DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH
UMI CHODRIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Dinamika perikanan purse seine yang berbasis di PPN Pekalongan, Jawa Tengah” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009
Umi Chodriyah NIM C451070061
ABSTRACT UMI CHODRIYAH. The dynamics of purse seiner fisheries based on PPN. Pekalongan, Central Java. Under Supervision of MULYONO S. BASKORO and EKO SRI WIYONO Despite of information about fishing ground dynamics is very important to fisheries management, research on the dynamics of fishing ground is still rarely conducted. This study will explain the dynamics of purse seine fisheries in Java Sea . The objective of this research were 1) to study the fishing ground of purseiners which are based at PPN Pekalongan; 2) to determine seasonal index of the catch purseiners. A data series in the period of 2002 – 2007 were collected by Research Institute for Marine Fisheries (RIMF) concerning the information on the months for fishing, boat names, boat size (GT), fishing ground and types of fish caught were used for this research. The data of catch and effort were analyzed using catch per unit effort analysis. Fishing ground development of the purseiners was described descriptively. The results of analysis were presented in the form of maps, tables, pictures and graphs. The operation of purseiners was not determined by fishing season since the purseiners can follow the fish migration or found fish concentration at any time. The fishing grounds are : North Tegal and Pekalongan waters, Karimunjawa waters, Bawean waters, Masalembo waters, Matasiri waters, Kangean waters; Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, Tambelan (Southern China Sea waters) and Lumu-Lumu, Lari-Larian, Kota Baru (Makasar straits). During the west season, the concentration of the Pekalongan seiner was in the Makasar straits (54.47%), and during the first transition season, they were concentrated in the Makasar straits (23.53%). During the east season, it was concentrated in the Southern China Sea (25.34%), and during second transition season, it was concentrated in the around Masalima waters (44.21%). Keywords: dynamics, purse seiner, Pekalongan, fishing ground
RINGKASAN UMI CHODRIYAH. Dinamika perikanan purse seine yang berbasis di PPN Pekalongan, Jawa Tengah. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO dan EKO SRI WIYONO Sumberdaya perikanan adalah sumberdaya yang dinamis. Perkembangan perikanan purse seine di pantai utara Jawa, khususnya di Pekalongan sangat dinamis sejak pelarangan alat tangkap trawl. Perubahan daerah penangkapan armada kapal purse seine mengikuti kondisi lingkungan dan keberadaan ikan Sumberdaya perikanan menurun disebabkan karena aktivitas kegiatan penangkapan ikan dan secara alamiah. Kegiatan penangkapan ikan ini mengandung ketidakpastian yang tinggi, sehingga upaya manusia (nelayan) adalah memperkecil ketidakpastian tersebut dengan melakukan proses dinamis. Untuk menerapkan pengelolaan sumberdaya ikan yang efektif dan efisien, informasi tentang dinamika perikanan perlu diketahui Tujuan penelitian ini adalah :1) Menganalisis perkembangan perikanan purse seine di PPN Pekalongan ; 2) Menentukan indeks musim penangkapan perikanan purse seine di PPN Pekalongan. Data serial periode tahun 2002 – 2007 telah dikumpulkan oleh Balai Riset Perikanan Laut, berupa informasi bulan penangkapan ikan, nama kapal, ukuran kapal (GT), daerah penangkapan (fishing ground), dan jenis hasil tangkapan. Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan dianalisis dengan menggunakan analisis catch per unit effort. Analisis daerah penangkapan (fishing ground) kapal purse seine dilakukan secara diskriptif dengan menggunakan software Surfer 8. Analisis indeks musim penangkapan dengan metode rata-rata bergerak (moving average). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan, jumlah upaya penangkapan ikan dan CPUE kapal purse seine Pekalongan selama 6 tahun (2002-2007) berfluktuasi. Rata-rata bulanan hasil tangkapan mencapai puncak pada bulan Oktober yaitu sebesar 3798,88 ton dan hasil tangkapan purse seine tertinggi dicapai pada tahun 2004. Puncak pengoperasian purse seine Pekalongan selama 6 tahun (2002-2007) terjadi pada bulan Oktober dan pada tahun 2004. CPUE bulanan tertinggi terjadi pada bulan Agustus sedangkan CPUE tahunan tertinggi dicapai pada tahun 2003. Komposisi hasil tangkapan purse seine Pekalongan terdiri atas ikan layang (Decapterus spp.) (52%), ikan siro (Amblygaster sirm) (12%), ikan selar bentong (Selar crumenophthalmus) (8%), ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) (7%) dan ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) (4%). Terjadi pergeseran komposisi hasil tangkapan purse seine Pekalongan antar tahun, tetapi ikan layang selalu mendominasi setiap tahun (2002-2007). Kapal yang berukuran 71-100 GT lebih banyak melakukan operasi penangkapan dibandingkan dengan ukuran kapal lainnya, sehingga hasil tangkapan yang diperoleh pun juga lebih banyak. Pengoperasian kapal purse seine di Laut Jawa tidak ditentukan oleh musim penangkapan, seperti dijumpainya kapal-kapal purse seine di tiap daerah penangkapan (fishing ground) setiap musim. Daerah penangkapan (fishing ground) purse seine Pekalongan di perairan sekitar Utara Tegal dan Pekalongan, perairan Kepulauan Karimunjawa, perairan sekitar Pulau Bawean, perairan Kep. Masalembo, perairan P. Matasiri, perairan
Pulau Kangean, perairan sekitar P. Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, Tambelan (Laut Cina Selatan) dan perairan Lumu-Lumu, Lari-Larian, Kota Baru (Selat Makasar). Pada musim barat konsentrasi kapal purse seine Pekalongan di perairan Selat Makasar (54,47%), pada musim peralihan I terkonsentrasi di Selat Makasar (23,53%), pada musim timur terkonsentrasi di perairan Laut Cina Selatan (25,34%) dan musim peralihan II terkonsentrasi di perairan sekitar Kepulauan Masalima (44,21%). Berdasarkan nilai indek musim penangkapan (IMP), puncak musim penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus, ikan siro (Amblygaster sirm) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) pada bulan Desember, ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) pada bulan September dan ikan tembang / juwi (Sardinella spp.) pada bulan Juni. Kata Kunci : dinamika, perikanan, purse seine, Pekalongan
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH
UMI CHODRIYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Judul Tesis
: Dinamika perikanan purse seine yang berbasis di PPN Pekalongan, Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
: Umi Chodriyah
NIM
: C451070061
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, MSc Ketua
Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Teknologi Perikanan Tangkap
Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 14 Juli 20099 Juli 2007
Tanggal Lulus: 27 Agustus 2009
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan hasil penelitian dengan judul “Dinamika perikanan purse seine yang berbasis di PPN Pekalongan, Jawa Tengah.” Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si., sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga selesainya tesis ini; Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi yang bersedia menguji dan memberikan petunjuk, arahan dan masukan untuk perbaikan dan kesempurnaan dari tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Ir. Duto Nugroho M.Si, dan Kepala Pusat Perikanan Tangkap (PRPT) yang telah memberikan izin belajar. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana mayor TPT dan SPT 2007 atas segala kerjasama dan dukungan serta kebersamaannya selama ini. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran selama penulis menempuh pendidikan. Khusus kepada keluarga terima kasih yang tak terhingga kepada orangtuaku : Ayahanda dan Ibunda yang senantiasa dan selalu memberi doa restu serta kasih sayang kepada penulis. Tak lupa juga kakak-kakakku dan adikku atas bantuan, doa dan motivasinya kepada penulis. Yang terakhir, terima kasih kepada suamiku tercinta Husen Pelu dan anakanakku tersayang M. Shaff Rizal Pelu, Adnan Hafidz Pelu dan Farhan Ramadhan Pelu yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang dan pengorbanan yang luar biasa dan selalu setia mendampingi. Semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009
Umi Chodriyah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 13 September 1969 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Minargo dan Siti Fatimah. Pendidikan formal penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri Gading I No. 50 Surakarta pada tahun 1976-1982. Tahun 1982-1985 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri VI Surakarta. Pada tahun 1985 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri III Surakarta dan lulus pada tahun 1988. Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) tahun 1988 dan lulus tahun 1995. Sejak Tahun 1995 penulis bekerja sebagai staf honorer dan tahun 1998 penulis diangkat sebagai PNS pada Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Pada tahun 2007, penulis mengikuti pendidikan S2 pada Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvi
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................
xvii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................
3
1.5 Hipotesis Penelitian .................................................................................
3
1.6 Kerangka Pikir Penelitian .......................................................................
3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Purse Seine .......................................................................
5
2.2 Dinamika Perikanan Tangkap .................................................................
7
2.3 Sumber Daya Ikan Pelagis ......................................................................
8
2.3.1 Ikan Layang (Decapterus spp.) .....................................................
8
2.3.2 Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) ................................................
10
2.3.3 Ikan Selar (Selaroides spp.) ..........................................................
11
2.3.4 Ikan Tembang/Juwi (Sardinella spp.) ..........................................
12
2.3.5 Ikan Siro, Lemuru (Amblygaster sirm) ........................................
13
2.4 Pengaruh Parameter Fisik Lingkungan terhadap Ikan ...........................
14
2.4.1 Arus Permukaan ............................................................................
14
2.4.2 Suhu ..............................................................................................
15
2.4.3 Salinitas .........................................................................................
16
2.5 Musim Penangkapan Ikan di Laut Jawa .................................................
17
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................
19
3.2 Pengumpulan Data .................................................................................
19
3.3 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................
19
3.3.1 Analisis catch per unit effort .........................................................
19
3.3.2 Analisis daerah penangkapan (fishing ground) ..............................
20
3.3.3 Analisis musim penangkapan .........................................................
20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil .......................................................................................................
24
4.1.1 Perikanan purse seine Pekalongan ................................................
24
4.1.1.1 Kapal purse seine Pekalongan ...............................................
24
4.1.1.2 Alat tangkap purse seine Pekalongan ....................................
25
4.1.1.3 Metode pengoperasian purse seine ........................................
29
4.1.2 Perkembangan perikanan purse seine Pekalongan .......................
30
4.1.2.1 Perkembangan hasil tangkapan purse seine ...........................
31
4.1.2.2 Perkembangan jumlah upaya .................................................
32
4.1.2.3 Hasil tangkapan per unit upaya ..............................................
33
4.1.2.4 Hasil tangkapan ikan layang tiap pola musim di Laut Jawa ..
33
4.1.2.5 Daerah penangkapan (fishing ground) kapal purse seine Pekalongan .............................................................................
34
4.1.2.6 Komposisi hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan ....
48
4.1.3 Musim penangkapan ikan .............................................................
50
4.1.3.1 Ikan layang (Decapterus spp.) ...............................................
51
4.1.3.2 Ikan siro, lemuru (Amblygaster sirm) ....................................
51
4.1.3.3 Ikan selar bentong (Selar crumenophthalmus) ......................
52
4.1.3.4 Ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) .....................
53
4.1.3.5 Ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) ......................................
54
4.2 Pembahasan ...........................................................................................
54
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................
60
5.2 Saran ......................................................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
61
LAMPIRAN ...................................................................................................
65
DAFTAR TABEL Halaman
1
Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan ..................................
24
2
Contoh spesifikasi jaring purse seine di Pekalongan .............................
27
3
Nilai CPUE ikan layang tiap musim yang tertangkap di Laut Jawa dan sekitarnya yang didaratkan di PPN Pekalongan tahun 2002-2007 ........
34
Estimasi posisi geografis daerah penangkapan armada purse seine Pekalongan .............................................................................................
37
4
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pikir dinamika perikanan purse seine di PPN. Pekalongan ......
4
2 ....Unit penangkapan pukat cincin (purse seine) ...........................................
6
3
Diagram alir penelitian dinamika perikanan purse seine di PPN. Pekalongan ..............................................................................................
23
Perkembangan jumlah purse seine dari masing-masing kelompok ukuran GT kapal ......................................................................................
25
5
Gambaran konstruksi purse seine ............................................................
28
6
Rata-rata bulanan hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN. Pekalongan tahun 2002-2007 ........................................................
31
Perkembangan hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN. Pekalongan tahun 2002-2007 ........................................................
32
Perkembangan jumlah upaya penangkapan ikan (unit kapal purse seine) di PPN. Pekalongan tahun 2002-2007 ....................................................
32
Rata-rata CPUE bulanan hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN. Pekalongan tahun 2002-2007 ....................................................
33
Distribusi kapal purse seine Pekalongan pada musim dan daerah penangkapan tahun 2002-2007 ...............................................................
36
11 Lokasi daerah penangkapan ikan (fishing ground) kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 ..................................................................
38
12
Sebaran kegiatan penangkapan musim barat tahun 2002 .......................
39
13
Sebaran kegiatan penangkapan musim barat tahun 2003 .......................
39
14
Sebaran kegiatan penangkapan musim barat tahun 2004 .......................
39
15
Sebaran kegiatan penangkapan musim barat tahun 2005 .......................
40
16
Sebaran kegiatan penangkapan musim barat tahun 2006 .......................
40
17
Sebaran kegiatan penangkapan musim barat tahun 2007 .......................
40
18 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan I tahun 2002 ..............
41
19 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan I tahun 2003 ..............
41
20 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan I tahun 2004 ..............
41
21 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan I tahun 2005 ..............
42
22 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan I tahun 2006 ..............
42
23 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan I tahun 2007 ...............
