DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS KAWASAN COYUDAN SURAKARTA TAHUN 1930-1996 Novita Wisma Saputri C0508038
Abstract At the beginning ethnic Chinese who came to the Surakarta is to foster a mutually beneficial relationship. After they lived at Surakarta from generation to generation and interacted with the community in Surakarta, established relationships with the community surrounding environment. In 1930, Coyudan is the only gold trading center in the city of Solo with a long building complex. Gold trading by ethnic Chinese in Coyudan, majority is a legacy handed down from previous generations. Since 1980 the sales value in the gold trade in the gold shops in particular the use value of U.S. $ Coyudan. If the dollar rises, gold prices will soar too high and vice versa. The success of ethnic Chinese business in the gold trade in Coyudan since in 1930-1996 gives an overview on the development of their culture. The success of overseas Chinese businesses are often associated with cultural values of Confucian teachings and personal role in running the company. In 1960 and 1980 chinese community in Coyudan found ethnic Chinese and natives who has assimilated through intermarriage and acculturation from the past. This research used historical methode. Key words : Chinese, Business, Intermarriage
77
Pendahuluan Aktivitas perdagangan di Surakarta telah dibangun sejak lama tepatnya sejak kerajaan Majapahit. Sistem ekonomi liberal yang dimulai tepat setelah diumumkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 oleh pemerintah Hindia Belanda telah mendorong pula pertumbuhan industri dan perusahaan di berbagai wilayah. Di Surakarta iklim liberalisme ekonomi ternyata dapat dimanfaatkan dengan baik terutama oleh penguasa Istana Mangkunegaran. Hal ini berkaitan dengan Mangkunegaran IV yang mampu mengembangkan beberapa pabrik dan perusahaan perkebunan.1 Penerapan Sistem Ekonomi Liberal oleh Pemerintah Belanda di Surakarta telah berkembang tidak hanya perusahaan perkebunan dan pabrik-pabrik, tetapi juga perdagangan emas. Perdagangan emas di Surakarta sudah ada sejak tahun 1930 ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia. Dapat dikatakan yang cukup berkuasa dalam perdagangan emas adalah orang-orang Cina. Tahun 1930 etnis Cina di Indonesia secara ekonomis kuat termasuk di wilayah Surakarta, walaupun sangat berlebihan untuk mengatakan mereka menguasai ekonomi negara. Status orang Cina yang kuat dalam bidang ekonomi dapat dijelaskan dari sudut perkembangan sejarah dan kebijakan kolonial Belanda. Etnis Cina secara khusus kuat dalam bisnis dan berbagai sektor finansial disamping dalam perdagangan distribusi negara. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan politik, pemerintah mempribumikan segalanya dalam sektor ekonomi dengan tujuan membantu pengusaha pribumi. Sistem Banteng yang tersohor pada tahun 1950-an dan larangan perdagangan eceran tahun 1959 merupakan contoh mencolok tentang upaya pemribumian tersebut. Di Surakarta mayoritas orang-orang Cina banyak memainkan peranan ekonomi yang sangat penting dalam berbagai bidang seperti industri batik, pemborong candu, pengelola rumah candu, serta banyak diantara mereka yang bekerja di Pabrik Gula. Termasuk dalam perdagangan emas di wilayah Coyudan. Mereka
memiliki
kemampuan
yang
cukup
handal
dalam
memainkan
perekonomian di Surakarta. Hampir di seluruh wilayah kampung Coyudan penuh 1
Manfeld : t.t, 54: Verslag van het Suiker Ondernemingen Tasikmadoe. 78
ditempati oleh orang Cina untuk melakukan aktivitas ekonomi dalam perdagangan emas baik emas muda, berlian, emas tua, mutiara bahkan permata. Sejak munculnya toko emas di Coyudan sekitar tahun 1930 ada beberapa toko emas yang berdomisili cukup lama sampai sekarang sejak perdagangan emas di Surakarta di mulai, antara lain toko emas Gajah, toko emas Doro, dan toko emas Menjangan.2 Proses perdagangan emas yang dilakukan oleh para pemilik toko emas tersebut adalah turun temurun dari orang tua terdahulu yang kemudian diteruskan oleh generasi penerus sampai saat ini. Pada tahun 1985-1995 merupakan masa keemasan bisnis etnis Cina di Indonesia, termasuk di wilayah Coyudan yang mayoritas berdagang emas dan perak. Pada tahun 1985-1995 banyak masyarakat kota Surakarta yang membeli dan menjual emas mereka untuk asset berharga di toko-toko emas milik orang Cina tersebut.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan satu sama lain, tahap yang pertama adalah heuristik, yaitu suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah.3 Tahap kedua adalah kritik sumber, yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern. Kritik atau verifikasi yang dilakukan dalam penelitian dini adalah deskripsi analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Tahap ketiga adalah tahap interpretasi, yaitu penafsiran keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-fakta yang diperoleh. Proses ini memegang peranan penting bagi terjadinya fakta-fakta sejarah.
