perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958-1998
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh: LIA CANDRA RUFIKASARI C0506033
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958-1998
Disusun oleh LIA CANDRA RUFIKASARI C0506033
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd NIP. 195806011986012001
Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 195402231986012001 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DINAMIKA PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958-1998 Disusun oleh LIA CANDRA RUFIKASARI C0506033
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal.............................
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum NIP. 195402231986012001
Sekretaris
Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum (................................) NIP. 197306132000032002
Penguji I
Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd NIP. 195806011986012001
(.................................)
Penguji II
Drs. Sudarmono. S. U NIP. 194908131980031001
(.................................)
(.................................)
Mengetahui, Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. Sudarno, MA NIP. 195303141985061001 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Lia Candra Rufikasari NIM : C0506033 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 22 Desember 2010 Yang membuat pernyataan
Lia Candra Rufikasari
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Jangan pernah kamu melupakan pengalaman-pengalaman waktu lampau, karena pengalaman-pengalaman itu dapat menjadi penuntun bagimu di kemudian hari (Penulis)
Membaca tanpa berfikir seperti makan tanpa mencernanya (Penulis)
Kita baru akan menyadari siapa yang menjadi teman sejati setelah kita mengalami kesulitan dan ia tetap berada di samping kita (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Ayah dan Bunda tercinta Kakak dan keluargaku Cahyo Adi Utomo
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998” Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung, baik moral, material maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai yang penulis harapkan, yaitu kepada: 1.
Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa, serta selaku Ketua Penguji skripsi, yang banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam proses penulisan skripsi.
3.
Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd, selaku Pembimbing skripsi yang telah banyak memberi dorongan dan masukan yang membangun dalam proses penulisan skripsi ini.
4.
Drs. Sudarmono, S. U, selaku Penguji II skripsi, yang banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun dalam proses penulisan skripsi. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum, selaku Sekretaris Penguji skripsi, yang banyak memberikan dorongan, masukan dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi.
6.
Insiwi Febriary Setiasih, S.S, M.A selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.
7.
Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.
8.
Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Laboratorium Sejarah, Perpustakaan Daerah Kota Surakarta, Monumen Pers, Dinas Pengelolaan Pasar, Kantor Pasar, Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) dan Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer (P4K).
9.
Bapak Totok Supriyanto (Lurah Pasar), Bapak Dwi Adi Prihutomo, Bapak H Abdul Kadir, Bapak Atmanto, Ibu Fatimah, Ibu Hj. Juminten, Ibu Aminah.
10. Bapak dan Ibu (di Kalimantan) yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tidak pernah putus kepada penulis. 11. Kakakku Mas Mei dan Mbak Sari, Keponakanku Roina dan Sila, Anik, Budhe Nini, serta Eyang dirumah dan di Sragen, terima kasih doa dan dukungannya. 12. Cahyo Adi Utomo, terima kasih atas masukan, nasehat, doa serta support yang tak henti-hentinya kepada penulis dan selalu menemani penulis mencari data dan informasi.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13. Kakak-kakak tingkat: Mas Khanivan, Mas Budi Darmawan, Mas Yusuf Ari, Mas Adit, Mas Daryadi, Mas Edi, Mas Warsita, Mbak Wulan, Mbak Mbak Ning, Mbak Nurus, Mas Andri, Mas Wido, Mas Anjar, Mbak Meta, Mbak Yuni, terima kasih atas masukannya 14. Teman-Temanku angkatan 2006 : Memik (terima kasih buku serta menemani penulis mencari data), Aga (terima kasih atas bantuannya selama ini), Aditya, Helmy, Indras, Adi, Bagus, Endah, Trisna, Dhani, Sidiq, Hasrie, Dyah, Embri, Ulwa, Mira, Jarot, Dwi Ari, Jadi, Gilang , Ari, Candra, terima kasih atas saran dan masukan dan teman-teman 2006 yang lain tetap kompak dan cepat menyelesikan skripsi. 15. Sahabatku: Mbak Linda, Mbak Evi, Anggie, Evi, Fitri, Mbak Nana, Agnes, Alimah, Devina, Mbak Heppy, Mas Wawan, Agus, Budi, Mas Adi, Dwi, Achmad, Radit, Sugi, Mas Aji, terima kasih atas supportnya. 16. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Surakarta,
commit to user
ix
Desember 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN..........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO.......................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................
vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................
vii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL.............................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xiv
DAFTAR ISTILAH..........................................................................................
xv
ABSTRAK........................................................................................................
xvii
BAB
BAB
I
II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................
1
B. Rumusan Masalah......................................................................
7
C. Tujuan Penelitian.......................................................................
7
D. Manfaat Penelitian.....................................................................
8
E. Tinjauan Pustaka........................................................................
8
F. Metode Penelitian...................................................................... 1. Heuristik ............................................................................... 2. Kritik Sumber ....................................................................... 3. Interpretasi ………………………………………………... 4. Historiografi ……………………………………………….
12 12 13
G. Sistematika.................................................................................
15
13 14
GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA A. Deskripsi Kota Surakarta .........................................................
16
1.
Keadaan Penduduk ………………………………………
17
2.
Sarana dan Prasarana Kota ……………………………… commit to user
20
x
perpustakaan.uns.ac.id
BAB
III
BAB IV
digilib.uns.ac.id
B. Kondisi Sosial Ekonomi...........................................................
22
C. Pasar-pasar Tradisional di Surakarta…………………………..
25
PERKEMBANGAN TAHUN 1958-1998
PASAR
KLEWER
SURAKARTA
A. Sejarah Pasar Klewer ...............................................................
35
B. Keadaan Pasar Klewer ……………………………………….
38
C. Asal Usul Pedagang Pasar Klewer …………………………..
43
1. Etnis Jawa...........................................................................
43
2. Etnis Cina...........................................................................
45
3. Etnis Arab...........................................................................
48
4. Etnis Banjar........................................................................
51
D. Aktivitas Perdagangan di Pasar Klewer……………………...
52
1. Pedagang Batik…………………………………………...
53
2. Pedagang Tekstil………………………………………….
57
3. Pedagang Konveksi………………………………………
59
E. Karakter Pedagang……………………………………………
60
1. Pedagang Partai Besar (Grosir)…………………………..
61
2. Pedagang Partai Kecil (Eceran)…………………………..
63
INTERAKSI PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958-1998 A.
Etos Kerja Pedagang…………………………………………
66
B. Jaringan Interaksi dalam Bidang Sosial Ekonomi…………….
73
1. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios………………..
75
a. Pedagang Etnis Jawa dengan Cina………………...
76
b. Pedagang Etnis Jawa dengan Arab………………...
80
c. Pedagang Etnis Jawa dengan Banjar………………
83
2. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios dengan Pedagang Kaki Lima……………………………………...
87
C. Paguyuban Pedagang Pasar Klewer…………………………...
89
1. Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK)……………...
90
2. Paguyuban Pedagang Pasar Klewer (P4K)…….. commit toPelataran user
94
xi
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
KESIMPULAN................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
98
LAMPIRAN.......................................................................................................... 102
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Penyebaran wilayah tempat tinggal etnis-etnis di Surakarta..........
19
Tabel 2
Jumlah pedagang batik dan tekstil pemilik kios di Pasar Klewer..
39
Tabel 3 Persebaran Warga Cina di Lima Kecamatan Kota Surakarta.........
47
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 5 Tahun 1983 tentang Pasar..................................................................
106
2. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 3 Tahun 1993 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 5 Tahun 1983 tentang Pasar……...............................................................................
122
3. Surat Hak Penempatan untuk menempati kios Pasar Klewer Blok DD No. 108................................................................................
131
4. Kartu Tanda Pengenal Pedagang Pasar Klewer (KTPP)....................
132
5. Peta Daerah Persebaran Etnis-etnis di Surakarta ...............................
133
6. Denah Pasar Klewer............................................................................
134
7. Foto Bagian dari Pasar Klewer...........................................................
137
8. Foto Karakter Pedagang di Pasar Klewer...........................................
138
9. Foto Aktivitas Perdagangan di Pasar Klewer.....................................
139
10. Foto Interaksi Sosial Ekonomi Pedagang di Pasar Klewer.................
141
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
1. Istilah Babah Mayor/ Mayor
: Pangkat tertinggi untuk etnis Cina
Barter
: Pertukaran barang maupun uang.
Canting
: Alat untuk membatik, yaitu untuk mengambil hiasan pada kain mori sebagai calon kain batik
Cina Totok
: Orang Cina pendatang baru
Indigo
: Bahan pewarna untuk batik
Interstimulan
: Timbal balik
Kapten
: Kepala (pimpinan) untuk orang Arab
Pakretan
: Tempat pemberhentian kereta milik abdi dalem Keraton Kasunanan dari luar kota
Passenstelsel
: Surat ijin melakukan perjalanan
Ritel
: Pedagang eceran
Settlement
: Menetap
Simbiosis mutualisme
: Hubungan yang saling mnguntungkan bagi kedua belah pihak
Sistem dumping
: Sistem monopoli hasil perdagangan dengan cara menjual murah barang diluar negeri dan menjual mahal barang tersebut didalam negeri
Vortenlanden
: Nama yang diberikan oleh Belanda untuk kerajaan Surakarta dan Yogyakarta serta Mangkunegaran dan Pakualaman
Wholesaler
: Pedagang besar
Wholesaling
: Perdagangan besar
Wijkenstelsel
: Surat ijin tempat tinggal
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Singkatan B.A.T.A.R.I
: Batik Republik Indonesia
D.L.L.A.J
: Dinas Layanan Lalulintas Jalan
H.P.P.K
: Himpunan Pedagang Pasar Klewer
K.B.I
: Koperaasi Batik Indonesia
K.P.N
: Koperasi Pembatikan Indonesia
K.T.A
: Kartu Tanda Anggota
K.T.P.P
: Kartu Tanda Pengenal Pedagang
P.4.K
: Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer
P.K.L
: Pedagang Kaki Lima
P.P.B.S
: Persatuan Pengusaha Batik Surakarta
P.P.K.L
: Persatuan Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer
P.T
: Perseroan Terbatas
S.H.P
: Surat Hak Penempatan
S.I.P
: Surat Ijin Penempatan
V.O.C
: Vereenigde Oost Indische Compagnie
W.N.I
: Warga Negara Indonesia
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Lia Candra Rufikasari. C0506033. 2010. Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini berjudul Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum dari Kota Surakarta, (2) Perkembangan Pasar Klewer di Surakarta pada tahun 1958-1998, (3) Interaksi antar pedagang multietnis di Pasar Klewer Surakarta tahun 1958-1998. Penelitian ini merupakan penelitian historis, sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, studi pustaka dan wawancara. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologisnya. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi, dan sosiologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Surakarta banyak terdapat pasarpasar tradisional yang memiliki keunikan masing-masing. Selain itu Surakarta juga menjadi pusat perdagangan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Pasar Klewer merupakan pasar tradisional yang ada di Surakarta dan banyak memiliki keunikan, salah satu diantaranya pasar tersebut merupakan pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah, sehingga menarik animo pedagang dari berbagai golongan untuk berdagang di Pasar Klewer. Perkembangan Pasar Klewer dari tahun 1958-1998 mengalami peningkatan, baik dalam hal jumlah pedagang kios dan para pedagang kaki lima maupun kapasitas bangunan yang kemudian diperluas. Jaringan interaksi yang terjalin antar pedagang Pasar Klewer yang multietnis ini sangat baik dan sudah terjalin sejak nenek moyang dan bahkan turun temurun. Para pedagang yang terdiri dari beberapa golongan, seperti: etnis Jawa, Cina, Arab dan Banjar ini memiliki tujuan yang sama, sehingga mereka tidak membedakan perbedaan golongan dan saling mengormati kepercayaan dalam berdagang. Para pedagang di Pasar Klewer ini juga memiliki suatu organisasi yang dapat menyatukan dan mempererat hubungan diantara para pedagang, yaitu HPPK dan P4K. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tentang dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer Surakarta tahun 1958-1998 adalah hubungan yang harmonis antar pedagang, keselarasan dalam berdagang dan tidak membedakan perbedaan golongan. Meskipun para pedagang Cina dan Arab menguasai sektor perdagangan partai besar, namun mereka juga membantu para pedagang Jawa, Banjar bahkan pedagang kaki lima. Keanekaragaman etnis di Pasar Klewer tidak menyurutkan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi dan dapat berkembang dengan baik tanpa saling menjatuhkan satu sama lain.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Lia Candra Rufikasari. C0506033. The Dynamics Multiethnic Traders in Klewer Market Surakarta in the Year 1958-1998. Thesis: History Department Faculty of Letters and Fine Arts Sebelas Maret University. The title of the research is “The Dynamics Multiethnic Traders in Klewer Market Surakarta in the Year 1958-1998”. The objective of this research is to find out (1) general description of the town of Surakarta, (2) Klewer Market developments in Surakarta in the year of 1958-1998, (3) multiethnic interaction betwen traders in the Klewer Market Surakarta in the year of 1958-1998. This research is a historic research of which steps conducted include heuristics, both intern and extern source critics, interpretation, and historiography. Document study and literature review were used as techniques of collecting data. From the data collection, the data were interpreted based on their chronology. In order to analyze the data, other social science approaches as supporting science of history were applied. The approaches included in this research were economic and sociology approach. Results showed that in Surakarta numerous traditional markets that have the uniqueness of each. Surakarta in addition also a tranding center for surrounding areas. Klewer market is a traditional market in Surakarta and many unique, one of which market is the largest textile market in Central Java, and attracted the interest of traders from various group to trade in the market Klewer. So that Klewer market developments from the year 1958-1998 has increased, both in terms of number of traders stall and street vendors as well as capacity building which later expanded. Network interaction that exists between a multiethnic Klewer market trader is excellent and has been stranded since the common ancestor and even form generation to generation until now. Traders consisting of several groups, such as: ethnic Javanese, Chinese, Arabs and ethnic Banjar has the same goal, so they do not distinguish differences in class and mutual respect trust in trade. Klewer market traders also has an organization that can unite and strengthen the relationship between the merchants of HPPK and P4K. The conclusions can be drawn from researsch on the dynamics of a multiethnic Klewer market traders in Surakarta in the year of 1958-1998 is a harmonious relationship between traders, harmony in the trade and did not distinguish the difference in class. Although the Chinese and Arab traders controlled trade bulk, but they also help the traders of Javanese, Banjar, and even street vendors. Klewer ethnic diversity in the market did not discourage them to conduct economic activities and to develop properly without dropping each one another.
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial ekonomi di Indonesia, diawali dengan kedatangan para pedagang Indonesia kuno atau pada masa pra penjajahan. Keadaan sosial ekonomi, setelah kedatangan bangsa barat, telah mengalami banyak perubahan. Indikator dari kegiatan ekonomi pada masa lampau nampak pada aktivitas perdagangan dan pelayaran yang terkosentrasi di daerah perkotaan.1 Aktivitas perekonomian yang ada di berbagai daerah tidak dapat dipisahkan dari adanya sektor pasar. Biasanya suatu pasar pada waktu tertentu berfungsi juga sebagai pasar barang dari tanah asing bagi saudagar perantauan. Begitu juga dengan daerah-daerah atau kota di Jawa, khususnya Jawa Tengah, yang perekonomian mereka pada masa kerajaan masih tergantung pada aktivitas perdagangan. Aktivitas perdagangan yang dilakukan pada awalnya masih bersifat sederhana, dimulai dengan adanya sistem barter atau pertukaran uang hingga mereka mengenal mata uang yang dijadikan sebagai alat transaksi dalam perdagangan.2 Bagi kehidupan bermasyarakat Indonesia pasar menjadi salah satu tempat berinteraksi dan berkomunikasi, bagi masyarakat desa maupun masyarakat kota
1
Sukanto Reksohadiprojo dan Ar. Kaseno, 1981, Ekonomi Perkotaan, Yogyakarta: BPFE, hal:1
commit toKuno userdan Kelompok-kelompok Sosial, Jakarta: Sartono Kartodirdjo, 1977, Masyarakat Bhatara Karya Aksara, hal: 13 2
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
yang memandang pasar sebagai pusat kegiatan jual-beli. Pasar sebagai pusat komunikasi dan interaksi, maka keadaan pasar sangat ramai, namun dibalik itu banyak hal yang dapat dikaji. Asal usul pasar telah ada sejak jaman kuno. Masyarakat telah melakukan perdagangan satu sama lain sejak jaman es.3 Adanya pasar di dalam kota-kota kerajaan, maupun di kota-kota yang bukan pusat kerajaan, sangatlah erat hubungannya dengan sifat corak
kehidupan ekonomi kota itu sendiri. Kota,
dilihat dari pengertian ekonomi adalah suatu tempat menetap (settlement) di mana penduduknya terutama hidup dari perdagangan dari pada pertanian.4 Baik pasar dalam perkampungan pedagang-pedagang asing maupun di pusat kota-kota atau di bagian lain dari kota, tidaklah lepas dari kepentingan ekonomi masyarakat kota. Bagi kepentingan golongan atas, pasar tidak dapat diabaikan, terutama karena merupakan hasil pendapatan bagi mereka. Pasar yang terdapat di kota-kota pusat kerajaan atau mungkin di kota lainnya, merupakan salah satu sumber penghasilan Raja atau Penguasa setempat, serta kaum bangsawan atau kaum elite. Hubungan kota dengan desa disekitarnya juga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan perekonomian karena saling tergantung. Munculnya pasar tidak dapat lepas dari kebudayaan masyarakat setempat. Pasar yang merupakan komponen penting bagi kehidupan penduduk merupakan ciri khas dari suatu kota, baik dalam pusat kota maupun kota pinggiran. Hal ini
3
Robert L. Heilbroner, 1994, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal: 27
commit user Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Marwati Djoened Poesponegoro dan to Nugroho Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka, hal: 265 4
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
karena, pasar itu sendiri sebagai himpunan masyarakat dari berbagai tempat. Berkaitan dengan masalah ini tentunya bagi mereka yang kehidupannya menitikberatkan pada perdagangan. Dalam kehidupan sehari-hari, lembaga pasar sangat berperan penting. Dapat dikatakan bahwa kemajuan atau kemunduran taraf kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh lembaga pasar itu. Keadaan demikian tentunya merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti. Pada dasarnya pasar pada suatu masyarakat ditentukan oleh fungsinya, yaitu sebagai tempat untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, serta sebagai tempat transaksi jual beli barang dan jasa antara anggota masyarakat dari berbagai golongan, seperti Pasar Klewer di Surakarta. Pasar Klewer dirintis sejak jaman penjajahan Jepang, yang pada saat itu kehidupan warga Surakarta banyak mengalami kesulitan. Berawal dari kehidupan yang serba sulit ini kemudian sejumlah orang berinisiatif untuk berjualan pakaian dan kain. Waktu itu lokasinya terletak di sebelah timur pasar Legi atau kawasan kantor air minum dan pasar Burung. Sejumlah orang ini menjajakan pakaian dan kain dengan cara menggantungkannya di pundak, dan berjalan hilir mudik di lingkungan tersebut, yang tentu saja barang dagangannya menjuntai ke bawah tidak beraturan atau istilah orang jawa “kleweran”. Berhubung komunitas tersebut belum memiliki nama, maka disebutlah pasar Klewer. Pemerintah saat itu menilai bahwa lokasi seputar pasar Klewer kotor, maka lokasi pasar dipindah di sebelah selatan Masjid Agung, atau di sebelah barat gapura Keraton Kasunanan Surakarta, menyatu dengan pasar Slompretan yang sudah ada sebelumnya. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sekitar tahun 1957-1958 pasar Klewer diperluas ke barat, dengan memindahkan pasar sepeda ke alun-alun selatan dan pasar burung dipindah ke Widuran, karena lokasi ini akan digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Pada tahun 1969 kondisi pasar sudah tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan, dan perkembangan kemajuan pembangunan. Pemerintah kemudian merenovasi pasar hingga memiliki bagunan dengan dua lantai. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 7 Juni 1971 dengan nama tetap Pasar Klewer.5 Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, keberadaan pasar Klewer semakin dikenal sebagai pusat tekstil di Jawa Tengah. Hal ini mengakibatkan orang dari berbagai penjuru daerah, tidak hanya dari pulau Jawa tetapi juga dari Sumatra, Lombok, Kalimantan berdatangan ke Surakarta untuk mencari barang dagangan. Melihat keadaan pasar Klewer yang berkembang sangat pesat, akibatnya memancing animo pedagang untuk berjualan di lingkungan pasar Klewer, sehingga keberadaannya sangat
mengganggu
kelancaran arus lalu lintas dan menganggu pedagang yang mempunyai Surat Ijin Penempatan (SIP). Untuk mengatasi hal tersebut oleh Pemkot Solo pada tahun 1985 membangun pasar Klewer Timur yang letaknya berhimpitan dengan pasar Klewer lama, peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M Ismail pada 17 Desember 1986. Karakter pedagang di Pasar Klewer ini terdiri dari berbagai etnis, baik etnis Jawa, suku Banjar, etnis Cina maupun Arab. Hubungan diantara kalangan pedagang ini meskipun rumit, namun terjalin suasana “mutual Simbiosis”. commit to user 5
http://labucyd.blog.uns.ac.id, diakses pada tanggal 10 Juni 2010.