42
24 Sebaran kegiatan penangkapan musim timur tahun 2002 .......................
43
4
7 8 9 10
25 Sebaran kegiatan penangkapan musim timur tahun 2003 .......................
43
26 Sebaran kegiatan penangkapan musim timur tahun 2004 .......................
43
27 Sebaran kegiatan penangkapan musim timur tahun 2005 .......................
44
28 Sebaran kegiatan penangkapan musim timur tahun 2006 .......................
44
29
Sebaran kegiatan penangkapan musim timur tahun 2007 ......................
44
30 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan II tahun 2002 .............
45
31 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan II tahun 2003 .............
45
32 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan II tahun 2004 .............
45
33 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan II tahun 2005 .............
46
34 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan II tahun 2006 ..............
46
35 Sebaran kegiatan penangkapan musim peralihan II tahun 2007 ..............
46
36 Persentase konsentrasi kapal purse seine Pekalongan menurut daerah penangkapan pada musim barat, peralihan I, timur dan peralihan II .......
47
37 Komposisi hasil tangkapan purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 ...
48
38 Komposisi antar tahun hasil tangkapan purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 ........................................................................................
49
39 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan daerah penangkapan (fishing ground) ......................................................................................................
49
40 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan gross tonnage (GT) kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 .................................................
50
41 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan layang (Decapterus spp.) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 ............
51
42 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan siro (Amblygaster sirm) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 .............
52
43 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan selar bentong (Selar crumenophthalmus) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 .......................................................................................
52
44 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 .......................................................................................
53
45 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007 .......................................................................................
54
46 Perkembangan hasil tangkapan dan jumlah upaya (kapal purse seine Pekalongan) tahun 2002-2007 ..................................................................
55
47 Perkembangan hasil tangkapan purse seine dengan CPUE ikan yang tertangkap di Laut Jawa tahun 2002-2007 ................................................
56
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil tangkapan utama perikanan purse seine Pekalongan ....................
66
2
Lokasi penelitian ....................................................................................
68
3
Posisi estimasi daerah penangkapan armada purse seine Pekalongan ...
69
4
Foto kapal purse seine Pekalongan ........................................................
70
DAFTAR ISTILAH Daerah penangkapan ikan (DPI) atau fishing ground
:
Suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul di mana penangkapan ikan dapat dilakukan.
Hasil tangkapan (catch)
:
Komponen dari ikan yang bertemu dengan alat penangkap ikan dan tidak dapat melepaskan diri dari padanya.
Hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort-CPUE)
:
Jumlah hasil tangkapan yang diambil per unit alat tangkap.
Ikan
:
Segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
Ikan pelagis kecil
:
Ikan yang hidup di kolom air bagian atas atau permukaan air, dan umumnya terdiri dari ikan-ikan berukuran relatif kecil (panjang <30 cm pada saat dewasa) dan tidak termasuk kelompok ikan tuna maupun sejenisnya.
Kapal perikanan
:
Kapal, perahu atau alat apung lainnya yang di pergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan pelatihan atau eksplorasi perikanan.
Nelayan
:
Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.
Perikanan
:
Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis.
Perikanan tangkap
:
Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan / atau mengawetkannya.
Pelabuhan perikanan
:
Suatu tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan atau kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan / atau bongkar muat ikan yang di lengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Penangkapan ikan
:
Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.
Pengelolaan perikanan
:
Suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, lokasi sumberdaya ikan dan implementasinya, dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan.
Purse seine (pukat cincin)
:
Alat tangkap ikan yang pengoperasiannya dengan jalan dilingkarkan terhapa ikan yang bergerombol (schooling) agar gerakannya terhadang dan ikan berada pada lingkaran jaring.
Rumpon
:
Alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.
Sumberdaya ikan
:
Potensi semua jenis ikan.
Sumberdaya perikanan :
Terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta sumberdaya buatan manusia, yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan.
:
Orang atau lembaga terkait yang memiliki komitmen, ketergantungan dan tanggung jawab yang cukup tinggi terhadap suatu potensi atau sumberdaya.
Unit penangkapan ikan :
Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan.
Upaya penangkapan (Fishing effort)
Suatu usaha yang dilakukan menangkap ikan di laut.
Stakeholder
:
dalam
rangka
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya. Dalam usaha perikanan tangkap faktor biologi, lingkungan perairan dan sosial ekonomi secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi. Sistem ini mempunyai interaksi yang kompleks antara stok dan faktor produksi seperti alat tangkap, armada, ketrampilan nelayan dan modal usaha yang digunakan dalam operasi penangkapan. Menurut Fauzi dan Anna (2002), masuk dan keluarnya effort pada industri perikanan tidak bersifat statis, ia akan bergerak dinamis mengikuti perubahanperubahan yang terjadi pada sumberdaya dan faktor eksternal lainnya. Untuk menghadapi
keterbatasan
tersebut,
nelayan
akan
mengembangkan
dan
menerapkan strategi penangkapan ikan tertentu dalam mengalokasikan alat tangkapnya (Salas and Gaertner 2004 dalam Wiyono 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamikan tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan operasi penangkapan meliputi kapasitas alat penangkap ikan, kapasitas kapal, dan biaya operasional. Sedangkan faktor eksternal meliputi musim ikan dan cuaca (lingkungan). Salah satu permasalahan di perikanan purse seine terjadinya dinamika perubahan ukuran kapal/armada.
Secara umum ada tiga tahap penting
perkembangan armada purse seine di pantai Utara Jawa sejak pelarangan trawl, yaitu (Atmaja 2006) : a) Perubahan kapal trawl menjadi kapal purse seine, daerah operasinya masih terbatas di daerah penangkapan tradisional; b) Pada tahun 1982/1983, investasi kapal baru dengan meningkatkan kapasitas kapal (ukuran kapal = 80-100 GT) dan kekuatan mesinnya (160 HP), daerah penangkapan meluas ke bagian timur Laut Jawa dan perairan sekitar P. Pejantan (Laut Cina Selatan); c) Pada tahun 1986/87, investasi kapal baru dengan kapasitas palkah 120 ton dan kekuatan mesin 250 HP, serta peningkatan efisiensi penangkapan melalui
alat bantu pengumpul ikan, daerah penangkapan mencakup perairan Kepulauan Natuna sampai perairan Balikpapan. Salah satu contoh dinamika perikanan terjadi pada perikanan purse seine yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan berfungsi sebagai
fishing base bagi kapal
perikanan dan nelayan yang melakukan operasi penangkapan dari berbagai daerah perairan, khususnya dari perairan Laut Jawa. Hasil tangkapan dominan yang didaratkan di pelabuhan ini adalah ikan pelagis kecil yang umumnya ditangkap oleh armada mini purse seine dan purse seine. Pemahaman yang menyeluruh terhadap sumberdaya alam (ikan) dan sumberdaya manusia (nelayan) termasuk dinamika dan interaksinya dapat memberikan informasi yang baik sehingga alternatif kebijakan pengelolaannya dapat menjawab persoalan yang ada. Sebagai tahap awal dari upaya pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, maka penelitian mengenai dinamika perikanan purse seine di Pekalongan perlu dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah Sumberdaya perikanan adalah sumberdaya yang dinamis. Perkembangan perikanan purse seine di pantai utara Jawa, khususnya di Pekalongan sangat dinamis sejak pelarangan alat tangkap trawl. Perubahan daerah penangkapan armada kapal purse seine mengikuti kondisi lingkungan dan keberadaan ikan Sumberdaya perikanan menurun disebabkan karena aktivitas kegiatan penangkapan ikan dan secara alamiah. Kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian
yang
tinggi,
sehingga
upaya
manusia
(nelayan)
adalah
memperkecil ketidakpastian tersebut dengan melakukan proses dinamis. Untuk menerapkan pengelolaan sumberdaya ikan yang efektif dan efisien, informasi tentang dinamika perikanan perlu diketahui .
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1) Menganalisis perkembangan perikanan purse seine di PPN Pekalongan. 2) Menentukan indeks musim penangkapan perikanan purse seine di PPN Pekalongan.
1.4 Manfaat Penelitian : Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Sebagai bahan informasi dan masukan bagi stakeholders. 2) Sebagai bahan alternatif kajian bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan untuk pengelolaan perikanan purse seine di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
1.5 Hipotesis Penelitian Daerah penangkapan (fishing ground) purse seine Pekalongan tidak berubah sepanjang tahun.
1.6. Kerangka Pikir Penelitian Sumberdaya perikanan menurun disebabkan karena aktivitas kegiatan penangkapan ikan dan secara alamiah. Kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian
yang
tinggi,
sehingga
upaya
manusia
(nelayan)
adalah
memperkecil ketidakpastian tersebut dengan melakukan proses dinamis. Komponen utama yang menentukan upaya penangkapan adalah : jumlah kapal (armada), fishing ground dan waktu operasi penangkapan ikan, oleh karena itu perlu dicarikan jawaban tentang dinamika perikanan antara lain perkembangan perikanan purse seine serta pola musim penangkapan perikanan purse seine sehingga manajemen perikanan dapat dilaksanakan dengan baik.
Kegiatan penangkapan ikan
Sumberdaya ikan menurun
Secara alami
Dinamika perikanan
Bagaimana dinamikanya ?
• •
Faktor-faktor yang mempengaruhi ?
Perkembangan perikanan purse seine Pola musim penangkapan perikanan
Manajemen perikanan
Gambar 1 Kerangka pikir dinamika perikanan purse seine di PPN Pekalongan.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Purse Seine Pukat cincin (purse seine) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikucupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut ”pukat cincin” karena alat ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Brandt (1984) menyatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang berada di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang lebih panjang, terkadang mendekati hingga kiloan meter dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terletak pada bagian bawah jaring. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris atas yang dilengkapi sejumlah pelampung dan tali ris bawah yang dipasang gelang-gelang. Hubungan antara pelampung dan pemberatnya sangat erat agar jaring bisa membuka dan membentang dengan baik. Purse seine atau pukat cincin adalah suatu alat yang efektif untuk penangkapan jenis ikan pelagis yang gerombolannya besar. Menurut Subani dan Barus (1989) alat tangkap purse seine banyak digunakan di pantai uatara Jawa/Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juwana, Muncar dan Pantai Selatan seperti Cilacap dan Prigi. Alat tangkap purse seine ada yang menamakannya dengan ”kursin, jaring kolor, pukat cincin, janggutan dan jaring slerek’. Pukat cincin terutama terdapat di sepanjang pantai Utara Jawa. Sejak diperkenalkan pada tahun 1968 ke Indonesia di Batang,
Jawa Tengah alat tangkap tersebut tersebar dengan cepat dan sekarang dapat diketemukan di seluruh propinsi Indonesia (Potier dan Sadhotomo 1995). Baskoro (2002) menyatakan bahwa alat penangkap ikan purse seine ini dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish).
Gambar 2 Unit penangkapan purse seine. (Sumber: www.eurobc.org/purseseine.gif) Berdasarkan sumberdaya pelagis yang dieksploitasi, bentuk geografi fisik (letak sungai dan pantai) dan geografi manusia (permodalan, tempat pendaratan dan pasar yang potensial), maka bentuk perikanan purse seine dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: (Potier dan Sadhotomo 1995) 1) Perikanan purse seine mini, tersebar sepanjang pantai Utara Jawa (terutama Propinsi Jawa Timur) dan Propinsi Kaimantan Selatan (sekitar Pulau laut). Dengan waktu penangkapan
yang relatif pendek mereka
mencari jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai komersial tinggi dan dipasarkan secara lokal. 2) Perikanan purse seine sedang, terdapat hanya di pelabuhan Pekalongan, Propinsi Jawa Tengah. Waktu penangkapan berlangsung antara 6 sampai 15 hari. Hasil tangkapan dijual secara segar di pelelangan untuk dipasarkan di dalam propinsi Jawa Tengah atau propinsi lainnya di Jawa.
3) Perikanan purse seine besar, terpusat di propinsi Jawa Tengah, yaitu Tegal, Pekalongan, Batang, dan Juwana serta Rembang. Waktu penangkapan dapat mencapai 40 hari. Hasil tangkapan dijual segar atau asin dan dipasarkan sampai keluar Jawa.