2
Wawancara dengan Andy Ong (pemilik toko emas Gajah) pada 20 Desember 2011 3 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 58. 79
Tahap terakhir adalah historiografi yang merupakan hasil dari penelitian. Data-data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya adalah fakta-fakta yang akan diuraikan dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.4
Pembahasan Orang Cina datang beremigrasi ke Indonesia, khususnya di Surakarta, datang merantau dengan tujuan untuk mencari nasib peruntungan yang baik. Hal ini dilakukan orang Cina karena didorong oleh keadaan aspek ekonomi, terutama oleh karena kehidupan yang serba seret akibat dari padatnya penduduk di negeri Cina sehingga sedikit memberikan kemungkinan bagi usaha mata pencahariannya. Adanya etnis Cina yang datang ke Surakarta sejak awalnya adalah untuk membina hubungan yang saling menguntungkan. Semula kedatangan etnis Cina ke Surakarta khususnya dan ke Nusantara lainnya hanya bersifat individu dan tidak terkoordinasi. Akan tetapi setelah kedatangan Belanda, etnis Cina didatangkan secara terorganisir untuk mendukung pemerintah Kolonialis. Demikian
halnya
di
Negara
Tiongkok
terjadi
kemiskinan,
kelaparan,
ketidakamanan, dan kekacauan politik sehingga banyak etnis Cina yang memilih hijrah ke Asia Tenggara, dan salah satu tujuannya adalah kota Surakarta. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, etnis Cina didatangkan dari daratan Tiongkok dikoordinir oleh seorang Kapten Cina. Setelah mereka hidup di Surakarta dari generasi ke generasi dan berinteraksi dengan masyarakat Surakarta, terjalin hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya. Interaksi dengan masyarakat lingkungan tempat mereka tinggal terjadi dengan sendirinya melalui pola pemukiman, pola pendidikan, bisnis atau dagang, kegiatan sosial maupun kontrak kerja antara karyawan dan pimpinan. Masyarakat Cina sebagian di Surakarta terkonsentrasi di Balong dan Coyudan.5
4
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Indayu, 1978), hlm. 36. 5 Coppel, Charles A, Tionghoa Indonesia dalam Krisis (Jakarta: Sinar Harapan, 1994), hlm. 27-28. 80
Di wilayah Coyudan ada sekitar 10 toko emas yang menjual berbagai perhiasan emas, perak, berlian bahkan permata. Toko emas tersebut antara lain: toko emas Menjangan, Anoman, Gajah, Semar, Doro, Rajawali, Kunci, Macan, dan Kumala.6 Mayoritas pemilik toko emas tersebut adalah etnis Cina yang sejak tahun 1930an menetap dan mulai berbisnis emas diwilayah ini, contohnya: toko emas Gajah berdiri tahun 1934 ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia, khususnya di kota Surakarta. Toko emas Gajah pada awalnya dimiliki oleh seorang pedagang emas Cina yang bernama Ian Kiem Tjiang. Pada mulanya toko ini hanya sekedar tempat untuk pengrajin emas, saat itu di Indonesia sudah terjadi jual beli emas, Ian Kiem Tjiang sebagai salah satu pemilik toko emas Gajah tahun 1930-an adalah seorang pengrajin emas yang memiliki bakat untuk membuat emas. Bakat yang Iam miliki diperoleh dari orang tuanya ketika masih remaja. Sejak tahun 1934 Kiem menjalankan usaha perdagangan emas di Coyudan Surakarta bersama keluarganya hingga saat ini. Saat itu hanya ada beberapa pengrajin emas di wilayah Coyudan, tetapi semakin lama bisnis perdagangan emas yang dijalankan oleh Ian Kiem Tjiang semakin meluas dan