DIORAMA YANG ADA DI DALAM TUGU MONUMEN NASIONAL
Untuk mengisi Museum Sejarah Nasional, dibentuk tim khusus yang diberi nama Tim Perancang Isi Museum Sejarah yang dipimpin oleh Drs. Nugroho Notosusanto dengan anggota-anggota : 1. Drs. Marwati D. Pusponegoro, 2. Drs. Harsja W Bactiar, 3. Dra. Sumartini, 4. Drs. Bambang Sumadio, 5. Drs Buchari, 6. Drs. Abdurachman, 7. Drs. Moela Marboen, 8. Drs. Lim Manus, 9. Drs. Amir Sutarga 10. Drs. I. Gusti Ng Rai Miskun. Tim ini bertugas mengusulkan adegan-adegan sejarah nasional yang akan dibuat dalam 48 adegan diorama dalam Ruang Museum Sejarah Tugu Monumen Nasional dengan kriteria sebagai berikut : a. Bersifat inspiratif, artinya dapat mengilhami perjuangan Negara Indonesia pada masa sekarang dan akan datang untuk mencapai Tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. b. Membuat kesadaran berpancasila. c. Merupakan Tonggak sejarah bagi Pembinaan Orde Baru sesuai dengan Ketetapan MPR Sidang Umum IV dan V dan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia. Dengan melalui rapat-rapat dan diskusi-diskusi maka pada tanggal 8 April 1970 Tim Perancang Isi Museum Sejarah mengadakan rapat terakhir untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada rapat ini disepakati bahwa Tim telah menyelesaikan tugas dengan merancang 48 adegan sejarah sesuai dengan jumlah dome yang ada di dalam Ruang Museum Sejarah Tugu Monumen Nasional dan disusun secara kronologis. Adapun diorama yang sampai saat ini tetap menjadi koleksi Museum Sejarah Nasional adalah :
A. Diorama Sisi Timur 1.
Masyarakat Indonesia Purba (3.000-2.000 SM)
Nenek moyang Bangsa Indonesia (Paleo-Mongoloid) pada Zaman Megalitikum sudah hidup dalam masyarakat teratur. Mereka sudah mempunyai tempat tinggal tetap.
Sebagian sudah menjadi pelaut dan sebagian lagi hidup sebagai petani. Selain pakaian dari kulit kayu sudah dikenal juga pakaian dari tenunan. Hasil budaya Megalitikum yang terpenting diantaranya adalah alat-alat serpih (flakes, pebbles dan bones), menhir (tiang batu), dolmen (meja batu), punden berundakundak (bangunan pemujaan) dan arca. Benda-benda peninggalan budaya Megalithikum itu tersebar di seluruh Indonesia, tetapi yang terpenting terdapat di Pasemah (daerah pegunungan yang terletak antara wilayah Palembang dan Bengkulu) dan Besuki (Pulau Jawa). 2.
Bandar Sriwijaya (Abad ke 8-13)
Bandar Sriwijaya terletak di persimpangan tiga jalur pelayaran antara Indonesia, Cina dan India. Posisi ini sangat menguntungkan bagi Kerajaan Sriwijaya, sehingga dengan sendirinya memegang peranan penting pula dalam perjalanan perdagangan selama berabad-abad. Kapal-kapal dari negeri Cina yang membawa pendeta-pendeta Budha banyak berlabuh dan sering menetap untuk waktu yang lama. Bandar tersebut akhirnya menjadi pusat perdagangan dan budaya pada waktu itu.
Letak Bandar Sriwijaya berada di muara sungai di daerah pertemuan sungai Kampar Kanan dan Kampar kiri kira-kira 2,5 derajat Utara Palembang. Diorama ini menggambarkan kegiatan perdagangan di Bandar Sriwijaya.
3.
Candi Borobudur (824)
2
Candi Borobudur didirikan pada sekitar tahun 824 M oleh Raja Samaratungga dari keluarga Sailendra. Bangunan candi berbentuk pyramid dan mencerminkan alam semesta. Bangunan ini dibuat dari batu sumbangan para penganut agama Budha dan dibangun dengan cara gotong royong. Dalam pembangunan Candi Borobudur, hampir dua ratus ribu kaki kubik baty dipergunakan,lebih dari empat puluh kaki kubik masuk dalam tingkat-tingkat terbuat dari kayu. Pada candi ini terdapat 505 buah patung Budha dan 1,555 Stupa ukuran besar dan kecil yang melengkapi monument Budha yang megah ini. Dari pendirian bangunan ini terbukti bahwa kemampuan bangsa Indonesia di bidang teknik dan organisasi sudah baik. Diorama ini menggambarkan tahap akhir pembangunan candi Borobudur. 4.
Bendungan Waringin Sapta (Abad ke 11)
Setelah Raja Airlangga memperoleh wilayah yang menjadi haknya, kemudian ia berusaha memakmurkan rakyatnya. Sungai Brantas yang sering meluap dan selalu menimbulkan kerusakan-kerusakan pada tanah-tanah persawahan dibendung dengan mendirikan tanggul Waringin Sapta. Untuk menjaga supaya tanggul tidak rusak, raja Airlangga menunjuk rakyat setempat untuk memeliharanya, dan sebagai imbalan daerah tersebut dibebaskan dari kewajibannya membayar pajak. Akibatnya rakyat makmur, pelayaran di Sungai Brantas bertambah ramai dan Pelabuhan Galuh menjadi pusat perdagangan antar pulau. Diorama ini menggambarkan ketika Sungai Brantas sedang dibendung dekat Kelagen diawasu oleh Raja Airlangga. 5.
Candi Jawi Perpaduan Syiwaisme – Buhaisme (1292)
Candi Jawi terletak di Gunung Welirang, sebelah barat daya Pandakan di tepi jalan Prigen dan didirikan untuk makam Raja Kertanegara, raja terakhir kerajaan Singasari yang meninggal pada tahun 1292. Di bagian atas candi terdapat arca Budha Aksobhya sedangkan di bagian bawah candi terdapat arca Siva Mahadewa. Dari Bangunan ini dapat diketahui bahwa pada jaman Singasari dan Majapahit terjadi perpaduan Sivaisme – Budhisme. Diorama menggambarkan ketika pemimpin agama Budha serta pengikutpengikutnya sedang mengadakan upacara keagamaan di Candi Jawi.
3
6.
Sumpah Palapa (1331)
Dalam rangka membela integrasi Negara Majapahit, Gajah Mada seorang Patih dari Kerajaan Majapahit yang terkenal, bersumpah tidak akan makan Palapa sebelum Nusantara dapat dipersatukan di bawah mahkota Majapahit. Peristiwa ini dikenal dengan nama Sumpah Palapa. Sumpah itu dilakukan di Penangkilan, suatu tempat yang terletak di sebelah selatan alun-alun Majapahit. Pada saat itu banyak rekan-rekan Gajah Mada yang menertawakan dan mencemoohnya, Namun Gajah Mada tetap teguh pada pendiriannya dan akhirnya berhasil menepati janji itu.
