
Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Bogo. Bhratara, Jakarta
25