2.2. Dinamika Perikanan Tangkap Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen utama (subsistem) yaitu sistem alam (ikan), sistem manusia dan sistem pengelolaan. Ketiga komponen sistem tersebut beserta subkomponennya dan faktor eksternal berinteraksi secara dinamis (Charles 2001). Subsistem-subsistem tersebut beserta komponen utama adalah (1) Sistem alam terdiri dari subsistem sumberdaya ikan, subsistem ekosistem dan subsistem lingkungan biofisik; (2) Sistem manusia terdiri dari subsistem nelayan, subsistem pasca panen dan konsumen serta subsistem rumah tangga dan komunitas perikanan; (3) Sistem manajemen perikanan terdiri dari subsistem kebijakan dan perencanaan, subsistem pengelolaan, subsistem pengembangan dan subsistem penelitian perikanan (Charles 2001). Sub sistem sumberdaya ikan tersusun oleh beberapa komponen yaitu komunitas ikan, habitat (ekosistem) dan lingkungan biofisik. Komponenkomponen tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor eksternal seperti perubahan iklim dan lingkungan perairan atau faktor hidrooseanografi. Kondisi seperti ini menjadikan sumberdaya ikan sebagai satu subsistem yang dinamis dan kompleks. Satu sumberdaya ikan tidak berdiri sendiri namun terkait dan saling berinteraksi dengan sumberdaya ikan lainnya dan faktor-faktor lainnya (Widodo dan Suadi 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamikan tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan operasi penangkapan meliputi kapasitas alat penangkap ikan, kapasitas kapal, dan biaya operasional. Sedangkan faktor eksternal meliputi musim ikan dan cuaca (lingkungan) (Charles 2001). Dinamika upaya penangkapan adalah perubahan tingkat eksploitasi sumberdaya ikan suatu wilayah dipengaruhi antara lain tingkat keuntungan dan
teknologi yang diterapkan. Dinamika armada perikanan (fleet dynamics) yaitu keluar masuknya suatu armada secara spasial pada suatu fishing ground atau secara temporal pada suatu musim tertentu dari suatu sumberdaya ikan. Perubahan ini dipengaruhi antara lain oleh faktor kelimpahan dan distribusi ikan, harga ikan, dan pengelolaan sumberdaya yang diterapkan (Charles 2001). Dalam beradaptasi terhadap perubahan faktor eksternal (lingkungan) nelayan
akan
menerapkan
strategi
penangkapan
ikan
tertentu
dengan
mengalokasikan alat tangkapnya (Hilborn and Waters 1882). Hasil penelitian Wiyono (2006), menyatakan bahwa nelayan perikanan skala kecil di Pelabuhan Ratu dalam mengalokasikan alat tangkap ikan dipengaruhi oleh kondisi iklim.
2.3 Sumber Daya Ikan Pelagis Laut Jawa memiliki komoditas sumber daya ikan pelagis yang potensial. Enam dari 16 jenis ikan yang tertangkap merupakan hasil tangkapan utama purse seine. Enam jenis utama tersebut adalah ikan layang biasa (Decapterus ruselli), layang deles (D. macrosoma), selar bentong (Selar crumenophthalmus), banyar/kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), siro/lemuru (Amblygaster sirm, dan tembang/juwi (Sardinella spp.) (BRPL 2004).
2.3.1 Ikan layang (Decapterus spp.) Ikan layang merupakan salah satu komoditi perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia, yang bersifat pelagic schooling species. Ikan ini aktif berenang dan akan bergerombol membentuk kerumunan di suatu daerah yang sempit atau sekitar benda-benda yang terapung bila tidak aktif berenang (Widodo 1988). Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Phyllum: Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Class: Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Percoidea Famili : Carangidae
Genus : Decapterus Spesies : Decapterus ruselli Decapterus macrosoma Decapterus lajang Decapterus curroides Decapterus maruadsi Nama Indonesia : Layang
Berdasarkan hasil tangkapannya dan nilai ekonomisnya, sumberdaya perikanan pelagis kecil di Laut Jawa didominasi oleh dua spesies, yaitu ikan layang biasa (D. ruselli) dan ikan layang deles (D. macrosoma)(Widodo 1988). Sebaran ikan layang menurut jenis berdasarkan daerah tangkapannya di Indonesia (Burhanuddin 1983) adalah sebagai berikut : 1) Decapterus curroides Perairan Indonesia : Pelabuhan Ratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh 2) Decapterus ruselli Perairan Indonesia : Laut Jawa, Sulawesi, Selayar, Ambon, Selat Makasar, Selat Bali, Selat Sunda dan Selat Madura 3) Decapterus lajang Perairan Indonesia : Laut Jawa (termasuk Selat Sunda, Selat Madura dan Selat Bali), Selat Makasar, Ambon, dan Ternate 4) Decapterus maruadsi Perairan Indonesia: Jenis ikan ini tertangkap di Pulau Banda 5) Decapterus macrosoma Perairan Indonesia : Selat Bali, Laut Banda, Ambon, Selat Makasar dan Sangihe
Ikan layang yang dominan tertangkap di perairan Pekalongan yaitu Decapterus ruselli. Ikan ini mempunyai sirip punggung pertama berjari-jari keras 8, sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30-32 jari-jari lemah. Sirip anal terdiri dari 2 jari-jari keras, sedangkan 1 jari-jari keras bergandeng dengan 24-27 jari-jari lemah. Lateral scute berjumlah 40 dan lebarnya 0,2–0,25 dari tinggi
tubuhnya. Bagian atas berwarna kehijau-hijauan dan bagian bawahnya keperakan, terdapat sebuah titik hitam pada operculum, sirip kekuningan atau kecoklatan (Asikin 1971).
2.3.2 Ikan kembung (Rastrelliger spp.) Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp.) berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian yang lain. Mata mempunyai kelopak yang berlemak. Gigi yang kecil terletak di tulang rahang. Tulang insang dan banyak sekali terlihat seperti bulu jika mulut terbuka. Mempunyai dua buah sirip punggung (dorsal), sirip punggung pertama terdiri atas jari-jari lemah dan sama dengan sirip dubur (anal) tidak mempunyai jari-jari keras. Lima sampai enam sirip tambahan (finlet) terdapat di belakang sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal) kedua. Bentuk sirip ekor (caudal) bercagak dalam. Sirip dada ( pectoral) dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari-jari keras dan jari-jari lemah (Saanin 1984), dan selanjutnya mengklasifikasikan ikan kembung sebagai berikut : Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Class: Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Scombridae Famili : Scombridae Genus : Rastrelliger Spesies : Rastrelliger brachysoma Rastrelliger kanagurta Nama Indonesia : kembung
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32%o, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 1993). Penyebaran
utama ikan kembung (Rastrelliger spp.) adalah Kalimantan di perairan Barat, Timur dan Selatan serta Malaka, sedangkan daerah penyebarannya mulai dari Pulau Sumatera bagian Barat dan Timur, Pulau Jawa bagian Utara dan Selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian Utara dan Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997).
2.3.3. Ikan selar (Selaroides spp.) Jenis-jenis ikan selar (Selaroides spp.) yang tertangkap di perairan Indonesia dan tercatat di dalam data statistik perikanan Indonesia, yatu selar bentong (Selar crumenophthalmus) dan selar kuning (Selaroides leptolepsis) (Nontji 1993). Klasifikasi selar menurut Saanin (1984) adalah berikut: Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Class: Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Famili : Carangidae Sub Famili: Caranginae Genus : Caranx Sub Genus : Selar Spesies :
Selar crumenopthalmus
Nama Indonesia : selar
Selar kuning (Selaroides leptolepsis) memiliki bentuk badan lonjong, pipih dengan sirip punggung (dorsal) pertama berjari-jari keras delapan buah, sedangkan sirip punggung (dorsal) kedua berjari-jari keras satu buah dengan jarijari lemah 15 buah. Sirip dubur (anal) terdiri atas dua jari-jari keras yang terpisah dan satu jari-jari keras yang bersambung dengan 20 jari-jari lemah. Tapis insang pada busur insang pertama bagian bawah berjumlah 26 buah. Garis rusuk membusur,
memiliki
25-34
sisik
dun
(scute).
Selar
bentong
(Selar
crumenophthalmus) memiliki bentuk yang hampir sama tetapi dapat dibedakan dari matanya yang berukuran lebih besar (Direktorat Jenderal Perikanan 1997).
Perbedaan mendasar lainnya terletak pada jumlah jari-jari pada sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal), jumlah tapis insang, jumlah sisik duri. Jari-jari keras sirip punggung (dorsal) pertama ada sembilan buah (satu yang terdepan mengarah ke bagian muka), sedangkan yang kedua berjari-jari keras satu dan jarijari lemah 24-26 buah. Sirip dubur (anal) terdiri atas jari-jari keras yang terpisah dan satu jari-jari keras yang tersambung kemudian lurus pada bagian belakangnya dengan sisik dun (scute) berjumlah 32-38 buah. Kedua jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol di sekitar pantai dangkal, sedangkan Selar crumenophthalmus hidup sampai kedalaman 80 meter (Direktorat Jenderal Perikanan 1997).
2.3.4 Ikan tembang / juwi (Sardinella spp.) Ikan tembang (Sardinella spp.) sudah lama dikenal sebagai ikan konsumsi yang penting di Indonesia. Ikan tembang termasuk ke dalam jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan berbagai macam alat tangkap seperti : payang, pukat cincin, bagan dan jaring insang hanyut. Daerah penyebarannya meliputi seluruh perairan pantai Indonesia, ke utara sampai ke Taiwan, ke selatan sampai ke ujung utara Australia dan ke barat sampai Laut Merah (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Weber dan Beaufort 1965, diacu dalam Wiyono 2001, menyatakan bahwa ikan tembang di Indonesia antara lain terdapat di perairan sekitar Ujung Kulon dan Laut Jawa. Ciri-ciri umum ikan tembang adalah bentuk badannya yang memanjang gepeng (fusiform) dan ada sisik-sisik duri yang terdapat di bagian bawah badan. Ikan tembang memiliki tapis insang halus serta warna kulitnya biru kehijauan di bagian ata dan putih keperakan di bagian bawah. Sirip pucat kehijauan dan tembus cahaya dan panjangnya dapat mencapai 16 cm. Ikan tembang memiliki perut bersisik tebal yang bersiku, sangat pipih dengan sirip perut yang sempurna. Rahangnya sama panjang, mulut besar dan gigi terdapat pada langit-langit. Ikan tembang adalah pemakan plankton. Ikan ini juga memiliki beberapa nama di Indonesia yaitu : tembang, tamban, tamban sisik dan tanjang. Ikan tembang terdapat di seluruh perairan Indonesia dan merupakan ikan yang suka berkelompok dan biasanya berada di permukaan perairan pantai (Saanin 1984).
Klasifikasi tembang menurut Fischer dan Whitehead (1974), adalah sebagai berikut : Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Class: Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Clupeidae Sub Famili: Clupeinae Genus : Sardinella Spesies : Sardinella spp. Nama Indonesia : tembang
Menurut Nurhakim et al.(1987), jenis ikan tembang yang terpenting di Laut Jawa adalah Sardinella fimbriata dan S. gibbosa. Fischer dan Whitehead (1974) menyatakan bahwa Sardinella fimbriata merupakan ikan permukaan dan hidup di perairan pantai serta suka bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama-sama ikan lemuru.
2.3.5 Ikan siro, lemuru (Amblygaster sirm , Sardinella sirm) Ikan siro (Amblygaster sirm) merupakan salah satu sumberdaya perikanan pelagis yang penting di Laut Jawa. Ikan siro menyebar secara luas mulai dari Afrika timur hingga kepulauan Fiji dan dari Australia Utara hingga Okinawa (Fishcer dan Whitehead 1974). Di Indonesia ikan ini terdapat hampir di seluruh perairan. Ikan ini juga memiliki beberapa nama di Indonesia yaitu : siro, sardin, lemuru, tanjan. Ciri-ciri umum ikan siro adalah bersisik, tidak bersungut, tidak berjari-jari keras pada sirip punggung, tidak bersirip punggung tambahan yang seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna, mulut lebar, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat, permulaan sirip punggung dimuka permulaan sirip perut,
tulang mata bajak tidak bergigi, perut agak membundar, tidak tajam, pinggiran perut di muka sirip perut tidak bergigi, langit-langit dan lidah bergigi, tidak berbelang dan mempunyai 40 tulang saring insang. Klasifikasi tembang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Class: Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Malacopterygh Famili : Clupeidae Sub famili : Clupeinae Genus : Clupea Sub genus : Amblygaster Spesies : Amblygaster sirm Nama Indonesia : siro, lemuru
2.4 Pengaruh Parameter Fisik Lingkungan Terhadap Ikan Dinamika sumber daya ikan mempunyai banyak proses yang tergantung musim, seperti migrasi pemijahan, pembesaran, migrasi dari perairan dalam ke perairan dangkal dan hatching of larvae. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi sebaran dan kelimpahan ikan tersebut antara lain arus permukaan, suhu, salinitas, kandungan oksigen. 2.4.1 Arus permukaan Salah satu pengaruh utama angin permukaan dan anomalinya terhadap laut adalah pembentukan arus permukaan. Arus permukaan mempengaruhi adveksi dari aneka jenis air, yang dapat merubah karakteristik lingkungan dalam lokasi tertentu. Jenis air permukaan kadang dicirikan oleh suhu dan salinitas. Kedua parameter tersebut merupakan ciri non konservatif di permukaan dan bisa berubah terhadap perubahan lokal. Warna air terutama kandungan plankton dapat juga
sebagai petunjuk teknis massa air permukaan dan mungkin dapat berguna dari sudut pandang ekosistem. Menurut Laevastu dan Hayes (1981), adveksi massa air laut oleh arus merupakan faktor penting yang menyebabkan perpindahan lokal dalam lingkungan laut. Ikan diduga merespon secara langsung terhadap perubahan lingkungan tersebut dengan mengikuti arus dan juga melakukan orientasi pribadi terhadap arus. Lebih lanjut dikatakan bahwa : 1) Arus membawa telur-telur ikan pelagis dan anak-anak ikan dari area spawning ke area nursery serta dari area nursery ke area feeding. 2) Arus juga digunakan sebagai orientasi dan mempengaruhi rute migrasi ikan-ikan dewasa. 3) Arus khususnya di perbatasan dapat mempengaruhi distribusi ikan dewasa baik secara langsung maupun tidak langsung. 4) Arus akan mempengaruhi kondisi alami lingkungan perairan dan secara tidak langsung menentukan kelimpahan ikan-ikan tertentu dan merupakan pembatas distribusi ikan.
