V. Daftar Pustaka ____, TVET for The Twenty-first Century-UNESCO, 2002, diakses pada Website: http://www.unesco.org/education/7, place de Fontenoy ____, InFocus Programme on Skills, Knowledge and EmployabilitInFocus Programme on Keterampilan, Pengetahuan dan kelayakan kerja, ILO. diakses pada Website: h ttp: / / www.ilo.org/skills/ BPS. 1997; 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta
Dikmenjur, (1995), Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Kejuruan. Jakarta: Depdikbud Hayami, Y. dan V.W. Ruttan. 1991. Agricultural Development: An International Perspective. The Johns Hopkins University Press, Baltimore and London.
Iskandar, I. 1993. Transfromasi Perekonomian Sumatera Barat: Suatu Analisis Struktutal
Kagami, H. 2000. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja serta Transformasi Tenagakerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Propinsi Sumatera Selatan. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maksum, 2005, Pengaruh Kebijaksanaan Moneter dan Kurs Valuta Asing terhadap Transformasi Struktur Perekonomian Indonesia.
Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan dasar Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Suhartini, S. dan S. Mardianto. 2001. Transfromasi Struktur Kesempatan Kerja Sektor Pertanian ke Non Pertanian di Indonesia. Agro-Ekonomika No.2 Oktober 2001. PERHEPI, Jakarta.
E. Pasandaran, et. al. Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan. Puslit. Agro Ekonomi, Bogor. Swasono dan Sulistyaningsih. 1993. Pengembangan Sumberdaya Manusia: Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di Indonesia. Izufa Gempita, Jakarta. Erichenko, Posted December 19th, 2008, PERDAGANGAN LUAR NEGERI, diakses pada: http://one.indoskripsi.com/category/perekonomian-indonesia Yoo Jeung Joy Nam, 2009, Pre-Employment Skills Development Strategies in the OECD, Social Protection and Labor – The Wold Bank
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 20
pendidikan yang harus dikembangkan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenagakerja, khususnya pasar tenagakerja pada sektor industri. Sehingga fenomena banyaknya pengangguran dengan tingkat pendidikan menengah keatas bisa dikurangi. b. Upaya mengatasi terjadinya penumpukan tenagakerja di sektor pertanian yang nota bene pada umumnya berada di daerah pedesaan dapat dilakukan melalui pengembangan industri berbasis pedesaan, dengan harapan di satu sisi mampu menyerap kelebihan tenagakerja tersebut, dan di sisi lain mampu mendatangkan nilai tambah bagi produk pertanian. Sehingga pada akhirnya proses percepatan pemiskinan di sektor pertanian bisa diperlambat. c. Indonesia sebagai negara agraris dengan penduduk yang besar, maka perlu industri padat karya pada sektor pertanian. Dampak dari hal tersebut, porsi jumlah dana yang dianggarkan pemerintah dalam bentuk investasi di sektor pertanian perlu ditingkatkan lagi, mengingat transformasi tenagakerja relatif lebih respon terhadap perubahan kesempatan kerja di sektor pertanian dibandingkan perubahan kesempatan kerja disektor industri dan jasa.
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 19
b. Era globalisasi pada berbagai sektor pekerjaan dan perkembangan teknologi saat ini ditemukan kebutuhan yang dominan diperlukan DU/DI terhadap kemampuan tenaga kerja atau lulusan SMK yaitu soft skills, serta pentingnya pemberian bekal bagi calon lulusan berupa program pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup (life skills) serta pendidikan untuk berwira usaha (Entreprenuership). c. Delapan faktor daya saing yang mempengaruhi konfigurasi tenaga kerja, adalah:
d.
•
Keterbukaan;
•
Pemerintah;
•
Keuangan;
•
Infrastuktur;
•
Teknologi;
•
Manajemen;
•
Tenaga Kerja;
•
Kelembagaan (civil institutions).
