PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 1 BATULAYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PADA PEMBELAJARAN SEGIEMPAT DENGAN MENERAPKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
ARTIKEL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Matematika
Oleh
DILLA AFRIANSYAH NIM. E1R 112 016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ARTIKEL SKRIPSI ............... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii ABSTRAK.........................................................................................................................
1
ABSTRACT .....................................................................................................................
2
I.
PENDAHULUAN .....................................................................................................
3
II. METODE PENELITIAN ..........................................................................................
5
III. HASIL PENELITIAN ................................................................................................
5
IV. PEMBAHASAN ........................................................................................................
9
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13
1
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII C SMP NEGERI 1 BATULAYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016 PADA PEMBELAJARAN SEGIEMPAT DENGAN MENERAPKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING Oleh Dilla Afriansyah, Harry Soeprianto, Hapipi Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, FKIP Universitas Mataram Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Batulayar tahun pelajaran 2015/2016 pada pembelajaran segiempat dengan menerapkan model Problem Based Learning. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam tiga siklus, masing-masing terdiri dari dua pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor aktivitas siswa pada siklus I, siklus II dan siklus III berturut-turut sebesar “7,99”, “10,34”, “12”, “13,01”, “14,66”, dan “16,01” dengan kategori berturut-turut yakni “kurang aktif”, kurang aktif”, “aktif”, “aktif”, “sangat aktif”, dan “sangat aktif”. Selanjutnya ketuntasan klasikal pada siklus I, siklus II, dan siklus III berturut-turut sebesar 72,73%, 81,82% dan 90,48%. Melihat keseluruhan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dengan optimal dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa pada pembelajaran segiempat kelas VII C SMPN 1 Batulayar tahun pelajaran 2015/2016. Kata Kunci : Problem Based Learning, Aktivitas Belajar, Prestasi Belajar
2
THE IMPROVING ACTIVITIES AND MATHEMATIC LEARNING ACHIEVEMENTS OF STUDENTS AT VII C GRADE OF SMP NEGERI 1 BATULAYAR IN ACADEMIC YEAR 2015/2016 ON A QUADRILATERAL LEARNING BY IMPLEMENTATION PROBLEM BASED LEARNING MODEL By Dilla Afriansyah, Harry Soeprianto, Hapipi Study Program of Mathematics Education Mathematics and Basic Science Education Departement, FKIP Mataram University Email:
[email protected] ABSTRACT The purpose of this research is to improve activities and mathematic learning achievements of students at VII C grade of SMP Negeri 1 Batulayar in academic year 2015/2016 on a quadrilateral learning by implementation Problem Based Learning model. The type of this research is classroom action research which conducted in three cycles consist of two meeting. The results showed that the students score activity in the first cycle, second cycle, and third cycle respectively “7,99”, “10,34”, “12”, “13,01”, “14,66”, and “16,01” within the categories respectively “less active”, “less active”, “active”, “active”, “very active”, and “very active”. Then, the classical completeness on the first cycle, second cycle, and third cycle respectively 72,73%, 81,82% and 90.48%. Based on the result of the research concluded that the implementation of Problem Based Learning model can improve the activities and mathematic learning achievements of students on a quadrilateral learning at VII C grade of SMPN 1 Batulayar in academic year 2015/2016. Keywords : Problem Based Learning, Learning Activity, Learning Achievement
3
I.