semakin banyak para pedagangan emas lainnya yang juga berjualan emas. Mayoritas pedagang emas di Coyudan ini adalah orang-orang keturunan Cina, usaha ini dilakukan secara turun temurun sampai sekarang ini. Kiem menjalankan usaha berbisnis emas ini dengan modal dan keterampilan dia yang cukup menonjol dalam bidang pembuatan desain atau ukiran emas.7 Desain yang dibuat dalam perhiasan emas yang dimiliki oleh toko emas Gajah ini mengambil contoh dari bentuk ukiran baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Pada tahun 1934, ketika Surakarta mengalami modernisasi dibawah pemerintahan kolonial Belanda mempengaruhi dalam pembuatan ukiran emas. Hampir 90% emas mengalami metalogi yang cukup maju, yang pada intinya ukiran-ukiran emas mengalami kemajuan cukup pesat. Ada beberapa ukiran emas 6
Wawancara dengan Supardi (penjaga parkir) pada tanggal 4 Februari
2012. 7
Wawancara dengan cik Leny (pemilik toko emas Gajah) pada tanggal 4 April 2012. 81
yang diambil contoh ukirannya dari batik, ada juga beberapa emas yang ukiranukirannya hampir sama dengan ukiran emas dari India, Pakistan, Arab, Dubai, dan Negara lainnya. Toko emas Rajawali berdiri tahun 1960-an ketika masa Orde Baru yang memiliki banyak peningkatan dalam perekonomian. Toko ini dimiliki oleh salah seorang keturunan etnis Cina yang bernama Leumiek Tchiang (Santoso). Ia adalah generasi turun temurun dari kakeknya yang juga pedagang emas di Coyudan, bernama Tan Khoo Liat (pemilik toko emas “Buaya” yang sekarang sudah ditutup). Sebelum menjadi pedagang emas di Coyudan, Tan Khoo Liat sempat merantau di Jakarta dengan berbisnis jual-beli emas. Awalnya ia hanya sebagai pengrajin emas yang memiliki kios kecil, tapi karena keinginannya untuk berbisnis emas diwilayah pedalaman, maka ia memutuskan untuk membuat kios atau pertokoan emas di wilayah Surakarta.8 Tempat yang dipilihnya adalah wilayah Coyudan karena wilayah tersebut merupakan suatu kompleks perdagangan yang strategis. Pertama, karena dekat dengan Keraton Kasunanan dan yang kedua karena dekat dengan pasar klewer sebagai salah pusat perdagangan di Surakarta. Bisnis dagang emas yang dikerjakan Tan Khoo Liat berjalan cukup lancar, kemudian setelah mendirikan toko emas “Buaya” ia menikahi seorang wanita pribumi dan menghasilkan keturunan.9 Sejak masa remaja anak-anaknya selalu dididik untuk berbisnis, sehingga ketika mulai dewasa dapat mewarisi bisnis dagangnya kepada anak keturunannya. Toko emas Rajawali dan toko emas Anoman adalah bukti warisan yang diberikan oleh Tan Koo Liat kepada anak-anaknya. Toko emas Rajawali dengan toko emas Anoman didirikan dengan tahun yang hampir bersamaan yaitu sekitar tahun 1960-an. Setiap generasi turun-temurun ada sebuah nama marga yang diberikan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya. Nama marga yang menjadi pemilik toko emas Rajawali yaitu Lang un. Secara garis besar nama ini diberikan
8
Wawancara dengan Leumiek Tchiang alias Santoso (pemilik toko emas Rajawali) pada tanggal 13 Januari 2012. 9 Koran Wawasan 2 April 1986. 82