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
Disebut rumit karena pedagang yang berada di pasar ini terdiri dalam skala usaha, mulai dari pedagang besar atau grosir, pedagang biasa hingga pedagang pengecer. Meskipun terdapat perbedaan kepentingan diantara mereka, tetapi juga terdapat semacam aturan, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat.6 Etnis Arab yang terdapat di wilayah Surakarta ini berada di sekitar Pasar Kliwon, sebelah timur Kasunanan Surakarta. Tempat tersebut dinamakan perkampungan Arab, yang menjadi pemimpinnya adalah Kapten Arab Sungkar.7 Orang Arab tersebut bekerja sebagai pengusaha batik di pasar Klewer. Meskipun orang Arab di kelompokkan dalam golongan Timur Asing, namun mereka banyak berhubungan dengan orang pribumi. Kesamaan agama dan kepentingan ekonomi yang melandasi masyarakat Arab ini lebih mendekatkan mereka dengan kalangan penduduk pribumi daripada dengan kalangan penguasa Eropa maupun kelompok Cina. Kelompok Timur Asing lainnya adalah etnis Cina. orang-orang Cina di Surakarta menempati wilayah Balong, Coyudan dan lain sebagainya, sehingga tempat tersebut dinamakan kampung Pecinan. Masyarakat Cina ini dipimpin oleh Babah Mayor dan banyak bekerja menjadi pengusaha di sekitar pasar Klewer. Mereka hampir mendominasi di pasar tersebut, meskipun masih terdapat etnis lain selain masyarakat keturunan Cina, yaitu Arab dan pribumi.
6
M. Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Keraton Alit: Studi Radikalisasi Wong Solo dan Kerusuhan Mei 1998, Surakarta: LPTP, hal: 266
commit to user Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 2006, “Solo Kota Dagang”, Laporan Penelitian, Surakarta: FSSR UNS, hal: 37 7
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasar Klewer yang merupakan pasar tekstil terbesar di Surakarta, bahkan Jawa Tengah ini banyak memperdagangkan hasil kerajinan batik dari masyarakat sekitar maupun dari daerah lain. Bagi kehidupan masyarakat Surakarta, dapat dilihat bahwa setiap hari masyarakat memenuhi pasar-pasar yang ada, meskipun belum tentu mereka mendapatkan barang yang mereka inginkan sesuai dengan harga yang diberikan oleh pedagang. Dengan demikian munculnya pasar-pasar modern akan semakin banyak alternatif dari para konsumen untuk menentukan pilihannya, tetapi pasar-pasar tradisional yang juga masih banyak peminatnya. Tetapi bagaimanapun juga pasar tradisional tetap menjadi urat nadi ekonomi rakyat. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas dan jelas tentang interaksi pedagang Pasar Klewer yang terdiri dari etnis Jawa, Banjar, Cina dan Arab, khususnya pada tahun 1958-1998, yang ditandai dengan perluasan wilayah pasar seperti sekarang ini, maka penelitian ini mengambil judul “ Dinamika Pedagang Multietnis Pasar Klewer di Surakarta Tahun 1958-1998.”
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran umum kota Surakarta? 2. Bagaimana perkembangan Pasar Klewer di Surakarta pada tahun 19581998? 3. Bagaimana interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer Surakarta pada tahun 1958-1998?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran umum dari kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui perkembangan pasar Klewer di Surakarta pada tahun 1958-1998. 3. Untuk mengetahui interaksi antar pedagang yang multietnis di pasar Klewer Surakarta pada tahun 1958-1998.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini dapat menjelaskan melalui penulisan hasil penelitian secara deskriptif analisis berdasarkan data-data yang relevan dengan inti permasalahan, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
masukan
tentang
perkembangan dan dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Surakarta, mengenai perkembangan dan dinamika pedagang multietnis Pasar Klewer di Surakarta.
E. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan dapat menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkapkan pokok-pokok perasalahan. Literatur yang digunakan antara lain: Buku karangan Clifford Geertz, yang berjudul Penjaja dan Raja, 1983. Dalam buku ini menceritakan mengenai suatu pranata ekonomi dan cara hidup yang membuktikan bahwa pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan commit to dari user masyarakat, sebagai contoh dua ekonomi yang mencangkup semua aspek
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
kota di Indonesia, yaitu Mojokuto sebagai kota pasar dan Tabanan sebagai Kotaraja di Bali. Selain itu juga, dijelaskan pula bahwa kedua kota tersebut menjadi pusat pemerintahan, perdagangan dan pendidikan. Keduanya merupakan gelanggang setempat bagi pertemuan kebudayaan antara timur dan barat, tradisionil dan modern serta lokal dan nasional, dan keduannya menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa disitu sedang terjadi perubahan-perubahan sosial, politik dan ekonomi. Meskipun dari segi kebudayaan kedua kota itu berlainan dan struktur sosialnya juga menunjukkan perbedaan tertentu yang penting, namun keduannya timbul dari tradisi historis yang sama. Hal ini sama seperti keadaan di kota Surakarta yang banyak terdapat berbagai etnis namun dengan adanya pasar Klewer tersebut dapat saling berinteraksi dalam bidang budaya maupun sosial ekonomi. Geertz juga menyebutkan tentang tiga tipe pasar dan tiga sudut pandangnya dalam memahami pasar, antara lain sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu. Tipe yang kedua yaitu sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut.Tipe yang terakhir yaitu sebagai sistem sosial dan kebudayaan, yang mekanisme itu tertanam. Selain itu, terdapat ekonomi pasar yang merupakan suatu perekonomian dimana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi antara orang yang satu dengan yang lainnya yang masing-masing tidak ada hubungan, dan dalam jumlah yang besar. Mekanisme ekonomi yang mengatur dan memelihara arus barang dan jasa dalam pasar, seperti: sistem harga luncur yang cenderung menciptakan suatu situasi yang tekanan persaingan bukan pertama-tama antara commit tomelainkan user penjual dengan penjual seperti lazimnya, antara pembeli dan penjual.
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
Pola ini hanya memusatkan seluruh perhatian pedagang pada masing-masing transaksi, tujuannya adalah selalu berusaha mendapatkan keuntungan sebanyakbanyaknya dari transaksi jual beli yang dilakukan. Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan (Pasar “Nayak” Wamena), yang ditulis oleh Tejo Wahyono, dkk, 1987. Buku ini mengulas tentang peranan Pasar sebagai pusat ekonomi dan peranan pasar sebagai pusat kebudayaan, juga mengenai masyarakat pedesaan. Selain itu, pasar tidak hanya sebagai tempat jualbeli, namun juga tempat bertemu, tempat berinteraksi antara anggota masyarakat dari berbagai golongan dan berbagai angkatan. Munculnya interaksi, secara sengaja atau tidak maka terjadi transformasi nilai-nilai budaya. Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit” (Studi Radikalisasi Sosial “wong Sala” dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta), karangan M. Hari Mulyadi, dkk, tahun 1999. Buku ini meyoroti mengenai kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, pertahanan dan keamanan di Surakarta selama Orde Baru dan terutama menjelang terjadinya kerusuhan. Sebelumnya juga dimulai dengan meninjau kota Surakarta dalam perspektif historis, baik sejak masa dualisme pemerintahan (kolonial dan Keraton Surakarta Hadiningrat) hingga pemerintahan dibawah Negara Republik Indonesia. Pembahasan mengarah kepada berbagai kebijakan politik maupun politik ekonomi, dengan fenomena kondisi sosial ekonominya. Kemudian mencoba melihat mengenai hubungan antar etnis di Surakarta dan interaksinya. Di Surakarta terdapat model perkampungan homogen seperti nama kampung dan model perkampungan yang heterogen seperti model perkampungan orang Eropa, Suku Banjar, Etnis Cina, Etnis Arab. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
Robert L. Heirbroner, dalam buku Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, 1982. Robert membedakan jenis pasar dari sudut pandang pembentukannya, yaitu pasar yang timbul dengan sendirinya dan yang disengaja. Jenis pasar yang pertama, biasanya terdapat di tempat-tempat yang strategis untuk berdagang, seperti di tepi jalan besar, dekat pemukiman penduduk dan lain sebagainya. Jenis pasar yang kedua yaitu berhubungan dengan keinginan penguasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Penelitian Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah tentang Solo Kota Dagang, 2006. Laporan ini banyak menjelaskan mengenai keadaan kota Surakarta seperti alat transportasi, pola pemukiman, pasar-pasar, bandar dan tempat-tempat bersejarah lainnya. Faktor tersebut sangat menunjang sistem perdagangan, misalnya dengan adanya pasar di pusat kota maka disekitar pasar tersebut akan dibuat jalur transportasi untuk kelancaran dalam berdagang dan memudahkan para konsumen. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula jumlah penduduk dan jumlah srtuktur yang dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Pola pemukiman masyarakat di kota Surakarta yang heterogen, sehingga setiap masyarakat atau etnis menempati wilayah tertentu, seperti etnis Cina yang pola pemukimannya di daerah Pecinan, etnis Arab yang terdapat di Pasar Kliwon serta masyarakat Banjar yang berada di kampung Jayengan. Tesis Karya Sudarmono, Munculnya Kelompok Pengusaha Batik Laweyan Awal Abad XX, 1987, menjelaskan masyarakat Laweyan yang tumbuh menjadi komunitas pengusaha diantara komunitas sosial yang lebih besar yaitu Keraton commit to user dan rakyat Surakarta. Tulisan ini dijelaskan bagaimana Laweyan menjadi derah
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
memiliki
karakter
sosial
yang
berbeda.
Masyarakat
Laweyan
mengembangkan gaya hidup yang berlawanan dengan para priyayi yang suka berfoya-foya, feodalistis dan berpoligami. Melalui perdagangan batik, para saudagar laweyan mampu menunjukkan kekayaan yang menyaingi para bangsawak keraton. Peningkatan kekayaan para saudagar batik diikuti dengan naiknya status sosial mereka sebagai “mbok mase” yaitu gelar diluar gelar kebangsawanan sebagai majikan wanita pemilik perusahaan batik di Laweyan. Status dan kekayaan ini diperoleh berkat etos kerja pedagang yang sangat berbeda dengan priyayi.
F. Metode Penelitian Metode merupakan cara yang di gunakan untuk menggunakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Sesuai dengan permasalahan yang dibaas, maka metode yang digunakan adala metode historis. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud dengan metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.8 Metode historis ini terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu: a.
Heuristik, merupakan suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah atau data-data baik dokumen hasil wawancara maupun buku-buku. Dokumen yang terkumpul seperti berita dalam koran Dharmo Kanda terbit commit to user 8
Louis Gottschalk, 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. Hal: 32
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 1978 tentang ”Mula Bukane Jeneng Pasar Klewer”, yang di dalamnya di bahas mengenai sejarah pasar Klewer yang dulunya bernama Pasar Slompretan, dan data-data yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Pasar, Kantor Pasar, Kantor HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer) dan P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer), seperti data-data mengenai pedagang Pasar Klewer, sejarah Pasar Klewer dan dinamika Pasar Klewer. Wawancara dilakukan terhadap informan yaitu Totok Supriyanto, Dwi Adi Prihutomo, Atmanto, H. Abdul Kadir, Maryono, Juminten, Fatimah dan Aminah. Proses yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan bahan buku, koran dan majalah di Laboratorium Sejarah, Perpustakaan Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dinas Pengelolaan Pasar, Pusdok Solopos, Rekso Pustoko Mangkunegaran, Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Surakarta dan Monumen Pers. Karena di tempat tersebut banyak terdapat sumber-sumber primer yang sangat membantu dalam penulisan penelitian ini. b.
Kritik sumber, yang bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan kritik ekstern.9 Kritik intern ini bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data yang diperoleh dari Monumen Pers dan Dinas Pengelolaan Pasar. Sedangkan kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang telah diperoleh tersebut.
c.
Interpretasi, adalah penafsiran terhadap fakta-fakta yang dimunculkan dari data-data yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan tema yang dibahas,
9
hal: 58
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berdasarkan hasil data yang telah di peroleh dari Monumen Pers dan Dinas Pengelolaan Pasar. Tujuan dari interpretasi ini adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut kedalam interpretasi yang menyeluruh.10 Untuk analisa terhadap data-data dilakukan secara deskriptif kualitatif karena datadata yang dikumpulkan pada dasarnya adalah data-data kualitatif. Analisa setelah data-data yang terkumpul, kemudian diinterpretasikan, ditafsirkan, dan dianalisis dengan sebab akibat dari suatu fenomena sosial pada cakupan waktu dan tempat tertentu. d.
Historiografi, yaitu proses penulisan sejarah sebagai langkah akhir dari penelitian sejarah, dimana dalam menyajikan hasil penelitian ini berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah.
commit to user 10
Ibid, hal: 64
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan sistematika penulisan yang terbagi dalam lima bab pokok pembahasan, yang urutannya sebagai berikut: BAB I, merupakan bab pendahuluan yang mencangkup mengenai garis besar penulisan skripsi
yang di dalamnya memuat: latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika skripsi. BAB II, merupakan gambaran umum mengenai kota Surakarta, serta mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar dan keadaan pasar-pasar tradisional pada saat itu. BAB III, dibahas mengenai perkembangan pasar klewer pada tahun 19581998, mencangkup mengenai sejarah pasar Klewer, keadaan pasar klewer, mengenai asal usul pedagang pasar Klewer yang multietnis tersebut serta aktivitas dan karakter pedagang di Pasar Klewer. BAB IV, mengkaji mengenai interaksi antar pedagang pasar Klewer yang multietnis baik dalam bidang sosial maupun ekonomi, serta paguyuban pedagang Pasar Klewer. BAB V, bab ini merupakan bab akhir yang akan mengungkapkan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA
A. Deskripsi Kota Surakarta Surakarta merupakan bagian Vortenlanden di samping daerah Yogyakarta. Surakarta yang sebagai suatu wilayah geografis dan administrasi pemerintahan mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan kota Surakarta mengikut proses pembentukan konvensional, yaitu dari suatu fungsi agraris ke fungsi non agraris. Fungsi administrasi pemerintahan yang mula-mula berfungsi sebagai kedudukan feodal (kerajaan), untuk selanjutnya dipindahkan pada sistem pemerintahan kolonial, dan akhirnya sampai pada sistem pemerintahan demokratis dengan status sebagai kotamadya. Kota Surakarta terletak pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut, di sebelah kiri Bengawan Sala, dan pada kedua belah tepi Sungai Pepe. Sebagian besar kota tersebut masuk dalam wilayah Kasunanan dan kurang lebih seperlima bagian merupakan daerah Mangkunegaran. Daerah Kasunanan di dalam kota dikenal dengan nama daerah kidulan. Sebutan ini mungkin dihubungkan dengan letak keraton yang berada di sebelah selatan, sedangkan istana Mangkungaran terletek di sebelah utara jalan raya Purwasari dan jalan trem yang menghubungkan Boyolali dan Wonogiri yang seakan-akan menjadi batas kedua daerah tersebut.1 Kota Surakarta sebagai pusat kerajaan tradsional Mataram, menunjukkan ciri-ciri feodal agraris karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh daerah pertanian. Selain faktor geografis, pertumbuhan dan perkembangan kota Surakarta commitDunia to user Darsiti Soeratman, 2000, Kehidupan Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Penerbit Taman Siswa, hal: 84 1
16
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
tidak lepas dari faktor politik saat itu. Pengaruh politik dari Belanda yang semakin intensif terutama di Pulau Jawa, yang ikut menentukan pertumbuhan kota Surakarta, yakni kota Surakarta dijadikan sebagai pusat administrasi pemerintahan kolonial. Ikut campurnya pemerintah asing ini mengakibatkan masuknya unsurunsur asing. 1. Keadaan Penduduk Penduduk atau masyarakat merupakan salah satu komponen terpenting dalam masalah perkotaan. Pertumbuhan, perkembangan, serta penyebarannya sering kali menimbulkan efek sosial yang menjadi perhatian pemerintah daerah setempat. Perkembangan penduduk yang cepat menyebabkan struktur penduduk mengalami perkembangan juga. Struktur penduduk dari segi mata pencaharian akan mengalami varias yang labil. Mata pencaharian penduduk akan berubah seiring dengan perkembangna ekonomi dan potensi yang ada. Kependudukan merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian pemerintah dalam proses pembangunan, dimana dalam masalah kependudukan nantinya akan memuat kuantitas penduduk seperti jumlah penduduk, persebaran penduduk, angkatan kerja serta kualitas penduduk seperti pendidikan dan kesehatan. Seperti penduduk Surakarta yang bersifat homogen. Dalam hal pemukiman, tampak adanya segregasi yang nyata antara lapisan penduduk. Hal ini sesuai dengan pembagian pelapisan sosial yang dilakukan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1854 dengan membagi-bagi penduduk menjadi tiga kelompok, yaitu Eropa (Europeesche), Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) seperti Cina, Arab, India dan yang terakhir adalah Pribumi (Inlanders).2 commit to user Cahyo Adi Utomo, 2010, “Peran Etnis Cina dalam Perdagangan di Surakarta pada Tahun 1959-1998”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, hal: 35 2
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mayoritas penduduk kota Surakarta adalah orang Jawa, dan lainnya merupakan pendatang dari luar daerah seperti Banjar dan Melayu, bahkan keturunan etnis luar Indonesia seperti Eropa, Cina dan Arab yang telah menetap dan menjadi bagian dari kota Surakarta karena telah berkewarganegaraan Indonesia. Sebagian dari mereka telah mempunyai perkampungan tersendiri, seperti komunitas keturunan Arab dikenal berada di Kecamatan Pasar Kliwon, komunitas orang Cina di daerah Pecinan, sedangkan untuk pendatang dari golongan pribumi seperti orang Banjar di Kampung Banjaran, orang Madura di Kampung Sampangan dan sebagainya. Pola pemukiman di Kota Surakarta pada awal abad ke-20 bersifat pluralistis dan menunjukkan stratifikasi sosial dengan pengelompokan yang sangat
menyolok.
Bentuk
pelapisan
sosial
yang
memisahkan
antara
perkampungan Eropa dengan etnik lain merupakan wujud diskriminasi yang pada awalnya telah diatur untuk kepentingan dan keamanan Pemerintah Kolonial Belanda. Perkampungan Pecinan untuk orang-orang Cina ditunjukkan untuk mengawasi gerak-gerik mereka yang ditempatkan di Sekitar Pasar Gede, diurus oleh kepala yang diambil dari etnik yang sama, dan diberi pangkat Mayor. Di kalangan penduduk setempat di kenal dengan sebutan Babah Mayor. Demikan halnya dengan orang-orang Arab, mereka ditempatkan di wilayah sekitar Pasar Kliwon, dan diurus oleh kepala dengan
pangkat
Kapten. Sedangkan
perkampungan untuk penduduk bumiputra terpencar di seluruh kota.3
commit to user Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Surakarta 1895-1998, Yogyakarta: Ombak, hal: 19 3
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1 Penyebaran wilayah tempat tinggal etnis-etnis di Surakarta No 1.
Etnis Jawa
Wilayah tinggal Tersebar di seluruh kota, etnis Jawa merupakan etns mayortas di Surakarta
2.
Cina
Daerah Pasar Gede, Balong, Kecamatan Jebres, Kelurahan Sudroprajan, Jagalan, Langenharjo,
Kecamatan
Banjarsari,
Gilingan, Kestalan, Timuran, Setabelan dan Solo Baru. 3.
Arab
Kecamatan Pasar Kliwon (Kecamatan Pasar Kliwon, Semanggi, dan Kedung Lumbu)
4.
India dan Eropa
Loji Wetan
Sumber: Eka Deasy Widyaningsih, 2007: 40
Pertumbuhan penduduk di Surakarta tidak lepas dari adanya mobilitas sosial yang relatif cukup singkat sehingga mendorong terjadinya peningkatan kepadatan penduduk di wilayah Surakarta. Mobilitas tersebut pada awalnya diakibatkan oleh faktor penarik kota yaitu kota Surakarta telah tumbuh menjadi kota yang modern dengan segala fasilitas penunjangnya. Meningkatnya jumlah penduduk di dalam kota kerena luas daerah itu sendiri tidak mungkin bertambah, sehingga pertambahan jumlah penduduk dengan pertumbuhan aspek lainnya tidak berjalan dengan seimbang yang menyebabkan masalah sosial dan ekonomi diantaranya terlihat kesenjangan diantara masyarakat, pemukiman kumuh, tingkat kriminalitas yang meningkat, pengangguran dan sebagainya. Namun jika melihat perkembangan-perkembangan yang ada, wilayah Surakarta bisa menjadi sebuah kota yang dapat berfungsi sebagai kota commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perdagangan. Di daerah ini telah terdapat banyak pusat perdagangan, seperti adanya pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan yang lebih modern. Selain itu banyaknya
perusahaan
juga
dapat
menjadikan
sebagai
kota
industri.