PENDAHULUAN Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Matematika membekali manusia untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan kerjasama [1]. Artinya, dengan menguasai matematika, maka akan membantu menyelesaikan masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan atau penguasaan matematika siswa harus sangat baik. Namun, kenyataan di lapangan tidak seperti apa yang diharapkan. Berdasarkan hasil survey kemampuan matematika dari PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2003 sampai dengan tahun 2012, Indonesia berada jauh di posisi bawah dari jumlah negara peserta. Tahun 2003, Indonesia berada ada peringkat 38 dari 40 negara peserta [2]. Tahun 2006 berada pada peringkat 53 dari 57 negara peserta [3]. Begitu juga tahun 2009 berada pada peringkat 57 dari 65 negara peserta [4]. Sedangkan tahun 2012 berada pada peringkat 64 dari 65 negara peserta [5]. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika sebagian besar siswa di Indonesia masih sangat rendah. Keadaan serupa ternyata juga terjadi di SMP Negeri 1 Batulayar. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru matematika kelas VII, diperoleh informasi bahwa kemampuan matematika siswa kelas VII B, VII C, dan VII D di sekolah ini juga masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai Ulangan Tengah Semester siswa tahun pelajaran 2015/2016 dimana rata-rata nilai siswa berkisar antara 52,41 sampai dengan 60,29 dengan ketuntasan klasikal berkisar antara 9% sampai dengan 19%. Sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah ini adalah 70 dan ketuntasan klasikalnya minimal 85%. Selain itu, diperoleh informasi bahwa rendahnya prestasi belajar siswa kelas VII SMPN 1 Batulayar ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan siswa dalam mengaktualisasikan dan memahami suatu materi yang bersifat nyata namun abstrak seperti geometri yang salah satunya adalah segiempat. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya ketuntasan klasikal siswa pada materi segiempat dan segitiga tahun pelajaran 2013/2014 dan 2014/2015 berturut-turut yakni 52,24% dan 61,54%. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VII, diperoleh informasi bahwa rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi faktor siswa dan faktor guru. Faktor siswa yakni (a) siswa kurang memahami isi pelajaran, (b) siswa enggan bertanya meskipun materi masih belum dipahami, (c) kemampuan awal siswa masih kurang dan konsep-konsep dalam struktur kognitif
4
siswa tidak saling terkait sehingga siswa kesulitan dalam memahami materi yang akan diajarkan. Sedangkan faktor guru yakni (a) guru jarang menggunakan lembar kerja siswa dalam proses pembelajaran, (b) guru juga jarang menggunakan alat peraga, (c) guru membiarkan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tanpa harus selalu dibimbing. Dengan kata lain, guru kurang maksimal perannya sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa dalam melakukan berbagai kegiatan belajar di kelas. Berdasarkan hasil observasi saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL), terkonfirmasi bahwa selama ini model yang digunakan oleh guru tidak begitu maksimal penerapannya. Guru sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Namun, guru belum maksimal perannya sebagai fasilitator. Guru kurang memfasilitasi siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar di kelas. Misalnya, ketika siswa ingin bertanya tentang apa yang belum dipahami, tetapi guru hanya meminta siswa untuk terus mengerjakan. Guru juga kurang memanfaatkan media pembelajaran seperti LKS dan alat peraga sehingga materi yang abstrak seperti segiempat kurang dipahami oleh siswa. Hal inilah yang kemudian membuat siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa tidak begitu senang belajar matematika, siswa lebih memilih bermain dengan temannya karena bingung dengan apa yang dikerjakan, sehingga kegiatan yang tadinya menunjang proses pembentukan struktur kognitif siswa menjadi terlewatkan. Sesuai dengan hasil observasi awal aktivitas belajar siswa, masih berkategori “kurang aktif”. Seharusnya, dalam pelaksanaan pembelajaran tidak hanya dibutuhkan model pembelajaran yang baik tetapi guru juga harus selalu membimbing siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Penting juga memanfaatkan media yang ada seperti LKS dan alat peraga sehingga materi yang bersifat abstrak seperti segiempat akan mudah dipahami oleh siswa. Suatu konsep dalam matematika akan mudah dipahami dan diingat oleh siswa apabila konsep tersebut disajikan melalui prosedur dan langkah-langkah yang tepat, jelas, dan menarik sehingga dapat merangsang perkembangan otak siswa. Salah satu model yang sesuai dengan hal tersebut adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning adalah model yang sudah menjadi satu paket utuh dalam kurikulum 2013. Namun, peneliti ingin menerapkan model ini karena penerapannya belum secara utuh dilakukan. Secara khusus, Sani [6] menyatakan bahwa model Problem Based Leaning dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan nyata (real world
5
problem) secara terstruktur untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa. Pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam penyelesaian permasalahan dan guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII C SMP Negeri 1 Batulayar Tahun Pelajaran 2015/2016 pada Pembelajaran Segiempat dengan Menerapkan Model Problem Based Learning” penting untuk dilakukan.
II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat [7]. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Batulayar dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VII C tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 22 orang. Materi yang diajarkan pada Penelitian Tindakan Kelas ini adalah materi segiempat yang dilaksanakan dalam 3 siklus dengan alokasi waktu 15
40 menit.
Setiap siklus memuat 5 tahapan kegiatan yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi serta refleksi. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan rata-rata skor aktivitas siswa dari rata-rata skor aktivitas sebelumnya dan minimal berkategori aktif pada akhir siklus III, dan nilai rata-rata kelas minimal 70 dan mencapai ketuntasan belajar secara klasikal minimal 85%.