oleh orang tua sesepuh mereka yang menjadi pemilik utama toko emas Buaya, dan nama marga toko emas Anoman adalah Lang cin. Ada beberapa nama marga pemilik toko emas di Coyudan seperti Lang un, Lang cin, Lang hay, Lang bo, mereka adalah masih satu saudara.10 Toko emas Menjangan adalah salah satu toko emas paling tua di Coyudan dengan pendiriannya tahun 1930, hampir seluruh keluarga secara turun temurun menjual emas. Pemilik toko emas Menjangan bernama Sie Tjun Tay, mengatakan ketika emas masih menjadi barang berharga untuk semua kalangan, penjualan emas sangat ramai di pasaran tetapi sekarang penjualan emas sangatlah sepi dikarenakan banyaknya toko emas yang tersebar luas di wilayah Solo. Pada tahun 1930-an Coyudan merupakan satu-satunya pusat perdagangan emas di kota Solo dengan kompleks bangunan yang cukup panjang. Selain itu banyaknya investasi lain selain emas untuk tetap bisa menginvestasikan uang mereka, seperti investasi jual beli rumah dan investasi barang lainnya, dengan begini menjadikan emas menjadi tergeser nilai gunanya dimata masyarakat.
Gambar. 1
Foto Toko emas Menjangan dan Pemilik Toko
10
Wawancara dengan Abdul Somad (pemilik kios emas dasaran) pada tanggal 14 Januari 2012. 83
Toko emas Menjangan menyediakan penjualan emas kuning, model perhiasan diperjualkan adalah model emas yang relatif lama. Tahun 1985 merupakan masa keemasan bagi toko emas Menjangan ini, karena pada masa itu masih banyak masyarakat yang sangat tertarik dengan pehiasan emas sebagai salah satu alat berinvestasi masa depan. Pada tahun 1985-1995 toko emas Menjangan masih ramai dengan pembeli yang notabenenya adalah pegawai kantor, guru, petani, dll. 11 Marga adalah nama pertanda dari keluarga dimana seseorang berasal. Marga lazim ada di banyak kebudayaan di dunia. 12 Nama marga dalam kebudayaan Barat dan kebudayaan yang terpengaruh oleh budaya Barat umumnya terletak di belakang, sehingga sering disebut dengan nama belakang. Kebalikannya, budaya Cina dan Asia Timur lainnya menaruh nama marga di depan. Sejarah marga di dalam kebudayaan Cina bermula dari 5.000 sampai 8.000 tahun yang lalu sewaktu masyarakat Cina masih bersifat matrilineal. Pada masa itu, marga diwariskan dari garis ibu yang menyebabkan marga-marga pertama dalam kebudayaan Cina banyak yang mempunyai radikal perempuan. Pada masa sebelum Orde Baru, etnis Cina Indonesia memiliki nama Cina sebagai nama yang resmi, formal, dan tercantum dalam akta, tetapi sekarang sudah jarang ditemukan. Hal ini bermula pada masa Orde Baru di mana pada tahun 1966 ketika Soeharto berkuasa, dikeluarkan berbagai undang-undang yang banyak merugikan etnis Cina Indonesia. Salah satunya adalah undang-undang nomor 127/U/Kep/12/1966 yang mengharuskan orang Cina Indonesia untuk mengadopsi nama yang bercirikan Indonesia (Indonesian sounding), dibanding nama yang terdiri dari dua atau tiga kata khas Cina. Kebijakan ini juga sudah membuktikan adanya diskriminasi terhadap etnis Cina di Indonesia pada saat itu. Oleh karena itu, sering kita jumpai sekarang orang Cina yang memiliki marga dengan pelafalan Indonesia, yang sesungguhnya berasal dari nama depan atau
11
Wawancara dengan Sie Tjun Tay (pemilik toko emas Menjangan) pada tanggal 6 Januari 2012. 12
W. Hutagalung, Adat Taringot Tu Ruhut-ruhut ni Pardongan Saripeon di Halak Batak (Jakarta: N.V Pusaka), hlm.17. 84
nama keluarganya dalam bahasa Cina (Hokkian, Teochew, Mandarin).13 Komunitas Cina pedagang emas di Coyudan memiliki beberapa adopsi nama Hokkian. Hal ini adalah sebuah tradisi yang diturunkan kepada generasi yang dilahirkannya untuk tetap mengadopsi nama Hokkian dari etnis Cina.