Secara umum telah terjadi perbaikan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia, terbukti komposisi penduduk dengan pendidikan setara pendidikan menengah keatas semakin besar, sebaliknya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar ke bawah berkurang. Namun masalahnya adalah perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut tidak diikuti oleh adanya kemampuan dari pemerintah Indonesia untuk menciptakan kesempatan kerja sesuai dengan kualifikasi dari perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut. Fenomena ini dapat dilihat dari banyaknya pengangguran dengan tingkat pendidikan menengah ke atas dan bahkan dengan tingkat pendidikan sarjana.
e. Daya serap tenaga kerja sektor formal yang minim sementara angkatan kerja terdidik cenderung memasuki sektor formal. Hal ini menimbulkan tekanan penawaran di mana tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan kuat terhadap kesempatan kerja di sektor informal yang jumlahnya lebih kecil, hal tersebut mangakibatkan terjadi pendayagunaan tenaga kerja terdidik yang tidak optimal.
2.
Rekomendasi
a. Perlu adanya restrukturisasi industri di Indonesia yang mengarah kepada kesesuaian dengan kualitas dan kualifikasi tenagakerja yang ada sekarang. Atau sebaliknya, jenis ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 18
karena jumlahnya relatif sangat kecil sekali, akan tetap pada tahun 2001 sudah mulai meningkat dan menjadi sebesar 0,17 persen. Sementara itu, selama periode 1976-2001 jumlah tenagakerja dengan kualifikasi tamat perguruan tinggi yang berkerja di sektor non pertanian berkisar 1,4 –2,7 persen terutama terserap pada sektor tersier (jasa keuangan dan perdagangan). Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa dari asepk pendidikan telah terjadi perbaikan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, namun demikian adanya perbaikan kualitas sumberdaya manusia tersebut belum mampu diimbangi adanya peningkatan daya serap atau penciptaan lapangan kerja yang sesuai dengan kualitas dan kualifikasi perbaikan. Hal ini sangat menarik kalau dikaitkan kenapa masih banyaknya sumberdaya manusia Indonesia dengan kualifikasi sarjana yang menganggur. Sehingga sebenarnya lambannya pembangunan ekonomi di Indonesia kurang tepat kalau dikatakan penyebab utamanya adalah karena masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Indonesia, karena terbukti masih banyaknya sumberdaya manusia Indonesia dengan pendidikan menengah atas bahkan sarjana yang menganggur. Bahkan tidak aneh terdengar bahwa suatu pekerjaan pada instansi atau lembaga tertentu yang sebenarnya mampu dikerjakan oleh tenagakerja dengan kualifikasi pendidikan menengah atas dikerjakan oleh seorang sarjana, karena terpaksa harus menerimanya dari pada menganggur. Sebagai konsekuensinya, mereka rela dibayar lebih rendah dari tingkat produktivitasnya, sebagai seorang manusia tentunya mereka ingin memaksimukan kepuasnya. Sehingga untuk mencapai kondisi tesebut, maka mereka akan mengurangi produktivitasnya melalui pola kerja yang tidak serius. Mungkin kondisi ini (karena ketidak mampuan pemerintah menciptakan lapangan kerja sesuai kualifikasi dan besarnya imbalan yang diharapkan setelah melakukan human investment) diduga sebagai salah satu pemicu maraknya moral hazard di Indonesia. IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Berdasarkan kajian konfigurasi tenaga kerja indonesia berdasarkan hasil survey kaji lacak lulusan dan analisis kebutuhan DU/DI serta kaji ekonomi yang tak lepas dengan ketenaga kerjaan di Indonesia, berikut kesimpulan dan rekomendasi sebagaimana dibawah ini, 1. Kesimpulan a. Peningkatan kualitas lulusan SMK masih memerlukan banyak pembinaan agar lulusannya mampu menjawab tantangan-tantangan dalam memasuki dunia kerja, dengan kompetensi minimal siap bekerja yang sesuai bidang dan standar upah, serta meningkatkan budaya berkompetisi.