Arus dapat mempengaruhi migrasi ikan oleh angkutan pasif juvenil mulai dari daerah pembesaran sampai daerah pemijahan, dan mungkin berperan sebagai suatu penjajakan migrasi arus balik dari ikan dewasa mulai dari daerah pembesaran sampai daerah spawning. Sehingga anomali arus permukaan dapat mempengaruhi baik sebaran larva dan juvenil juga migrasi spawning dari ikan dewasa. Sebaran stok ikan utama bisanya mengikuti sistem arus tertentu. Anomali arus permukaan mempengaruhi letak daerah front suhu permukaan. Daerah front tersebut diketahui mempengaruhi penyebaran ikan, yang kadang diasumsikan berkaitan dengan suhu tetapi juga berhubungan dengan arus dan atau jenis air.
2.4.2 Suhu Suhu merupakan faktor penting untuk penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Ikan sangat peka terhadap perubahan suhu yaitu sebesar 0.03 oC. Setiap spesies ikan umumnya memiliki sebaran suhu tertentu dimana
ikan dapat beradaptasi. Suhu berpengaruh terhadap gas terlarut di air laut seperti oksigen dan karbondioksida yang berhubungan dengan proses biologi. Aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu air. Suhu dapat mempengaruhi ikan dikarenakan: (Baskoro et al. 2004): 1) Sebagai pengatur proses metabolisme (dapat mempengaruhi permintaan kebutuhan makanan, tingkat penerimaan dan tingkat pertumbuhan). 2) Sebagai pengatur aktivitas gerakan tubuh (kecepatan renang). 3) Sebagai stimulus syaraf.
Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk pengkajian daerah penangkapan ikan dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu permukaan air bervariasi menurut garis lintang sehingga penyebaran organisme laut cenderung mengikuti perbedaan suhu lautan secara geografis (Nybakken 1988). Perubahan suhu permukaan laut selain disebabkan oleh panas yang diterima dari matahari juga dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar di daerah perairan tersebut. Pengaruh arus, keadaan awan, penaikan massa air dan pencairan es di kutub juga mempengaruhi suhu permukaan laut (Hela dan Laevastu 1970). Suhu permukaan laut daerah tropik dipengaruhi oleh cuaca, seperti curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari.
2.4.3 Salinitas Salinitas erat hubungannya dengan adanya penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas di sekelilingnya. Salinitas juga menentukan daya apung dari telur-telur ikan pelagis. Perubahan salinitas menunjukkan perubahan massa air dan keadaan stabilitasnya (Hela dan Laevestu 1961, diacu dalam Gunarso 1985). Air hujan yang menimbulkan perubahan salinitas dapat merangsang ikan untuk bermigrasi. Suhu dan salinitas mempengaruhi densitas air laut, yang selanjutnya mempengaruhi
pergerakan air secara vertikal. Ikan sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan salinitas yang terjadi. 2.5 Musim Penangkapan Ikan di Laut Jawa Kondisi oseanografis perairan Laut Jawa, yang merupakan bagian dari paparan Sunda dan terletak di sekitar ekuator, secara umum dipengaruhi oleh dua musim yang dominan, yaitu musim timur (southeast monsoon) dan musim barat (northwest monsoon) beserta musim-musim peralihannya. Karakteristik perairan dan iklim Laut Jawa dipengaruhi langsung oleh perubahan angin muson dan aliran massa air dari Laut Flores, Selat Makasar dan Laut Cina Selatan. Selain itu, pengenceran oleh masssa air dari daratan Kalimantan (run off) ke perairan Laut Jawa bagian utara (selatan Kalimantan) terjadi, terutama pada musim hujan (musim barat). Saat angin muson timur bertiup (Maret–Agustus), massa air bersalinitas tinggi (lebih dari 34%o) memasuki Laut Jawa dari sebelah timur melaui Selat Makasar dan Laut Flores, sedangkan pada saat muson barat (September–Februari), selain terjadi pengenceran oleh air sungai Barito, massa air bersalinitas rendah (kurang dari 32%o) juga masuk ke Laut Cina Selatan dan mendorong massa air bersalinitas tinggi ke bagian Timur Laut Jawa (Wyrtki 1961, diacu dalam Atmaja 1995). Meskipun fluktuasi suhu permukaan relatif kecil (suhu rata-rata antara 27–29 oC), tetapi secara horisontal sebaran suhu permukaan laut berubah menurut musim. Pada saat terjadinya muson timur, suhu permukaan menjadi lebih dingin akibat masuknya massa air laut dalam (salinitas lebih tinggi) ke Laut Jawa. Sementara pada muson barat suhu permukaan Laut Jawa relatif lebih panas. Pengaruh curah hujan pada suhu air laut terlihat sangat nyata di pantai (Potier 1988, diacu dalam BRPL 2004). Kelimpahan ikan pelagis sangat peka terhadap perubahan lingkungan, terutama penyebaran salinitas secara spasial yang dibangkitkan oleh angin muson (Potier 1998, diacu dalam BRPL 2004). Pada tahun basah, saat curah hujan di atas normal (musim barat), penetrasi jenis ikan oseanik ke Laut Jawa berkurang akibat pengurangan massa air oseanik di bagian timur Laut Jawa. Terdapat korelasi positif antara hasil tangkapan dengan salinitas permukaan, tetapi korelasi ini menunjukkan negatif dengan curah hujan. Secara spasial, ikan pelagis tersebar
ke arah timur dengan konsentrasi kelimpahan terdapat di Laut Jawa bagian timur, variabilitas beberapa jenis ikan berasosiasi dengan perubahan salinitas, sedangkan kelompok coastal (ikan yang menyebar di dekat pantai) dan juwana (anak-anak ikan) diketahui lebih berlimpah di pantai utara Jawa, yang merupakan zona penangkapan tradisional purse seine mini (BRPL 2004).
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Agustus sampai September 2008. Tempat yang dijadikan obyek penelitian adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, Jawa Tengah, merupakan lokasi pendaratan utama kapal-kapal purse seine yang beroperasi di Laut Jawa dan sekitarnya.
3.2 Pengumpulan Data Data primer meliputi pengamatan secara langsung di lapangan, wawancara dan diskusi dengan semua sumber data yang telah ditentukan (purposive) serta pencatatan data yang telah tersedia pada semua instansi terkait. Data sekunder diperoleh di PPN Pekalongan, Jawa Tengah berupa serial data periode tahun 2002 – 2007 berupa informasi bulan penangkapan ikan, nama kapal, ukuran kapal (gross tonnage, GT), daerah penangkapan (fishing ground), dan jenis hasil tangkapan.
3.3 Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan, diolah dan dianalisis dengan serangkaian metode dan masing-masing disajikan dalam bentuk peta, tabel, gambar dan grafik.
3.3.1. Analisis catch per unit effort Untuk mengetahui hasil tangkapan per satuan upaya (catch per unit of effort) menggunakan rumus Sparre & Venema (1999), yaitu : CPUE =
Catch Effort
dimana CPUE
: Catch per unit effort (tangkapan per satuan upaya)
Catch
: Jumlah hasil tangkapan (g, kg, dan ton)
Effort
: Jumlah upaya penangkapan (hari, trip, dan unit)
3.3.2 Analisis daerah penangkapan (fishing ground) Analisis daerah penangkapan kapal purse seine dilakukan secara diskriptif. Pertama-tama melakukan pengelompokkan data kapal purse seine yang beroperasi menurut
daerah
penangkapannya
selama
tahun
2002-2007.
Selanjutnya
mempetakan data tersebut ke dalam peta dengan menggunakan software Surfer 8.
3.3.3 Analisis musim penangkapan Untuk
mengkaji
dinamika
musiman
digunakan
indeks
musim
penangkapan, dan data yang digunakan adalah data CPUE. Dajan (1983) menyatakan bahwa data deret waktu terdiri dari komponen-komponen trend sekuler, variasi musim, variasi siklis dan random. Fluktuasi yang terjadi, bukan hanya disebabkan oleh variasi musim saja, tetapi trend sekuler, variasi siklis dan variasi random juga berpengaruh terhadap data deret waktu. Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang variasi musim, maka trend sekuler, variasi siklis dan variasi random harus diisolasi dari data deret waktu yang bersangkutan. Metode yang digunakan untuk mengisolasi fluktuasi yang disebabkan oleh trend sekuler, variasi siklis dan variasi random tersebut adalah metode rata-rata bergerak (moving average). Dasar untuk menyusun indeks musim penangkapan (IMP) adalah dengan menggunakan metode rata-rata bergerak. Langkah-langkah perhitungan rasio rata-rata bergerak yang dikemukakan oleh Dajan (1983) yang dimodifikasi oleh Wiyono (2001) adalah sebagai berikut : a) Menyusun deret CPUE bulan Januari 2002 - Desember 2007 ni = CPUE
keterangan : i = 1, 2, 3,...72
ni = urutan ke i b) Menyusun deret jumlah CPUE selama 12 bulan untuk setiap bulan
n
k
=
k +6
∑ CPUE
j = k −6
i
keterangan : k = 7,8,9,...,67 nk = urutan ke-k j = urutan ke-j pada deret ni
c) Menyusun deret jumlah CPUE selama 12 bulanan untuk setiap bulan
p
∑ CPUE
np =
m = p −1
k
keterangan : p = 7,8,9,...,67 np = urutan ke-p pada deret nk
d) Menyusun deret rata-rata bulanan selama 12 bulanan untuk setiap bulan :
nq =
1 p ∑1 m 12 m = p −CPUE
keterangan : q = 7,8,9,..., 67 nq = urutan ke q
e) Menghitung rasio rata-rata untuk tiap bulan Rasio =
CPUE Rata − ratabulana nselama12bulan
f) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan dimulai bulan Juli-Juni. Kemudian menghitung total rasio rata-rata setiap bulan, selanjutnya menghitung total rasio rata-rata dan indeks musim penangkapan. Rasio rataan untuk bulan j
=
1 4 ∑ 4 i =1 xij
Jumlah rasio rataan
=
1 12 4 ∑∑ 4 j =1 i =1 xij
Rasio rataan bulanan
=
1 1 12 4 ∑∑ 12 4 j =1 j =1 xij 4
∑x Indeks musim penangkapan
=
i =1 12
ij
4 1 ∑∑ 12 j =1 j =1 xij
Mt = Rata-rata bergerak 12 bulanan
M
t
=
Mt =
1 ( + + ...Y 12) 12 Y 1 Y 2
1 t +5 ∑ Yt 12 t =t − 6
, dimana t = 7,8,...n
Ratio rata-rata bergerak :
Yt Mt
Karena Y t = I t x T t x C t x E t dan
Y M
t
Y M
t
=
t
I xT x C x E T xC t
t
t
t
= I t x Et
t
FK =
M = T x C , sehingga : t
t
t
t
t
, dimana Et = Error
1200 , FK = Faktor Koreksi jumlahrata − ratamedial
Indek musim = FK x Rata-rata medial
Dimana rata-rata medial adalah rata-rata dari data setelah data maksimum dan minimum dihilangkan.
CSI = Consecutive Seasonal Index yaitu jumlah indeks di atas 100% yang berurutan dimana nilai CSI ini menggambarkan panjang pendeknya musim penangkapan (Ulrich and Andersen 2004)
Survei
Data primer dan data sekunder
Ukuran kapal/GT
Fishing ground
Bulan penangkapan ikan
Analisis dinamika perikanan
Hasil tangkapan per kapal
Jumlah kapal
Analisis musim
Pengelolaan perikanan
Gambar 3 Diagram alir penelitian dinamika perikanan purse seine di PPN Pekalongan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
4.1 Hasil 4.1.1 Perikanan purse seine Pekalongan 4.1.1.1 Kapal purse seine Pekalongan
Secara umum armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan adalah jenis kapal motor (KM). Contoh spesifikasi kapal purse seine di Pekalongan seperti disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No.
Spesifikasi
Dimensi
1.
Nama kapal
2.
4.
Ukuran utama kapal -Panjang (LOA) -Lebar (B) -Depth (D) Mesin induk -Merk -Daya -RPM Bahan bakar
5.
Gross Tonnage
102 GT
6.
Jumlah palka ikan
12
7.
ABK
35 – 38 orang
3.
KM Buana I 23,92 m 7,15 m 2,03 m Nissan RD 8 300 PK 2500 rpm Solar
Kapal purse seine terbuat dari bahan kayu dan kebanyakan menggunakan mesin dalam (inboard engine) dan memiliki ukuran diatas 30 GT. Berdasarkan data PPN Pekalongan, kapal purse seine dikelompokkan ke dalam kategori GT kapal yang berbeda, yaitu kelompok ukuran kapal 31-50 GT, 51-70 GT, 71-100 GT, 101-130 GT dan >130 GT. Perkembangan jumlah purse seine dari masingmasing kelompok ukuran GT kapal mengalami kecenderungan menurun. Kelompok ukuran GT kapal antara 101-130 GT, pada tahun 2003 terjadi penurunan jumlah kapal sebesar 29,3 %, yaitu dari 140 unit menjadi 99 unit.