7.
Armada Perang Majapahit (Abad ke 14)
Setelah Gajah Mada meninggal, timbul kesulitan pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Pemerintah yang baru berusaha megekalkan keutuhan negara. Maka tindakan-tindakan ditujukan kepada kemakmuran rakyat dan keamanan daerah-daerah mendapat prioritas utama. Upaya tersebut dilakukan dengan memperkuat armada Majapahit dengan tujuan untuk menjaga keutuhan Nusantara dan mengatasi tindakan pengacauan yang dilakukan oleh Cina. Diorama ini menggambarkan armada Majapahit sedang menghadang kapal-kapal Cina di perairan Nusantara.
4
8.
Utusan Cina ke Majapahit (1405)
Semasa pemerintahan raja Wikrama-Wardhana, hubungan persahabatan dengan negara-negara tetangga berlangsung baik. Hal ini terbukti dengan kedatangan Cheng Ho, utusan kerajaan Kaisar Cina ke Majapahit sebagai pengakuan kedaulatan Kerajaan Oleh Cina.
Diorama ini menggambarkan Cheng Ho sedang membawa hadiah dari Kaisar Cina sedang menghadap raja Wikramawardhana.
9.
Pesantren sebagai pemersatu Bangsa Indonesia (Abad ke 14)
Salah satu cara untuk menyebarkan Agama Islam di Indonesia adalah melalui pendidikan di pesantren atau pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyaikyai atau ulama. Pesantren merupakan lembaga penting dalam penyebaran agama Islam. Di tempat ini dilakukan pembinaan calon-calon guru agama, kyai-kyai atau ulama. Setelah keluar dari pesantren itu mereka akan kembali ke daerah asal masing-masing.
5
Pesantren-pesantren beserta kyai-kyai mempunyai peranan yang penting dalam proses pengembangan pendidikan masyarakat. Semakin terkenal kyai yang mengajar itu semakin terkenal pesantrennya dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi. Dengan cara ini intregrasi nasional berdasarkan Islam meliputi wilayah yang makin lama makin luas. Diorama ini menggambarkan suasana pengajaran di Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Sunan Giri di Jawa Timur. 10. Pertempuran Sunda Kelapa (1527) Dalam usaha menyerang Malaka yang diduduki Portugis, Sultan Trenggono dari Demak tidak melakukannya secara langsung melainkan dengan jalan mengisolasi daerahnya dari pengaruh Portugis, terutama daerah-daerah yang pendukungnya belum masuk Islam. Selain diketahui raja Portugis berhubungan dengan Raja Samian yang saat itu menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa, Sultan Trenggono segera memerintahkan menantunya, yakni Pangeran Fatahillah, untuk segera menduduki Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon.
Pada tahun 1522 Penguasa daerah Sunda Kelapa, Raja Sai’iam, mengadakan perjanjian dengan wakil Portugis, Henrique Leme, yang menberikan izin mendirikan banteng bagi portugis, Ekspedisi Demak yang dipimpin Fatahillah pada tahun 1527 berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon. Untuk menagih janji Raja Samian, pada tahun 5127 Portugis mengirim ekspedisi terdiri dari 6 buah kapal yang dipimpin oleh Fransisco de Sa. Ternyata Portugis tidak lahi berhadapan dengan kerajaan Hindu melainkan dengan kerajaan Islam. Setelah tuntutan
6
mereka ditolak oleh Fatahillah mereka mencoba mendaratkan tentaranya. Usaha tersebut dilawan oleh Fatahillah sehingga terjadilah pertempuran yang berlangsung di Teluk Sunda Kelapa. Armada Portugis akhirnya berhasil dipukul mundur, peristiwa ini diabadikan dengan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Diorama ini menggambarkan pertempuran yang berlangsung di teluk Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. 11. Armada Dagang Bugis (Abad ke 15)
Pelayaran orang Makasar dan bugis dengan pinisi mulai abad ke 15 atau sebelumnya sudah meliputi perairan nusantara. Cerita tentang pengembaraan sawerigading bisa memberi petunjuk tentang luasnya daerah – daerah yang dikunjungi.gambaran lebih jelas baru di peroleh dari catatan pada masa sesudahnya.misalnya dalam tulisan tentang hukum laut amanna gappa dan juga peta laut bugis. Dari bukti-bukti ini kita melihat bahwa pelayaran sampai ke aceh,kedah,kamboja,ke timur sampai ke kei dan teluk ternate dan ke utara sampai ke pulau- pulau Filipina (sulu) dan Kalimantan utara (berau). Selanjutnya,menurut kisah Daeng Saro dari kampong Bontoranu, pelayaran penangkap-penangkap teripang dari Sulawesi Selatan sampai ke Maragge, yaitu nama penduduk asli Australia dalam bahasa bugis dan Makasar mengambil rute Ujung Pandang, Selayar, Wetar, Kisar, Leti dan Moa, selanjutnya ke arah tenggara ke pelabuhan Darwin. Diorama ini menggambarkan pelayaran armada dagang Bugis.
12. Perang Makasar (654-1668) Saingan VOC dalam perdagangan abad ke 17 adalah Makasar. Sultan Makasar, Hasanuddin, membuka pelabuhannya untuk negara asing yang mau berhubungan dagang dengan Makasar. Melihat perkembangan Makasar dan sikap sultan yang menjalankan politik bebas dalam perdagangan itu, Kompeni kemudian menggunakan politik pecah belah dan kuasai dengan menunggani Aru Palaka. Sultan Hasanuddin terpaksa menerima perjanjian Bonggaya yang ditandatangani tanggal 18 November 1667. Dalam perjanjian ini V.O.C. diberi hak untuk membuat benteng di Makasar yang akhirnya mengurangi ruang gerak bagi pelaut Makasar.
7
Diorama ini menggambarkan Sultan Hasanuddin memimpin pertempuran mempertahankan benteng Sombaopu dari serbuan Belanda pada tanggal 8-9 Agustus 1668.
B. Diorama Sisi Selatan 13. Perang Patimura (1817) Berdasarkan konsensi London tahun 1814 Belanda berkuasa kembali di Indonesia serta mengulangi menjalankan monopolinya di mana segala sesuatu yang bersifat eksploitasi dilaksanakan kembali. Rakyat Maluku dipimpin oleh Patimura dan dibantu oleh Cristina Martha Tiahahu menolak politik monopoli tersebut kemudian memberontak terhadap Belanda. Diorama ini menggambarkan serbuan rakyat Maluku di bawah pimpinan Patimura pada tanggal 15 Mei 1817 berhasil merebut benteng Duurstde di pulau Saparua di mana hampir seluruh tentara Belanda di dalam benteng ini terbunuh.