Tabel 1. Nama Hokkian Komunitas Cina Pedagang Emas di Coyudan Nama Marga Cina 郭 (Guo)
韓 (Han)
洪 (Hong)
Hokkian
Dialek Cina
Kusumawidjaja ( pemilik toko emas
Kwee, Kwik
Macan)14 Handoko15 ( pemilik toko emas Doro
Han
) Angela, Andy16 ( pemilik toko emas
Ang
李 (Li)
Li, Lie, Lee
梁 (Liang)
Nio
林 (Lin)
Liem, Lim
劉 (Liu)
Lau, Lauw
Adopsi ke Dalam Bahasa Indonesia
Gajah ) Li,
Lie, Han Leumiek
Lee
17
( Pemilik toko emas
Anoman ) Neonardi, Antonio
Liem,
Leumiek Tchiang ( pemilik Toko
Lim
emas Rajawali )
Liu
Leo ( toko emas Menjangan )
( Sumber : Wawancara Pemilik Toko Emas di Coyudan) 13
Oesman Arif, “Mewujudkan Tatanan Masyarakat Multicultural: Sebuah Tantangan di era Global”, Seminar Nasional, Februari 2011. 14 Wawancara dengan Wijaya (pemilik toko emas Macan) pada tanggal 5 April 2012. 15 Wawancara dengan koh Han (pemilik toko emas Doro) pada tanggal 5 April 2012. 16 Wawancara dengan Andy Ong (pemilik toko emas Gajah) pada tanggal 5 Desember 2012. 17 Wawancara dengan Han Li (pemilik toko emas Anoman) pada tanggal 5 April 2012. 85
Etos Kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan, respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang atau kelompok atau masyarakat. 18
Bagi masyarakat Cina di Coyudan dengan prinsip dari konfusianisme, etika dalam melihat permasalahan demi keberhasilan lebih mengutamakan pada idealisme moral dan menempatkan hukum sosial di atas pertimbangan kegunaanya. Pandangan demikian digolongkan pada etika utilitrianisme ideal yaitu suatu bentuk etika yang menekankan pada konsekuensi atas suatu tindakan yang dapat dinilai dengan mempertimbangkan aspek yang lebih luas, seperti nilai internal manusia serta hubungan teman serta pengetahuan. Sebagai bagian dari etnis Cina yang tersebar di wilayah Coyudan, maka etnis Cina Pedagang emas ini memiliki kecenderungan menjaga tradisi seperti yang dilakukan oleh mayoritas etnis Cina di seluruh Nusantara, yaitu konsep yang mewarisi turun-temurun yang telah diupayakan dan diputuskan secara kolektif dari sejak zaman leluhur mereka yakni harmonitas atau keselarasan. 19 Konsep menjaga harmoni dalam hidup itu mereka petik turun-temurun dari nenek moyang yang menggalinya dari ajaran klasik atau guru-guru kebijaksanaan seperti paparan berikut. Penjelasan tersebut dihubungkan dengan pedagang keturunan Cina di Coyudan, mereka memiliki kecenderungan etika utilitarianisme yang tinggi. Para pedagang keturunan Cina menilai lembaga, hukum, konsistensi dalam prinsip, serta kebiasaan dianggap cukup penting demi menentukan suatu konsekuensi dalam dagangnya terhadap masyarakat. Mereka cenderung bersifat maskulin,