Selanjutnya pada tahun 2004, terjadi penurunan kembali hingga 5,1 % yaitu dari 99 unit menjadi 94 unit, demikian juga untuk tahun 2005 juga mengalami penurunan sebesar 23,4 %, yaitu dari 94 unit menjadi 72 unit. Demikian seterusnya hingga tahun 2007, jumlah kapal purse seine ukuran 101-130 GT mengalami penurunan jumlah. Demikian juga untuk kapal ukuran >130 GT juga mengalami penurunan jumlah. Sedangkan kapal ukuran 71-100 GT, pada tahun 2007 meningkat dari 95 unit menjadi 145 unit. Perkembangan kapal purse seine dari masing-masing kelompok ukuran GT kapal disajikan dalam Gambar 4. 350
Jumlah kapal (unit)
300 250 200 150 100 50 0 2002 31-50GT
2003 51-70GT
2004 71-100GT
2005 101-130GT
2006
2007
>130GT
Gambar 4 Perkembangan jumlah purse seine dari masing-masing kelompok ukuran GT kapal. 4.1.1.2 Alat tangkap purse seine Pekalongan
Dilihat dari segi konstruksinya maka bagian/komponen purse seine yang terdapat di Pekalongan dapat dikelompokkan dalam 4 bagian besar, yaitu : (1) jaring (2) srampad (3) tali temali dan (4) pelampung, pemberat serta swivel. Komponen yang termasuk dalam bagian jaring adalah sayap (kiri dan kanan), badan ke-1 dan ke-2 (kiri dan kanan) dan kantong. Jenis bahan, ukuran dan satuan komponen/bagian tersebut disajikan dalam Tabel 2, sedangkan gambaran konstruksi purse seine seperti disajikan dalam Gambar 5. Bagian jaring purse seine terdiri dari :
1) Bagian jaring Bagian jaring terdiri dari tiga bagian, yatu ; (a) Jaring utama, bahan nilon 210 D/9, mesh size 1 inci; (b) Jaring sayap, bahan nilon 210 D/6, mesh
size 1 inci; (c) Jaring kantong mesh size ¾ inci. Srampad (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampad (selvedge) dipasang bagian atas, bawah dan samping dengan bahan dan ukuran mata jaring yang sama, yaitu PA R310 tex, 1 inci.
2) Tali Temali Tali temali terdiri dari (a) Tali pelampung, bahan PE, Ø 10 mm, panjang 800 m; (b) Tali ris atas, bahan PE, Ø 2 cm, panjang 800 m; (c) Tali ris bawah, bahan PE, Ø 2 cm, panjang 850 m; (d) Tali pemberat, bahan PE Ø 10 mm, panjang 850 m; (e) Tali kolor, bahan kuralon, Ø4 cm, panjang 1200 m; (f) Tali selambar, bahan PE, panjang 50 m.
3) Pelampung Jumlah pelampung sebanyak 4000 buah yang dibuat dari synthetic rubber. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibandingkan dengan bagian pinggir.
4) Pemberat Pemberat terbuat dari timah sebanyak 15.500 buah berdiameter 3 cm dan panjang 5 cm dipasang pada tali pemberat.
5) Cincin Cincin terbuat dari kuningan dengan diameter 11,5 cm sebanyak 150 buah, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya satu meter dengan jarak tiga meter setiap cincin. Kedalam cincin ini dimasukkan tali kolor (purse line).
Tabel 2 Contoh spesifikasi jaring purse seine di Pekalongan No. Bagian
Material
Ukuran
A
Jaring
1.
Sayap kiri dan Nylon multifilament 100 m x 400 MD 0,6 mm/d –1 inci kanan
2.
B
Badan ke-1 kiri dan kanan Kantong bagian atas Kantong bagian bawah Srampad
1.
Srampad atas
3. 4.
Nylon multifilament 0,9 mm/d – 1 inci Nylon multifilament 1,5 mm/d–0,75 inci Nylon multifilament 0,9 mm/d – 1 inci
C
PE multifilament 0,9 mm/d-1,25 inci Srampad bawah PE multifilament 0,9 mm/d-1,25 inci Srampad kiri dan PE multifilament kanan 0,9 mm/d-1,25 inci Tali Temali
1.
Tali penarik
2. 3.
D.
PE multifilament 36 mm/d Tali pelampung PE multifilament dan tali ris atas 12 mm/d Tali pemberat PE multifilament dan tali ris bawah 10 mm/d Tali cincin PE multifilament 10 mm/d Tali kolor PE multifilament 36 mm/d Lain-lain
1.
Pelampung
Plastik
2.
Pemberat
Timah
3.
Cincin
Kuningan
2. 3. 4. 5.
Jumlah
100 m x 400 MD
9 pcs (satu) 11 pcs (dua) 13 pcs (tiga) 15 pcs
100 m x 400 MD
3 pcs
100 m x 400 MD
14 pcs
14 MD
-
17 MD
-
10 MD
-
20 m 800 m 850 m 1,5 m 940 m
Panjang 17 cm Ø 11 cm Ø lubang 3cm Panjang 4 cm Ø 2,5 cm Ø lubang 1,5 cm 350 g Ø dalam 10 cm Ø luar 14 cm
3600 buah
110 buah
Purse seiner
Jaring
Tali pelampung Pelampung
Selvedge (srampad)
Cincin Tali Kolor (purse line)
Gambar 5 Gambaran konstruksi purse seine.
Pemberat
Tali Pemberat
4.1.1.3 Metode pengoperasian purse seine
Operasi penangkapan purse seine yang ada di Indonesia berdasarkan waktu penangkapan, yaitu : 1) Operasi penangkapan ikan siang hari. Sifat operasi penangkapan adalah berburu di suatu daerah penangkapan tertentu, sehingga kapal membutuhkan tenaga mesin dan bahan bakar yang besar untuk mengejar kelompok ikan. Bila terlihat adanya tanda-tanda kemunculan ikan di permukaan, maka kegiatan operasi penangkapan mulai dilakukan, seperti mengejar kelompok ikan tersebut dan melakukan persiapan setting alat tangkap. Jumlah kapal yang digunakan ada yang berjumlah 1 kapal (one boat system) dan 2 kapal (two boat system).
2) Operasi penangkapan ikan malam hari. Sifat operasi penangkapan adalah pasif di suatu daerah penangkapan tertentu. Dikatakan pasif, karena dalam kegiatan operasi penangkapan ikan ada waktu yang digunakan untuk menunggu berkumpulnya ikan dekat dengan permukaan air. Dalam metode pengoperasiannya, digunakan digunakan cahaya lampu dan rumpon portable. Lampu utama ditempatkan pada kapal dan perahu lampu. Rumpon terpasang pada pinggir kapal dan perahu lampu. Kemampuan lampu dan rumpon yang digunakan dalam mengumpulkan ikan akan menjadi faktor keberhasilan penangkapan.
Seperti halnya purse seine di daerah lain, kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Utara Jawa dan sekitarnya, termasuk kapal-kapal purse seine Pekalongan juga menggunakan lampu dan rumpon sebagai alat bantu
pennagkapan. Metode operasi penangkapan purse seine yaitu : 1) Persiapan kapal purse seine membawa perahu kecil dan konstruksi rumpon portable. Komponen rumpon portable terdiri dari pelepah kecil daun kelapa dan tali PE Ø12 cm. 2) Setelah sampai di daerah penangkapan, lampu pada kapal dinyalakan dan rumpon dipasang dan diletakkan pada bagian haluan kapal. Setelah terlihat
adanya tanda-tanda keberadaan ikan (kira-kira sekitar 8-0 jam drifting) dengan munculnya gelembung-gelembung udara yang bergerak ke arah permukaan,maka perahu kecil diturunkan ke permukaan air. Lampu pada perahu kecil dinyalakan dan rumpon dipindahkan dari kapal purse seine ke perahu kecil. Lampu pada kapal purse seine dimatikan, sehingga lampu hanya ada pada perahu kecil. Perahu kecil dibiarkan hanyut dengan melihat perkiraan jarak yang memungkinkan bahwa jaring purse seine dapat dilakukan pelingkaran dengan sempurna dimana perahu kecil berada di tengah-tengah lingkaran jaring yang di-setting. Harapan pada kondisi ini adalah bahwa ikan berkumpul di bawah sumber cahaya dan rumpon pada perahu kecil. 3) Setelah itu kegiatan setting jaring purse seine dapat dilakukan, yaitu dengan menurunkan ujung jaring pertama yang diberikan pelampung tanda (lampu suar), dilingkarkan hingga kapal bertemu lagi dengan pelampung tanda tadi. Penarikan purse line (tali kolor jaring) dilakukan dengan cepat dengan menggunakan roller capstan pada kapal. 4) Kemudian dilakukan penarikan jaring secara manual oleh ABK baik dari sisi haluan maupun buritan kapal secara bersamaan. Hingga tinggal bagian kantong termpat berkumpulnya ikan hasil tangkapan. 5) Pengambilan hasil tangkapan ikan dengan scoop net. 4.1.2 Perkembangan perikanan purse seine Pekalongan
Perkembangan eksploitasi sumber daya ikan pelagis kecil di Laut Jawa sangat erat kaitannya dengan perkembangan alat tangkap purse seine. Sejak pelarangan pukat harimau tahun 1980 melalui Keppres No. 39 tahun 1980, perikanan purse seine berkembang menjadi semi industri yang diikuti dengan peningkatan ukuran kapal. Sampai tahun 1990, perikanan purse seine Pekalongan terus mengalami modernisasi teknologi penangkapan dalam bentuk peralatan alat bantu penangkapan seperti rumpon dan menggunakan lampu merkuri dengan daerah operasi sudah mencapai bagian timur Laut Jawa sampai ke Selat Makasar. Pada tahun 1990, perikanan purse seine mengalami perubahan taktik penangkapan dari rumpon dan lampu merkuri digantikan dengan lampu sorot
sebagai alat bantu penangkapan. Namun demikian,
Potier dan Petit (1997)
menyatakan bahwa perubahan strategi penangkapan (dari rumpon menjadi lampu sorot) sebagai alat bantu pengumpul ikan tidak merubah secara drastis komposisi hasil tangkapan, perbedaan komposisi hasil tangkapan sangat tergantung pada musim dan daerah penangkapan. Sejak tahun 1997, perikanan purse seine dilengkapi dengan alat bantu yang semakin modern seperti radio komunikasi, lampu sorot, global positioning system (GPS) dan fish finder (Atmaja 2006).
Perkembangan perikanan purse seine berupa perubahan ukuran kapal, teknik penangkapan, daerah penangkapan dan jumlah armada penangkapan mempunyai peranan sangat penting yang memungkinkan menuju tingkat eksploitasi yang berlebihan dan membahayakan ketersediaan ikan pelagis yang ada (Sadhotomo et al. 1986).
4.1.2.1 Perkembangan hasil tangkapan purse seine
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hasil tangkapan purse seine berfluktuasi setiap bulannya. Rata-rata bulanan hasil tangkapan
mencapai puncak pada bulan Oktober yaitu sebesar 3798,88 ton. Sedangkan hasil
Rata-rata bulanan hasil tangkapan (ton)
tangkapan terendah dicapai pada bulan Maret sebesar 1296,13 ton (Gambar 6 ). 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jul Ags Sep Okt Nov
Gambar 6 Rata-rata bulanan hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN. Pekalongan tahun 2002-2007. Sementara itu, hasil tangkapan purse seine antar tahun juga berfluktuasi. Hasil tangkapan purse seine tertinggi dicapai pada tahun 2004 (54.127,36 ton),
sedangkan hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2002 (3219,65 ton) (Gambar 7). 60000
Hasil tangkapan (ton)
50000 40000 30000 20000 10000 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 7 Perkembangan hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN. Pekalongan, tahun 2002 – 2007. 4.1.2.2 Perkembangan jumlah upaya
Jumlah upaya penangkapan ikan (kapal purse seine) Pekalongan yang beroperasi di Laut Jawa dan sekitarnya berfluktuasi mengikuti pola kelimpahan ikan. Berdasarkan data jumlah kapal purse seine yang beroperasi selama 6 tahun (2002-2007) ditunjukkan bahwa puncak pengoperasian purse seine terjadi pada bulan Oktober. Puncak pengoperasian purse seine dicapai pada bulan Oktober. Setelah mencapai titik tertinggi, jumlah purse seine yang dioperasikan mengalami penurunan sampai titik terendah, yang dicapai pada bulan April (Gambar 8).
Jumlah upaya (unit kapal)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Total
Gambar 8 Perkembangan jumlah upaya penangkapan ikan (unit kapal purse seine) di PPN Pekalongan tahun 2002-2007.
4.1.2.3 Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan
Gambaran mengenai kelimpahan sumber daya ikan dalam suatu perairan tidak cukup dijelaskan hanya dengan fluktuasi hasil tangkapan saja. Perubahan hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi perubahan jumlah armada penangkapan yang beroperasi, sehingga konsep pembandingan hasil tangkapan terhadap upaya penagkapannya perlu diterapkan. Konsep pembandingan itu disebut sebagai ”catch per unit effort” (CPUE). Dengan diketahuinya nilai CPUE, maka dapat diketahui perubahan hasil tangkapan yang disebabkan oleh perubahan jumlah upaya penangkapannya. Berbeda dengan nilai hasil tangkapan bulanan, nilai CPUE bulanan mencapai titik tertinggi pada bulan Agustus (36,34 ton/unit) dan nilai terendah pada bulan Maret (18,07 ton/unit) (Gambar 9). Fluktuasi bulanan nilai CPUE tidak membentuk pola yang teratur seperti pada nilai hasil tangkapan rata-rata bulanan.