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 17
Sejak tahun 1990, sumberdaya manusia Indonesia didominasi oleh kualitas setara sekolah dasar, dimana pada tahun tersebut proporsi penduduk Indonesia yang berpendidikan sekolah dasar sekitar 30,1 persen dan pada tahun 2001 menjadi 34,9 persen. Peningkatan jumlah pendudukan yang berpendidikan setingkat menengah dan lanjutan juga mulai mengalami peningkatan yang cukup berarti. Bahkan pada tahun 2001, komposisi penduduk yang berpendidikan setingkat pendidikan menengah sudah mulai mendominasi yaitu sebesar 38,2 persen dengan peningkatan sekitar 4,5 persen per tahun selama periode 1990-2001. Berdasarkan gambaran di Tabel 3, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan sumberdaya manusia di Indonesia, terbukti adanya peningkatkan komposisi jumlah penduduk yang berpendidikan setingkat sekolah dasar, setingkat pendidikan menengah dan setingkat pendidikan lanjutan, sebaliknya disisi lain terjadi penurunan komposisi pendudukan yang berpendidikan tidak tamat sekolah dasar ke bawah. Namun masalahnya adalah apakah penduduk atau sumberdaya manusia yang mengalami perbaikan tingkat pendidikan tersebut akan otomatis bisa terserap oleh sektor yang mereka harapkan, atau dengan kata lain apakah khususnya sektor industri dan jasa mampu untuk menampungnya. Tabel 4. Distribusi Tenagakerja Menurut Tingkat Pendidikan 1976, 1986, dan 2001 (%)
Dilhat dari distribusi tenagakerja menurut tingkat pendidikan yang terserap menurut sektor (Tabel 4) terlihat bahwa selama periode 1976-2001 sumberdaya manusia Indonesia baik yang bekerja pada sektor pertanian maupun sektor non pertanian didominasi oleh sumberdaya manusia dengan kualifikasi tamat sekolah dasar ke bawah. Untuk sektor pertanian, selama periode 1976-1986, dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada tenagakerja dengan kualifikasi tamat perguruan tinggi yang berkerja pada sektor ini ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 16
persen. Informasi ini juga menunjukkan bahwa nampaknya tidak terjadi perubahan pola struktur penyerapan tenagakerja terutama periode 1995-2001. Tabel 2. Perkembangan Serapan Tenagakerja masing-masing Sektor Tahun 1995-2001
Secara umum peningkatan kuantitas sumberdaya manusia dapat dicapai melalui pendidikan maupun berdasarkan pengalaman. Akan tetapi peningkatkan sumberdaya manusia melalui pengalaman dibutuhkan waktu yang relatif lama dibandingkan melalui pendidikan. Sehingga salah satu indikator yang lebih representatif untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia adalah melalui tingkat jumlah pendidikan yang pernah dicapai. Berpedoman dengan indikator tersebut, terlihat bahwa pada periode 1961-1980, dapat dikatakan bahwa kondisi sumberdaya manusia Indonesia masih sangat rendah, hal itu terbukti lebih dari 50 persen penduduk Indonesia dengan tingkat pendidikan tidak tamat sekolah dasar ke bawah, bahkan selama periode tersebut sekitar 31,9 – 68,1 persen tidak pernah sekolah (Tabel 3). Penduduk yang berpendidikan setingkat sekolah dasar baru sekitar 11,8 – 22,1 persen dan berpendidikan menengah sekitar 3,1-12,4 persen, bahkan berpendidikan lanjutan ke atas baru 0,3-0,6 persen. Tabel 3. Jumlah penduduk Indonesia menurut tingkat pendidikannya Th 1961-2001 (%)
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 15
berkelanjutan berwawasan lingkungan pembangunan; pengentasan kemiskinan.