Perkembangan kota Surakarta tampaknya tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian saja, namun sudah berkembang dalan sektor lainnya. 2. Sarana dan Prasarana Kota Adanya fasilitas yang lengkap dalam suatu daerah atau kota, akan mempengaruhi kehidupan dan kemajuan masyarakatnya. Disadari atau tidak bahwa kesehatan masyarakat yang baik akan menunjang pembangunan. Manusia yang sehat akan lebih produktif sehingga akan memberi sumbangan kepada keberhasilan dalam pembangunan. Selain itu usaha-usaha pendidikan juga termasuk dalam usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia. Kebutuhan pendidikan sekarang telah menjadi kebutuhan pokok. Untuk bisa menyediakan tenaga kerja yang terdidik dan terampil perlu pendidikan yang baik. 4 Selain fasilitas kesehatan dan pendidikan, sarana-sarana yang lain juga sangat diperlukan untuk perkembangan suatu daerah. Misalnya: pasar, jalan yang baik, sarana transportasi dan lainnya. Salah satu prasarana ekonomi yang penting adalah adanya pasar. Pada tahun 1960-an, wajah kota Surakarta masih diwarnai pasar-pasar tradisional, seperti: Pasar Gede, Pasar Klewer, Pasar Kliwon, Pasar Tanggul, Pasar Ledoksari, Pasar Jebres, Pasar Legi, Pasar Singosaren, Pasar Kembang, Pasar Kadipolo, Pasar Nangka, Pasar Harjodaksino, Pasar Kleco, Pasar Kabangan, dan Pasar Laweyan. Sedangkan pada tahun 1980-an dibangun lagi pusat pertokoan, to user1985, Ekonomi Perkotaan, Yogyakarta: Sukanto Reksohadiprojo dancommit Ar. Kaseno, BPFE, hal: 67 4
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa super-market, puluhan hotel, ratusan bank, puluhan bioskop, ratusan warung telekomunikasi, dan lain-lain. Ada empat tekstil yang dibangun di sekitar Surakarta, yaitu: PT. Sritex, PT. Batik Keris atau Dan Liris, PT. Tyfountex, PT. Danarhadi atau Kusumahadi, dan satu perusahaan obat-obatan yang cukup besar yaitu PT. Konimex, serta perusahaan jamu yang terkenal, PT. Air Mancur.5 Pada tahun 1980-an pembangunan jalan dan sarana transportasi, selain untuk memberikan fasilitas umum yang nyaman, juga untuk mendukung perkembangan sektor industri, ekonomi, dan pariwisata, khususnya untuk distribusi barang dan jasa. Pembangunan jalan di dalam Kota Surakarta disesuaikan dengan suatu pola, yang menempatkan Jalan Slamet Riyadi sebagai poros utama kota. Pembangunan jalan ke luar kota disesuaikan atau dihubungkan dengan pusat-pusat ekonomi baru yang merupakan bagian dari pengembangan zona ekonomi Surakarta, dan pintu masuk dan keluar dari Surakarta, seperti Palur, Solo Baru, Colomadu, dan Kartasura.6 Berkembangnya pembangunan jalan dan perekonomian di Kota Surakarta itu seiring dengan perkembangan transportasi perkotaan. Kebutuhan akan transportasi perkotaan bagi masyarakat semakin meningkat, ditandai dengan semakin banyaknya armada-armada angkutan perkotaan dengan berbagai rute yang menjelajahi seluruh sudut kota dan antar kota Kecamatan atau Kabupaten yang tidak pernah sepi dari penumpang. Oleh karena itu dibutuhkan terminalterminal bus yang memadai. Selain pembangunan terminal bus Tirtonadi untuk angkutan antarkota dan antarpropinsi, juga dibangun terminal-terminal bus yang lebih kecil di Palur, Kartasura, dan juga di Solo Baru dan Mojosongo. Untuk 5
Rustopo, Op. Cit, hal 22
6
Ibid, hal: 23
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
angkutan kereta api masih digunakan prasarana peninggalan kolonial, seperti Stasiun Balapan, Stasiun Jebres, Stasiun Purwosari, dan Stasiun Sangkrah (kota). Untuk angkutan udara, Bandara Adi Sumarmo di Panasan ditingkatkan kapasitasnya sebagai bandara internasional, sekaligus sebagai pelabuhan embarkasi haji untuk Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.7 Pendukung dalam sektor perekonomian, seperti telah terdapat jalan-jalan yang kondisinya baik, sehingga dapat memperlancar kegiatan ekonomi masyarakatnya. Kondisi jalan di Surakarta pada umumnya sudah beraspal dengan keadaan yang masih baik. Hal ini tentu akan dapat mendukung sektor perdagangan dan perindustrian. Namun masih banyak pula kemacetan di sejumlah tempat, terutama jalan-jalan yang melewati Pasar Klewer, Pasar Gede, Pasar Legi, Pasar Kadipolo, kompleks pertokoan Coyudan dan Singosaren. Selain dikarenakan tempat tersebut menjadi pusat kegiatan ekonomi, juga sebagian jalan menjadi tempat parkir dan tempat berjualan pedagang-pedagang kaki lima yang memenuhi trotoar, bahu jalan dan lain-lain.
B. Kondisi Sosial Ekonomi Pengertian antropologi mengenai tindakan sosial merupakan tindakan berpola dari setiap individu manusia. Kondisi sosial ini terdiri dari aktivitasaktivitas manusia yang berintraksi satu sama lain, berhubungan serta bergaul setiap hari menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan sebagai
7
Ibid, hal: 24
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat yang bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari. 8 Aspek sosial ekonomi merupakan suatu hal penting dalam mempelajari suatu aspek masyarakat dan suatu daerah, karena dari sinilah dapat diukur seberapa berhasil atau majunya suatu masyarakat dan sebuah kota. Kota Surakarta sendiri merupakan salah satu wilayah yang perkembangannya tergolong tinggi di Propinsi Jawa Tengah. Salah satu penyebabnya adalah letaknya yang strategis, tepatnya di persimpangan jalur penting yang terhubung dengan kota-kota besar seperti: Semarang dan Yogyakarta, serta wilayah bagian timur seperti Surabaya dan Madiun. Kondisi sosial ekonomi di Surakarta pada masa Orde Baru, tidak jauh berbeda dengan kondisi ekonomi nasional. Keadaan ekonomi pada masa ini, dapat dilihat pada indikator harga sembilan macam barang kebutuhan pokok sehari-hari (sembako) selama tahun 1966, yaitu kenaikan paling sedikit adalah Batik Kasar pada bulan Desember menjadi Rp 185.000,-/kg atau harganya naik 116%. Gejala lain yang muncul di masyarakat yaitu membesarnya jumlah pedagang barangbarang bekas (klitikan), terutama di daerah Ngapeman dan di sepanjang depan Keraton Mangkunegaran keselatan hingga ke Pasar Pon yang kemudian dikenal oleh masyarakat dengan Pasar Yaik.9 Masyarakat Surakarta sebagian besar bermata pencaharian di bidang non agraris, hal inilah yang menjadi pendorong bagi masyarakat Surakarta menjadi daerah atau kota yang memiliki potensi dalam bidang perdagangan. Sedangkan
8
Koentjaraningrat, 1990, Pengantar lmu Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hal: 43
commitKekuasaan to user Keraton Alit: Studi Radkalisasi Sosial Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Wong Solo dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta, Surakarta: LPTP, hal: 74 9
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
prasarana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah Kotamadya dalam memperlancar perekonomian telah tersedia, sarana itu antara lain berupa alat transportasi, pasar dan sebagianya. Daerah-daerah yang berada di sekitar kota Surakarta merupakan daerah yang cukup berpotensial untuk tanaman pangan, karena daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang cukup subur. Adanya berbagai program yang dikembangkan oleh masing-masing pemerintah Daerah, seperti peningkatan tanaman pangan maupun hasil produksi lainnya, menyebabkan wilayah Surakarta menjadi jalur lalu lintas perdagangan yang cukup strategis. Dari masing-masing daerah yang memiliki potensi yang berbeda antara yang satu dengan daerah yang lainnya, maka akan memperlancar perdagangan, dalam usaha meningkatkan ekonomi suatu daerah. Daerah yang cukup potensial untuk pertanian terutama adalah daerah Sragen, Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, dan wilayah lain yang masih termasuk dalam Karesidenan Surakarta. Disamping yang dihasilkan adalah tanaman pangan, ada juga hasil produksi lain seperti industri. Surakarta merupakan pusat perdagangan hasil pertanian maupun industri lain yang berasal dari daerah di sekitar wilayah Surakarta, maupun hasil produksi yang berasal dari luar Karesidenan Surakarta. Menurut keterangan yang diperoleh dari beberapa responden seperti penuturan Atmanto dan Abdul Kadir, bahwa meskipun mereka berasal dari luar wilayah Surakarta dan dari daerah yang merupakan daerah yang cukup subur untuk lahan pertanian, namun sebagan besar dari pedagang di Pasar Klewer ini mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka di luar commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertanian yaitu dengan berdagang di Pasar Klewer. Mereka memilih kota Surakarta dalam mencari penghasilan, karena wilayah Surakarta merupakan kota yang dekat dengan daerah asal mereka dan juga Surakarta merupakan daerah tujuan wisata, dengan demikian harapan mereka untuk mendapatkan penghasilan akan semakin besar. Perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat membantu dalam melihat seberapa besar tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Sebagiaan kota perdagangan, letak Surakarta yang juga mendukung sektor ini, hal ini dapat dilihat letak Surakarta yang berada di tengah-tengan wilayah keresidenan Surakarta. Kota Surakarta dengan potensi yang dimiliki akan semakin mudah berkembang serta daerah di sekitarnya akan merasakan dampak positifnya juga. Hal yang menarik dari kota Surakarta adalah aktifitas perekonomian yang seakan tak pernah mati. Pada siang hari banyak masyarakat yang melakukan aktifitas perdagangan, transaksi bisnis baik dalam skala besar maupun kecil, dan sebagainya. Pada malam harinya kota ini memberikan suasana yang merakyat dengan hadirnya Pedagang Kaki Lima dan kuliner.
C. Pasar-pasar Tradisional di Surakarta Daerah pusat kegiatan sangat dinamis, hidup tetapi gejala spesialisasinya semakin kentara. Daerah ini masih merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan-hiburan dan lapangan pekerjaan. Hal ini ditunjang dengan adanya sentralisasi sistem transportasi dan sebagian besar penduduk kota masih tinggal pada bagian dalam kota-kotanya. Proses perubahan yang sangat besar terjadi pada daerah ini dan sering mengancam keberadaan bangunan-bangunan tua yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
bernilai historis tinggi. Pada daerah yang berbatasan dengan sungai masih banyak tempat-tempat yang longgar dan banyak digunakan untuk kegiatan ekonomi antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi rendah dan sebagian lainnya dgunakan untuk tempat tinggal para imigran.10 Pasar berasal dari kata “Parsi Bazar” dalam bahasa Arab. Dalam pengertian umum, pasar adalah tempat untuk menjalin hubungan antara pembeli dan penjual serta produsen yang turut serta dalam pertukaran barang dan jasa. Pasar tidak hanya terdapat di kota-kota besar namun juga di berbagai tempat di desa-desa. Clifford Geertz menjelaskan bahwa pasar bukan hanya suatu pranata ekonomi, tetapi sekaligus sebagai cara hidup. Dari penelitian di Pare, Jawa Timur, membuktikan bahwa pasar merupakan suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencakup semua aspek dalam masyarakat.11 Bahkan dapat juga dikatakan bahwa pasar merupakan suatu sistem sosial. Pada dasarnya pasar pada suatu masyarakat ditentukan oleh fungsinya. Adapun yang dimaksud disini adalah pranata yang mengatur komunkasi dan interaksi pertukaran barang dan jasa. Hasil transaksi dapat disampaikan pada waktu itu atau pada waktu yang akan datang berdasarkan harga yang telah ditetapkan. Secara singkat dapat disebutkan sebagai pranata dan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Pasar yang berfungsi sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli bukan hanya menyebabkan terjadinya interaksi
10
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 2006, “Solo Kota Dagang,” dalam Laporan Penelitian, Surakarta: FSSR UNS, hal: 54 11
commit to Jakarta: user Yayasan Obor Indonesia, hal: 30-50 Clifford Geertz, 1983, Penjaja dan Raja,
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesama individu, tetapi dilain pihak merupakan tempat pertukaran benda-benda hasil kebudayaan.12 Pasar merupakan suatu simbol yang menandai kemajuan perekonomian masyarakat pada daerah tertentu. Munculnya pasar karena bersamaan dengan adanya kegiatan dan kebutuhan yang dilakukan manusia. Dengan demikian, pasar merupakan tempat untuk melakukan kegiatan tukar menukar barang dan jasa sebagai pemenuh kebutuhan bagi masyarakat yang lebih dikenal dengan sistem jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli. Sebelum pasar terbentuk, kegiatan tukar menukar sudah lama dilakukan masyarakat yang lebih dikenal dengan barter. Kegiatan ini dilakukan karena adanya rasa saling membutuhkan barang atau jasa antara anggota masyarakat. Naik turunnya pendapatan pasar ditentukan oleh jumlah pelaku transaksi di pasar. Banyaknya transaksi dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, sedangkan daya beli dipengaruhi oleh tingkat pendapatan setiap orang. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan mereka maka diperlukan suatu tempat tertentu untuk bertemu antara penjual dan pembeli barang mereka, maka kemudian terjadilah suatu pasar.13 Pertumbuhan dan perkembangan pasar senantiasa berhubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. Adanya pasar maka telah terjadi banyak perubahan dibidang ekonomi pada masyarakat. Perubahan itu meliputi semua
aspek
perekonomian,
baik
produksi,
distribusi
maupun
sistem
konsumsinya. Perubahan itu mengarah pada kemajuan, secara bertahap, walaupun pelan namun pasti, sehingga terjadilah modernisasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa 12
Tejo Wahyono, dkk. 1987, Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan (Pasar “Nayak” Wamena), Jakarta: Depdikbud, hal: 1-2 13
to Jakarta: user PN. Sumur Bandung, hal: 6 Soetardjo Kartohadikusumo, commit 1965, Desa,
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembaharuan itulah membawa banyak perubahan dibagi masyarakat, namun ada juga terjadi kesenjangan. Kesenjangan itu terjadi sebagai akibat dari kurang siapnya masyarakat menghadapi perubahan yang sangat drastis, perubahan yang dapat disebut sebagai loncatan budaya.14 Pasar pada masyarakat kuno bukanlah sebagai alat yang dipergunakan oleh masyarakat untuk memecahkan persoalan dasar perekonomian mereka. Pasar hanyalah merupakan embel-embel bagi proses produksi dan distribusi, bahkan merupakan bagian integral dari padanya, pasar berada diatas mesin perekonomian yang penting dan bukanlah berada dalam mekanisme itu sendiri. Pada masa kini dan kenyataan perekonomian pada jaman kita sekarang terdapat jarak yang sangat besar yang memerlukan waktu berabad-abad untuk menjebataninya.15 Sebagaimana ditemui di Jawa pada umumnya, pasar-pasar tradisional di Surakarta sudah mulai bermunculan sejak pemerintahan kolonial, dan sebagai pengelola pasar tersebut kebanyakan dilakukan oleh kalangan etnis Cina. Mereka ini disamping diberi kepercayaan untuk memungut pajak tol, juga berkewajiban memungut pajak pasar yang kemudian diserahkan kepada pemerintah kolonial atau pihak Keraton.16 Di Surakarta terdapat beberapa pasar tradsional yang berada di dalam kota. Pasar yang terbesar adalah Pasar Gede yang terletak di sekitar istana dan pemukiman orang Belanda. Pemerintah Mangkunegaran juga memilik pasar sendiri, seperti pasar Legi, Pasar Pon serta pasar Triwindu. Wilayah Kasunanan
14
Ibid, hal: 71
15
Robert L Heilbroner, 1994, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal: 23
commit to user
16
Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 263
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga melakukan pembangunan pasar, yaitu pasar Kliwon, dimana sebelumnya merupakan sebuah pasar kambing yang berada di kawasan pemukiman etnis Arab. Sedangkan di Gemblegan dibangun sebuah plot atau penempatan baru untuk menampung para pendatang baru. Perkembangan pasar di Surakarta cukup pesat seiring dengan majunya industrialisasi di Surakarta dan daerah sekitar. Letak wilayah Surakarta yang strategis menjadikan Surakarta sebagai kota yang berpeluang besar untuk dijadikan kota perdagangan. Beberapa pasar di Surakarta berfungsi sebagai pasar induk, yang digunakan oleh kalangan pedagang pengecer, selain dari kota Surakarta sendiri juga dari berbagai daerah atau kota disekitar wilayah Surakarta bahkan hampir sampai daerah Jawa Timur. Hingga menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru di Surakarta terdapat 36 pasar tradisional dengan jumlah keseluruhan luas pasar sebesar 134.143,68 m² atau lebih dari 13 ha, jumlah kios sebanyak 3.036 buah, jumlah los sebanyak 5.039 petak, serta jumlah pelataran untuk 4.088 orang. Sebagian besar terkosentrasi pada hasil bumi dan sandang, sebuah pasar tekstil, sebuah pasar antik, sebuah pasar mebel, sebuah pasar buah, sebuah pasar sepeda, sebuah pasar burung dan dua buah barang atau besi bekas.17 Pasar Besar Harjonegoro atau yang lebih dikenal dengan Pasar Gede dan Pasar Legi merupakan pasar induk dari hasil bumi dan barang klontongan yang cukup berpengaruh di wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Artefak bangunan kota lama yang masih tersisa di kota Surakarta dan menjadikan ciri khas peninggalan Kerajaan Mataram adalah Pasar Gede. Di kota Surakarta banyak 17
Ibid
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat pasar tetapi tidak ada yang menyamai Pasar Gede, karena selain ditemukannya banyak rumah-rumah pertokoan yang besar juga terjadi arus barang yang setiap hari terus menerus ada dan baru tutup pukul 5 sore. Pasar Gede terletak di pusat kota di antara kampung Pecinan, dibangun dan diperbesar pada tahun 1930 oleh Susuhunan Paku Buwana X. Pasar Gede dulunya merupakan pasar sederhana, banyak pedagang yang belum teratur dan berjualan dengan menggunakan tenda-tenda. Akan tetapi pasar ini akhirnya dibangun oleh pemerintah Karesidenan. Selama perbaikan banyak pedagang yang dipindahkan ke Gladag dan Alun-alun Lor. Setelah selesai dibangun pasar ini diberi nama Pasar Harjonegoro, namun demikian nama Pasar Gede lebih dikenal di kalangan rakyat. Luas pasar sebesar 12.244 m², jumlah kios sebanyak 64 buah, jumlah los sebanyak 498 petak, serta jumlah pelataran untuk 320 orang.18 Di sebelah barat pasar Gede terdapat pasar buah, dengan lokasi yang sangat strategis. Lokasi pasar buah ini menempati sebuah bangunan milik Pemerintah Daerah Kodya Surakarta. Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di lantai satu bagian utara ditempati oleh pedagang buah sedangkan bagian selatan ditempat oleh pedagang ikan hias. Di bagian lantai dua di gunakan oleh kantor Dinas Pasar dan di sewakan untuk usaha pub dan permainan bilyard. Pasar Legi berada di wilayah Mangkunegaran. Pasar ini ramai pedagang pada hari pasaran legi, banyak pedagang berdatangan dari desa-desa. Pada tahun 1936 pasar tersebut direnovasi model modern, yaitu pada masa kekuasaan Sri
18
Ibid, hal: 264
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Paduka Mangkunegara VII (1916-1944).19 Perilaku pedagang di Pasar Legi sangat khas dan ditakuti oleh para pedagang lainnya. Persaingan antara pedagang di pasar ini cukup keras, dan banyak kalangan pedagang sendiri yang cenderung menganggap kasar. Munculnya spekulasi bisnis yang matang, banyak pedagang di pasar ini, terutama dari kalangan etnis Cina yang berani melakukan spekulasi. Pasar Gede dan Pasar Legi terdapat beberapa pedagang besar yang menjual berbagai jenis hasil bumi. Namun disekitar pasar tersebut terdapat distributor atau agen komoditi kelontong, yang merupakan produk pabrik, serta obat-obatan dan barang kebutuhan sehari-hari yang mayoritasnya adalah pedagang Cina. Hal ini terutama dalam hal mengendalikan harga barang dagangan. Pasar tradisional di Surakarta selain menjadi perdagangan hasil bumi, kelontong dan sandang, juga terdapat beberapa pasar yang memiliki komoditi sendiri misalnya batik dan tekstil, pasar barang antik, mebel, buah-buahan dan ikan, pasar sepeda, pasar burung, dan pasar barang atau besi bekas. Di wilayah Mangkunegaran berkembang pasar yang letaknya di utara Istana Mangkunegaran yaitu Pasar Triwindu. Pasar ini menawarkan berbagai macam barang antik, seperti patung-patung kuno, hasil kerajinan tangan (wayang kulit, wayang golek, kain batik, lukisan, ukir-ukiran kayu atau tembaga), keris, tombak dan sebagainya.. Pada awalnya tempat ini adalah sebuah lapangan atau alun-alun milik Mangkunegaran, dan di tempat tersebut setiap tiga windu diadakan perayaan peringatan oleh Mangkunegara sehingga mengundang banyak pedagang. Awalnya, penjualan di sini menggunakan sistem barter dengan menggelar barang commit to user 19
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, Op. cit, hal: 55-56