Rata-rata bulanan CPUE (ton/unit)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Des
Jan Feb
Mrt
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt Sep Okt
Nov
Gambar 9 Rata-rata CPUE bulanan hasil tangkapan purse seine yang didaratkan di PPN Pekalongan, tahun 2002-2007
4.1.2.4 Hasil tangkapan ikan layang (Decapterus spp.) tiap pola musim di Laut Jawa
Gambaran mengenai hasil tangkapan ikan layang tiap musim yang berlaku di Laut Jawa diperoleh dengan cara mengelompokkan data tiap triwulan menurut pola musimnya. Laut Jawa, seperti halnya sebagian besar wilayah Indonesia mengenal adanya dua pola musim, yaitu musim barat dan musim timur serta
musim peralihan yang terjadi saat pergantian musim diantara dua pola musim tersebut. Berdasarkan wawancara serta data-data, diperoleh bahwa musim barat berlangsung pada bulan Desember-Februari. Musim peralihan I terjadi pada bulan Maret-Mei. Pada bulan Maret-Mei ini terjadi perubahan arah gerak angin. Pergerakan angin yang sebelumnya menuju ke arah timur akan berbalik menuju ke arah barat, sehingga pergerakan arus tidak menentu. Setelah mengalami musim peralihan, bulan Juni-Agustus terjadi musim timur, dan bulan-bulan berikutnya antara bulan September-November terjadi musim peralihan II. Hasil tangkapan, jumlah upaya penangkapan maupun CPUE tertinngi dicapai pada musim peralihan II. Nilai hasil tangkapan, upaya penangkapan ikan dan CPUE pada musim ini berturut-turut adalah 32.856,51 ton, 1804 unit kapal dan 18,21 ton/unit kapal (Tabel 3).
Tabel 3 Nilai CPUE ikan layang tiap musim yang tertangkap di Laut Jawa dan sekitarnya yang didaratkan di PPN Pekalongan, tahun 2002-2007 Hasil tangkapan (ton) 15.684,83
Jumlah upaya (unit kapal) 1310
CPUE (ton/unit kapal) 11,97
Peralihan I
11.260,16
1124
10,02
Timur
23.991,84
1356
17,69
Peralihan II
32.856,51
1804
18,21
Musim Barat
Setelah musim peralihan II, hasil tangkapan terus mengalami penurunan, dan nilai terendah dicapai pada musim peralihan I. Menginjak musim timur, hasil tangkapan mengalami kenaikan lagi dan kembali mencapai puncaknya pada musim peralihan II. 4.1.2.5 Daerah penangkapan (fishing ground) kapal purse seine Pekalongan
Wilayah operasi purse seine Pekalongan relatif jauh dibandingkan dengan purse seine yang ada di wilayah pantai utara Jawa lainnya. Saat ini kapal purse seine yang sebelumnya berbasis di Pekalongan dan melakukan penangkapan ikan
di perairan Laut Jawa dan sekitarnya telah melakukan ekspansi ke perairan Selat Makasar, Laut Cina Selatan dan Natuna. Berdasarkan hasil penelitian, kapal purse seine yang berbasis di Pekalongan umumnya melakukan penangkapan di perairan sekitar Utara Tegal dan Pekalongan, perairan Kepulauan Karimunjawa, perairan sekitar Pulau Bawean, perairan Kep. Masalembo, perairan P. Matasiri, perairan Pulau Kangean, perairan sekitar P. Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, Tambelan (Laut Cina Selatan) dan perairan Lumu-Lumu, Lari-Larian, Kota Baru (Selat Makasar). Pada musim
barat
walaupun
keadaan
cuaca
dan
gelombang
sangat
tidak
menguntungkan, banyak nelayan yang mengarahkan haluannya menuju ke perairan Selat Makasar (54,47%) demikian juga pada
musim peralihan I
terkonsentrasi di Selat Makasar (23,53%). Sementara pada musim timur, para nelayan banyak menangkap ikan sampai perairan Laut Cina Selatan (25,34%). Selanjutnya pada musim peralihan II banyak nelayan menuju ke perairan sekitar Kepulauan Masalima (44,21%) (Gambar 10). Pada umumnya, nelayan pukat cincin (purse seine) di Tegal, Pekalongan dan Juwana telah melakukan penentuan daerah penangkapan berpedoman pada siklus pergerakan ikan pelagis berdasarkan musim dan ukuran ikan. Sesuai dengan sifat umum nahkoda kapal dimana serial pengalaman telah membentuk pengetahuan mengenai fenomena alam (perubahan kondisi lingkungan, ruaya, musim) terhadap daerah penangkapan yang dianggap potensial untuk memberikan peluang mendapatkan hasil tangkapan yang cukup besar pada masa-masa tertentu, demikian pula perubahan komposisi jenis ikan menurut daerah penangkapan (Atmaja dan Nugroho 2003).
60
50
Persentase (%)
40
30
20
10
0
A B
C DE Barat
F G H
A B
C D E
F G H
Peralihan I
A B
C DE
F G H
A B
Timur
C D E
F G H
Peralihan II
Gambar 10 Distribusi kapal purse seine Pekalongan pada musim dan daerah penangkapan, tahun 2002-2007. Keterangan : A : perairan di sekitar utara Tegal dan Pekalongan B : perairan di sekitar Kep. Karimunjawa C : perairan di sekitar Pulau Bawean D : perairan di sekitar Kepulauan Masalembo E : perairan di sekitar Masalima F : perairan di sekitar Selat Makasar G : perairan di sekitar Pulau Kangean H : perairan di sekitar Laut Cina Selatan Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa daerah penangkapan purse seine yang berbasis Pekalongan belum banyak berubah seperti estimasi yang
dikemukakan oleh Nugroho (2004) (Tabel 4 dan Lampiran 3).
Tabel 4 Estimasi posisi geografis daerah penangkapan armada purse seine Pekalongan Wilayah Penangkapan Estimasi Posisi Geografis Utara TegalPekalongan 108o 30' 00" - 110o 00' 00" BT 5o 30' 00"- 6o 30' 00" Kep. Karimunjawa 110o 00' 00" - 112o 00' 00" BT 4o 30' 00"- 6o 00' 00" P. Bawean 112o 00' 00" - 114o 00' 00" BT 4o 30' 00"- 6o 30' 00" P. Masalembo 114o 00' 00" - 115o 30' 00" BT 4o 00' 00"- 6o 00' 00" P. Matasiri 115o 30' 00" - 117o 00' 00" BT 4o 30' 00"- 5o 30' 00" P. Lumu-Lumu 116o 30' 00" - 117o 30' 00" BT 3o 00' 00"- 4o 30' 00" P. Kangean 114o 30' 00" - 116o 30' 00" BT 7o 00' 00"- 5o 30' 00" Sumber : Nugroho (2004)
Kegiatan operasi kapal purse seine yang berbasis di Pekalongan berlangsung sepanjang tahun. Berdasarkan data periode tahun 2002-2007, terlihat bahwa intensitas kegiatan operasi penangkapan pada musim barat (DesemberFebruari) relatif tinggi. Pada tahun 2002 dan 2003 konsentrasi kapal purse seine terpusat di daerah perairan Masalima pada musim peralihan II. Selanjutnya tahun 2004, konsentrasi terpusat di perairan Selat Makasar pada musim barat dan Masalima pada musim peralihan II. Sedangkan pada tahun 2005, konsentrasi berpindah ke daerah perairan Masalembo dan Selat Makasar pada musim barat dan pada musim peralihan I dan musim timur terpusat di perairan Bawean, Masalembo dan Masalima, Selat Makasar dan Laut Cina Selatan, pada musim peralihan II di perairan Masalima, Selat Makasar dan Kangean. Pada tahun 2006, konsentrasi
terpusat di perairan Selat Makasar pada musim barat, perairan
Bawean pada musim timur dan perairan Kangean pada musim peralihan II. Sedangkan tahun 2007, konsentrasi kapal terpusat di perairan Selat Makasar pada musim barat dan peralihan II serta di perairan sekitar Kangean pada musim peralihan II. Peta lokasi daerah penangkapan ikan (fishing ground) kapal purse seine Pekalongan tiap musim dan tiap tahun dapat dilihat pada Gambar 11–
Gambar 35. Sedangkan persentase konsentrasi kapal purse seine Pekalongan menurut daerah penangkapan tiap musim dapat dilihat pada Gambar 36.
4.0°
LCS
2.0°
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
2.0°
S.Karimata
S. Makassar 4.0°
LAUT JAWA Masalembu Karimunjawa Bawean 6.0°
Utara Tegal
Masalima
Kangean
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 11 Lokasi daerah penangkapan ikan (fishing ground) kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007.
MUSIM BARAT Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 12 Sebaran daerah penangkapan pada musim barat tahun 2002. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 13 Sebaran daerah penangkapan pada musim barat tahun 2003. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 14 Sebaran daerah penangkapan pada musim barat tahun 2004.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 15 Sebaran daerah penangkapan pada musim barat tahun 2005. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 16 Sebaran daerah penangkapan pada musim barat tahun 2006.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 17 Sebaran daerah penangkapan pada musim barat tahun 2007.
MUSIM PERALIHAN I Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 18 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan I tahun 2002. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 19 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan I tahun 2003. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 20 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan I tahun 2004.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 21 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan I tahun 2005.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 22 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan I tahun 2006. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 23 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan I tahun 2007.
MUSIM TIMUR Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 24 Sebaran daerah penangkapan pada musim timur tahun 2002. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 25 Sebaran daerah penangkapan pada musim timur tahun 2003. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 26 Sebaran daerah penangkapan pada musim timur tahun 2004.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 27 Sebaran daerah penangkapan pada musim timur tahun 2005.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 28 Sebaran daerah penangkapan pada musim timur tahun 2006. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 29 Sebaran daerah penangkapan pada musim timur tahun 2007.
MUSIM PERALIHAN II Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 30 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan II tahun 2002. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 31 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan II tahun 2003. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 32 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan II tahun 2004.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 33 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan II tahun 2005.
Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 34 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan II tahun 2006. Jumlah Kapal/Tahun 4.0°
1 to 25 25 to 50 2.0°
50 to 100 100 to 200
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
200 to 300
2.0°
4.0°
LAUT JAWA 6.0°
P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Bujur Timur
Gambar 35 Sebaran daerah penangkapan pada musim peralihan II tahun 2007.
Musim barat 80
Persentase (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2006
2007
2006
2007
Musim peralihan I 100
Persentase (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2002
2003
2004
2005
Musim timur 120
Persentase (%)
100 80 60 40 20 0 2002
2003
2004
2005
Musim peralihan II
Persentase (%)
60 50 40 30 20 10 0 2002 Ut. Tegal
Karimunjaw a
2003 Baw ean
2004 Masalembu
2005 Masalima
2006 Mks
2007 Kangean
LCS
Gambar 36 Persentase konsentrasi kapal purse seine Pekalongan menurut daerah penangkapan pada musim barat, peralihan I, timur dan peralihan II.
4.1.2.6 Komposisi hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan
Laut Jawa memiliki komoditas sumber daya ikan pelagis kecil yang potensial. Enam dari 16 jenis ikan yang tertangkap merupakan hasil utama tangkapan purse seine (BRPL 2004). Jenis yang paling dominan adalah ikan layang (52%), yang terdiri atas 2 spesies yaitu ikan layang pipih (Decapterus ruselli) dan ikan layang bulat (D. macrosoma). Menyusul ikan siro (Amblygaster sirm), ikan bentong (Selar crumenophthalmus), ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) dan tembang/jui (Sardinella spp.). Jenis ikan tongkol (Auxis thazard –
pelagis besar) 5 %; dan jenis-jenis ikan lain 6% (Gambar 37).
Tongkol Tenggiri Teros 0% 2% 5% Jui 4%
Ayam2 an Lain-lain Banyar 4% 6% 7%
Siro 12%
Bentong 8%
Bawal 0% Layang 52%
Gambar 37 Komposisi hasil tangkapan purse seine Pekalongan tahun 2002 – 2007. Selanjutnya komposisi hasil tangkapan purse seine Pekalongan antar tahun dapat dilihat pada Gambar 38. Dari gambar tersebut nampak bahwa setiap tahun ikan layang selalu mendominasi hasil tangkapan purse seine Pekalongan. Sementara itu, hasil tangkapan purse seine terbesar terjadi pada tahun 2004 yang mana pada tahun tersebut konsentrasi kapal purse seine terpusat di perairan Selat Makasar pada musim barat dan Masalima pada musim peralihan II. Sedangkan hasil tangkapan terkecil terjadi pada tahun 2002, konsentrasi kapal purse seine terpusat di perairan Masalima.
Hasil Tangkapan (Ton)
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
2002 Lain-lain Jui
2003
Banyar Tongkol
2004
Bentong Tenggiri
2005 Bawal Teros
2006
2007
Layang Ayam2 an
Siro
Gambar 38 Komposisi hasil tangkapan purse seine Pekalongan antar tahun (2002-2007) Komposisi hasil tangkapan purse seine menurut daerah penangkapan (fishing ground) berbeda-beda. Dari Gambar 39 nampak bahwa hasil tangkapan ikan layang selalu mendominasi di tiap daerah penangkapan. Di perairan Selat Makasar, selain ikan layang, hasil tangkapan lainnya yang dominan adalah ikan siro, bentong dan banyar. Adanya fluktuasi hasil tangkapan ini dimungkinkan sehubungan dengan adanya perubahan musim. Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu untuk melakukan ruaya, misalnya layang (Decapterus spp) dan banyar (Rastrelliger kanagurta) yang beruaya mengikuti perubahan salinitas sehingga ikan tersebut selalu beruaya musiman.