14. Perang Diponegoro (1815-1830) Perang yang dicetuskan pada tahun 1825 oleh Pangeran Diponegoro merupakan suatu perlawanan rakyat semesta. Perang selama 5 tahun itu (1825-1830) berlangsung secara terus menerus sehingga Belanda menderita kerugian sebanyak 15,000 tentara dan biaya sekitar 20 juta gulden.
8
Diponegoro beserta para pembantunya seperti Mangkubumi, Kyai Mojo, Sentot Prawirodirjo dan pahlawan-pahlawan lainnya hingga tahun 1828 menguasai medan perang. Untuk mengakhiri perang, jendral de kock menggunakan siasat benteng stelsel dengan tujuan mempersempit daerah operasi Diponegoro dan mendesaknya ke daerah selatan, namun tidak berhasil. Dengan perangkap berkedok perundingan, akhirnya Diponegoro pada tanggal 18 Maret 1830 ditangkap di Magelang. Diponegoro meninggal dunia dalam benteng Belanda Ujung Pandang di Makasar pada tanggal 8 Januari 1855. Diorama ini menggambarkan pertempuran di tepi sungai Bogowoto di mana Diponegoro berhasil mengalahkan pasukan Kaveleri Belanda. 15. Perang Imam Bonjol (1821-1837)
Perang yang berlangsung dari tahun 1821-1837 itu dapat dibagi dalam 3 tahap: Tahap pertama : Perang antara kaum adapt dengan kaum agama. Hal ini terjadi setelah kembalinya 3 orang ulama dari tanah suci. Mereka melihat keadaan kehidupan di tanah airnya jauh dari pada kesesuaian dengan ajaran-ajaran Islam. Oleh karena itu, mereka bermaksud hendak mengadakan pembaruan-pembaruan, tetapi ditentang oleh kaum adapt. Pemimpin kaum ulama yang menjadi terkenal dalam perang ini ialah Tuanku Imam Bonjol.
9
Tahap kedua : Kaum adapt dibantu Belanda melawan kaum ulama. Pertempuran-pertempuran yang terjadi antara tahun 1821-1825 di Sulit Air, Para Palam dan Sawah Tengah. Tahap ketiga : Setelah Perang Diponegoro berakhir, perlawanan terhadap Belanda di lakukan oleh kaum ulama bersama kaum adat. Barulah dengan kekuatan militer yang besar pada tahun 1837 Belanda berhasil merebut Bonjol, daerah pertahanan berakhir Tuanku Iman Bonjol. Diorama ini menggambarkan Tuanku Iman Bonjol memimpin perlawanan terhadap Belanda.
16. Perang Banjar (1859-1905) Sudah sejak beberapa waktu Belanda memperoleh hak ikut campur tangan mengatur penggantian Sultan Banjar. Pada tahun 1824 timbul persoalan penggantian Sultan dimana Belanda memaksakan kehendaknya untuk menempatkan calon pilihannya. Hal ini ditentang oleh Sultan dan rakyatnya. Putra Mahkota yang ditunjuk oleh Sultan yaitu Prabu Anom ditawan oleh Belanda di Banjarmasin. Calon lainnya, Pangeran Hidayatullah, juga ditawan oleh Belanda dan dibawa ke Jawa. Inilah yang menyebabkan Pangeran Antasari dan rakyat Banjar mengangkat senjata melawan Belanda pada tahun 1859. Pada tanggal 10 Mei 1859 Pangeran Antasari melakukan pengepungan dan penyerangan terhadap tambang batu bara Belanda di Pengaron.
Diorama ini menggambarkan rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Suropati meyerang kapal Belanda di Lontartur, Sungai Kapuas.
17. Perang Aceh (1873-1904) Pada tahun 1871 Belanda dan Inggris mengadakan pembuatan Traktat London sebagai rangkaian dari Konvensi London tahun 1814. Pembaruan terakhir bernama Traktat Sumatera memberikan kepada Belanda kekuasaan atas Sumatra. Perjanjian ini membuka jalan kepada Belanda untuk menduduki Aceh. Perang Aceh pecah akibat konflik semakin meruncing ketika pada tahun 1873 Belanda menuntut agar Aceh menghentikan hubungannya dengan negara-negara lain ditolak. Belanda segera mengirimkan ekspedisi militer ke Aceh, tetapi mereka dikalahkan, bahkan panglima JHR Kohler tewas dalam pertempuran tanggal 13-14 April 1973 di depan Masjid Agung Baiturrahim.
10
Diorama ini menggambarkan pertempuran sengit di halaman Masjid Baiturrahim ketika JHR Kohler menjadi korban penembak jitu Aceh. 18. Perlawanan Si Singamangaraja (1877-1907) Dengan dalih bahwa zending sering diganggu oleh pasukan Si Singamangaraja, Belanda mendapatkan kesempatan melakukan ekspedisi ke Tanah Batak, Tapanuli. Bentrokan pertama dengan Belanda terjadi pada tanggal 15 Februari 1878, setelah terlebih dahulu Si Singamangaraja menberi peringatan kepada pasukan Belanda supaya meninggalkan Tapanuli. Perlawanan terhadap kolonialis Belanda ternyata mendapat bantuan dari rakyat Aceh dan Minangkabau. Penyerangan besar-besaran terhadap markas Belanda dengan bantuan rakyat kedua daerah tersebut dilakukan pada tahun 1887. Perjuangan Si Singamangaraja berlangsung hingga awal abad ke dua puluh. Si Singamangaraja gugur dalam pertempuran di Tanggabatu dekat kota Balige pada tahun 1884 ketika Si Singamangaraja berhasil memukul mundur pasukan Belanda.
11
19. Pertempuran Jagaraga (1848-1849)
Pada tahun 1841 Belanda memaksakan penghapusan peraturan tawan karang yang di akui sebagai lembaga hukum adapt di Bali. Menurut peraturan tawan karang semua muatan kapal yang kandas menjadi milik raja dan penduduk pantai, sedang penumpangnya dijadikan budak. Beberapa kerajaan di Bali menerima peraturan Belanda itu, kecuali Buleleng dan karangasem. Dua kali Buleleng mengenakan tawan-karang terhadap kapal-kapal Belanda yang terdampar di daerahnya. Belanda menuntut agar muatan dan isi kapal itu dikembalikan, tetapi ditolak oleh raja Buleleng sehingga perang tidak dapat di hindarkan lagi. Meskipun dalam serangan Belanda tahun 1846 Buleleng dan Karangasem dapat diduduki namum semangat juang rakyat tetap berkobar dan mereka menyiapkan pertahanan di Jagaraga. Diorama ini menggambarkan pertempuran yang terjadi di muka Pura Dalem Jagaraga yang berakhir dengan gugurnya seisi Pura.