(e) metode memfasilitasi
Kondisi yang telah disebutkan pada paragraf diatas mempengaruhi konfigurasi ketenaga kerjaan di Indonesia. Konfigurasi tenaga kerja dalam kaitannya dengan proses pendidikan kejuruan sehubungan dengan besar ilmu pengetahuan, teknologi dan pembangunan sosial-ekonomi, baik dalam kemajuan yang menjadi ciri khas era sekarang, terutama globalisasi dan revolusi informasi dan komunikasi dalam teknologi, pendidikan kejuruan harus merupakan aspek penting proses pendidikan di negara, dan khususnya haruslah: (a) memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan sosial yang lebih besar democratization dan sosial, budaya dan pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang waktu yang sama mengembangkan potensi semua individu, baik laki-laki dan perempuan, karena partisipasi aktif dalam pembentukan dan melaksanakan tujuan ini, tanpa memandang agama, ras dan umur; (b) mengarah pada pemahaman ilmiah dan teknologi aspek peradaban kontemporer sedemikian rupa sehingga orang memahami mereka lingkungan dan mampu bertindak berdasarkan hal itu saat mengambil kritis pandangan sosial, politik dan lingkungan ilmiah implikasi dan perubahan teknologi; (c) memberdayakan orang-orang untuk berkontribusi berkelanjutan yang ramah lingkungan pembangunan melalui pekerjaan mereka dan bidang kehidupan mereka. Untuk menghasilkan daya serap lulusan SMK yang sesuai dengan bidang serta upah yang sepadan, selain hal tersebut pendidikan kejuruan sebagai persiapan untuk sebuah lapangan kerja harus menyediakan dasar untuk produktif dan memuaskan karir dan harus: (a) memimpin dengan akuisisi pengetahuan yang luas dan keterampilan generik berlaku untuk sejumlah pekerjaan dalam bidang tertentu sehingga individu tidak terbatas dalam / wanita pilihan pekerjaan dan mampu transfer dari satu bidang ke bidang lainnya selamanya di kehidupan pekerjaan; (b) pada saat yang sama menawarkan baik yang menyeluruh dan persiapan khusus untuk awal pekerjaan, termasuk wirausaha, dan juga pelatihan dalam pekerjaan; (c) memberikan latar belakang dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melanjutkan pendidikan pada setiap titik dalam kehidupan kerja individu. b. Konfigurasi Tenaga Kerja terhadap Sektor Lapangan Kerja Dari aspek kesempatan tenagakerja, selama periode 1995-2001 terlihat bahwa sektor pertanian menampung hampir separuhnya (49,3%) dari total jumlah pekerja Indonesia, disusul oleh sektor jasa sekitar 33 persen, sedangkan sektor industri baru hanya sekitar 18 persen (Tabel 2). Selama periode 1995-2001, yang cukup menarik bahwa disamping daya tampungnya yang relatif paling rendah, pangsa penyerapan sektor industri terhadap tenagakerja juga cenderung menurun sekitar 0,09 persen terutama terjadi pada awal-awal krisis ekonomi. Demikian juga pangsa penyerapan tenagakerja dari sektor pertanian cenderung menurun sekitar 0,95 persen, sebaliknya pangsa penyerapan tenagakerja dari sektor jasa justru mengalami peningkatan sebesar 2,35
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 14
globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan. Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam. Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional. Melalui latar belakang kondisi alam, kebutuhan karakteristik SDM yang sesuai dengan Indonesia, secara umum telah didukung oleh semangat UNESCO dan komunitas internasional melalui ketetapan dengan tujuan ambisius yaitu "untuk memastikan bahwa kebutuhan belajar semua pemuda dewasa dipenuhi melalui akses yang adil untuk pembelajaran yang tepat dan program keterampilan hidup "(World Forum Pendidikan, Dakar, 2000). Upaya untuk menyediakan pendidikan dasar dan keaksaraan untuk semua anak dan orang dewasa akan mendukung ekonomi dan pembangunan sosial negara dengan memastikan kemampuan orang untuk belajar dan menyediakan pondasi kelayakan kerja mereka dan akses ke pekerjaan yang layak. Oleh karena itu sistem kejuruan nasional perlu mengembangkan knowledge dan keterampilan yang akan membantu tenaga kerja menjadi lebih fleksibel dan responsif