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dagangannya di meja-meja, karena semakin bertambah, sejak tahun 1960 mereka mulai mendirikan kios. Berhubung dengan tradisi masyarakat Jawa, terutama dalam menghormati leluhurnya yaitu dengan ziarah, di kota Surakarta terdapat sebuah pasar yang khusus berjualan kembang atau yang lebih dikenal dengan nama Pasar Kembang. Pada tahun 1967 Pasar Kembang pertama kali dibangun dan pada tahun 1970 diperluas kesebelah utara. Luas Pasar Kembang sebesar 1.409 m², terdapat kios sebanyak 17 buah, jumlah los sebanyak 65 petak, dan memiliki pelataran untuk 60 orang.20 Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Surakarta, karena itu meningkat pula kebutuhan rumah tangga, seperti meja, kursi, almari dan tempat tidur. Pada awal tahun 60-an banyak pedagang eceran mebel yang menjajakan di berbagai
tempat,
misalnya
perlimaan
Balapan,
perempatan
Ngapeman,
Perempatan Parsar Pon dan Triwindu, daerah Purwosari dan Gading. Pada tahun 1961, Pemerintah Kota Surakarta mengatur pedagang pengecer mebel ke dalam satu lokasi yaitu di jalan Pamedan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres Surakarta. Namun para pedagang pengecer semakin lama semakin meningkat, sehingga diperlukan tempat usaha yang cukup luas. Pada tahun 1971 lokasi dagang para pedagang pengecer dipindahkan ke Bibis Kulon, Kelurahan Gilingan Surakarta.21 Di Surakarta juga banyak sekali penggemar burung, yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat maupun etnis, maka banyak pedagang yang menjual burung. Semula para pedagang burung berjualan di Widuran dekat Kepatihan dan di Purwasari, kemudian oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta dikumpulkan di 20
Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 270
21
Ibid, hal: 271
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasar Slompretan. Karena untuk pelebaran Pasar Klewer, akhir tahun 60-an pasar burung di Pasar Slompretan dipndahkan ke pasar burung di Widuran dekat Kantor Pegadaian Surakarta. Berkembangnya perdagangan burung, sehingga lokasi pasar tidak muat bagi pedagang yang semakin banyak dan hampir setiap hari melimpah di Widuran serta mengganggu arus lalu lintas, kemudian pada tahun 1984 pasar burung dipindah ke lokasi baru di Depok dekat Balekambang, tepatnya Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari Surakarta. Lokasi Pasar Depok memiliki luas sebesar 4.480 m², tidak terdapat kios tetapi memiliki los sebanyak 68 petak, dan memiliki pelataran bagi 217 orang.22 Di dalam Pasar Depok juga terdapat sebuah patilasan dari Ki Ageng Pamanahan dan sampai sekarang tempat tersebut di keramatkan oleh masyarakat sekitar. Tempat tersebut dulunya digunakan oleh Ki Ageng Pamanahan sebagai tempat sembahyang. Di sekitar Pasar Depok juga terdapat sebuah umbul yang berkaitan pula dengan patilasan di dalam Pasar Depok. Di kota Surakarta juga terdapat salah satu pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah yaitu Pasar Klewer. Letak Pasar Klewer ini berdekatan dengan Keraton Surakarta dan Alun-alun serta Masjid Agung, sehingga hampir setiap hari daerah ini tak pernah sepi dari hiruk pikuknya jalan. Dulunya lokasi Pasar Klewer ini bernama Kampung Nglorengan. Pasar Klewer pada mulanya dinamakan Pasar Slompretan. Nama Kampung Slompretan ini berasal dari nama orang pemilik tanah yaitu Tuan Lourens. Ketika pemlik tanah itu meninggal, tempat itu dijadikan pasar yang bernama Pasar Slompretan. Pedagang yang berada di pasar commit to user 22
Ibid, hal: 272
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini umumnya berjualan minuman dan juga berbagai jenis burung. Akhirnya para pedagang ini dipindahkan di daerah Widuran. Kemudian Pasar Slompretan ini diisi oleh pedagang yang menjajakan dagangannya dengan dijinjing di pundak, dan akhirnya timbul kata klewer. Masyarakat sekitar menyebut pasar tersebut dengan nama Pasar Klewer. Di Pasar Klewer ini dijual berbagai macam tekstil dan pakaian, serta batik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III PERKEMBANGAN PASAR KLEWER TAHUN 1958-1998
A. Sejarah Pasar Klewer Pasar Klewer pada mulanya dinamakan Pasar Slompretan.1 Letaknya disebelah selatan alun-alun utara, tempat tersebut dahulunya digunakan untuk menyimpan kereta dan tempat berhentinya kereta di pinggir jalan. Tempat tersebut paling tua di kota Surakarta, dan jalan tersebut juga merupakan jalan tertua. Karena pernah dipakai pada saat perpindahan kerajaan jaman Pakubuwana II, dari Kartasura ke Sala, yang kemudian diberi nama Surakarta Hadiningrat, di sebelah utara di bangun Masjid Agung. Dulunya Pasar Klewer disebut juga dengan pakretan2 karena digunakan sebagai tempat pemberhentian kereta milik para abdi dalem dari luar kota, seperti Delanggu, Kartasura dan Boyolali pada saat ada acara kebesaran di Istana. Nama pakretan tersebut sering kali salah dalam pengucapannya oleh masyarakat, maka berganti menjadi Slompretan. Maka lama-kelamaan dijadikan pasar Slompretan.3 Kata Slompretan tersebut berasal dari slompret (terompet) karena suara dari kereta yang akan berangkat mirip dengan suara terompet ditiup.4
1
Pasar Slompretan ini berasal dari nama orang pemilik tanah yaitu Tuan Lourens, dan setelah pemilik tanah tersebut meninggal kemudian tempat tersebut diberi nama Pasar Slompretan. Pasar Slompretan berada di Jalan Ngapeman dekat dengan Pasar Klewer. 2
Pakretan berada di sepanjang jalan Coyudan dan tempat tersebut menjadi pusat dari transportasi local yang berupa andong. Alat transportasi andong ini biasanya digunakan oleh para bangsawan maupun pedagang kaya yang mmbawa barang dagangannya dari rumah ke Pasar Klewer. 3
4
R.M Sajid, 1984, Babad Sala, Surakarta: Reksopustoko Mangkunegaran, hal: 68
commit topada user Wawancara dengan Dwi Adi Prihutomo tanggal 16 Agustus 2010
35
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada saat dunia mengalami masa malaise (sekitar tahun 1930), yaitu sebelum Perang Dunia ke II, kehidupan di kota Solo juga mengalami penderitaan bagi masyarakatnya, banyak terdapat pengangguran. Hal ini menyebabkan banyak bermunculan pedagang rombengan, yaitu pedagang yang menjual barang-barang bekas dan dijual dengan berkeliling di perkampungan. Pedagang rombengan tersebut berdagang di Purwadiningratan dengan para pedagang klitikan dan besi tua. Jumlah pedagang rombengan yang tiap tahunnya mengalami peningkatan, maka mereka mencari tempat yang sekiranya dapat digunakan untuk berdagang, seperti sekitar jalan di Pasar Legi, Pasar Ngapeman dan Pasar Kliwon. Dan pada sore hari, pedagang rombengan tersebut pindah ke jalan Jendral Gatot Soebroto, sebelah selatan Pasar Pon sampai Pasar Singosaren. Selain tempat-tempat tersebut, para pedagang rombengan ini juga berdagang di pertigaan Stabelan, karena letaknya dekat dengan villa park (Banjarsari) yang pada saat itu masih menjadi perkampungan orang Belanda, maka lokasi ini paling strategis.5 Pada jaman Jepang, sekitar tahun 1942-1945, biasanya barang yang dijual berupa barang-barang bekas. Para pedagang selalu berpindah-pindah, dan terkadang-kadang mengganggu arus lalu lintas. Pada mulanya bertempat di Banjarsari sebelah tenggara Kantor Air Minum (Kantor Solose Water-Leiding). Karena Pasar Slompretan dirasa sepi dan akan mati, maka para pedagang diminta berdagang di pasar Slompretan. Dikarenakan para penjualnya berdagang dengan berkleweran di bahunya, kemudian pasar Slompretan diganti menjadi pasar Klewer.6
5
Dharma Kanda, “Mula Bukane Jeneng Pasar Klewer”, terbit Maret 1978, hal: V-VI
6
R.M Sajid, loc cit.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Akhirnya timbul kata Klewer, yaitu pasar bagi orang miskin yang tidak memiliki tempat tertentu. Para pedagang menawarkan barang dagangannya dengan disampirkan di bahu mereka, sehingga para penjaja dagangan tampak berkleweran di pinggir jalan. Dalam istilah Jawa pemandangan ini dikenal dengan sebutan pating klewer. Oleh karena itu, akhirnya pasar tersebut dikenal dengan sebutan Pasar Klewer. Nama Pasar Klewer berasal dari bahasa Jawa, yang artinya memanjang dari atas ke bawah secara tidak beraturan. Berkembangnya suatu pasar, karena pada awalnya di tempat tersebut banyak orang menjual barang dagangannya dengan meletakkan barang dagangannya dibahu dan dibawa kemana-mana. Karena barang yang diletakkan dibahu banyak yang kleweran, serta barang yang diperdagangkan sebagian besar berupa kain dan sandang, maka barang ini dapat dijual dengan cara rombengan artinya berdagang keliling sambil membawa barang dagangannya dengan cara digantungkan ditangan. Demikian juga halnya di Pasar Klewer ini, barang-barang yang diperdagangkan sifatnya mudah dikemas, digantung dan terurai di lantai, sehingga istilah Jawa tersebut dipakai sebagai nama pasar yaitu Pasar Klewer dan nama tersebut dipakai sampai sekarang. Setelah pembangunan pasar pada tahun 1958 yang diperluas ke barat. Pasar Klewer mulai dikenal oleh masyarakat sekitar maupun dari berbagai kota seputar Jawa Tengah. Pada saat yang sama pasar sepeda di pindahkan ke Alunalun selatan dan pasar burung dipindahkan ke Widuran, karena lokasi tersebut akan digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Karena kondisi pasar Klewer yang sudak tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan dan perkembangan commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemajuan pembangunan, maka Pemerintah melakukan renovasi pasar hingga mencapai bentuk seperti yang sekarang ini.
B. Keadaan Pasar Klewer Keadaan atau kondisi pasar pada dasarnya, seperti pasar tradisional pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk mengadakan transaksi jual-beli. Bila dilihat dalam pengertian yang lebih luas lagi, pasar merupakan sarana pendistribusian semua hasil produksi dan kebudayaan masyarakat. Pada hakekatnya baik penjual maupun pembeli yang datang ke pasar tradisional masing-masing berusaha mendapatkan tambahan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Kota Surakarta merupakan daerah yang memiliki potensi yang besar dalam bidang perdagangan. Sebagai usaha dalam memperlancar perdagangan tersebut Pemerintah Daerah Kota Surakarta berusaha meningkatkan kualitas pasar. Salah satunya adalah Pasar Klewer, pada awalnya keadaan bangunan Pasar Klewer ini seperti Pasar Gedhe, karena pasar ini kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga memerlukan lokasi permanen dan stategis. Pasar tekstil dan batik terbesar di Surakarta adalah Pasar Klewer, yang terletak di sebelah barat Keraton Surakarta atau di sebelah selatan Masjid Agung Surakarta. Lokasi pasar ini termasuk wilayah Secoyudan, Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta. Tahun 1965 muncul gagasan dari para pedagang untuk mewujudkan pembangunan pasar tersebut menjadi pasar yang permanen. Dana yang dipergunakan untuk pembangunan pasar berasal dari pedagang dan Pemerintah commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kota Surakarta. Oleh Pemerintah Daerah pelaksanaan proyek pembangunan pasar diserahkan kepada pihak swasta. Pada awalnya rencana renovasi bangunan Pasar Klewer ini akan dibuat empat lantai, namun tidak dijinkan oleh pihak Keraton. Karena bangunan pasar yang terdiri dari empat lantai ini akan menghalangi bangunan Keraton yaitu Sanggabuwana. Saat pelaksanaan pembangunan dilakukan, para pedagang kemudian dipindahkan di Alun-alun Utara. Pembangunan pasar ini dilaksanakan oleh PT. Sahid yang bekerja sama dengan Bank Bumi Daya (sekarang menjadi Bank Mandiri). Pada tanggal 9 Juni 1971 bangunan pasar yang baru telah selesai pengerjaanya dan diresmikan menjadi Pasar Klewer. Pasar ini merupakan pasar yang sudah permanent dan berlantai dua. Pasar Klewer memiliki areal seluas kurang lebih sekitar 135 m x 65 m, yang tersdiri dari 1370 kios. Kios yang digunakan untuk berjualan batik dan tekstil berjumlah 1370 buah, dan kebanyakan dari kios tersebut dimiliki oleh WNI non pribumi (Arab dan Cina). Tabel 2 Jumlah Pedagang batik dan Tekstil pemilik kios di Pasar Klewer No
Golongan
1.
Pribumi
2.
Non Pribumi
Jumlah
Batik
Tekstil
670
270
400
-
Cina
610
290
320
-
Arab
90
60
30
1370
620
750
Jumlah
Sumber: Himpunan Pedagang Pasar Klewer, tahun 1984 Pada tahun 1998 Pasar Klewer memiliki luas sebesar 13.461,68 m², jumlah commit to user kios sebanyak 2.064 buah, jumlah los sebanyak 40 petak, tidak memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
pelataran. Jumlah pedagang di Pasar Klewer sebanyak 2.046 orang, sedangkan untuk pedagang oprokan sebanyak 450 orang. Lokasi pasar Klewer ini semula merupakan pasar burung, tetapi jauh sebelumnya di tempat ini merupakan tempat berkumpulnya para pedagang batik tradisional.7 Kios yang terletak dilantai bawah pada umumnya digunakan oleh para pedagang pengecer tekstil, batik dan sebagian kecil pedagang emas. Tetapi dilantai bawah ini terdapat pula beberapa kios yang berperan sebagai pedagang besar atau grosir, terutama bahan produk tekstil. Selain itu, toko-toko yang terletak di bagian barat lantai bawah, pada umumnya ditempati oleh pedagang emas dan perhiasan. Di sepanjang trotoar depan toko di kompleks Pasar Klewer, di setiap pintu-pintu masuk pasar, di lorong-lorong dalam pasar dan dipinggiran anak tangga menuju lantai atas, dipenuhi oleh para pedagang kecil (pedagang kaki lima) yang menjajakan dagangannya, sebagian besar barang-barang produk tekstil dan batik. Para pedagang makanan tidak ada yang membuka warung di dalam pasar. Selain karena dilarang oleh pengelola pasar, juga karena mereka ini tidak mampu memiliki sebuah kios di pasar Klewer. Lantai atas selain digunakan oleh pedagang pengecer, banyak sebagian besar pedagang besar menempati kios-kios disini. Jika pedagang besar batik lebih banyak di lantai bawah, maka di lantai atas kebanyakannya adalah pedagang besar kain tekstil dan produksi tekstil. Sudah seperti ada kesepakatan dikalangan pedagang pasar, mereka tidak mau melayani pembeli eceran. Meskipun demikian pedagang besar ini juga melayani pembeli siapapun asal tidak eceran, mulai dari partai kecil, misalnya seperempat losin atau seperempat kodi hingga partai besar. commitKekuasaan to user Keraton Alit: Studi Radikalisasi Sosial Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Wong Solo dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta, Surakarta: LPTP, hal: 266 7
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Barang dagangan produk tekstil selain dari pabrik besar, juga diperoleh dari para pengrajin konveksi, baik dari kota Surakarta atau kota-kota disekitarnya, misalnya dari Wedi Klaten.8 Bangunan pasar di sebelah timur, pada awalnya merupakan terminal bemo sekitar tahun 1962-1966/1967, jumlah bemo sekitar 70 buah dan dibagi menjadi empat jurusan, yaitu: Kartasura, Bekonang, Karanganyar dan Sukoharjo, dengan retribusi parkir hanya RP 50,-.9 Namun setelah itu digunakan pedagang PKL untuk berjualan makanan dan buah. Pada pertengahan tahun 80-an dilakukan pembangunan seperti halnya bangunan Pasar Klewer bagian barat namun yang bagian timur ini hanya satu lantai,dengan jumlah kios sekitar 600 buah. Setelah diresmikan pada tahun 1986, para pedagang ini menjual kios mereka ke pedagang lain dan mereka menjadi PKL disekitar Pasar Klewer. Selain banyak ditempati oleh pedagang-pedagang partai kecil, juga terdapat pedagang besar. Pasar Klewer saat itu, sudah penuh dengan pedagang, baik itu pedagang lokal maupun pedagang asing. Para pedagang tersebut harus memiliki KTPP (Kartu Tanda Pengenal Pedagang) baik Pedagang kios maupun PKL. Dan para pedagang yang memiliki kios diwajibkan memiliki SIP (Surat Ijin Penempatan) atau SHP (Surat Hak Penempatan) yang berlaku seumur hidup, namun tiap 3 tahun sekali harus melakukan heregritasi. Sistem kepemilikan kios ini dapat dilakukan berdasarkan keturunan, warisan, bahkan membeli maupun sistem
8
9
Ibid, hal: 167
Dharma Kanda, “Wiwit „Perko‟ Nganti Klewer, ana sing mung Dolanan Simpoa”, terbit commit to user September 1978, hal: III
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kontrak antar pedagang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Humas HPPK, di Pasar Klewer terdapat tiga kelas kios10, yaitu: 1. Kelas Toko Pada kelas ini banyak terdapat di depan dan belakang jalan sekitar Pasar Klewer Surakarta dan sangat jarang. Ukuran kios ini yaitu 3 x 3½ m dan rata-rata dimiliki oleh pedagang non pribumi, baik Cina maupun Arab. Kios-kios tersebut dipergunakan untuk berjualan tekstil dan batik. 2. Kelas Mini Untuk kios-kios yang berukuran mini ini memiliki ukuran 2 x 2½ m, dan letak kios ini rata-rata di tengah Pasar Klewer. Pemilik kios ini hampir merata, yaitu baik orang pribumi (orang Jawa maupun Banjar), dan non pribumi (Cina dan Arab). Kios ini untuk berjualan batik, konveksi dan emas. 3. Kelas Supermini Untuk ukuran kios ini yaitu 1 x 2 m. Letak kios ini di pinggiran Pasar Klewer dan pasar bagian timur. Sistem retribusi yang dikenakan kepada setiap pedagang ini berneda antara pedagang pemilik kios dengan pedagang kaki lima. Pada tahun 1983 pemungutan biaya retribusi untuk para pedagang pemilik kios atau yang memiliki SHP sebesar Rp 3.000,-, sedangkan untuk pedagang kaki lima atau yang memiliki KTPP sebesar Rp 1.000,-. Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor: 5 Tahun 1983 tentang Pasar. Namun pada tahun 1993 pemungutan retribusi dinaikan dan bagi para pedagang pemilik kios ini commit to user 10
Wawancara dengan Atmanto pada tanggal 8 Oktober 2010
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibedakan menjadi beberapa kelas, seperti: Kelas I (kelas toko) sebesar Rp 10.000,- , kelas II (kelas mini) sebesar Rp 8.000,-, dan untuk kelas III (kelas supermini) sebesar Rp 6.000,-; sedangkan untuk para pedagang kaki lima (yang memiliki KTPP) menjadi Rp 2.000.-. Konsumen Pasar Klewer ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari lapisan kelas bawah sampai lapisan menengah. Kebanyakan para konsumen tersebut adalah para pedagang dengan alasan harga yang ditawarkan oleh pedagang sifatnya murah, dan dapat ditawar sehingga banyak pedagang yang mencari barang di Pasar Klewer. Tidak hanya para pedagang saja, tetapi juga ada wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang berbelanja tekstil di Pasar Klewer.
C. Asal Usul Pedagang Pasar Klewer a. Etnis Jawa Hunian orang-orang pribumi bercampur, baik penghuni lama maupun pendatang, kelas menengah maupun bawah. Semuanya tinggal di perkampungan, di rumah-rumah dengan kebun dan halaman yang ditumbuhi pohon atau tanaman rindang. Diskriminasi ras dan etnik masih sangat ketat, sehingga kontak sosial melalui jaringan sosial kota hanya terbatas pada golongan pribumi.11 Pemukiman untuk penduduk pribumi Jawa terpencar hampir di seluruh kota. Nama-nama kampung hunian penduduk suku Jawa, ada yang didasarkan atas nama-nama bangsawan yang bertempat tinggal di sana, seperti: Ngadijayan tempat tinggal Hadiwijaya, Mangkubumen tempat tinggal Mangkubumi, 11
Sartono Kartodirdjo, 1990, Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, to user dari Kolonialisme sampai Nasionalisme,commit Jakarta: PT. Gramdia, hal: 73-74
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Jayasuman tempat tinggal Jayakusuma, Suryabratan tempat tinggal Suryabrata, Kusumabarata tempat tinggal Kusumabarata, Sumadiningratan tempat tinggal Sumadiningrat, Cakranegaran tempat tinggal Cakranegara, Kalitan tempat tinggal Kanjeng Ratu Alit, Kusumayudan tempat tinggal Kusumayuda, Purwadiningratan tempat tinggal Purwadiningrat.12 Adapula kampung-kampung yang namanya diambil dari abdi dalem, seperti: Coyudan tempat tinggal Secayuda, Derpoyudan tempat tinggal Derpoyudo, Mangkuyudan tempat tinggal Mangkuyuda, dan Kerten tempat tinggal Wirakerti. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari kesatuan prajurit keraton, seperti: Kasatriyan, Tamtaman, Sorogenen; dan berdasarkan jenis pekerjaan penduduk, seperti: Sayangan, Gemblegan, Gapyukan, Serengan, Slembaran, Kundhen, Telukan, (un) Dhagen, Kepunton, dan Jayengan. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari nama jabatan di keraton, seperti: Carikan, Jagalan, Gandhegan, Sraten, Kalangan, Punggawan, Pondhokan dan Gadhing.13 Di Surakarta, orang-orang pribumi ini menyebar hampir di seluruh kota. Mayoritas bekerja sebagai petani, namun karena keadaan Surakarta yang berkembang maka mereka kebanyakan juga sebagai pedagang. Karena dengan menjadi pedagang mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka terutama dari segi ekonomi. Sejalan dengan keadaan tersebut, di Surakarta banyak terdapat pasar-pasar tradisional yang dapat menunjang kegiatan ekonomi mereka.