18
Djoenadi Joesoef. op.cit. hlm. 121. Yohanes Setiawan, Agamaning Wong Balong, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2011), hlm. 173. 19
86
artinya tindakan-tindakannya lebih rasional dan atau lebih diperhitungkan untung rugi dalam menilai suatu konsekuensi dari tindakannya tersebut. 20 Dalam sejarahnya, etnis Cina dipercaya mampu mengembangkan perekonomian di suatu negara dengan ilmu bisnis yang mereka punya. Begitu pula dengan para pedagang Cina emas Coyudan bisa begitu berhasil dalam usaha perdagangan emasnya sebenarnya karena mereka manganut pada ajaran Confucius (Konfusius). Dalam hal ini Confucius tidak mengajari mukjizat atau sesuatu yang melebihi kemampuan orang biasa. Menjadi seorang Chun TzuGentlemen-Insan Berbudi Mulia adalah cita-cita tertinggi seorang Konfusian atau bagi mereka yang selalu tekun dan telaten, seperti halnya yang dilakukan oleh pedagang emas Cina di Coyudan. Mereka sangat tekun dan teliti dan menjalankan bisnisnya dibidang perdagangan. Sebagai salah satu pemilik toko emas Gajah, Andy Ong setiap hari selalu memantau perkembangan bisnis dagangnya meskipun sudah ada pegawai pribumi yang dipekerjakannya. Ia selalu memperhintungkan keuntungan yang didapat setiap harinya. Selain itu ketelitian dalam menjalankan usaha bisnis dagang emasnya adalah salah satu prinsip yang harus ia jalani ketika melakukan sebuah bisnis, baik bisnis dengan skala besar maupun kecil. 21
Keberhasilan bagi mereka dalam berbisnis sebagian besar ditentukan oleh sikap
tersebut. 22 Tahun 1987-1996 merupakan masa keemasan bisnis perdagangan emas di Coyudan, karena pada masa kurun waktu tersebut harga emas masih sangat rendah dan dapat dijadikan untuk alat investasi dalam jangka kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, mayoritas masyarakat di Surakarta memilih untuk berbisnis emas dan membeli emas pada tahun tersebut, sehingga perdagangan emas mengalami masa kejayaan dengan banyaknya pembeli emas di toko-toko emas di Coyudan Surakarta.