40000 35000 30000 25000 20000
Banyar Tongkol
Bentong Tenggiri
Bawal Campur
Layang Teros
LCS
Kangean
Makasar
Masalima
Masalembo
Bawean
5000 0
Karimunjawa
15000 10000
Utara Tegal
Hasil tangkapan (ton)
50000 45000
Siro Ayam2 an
Gambar 39 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan daerah penangkapan (fishing ground).
Berdasarkan ukuran kapal (gross tonnage, GT), jumlah hasil tangkapan purse seine yang terbesar pada kelompok kapal berukuran 71-100 GT (95.564,11
ton) dan hasil tangkapan terendah pada kelompok kapal ukuran >30 GT (1828,40 ton) (Gambar 40). Hal ini menunjukkan bahwa kapal purse seine berukuran 71– 100 GT lebih banyak melakukan operasi penangkapan dibandingkan dengan ukuran kapal lainnya, sehingga hasil tangkapan yang diperoleh pun juga lebih
Hasil tangkapan (ton)
banyak. 100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
Banyar Tongkol
31-50
51-70
71-100
101-130
Bentong Tenggiri
Bawal Campur
Layang Teros
Siro Ayam2 an
>130 GT Jui
Gambar 40 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan gross tonnage (GT) kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007. 4.1.3 Musim penangkapan ikan
Daerah penangkapan ikan purse seine Pekalongan berubah baik secara spasial maupun temporal. Perubahan daerah penangkapan ikan secara spasial didasarkan atas perubahan lokasi penangkapan ikan yang potensial terhadap suatu jenis ikan target penangkapan. Sedangkan perubahan daerah penangkapan ikan secara temporal didasarkan pada bulan-bulan dimana banyak tertangkap ikan-ikan target penangkapan. Faktor utama yang mempengaruhi berubahnya daerah penangkapan ikan baik secara spasial maupun temporal adalah ruaya ikan (baik untuk
kepentingan
makan,
pembesaran,
proses
reproduksi,
lingkungan perairan dan lain-lain) serta kondisi lingkungan perairan.
berubahnya
4.1.3.1 Ikan layang (Decapterus spp.)
Musim penangkapan ikan yang didasarkan pada nilai Indek musim penangkapan ikan (IMP) menunjukkan bahwa musim ikan layang terjadi sekitar pada bulan Mei sampai dengan September dan November sampai Desember dimana nilai IMP-nya berkisar diatas 100 % (Gambar 41). Indek musim penangkapan tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 162,68 %. Sedangkan indek musim penangkapan ikan terendah terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 45,92%. Meskipun pada bulan November dan Desember nilai indeknya sudah diatas 100%, namun pada bulan Oktober nilai indeknya turun lagi
Indeks Musim
dibawah 100%, selanjutnya nilai indek pada bulan Mei sudah diatas 100%. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Indek musim normal Des
Feb
Apr
Jun
Agt
Okt
Bulan
Gambar 41 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan layang (Decapterus spp.) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007. 4.1.3.2 Ikan siro (Amblygaster sirm)
Hasil perhitungan IMP menunjukkan bahwa antara bulan Desember – Maret dan November mempunyai nilai IMP diatas 100%. Sedangkan antara bulan April - Oktober nilai IMP-nya dibawah 100% (Gambar 42). Bulan Desember Maret merupakan musim penangkapan ikan siro yang baik di Laut Jawa dan sekitarnya. Sedangkan bulan April – Oktober adalah bulan yang kurang baik bagi penangkapan ikan siro.
Puncak musim penangkapan ikan siro berdasarkan
perhitungan nilai IMP terjadi pada bulan Desember (288,74%). Bulan September merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan siro.
Indeks Musim
350 300
Indek musim
250
normal
200 150 100 50 0 Des
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Bulan
Gambar 42 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan siro (Amblygaster sirm) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007. 4.1.3.3 Ikan selar bentong (Selar crumenophthalmus)
Hasil perhitungan IMP menunjukkan bahwa antara bulan Maret - Juni dan bulan Desember mempunyai nilai IMP diatas 100. Sedangkan antara bulan Juli Oktober nilai IMP-nya dibawah 100 (Gambar 43). Bulan Maret - Juni dan bulan Desember
merupakan
musim
penangkapan
ikan
selar
bentong
(Selar
crumenophthalmus) yang baik di Laut Jawa dan sekitarnya. Sedangkan bulan Juli
– Oktober adalah bulan yang kurang baik bagi penangkapan ikan selar bentong. Puncak musim penangkapan ikan selar bentong berdasarkan perhitungan nilai IMP terjadi pada bulan Desember (133,63%). Bulan Oktober merupakan musim
Indeks Musim
paceklik bagi penangkapan ikan selar bentong. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Indek musim normal Des
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Bulan
Gambar 43 Nilai indek musim penangkapan (IMP) selar bentong (Selar crumenophthalmus) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007.
4.1.3.4 Ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta)
Hasil perhitungan IMP menunjukkan bahwa antara bulan Juli - Oktober mempunyai nilai IMP diatas 100%. Sedangkan antara bulan Januari- Mei nilai IMP-nya dibawah 100% (Gambar 44). Bulan Juli-Oktober merupakan musim penangkapan ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) yang baik di Laut Jawa dan sekitarnya. Sedangkan bulan Januari–Mei adalah bulan yang kurang baik bagi penangkapan ikan kembung banyar. Puncak musim penangkapan ikan kembung banyar berdasarkan perhitungan nilai IMP terjadi pada bulan September (146,97%). Bulan Mei merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan
Indek Musim
kembung banyar. 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Indek musim normal Des
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Bulan
Gambar 44 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007. 4.1.3.5 Ikan tembang/juwi (Sardinella spp.)
Hasil perhitungan IMP menunjukkan bahwa antara bulan Juni-Juli dan September-November mempunyai nilai IMP diatas 100%. Sedangkan antara bulan Desember-Mei, bulan Agustus nilai IMP-nya dibawah 100% (Gambar 45). Bulan Juni-Juli dan September-November merupakan musim penangkapan ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) yang baik di Laut Jawa dan sekitarnya. Sedangkan bulan Desember–Mei dan bulan Agustus adalah bulan yang kurang baik bagi penangkapan ikan tembang/juwi. Puncak musim penangkapan ikan tembang/juwi berdasarkan perhitungan nilai IMP terjadi pada bulan Juni (156,77%). Bulan Maret merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan tembang / juwi.
Indeks Musim
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Indek musim normal Des
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Bulan
Gambar 45 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) hasil tangkapan kapal purse seine Pekalongan tahun 2002-2007. 4.2
Pembahasan
Hasil tangkapan purse seine Pekalongan selama periode 2002-2007 berfluktuasi baik bulanan maupun tahunan. Perubahan hasil tangkapan bulanan, diduga disebabkan oleh peningkatan jumlah upaya penangkapan dan perubahan pola musim. Peningkatan dan penurunan hasil tangkapan berkorelasi dengan peningkatan dan penurunan jumlah upaya penangkapan (Gambar 46). Peningkatan hasil tangkapan selama bulan Juli-Oktober yang diikuti oleh peningkatan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi dan penurunan hasil tangkapan dari bulan Oktober–Maret disebabkan yang diikuti oleh adanya penurunan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi membuktikan fenomena tersebut. Respon nelayan purse seine terhadap kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dengan cara menurunkan jumlah upaya penangkapan ikan dan memperbanyak hari operasi di laut, diduga telah menyebakan penurunan jumlah upaya penangkapan. Strategi ini dimaksudkan untuk menghemat biaya transportasi dari dan ke daerah penangkapan (fishing ground), karena biaya operasi penangkapan purse seine sebagian besar berupa bahan bakar (solar) mencapai sekitar 45%nya dari total biaya operasional. Perubahan pola penangkaan ini juga telah mengakibatkan perubahan hasil tangkapan yang didaratkan.
60000
2000
Hasil tangkapan (ton)
1600 1400
40000
1200 30000
1000 800
20000
600
10000
Jumlah upaya (unit kapal)
1800 50000
400
Hasil tangkapan
200
Upaya
0
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 46 Perkembangan hasil tangkapan dan jumlah upaya (kapal purse seine Pekalongan) tahun 2002-2007. Sedangkan perubahan hasil tangkapan tahunan diduga disebabkan oleh perubahan kelimpahan sumberdaya ikan yang ada di laut. Seperti terlihat di Gambar 46 hasil tangkapan tertinggi dicapai pada tahun 2004, hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi. Apabila kita lihat daerah penangkapannya (fishing ground) pada tahun tersebut kapal purse seine Pekalongan banyak terkonsentrasi di sekitar perairan Selat Makasar
dan pada musim peralihan II terkonsentrasi di sekitar perairan Masalima. Sebaliknya penurunan hasil tangkapan disebabkan adanya penurunan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi. Disamping itu juga disebabkan oleh berubahnya komposisi hasil tangkapan.
Sesuai dengan pendapat Atmaja et
al.(1986) yang menyatakan bahwa ikan layang mendominasi hasil tangkapan purse seine di Laut Jawa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun
komposisi hasil tangkapan antar tahun berubah, ikan layang masih mendominasi hasil tangkapan antar tahun. Kelimpahan ikan menjadi kunci terhadap kegiatan penangkapan ikan. Bila dalam operasi penangkapan hasil tangkapan yang diperoleh kurang memadai, maka nelayan tidak akan melaut untuk beberapa waktu sampai datang musim ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditunjukkan bahwa kelimpahan ikan (CPUE) ikan tahunan tertinggi dicapai pada tahun 2003 (Gambar 47), sedangkan jumlah upaya dan hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2004 (Gambar 46).
Apabila kita lihat nilai CPUE bulanan, nilai CPUE tertinggi dicapai pada bulan Agustus (36,34 ton/unit). Tingginya nilai kelimpahan (CPUE) tersebut akan mendorong nelayan untuk melaut, sehingga pada bulan tersebut merupakan
60000
35
50000
30 25
40000
20 30000 15 20000
10 Hasil tangkapan CPUE
10000
CPUE (ton/unit kapal)
Hasil tangkapan (ton)
puncak musim penangkapan ikan di Laut Jawa dan sekitarnya.
5
0
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 47 Perkembangan hasil tangkapan purse seine dengan CPUE ikan yang tertangkap di Laut Jawa tahun 2002-2007. Berubahnya hasil tangkapan ikan, telah mendorong untuk berkembangnya daerah penangkapan ikan. Hal ini tidak hanya dari semakin bertambah luasnya daerah penangkapan yang diikuti pula dengan perjalanan mencari gerombolan ikan, tetapi juga menambah jumlah hari operasi penangkapan. Sesuai dengan pendapat Atmaja et al.(1986), lama operasi kapal purse seine di laut mengalami perubahan dari rata-rata 4,2 hari pada tahun 1976 menjadi rata-rata 11,2 hari pada tahun 1984, atau terjadi kenaikan sebesar 167%. Bahkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kapal purse seine Pekalongan mempunyai lama operasi di laut rata-rata 73 hari per trip. Selain dari sisi area dan strategi penangkapan, juga terjadi perluasan waktu operasi penangkapan ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, pada musim barat (walaupun keadaan cuaca dan gelombang sangat tidak menguntungkan) dan musim peralihan I banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan dan mengarahkan haluannya menuju ke perairan Selat Makasar. Hal ini menurut Sadhotomo (1998) diduga karena secara umum ikan besar cenderung berasosiasi
dengan sub area Matasiri dan Selat Makasar (Lumu-lumu) pada periode akhir musim timur (November–Desember) dan awal musim barat (Januari- Maret). Sementara pada musim timur, para nelayan banyak menangkap ikan sampai perairan Laut Cina Selatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sadhotomo (1995), yang menyatakan bahwa setiap tahun selama musim peralihan I sampai dengan musim timur (bulan Maret sampai dengan Juli) sejumlah kapal purse seine ukuran besar dari Pekalongan melakukan penangkapan ikan pelagis
kecil di Laut Cina Selatan. Selanjutnya pada musim peralihan II banyak nelayan menuju ke perairan sekitar Kepulauan Masalima. Fakta lain dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengoperasian kapal purse seine di Laut Jawa tidak lagi ditentukan oleh musim penangkapan, hal ini didasarkan pada fakta masih beroperasinya kapal-kapal purse seine di tiap daerah penangkapan (fishing ground) pada setiap musim.
Selanjutnya, berdasarkan nilai indek musim penangkapan (IMP), dapat diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan berbeda-beda. Puncak musim penangkaan layang (Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus (musim timur). Musim penangkapan ikan siro (Amblygaster sirm) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) terjadi pada bulan Desember (musim barat), sedangkan
musim penangkapan ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) pada bulan September (musim peralihan II) dan ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) pada bulan Juni (musim timur). Perubahan musim penangkapan ikan tersebut telah mendorong terhadap berubahnya daerah penangkapan ikan. Saat musim barat dimana banyak kapal terkonsentrasi di perairan Selat Makasar (Gambar 10) terjadi puncak musim ikan siro dan bentong. Pada musim timur, dimana kapal purse seine Pekalongan banyak beroperasi di sekitar perairan Laut Cina Selatan,
Masalima, Selat Makasar dan Bawean terjadi musim ikan layang dan tembang/juwi. Perubahan musim penangkapan ikan tersebut, diduga berkaitan dengan sistem musim di Laut Jawa. Wyrtki (1961) menyatakan bahwa pada musim timur di sekitar Laut Banda dan Selat Makasar terjadi up-welling sehingga daerah sekitarnya menjadi subur. Kesuburan perairan tersebut terbawa arus ke Laut Jawa mengakibatkan Laut Jawa selama dan sesudah musim timur menjadi subur.