12
Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998, Yogyakarta: Ombak, hal: 20 13
Darsiti Soeratman, 2000, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: commit to user Penerbit Taman Siswa, hal: 3
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada awalnya para pedagang pribumi ini berjualan secara berkeliling atau menjadi pedagang kaki lima, namun oleh pemerintah dirasa sangat mengganggu arus lalu lintas maka para pedagang ini dipindahkan pada lokasi tertentu. Misalnya para pedagang yang menjual tekstil ini, yang kemudian dipindahkan ke Pasar Klewer. Pasar klewer ini pada awalnya yang berdagang adalah etnis Jawa yaitu berdagang batik, namun barang yang didapat selain dari orang pribumi itu sendiri juga dari orang-orang Cina. Dan setelah mengalami perkembangan, banyak pedagang dari berbagai golongan yang ikut berdagang. Di Pasar Klewer ini mayoritas pedagangnya adalah orang pribumi yang berasal baik dari daerah Surakarta maupun daerah di sekitarnya. b. Etnis Cina Kehadiran orang Cina di Surakarta sudah ada sejak tahun 1745, bersamaan dengan Paku Buwana II yang memindahkan ibu kota Kerajaan Mataram dari Kartasura ke Surakarta. Tempat tinggal orang Cina di Surakarta dilokasikan di kampung Balong, suatu kampung (pecinan) yang dibangun sejak jaman Kompeni dan berlanjut pada masa kolonial. Antara tahun 1904 hingga 1910, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan orang-orang Cina di Indonesia, maka pada tahun 1911 pemerintah kolonial mengabulkan tuntutan untuk menghapuskan wijkenstelsel dan passenstelsel, sehingga pemukiman Cina tidak lagi mengelompok pada suatu tempat atau lokasi tertentu, tetapi menyebar ke tempat atau lokasi lain. Sejak peraturan yang membatasi ruang gerak orang Cina dihapuskan, dan bersamaan dengan makin bertambahnya jumlah orang-orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Cina pendatang baru, maka orang-orang Cina tidak harus tinggal di kampung pecinan.14 Sebagian besar etnis Cina di Surakarta tinggal di kota. Pada umumnya tempat tinggal mereka merupakan deretan rumah yang berhadap-hadapan di sepanjang jalan utama. Deretan rumah-rumah itu merupakan rumah-rumah petak di bawah satu atap dan tidak memiliki pekarangan seperti orang pribumi. Model perkampungan semacam ini nampak di daerah Pasar Legi, Pasar Gede dan daerah Secoyudan. Perubahan rumah model tradisional ke model baru telah dilakukan oleh orang Cina yang tinggal di pinggir jalan besar. Bentuk rumahnya adalah bertingkat sesuai dengan kebutuhan keluarga yang tinggal. Sedangkan di Kampung Balong bentuk rumah etnis Cina yang tinggal di daerah ini tetap dan hanya ada sedikit perubahan. Adapun ciri khas dari rumah-rumah etnis Cina tradisional adalah pada ujung atapnya yang selalu lancip dan ada ukir-ukiran yang berbentuk naga. Rumah-rumah yang mempunyai tipe seperti ini banyak ditemukan di Kampung Sudiroprajan dan di daerah Purwasari, Kratonan dan Pasar Legi.
to user 1890-1927: Tinjauan Sosial Ekonomi” Benny Juwono, 1999, “Etnis commit Cina di Surakarta dalam Lembaran Sejarah Volume 2, No. 1, hal: 51,63 dan 69 14
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3 Persebaran penduduk Cina di lima Kecamatan Kota Surakarta tahun 1996 Penduduk Cina No
Kecamatan
Penduduk seluruhnya
Jumlah
%
Jumlah
%
1.
Laweyan
1.715
1,7
102.623
100
2.
Serengan
4.617
7,5
61.765
100
3.
Pasar Kliwon
2.529
3,1
83.039
100
4.
Jebres
8.765
6,9
128.606
100
5.
Banjarsari
6.497
4,1
159.725
100
23.610
4,4
535.787
100
Total
Sumber: Rustopo, 2007: 70
Masyarakat Cina di Surakarta, juga seperti yang tinggal di kota-kota lain, dibedakan antara peranakan dan totok. Peranakan adalah mereka yang sudah lama tinggal di Indonesia, sudah berbaur dengan masyarakat pribumi, berbahasa Indonesia dan bahasa daerah setmpat, serta berperilaku seperti pribumi. Kaum peranakan atau yang biasa disebut dengan babah ini tinggal di perkampunganperkampungan dalam kota. Mereka hidup berdampingan dengan kelompok pribumi Jawa dan menjalin hubungan yang baik dalam kehidupan sosial mereka, karena mereka menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari, maka orang Cina peranakan tersebut banyak yang mengikuti organisasi masyarakat sekitar, terutama dengan orang pribumi. Adapun totok adalah orang-orang Cina pendatang baru, baru sekitar satudua generasi, dan berbahasa Cina. Akan tetapi dengan berhentinya imigrasi dari daratan Tiongkok, jumlah Cina totok semakin menurun, dan keturunan Cina totok commit to user sudah mengalami peranakanisasi. Menurut hukum kolonial, hak orang Cina
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peranakan sebagai warga negara lebih besar dari pada orang-orang keturunan totok. Masyarakat Cina totok datang belakangan, mereka datang dengan menumpang kapal dagang dan mengajak keluarga mreka untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tanah perantauan. Dengan menumpang kapal-kapal dagang tersebut, mereka kemudian mendirikan kelompok-kelompok pemukiman baru.15 Mulai dekade ketiga abad ke-20, orang-orang Cina di Surakarta mulai menempati daerah strategis seperti Nonongan dan Coyudan. Tahun 1960-an pedagang-pedagang Cina sudah menyebar ke lokasi-lokasi yang strategis, seperti jalan-jalan di sekitar Pasar Legi, sekitar Pasar gede, dan Pasar Singosaren. Pada masa Orde Baru (1966-1998) hampir semua lokasi strategis atau jalan-jalan utama di Kota Surakarta ditempati oleh pedagang Cina. Pada tahun 1970-an merupakan awal pedagang tekstil Cina masuk Pasar Klewer, ketika pasar itu manjadi pusat perdagangan dan bursa tekstil seiring dengan keyajaan industri batik dan tenun.16 c. Etnis Arab Etnis Arab datang pertama kali sejak abad ke-19. Mereka menetap di Pasar Kliwon, dengan mayoritas golongan atau keluarga sungkar. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai pedagang, terutama pedagang klontong. Setelah mempunyai tempat tinggal menetap mereka mulai mengembangkan usaha sebagai pengusaha batik. Tumbuhnya perkampungan Arab di Pasar Kliwon, dapat dilihat dari dua aspek yaitu yang pertama adalah sebagai akibat politik pemukiman di masa
15
Rustopo, op.cit, hal: 68-69
16
Ibid, hal: 64
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
lampau dan yang kedua adalah sebagai perkembangan natural dari kota itu sendiri. Yang dimaksud sebagai akibat dari politik pemukiman di masa lampau adalah bahwa munculnya perkampungan Arab tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pemerintah jaman kerajaan maupun pada masa kolonial. Pola pemukiman di daerah kerajaan tradisional Jawa seperti di Surakarta masih menguikuti pola kosentris di mana raja sebagai pusatnya. Semakin jauh pemukiman itu dari pusat raja (keraton), menunjukkan semakin rendah derajatnya.17 Munculnya perkampungan Arab di Pasar Kliwon yang telah ada semenjak jaman kerajaan tradisional itu dipertajam lagi oleh pemerintah Belanda setelah dapat menguasai Jawa. Pemerintah Belanda selalu berusaha memisahkan orangorang Arab dari pergaulan dan kontak sosial dengan penduduk Jawa. Misalnya adanya peraturan yang membatasi masuknya para imigran Arab ke Indonesia, mereka yang sudah terlanjur masuk ke Indonesia harus memiliki ijin menetap, mereka hanya boleh bertempat tinggal di bagian tertentu di kota tersebut. Untuk bepergian mereka harus mempunyai surat ijin, tidak saja dari satu kota ke kota lainnya, tetapi juga dari satu tempat ke tempat lain di lingkungan kota, mereka harus selalu membawa surat ijin itu. Seperti halnya dengan orang-orang Cina, maka pada masa pemerintahan Belanda dikenal juga adanya sistem passen stelsel dan wijken stelsel untuk orang Arab. Kemudian aspek kedua dari munculnya perkampungan Arab tersebut adalah sebagai perkembangan natural dari kota itu sendiri. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sejalan dengan perkembangan kota yang diikuti dengan masuknya beberapa imigran dari berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa itu 17
Mahani, 2003, “Pasang Surut Usaha Indusrti Batik Masyarakat Keturunan Arab di commit to user Pasar Kliwon Tahun 1966-2002”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, hal: 28
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lama-kelamaan membentuk wilayah pemukiman tersendiri, misalnya kampung Jawa, Cina, Arab dan lain-lain. Sebenarnya Belanda mempunyai maksud untuk menciptakan sifat eksklusif dari masing-masing kelompok yang sebenarnya merupakan penajaman saja dari pemukiman-pemukiman yang telah dibangun oleh para leluhur dari masing-masing kelompok etnis yang bermigrasi ke Batavia.18 Proses terbentuknya perkampungan Arab di Pasar Kliwon selain disebabkan pola pemukiman di masa lampau, perkampungan itu muncul disebabkan pula adanya tarikan migran yang datang kemudian ke dalam kelompoknya sendiri yang mempunyai latar belakang kebudayaan, bahasa, serta tradisi yang sama, sehingga terbentuklah suatu perkampungan yang khusus dihuni oleh suku bangsa tertentu yaitu orang-orang Arab. Perkampungan orang-orang Arab itu pada perkembangan selanjutnya bukan lagi merupakan pemukiman yang eksklusif. Bersamaan dengan perubahan ekologi kota serta adanya pertambahan penduduk kota dalam hal ini kota Surakarta, maka di Pasar Kliwon telah dihuni oleh berbagai kelompok suku bangsa yang tinggal secara berdekatan. Perkampungan orang Arab di Surakarta yang berada di Pasar Kliwon ini merupakan tempat industri batik. Orang Arab ini, awalnya menjadi pengusaha batik bersamaan dengan orang Cina. Barang dagangan batik tersebut dijual kepada orang pribumi dan di pasarkan di Pasar Klewer. Namun setelah perkembangan jaman, orang Arab ini juga ikut berdagang sendiri hasil industrinya di Pasar Klewer. Mereka mulai masuk berdagang di Pasar Klewer sekitar tahun 80-an, bersamaan dengan perkembangan Pasar Klewer yang sudah mulai dikenal oleh
18
Ibid, hal: 30
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat luas. Namun sekarang ini, orang Arab di Pasar Klewer tidak hanya berdagang batik, namun juga tekstil, konveksi dan bahkan sepatu. d. Suku Banjar Orang Banjar menetap di Surakarta sejak akhir abad XIX. Mereka sengaja di datangkan dari Martapura oleh Susuhunan untuk mengurusi pakaian prajurit dan perlengkapan pakaian untuk raja. Orang-orang Banjar yang terkenal sebagai penggosok intan sering diminta Susuhunan untuk menggosokkan barlian miliknya. Dalam perkembangannya, para migran tersebut memperluas usahanya sebagai pedagang perhiasan khususnya intan.19 Di kota Surakarta orang Banjar tinggal di kampung Jayengan dan kemudian kampung tersebut dinamakan Kampung Banjaran. Pada umumnya mata pencaharian masyarakat di Kampung Banjar bersifat homogen yaitu bekerja sebagai wiraswasta. Stratifikasi sosial yang ada di kampung itu disebabkan adanya perbedaan kecerdasan, kenginan, dan watak kondisi fisik. Maka ada yang disebut majikan, buruh, pedagang, dan ulama. Lapisan sosial masyarakat yang paling dominan adalah buruh, pedagang yang memiliki modal kecil. Sedangkan lapisan sosial masyarakat yang paling kecil adalah kelompok ulama dan majikan. Orang-orang Banjar ini mulai ikut berdagang di Pasar Klewer sekitar tahun 80-an. Meraka ikut berdagang karena dengan mereka berdagang dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidup mereka. Meskipun sebagai pendatang, namun orang Banjar ini memiliki sifat dagang yang hampir sama dengan orang pribumi asli yaitu sabar, walaupun mereka sedikit lebih keras dari
commit to user 19
Hari Mulyadi, dkk, op. cit, hal: 192
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang Jawa. Di Pasar Klewer, para orang Banjar ini berdagang konveksi, dan tekstil.
D. Aktivitas Perdagangan di Pasar Klewer Perdagangan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencari keuntungan, yang termasuk dalam golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya membeli barang yang kemudian untuk dijual kembali. Dalam prinsip ekonomi, perdagangan adalah untuk mencari laba yang sebesar-besarnya dan prinsip ini menjadi simbol kekayaan sebagai adanya status sosial kelas menengah pedagang di Jawa pada umumnya.20 Aktivitas ekonomi rakyat di Surakarta salah satunya adalah dengan adanya pasar. Kehidupan ekonomi pasar tradisioanal menjadi ramai ketika dibangun jembatan di Bacem dan Jurug. Kedua jembatan ini sangat vital dalam memperlancarkan arus ekonomi pedesaan ke kota, sehingga para pedagang dari desa tidak perlu lagi menyebrang sungai dengan perahu.21 Aktivitas pasar yang ramai salah satunya adalah Pasar Klewer yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan sandang seperti batik, tekstil, tenunan dan sebagainya. Barangbarang yang diperdagangkan di Pasar Klewer ini merupakan barang dagangan yang dipasok dari daerah-daerah sekitar Surakarta, seperti Klaten dengan hasil tenunanya, bahkan produksi dari luar kota seperti batik Pekalongan, batik dari Yogyakarta, Gresik, Bandung Cirebon.
20
Ann Wan Seng, 2007, Rahasia Bisnis Orang Cina, Jakarta: Hikmah, Hal: 7-9
user Susanto, 2005, “Surakarta: commit Tipologi to Kota Dagang”, dalam Diakronik Vol. 2 No. 6 Januari 2005, Surakarta: FSSR UNS, hal: 13 21
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
a. Pedagang Batik Batik kini telah menjadi busana nasional, bukan hanya karena keindahan coraknya saja, namun juga batik telah dikenal di seluruh nusantara. Daerah-daerah di Indonesia ternyata memilki batik sendiri-sendiri. Oleh karenanya dikenal batik Sumatera, batik Banten, batik Pekalongan, batik Bali, bahkan batik Nusa Tenggara dan Papua. Motif dan ragam hias merupakan ciri khas yang membedakan masing-masing daerah tersebut, karena telah dikenal secara umum itulah batik dipakai sebagai pakaian resmi nasional. Pada dasarnya batik merupakan seni lukis. Batik adalah lukisan atau gambaran pada kain mori dengan menggunakan canting. Jadi orang yang melukis atau menggambar pada kain mori dengan memakai canting disebut membatik atau membuat batik (Bahasa Jawa “mbatik”). “Mbatik” yaitu gabungan dari dua kata bahasa Jawa ngoko “mbat” yang artinya memainkan, dan “tik” berasal dari kata nitik atau memberi titik. Pengertian ini diperoleh dari proses membatik itu sendiri dimana ragam hiasnya banyak menggunakan unsur titik atau memainkan unsur titik.22 Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang asal muasal batik. Sebagian mengatakan bahwa batik berasal dari India. Batik masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya orang-orang India yang membawa pengaruh Hindu ke nusantara, sehingga tradisi Hindu sangat dominan dalam budaya Indonesia. Disebutkan pada tahun 1619 di Palikat dan Gujarat pernah dibuat sejenis batik
22
commit to userWastaprema, hal: 3 Suswandi Mangkudilaga, 1980, Batik, Jakarta:
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan lukisan lilin yang banyak dipasarkan di Malaya yang dikenal dengan nama kain pelekat.23 Sejak tahun 1890-an orang-orang Cina berperan dalam industri batik, yang semula hanya berkembang di lingkungan istana dan rumah-rumah para bangsawan. Melalui usaha mereka, lambat laun daerah pemasaran batik menjangkau seluruh Jawa. Bukan hanya terbatas di kota-kota, tetapi juga masuk ke daerah pedalaman. Dalam hal ini, orang-orang Cina menguasai perdagangan berbagai jenis bahan baku pembuatan batik. Perdagangan bahan pewarna (indigo) dan kain mori (putih) juga di tangan orang Cina dan Arab. Mereka berhubungan dengan importir, yaitu pedagang besar Cina dalam bidang pertekstilan. Pada awal abad ke-20 orang-orang Cina di Surakarta membentuk perkumpulan dagang yang diberi nama kong sing. Perkumpulan ini mula-mula hanya beranggotakan kalangan pedagang kecil Cina yang miskin, dan tujuannya untuk membantu mereka dalam urusan kematian, pesta, dan perdagangan. Sejak ditemukan metode batik cap dan bahan pewarna kimiawi, pedagang-pedagang Cina di Surakarta mengalami kemajuan. Dengan kata lain, orang Cina menguasai sektor perdagangan ini, teutama dalam hal impor bahan baku batik. Mereka memonopoli dan menjadi pedagang perantara dalam menyuplai berbagai bahan baku batik impor. Beberapa di antaranya memliki industri batik sekaligus manjadi supplier bahan baku, sehingga dapat memproduksi kain batik dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga kain batik produksi orang Jawa. Orang Jawa menjual harga batik lebih tinggi karena seluruh ongkos produksi yang
commit to user 23
Mahani, Op. cit, hal: 20
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
dikluarkan lebih besar dari orang Cina. Hal tersebut terjadi karena bahan baku yang diperoleh dari orang Cina dan Arab harganya sangat mahal. Pada tahun 1900-an di Surakarta, orang Jawa, Cina, Arab dan sedikit orang Eropa masuk dalam aktivitas industri dan perdagangan batik. Orang Jawa mendominasi produksi batik di Surakarta, tetapi juga ada beberapa orang Cina dan Arab. Seluruh pekerja batik adalah orang Jawa tanpa mmperhatikan identifikasi etnis pemilik perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan batik tulis berkualitas tinggi adalah milik orang Cina. Perusahaan batik milik orang Cina hampir seluruhnya ditemukan di sebelah timur laut kota yakni daerah Warung Pelem dan Balong. Sedangkan majikan batik Arab dilingkungan Pasar Kliwon. Secara umum pedagang Cina dan Arab lebih fokus pada perdagangan bukan pada produksi. Hampir seluruh pedagang Jawa mempercayakan orang Cina dalam memenuhi kebutuhan bahan-bahan baku batik.24 Bersamaan dengan keadaan tersebut wilayah Surakarta terbuka bagi pengusaha swasta, sehingga daerah ini lebih banyak berhubungan dengan segala aktivitas ekonomi dan bisnis. Sebagian besar transaksi perdagangan orang Cina ditempatkan dibawah hukum perdata Eropa tahun 1855, adanya Undang-undang tersebut maka posisi orang Cina dalam kedudukan sosial lebih tinggi dari orang pribumi. Berada diantara orang-orang Eropa dan pribumi membuat bangsa Cina dapat menarik keuntungan dari kedua belah pihak. Orang Cina mulai terjun dalam perdagangan batik setelah diterapkan sistem cap. Motivasi ini didasari oleh perhitungan ekonomi yakni menjangkau pasar yang luas dan dijual dengan harga yang lebih murah, waktu pembuatan yang commit to user Perusahaan Batik Arum Dalu Tahun Setiawan Budi Mulyanto, 2008, “Perkembangan 1998-2007”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, Hal: 10 24
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
lebih cepat, dan pasti mereka akan memeperoleh keuntungan yang besar. Orang Cina hampir sepenuhnya mempercayakan pekerjaan batik kepada orang Jawa di pedesaan. Mereka diberi pekerjaan untuk membuat pola kain dan kemudian mewarnainya. Salah satu ciri penting dari perusahaan batik milik orang Cina adalah dipakainya paal merah. Salah satu tempat pembuatan batik Surakarta sekaligus pusat penjualan batik tersebar di Surakarta adalah di Pasar Klewer. Sejak tahun 70-an Pasar Klewer menjadi incaran para agen di berbagai kota di Nusantara bahkan negeri tetangga untuk mendapatkan batik bermutu tinggi dengan harga yang murah. Pada awalnya para pengrajin maupun pengusaha batik kebanyakan berasal dari daerah Laweyan dan Kauman yang dikenal sebagai kampung batik. Mereka menjajakan dagangannya di sekitar rumah-rumah mereka, namun lama-kelamaan tempat penjualannya berkembang menjadi sebuah komunitas pengrajin dan tempat perdagangan. Pada awalnya, para pedagang sandang khususnya batik di Pasar Klewer ini bertempat di Stabelan Pasar Legi Surakarta, namun sekitar tahun 50-an di Surakarta terserang wabah penyakit Pes maka para pedagang tersebut dipindahkan di Nonongan. Kemudian mereka menjajakan dagangannya sampai ke Pasar Slompretan, meskipun pada saat itu pasar tersebut masih menjadi pasar burung. Mereka membawa barang dagangannya dengan menggunakan transportasi andong bagi pedagang kaya dan bagi pedagang miskin menggunakan pikul. Mereka menjual dagangan mereka dari pagi sampai sore hari. Batik tersebut diperoleh dari daerah Surakarta seperti Pasar Kliwon, Laweyan dan Banjarsari. Berdasarkan hasil wawancara dengan Atmanto selaku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Humas HPPK dan pedagang di Pasar Klewer, batik tersebut diperoleh melalui koperasi batik yaitu KBI (Koperasi Batik Indonesia), untuk daerah Serengan Pasar Kliwon Surakarta terdapat KPN (Koperasi Pembatikan Nasional), di Laweyan ada PPBS (Persatuan Pengusaha Batik Surakarta) dan di Banjarsari ada BATARI (Batik Republik Indonesia). Pasokan batik selain dari daerah Surakarta sendiri juga didukung dari sentral industri yang berada di sekitar wilayah Surakarta, seperti: Kliwonan untuk daerah Sragen, Gedung Gudel untuk daerah Sukoharjo, Tirtomoyo untuk daerah Wonogiri, Bayat untuk daerah Klaten dan Karanganyar. Di pasar ini beragam batik yang diperdagangkan, mulai dari kain dengan motif kuno dan sakral hingga modern. Harganya pun bersaing bila dibandingkan dengan harga toko, karena disini pembeli diperbolehkan menawar dengan harga terendah, semua proses jual beli dilakukan scara transparan sehingga harga yang disepakati juga tidak jauh berbeda dengan para penjual lainnya. Sebagai satu simbol kota tua Surakarta, Pasar Klewer juga menjadi bukti sejarah mengenai keberadaan batik di kota ini. Di setiap gambaran motif batik yang ditawarkan para pedagang menunjukkan era kretifitas dan perkembangan batik dari masa ke masa. Keunikan lainnya, para pedagang yang berjualan disini juga merupakan generasi yang turun temurun. Mereka tetap bertahan di pasar ini karena berdagang batik merupakan lahan pencarian mereka sejak jaman buyut mereka dulu. b. Pedagang Tekstil Menurut penelitian Benny Juwono pada tahun 1930, ada 320 orang Cina totok yang melakukan perdagangan kain tekstil. Jumlah tersebut jauh lebih banyak daripada jumlah orang Cina peranakan yang melakukan perdagangan yang sama, yaitu hanya 144 orang. Kalangan Cina totok tersebut menguasai perdagangan commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tekstil untuk seluruh wilayah Karesidenan Surakarta, di samping berbagai macam perdagangan eceran seperti toko kelontong dan penjaja keliling, serta perkreditan.25 Bagi pedagang besar kain tekstil di Pasar Klewer pada umumnya barang yang dijual adalah bahan-bahan untuk membuat batik, misalnya berbagai jenis mori, kain santung, kain-kain sintetis hingga kain sutera. Meskipun kios yang ditempati pada umumnya hanya satu atau dua buah, dagangan yang dipamerkan juga hanya contoh-contoh kain saja. Kios ini terkesan sederhana, tetapi sesungguhnya perputaran uang dikalangan mereka ini tiap harinya dapat mencapai milyaran rupiah. Dengan peralatan telepon, bagi pembeli yang sudah sesuai harga pedagang besar ini menghubungi via telepon ke gudang-gudang tempat penyimpanan barang yang pada umumnya berada ditempat tinggalnya atau di gudang-gudang besar di pinggiran Kota Surakarta. Barang yang sudah dibeli, dapat dikirim ke Pasar Klewer untuk diangkut oleh pembeli sendiri atau dikirim ke tempat jasa pengiriman barang. Mengamati kiat pedagang besar kain tekstil maupun produk tekstil di Pasar Klewer, biasanya yang mereka lakukan jarang ditemui seperti pedagangpedagang di tempat-tempat lainnya. Karena berbaga alasan, antara lain dengan adanya target dan omset yang ditentukan oleh pabrikan, beberapa pedagang besar ini seringkali menjual harga di bawah harga yang diperoleh dari pabrik. Jadi semacam praktek dumping yang mereka lakukan, meskipun secara logika mereka
25
Rustopo, op.cit, hal: 80
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami kerugian namun dalam kenyataannya mereka masih tetap eksis dalam usahanya, jarang yang mengalami kebangkrutan.26 c. Pedagang Konveksi Selain batik dan kain tekstil, di Pasar Klewer juga terdapat pedagang konveksi. Hal ini sejalan dengan citra Pasar Klewer yang merupakan pasar sandang terbesar di Jawa Tengah. Banyak pedagang baik dari berbagai macam golongan ini menjual konveksi, dan rata-rata para pedagang ini berada di Pasar Klewer bagian barat, tepatnya lantai dua. Tidak hanya para pedagang dari etnis Jawa yang berdagang konveks ini, tetapi para pedagang etnis Cina juga banyak yang menjual konveksi. Meskipun mereka dari etnis yang berbeda, namun diantara mereka tidak membedakan dalam hal perbedaan golongan dan bahkan mereka terkadang bekerja sama dalam menjual barang dagangan mereka. Apabila ada pedagang yang kekurangan barang dagangannya, maka mereka terkadang mengambil dari pedagang lain. Konveksi ini didapatkan dari pabrik tekstil di sekitar Surakarta, seperti: daerah Wedi Klaten, Bandung, Pekalongan, Kudus dan Tasikmalaya. Pedagang ini sudah melakukan kerja sama dengan perusahaan, sehingga perusahaan tersebut tinggal mengirimkan barang yang telah dipesan oleh para pedagang dan diantarkan ke gudang atau rumah pedagang. Sehingga barang konveksi yang dijajakan dalam Pasar Klewer hanya dalam jumlah kecil atau hanya sebagai contoh saja, dan apabila ada pembeli yang ingin membeli dalam partai besar maka pedagang akan mengambil barang mereka di gudang atau rumah mereka.