20. Taman Paksa / Cultuur Stelsel (1830-1870)
Perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830) mengakibatkan krisis keuangan bagi kerajaan Belanda. Tetapi di daerah kerajaan Mataram, Belanda berhasil menduduki wilayah seluas 3000 km persegi yang terdiri dari
12
tanah yang subur. Untuk mengatasi keadaan krisis itu muncul gagasan Gubernur Jendral Van Den Bosch untuk menjadikan tanah jawa sebagai perkebunan yang besar atas dasar perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dan Petani. Pemerintah Belanda akan menjadi pedagang dan tuan kebun. Tanaman yang akan ditanam di jawa haruslah tanaman yang sangat laku di pasar Eropa, seperti nila, gula, the, lada, kopi dan kayumanis. Gagasan Van Den Bosch disetujui oleh Raja Belanda dan realisasi di Jawa dimulai tahun 1830. Dalam kenyataannya tidak terdapat kontrak antara pemerintah colonial dengan rakyat petani, melainkan hubungan paksa. Sejak inilah dimulai periode eksplitasi tenaga rakyat secara besar-besaran. Bagi rakyat yang tidak memiliki tanah diharuskan bekerja pada perkebunan nila (indigo) seperti yang terjadi di Jawa Barat. Mereka yang dianggap malas dikenai hukuman cambuk dan siksaan lainnya. Tanam paksa ini memberikan keuntungan luar biasa bagi pemerintah Belanda, sedangkan bagi rakyat Indonesia mengakibatkan penderitaan yang sangat berat. Rakyat kelaparan karena mereka tidak berkesempatan menggarap sawah ladanganya. Diorama ini menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia yang di paksa untuk bekerja keras di daerah perkebunan disertai dengan siksaan fisik. 21. Gereja Protestan dalam proses penyatuan Bangsa Indonesia (Abad ke 20)
Gereja Protestan dengan Zendingnya giat mengadakan propaganda terutama di daerah-daerah yang masih terbelakang. Selain bergerak dalam bidang keagamaan, gereja Protestan giat bergerak dalam bidang pendidikan sehingga secara langsung telah membantu menyatukan bangsa Indonesia dari berbagai suku yang sedang mengalami proses penyatuan. Selain di beberapa daerah dan kota-kota di Jawa, pusat-pusat agama Kristen terutama terdapat di Ambon, Minahasa dan Tapanuli. Pada tahun 1930 berdiri Perserikatan Kaum Cristen (PKC) dan Partai Kaum Masehi Indonesia, keduanya merupakan bagian dari gerakan nasional untuk Indonesia merdeka. Diorama ini menggambarkan kegiatan umat Kristen Protestan dalam bidang social, pendidikan dan keagamaan. 22. Perjuangan Kartini (1879-1904) Gerakan megejar kemajuan pada akhir abad ke 19 terbukti dari kebutuhan akan pendidikan dan pengajaran yang semakin besar. Tetapi pandangan umum masih dihadapi konservatisne yang kuat bagi anak perempuan.
13
Lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879, Kartini berjuang untuk memperoleh persamaan hak bagi kaum wanita dan melapaskan diri dari kungkungan dan prasangka tradisi dan adapt. Kumpulan surat-surat yang dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya di mana dia mengungkapkan buah pikiran dan cita-citanya telah diterbitkan dalam sebuah buku yang menarik berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang (aslinya Door Duisternis tot Licht).
Diorama ini menggambarkan Kartini menyelenggarakan sekolah untuk pendidikan anak-anak perempuan.
23. Kebangitan Nasional (20 Mei 1908) Menjelang akhir abad ke 19 masyarakat Indonesia masih terbelakang baik di bidang politik, ekonomi, maupun social budaya termasul pendidikan. Keadaan ini adalah akibat langsung dari politik kolonial Belanda yang tidak menghendaki rakyat Indonesia menjadi cerdas, karena hal itu akan membahayakan kedudukannya. Tetapi kemudian kaum kolonialis terpaksa juga memberikan pendidikan modern kepada pemuda-pemuda Indonesia, pertama untuk memenuhi kebutuhannya akan tenaga-tenaga terdidik di perusahaan-perusahannya dan kedua untuk meningkatkan potensi masyarakat Indonesia sebagai pasar bagi industrinya. Sebagai hasil dari pendidikan itu timbul generasi pemuda Indonesia yang terkena gagasan-gagasan nasionalisme dan modernisasi yang menyebar dari Eropa. Pemudapemuda itulah yang kemudian mengorganisir pergerakan Nasionalisme rakyat Indonesia. Yang dianggap manifestasi pertama dari Kebangkitan Naional itu adalah pembentukan organisasi modern yang pertama oleh orang Indonesia yakni Budi Utomo. Budi Utomo dibentuk atas prakarsa beberapa mahasiswa Sekolah Dokter Jawa (School Tot Opleiding Van Indische Artsen – STOVIA), seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, dan lain-lain dengan Dokter Wahidin Sudirohusodo sebagai penasehatnya. Kemudian lahirlah organisasi lain seperti Sarikat Islam, Indische Party, Muhammadiyah, dan lain-lain yang dalam perkembangannya selanjutnya bertujuan Indonesia Merdeka.
14
Diorama ini menggambarkan suaana Kongres Budi Utomo Pertama yang diadakan di Yogyakarta. 24. Taman Siswa (3 Juli 1922) Politik pendidikan pada jaman penjajahan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan colonial. Sebagai suatu reaksi politik, pada tanggal 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Perkembangan perguruan ini sangat pesat sehingga pemerintah merasa khawatir.
Pada tahun 1922 pemerintah mengeluarkan Ordonasi Sekolah Liar hingga praktis sekolah-sekolah swasta kehilangan identitasnya. Protes timbul dari bebagai pihak, sehingga ordonansi tersebut dicabut kembali. Semangat nasionalisme sangat menjiwai kehidupan Perguruan Taman Siswa. Pada tahun 1935 berlangsung Kongres Pendidikan Nasional yang pertama dengan tujuan hendak menggalang persatuan nasional dan mencari perumusan tentang pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional. Diorama ini menggambarkan Ki Hajar Dewantara yang pada tahun 1921 mendirikan organisasi nasionalis kebudayaan Indonesia yang sangat penting menyambut orang tua murid di perguruan Taman Siswa.