III. HASIL PENELITIAN Penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi 5 tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi serta refleksi dengan rincian sebagai berikut. a. Perencanaan Pada tahapan perencanaan ini dibuat perangkat-perangkat pembelajaran seperti Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada model Problem Based Learning, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar observasi pelakasanaan pembelajaran, soal-soal evaluasi dan pedoman penskoran soal evaluasi. b. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakasanakan dalam pelaksanaan tindakan ini adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Pelaksanaan pembelajaran
6
diawali dengan mengecek kesiapan siswa untuk belajar, menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dengan cara menyebutkan manfaat materi yang akan dipelajari, serta siswa diberikan orientasi permasalahan. Selanjutnya, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen, membagikan LKS yang berisi permasalahan untuk menemukan konsep dasar. Setelah itu, siswa melakukan diskusi kelompok, beberapa kelompok siswa mempresentasikan hasil diskusinya, dan kelompok lain menanggapi. Pada tahap terakhir, guru melakukan refleksi dengan menanyakan kesulitan dan kemudahan selama siswa mengerjakan LKS. c. Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berikut tabel ringkasan hasil observasi aktivitas guru siklus I, siklus II, dan siklus III. Tabel 1 Ringkasan Hasil Observasi Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Skor Indikator No
Indikator
Pert. 1/I
Pert. 2/I
1.
Kesiapan dalam pembelajaran 1,33 2,33 Tahap 1 (Memberikan orientasi 2. 1,33 2,33 permasalahan kepada siswa) Tahap 2 (Mengorganisasikan siswa 3. 1,67 1,67 untuk penyelidikan) 4. Tahap 3 (Pelaksanaan investigasi) 1 1,67 Tahap 4 (Mengembangkan dan 5. 2 2,33 meyajikan hasil) Tahap 5 (Menganalisis dan 6. 3 2,33 mengevaluasi proses penyelidikan) Total Skor 10,33 12,66 Kategori KB B Keterangan : KB = Kurang Baik, B = Baik, SB = Sangat Baik
Pert. 1/II
Pert. 2/II
Pert. 1/III
Pert. 2/III
2,33
2,67
2,67
2,67
2,67
2,67
2,67
2,67
2
2,33
2,67
2,33
2
2,33
2,33
2,33
2
2,33
2,67
2,67
2,67
2,33
2,33
3
13,67 SB
14,66 SB
15,34 SB
15,67 SB
Sedangkan ringkasan hasil observasi aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2 Ringkasan Hasil Observasi Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Skor Indikator No 1.
Indikator
Pert. 1/I
Pert. 2/I
Kesiapan dalam pembelajaran 2 2 Tahap 1 (Memberikan orientasi 2. 1,33 1 permasalahan kepada siswa) Tahap 2 (Mengorganisasikan siswa 3. 2 1,67 untuk penyelidikan) 4. Tahap 3 (Pelaksanaan investigasi) 1 2 Tahap 4 (Mengembangkan dan 5. 0,33 2 meyajikan hasil) Tahap 5 (Menganalisis dan 6. 1,33 1,67 mengevaluasi proses penyelidikan) Total Skor 7,99 10,34 Kategori KA KA Keterangan : KA = Kurang Aktif, A = Aktif, SA = Sangat Aktif
Pert. 1/II
Pert. 2/II
Pert. 1/III
Pert. 2/III
2,33
2,67
2,33
2,67
1,67
2
2,33
2,67
2,33
2
2,33
2,33
2,33
2,67
2,33
2,67
1,67
1,67
2,67
2,67
1,67
2
2,67
3
12 A
13,01 A
14,66 SA
16,01 SA
7
d. Evaluasi Pada akhir tiap siklus dilakukan evaluasi untuk memeproleh data prestasi belajar siswa. Berikut rincian hasil evaluasi belajar siswa. Tabel 3 Hasil Evaluasi Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Jumlah siswa yang mengikuti tes 22 22 21 Nilai rata-rata 73,18 75,34 87,38 Nilai tertinggi 100 100 100 Nilai terendah 40 15 55 Jumlah siswa tuntas 16 18 19 Jumlah siswa tidak tuntas 6 4 2 Persentase ketuntasan belajar 72,73% 81,82% 90,48% e. Refleksi Berdasarkan hasil observasi aktivitas guru dan siswa serta hasil evaluasi belajar siswa pada siklus I, terdapat kekurangan-kekurangan yang harus dilakukan tindakan perbaikan pada siklus II. Adapun kekurangan-kekurangannya adalah sebagai berikut. 