20
A. Rani Usman, Etnis Cina Perantauan di Aceh (Jakarta: Obor Indonesia, 2009), hlm. 95. 21 Wawancara dengan Andy Ong (pemilik toko emas Gajah) pada 14 Juni 2012. 22 Djoenaedi Joesoef. loc.cit. 87
Kesimpulan Etnis Cina berdatangan ke Surakarta mayoritas untuk berdagang. Setelah mereka hidup di Surakarta dari generasi ke generasi dan berinteraksi dengan masyarakat Surakarta, terjalin hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya. Interaksi dengan masyarakat lingkungan tempat mereka tinggal terjadi dengan sendirinya melalui pola pemukiman, pola pendidikan, bisnis atau dagang, kegiatan sosial maupun kontrak kerja antara karyawan dan pimpinan. Pada awalnya perdagangan etnis Cina hanya berpusat di wilayah Balong (Pecinan), tetapi kemudian menjalar ke berbagai tempat yang salah satunya adalah wilayah Coyudan. Di wilayah Coyudan inilah banyak etnis Cina yang berbisnis dagang, diantaranya adalah penjual baju batik, patung plastik, baju anak balita sampai dewasa, dan jual beli emas. Di kawasan ini yang sangat menonjol adalah bisnis perdagangan emas milik orang-orang Cina sejak tahun 1930an. Hampir semua toko emas yang ada di Coyudan dimiliki oleh etnis Cina. Di wilayah Coyudan ada sekitar 10 toko emas yang menjual berbagai perhiasan emas, perak, berlian bahkan permata. Toko emas tersebut antara lain: toko emas Menjangan, Anoman, Gajah, Semar, Doro, Rajawali, Kunci, Macan, Kumala dll. Perdagangan emas oleh etnis Cina di Coyudan mayoritas merupakan warisan turun temurun dari generasi sebelumnya. Mayoritas pemilik toko emas yang ada di Coyudan merupakan orang-orang keturunan Cina, usaha ini dilakukan secara turun-temurun sampai sekarang. Interaksi sosial antara etnis Cina dengan pribumi yang integratif masih berlangsung dalam kehidupan masyarakat di Coyudan. Masyarakat Cina di Coyudan dijumpai etnis Cina dan pribumi yang telah berasimilasi melalui kawin campur dan akulturasi budaya sejak masa silam. Etnis Cina pedagang emas di Coyudan memiliki upaya dan keselarasan yang sering kali diperlihatkan oleh etnis Cina di Coyudan. Sebagai bagian dari etnis Cina yang tersebar di mana saja di penjuru dunia, maka etnis Cina di Coyudan juga memiliki kecenderungan menjaga tradisi maupun konsep yang mereka warisi secara turuntemurun yang telah diupayakan dan diputuskan secara kolektif dari sejak zaman 88
leluhur mereka, yakni harmonitas dan keselarasan. Gambaran tentang ketekunan, keuletan, dan tahan menderita merupakan cerminan dari masyarakat etnis Cina perantauan di Coyudan.
Daftar Pustaka A. Arsip Manfeld : t.t, 54: Verslag van het Suiker Ondernemingen Tasikmadoe.
B. Surat Kabar Kompas, 28 November 1985 halaman II ________, 29 Januari 1993 Harian Berita Nasional 2 November 1985 Wawasan 2 April 1986
C. Buku-Buku : Coppel, Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia dalam Krisis, Jakarta: Sinar Harapan. Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Djoenaedi Joesoef. 1996. Etika Bisnis Cina: Suatu kajian terhadap perekonomian di Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah penelitian Sejarah Kontemporer. (Jakarta: Yayasan Indayu.) Rani Usman. 2009. Etnis Cina perantauan di Aceh. Jakarta: Obor Indonesia. W. Hutagalung. 1963. Adat Taringot Tu Ruhut-ruhut ni Pardongan Saripeon di Halak Batak. Jakarta: N.V Pusaka. Yohanes Setiawan. 2011. Agamaning Wong Balong. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana
89
D. Makalah Oesman Arif, Mewujudkan Tatanan Masyarakat Multicultural: Sebuah Tantangan di era Global, Seminar Nasional, Februari 2011.
Daftar Informan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nama
: Andy Ong
Usia
: 59 tahun
Profesi
: Pemilik toko emas Gajah
Tahun 2000-2009
: bekerja di LSM Surakarta
Nama
: Leumiek Tchiang
Usia
: 63 tahun
Profesi
: Pemilik toko emas Rajawali
Nama
: Sie Tjun Tay
Usia
:70 tahun
Profesi
: Pemilik toko emas Menjangan
Nama
: Supardi
Usia
: 27 tahun
Profesi
: Penjaga parkir
Nama
: Kusumawidjaja
Usia
: 65 tahun
Profesi
: Pemilik toko emas Macan
Nama
: Handoko
Usia
: 60 tahun
Profesi
: Pemilik toko emas Doro
90