15
C. Diorama Sisi Barat 25. Muhammadiyah (18 November 1912) Keadaan masyarakat Islam Indonesia pada abad sembilan belas dan pemulaan abad dua puluh sangat menyedihkan. K.H. Ahmad Dahlan tampil ke depan dengan mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta dengan tujuan untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Di dalam kegiatannya Muhammadiyah mendirikan sekolah, rumah yatim piatu, rumah-rumah sakit, pelatihan bagi juru dakwah, dan organisasi kepanduan. Saat ini organisasi tersebut merupakan salah satu lembaga Islam terbesar di Indonesia. Diorama ini menggambarkan salah satu kegiatan kepanduan Hizbul Wathan disaksikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. 26. Perhimpunan Indonesia (1925)
Pada tahun 1908 berdiri Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) yang pada mulanya bersifat social dengan tujuan sebagai forum bertemu orang-orang termasuk para pelajar yang merantau ke negeri Belanda. Pada tanggal 19 Februari 1922 perhimpunan ini mengadakan pertemuan di Den Haag dan salah satu keputusan penting yang diambil dalam pertemuan tersebut adalah
16
penggantian nama dari Indische Vereeniging menjadi Indonesisch Vereeniging. Kemudian pada tanggal 8 Februari 1925 nama tersebut berganti menjadi Perhimpunan Indonesia. Meraka menuntut agar pemerintah Hindia Belanda bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia dan bukan kepada Pemerintah Belanda. Akhirnya mereka menuntut kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kepda kekuatan diri sendiri. Pada bulan Februari 1927 Perhimpunan Indonesia berjuang di forum internasional dengan mengambil bagian dalam Kongres Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial yang diadakan oleh Liga Anti Imperialisme dan Bagi Kemerdekaan Nasional di Brussels. Propaganda Perhimpunan Indonesia semakin berani dan tajam sehingga pemerintah Belanda mengadakan penangkapan terhadap pimpinanya yaitu Mohammad Hatta, Abdul Madjid Joyodiningrat, Ali Sastroanidjojo dan Nasir Pamuncak dengan tuduhan menjadi anggota perkumpulan terlarang, terlibat dalam pemberontakan dan menghasut untuk menentang kerajaan Belanda. Tetapi, pengadilan membebaskan mereka dari semua tuduhan. Diorama ini menggambarkan suasana pertemuan perhimpunan Indonesia yang di pimpin oleh Mohammad Hatta. 27. Stovia sebagai tempat persemaian Pergerakan Pemuda Indonesia (1926)
Kemiskinan bangsa Indonesia dalam arti lahir dan batin juga diraakan oleh beberapa orang terpelajar, telah menggerakan hati mereka untuk mempertinggi derajat bangsa. Usaha dr. Eahidin Sudirohusodo mendirikan dana belajar tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun cita-cita luhur yang terkandung didalamnya telah mengugah semangat pelajar-pelajar STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen-Sekolah Dokter Bumi Putera) di Jakarta. Pada hari bersejarah tanggal 8 Mei 1908 mereka mendirikan perserikatan bernama Budi Utomo. Kenyataannya, para lulusan dan mahasiswa STOVIA memainkan peranan penting dalam pertumbuhan gerakan nasional Indonesia modern. Diorama ini menggambarkan pertemuan yang diadakan oleh pelajar-pelajar STOVIA di gedung STOVIA yang lebih dikenal sekarang sebagai gedung Museum Kebangkitan Nasional Jakarta. Pertemuan-pertemuan semacam ini seringkali dilakukan yang merupakan kegiatan para pelajar STOVIA untuk membebaskan negerinya dari penjajahan dan keterbelakangan.
28. Digul (1927) Pada tahun 1926 di Pulau Jawa timbul pemberontakan melawan pemerintah colonial. Pemberontakan ini merupakan puncak dari gerakan tani yang mula-mula pecah di Banten kemudian menjalar ke Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pada Januari 1927 pecah pula pemberontakan serupa di Sumatera barat, akan tetapi dapat ditumpas
17
dengan kejam. 13,000 orang ditangkap, diantaranya 4,500 dijatuhi hukumam dan 1,300 dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, Irian Jaya.
Kemudian Digul Atas menjadi tempat pengasingan bagi tokoh-tokoh pergerakan nasional. Sebagai tawanan, di samping harus mencukupi kebutuhannya sendiri, mereka harus tahan melawan hawa panas dan penyakit malaria yang ganas. Diantara semua penderitaan itu yang sangat berat adalah penderitaan tekanan jiwa, sehingga di tempat pengasingan ini tercapailah puncak penderitaan lahir batin. Hingga kini Digul Atas menjadi lambing pengorbanan pemimpin-pemimpin nasional kita dari generasi sebelum Perang Dunia II. Diorama ini menggambarkan sebagian tokoh-tokoh pergerakan nasional di tempat pengasingan Digul Atas, antara lain Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. 29. Sumpah Pemuda (28 October 1928)
Dalam lingkungan pergerakan nasional Indonesia para pemuda telah melahirkan berbagai ragam organisasi pemuda, seperti Jong Ambon, Jong Bataks, Jong Celebes, Jong Islamiten Bond, Jong Java dan Jong Sumatranen Bond. Organisasi-organisasi ini pada umumnya bersifat kedaerahan dan masing-masing tidak mempunyai hubungan dengan yang lain. Lama kelamaan iklim persatuan Indonesia mempengaruhi mereka pula dan terasa dorongan untuk membina suatu pergerakan pemuda Indonesia yang berjiwa nasional kesatuan. Saha kearah itu dilakukan dalam serangkaian kongres pemuda.
18
Pada Kongres Pemuda kedua tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta dicetuskan Sumpah Pemuda: 1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu Bangsa Indonesia. 2. Kami putra dan putrid Indonesia mengaku bertanah air satu, Tumpah Darah Indonesia. 3. Kami putra dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Diorama ini menggambarkan suasana Kongres Pemuda kedua pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta. 30. Romusya (1942-1945)
Pada tanggal 8 Maret 1942, Panglima Tentara Hindia Belanda menyerah kepada Jenderal Hitoshi Imamura Panglima tentara ekspedisi Jepang di Kalijati, Jawa Barat. Dalam upaya memenangkan Perang Pasifik, Jepang mengerahkan seluruh tenaga dan kekayaan bumi Idonesia tanpa pembatasan apapun. Dengan meningkatnya situasi perang, jepang mengerahkan secara paksa orang Indonesia untuk dipekerjakan pada objek-objek vital bangunan-bagunan militer. Sebelum diangkut ke tempat-tempat yang dituju, mereka dibujuk dan diberi predikat muluk sebagai prajurit pekerja atau romusya. Dalam prakteknya mereka melaksanakan kerja-paksa dengan mengalami siksaan-siksaan tanpa diberi makan dan minum yang cukup menyebabkan puluhan ribu romusya Indonesia menemui ajalnya. Diorama ini menggambarkan bagaimana para romuya dalam keadaan kurus kering dan lemah lunglai dipaksa bekerja berat di bawah pengawasan tentara Jepang.