1) Sebagian besar kelompok belum bisa bekerja sama dengan teman kelompoknya. Hal ini disebabkan karena jumlah anggota kelompok yang mencapai 6 orang, dan terdapat 2 kelompok yang homogen dari segi jenis kelamin. Selain itu, guru juga tidak memastikan agar siswa bekerjasama dengan baik bersama kelompoknya. 2) Pada sebagian kelompok, siswa belum begitu aktif dalam mengerjakan LKS. Hal ini dikarenakan posisi duduk siswa yang lumayan jauh. Selain itu, guru hanya membagikan satu buah LKS kepada tiap kelompok yang mengakibatkan hanya satu atau dua orang saja yang bekerja. 3) Sebagian siswa tidak memperhatikan temannya saat presentasi dikarenakan posisi duduk sebagian siswa membelakangi papan tulis. 4) Waktu yang dibutuhkan siswa untuk mengerjakan LKS tidak cukup dikarenakan guru hanya menyampaikan secara lisan dan menggambarkan masalah awal di papan tulis, sehingga ketika siswa selesai melakukan penyelidikan di LKS, siswa kebingungan dan guru harus menyampaikan ulang masalah awal tadi. 5) Sebagian siswa kesulitan mengerjakan soal evaluasi nomor 2 dikarenakan siswa tidak membaca redaksi soal dengan baik. Siswa keliru dalam membedakan luas daerah dengan panjang sisi.
8
Sedangkan tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut. 1) guru mengatur ulang kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang yang heterogen. 2) Guru membagikan LKS kepada setiap anggota kelompok dan memastikan setiap anggota kelompok memegang LKS, dan mengubah posisi duduk siswa menjadi lebih dekat (satu meja dikelilingi oleh anggota kelompok). 3) Guru mengubah posisi duduk siswa menjadi bentuk U agar tidak ada lagi siswa yang membelakangi papan tulis. 4) Masalah yang disajikan di awal pembelajaran pada tahap orientasi masalah tidak hanya disampaikan secara lisan oleh guru, tetapi disajikan pula pada LKS. 5) Guru membuat redaksi kalimat soal evaluasi menjadi lebih sederhana agar mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, guru lebih menekankan siswa pada saat klarifikasi untuk memberikan penguatan terhadap hasil presentasi kelompok. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi belajar siswa siklus II, masih terdapat kekurangan-kekurangan karena persentase ketuntasan klasikal siswa belum mencapai 85%. Adapun kekurangan-kekurangan pada siklus II adalah sebagai berikut. 1) waktu yang dibutuhkan saat membagi ulang kelompok cukup lama. Hal ini dikarenakan siswa tidak mau dibuatkan kelompok baru. Selain itu, siswa juga bermain-main saat memindahkan meja ke bentuk U, dan sebagian siswa berebutan meja dan kursi. 2) Saat mengerjakan LKS, siswa belum bisa kondusif dan berjalan lancar. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang keluar dan mengganggu anggota kelompok lain. Jarak duduk siswa yang diatur guru juga terlalu dekat antara kelompok yang satu dengan yang lainnya sehingga lebih mudah siswa mengganggu anggota kelompok lain. 3) Sebagian siswa masih kesulitan mengerjakan soal evaluasi nomor 2 yakni kebingungan saat mencari ukuran tinggi trapesium menggunakan teorema phytagoras. Hal ini dikarenakan guru tidak maksimal memberikan penegasan konsep selama diskusi berlangsung.
9
Sedangkan tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus III adalah sebagai berikut. 1) Guru membuatkan kartu nama kelompok dan diletakkan di atas meja kelompok masing-masing agar siswa langsung duduk pada kelompoknya, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membagi ulang kelompok tidak terlalu lama. 2) Guru mengatur jarak yang sesuai antara tiap kelompok agar tidak ada siswa yang saling mengganggu saat kegiatan diskusi berlangsung. 3) Guru lebih memberikan penegasan konsep ketika diskusi berlangsung dan pada saat memberikan klarifikasi untuk penguatan setelah kegiatan presentasi. Pada siklus III dapat dilihat dari hasil observasi dan evaluasi belajar siswa bahwa semua indicator telah tercapai yakni terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa, sehingga pemberian tindakan dihentikan di siklus III.