Sedangkan pada musim peralihan II banyak kapal purse seine terkonsentrasi di sekitar perairan Masalima dan terjadi puncak musim ikan kembung banyar. Pada musim timur (Juni-Agustus) arus permukaan di Laut Jawa menuju ke arah barat dan massa air tersebut membawa salinitas yang berkadar tinggi (32%o33,75%o). Massa air bersalinitas tinggi yang berasal dari Laut Flores tersebut memasuki Laut Jawa, dengan membawa ikan layang yang bersifat stenohaline. Pada tahap awal, ikan layang dari Laut Flores yang masih kecil mengikuti arus sampai Pulau Bawean, sehingga pada bulan Juni-September ikan layang dewasa banyak tertangkap di Laut Jawa (Hardenberg 1937, diacu dalam Wiyono 2001). Apabila kita lihat dari nilai indek musim penangkapan ikan layang bulan Juni (103,57%) dan nilai CPUE triwulannya (17,69 ton/unit) maka pada bulan Juni khususnya dan musim timur umumnya secara relatif cukup baik untuk penangkapan ikan layang. Kelayakan penangkapan itu juga didukung dengan adanya pola musim yang memungkinkan ikan layang hidup dan berkembang di Laut Jawa dan sekitarnya, sehingga hasil tangkapan ikan layang menguntungkan. Setelah berakhirnya musim timur, datang musim peralihan II (dari musim timur ke musim barat) pada bulan September-November. Arus permukaan di Laut Jawa pada musim ini tidak menentu, sedangkan salinitas rata-ratanya masih tinggi (34%o). Diduga pengaruh musim timur masih nyata pada awal musim peralihan ini sehingga hasil tangkapan ikan masih sangat tinggi. Keberhasilan hasil tangkapan ikan layang sampai akhir musim peralihan ini karena nutrien yang disuplai dari Laut Banda dan Selat Makasar telah menyuburkan Laut Jawa dan menjadikan plankton yang merupakan makanan pokok ikan layang hidup dengan subur. Apabila dilihat dari perubahan salinitas yang tidak begitu jauh, diduga ikan layang masih mampu mempertahankan aktivitas dan metabolismenya sehingga tidak perlu mengadakan ruaya ke tempat lain. Diduga hal inilah yang menyebabkan banyak kapal purse seine Pekalongan beroperasi di sekitar perairan Masalima pada musim peralihan II (Gambar 10). Nilai CPUE bulanan terendah dicapai pada bulan Februari-Maret (Gambar 9) atau tepatnya pada akhir musim barat dan awal musim peralihan I. Fenomena ini membawa dampak pada sedikitnya armada purse seine yang beroperasi di Laut Jawa, yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai IMP pada bulan-bulan tersebut.
Waktu luang tersebut dimanfaatkan oleh nelayan untuk memperbaiki kapal maupun jaringnya. Bulan Februari merupakan akhir dari musim barat, dan bulan Maret-April adalah musim peralihan dari musim barat menuju musim timur. Asikin (1971) menyatakan bahwa sebelum musim barat tiba terjadi perubahan pola arus di Laut Jawa, yang membawa dampak menurunnya kadar salinitas Laut Jawa dan pada akhirnya mempersempit daerah penyebaran ikan layang, sehingga kelimpahan ikan layang menjadi turun. Lebih lanjut dikatakan bahwa pada bulan FebruariMaret di Laut Jawa kosong akan ikan layang, karena salinitas permukaan turun oleh desakan air yang berasal dari arah barat yang membawa kadar salinitas rendah. Pada musim barat di Laut Jawa bagian barat berlangsung musim hujan sehingga desakan massa air dari sungai di Sumatera dan air hujan mengakibatkan rendahnya salinitas di perairan tersebut. Diduga hal inilah yang menyebabkan banyak kapal purse seine Pekalongan yang beroperasi di Selat Makasar pada musim barat (Gambar 10). Pada akhir musim barat sampai musim peralihan I, arah arus tidak menentu dan salinitas permukaan semakin rendah yaitu sekitar 31,25- 32 %o. Ikan layang mulai meninggalkan Laut Jawa dan mencari tempat lain yang kondisi lingkungannya sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Sebagai konsekuensinya, hasil tangkapan ikan layang pada akhir musim barat sampai musim peralihan I rendah.
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1) Perikanan purse seine Pekalongan sangat dinamis, dimana hasil tangkapan, jumlah upaya penangkapan ikan dan CPUE selama 6 tahun (2002-2007) mengalami perubahan. 2) Daerah penangkapan ikan kapal purse seine Pekalongan berubah baik secara musiman maupun tahunan. 3) Berdasarkan nilai indek musim penangkapan (IMP), puncak musim penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus, ikan siro (Amblygaster sirm) dan selar bentong (Selar crumenophthalmus) pada bulan Desember, ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) pada bulan September dan ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) pada bulan Juni.
5.2 Saran
Dengan adanya pergeseran dan dinamika daerah penangkapan (fishing ground) maka pengaturan atau manajemen penambahan alat tangkap sebaiknya
didasarkan pada daerah penangkapan dan musim penangkapan ikan. Manajemen perikanan tidak didasarkan pada periode waktu tahunan, tetapi berbasis pada periode musiman.
DAFTAR PUSTAKA Asikin D. 1971. Sinopsis Biologi Ikan Layang (Decapterus spp.). Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta : 3-27. Atmadja SB dan Sadhotomo B. 1985. Aspek Operasional Pukat Cincin Di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. (32) : 65-72. Atmadja SB, Suwarso dan Nurhakim S. 1986. Hasil tangkapan Pukat Cincin Menurut Musim dan Daerah Penangkapan Di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. (36) : 57 -65. Atmadja SB dan Nugroho D. 2003. Pendugaan Hasil Tangkapan Lestari ikan Pelagis Di Laut Jawa dan Sekitarnya : Setelah Penggunaan Lampu Sorot Sebagai Taktik Penangkapan Pukat Cincin. Di dalam: Indrajaya, Deddy Setiapermana, Lukman, editor. Prosiding Hasil-hasil Riset. Jakarta, 4-5 Feb 2003. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. halaman 31-38. Atmadja SB.2006. Dinamika perikanan purse seine di Laut Jawa dan sekitarnya. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Baskoro MS. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Pengajaran Kuliah Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 54 halaman. Baskoro M, Ronny I. Wahyu, Arief Effendi. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 22 halaman. Burhanuddin. 1983. Evaluasi tentang Potensi dan Usaha Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layang. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional–Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 56 halaman. Brandt A Von. 1984. Fish Catching Methods of The World. 3rd Edition. Warwickshire:Avon Litho Ltd.,Stratford-Upon-avon. 418 pp. [BRPL] Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Musim Penangkapan Ikan di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 116 halaman. Charles AT. 2001. Sustainable Fishery System. London:Blakcwell Science Ltd., 370 pp Dajan A. 1983. Pengantar Metode Statistika Jilid I. LP3ES. Jakarta. 424 halaman.
[Ditjen] Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Dasar Purse Seine dan Lampara Dasar. Departemen Pertanian. Jakarta. 24 halaman. [Ditjen] Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut. Bagian I: Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting. Departemen Pertanian . Jakarta. 170 halaman. Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. halaman 43. Fischer W., P.J. Whitehead (eds).1974. FAO Species Identification Sheets for Fishery Purposes. Eastern Indian Ocean and Western Central Pasific. FAO-UN. Rome. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.149 halaman. Hela I , T Laevastu.1961. Fisheries Hydrography. Fishing News (Books) Ltd. London. 137p. Hela I , T Laevastu. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News (Books) Ltd. London. 223p. Hilborn R, Walters C.J. 1992. Quantitative Fisheries Stock Assessment: Choice, Dynamics and Uncertainty. New York: Chapman and Hall, 570 pp.. Laevastu, Hayes. 1981. Fisheries Oceanology and Ecology Fishery News Books. Ltd Farham Surrey England. 197p. Nontji A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.368 halaman. Nugroho D. 2004. Kajian stok ikan pelagis Laut Jawa berdasarkan deteksi akustik kelautan. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nybakken. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa H.M. Eidman, Koesbiono, D.G.Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta. 459 halaman. Nurhakim S, Boely T and Potier M. 1987. Study on Big Purse Seiners Fishery in The Java Sea (I. The main pelagic species caught). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. BPPL. Jakarta. (39):1 - 9 [PPN Pekalongan] Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. 2008. Statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Tahun 2007. Satuan Pengawas Perikanan PPN Pekalongan - Direktorat Jenderal Perikanan. Pekalongan.
Potier, M, B. Sadhotomo. 1995. Exploitation of the Large and Medium Seiners Fisheries. In : Potier and Nurhakim (Eds).: Biology, Dinamic and Exploitation (BIODYNEX). AARD/ORSTOM. P. 195 – 214. Potier M, Petitgas P, Petit D. 1997. Interaction between fish and fishing vessels in the Javanese purse seine Fishery. Aquat. Living Resour. 10, 149 – 156. Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. 508 halaman. Sadhotomo B, Nurhakim S, Atmaja SB. 1986. Perkembangan komposisi hasil tangkapan dan laju tangkap pukat cincin di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. BPPL. Jakarta (35) : 101 – 109. Sadhotomo B. 1998. Bioècologie des principales espèces pèlagiques exploitèes en mer de Java. Phd Thesis. Universitè de Monpellier II. Salas, S, D.Gaertner. 2004. The behavioral dynamics of fishes:management implications. Fish Fish., 5, 153-167. Sparre, Venema. 1999. Introduction to tropical fish stock assessment. Part 1 . Manual. FAO Fisheries Technical Paper No. 306/1.Rev.2.438p Subani W, HR. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan dan Udang Laut di Indonesia (Fishing Gears for Marine Fish and Shrimp in Indonesia) No. 50. Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 248 halaman. Ulrich C, Andersen B.Solgaard. 2004. Dynamics of fisheries, and the flexibility of vessel activity in Denmark between 1989 and 2001. ICES Journal of Marine Science, 61 : 308 – 322. Widodo. 1988. Population Dynamics and Management of “Ikan Layang”, Scad mackerel, Decapterus spp. (Pisces Carangidae) in the Java Sea. [dissertation]. University of Washington, Seattle. Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 252 halaman. Wiyono ES.1993. Studi tentang pengaruh pola musim dan perubahan teknologi penangkapan ikan terhadap hasil tangkapan ikan layang (Decapterus spp.) di perairan Laut Jawa. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Wiyono ES. 2001. Optimasi manajemen perikanan skala kecil di Teluk Pelabuhan Ratu. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wiyono ES. 2006. Dynamics of fishing gear allocation by fishermen in small scale coastal fisheries of Pelabuhanratu Bay, Indonesia. Fisheries Management and Ecology. Volume 13. Issue 3 : 185-195. Wiyono ES. 2007. Dinamika harian hasil tangkapan rajungan (Portunus pelagicus) kaitannya dengan fase bulan di perairan Bondet, Cirebon. Buletin Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Volume XVI. No. 1, halaman 137-145. Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of the South east Asian Waters. Naga Report 2, 1 – 145.
LAMPIRAN
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil tangkapan utama perikanan purse seine Pekalongan
(Sumber : Fishbase, 2009)
Layang pipih (Decapterus ruselli)
(Sumber : Fishbase, 2009)
Layang bulat (Decapterus macrosoma)
(Sumber : Fishbase, 2009)
Banyar (Rastrelliger kanagurta)
(Sumber : Fishbase, 2009)
Bentong (Selar crumenophthalmus )
(Sumber : Fishbase, 2009)
Siro (Amblygaster sirm)
(Sumber : Fishbase, 2009)
Tembang (Sardinella spp.)
Lampiran 2 Lokasi penelitian 0°
-1°
P. KALIMANTAN -2°
200 m
-3°
LINTANG
-4°
LAUT JAWA
-5°
-6°
-7°
PEKALONGAN
-8°
-9°
-10° 106°
107°
108°
109°
110°
111°
BUJUR
Keterangan : Pekalongan : Lokasi Penelitian
112°
113°
114°
115°
116°
Lampiran 3 Estimasi posisi geografis daerah penangkapan armada purse seine Pekalongan
4.0°
2.0°
P. KALIMANTAN
Lintang
0.0°
2.0°
6
4.0°
LAUT JAWA
2 1
6.0°
5
4
3
7 P. JAWA 8.0° 106.0°
108.0°
110.0°
112.0°
114.0°
Bujur Timur
Keterangan : 1 2 3 4 5 6 7
Perairan Utara Tegal - Pekalongan Perairan Kep. Karimunjawa Perairan P. Bawean Perairan P. Masalembo Perairan P. Matasiri Perairan P. Lumu-Lumu Perairan P. Kangean
116.0°
118.0°
120.0°
122.0°
Lampiran 4 Foto contoh kapal purse seine Pekalongan dan anak buah kapal (ABK) sedang memperbaiki jaring