commit to user 26
Hari Mulyadi, dkk, op. cit, hal: 267
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Karakter Pedagang Pedagang adalah orang yang melakukan perdagangan dan berlaku sebagai produsen. Pedagang dan perdagangan merupakan satu hal yang saling mempengaruhi. Perdagangan dapat dibagi menjadi tiga jenis27, yaitu: a. Perdagangan besar Perdagangan besar merupakan suatu cabang perdagangan yang mengurus eksport-import, yang pada umumnya dikuasai oleh perusahaan swasta Belanda. b. Perdagangan perantara Perdagangan perantara sebagai penghubung antara perdagangan besar dan kecil yang umumnya dikuasai oleh golongan Timur Asing dan pribumi. Perdagangan ini mempunyai dua fungsi yaitu perdagangan distribusi perdagangan koleksi. Perdagangan distribusi ini menyebarkan barang-barang konsumsi yang di import dari luar negeri. Sedangkan perdagangan koleksi bertugas untuk mengumpulkan hasil tanaman dagang dari petani, langsung atau melalui prdagangan kecil untuk diteruskan kepada pedagang besar. c. Perdagangan kecil Pedagang kecil adalah suatu cabang perdagangan yang membeli barang dagangan dari tangan kedua atau ketiga yang kemudian dijual langsung kepada konsumen. Perdagangan kecil ini umumnya dikuasai oleh pedagang pribumi. Perdagangan kecil sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perdagangan keliling dan perdagangan menetap. Perdagangan keliling juga dapat dibagi dalam dua bagian yaitu perdagangan kelontong yang pada 27
Tri Wahyuning M. Irsyam, 1985, “Golongan Etnis Cina sebagai Pedagang Perantara di commit Indonesia,” dalam Seminar Sejarah Nasional IV to di user Yogyakarta, tanggal 16-19 Desember 1985), Jakarta: Depdikbud, hal: 10-11
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umumnya dikuasai oleh pedagang etnis Cina, dan perdagangan jalanan yang pada umumnya dikuasai oleh pedagang pribumi. Perdagangan menetap dibagi dalam tiga jnis yaitu warung, pasar, dan toko. Hubungan diantara pedagang pasar Klewer ini meskipun rumit namun terjalin suasana saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme, tidak saling merugikan diantara pedagang yang satu dengan yang lain. Disebut rumit karena pedagang di dalam pasar ini terdiri dari beberapa skala usaha, mulai dari pedagang besar atau grosir, pedagang biasa hingga pedagang pengecer, meskipun terdapat perbedaan kepentingan diantara mereka, tetapi juga terdapat aturan yang tidak tertulis, sehingga tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Di Pasar Klewer terdapat dua karakter dalam berdagang, antara lain: 1. Pedagang Partai Besar (Grosir) Pedagang besar adalah pedagang
yang berusaha untuk
dapat
memperjualbelikan hasil produksi secara besar-besaran atau dalam jumlah yang besar, dan biasa disebut dengan grosir. Pedagang besar di sini misalnya pedagang tekstil, seperti batik, bahan pakaian, pakaian jadi atau konveksi dan lain-lain. Perdaganan grosir atau biasa disebut juga dengan wholesaling merupakan kegiatan yang menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau untuk pemakaian bisnis. Saat ini pedagang besar (wholesaler) sangat penting keberadaannya bagi produsen karena berbagai alasan, seperti berikut: a. Para produsen kecil yang sumber keuangannya terbatas tidak mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
b. Produsen yang cukup mampu pun lebih suka menggunakan modalnya untuk memperluas produksi daripada melakukan kegiatan secara partai besar. c. Operasi pedagang grosir lebih efisien karena skala operasi mereka, luasnya hubungan mereka dengan pelanggannya dan keahlian khusus mereka. d. Pengecer yang mampu banyak produk lebih suka membeli bermacammacam produk melalui pedagang grosir daripada melalui produsen langsung.28 Bagi pedagang partai besar di Pasar Klewer biasanya mereka menjual bahan-bahan untuk membatik, seperti jenis kain mori maupun sutera. Dan dalam hal kepemilikan kios biasanya para pedagang besar ini memiliki kios lebih dari satu yang letaknya dapat berdampingan. Sistem penjualannya dalam bentuk kodian maupun losinan. Para pedagang besar atau grosir disamping menjalin hubungan hutang-piutang barang dagangan dengan pedagang kecil atau pedagang pengecer , namun mereka tidak saling menjatuhkan bahkan saling menguntungkan, pedagang besar ini juga tidak melayani penjualan secara eceran. Menurut penuturan Juminten salah seorang pedagang grosir di Pasar Klewer, barang dagangan pada waktu itu (sekitar tahun 1983) hanya bermodalkan kepercayaan saja. Barang dikirin oleh agen dari kota Pekalongan atau Yogyakarta dan baru dibayar setelah barang dagangannya laku. Omset penjualan di tahun 1985 bisa mencapai Rp 390.000 per hari. Pelangganya adalah para pedagang kecil di kampung-kampung. Mereka biasanya membeli commit to user http://www.smakristencilacap.com/arti-pemasaran-dan-manajemen-pemasaran /perdagangan-grosir-wholesaling/, diakses tanggal 12 Oktober 2010 28
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
berbagai pakaian batik dan barang jadi lainnya dari berbagai kios. Modal awal usaha ini sekitar Rp 10 juta sampai Rp 20 juta, hal ini sesuai luas kios yang dimiliki dan jumlah barang yang diperdagangkan. Modal ini dapat diperoleh dari koperasi Pasar Klewer yang merupakan salah satu binaan Bank Bukopin Cabang Solo yang menyalurkan kredit Sudara. Kredit Sudara ini merupakan hasil kerjasama Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) dengan Bank Bukopin yang ditujukan bagi para pedagang.29 2. Pedagang Partai Kecil (Eceran) Pedagang kecil adalah pedagang yang menjual barang dari pedagang besar kepada konsumen atau menjual barang dari podusen ke konsumen, hal ini biasa disebut dengan pedagang eceran. Pedagang ini menjual barang dagangnya dalam jumlah yang kecil atau hanya satu barang. Biasanya yang termasuk pedagang kecil atau eceran ini adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Pedagang eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Pedagang eceran ini sangat penting artinya bagi produsen karena melalui pengecer, produsen memperoleh informasi berharga tentang barangnya. Bisnis ritel secara umum dapat diklasifikasikan secara umum menjadi dua kelompok besar, yaitu pedagang eceran besar dan pedagang eceran kecil. Perdagangan eceran kecil terdiri atas eceran kecil yang berpangkalan (memiliki tempat) dan pedagang eceran kecil yang tidak berpangkalan. Klasifikasi pedagang ritel dapat dilihat pada bagan berikut30:
29
30
Wawancara dengan Juminten pada tanggal 10 Oktober 2010
http://haniif.wordpress.com/2008/07/08/pedagang-eceran-retailing/, diakses tanggal 12 commit to user Oktober 2010
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pedagang eceran
Eceran besar
Eceran kecil Berpangkal
Tetap
tidak tetap
Tidak berpangkal pakai alat
Pedagang eceran merupakan suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir (masyarakat). Pedagang ini dapat dikatakan berhasil apabila dapat menyesuaikan barang dan jasa dengan permintaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pedagang eceran ini adalah: a. Tersedianya barang yang tepat b. Pada saat yang tepat c. Di tempat yang tepat d. Dalam kuantitas yang tepat e. Dengan harga yang tepat f. Penjualan dengan harga yang tepat g. Dalam kualitas yang tepat. Barang dagangan yang dijual terkadang diambil dari pedagang besar, namun dengan demikian diantara pedagang ini tidak saling menjatuhkan. Sehingga diantara pedagang besar maupun eceran ini saling percaya dan melakukan kerjasama. Karena barang yang diperdagangkan dalam jumlah yang sedikit dengan pedagang grosir, maka modal awal dalam menjalankan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
usaha ini sekitar Rp 5 juta sampai 10 juta sesuai jumlah barang dagangannya.31 Meskipun pendapatan untuk pedagang eceran ini tidak menentu untuk setiap harinya, namun dapat dilihat bahwa bisnis di Pasar Klewer mampu memberi kontrbusi terhadap pendapatan daerah maupun perdagangan industri tekstil atau pakaian pada umumnya. Hal ini juga menggambarkan kinerja pedagang di Pasar Klewer sangat baik. Adanya kinerja yang tinggi maka pedagang pengecer di Pasar Klewer dapat mempertahankan eksistensinya sebagai pasar tradisional dengan memepertahankan siklus bisnis di tengahtengah kompetisi antar pedagang pengecer maupun pedagang lainnya.32
31
Wawancara dengan Fatimah pada tanggal 7 Oktober 2010
commit to user yang memepengaruhi Kinerja Pedagang Erwien Rastana, 2004, “Analisis Faktor-faktor Batik di Pasar Klewer Surakarta”, Tesis, Bogor: IPB, hal: 1 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV INTERAKSI PEDAGANG MULTIETNIS PASAR KLEWER SURAKARTA TAHUN 1958-1998
A. Etos Kerja Pedagang Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethikos yang artinya moral atau hal yang menunjukkan karakter moral. Bahasa Yunani kuno dan modern, etos mempunyai arti sebagai keberadaan diri, jiwa dan pikiran yang membentuk seseorang. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika. Etika bukan hanya dimiliki oleh bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika, hal ini merupakan nilai-nilai yang universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja keras, berdisiplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya dapat juga dijumpai pada masyarakat dan bangsa lain.1 Pemahaman tentang etos kerja dapat digambarkan sebagai sebuah cara hidup yang tersirat dari masalah-masalah yang dilukiskan berupa pandangan dunia. Pengertian etos kerja menurut Cliffort Geertz, yaitu sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan oleh hidup dan direfleksikan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari sebagai watak yang khas, sedangkan kerja secara etimologis diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu. Jadi etos kerja mempunyai arti sebagai sumber semangat atau sumber motifasi seseorang melakukan kegiatan yang bersifat fisik maupun kegiatan yang bersifat kerohanian.2
1
2
http://www.posindonesia.co.id, diakses tanggal 10 Oktober 2010
commit user Taufik Abdullah, 1982, Agama, Etos Kerja dan to Pembangunan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, hal: 3 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Berdasarkan
hal
tersebut
dapat
diambil
pengertian
bahwa
disamping
menghasilkan sesuatu, manusia juga dapat mengekspresikan diri dalam melakukan pekerjaannya. Kerja berfungsi sebagai simbol yang menunjukkan suatu nilai atau makna tertentu. Kerja sebagai aktifitas dalam kehidupan manusia yang menjadi suatu kegiatan untuk mengisi sebagian besar dalam kehidupannya. Etos kerja juga merupakan respon yang dilakukan seseorang, kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya. Etos kerja juga mempunyai arti: 1. Etos kerja merupakan perilaku khas suatu komunitas atau organisasi, mencangkup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi, keyakinan, prinsip-prinsip. 2. Dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat yang menjadi penggerak suatu masyarakat pendukung budaya tersebut untuk melakukan kerja. 3. Keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok orang. 4. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat terhadap kerja yang dapat menjadi penggerak masyarakat untuk melakukan kerja. 5. Pandangan hidup yang khas dari suatu masyarakat terhadap kerja yang dapat mendorong keinginan masyarakat untuk melakukan pekerjaan. Pada umumnya motivasi orang bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang sangat banyak misalnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
rekan kerja, kebijaksanaan dan peraturan, jenis pekerjaan dan tantangan. Etos kerja yang tinggi biasanya muncul karena adanya tantangan, harapan dan kemungkinan sesuatu yang menarik. Hal ini akan menyebabkan manusia itu bekerja dengan rajin, teliti, berdedikasi dan bertanggung jawab dengan besar. Kemunculan etos kerja bagi masyarakat dengan sendirinya merupakan suatu karakter yang telah menjadi watak bagi pelakunya. Etos kerja masyarakat lahir dan berkembang berdasarkan standart dan normanorma yang dijadikan orientasi warga masyarakat. Secara umum tolok ukur atau indikator dari perilaku yang mencerminkan etos kerja adalah efisiensi, kerajinan, kerapian, sikap tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, sikap mengakui rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan. Kesediaan untuk berubah, kegesitan dalam menggunakan kesempatan yang ada, bekerja secara energis, bersandar pada kekuatan sendiri, mau bekerja sama dan mau memandang ke masa depan. Dasar etos kerja orang Jawa sebenarnya lebih mementingkan keselarasan dengan sesama anggota masyarakatnya, dengan alam lingkungan dan Tuhannya. Keselarahan dan keharmonisan bisa terlaksana apabila orang itu tindakannya sesuai dengan etika-etika yang ada. Masyarakat Jawa yang banyak tinggal di pedesaan memegang etika-etika tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tinggi rendahnya etos kerja masyarakat pedesaan sangat ditentukan oleh sejumlah faktor tertentu seperti pola pemilikan tanah, dan faktor produksi lainnya, serta tersedia atau tidaknya lapangan kerja diluar sektor pertanian. Jika sektor pertanian sudah tidak mendukung lagi, maka harus ada peluang pekerjaan lain di luar sektor pertanian, agar masyarakat tetap mempunyai semangat kerja yang tinggi.3 Dalam kebudayaan Jawa, kerja diibaratkan sebagai suatu kewajiban hidup yang utama, karena berpangkal dari aspek inilah kelangsungan hidup manusa secara material 3
http://www.posindonesia.co.id, diaksescommit tanggal to 10 user Oktober 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
dapat dipenuhi.4 Tidak dapat disangsikan lagi bahwa kerja diperlukan untuk tetap hidup dan kerja merupakan bagian dari setiap manusia. Dasar etos kerja atau semangat kerja para pedagang Pasar Klewer lebih mengutamakan keselarasan hubungan dengan sesama anggota masyarakat, dengan alam lingkungan dan dengan Tuhannya. Segalanya akan dapat tercapai bila sesuai dengan etika yang ada dan disepakati bersama. Sikap-sikap seperti ini terjadi pada masyarakat pedagang di Pasar Klewer. Etos kerja merupakan suatu perilaku khas yang dimiliki oleh setiap komunitas atau etnis. Misalnya orang Jawa rata-rata memiliki etos kerja untuk saling gotong royong, saling membantu, bersikap sopan yang masih dapat ditemukan. Keturunan Cina maupun Arab tidak membatasi dalam perdagangan. Sifat kerja mereka pun dapat dikatakan ulet, tekun, teliti, kerja keras, pantang menyerah dan tidak membuang waktu. Berdasarkan sifat ketekunan yang dimiliki oleh orang Cina maupun Arab, sehingga membuat mereka dapat menguasai sektor perdagangan dalam partai besar. Hal ini dapat dilihat di Pasar Klewer, disana banyak pedagang dari etnis Cina dan Arab yang memiliki kios lebih dari satu dan menjual dalam partai besar. Setiap orang atau kelompok memiliki budaya dagang sendiri-sendiri, seperti para pedagang di Pasar Klewer yang terdiri dari beberapa etnis yaitu Jawa, Cina dan Arab. Etnis Arab yang merupakan masyarakat muslim, mereka membangun mengenai pengertian etos kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh norma-norma atau nilainilai tertentu. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan, maka akan menentukan hasil yang akan diperoleh. Dengan adanya keterkaitan yang erat antara etos kerja dan daya tahan manusia di bidang ekonomi, maka dengan semakin progresif etos kerja suatu masyarakat akan memperoleh hasil yang baik. 4
commit to user Koentjaraningrat, 1982, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, hal: 437
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Nilai agama dan kultural dapat memberikan dorongan kepada seseorang atau kelompok untuk mencapai prestasi tertentu, terutama dalam bidang ekonomi. Kelompokkelompok tertentu yang menjalankan syariat agama dengan lebih bersungguh-sungguh, dalam kehidupan sosial dan pribadinya, kelihatan lebih mampu beradaptasi dalam kehidupan ekonomi. Keterkaitan yang kuat antara agama islam dengan aktivitas ekonomi merupakan kegiatan ekonomi dalam islam. Islam pada prinsipnya mengajarkan kebaikan dan telah mengatur kehidupan umatnya di dunia dan di akherat. Suku-suku bangsa Indonesia memang memiliki kesesuaian antara pendalaman penghayatan terhadap Islam dengan semangat dalam kehidupan ekonomi. Misalnya pada akhir penjajahan Belanda, suku Banjar, Minangkabau dan Aceh secara relatif lebih menunjukkan kemampuan beradaptasi dalam hal ekonomi yang pada saat itu didominasi oleh kolonial. Sehingga gerakan syariat Islam pertama muncul pada saat penjajahan Belanda berawal dari kalangan pedagang-pedagang Islam yang sadar akan persaingan golongan bukan bumi putera.5 Prinsip etika ekonomi pada hakekatnya adalah menjalankan bisnis yang jujur sesuai dengan aqidah agama. Oleh karena itu, tujuan manusia pada bidang ekonomi tidak dapat dilepaskan dari tujuan hidup. Kegiatan ekonomi manusia menyatu dengan status manusia sebagai khalifah maka kegiatan ekonomi manusia untuk mensejahterakan seluruh bumi serta menjaga kelestariannya, sedangkan dalam ibadah maka kegiatan tersebut hendaknya ditujukan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.6
5
Jusuf Harsono dan Slamet Santoso, 2006, “Etos Kerja Pengusaha Muslim Perkotaan di Kota Ponorogo”, dalam Jurnal Penelitian Humaniora edisi khusus Juni 2006, Surakarta: UMS, hal: 8 6
Ibid, hal: 3-4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Menururt penuturan salah seorang pedagang Pasar Klewer keturunan Arab, yaitu Aminah, ada beberapa hal yang mendorong etos kerja yang tinggi selain modal yang cukup untuk usaha juga pengalaman, ketrampilan dan sesuai dengan syariat agama. Karena dengan adanya etos kerja yang tinggi maka akan mampu mendorong perkembangan usaha mereka meskipun dalam tingkatan
yang berbeda-beda.7
Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan mengenai faktor yang mendorong etos kerja pedagang di Pasar Klewer, antara lain: MOTIF: Religi Ekonomi Sosial ETOS KERJA MODAL: Semangat Ketrampilan Pengalaman
Berkembangnya usaha para pedagang Muslim di Pasar Klewer
Budaya dagang dari orang Cina yaitu mereka mempercayai adanya Hopeng, Feng sui dan Hokie, yang merupakan nilai, kepercayaan dan juga mitos yang dipakai dalam menjalankan bisnis atau berdagang. Sebagian pedagang Cina ada yang mempercayai akan ketiga hal tersebut, namun ada juga yang tidak. Sebagian pedagang Cina di Pasar Klewer juga memperhatikan tentang Feng Sui yang dapat mempengaruhi nasib baik dan buruk manusia. Feng Sui menunjukkan bagian-bagian atau bidang tertentu serta wilayah yang sesuai dengan keberuntungan baik dalam hidup sehari-hari maupun dalam kegiatan perdagangan.