IV. PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Batulayar tahun pelajaran 2015/2016 pada pembelajaran segiempat dengan menerapkan model Problem Based Learning. Adapun ringkasan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4 Ringkasan Hasil Penelitian Siklus I II III
Pert. 1 2 1 2 1 2
Aktivitas Belajar Siswa Skor 7,99 10,34 12 13,01 14,66 16,01
Kategori Kurang Aktif Kurang Aktif Aktif Aktif Sangat Aktif Sangat Aktif
Prestasi Belajar Siswa Nilai Rata-rata
Ketuntasan Klasikal
73,18
72,73%
75,34
81,82%
87,38
90,48%
Dari tabel 4 diketahui bahwa skor aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 adalah 7,99 dan pada pertemuan 2 adalah 10,34. Walaupun masih berkategori kurang aktif, terjadi peningkatan dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Pada pertemuan 1 siklus II juga terjadi peningkatan skor dari pertemuan sebelumnya menjadi 12 dengan kategori aktif. Peningkatan ini terus terjadi pada tiap pertemuannya hingga pada akhirnya skor aktivitas belajar siswa adalah 16,01 dengan kategori sangat aktif. Data tersebut menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini didukung oleh salah satu ciri utama dalam PBL dimana dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus
10
dilakukan oleh siswa. Siswa tidak hanya sekadar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran. Namun, melalui PBL siswa diharapkan aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan [8]. Meskipun
dengan
menerapkan
model
Problem
Based
Learning
dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa, namun model ini tidak serta merta dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa secara langsung dimana aktivitas belajar siswa pada siklus I berkategori kurang aktif. Hal ini jelas terjadi karena model Problem Based Learning mengajak siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar yang tidak biasa dilakukan oleh siswa. Sesuai dengan pendapat Sani [6] yang mengatakan bahwa PBL melibatkan siswa untuk aktif menggali pengetahuan, aktif mencari informasi baru, mengintegrasikan pengetahuan baru dengan apa yang diketahuinya, mengorganisasikan informasi yang diketahui, dan menjelaskan pada teman yang lain. Selain itu, aktivitas belajar siswa selama pembelajaran juga menjadi kurang optimal karena ada siswa yang hanya bermain dan mengganggu temannya saat kegiatan diskusi berlangsung. Selain faktor siswa, guru juga kurang optimal dalam menerapkan model Problem Based Learning. Perbaikan atas kekurangan-kekurangan selama proses pembelajaran yang ada pada siklus I terus dilakukan oleh guru sehingga pada siklus II aktivitas belajar siswa meningkat. Begitu juga perbaikan-perbaikan atas kekurangan-kekurangan selama proses pembelajaran pada siklus II terus dilakukan oleh guru pada siklus III sehingga skor aktivitas siswa semakin meningkat dan berkategori sangat aktif. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan pembelajaran sebelumnya dimana penerapan model Problem Based Learning masih kurang optimal, kondisi ini terlihat berbeda. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada saat melaksanakan PPL, kategori aktivitas belajar siswa kelas VII C yakni kurang aktif. Hal ini disebabkan karena guru kurang maksimal perannya sebagai fasilitator yang membimbing siswa selama proses pembelajaran. Guru juga kurang memanfaatkan media yang ada seperti LKS maupun alat peraga. Sehingga materi yang abstrak seperti segiempat kurang dipahami oleh siswa. Cara belajar seperti inilah yang kemudian membuat aktivitas siswa di kelas menjadi rendah, dan berimbas pada rendahnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, meningkatkan aktivitas belajar siswa merupakan suatu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto [9] bahwa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak
11
akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah, kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Oleh karena siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, akan menimbulkan diskusi dengan guru dan sesama siswa. Jika siswa menjadi partisipan yang aktif, maka ia akan memiliki ilmu pengetahuan itu dengan baik. Dalam pembelajaran materi segiempat dengan penerapan model Problem Based Learning, siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan segiempat. Sehingga siswa merasa tertantang dan merasa bahwa apa yang dipelajari mempunyai manfaat. Hal ini tentu akan memicu semangat siswa untuk terus aktif belajar secara mandiri, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa menggunakan lembar kerja siswa (LKS). Cara belajar seperti inilah yang kemudian membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. Terkait dengan prestasi belajar siswa, berdasarkan tabel 4 di atas terlihat bahwa nilai rata-rata prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, dan dari siklus II ke siklus III setelah diterapkannya model Problem Based Learning. Pada siklus I nilai rata-rata siswa sebesar 73,18. Namun ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus I