19
31. Pemberontakan Tentara Peta di Blitar (14 Februari 1945)
Pada bulan Oktober 1943 Perintah Pendudukan Jepang mengeluarkan Osamu Seiroi No. 44/1943 tentang pembentukan pasukan sukarela untuk membela Tanah Jawa. Peraturan ini mendapat sambutan hangat dari kalangan masyarakat Indonesia, khususnya para pemuda yang benar-benar berhasrat untuk membela tanah air. Dengan berbondong-bondong mereka mendaftarkan diri menjadi Tentara Oembela Tanah Air (PETA). Tentara PETA dibagi atas daidan-daidan (batalyon) yang tidak ada hubungan organisatoris satu sama lainnya. Segenap perwira, Bintara dan Tamtama Tentara PETA adalah orang Indonesia, akan tetapi mereka didampingi orang jepang sebagai pelatih merangkap pangawas. Di Blitar terdapat pula suatu batalyon yang seperti batalyon-batalyon lainnya juga melaksanakan tugas membangun kubu-kubu pertahanan dengan memakai romusya sebagai tenaga kasar. Perasaan benci terhadap Jepang yang sudah timbul di kalangan mereka menjadi semakin mendalam setelah mengetahui keadaan keluarga mereka yang menderita sebagai akibat tindakan-tindakan Jepang ketika mereka bertugas bersama para romusya. Mereka tidak tahan menyaksikan bangsanya dipers tenaganya dan mati kelaparan. Ditambah dengan faktor aspirasi kemerdekaan, pelbagai faktor itu menyebabkan tekad bulat dikalangan mereka untuk memberontak. Dengan dipimpin oleh Suprijadi, Muradi dan mendapat nasehat dari dr. Ismangil, mereka mengadakan serangkaian rapat-rapat persiapan. Dan pada tanggal 14 Februari 1945 pukul 03.30 dinihari mulailah pemberontakan. Mereka membunuh orang-orang Jepang lalu menyingkir ke luar kota. Pemberontakan berhasil ditumpas oleh pihak Jepang.Suprijadi, pemimpin pemberontakan menghilang. Pemimpin-pemimpin lainnya serperti Ismangil, Muradi,Sunanto, Halir dan kawan-kawannya tertangkap lalu dibawa di Jakarta pada tanggal 8 maret 1945. Selanjutnya pada tanggal 14-16 Maret 1945 dihadapkan ke Mahkamah Militer. 6 orang dijatuhi hukuman mati, 3 orang dijatuhi hukuman seumur hidup, dan yang lainnya dijatuhi hukuman antara dua sampai limabelas tahun. Diorama ini menggambarkan serangan tentara PETA terhadap markas militer Jepang di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945.
20
32. Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945)
Pada tanggal 17 Agustus 1945 dinihari teks Proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Ahmad Subarjo. Beberapa jam kemudian, yaitu pada pukul 10.00 Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bettempat di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Hadir pada saat pengucapan teks Proklamasi itu adalah : 1. Abikusno Tjokrosujoso, Sukarjo Wirjo-Pranoto, Sukarjo Kartohadikusumo, KHA Wahid Hasyim dan Dr. Radjiman Widiodiningrat; 2. Wakil Walikota, Suwiryo; 3. Ibu Fatmawati; 4. Ny. SK. Trimurti; 5. Para perwira PETA: Abdul Kadir, Latif Hendraningrat, dan dr. Soetjipto, Kemal Idris, Daan Jahja, Arifin Abdurachman dan Singgih; 6. Barisan Pelopor: Dr. Muwardi dan Asmarahadi; 7. Barisan Pelopor Istimewa: Soediro, Soehoed Sastro Koesoemo, Djohar Nur dan Soepeno; 8. Pers: Soeroto, S.F. Mendoer dan Sjahruddin. Diorama ini menggambarkan peristiwa detik-detik Proklamasi Kemerdekan Indonesia 17 Agustus 1945. 33. Pengesahan Pancasila dan UUD 1945
21
Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia membahas berbagai konsep falsafah negara. Diantara konsep yang terpenting adalah konsep Mr. Muhammad Yamin yang diajukan tanggal 29 Mei 1945, Konsep Ir. Soekarno yang diajukan tanggal 1 Juni 1945, lengkap dengan namanya, yakni PANCASILA dan konsep Panitia Sembilan yang biasa disebut Piagam Jakarta disusun tanggal 22 Juni 1945. Dalam sidang PPKI tanggal 10-16 Juli 1945, disusunlah konsep Undang-Undang Dasar Negara Indonesia beserta mukadimahnya. Mukadimah itu ada dalam Piagam Jakarta yang mengandung pula dasar falsafah negara. Konsep tersebut, setelah diperbaiki, disahkan oleh siding pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945. 34. Hari lahir Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (5 Oktober 1945)
Dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 22 Agustus 1945 ditetapkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum di daerahnya masing-masing. Untuk memperkuat perasaan keamanan umum maka pada tanggal 5 Oktober 1945 debentuk Tentara Keamanan Rakyat. Peristiwa ini diperingati sebagai Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Diorama ini menggambarkan Jenderal Sudirman sedang memeriksa pasukan Tentara Nasional Indonesia pada waktu itu angota-anggotanya masih belum memiliki peralatan lengkap. 35. Pertempuran Surabaya (10 November 1945) Pada bulan Oktober 1945 Tentara Sekutu (Inggris) mendarat di Surabaya untuk melaksanakan tugas melucuti pasukan-pasukan Jepang dan membebaskan orangorang Sekutu yang ditawan oleh Jepang. Mereka berjanji tidak mencampuri urusan dalam negeri Republik Indonesia. Namun ternyata Sekutu tidak menepati janjinya, sehingga menimbulkan beberapa insiden yang kemudian meningkat menjadi pertempuran. Campur tangan Pemerintah Republik Indonesia untuk menciptakan keadaan yang tenang tidak berhasil.
22
Dalam salah satu insiden, komandan Brigade Inggris Brigjen Mallaby tertembak mati. Panglima Sekutu untuk daerah Jawa Timur, Mayjen Mansergh, mengultimatum agar rakyat Surabaya termasuk para pejabatnya menyerahkan senjatanya masingmasing sebelum pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum itu tidak dihiraukan rakyat Surabaya, mereka sama sekali tidak mengakui wewenang pihak Sekutu (Inggris) untuk memerintah Surabaya. Mereka hanyatunduk dan taat pada Republik Indonesia. Pada tanggal 10 Nopember 1945 Sekutu mengerahkan segala kekuatannya di darat, laut dan udara dalam usaha membinasakan pejuang pejuang di Surabaya.serangan tersebut disambut dengan tekad pantang mundur oleh para pejuang sehingga beribu mereka gugur sebagai kusuma bangsa. Diorama ini mengambarkan petempuran Surabaya.10 Nopember 1945 yang kemudian secara resmi sebagai Hari pahlawan. 36. Kegiatan Gereja Katholik Roma Dalam Proses Penyatuan Bangsa (1947) Gereja katholik-roma melalui misinya mengumpulkan pemuda –pemuda dari berbagai suku dan daerah di bawah naungan agamanya. Dengan demikian terbentuk suatu masyarakat Katholik Roma yang di dalam nya bersemi pula semangat nasionalisme Indonesia. Mereka giat mendirikan rumah sakit dan sekolah. Terhadap cita-cita Indonesia Merdeka, Perhimpunan Politik Katholik Indonesia ikut menandatangani petisi Soetardjo tahun 1936 yang menuntut kepada pemerintah kolonial untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia demikian pula dalam masa perang kemerdekaan 1945-1949 mereka bersatu dengan segenap lapisan dan golongan untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Diorama mengambarkan suasana perayaan natal yang diadakan di Semarang dan dihadiri hampir segenap lapisan masyarakat.