7
user Wawancara dengan Aminah, tanggal 4commit Oktoberto 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Kepercayaan lain yang dipegang oleh orang Cina adalah Hokie. Hokie ini lebih dipersepsikan mengenai bagaimana menyiasati nasib agar selalu mendapatkan hasil yang baik. Orang Cina memiliki kepercayaan bahwa sebuah bisnis yang ditekuni dengan sungguh-sungguh dan serius, maka akan menemukan Hokie-nya. Artinya, meskipun dimulai dengan usaha dan kerja keras namun harus diyakini juga bahwa pada saatnya usaha itu akan mencapai puncaknya. Konsep Hokie menjadi penting karena untuk menghindarkan mereka dari sikap fatalistik atau pesimistik pada saat mengalami permasalahan atau benturan-benturan.8 Benda-benda yang dianggap mendatangkan Hokie, seperti The Lucky Cat. Banyak para pedagang Cina di Pasar Klewer yang memajang benda tersebut di dalam kios mereka. Budaya dagang keturunan Cina, Arab maupun Jawa (termasuk orang Banjar) memiliki pandangan yang cenderung sama, yaitu mereka melakukan cara untuk berusaha menjaga hubungan baik dengan para pelanggan, konsumen, pemasok, pemerintah dan lingkungannya. Cara bersikap itu merupakan manifestasi norma kehidupan berdasar pada kehormatan dan keharmonisan. Sistem pemasaran yang dipakai oleh para pedagang pribumi (Jawa dan Banjar) cenderung bersikap mengajak para pendatang baru untuk bekerja sama, sedangkan para pedagang keturunan Cina dan Arab cenderung untuk melakukan kemampuannya secara optimal tanpa melakukan kerja sama.9
8
Cahyo Adi Utomo, 2010, “Peran Etnis Cina dalam Perdagangan di Surakarta pada Tahun 19591998”, Skripsi, Surakarta: FSSR UNS, hal: 87 9
Daryono, 2007, Etos Dagang Orang Jawa Pengalaman Raja Mangkunegara IV, Semarang: Pustaka Pelajar, hal: 306-307
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
B. Jaringan Interaksi dalam Bidang Sosial Ekonomi Seiring dengan berkembangnya perekonomian dan kehidupan kota yang disertai dengan tumbuhnya lalu-lintas antar daerah dan interaksi sosial yang semakin intensif, hubungan antar etnis di Indonesia juga tidak dapat dihindari. Akibatnya berbagai suku bertemu dan berbaur dalam hubungan pergaulan mereka dengan kepentingan masingmasing. Jadi tidaklah mengherankan apabila di sebuah kota, terutama kota Bandar, akan ditemukan berbagai unsur etnis Indonesia seperti orang Madura, orang Bali, orang Melayu, orang Bugis, orang Flores, orang Banjar dan sebagainya. Namun interaksi yang terjalin tidak hanya dengan penduduk Indonesia, tetapi juga dengan para pendatang seperti orang Eropa, Cina dan Arab. Mereka tinggal dan hidup berdampingan bersama di suatu lahan kota yang ada. Interaksi mengandung arti yaitu kontak secara timbal balik atau interstimulan dan respon antar individu dan kelompok interaksi sebagai aksi dan reaksi antar orang-orang.10 Terjadinya interaksi apabila satu individu melakukan tindakan atau perbuatan sehingga menimbulkan reaksi individu dengan individu lainnya. Proses interaksi berlangsung karena orang mengharapkan imbalan komunikasi. Interaksi akan berlangsung selama pihak-pihak yang terlibat menginginkan atau merasa ada keuntungan yang bisa didapatkan dari kelangsungan komunikasi dari pihak lain. Sistem interaksi ini tergantung dari pola masyarakat yang dominan dan interaksi ini bukan dilihat dari jenis kelamin melainkan dilihat pada orang yang paling giat mengadakan komunikasi. Interaksi ini berlangsung selama orang yang bersangkutan masih mengharapkan untuk mencapai tujuan dan manusia yang berinteraksi dalam
10
Alvin L Betrand, 1980, Sosiologi (alih bahasa Sanapiah S Faisal), Surabaya: PT. Bina Ilmu commit to user Surabaya, hal: 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
kelompok mempunyai perasaan. Orang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penyesuaian diri karena seringnya mereka mengadakan komunikasi. Meningkatkan prergaulan dalam kehidupan masyarakat akan cepat mewujudkan pembauran dalam proses sosial yang ditandai dengan semakin berkurangnya perbedaan antar individu dan antar kelompok dan smakin eratnya persatuan, aktivitas sikap dan proses mental yang berhubungan dengan kepentingan dan tujuan yang sama.11 Asimilasi atau pembauran merupakan salah satu wujud adanya interaksi sosial. Interaksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini sangat penting untuk diketahui, karena intraksi yang berlangsung antara berbagai suku bangsa, antara golongan yang dapat disebut sebagai mayoritas dan minoritas dan antara golongan yang terpelajar. Di Pasar Klewer interaksi juga terjalin baik antara para pedagang dengan pembeli, pedagang dengan pedagang dan juga pedagang dengan pegawai pemerintahan daerah yang mengurusi perdagangan di Pasar Klewer. Meskipun para pedagang ini terdiri dari beberapa golongan yaitu Jawa (asli orang Jawa dan para pendatang seperti suku Banjar), Cina dan Arab namun mereka berinteraksi baik dalam bidang sosial maupun ekonomi. Interaksi yang terjalin di Pasar Klewer ini tidak hanya bagi para pedagang yang memiliki kios, namun juga bagi mereka yang tidak memiliki kios atau para PKL. Kedua pedagang ini saling membantu dan saling berhubungan baik, baik pada saat berdagang di pasar maupun di luar pasar. Hubungan yang harmonis antar pedagang ini membuat keadaan di dalam pasar menjadi nyaman dan ramah. Selain itu banyak kegiatan yang dilakukan di luar pasar yang tujuannya untuk mempererat hubungan dan menimbulkan
11
Harsojo, 1971, Pengantar Antropologi, Bandung: Bina Cipta, Hal: 150
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
rasa kekeluargaan meskipun mereka berasal dari golongan atau etnis yang berbeda, namun mereka tidak memandang perbadaan tersebut. 1. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios Para pedagang yang memiliki kios di Pasar Klewer ini terdiri dari beberapa golongan, namun hal ini tidak membuat para pedagang ini membeda-bedakan antara pedagang yang satu dengan yang lain. Sifat kekeluargaan yang diciptakan merupakan salah satu wujud dari asimilasi atau pembauran dari semua perbedaan yang ada. Selain interaksi ekonomi yang terjadi di dalam pasar, interaksi sosial juga terjalin dengan baik. Meskipun mereka bersaing dalam berdagang namun diantara pedagang pemilik kios ini tidak saling menjatuhkan atau dapat dikatakan mereka bersaing secara sehat. Hal ini dapat dilihat pada saat salah seorang pedagang kekurangan barang dagangannya, mereka mengambil sebagian barang dagangan dari pedagang lainnya tanpa melihat asal dan golongan yang mereka miliki.12 Seperti penuturan Abdul Kadir salah seorang pedagang partai besar yang berdagang batik di Pasar Klewer, menurutnya antar pedagang tidak mempersoalkan asal dan perbedaan etnis yang ada di Pasar Klewer. Perbedaan tersebut hanyalah bentuk fisik, namun dalam berdagang yang dicari bukanlah hal seperti itu melainkan strategi atau sistem berdagang. Meskipun golongan Cina maupun Arab yang mendominasi perdagangan dalam partai besar, namun mereka juga membantu para pedagang pribumi maupun Banjar dalam hal permodalan atau lainnya.13
12
13
Wawancara dengan Totok Supriyanto, tanggal 11 Oktober 2010
commit8 to user 2010 Wawancara dengan H. Abdul Kadir, tanggal Oktober
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
a. Pedagang etnis Jawa dengan Cina Kelompok masyarakat Cina merupakan suatu golongan orang asing yang banyak bergaul dan berhubungan dengan masyarakat pribumi secara sosial dan ekonomi. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat pribumi memberi kesempatan bagi orang-orang dan para pedagang Cina untuk mengenal lebih jauh budaya Jawa. Mereka banyak meniru pola pemukiman dan pergaulan hidup orang Jawa. Pola pemukiman orang Cina yang dijumpai di tepi sungai Surakarta pada awal Perang Diponegoro tahun 1825 sudah menunjukkan percampuran antara gaya Jawa dan Cina yang terbuat dari kayu jati.14 Kampung Balong tetap sebagai perkampungan pecinan, tetapi dalam perkembangannya hanya orang-orang Cina miskin yang tinggal di sana. Ketrurunan Cina yang di anggap miskin tersebut dapat menjalin komunitas sosial dengan masyarakat pribumi disekitarnya berlangsung sangat akrab. Proses pembauran berlangsung secara alami, termasuk perkawinan campuran antara Cina-Jawa yang telah berlangsung beberapa generasi. Oleh karena itu, kampung Balong tumbuh dan berkembang menjadi kampung heterogen, walaupun kesan perkampungan pecinan lama masih dapat dirasakan. Sementara itu orang-orang Cina telah menyebar ke kampung-kampung pribumi lainnya dan berbaur secara alami pula.15 Etnis Cina di Kampung Balong mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang, baik usahanya sendiri maupun generasi dari orang tua. Selebihnya bekerja
14
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, 2006, “Solo Kota Dagang,” dalam Laporan Penelitian, Surakarta: FSSR UNS, hal: 34 15
Rustopo. 2007, Menjadi Jawa: Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 1895-1998, Yogyakarta: Ombak, hal: 62-63
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
sebagai pegawai negeri dan buruh. Bentuk usaha lain adalah membuka toko, rumah makan dan membuka usaha di luar Kampung Balong, seperti di Pasar Gede, Pasar Klewer dan Coyudan. Sedangkan etnis Jawa yang tinggal di Kampung Balong berasal dari keluarga menengah kebawah yang bekerja sebagai buruh, pedagang dan pegawai negeri. Etnis Jawa disini kebanyakan beragama Islam tetapi ada pula yang mengikuti aliran kepercayaan. Aliran kepercayaan yang dianut etnis Jawa di Kampung Balong yaitu Pangestu dan Sapto Darmo.16 Kedua etnis Jawa dan Cina ini tinggal dalam suatu komunitas, yaitu Kampung Balong. Masing-masing etnis saling menghormati hak-hak orang lain. Dalam hal ini yang paling menonjol adalah pemakaian sarana komunikasi berupa bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, sedangkan pemakaian bahasa Cina oleh etnis Cina hanya digunakan oleh Cina totok. Interaksi sosial lainnya dapat melalui perkawinan yaitu dengan perempuan Jawa dan pemelukan agama Islam oleh imigran, menurut Carey merupakan pilihan yang terbaik. Pertimbangan pertama adalah berkenaan dengan soal keuangan, yaitu mereka dan keturunannya dapat terbebas dari pajak yang diberlakukan VOC bila dikemudian hari dapat berasimilasi dengan baik ke dalam kebudayaan Jawa. Pertimbangan yang kedua adalah karena sedikitnya perempuan Cina yang ada di Jawa. Kebanyakan orang Cina yang baru datang itu (Hokkian dan Kanton) kawin dengan peranakan atau dengan perempuan Jawa. Melalui perkawinan tersebut, pengetahuan kebudayaan, bahasa dan adat istiadat Jawa melekat pada keturunanketurunan dari hasil perkawinan mereka. Mereka lahir dan tumbuh di dalam
16
Hari Mulyadi, dkk, 1999, Runtuhnya Kekuasaan Keraton Alit: Studi Radkalisasi Sosial Wong Solo dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta, Surakarta: LPTP, hal: 204
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
lingkungan keluarga yang memungkinkan untuk menyesuaikan diri dengan mudah kedalam kehidupan dunia kultur Jawa.17 Selain itu agama merupakan sumber pemersatu yang paling baik. Agama Nasrani yang dianut oleh sebagian besar etnis Cina merupakan landasan utama dalam memperlancar interaksi sosial. Pada saat memperingati hari besar keagamaan, mereka akan mnyampaikan undangan kepada umat seagama maupun yang bukan seagama untuk menghadirinya. Di samping Nasrani, agama yang juga mempercepat interaksi adalah agama Islam. Di dalam agama Islam persoalan realistis akan selesai, sebab agama islam tidak membedakan umatnya menurut keturunan, ras, golongan dan sebagainya. Etnis Cina yang beragama Islam akan diterima oleh etnis Jawa sehingga pembauran dengan sendirinya mudah terjadi, seperti halnya antar pedagang di Pasar Klewer.18 Kegiatan ekonomi oleh orang Cina di Indonesia pada masa kolonial memang bergerak dan meluas dengan cepat. Pada mulanya hanya sebagai pedagang perantara antara pedagang Eropa dengan penghasil barang komoditi dalam hai ini adalah penduduk pribumi. Lama kelamaan hampir semua siklus kegiatan ekonomi di dominasi oleh orang Cina yang memang ulet dan tekun. Di samping itu, kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kolonial untuk memonopoli barang-barang tertentu. Hak yang mereka terima lebih luas memungkinkan operasi bisnis mereka sampai ke pedesaan.
17
18
Peter Carey, 1986, Orang Jawa dan Masyarakat Cina, Jakarta: Pustaka Azet, hal: 29-30
commit to user Wawancara Ony Hwa Timena, tanggal 13 Oktober 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Peter Carey menulis, bahwa interaksi orang-orang Cina dengan Jawa sudah berlangsung berabad-abad yang lalu melalui perdagangan.19 Perkembangan aktivitas ekonomi Cina di pedesaan Jawa ini begitu pesat sehingga pada akhir abad XIX dapat dikatakan bahwa hampir semua sektor perdagangan kecil dan perantara berada di tangan orang Cina, dengan menyisihkan saingannya yaitu orang-orang Arab, para pedagang Cina ini lebih mampu menjalin hubungan baik dengan kalangan bangsawan pribumi. Ini terbukti dari munculnya beberapa orang Cina dalam kehidupan politik di Keraton dengan penganugrahan gelar kebangsawanan dari Susuhunan Surakarta dan hidup seperti halnya para bangsawan pribumi dengan hak-hak istimewanya. Sedangkan interaksi sosial ekonomi yang terjadi di Pasar Klewer yaitu antara orang Jawa dengan orang Cina adalah mereka saling berhubungan baik dan saling menghormati hak-hak antar pedagang sejak tahun 1980-an. Hubungan harmonis yang diciptakan merupakan wujud sistem interaksi yang terjalin. Mengenai terjadinya proses interaksi didasari oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh kedua etnis tersebut. Etnis Jawa menilai etnis Cina memiliki sifat rajin, suka bekerja sama, menepati janji, kreatif dan berani, sedangkan etnis Cina menilai etnis Jawa memiliki sifat ramah dan suka bekerja sama. Secara umum etnis Cina dan etnis Jawa masing-masing memiliki sifat yang ideal.20 Pemakaian bahasa di Pasar Klewer ini tidak menjadi persoalan bagi etnis Cina, karena etnis Cina totok akan menysuaikan dengan lingkungannya. Hal ini nampak pada saat mereka sedang berbelanja barang atau menjajakan barang
19
20
Ibid, hal: 15
to user Wawancara Tan Swie Lan, tanggal 9 commit Oktober 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
dagangannya, etnis Cina totok ini menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia agar dapat dimengerti oleh para konsumen yang rata-ranya adalah orang pribumi. b. Pedagang etnis Jawa dengan Arab Pada bagian lain terdapat kelompok Timur Asing selain Cina, yakni masyarakat keturunan Arab. Meskipun dikelompokkan sebagai golongan Timur Asing, orang Arab lebih banyak berhubungan dengan orang pribumi. Kesamaan agama dan kepentingan ekonomi yang melandasi kehidupan masyarakat Arab ini lebih mendekatkan mereka dengan kalangan penduduk pribumi daripada dengan penguasa Eropa maupun kelompok Cina. Sejauh perjalanan sejarah sosial Surakarta, tidak pernah terdengar adanya konflik antara orang Arab dan masyarakat pribumi selama masa kolonial.21 Kecilnya jumlah orang Arab yang bermukim di kota juga mengakibatkan peranan mereka yang kurang menonjol dari kehidupan sosial kota Surakarta. Selain itu keterbatasan tinggal yang ditunjuk sebagai daerah pemukiman mereka membuat masyarakat Arab ini ikut campur dalam dinamika aktivitas sosial ekonomi masyarakat pribumi tanpa dirasakan. Proses interaksi yang terjalin antara penduduk etnis Arab dengan etnis Jawa terjadi di Pasar Kliwon Surakarta, yang lebih menekankan pada integrasi bersama, dapat dilihat melalui beberapa jaringan integrasi, yaitu aspek agama, politik, ekonomi, pendidikan, organisasi sosial dan perkawinan. Interaksi yang terjalin dalam bidang agama sangat mudah mengalami pembauran, hal ini dikarenakan antara etnis Arab dan etnis Jawa, mereka memiliki kepercayaan memeluk agama yang sama yaitu agama Islam. Hampir seluruh kegiatan ibadah antara etnis Arab dengan etnis Jawa sudah tidak ada pembatasan-pembatasan. Mereka saling bantu-membantu dalam 21
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah, Op.commit cit, hal: to 26 user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
mngembangkan dan mempelajari soal-soal agama baik melalui lembaga keagamaan maupun aksi-aksi sosial keagamaan lain sehingga menambah erat hubungan etnis Jawa dan Arab.22 Aspek ekonomi sebagai jaringan integrasi dimaksudkan adalah pertimbangan kesempatan dibidang ekonomi antara masyarakat yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda, seperti keadaan di Pasar Klewer. Integrasi dalam sektor ekonomi antara etnis Arab dengan etnis Jawa adalah tersebarnya orang Jawa ke dalam fungsi atau kehidupan dan usaha di perusahaan-perusahaan yang seakan-akan dimonopoli oleh etnis Arab, misalnya sektor kerajinan batik. Sebaliknya integrasi ekonomi itu berarti tersebarnya etnis Arab ke dalam fungsi usaha dan pekerjaan yang seolah-olah dimonopoli oleh etnis Jawa, misalnya pegawai pemerintah. Kegiatan ekonomi dan perdagangan masih merupakan sektor yang paling dominan bagi penduduk keturunan Arab di Pasar Kliwon. Bentuk usaha mereka yang terpenting adalah sektor industri kecil atau kerajinan batik, baik batik tradisional (batik tulis) maupun batik modern (batik cap atau printing), yang kemudian banyak dipasarkan di Pasar Klewer. Secara garis besar industri atau kerajinan batik di Pasar kliwon, dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok pengrajin, yaitu: 1) Pengrajin murni, yaitu pengrajin batik yang dimulai dari pengusahaan bahan mentah atau penyediaan bahan lainnya, kegiatan pembatikan sampai dengan memasarkannya ditangani sendiri oleh pengrajin. 2) Pengrajin buruh, yaitu pengrajin batik yang bekerja hanya sebagai buruh. Seluruh bahan mentah dan proses pemasaran disediakan dan dilakukan oleh pemilik
22
commit to Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 199-200
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
modal. Mereka melakukan pembatikan itu bekerjasama dengan orang-orang yang mempunyai modal untuk menyediakan bahan mentah. 3) Pengrajin pengusaha, yaitu pengusaha yang mempunyai beberapa buruh tetap yang bekerja di perusahaannya, jadi pengrajin ini menyediakan bahan mentah, mempunyai buruh tetap, dan menangani pemasaran.23 Sebagian besar penduduk Arab bertindak sebagai pengrajin pengusaha. Biasanya mereka telah menggunakan peralatan dan cara yang modern yang kemudian dikenal dengan batik printing. Etnis Jawa bertindak sebagai pengrajin buruh dan pengrajin murni yang proses produksinya masih menggunakan cara-cara tradisional. Disamping sektor pembatikan masih terdapat usaha-usaha perekonomian yang dikerjakan dan diusahakan oleh etnis Arab. Usaha-usaha perekonomian yang berdiri di dalam Pasar Klewer maupun di bagian depan pasar antara lain, toko sepatu, toko bahan-bahan batik, maupun toko batik yang sudah jadi. Mengenai kerja sama dibidang ekonomi antara etnis Arab dengan etnis Jawa khususnya dalam hal penyediaan modal bersama (usaha patungan) kurang ada yang melakukannya. Seluruh perusahaan yang ada merupakan milik perseorangan dan modalnya juga dari perseorangan. Adapun salah satu bentuk kerja sama dalam bidang perekonomian adalah hubungan antara buruh dengan majikan. Banyak etnis Jawa yang bekerja sebagai buruh di perusahaan batik milik etnis Arab. Untuk usaha pertokoan seperti di Pasar Klewer, etnis Jawa yang bekerja sebagai pembantu penjual di toko-toko milik etnis Arab sedikit sekali. Hal itu dikarenakan usaha pertokoan etnis Arab bersifat kecil-kecilan dan cukup dikelola sendiri atau mengambil pembantu dari
23
Ibid, hal: 201
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
anggota keluarga terdekat, seperti penuturan Aminah, salah satu pedagang di Pasar Klewer24. Bentuk kerja sama antara pengusaha etnis Arab dengan penduduk etnis Jawa lainya yaitu dalam hal mengerjakan proses pembatikan tetapi bahan mentah disediakan oleh etnis Arab. Mereka mengerjakan pembatikan (batik tulis) di rumah masing-masing. Setelah proses pembatikan selesai dikerjakan oleh pengrajin buruh, kemudian barang itu diserahkan kembali pada pengusaha Arab untuk dipasarkan. Penduduk Jawa yang mengerjakan pembatikan itu mendapat upah sesuai persetujuan antara kedua belah pihak. Kerja sama dalam usaha pembatikan itu merupakan kerja sama antara penduduk Arab dengan Jawa yang tidak saling menutup diri. Mereka saling membutuhkan dan membuka diri dalam kesempatan ekonomi bersama berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing kelompok. c. Pedagang etnis Jawa dengan Banjar Proses interaksi sosial antara etnis Banjar dengan etnis Jawa dalam integrasi bersama dapat dilihat melalui beberapa aspek kehidupan antara lain, aspek ekonomi, organisasi sosial, pendidikan dan aspek perkawinan. Kehidupan sosial orang Banjar di Surakarta masih membawa cara hidup mereka di Kalimantan (Martapura), misalnya dalam sistem kekerabatan dan agama digunakan sebagai alat solidaritas kelompok dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Kehidupan yang mementingkan kelompok etnis Banjar tidak saja akan membuat streotipe (pelapisan) yang tertentu tetapi juga dapat menghambat integrasi. Aspek kekerabatan etnis Banjar di Surakarta khususnya di Jayengan menggunakan sistem kekerabatan menurut garis ayah. Hal tersebut terungkap dalam 24
user Wawancara dengan Aminah, tanggal commit 4 Oktoberto2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
hukum waris dan perkawinan yang mengutamakan wali. Menurut hukum waris, tidak terbatas pada warisan harta tetapi juga keahlian menggosok intan. Sistem perwalian yang patrilineal tampak pada pernikahan yaitu yang menjadi wali dari seorang calon mempelai wanita adalah bapaknya, jika tidak ada ditelusuri dari pihak ayah yang lakilaki.25 Bentuk kelompok kekerabatan orang Banjar di Surakarta di dasarkan atas asal usul wilayah yang mereka diami baik di Kalimantan Selatan maupun di Surakarta. Bentuk kelompok kekerabatan ini kemudian menimbulkan sebutan orang Banjar di Surakarta sebagai Banjar Martapura dan Banjar Jayengan. Kehidupan ekonomi orang Banjar di Surakarta terutama bergerak sekitar masalah perhiasan yang mencangkup antara lain, intan, berlian, emas dan batu permata (akik). Walaupun profesi perdagangan mereka masih membawa pola mata pencaharian dari daerah asal tetapi sudah mulai menunjukkan perkembangan. Sifat urban migrasi orang Banjar ditunjukkan oleh mata pencaharian mereka sebagai pedagang dan sebagai tukang gosok intan berlian. Para pedagang etnis Banjar di Psasar Klewer ini banyak terdapat di lantai bawah. Mereka berdagang emas dan ada pula yang sebagian kecil sebagai pedagang konveksi.26 Orang Banjar yang berada di Jayengan hampir seluruhnya beragama Islam. Agama Islam bagi orang Banjar bukan hanya sekedar agama tetapi sudah merupakan adat istiadat yang sulit ditinggalkan. Mengingat bahwa faktor agama Islam mempunyai tempat penting dalam proses pembelajaran, norma-norma agama berusaha dilaksananakan oleh orang Banjar dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bidang ekonomi maupun kehidupan sosial. Ketekunan dalam menjalankan ibadah itu 25
26
Hari Mulyadi, dkk, Op. cit, hal: 207
user Wawancara dengan Endang, tanggal 5commit Oktoberto 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
antara lain dapat dilihat pada waktu sembahyang. Para pedagang yang sedang berjualan di Pasar Klewer segera meninggalkan kegiatannya untuk pergi ke masjid menunaikan sembahyang terlebih pada waktu Jum’at, sulit ditemui orang laki-laki di rumah maupun di pasar. Stratifikasi masyarakat Banjar di Kelurahan Jayengan dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Tauke (juragan) yakni seseorang yang memiliki modal besar dan biasanya bergerak dalam bidang perdagangan perhiasan dan memiliki perusahaan srendiri seperti penggosokan intan atau pemprosesan emas atau kemasan. Pada umumnya kelompok ini banyak memiliki buruh 2) Pengiket Yakni seorang yang memiliki sedikit modal, untuk membeli emas dan intan. Dari emas yang mereka miliki itu dibuat perhiasan atau menyuruh seseorang untuk membuat perhiasan, kemudian dijual. 3) Pengempit Adalah seseorang yang hanya mempunyai kepercayaan untuk menjual barang perhiasan milik orang lain. 4) Penggosok Merupakan seseorang yang hanya menjual jasa guna mengerjakan penggosokan intan milik orang lain. 5) Kemasan Adalah seorang yang membuat emas menjadi barang perhiasan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
6) Pengebook atau Book Yakni seorang yang membeli emas dari orang lain dan biasanya membuka usahanya di pinggir-pinggir jalan serta di muka toko emas. 7) Ulama Adalah kelompok yang terdiri dari kiai dan mubaligh. Kelompok ini berkecimpung dalam urusan agama. 8) Kelompok lainnya sperti pegawai negeri, guru dan lain sebagainya.27 Jadi stratifikasi sosial masyarakat Banjar dipengaruh oleh faktor ekonomi khususnya dalam perdagangan dan agama. Bagi masyarakat Banjar, agama merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melakukan aktivitas perdagangan. Perubahan stratifkasi sosial dalam masyarakat Banjar disebabkan oleh kemampuan dalam bidang perdagangan. Seorang pengebook atau pengiket yang memiliki ketrampilan dan keuletan dalam perdagangan akan dapat menduduki lapisan di atasnya, misalnya juragan. Orang Banjar selalu berhubungan dengan kelompok atau etnis lainnya di Pasar Klewer Surakarta. Hubungan orang Banjar dengan etnis Jawa lebih banyak karena alasan ekonomi, misalnya dalam hal perdagangan intan berlian dan emas. Mereka jarang sekali bergaul secara dekat dengan etnis lain. Saling kunjung mengunjungi di antara mereka masih terbatas pada kelompok etnis Banjar. Hal ini memberi kesan bahwa orang Banjar tertutup.