dengan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal, sementara bersaing dalam ekonomi global. Seperti dalam penelitian yang di lakukan oleh UNESCO bahwa beberapa negara telah memperkenalkan reformasi yang TVET berusaha untuk mengintegrasikan bekerja sebagai tempat-based learning dan pelatihan ke dalam kurikulum pendidikan kejuruan. TVET Sistem juga harus terbuka dan semua inklusif untuk memberikan bahkan yang paling miskin akses terhadap pembelajaran dan pelatihan. Kesempatan bagi komunitas orang-orang di daerah perkotaan dan pedesaan untuk melengkapi diri untuk memimpin kehidupan produktif dan memuaskan akan rasional sangat penting untuk mengapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sangatlah sesuai dengan konsep dalam pendidikan kejuruan, dengan demikian perlu dipahami bahwa pendidikan kejuruan adalah: (a) merupakan bagian integral dari pendidikan umum; (b) sarana mempersiapkan untuk bidang pekerjaan dan efektif partisipasi dalam dunia kerja; (c) aspek pembelajaran seumur hidup dan persiapan untuk bertanggung jawab kewarganegaraan; (d) alat untuk mempromosikan
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 13
menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional. Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40). Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan. Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 12
pembenahan model pendidikan di SMK maupun substansi materi diklat/ajar yang ada di SMK, khususnya mata diklat produktif. Dalam observasi tersebut Hard Skill tidak terlalu dominan tetapi Soft Skill (khusunya kemampuan untuk siap berkembang di tempat kerja) yang lebih diutamakan oleh pencari pekerja (DU/DI). Hal serupa juga dijumpai pada hasil kajian needs assessment dari kelompok Widarto dkk, 2009 terhadap Dunia Industri Mesin sebagaimana Gambar 3 berikut,
Gambar 3. Kebutuhan Kompetensi yang di butuhkan DU/DI Permesinan Gambaran diatas memberikan penguatan dari hasil kajian analisis kebutuhan industri oleh Yudha dkk, bahwa Kompetensi soft skills lebih dominan daripada hard skills. Kebutuhan DU/DI pada kompetensi soft skills secara berurutan yang ditemukan oleh Widarto dkk adalah sebagai berikut: a. Soft skils industri permesinan adalah Disiplin, Inisiatif dan kreativitas, Percaya diri, tanggung jawab, kejujuran, Mengelola dan menganalisa informasi, Menerapkan prosedur mutu, serta kerapihan penampilan diri. b. Soft skils industri otomotif mulai dari Disiplin, etos kerja, Inisiatif dan kreativitas, tanggung jawab, kejujuran, serta kerjasama. 3. a.
Konfigurasi Tenaga Kerja Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pendidikan Sumberdaya manusia dalam ketenaga kerjaan merupakan masalah pokok yang harus diperhatikan, karena masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global. Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan -- tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 11
itu kurang dapat diakomodasi dalam pembelajaran konvensional, namun masih harus diaktualisasikan dan diaplikasikan dalam berbagai konteks pekerjaan yang dihadapi. Dunia industri merupakan pengguna lulusan, memiliki kepentingan dengan peningkatan kualitas lulusan. Meningkatnya lulusan SMK dengan sendirinya akan memberikan keuntungan yang banyak bagi dunia kerja. karena untuk mendidiknya tidak diperlukan dana pelatihan yang cukup besar. Namun, mutu lulusan kejuruan erat kaitannya dengan mahalnya penyelenggaraan pendidikan kejuruan dan tingginya tuntutan relevansi dengan dunia industri, maka salah satu solusinya adalah informasi-informasi yang ada dalam dunia kerja merupakan bahan yang harus dijabarkan ke dalam perencanaan dan implementasi program untuk mewujudkan lulusan yang profesional. Sebagai salah satu stakeholders dunia industri berkepentingan dengan pembentukan jenis dan standar kompetensi sesuai dengan tuntutan yang ada. Namun, dengan adanya statistik semu yang banyak terdapat di lapangan seperti diatas perlu diantisipasi. Hal tersebut karena Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global. 2.