23
D. Diorama Sisi Utara 37. Gerilya Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)
Pada masa perang kemerdekaan, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia masih memiliki peralatan yang sederhana untuk melawan musuh yang memiliki perlengkapan modern Perang Dunia II. Angkatan bersenjata kita menggunakan taktik gerilya, menyerang secara mendadak lalu menghilang. Gerilya ini kemudian dilaksanakan sebagai Perang Rakyat Semesta. Didaerah-daerah yang dikuasai musuh disusun kantong-kantong gerilya untuk menegakkan kekuasaan Republik Indonesia. Sistem tersebut berkembang menjadi sistim Wehrkreise dengan menyusun daerah pertempuran dalam lingkaran-lingkaran yang dapat melaksanakan pertahanan secara berdiri sendiri dengan intergrasi segenap kekuatan politik, ekonomi, social-budaya dan militer. Diorama ini menggambarkan keberhasilan sejumlah kecil pasukan gerilya menghadang serta menghancurkan iring-iringan pasukan Belanda di Ambarawa.
24
38. Jenderal Sudirman Memimpin Perjuangan Gerilya (198-1949)
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan aksi militer kedua dengan menyerang Yogyakarta, Ibukota Republik Indonesia. Pemerintah menunjuk syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi untuk mengambil alih sementara fungsi Pemerintah Pusat. Pada waktu itu Panglima Besar Jenderal Sudirman memutuskan untuk memimpin sendiri perjuangan gerilya. Walaupun penyakit beliau bertambah parah, nyala semangat juang beliau untuk memimpin gerilya tidak pernah terpadamkan. Beliau baru kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949 setelah pemulihan kembali Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Diorama ini menggambarkan Jenderal Sudirman memberi dorongan semangat kepada prajurit TNI bahwa dalam keadaan sulit sekalipun mereka tetap setia memimpin perjuangan gerilya mempertahankan kemerdekaan.
39. Pengakuan Kedaulatan (27 Desember 1949)
Perjuangan gigih rakyat Indonesia melawan agresi militer kedua Belanda dan adanya desakan Dewan Keamanan PBB memaksa Pemerintah Belanda untuk kembali ke meja perundingan. Perundingan tersebut diadakan di Jakarta yang menghasilkan perjanjian Roem Van Royem pada tanggal 13 Mei 1949. Isinya adalah pemulihan pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta, persiapan untuk mengadakan suatu Konferensi Meja Bundar dan penarikan Belanda dari Yogyakarta.
25
Konferensi Meja Bundar dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag, berakhir 29 October, dan ketetapan terpentingnya adalah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan atas Indonesia pada Republik Indonesia Serikat. Upacara resmi pengakuan kedaulatan tersebut berlangsung tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam dan pada hari yang sama upacara serupa diadakan di Jakarta. Diorama ini menggambarkan pengibaran bendera Merah Putih di Istana Merdeka Jakarta, dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono pada upacara pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949. 40. Kembali ke Negara Kesatuan (1950) Pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia Serikat diberikan pada tanggal 27 Desember 1949 oleh Kerajaan Belanda. Bentuk negara Serikat bukan tujuan bangsa Indonesia melainkan terpaksa diterima sebagai hasil kompromi Belanda. Rakyat di setiap daerah menuntut agar bentuk negara federal dihapuskan dan diberlakukan kembali bentuk kesatuan. Beberapa negara bagian secara spontan menyatakan bergabung dengan Repubik Indonesia yang pada waktu itu merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat. Puncak dari perjuangan itu adalah perundingan antara RIS dengan negara bagian Republik Indonesia yang menghasilkan keputusan tentang penghapusan bentuk negara Serikat dan pembentukan kembali negara kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Diorama ini menggambarkan Soepomo berpidato dihadapan massa menandai kembali terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 41. Indonesia menjadi Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (28 September 1950) Perserikatan Bangsa-Bangsa memainkan peranan penting dalam memelihara perdamaian dunia serta mengatasi perbedaan diantara negara-negara di dunia, dan membantu mempercepat proses dekolonisasi. PBB serta organisasi bawahannya membantu menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda, maka Indonesia cenderung menjadi anggota badan dunia tersebut. Pada tanggal 28 September 1950, dalam Sidang Umum PBB di Flusing Meadow, Lake Success, Indonesia dengan suara bulat resmi diterima menjadi anggota PBB.
26
Diorama ini menggambarkan upacara pengibaran bendera Merah Putih di PBB, New York yang menandai masuknya Indonesia menjadi anggota PBB. 42. Koferensi Asia Afrika (18-24 April 1955)
Sesudah berakhirnya Perang Dunia II muncul Blok Barat dan Blok Timur. Sejak saat itu dunia diliputi menung ketidakpastian dan merasakan ketegangan karena kedua Blok tersebut terlibat perebutan pengaruh serta perlombaan persenjataan yang setiap saat dapat memicu perang nuklir. Menyadari akan bahaya ini rakyat Asia – Afrika yang berbeda-beda sistim politiknya mencari suatu persatuan untuk bersama-sama berusaha menyelamatkan dunia dari kehancuran nuklir dan membentuk dunia baru yang damai dan sejahtera bebas dari kolonialisme dan imperalisme. Melalui konperensi-konperensi di Kolombo tanggal 28 April- 2 Mei 1954 dan di Bogor tanggal 28-31 Desember 1954 lima negara sponsor koperensi Asia-Afrika, Indonesia, India, Birma, Pakistan dan Srilanka menetapkan langkah-langkah yang lebih konkrit untuk konperensi Asia-Afrika. Konperensi Asia-Afrika yang kemudian dilaksanakan di Bandung tanggal 18-24 April 1955, dihadiri oleh 30 negara-negara AsiaAfrika dan menghasilkan suatu keputusan yang terkenal dengan nama “Dasasila Bandung’. Diorama ini menggambarkan Presiden Republik Indonesia menyampaikan pidato pada upacara pembukaan Konperensi Asia-Afrika tanggal 18 April 1955 di Bandung.