27
Ibid, hal: 209
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
2. Hubungan Antara Pedagang Pemilik Kios dengan Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer merupakan salah satu pusat perbelanjaan di Kota Surakarta. Pasar ini dipakai sebagai tempat untuk berdagang oleh para pedagang pemilik kios dan juga pedagang kaki lima. Pada tahun 80-an para pedagang kaki lima ini awalnya menjual makanan untuk para pedagang kios, namun melihat perkembangan perdagangan sandang di Pasar Klewer yang meningkat maka mereka pun beralih profesi menjadi pedagang sandang meskipun masih sebagai pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima di Pasar Klewer ini memilih lokasi untuk berdagang di tempat yang kosong, yang belum pernah ditempati oleh pedagang lain, seperti lorong-lorong, anak tangga dalam pasar bahkan kebanyakan di sepanjang pinggiran jalan atau pinggiran toko. Sebelum tahun 1985, para pedagang kaki lima masih sangat mudah mendapatkan lokasi untuk berdagang karena jumlah pedagang kaki lima di Pasar Klewer ini tidak sebanyak sekarang ini.28 Melihat hubungan yang baik antara pedagang kaki lima dengan pedagang pemilik kios di Pasar Klewer, seperti adanya kerja sama diantara kedua belah pihak. Hal tersebut dapat dilihat, dalam hal penitipan barang dagangan milik para pedagang kios kepada pedagang kaki lima yang ada di Pasar Klewer, serta adanya peminjaman modal usaha dan sebagainya. Menurut Fatimah salah seorang pedagang kaki lima di Pasar Klewer, ada pedagang pemilik kios yang mengajak bekerja sama dengan para pedagang kaki lima. Kerja sama yang dilakukan diantara kedua belah pihak tersebut terutama dalam hal memasarkan barang dagangan. Para pedagang pemilik kios atau toko menitipkan barang dagangannya yang telah lama tidak terjual kepada para pedagang kaki lima, keuntungan yang diperoleh dari hasil 28
Wawancara dengan Totok Supriyanto,commit tanggal to 11 user Oktober 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
penjualan tersebut dibagi dua, jika dari hasil penjualan hanya memperoleh keuntungan yang sedikit maka keuntungan tersebut terkadang diberikan semuanya kepada pedagang kaki lima. Apabila barang tersebut tidak laku dijual, maka barang tersebut boleh dikembalikan kepada pemiliknya tanpa dipungut biaya. Bentuk kerja sama yang baik antara pemilik kios dengan para pedagang kaki lima antara lain dalam hal pengangkutan. Pedagang kaki lima tersebut disuruh mengangkatkan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mendapatkan imbalan dari pedagang kios sebagai ucapan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepadanya.29 Para pedagang kaki lima, selama berdagang di Pasar Klewer Surakarta telah menerima kebaikan dan sikap yang baik dari pedagang Cina maupun pedagang dari etnis lainnya. Sikap dan perilaku yang ditunjukkan pedagang Cina menunjukkan bahwa kebaikan pedagang pemilik kios terhadap pedagang kaki lima telah terjalin baik. Selain itu terdapat juga wujud kebaikan pedagang kios terhadap pedagang kaki lima yaitu dapat dilihat pada pemberian tempat di dalam tokonya untuk menyimpan barang dagangannya milik pedagang kaki lima pada saat selesai berdagang. Barang dagangan yang dititipkan tersebut telah dikemas dalam bungkusan sehingga tidak memerlukan tempat yang luas untuk menyimpannya, sehingga pedagang kios tidak merasa keberatan untuk dititipi barang dagangan milik pedagang kaki lima. Seperti pada umumnya di kota-kota lain, sebagian besar pemilik kios adalah orang-orang non-pribumi, seperti Cina dan WNI keturunan yang memiliki modal yang cukup besar bila dibandingkan dengan pedagang pribumi, sehingga seolah-olah perekonomian yang terjadi di Pasar Klewer ini dikendalikan oleh orang-orang Cina, terutama dalam hal pengendalian harga barang di pasaran. Meskipun para pedagang Cina 29
user Wawancara dengan Fatimah, tanggal commit 7 Oktoberto2010.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
maupun Arab berdagang dalam waktu yang cukup lama dan telah membaur dengan masyarakat setempat serta pedagang kaki lima, namun pedagang kaki lima ini masih beranggapan bahwa para pedagang Cina maupun WNI keterununan merupakan bangsa lain.
C. Paguyuban Pedagang Pasar Klewer Hubungan atau relasi dalam perilaku ekonomi tidak dapat berjalan dengan sendirinya, tetapi masih diwarnai nilai turun temurun tentang sistem yang digunakan dalam kehidupan pasar. Nilai-nilai ini melembaga dalam kehidupan sebagai nilai hakekat yang mampu menyeimbangkan hubungan antara individu ditengah persaingan yang ketat dan tajam. Melembaganya nilai-nilai ini dapat dilihat dengan munculnya struktur nilai yang nampak egaliter yang sangat berbeda dengan struktur yang ditimbulkan oleh adanya relasi dagang dan hubungan antar golongan. Di Pasar Klewer terdapat beberapa paguyuban atau sebuah lembaga yang mengatur dan membantu kegiatan para pedagang. Antara pedagang pemilik kios dan para pedagang kaki lima ini dibedakan yaitu untuk pedagang pemilik kios diatur oleh HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer), sedangkan untuk para pedagang kaki lima ini memiliki paguyuban yang biasa disebut dengan P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer). Diantara paguyuban tersebut memiliki tugas dan kewajiban masingmasing untuk mengatur dan membantu para pedagang di Pasar Klewer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
1. HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer) Organisasi paguyuban ini dibentuk sekitar tahun 1975, yang pada awalnya para pedagang mempunyai keinginan untuk menghimpun para pedagang.30 HPPK merupakan sebuah wadah untuk menampung aspirasi para pedagang Pasar Klewer, yang kemudian disampaikan kepada kantor pasar dan Dinas Pengelolaan Pasar. Organisasi ini sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pedagang dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kolektif, juga kebutuhan akan rasa aman dan nyaman dalam mencari penghidupan. Mengenai tugas dari HPPK, antara lain: a. Menampung aspirasi para pedagang b. Membantu dan melindungi para pedagang c. Memberikan kenyaman bagi para pedagang d. Memberikan informasi kepada para konsumen mengenai lokasi kios-kios di Pasar Klewer e. Mengatasi konflik atau masalah yang terjadi di Pasar Klewer.31 Paguyuban ini merupakan sebuah organisasi yang terhimpun atau merupakan perkumpulan dari para pedagang pemilik kios di Pasar Klewer. Rata-rata pengurus HPPK ini adalah para pedagang. Mengenai ketua dari organisasi ini awalnya yaitu sekitar tahun 1970-an dipilih dengan sistem pemilu setiap 3 tahun sekali, tetapi mulai tahun 1990 pemilihan dilakukan secara formatir, yaitu pemilihan yang dilakukan oleh panitia yang diberikan hak untuk membuat kepengurusan. Para pedagang telah mempercayakan semuanya kepada pengurus HPPK.
30
31
Wawancara dengan Atmanto pada tanggal 8 Oktober 2010
commit to 16 user Wawancara dengan Dwi Adi Prihutomo, tanggal Agustus 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Adapun struktur organisasi Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK), sebagai berikut: Penasehat
Ketua Umum
Sekertaris Umum
Bendahara Umum
Humas
Bid. 1
Bid. 2
Bid. 3
Bid. 4
Bid. 5
Bid. 6
Bid. 7
Bid. 8
Penjelasan mengenai tugas masing-masing bagian struktur organisasi HPPK, yaitu: a. Penasehat Memberikan solusi bersama ketua umum, yang terjadi (masalah) di dalam Pasar Klewer, dan berhak memberikan masukan-masukan kepada anggota HPPK dan sebagai pertimbangan keputusan ketua umum. b. Ketua Umum Bertanggungjawab dan memberikan solusi terhadap semua masalah yang ada di HPPK dalam menjalankan roda organisasi dan berhak merekomendasikan dengan keputusan setuju atau tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
c. Sekretaris Umum Merupakan tangan kanan dari ketua umum dalam semua kebijakan menangani masalah yang ada di HPPK, sehingga bersama-sama ketua umum menyelesaikan dan mempertimbangkan keputusan yang akan diambil. d. Bendahara Umum Bertugas mencatat semua kekayaan (kas) hasil dari pedagang untuk organisasi HPPK. Pencatatan tersebut dipisahkan antara dana kas, pengeluaran, dan pemasukan uang yang semuanya dikerjakan oleh bendahara dan hasilnya di berikan kepada ketua umum. e. Humas Bertugas menyampaikan semua informasi kepada masyarakat, anggota, instansi dan orang yang membutuhkan informasi yang tidak menyimpang atau merugikan organisasi. f. Bidang Hukum (Bidang 1) Bertugas sebagai pelindung organisasi, bila terjadi masalah yang ada didalam organisasi maka bidang hukum berperan dan memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi organisasi. g. Bidang Kesra (Bidang 2) Bertugas sebagai wadah dan menyampaikan aspirasi pedagang serta ditangani bersama-sama dengan kepala pasar untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara membentuk panitia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
h. Bidang Litbang (Bidang 3) Bertugas mendata dan mencatat pendapatan tiap tahun serta keberadaan pedagang dengan penelitian dan pengembangan studi banding kinerja organisasi. i. Bidang Organisasi (Bidang 4) Bertugas sebagai job diskripsi untuk usulan sebagai hasil musyawarah mengenai program-program yang diterapkan di organisasi HPPK, serta untuk penyeimbangan kinerja dari pedagang. j. Bidang Dana Usaha (Bidang 5) Bertugas sebagai pencari dana lewat sponsor maupun donatur, khususnya untuk mengadakan event tertentu dan mengkoordinasi pengusaha-pngusaha kecil untuk mendapatkan dana, serta berhak mengetahui dana (uang) keluar dan masuknya dari organisasi. k. Bidang Usaha Kecil Menengah (Bidang 6) Bertugas sebagai bidang koperasi (Koperasi Pasar) yang dikelola oleh Bank Bukopin sekaligus sebagai pondasi terbentuknya koperasi pasar khususnya di Pasar Klewer. l. Bidang Wanita (Bdang 7) Bidang ini berbeda dengan bidang-bidang lainnya, yang membedakan adalah dalam bidang ini harus dipegang oleh seorang wanita serta bidang ini mempunyai kegiatan yang berkaitan dengan peran serta wanita khususnya anggota organisasi pedagang Pasar Klewer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
m. Bidang Keamanan (Bidang 8) Bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, bidang ini dilakukan secara bergantian menjaga keamanan dan ketertiban di Pasar Klewer, dan sesuai hasil musyawarah yang telah disepakati bersama.32 2. P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer) Organisasi lain yang terdapat di Pasar Klewer adalah P4K (Paguyuban Pedagang Pelataran Pasar Klewer), yang ditujukan untuk para pedagang kaki lima. Paguyuban ini dibentuk pada tahun 80-an, yang pada awalnya bernama PPKL (Persatuan Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer). Organisasi ini tidak memiliki kantor khusus seperti HPPK, sehingga untuk mengatur para pedagang kaki lima ini tiap bagian diawasi oleh ketua kelompok. Setiap 3 bulan sekali diadakan pertemuan untuk membahas perkembangan organisasi tersebut. Adapaun tugas dari P4K, yaitu: a. Mengkoordinasi para pedagang kaki lima supaya tidak liar b. Menjadi jembatan antara Lurah pasar dan DLLAJ dengan pedagang kaki lima c. Membantu para pedagang dalam membuat KTA.33
32
33
Ibid.
user Wawancara dengan Fatimah, tanggal commit 7 Oktoberto2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN
Surakarta merupakan salah satu pusat perdagangan bagi daerah-daerah di sekitarnya, sehingga banyak terdapat fasilitas ekonomi yang mendukung kegiatan tersebut. Salah satunya adalah dengan keberadaan pasar-pasar tradisional yang menjadi identitas suatu kota dan menjadi pusat kegiatan ekonomi yang selalu ramai. Aktivitas pasar yang selalu berjalan setiap harinya dapat menjadi roda perekonomian dan mendapatkan pemasukan bagi pendapatan daerah. Pasar Klewer merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi yang selalu ramai setiap harinya, meskipun sudah banyak pasar modern. Nama Pasar Klewer ini bermula dari keramaian para pedagang kain yang menjual barang dagangannya dengan cara diletakkan dibahu. Barang dagangan yang berupa kain itu diletakkan dibahu, maka banyak kain yang susunanya menjadi tidak beraturan dan orang Jawa menyebutkan “kleweran”. Berawal dari nama tersebut maka pasar Slompretan dulunya, kini lebih dikenal dengan nama Pasar Klewer. Perkembangan suatu kota selalu terdapat lokasi yang menjadi pusat pelayanan dan bertindak sebagai pasar, serta tempat untuk beribadah. Fenomna ini terjadi pada Pasar Klewer yang lokasinya terdapat pada satu komplek dengan pusat pemerintahan, Masjid Agung dan Kraton Kasunanan. Pasar Klewer terletak di pusat kota dan termasuk dalam budaya keraton. Sehingga dengan keadaan yang strategis ini Pasar Klewer menjadi ikon dari Kota Surakarta Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Jawa Tengah, maka banyak commitbaik to user aktivitas yang terjalin di dalam pasar, pedagang batik, pedagang konveksi
95
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun tekstil. Sistem penjualan di Pasar Klewer pun beragam mulai dari partai kecil (eceran) dan bahkan dalam partai besar. Meskipun beragam jenis tekstil dan karakter pedagang, namun di dalam Pasar Klewer juga dibentuk suatu organisasi atau Paguyuban yang mengatur dan membantu para pedagang dalam menjaga keamanan dan kenyamanan di dalam pasar. Paguyuban dalam pasar pun dibedakan antara pedagang pemilik kios dengan pedagang kaki lima. Untuk pedagang pemilik kios ini terdapat HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer), sedangkan untuk para pedagang kaki lima terdapat P4K (Paguyuban Pedagang Kaki Lima Pasar Klewer), meskipun dibedakan dalam hal organisasi namun paguyuban ini mempunyai tugas yang sama bagi para pedagang. Selain itu terdapat jaringan interaksi pedagang multietnis yang jarang ditemui di tempat lain, yaitu antara etnis Jawa, Cina, Arab dan Banjar. Mereka berdagang saling berdampingan dan tidak saling menjatuhkan, atau dapat dikatakan hubungan diantara pedagang multienis di Pasar Klewer ini adalah simbiosis mutualisme. Diantara pedagang saling membantu apabila salah seorang pedagang lainnya membutuhkan bantuan. Suasana pasar yang diciptakan secara kekeluargaan, gotong royong dan saling menghormati membuat suasana Pasar Klewer menjadi nyaman. Sikap maupun etos kerja diantara pedagang yang terdiri dari beberapa golongan dan membuat mereka saling menghormati. Seperti halnya etos kerja para pedagang merupakan bagian dari kepercayaan dan kebudayan yang mereka miliki. Setiap komunitas memiliki kepercayaan dan budaya dagang tersendiri, sehingga keanekaragaman budaya dagang ini telah mewarnai situasi di Pasar Klewer.
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Interaksi sosial ekonomi yang terjalin sejak nama Pasar Klewer ini dikenal oleh masyarakat dan sampai tahun 1998 selalu mengalami perkembangan yang baik, misalnya mengenai keadaan pasar yang semenjak tahun 1971 sudah diperluas bangunannya dan bahkan mengenai para pedagang yang tiap tahunnya mngalami peningkatan, termasuk para pedagang kaki lima. Sehingga dengan keadaan yang seperti ini, Pasar Klewer yang merupakan pasar tradisional dapat menjadi asset bagi pendapatan daerah kota Surakarta dan juga bagi para pedagang yang berasal dari sekitar Surakarta.
commit to user