masih belum mencapai indikator yang ditetapkan, dimana
ketuntasan klasikal siklus I baru mencapai 72,73%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penerapan model Problem Based Learning masih belum optimal. Kekurangan-kekurangan yang ada terus diperbaiki sehingga terlihat bahwa selalu terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa pada tiap siklusnya. Pada siklus III, nilai rata-rata siswa adalah 87,38 dengan ketuntasan klasikal 90,48%. Data ini menunjukkan bahwa indikator kerja yang ditetapkan telah tercapai yakni nilai rata-rata kelas minimal 70 dan ketuntasan belajar secara klasikal minimal 85%, sehingga penelitian ini dihentikan pada siklus III. Hal di atas menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembelajaran pada model Problem Based Learning yang dipusatkan pada penyelesaian masalah dapat menarik minat siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusmono [10], dimana situasi masalah dalam model Problem Based Learning yang mengundang pertanyaan dan belum terdefinisikan secara jelas, akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan kemudian diharapkan mereka terlibat dalam inkuiri. Kemudian pada model ini siswa mengembangkan pengetahuannya berdasarkan permasalahan nyata yang diberikan. Siswa bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Seperti yang diungkapkan Sukardi [11],
12
bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Sejauh pelaksanaan penelitian ini, pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning telah mampu membuat siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan mampu membantu siswa menemukan konsep sendiri. Dengan kata lain, siswa yang mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga akan bertahan dalam memori otak siswa dalam waktu yang lama. Hal inilah yang kemudian berimbas pada meningkatnya prestasi belajar siswa. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Batulayar tahun pelajaran 2015/2016 pada pembelajaran segiempat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII C SMP Negeri 1 Batulayar tahun pelajaran 2015/2015 sangat baik setelah diterapkannya model Problem Based Learning secara optimal. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, adapun saran yang ingin disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut. a. Bagi guru matematika di kelas VII SMP Negeri 1 Batulayar diharapkan untuk menerapkan model Problem Based Learning secara optimal sebagai upaya dalam membantu guru meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. b. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut diharapkan untuk mencoba menggunakan model Problem Based Learning pada materi pokok yang karakteristik pembelajarannya sesuai dengan karakteristik model Problem Based Learning untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari penelitian ini. c. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan model Problem Based Learning berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut. 1) Pengelolaan kelas harus dilakukan sebaik mungkin. 2) Alokasi waktu diatur sebaik mungkin sehingga semua langkah dalam model Problem Based Learning berjalan dengan baik. 3) Permasalahan nyata yang disajikan kepada siswa, harus sesuai dengan lingkungan yang ada di sekitar siswa, dan memperhatikan kemampuan siswa. Karena model
13
Problem Based Learning mempunyai kekurangan yang salah satunya apabila siswa merasa masalah yang disajikan sulit untuk dipecahkan, maka siswa enggan untuk mencoba.
DAFTAR PUSTAKA [1]
Depdiknas.
2006.
Kurikulum
2006
Standar
Kompetensi
Mata
Pelajaran.
Jakarta : Depdiknas. [2]
OECD. Hasil PISA 2003. (online) http://www.oecd.org/edu/school/programmefor internationalstudentassessmentpis/34002454.pdf,
diakses
pada
tanggal
20 Oktober 2015. [3]
OECD. Hasil PISA 2006. (online) http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/397252 24.pdf,diakses pada tanggal 20 Oktober 2015.
[4]
OECD. Hasil PISA 2009. (online) http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/466197 03.pdf, diakses pada tanggal 20 Oktober 2015.
[5]
OECD. Hasil PISA 2012. (online) http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/PISA-2012result-snapshot-Volume-I-ENG.pdf, diakses pada tanggal 20 Oktober 2015.
[6]
Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : PT Bumi Aksara.
[7]
Rustam dan Mundilarto. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas.
[8]
Hamruni. 2011. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta : Insan Madani.
[9]
Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta.
[10] Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning ItuPerlu untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru. Bogor : Ghalia Indonesia. [11] Sukardi. 2014. Panduan PLPG 2014. Mataram : Universitas Mataram.