27
43. Pemilihan Umum Pertama (1955)
Sejak semula Pemerintah Republik Indonesia menyadari bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sebagai salah satu sarana demokrasi. Akan tetapi pada tahun-tahun pertama berdirinya, Republik Indonesia harus menghadapi musuh dari luar, sehingga pemilihan umum sulit dilaksanakan. Barulah sesudah tahun 1950 usaha untuk menyelenggarakan pemilihan umum digiatkan kembali dengan pembuatan UndangUndang Pemilihan Umum. Keinginan untuk melaksanakan pemilihan umum dapat menstabilkan keadaan politik waktu itu dan pembangunan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Akhirnya semasa Kabinet Burhanuddin Harahap, pemilihan umum dapat dilaksanakan, tanggal 29 September 1955 untuk wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat dan tanggal 15 Desember 1955 untuk wakil-wakil rakyat di Dewan Kontituante. Diorama ini menggambarkan peristiwa pemilihan umum pertama di Indonesia pada tahun 1955. 44. Pembebasan Irian Barat (1 Mei 1963) Dengan dasar pemikiran bahwa wilayah kekuasaan Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda, maka segala upaya pembebasan Irian Jaya terus dijalankan. Usaha-usaha pengembalian Irian Jaya yang masih dikuasai Belanda ke dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia melalui meja perundingan selalu gagal. Begitupun melalui sidang-sidang Majelis umum Perserikat Bangsa-Bangsa. Ketika Belanda bermaksud memberikan hak menentukan nasib sendiri pada rakyat Irian Jaya yang menjurus untuk melepaskan dari Republik Indonesia dan membentuk pemerintah boneka, Indonesia memutuskan membebaskan Irian Jaya dengan kekuatan senjata. Dalam rapat umum tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Presiden mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora), yang meliputi : Gagalkan pembentukan negara Papua bikinan kolonialis Belanda, kibarkan Sang Merah Putih di Irian Jaya, dan bersiaplah untuk mobilisasi umum. Satuan tugas dengan nama Komando Mandala dibentuk yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto, dan dengan demikian dimulailah operasi militer ke Irian Jaya. Dalam keadaan demikian pada tanggal 15 Agustus 1962 tercapai Persetujuan New York antara Indonesia-Belanda. Pada tanggal 1 Mei 1963 secara resmi Belanda melalui PBB menyerahkan kekuasaan atas Irian Jaya kepada Indonesia.
28
Diorama ini menggambarkan Sudjarwo Tjondronegoro mewakili Indonesia pada upacara resmi penyerahan kedaulatan Irian kepada Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 di Jayapura. Bendera Belanda diturunkan dan bendera Indonesia dinaikkan. 45. Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober 1965) Pada masa pemerintahan Orde Lama, PKI meningkatkan serangannya terhadap kekuatan Pancasila. Karena menurunya kesehatan Presiden Soekarno saat itu, PKI merasa adanya bahaya yang akan mengancam eksistensinya. Yang dianggap bahaya terbesar adalah pihak TNI-Angkatan Darat, karena Pemimpinnya bersikap waspada terhadap kegiatan PKI yang hendak menyelewengkan Pancasila. Untuk mendiskreditkan lawannya itu, PKI membuat fitnah terhadap Pimpinan TNI Angkatan Daratseolah-olah mereka membentuk Dewan Jenderal yang akan merebut kekuasaan negara.
Dengan dalih mendahului coup Dewan Jendral itu maka pada tanggal 1 Oktober 1965 PKI, dibantu oknum-oknum ABRI, melancarkan Gerakan 30 September dan melakukan pembunuhan terhadap pimpinan TNI-Angkatan Darat di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Tetapi rakyat yang berjiwa Pancasila sejati segera sadar bahwa gerakan itu bertujuan untuk melenyapkan Pancasila dan UUD’ 45. Dibawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto Panglima Kostrad, usaha perebutan kekuasaan oleh Gerakan 30 September/PKI berhasil digagalkan dan gerakannya ditumpas dalam waktu singkat. Peristiwa ini merupakan kemenangan dari Pancasila yang telah benar-benar dihayati oleh seluruh rakyat.
29
Diorama ini menggambarkan jenazah para Pahlawan Revolusi diangkat dari sumur di Lubang Buaya dipimpin langsung oleh Mayor Jenderal soeharto. 46. Aksi-Aksi Tiga Tuntutan Rakyat (1966) Semenjak gagalnya coup berdarah yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonsia, Pemerintah Orde Lama menjadi goyah. Di samping itu krisis politik dan ekonomi semakin parah. Mahasiwa sebagai generasi muda yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), meliputi : 1. Bubarkan PKI 2. Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI 3. Turunkan harga-harga Diorama menggambarkan suasana gelombang demonstrasi yang pada saat itu diadakan di area Taman Medan Utara, Jakarta.
47. Surat Perintah 11 Maret (1966) Jenderal Soeharto dengan cepat melaksanakan Surat Perintah 11 Maret 1966 itu dengan memenuhi dua diantara Tri Tuntutan Rakyat, yakni membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membersihkan kabinet dari menteri-menteri yabg ada indikasi terlibat Gerakan 30 September/PKI atau memperlihatkan itikad kurang baik terhadap usaha-usaha pemulihan keamanan dan ketertiban. Diorama menggambarkan tiga Perwira Tinggi Angkatan Darat, yakni Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M.Jusuf dan Brigjen Amir Mahmud sedang melaporkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto, yang sedang berbaring karena sakit.
30
48. Penentuan Pendapat Rakyat Irian Barat (1969)
Salah satu isi persetujuan New York tanggal 15 Agustus 1962 mngenai penyerahan Irian Barat kepada Indonesia adalah bahwa pada tahun 1969 harus diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), apakah memilih Republik Indonesia atau tidak. Pelaksanaannya akan diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Timbul masalah dalam pelaksanaannya, apakah setiap orang memberikan suara langsung sebagaimana usul wakil PBB, Duta Besar Bolivia Ortin Sede, atau perwakilan setiap kelompok melalui pemilihan secara bertingkat seperti usul Indonesia. Karena usul wakil PBB amat sulit untuk dilaksanakan dalam kondisi seperti di Irian Barat, usul Indonesia diterima. Dengan disaksikan oleh wakil-wakil PBB, pers dalam dan luar negeri serta peninjau-peninjau dari beberapa kedutaan asing di Jakarta, dimulailah pepera tersebut dari bulan April-Juni 1969, untuk pemilihan anggota Dewan Musyawarah Kabupaten (Regency Consultative Assemblies) di mana terpilih 1026 anggota mewakili 8 kabupaten diantaranya 43 wanita. Keputusan Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memilih Irian Barat tetap merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 19 November 1969, PBB mensahkan hasil Pepera tersebut dengan 84 suara setuju, 6 menolak dan 30 suara abstain (terutama negara Afrika). Diorama ini menggambarkan suasana Sidang Musyawarah Penentuan Pendapat Irian Barat pada bulan Juli 1969.
31
E. Diorama Tambahan Diorama tambahan ini berada di tengah-tengah Ruang Museum Sejarah Nasional. Diorama tersebut adalah sebagai berikut : 49. KTT Non Blok Diorama ini menerangkan kepemimpinan Indonesia yang diakui oleh dunia, yaitu saat memimpin Konferensi Asia Afrika oleh Presiden Soekarno pada tanggal April 1955 di Bandung. 50. Deklarasi Timor Timur Diorama ini menerangkan proses terpisahnya negara Timor Timur menjadi negara sendiri. 51. Alih Teknologi Diorama ini menerangkan inovasi yang diciptakan oleh waranagara Indonesia dalam membuat pesawat terbang. Pesawat terbang yang diciptakan oleh BJ. Habibi ini adalah PT. Cesna.
32