Needs Assessment Berdasarkan kajian analisis kebutuhan DU/DI yang dilakukan oleh Yudha dkk, 2009 mengilustrasikan bahwa 40 DU/DI peserta Yogya Job Fair, terdapat 34 DU/DI yang membuka lowongan pekerjaan untuk kualifikasi SMK, SMA/SMK sederajat, D2, dan D3/S1. Secara rinci pemetaan tiap kualifikasi tersebut adalah: SMK ada 5 DU/DI, SMA/SMK sederajat ada 10 DU/DI, D2 ada 1 DUDI. Sedangkan D3/S1 ada 23 DU/DI. Dari 5 DU/DI yang membuka lowongan untuk SMK, hanya ada 1 DU/DI yang membuka lowongan untuk lulusan SMK Teknik Elektro. Lulusan SMK Teknik Elekro tersebut dibutuhkan untuk jenis pekerjaan maintenance. Hasil wawancara terhadap pelaku DU/DI tersebut, kompetensi umum bagi calon pekerja yang dituntut DU/DI terdiri dari: Good English, communicative skills, jujur, cekatan, pekerja keras, mampu berbahasa mandarin, siap over time, mampu bekerja under pressure, memiliki motivasi, memiliki daya tahan kerja yang tinggi, disiplin, teliti, telaten, dan berpenampilan menarik. Sedangkan, kompetensi khusus bagi calon pekerta lulusan SMK teknik Elektro adalah mampu melaksanakan maintenance. Aspek-aspeknya terdiri dari: Menguasai troubleshooting, mampu mengganti spare part, mampu menggunakan alat ukur elektronik, dan mampu menguji kerjanya rangkaian listrik. Hasil Observasi nampak bahwa peluang kerja bagi lulusan SMK sangat tipis/sempit. Tuntutan kualifikasi pekerja semakin meningkat. Kualifikasi D3/S1 semakin dominan dicari oleh DUDI. Perbandingan tuntutan DUDI terhadap kualifikasi D3/S1 terhadap SMK adalah 67 % : 14 % . Oleh karena itu diperlukan reformasi dan ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 10
Pada grafik prosentase studi lanjut lulusan SMK, nampak bahwa SMK swasta yang dibangun oleh DU/DI mempunyai prosentase studi lanjut yang lebih kecil dibanding rata-rata SMK umum baik swasta maupun negeri. Hal tersebut disebabkan selain kurikulum dan atmosfir akademik yang sesuai dengan yang diharapkan DU/DI juga karena pendapatan yang sesuai dengan standar pendidikan bahkan lebih. Bahkan pada SMK Mikael – Solo, lulusan yang studi lanjut rata-rata sambil menjadi tenaga kerja pada DU/DI. Selain mereka mampu menyelaraskan kurikulumnya dengan kebutuhan dunia usaha, mereka juga memiliki, menciptakan, membina, dan membangun jejaring akses ke dunia industri. Jejaring ini bisa karena: nepotisme keluarga (khusus, populasi siswa SMK Immanuel dan SMK Strada hampir 98% Chinese), kerjasama antar lembaga, dan kebutuhan riil pangsa pasar dunia usaha. Di samping itu, adanya extra kurikuler yang diterapkan secara konsisten untuk peningkatan kemampuan bahasa asing bagi para siswa. Di sejumlah SMK ini telah diberlakukan proses belajar dengan sistem bilingual dan diberlakukan english speaking day. Kemampuan bahasa asing cukup penting, karena kita tengah bersaing dalam bursa tenaga kerja internasional. Pelajar SMK diajak untuk berkembang sejalan dengan perkembangan jaman dan menyongsong globalisasi. Sementara untuk SMK dengan bidang umum kelihatan prosentasi bekerja di bidangnya sangat variatif dan cenderung lintas sektor. Alasan utama adalah pada INPUT peserta didik dan kurang terbinanya link jejaring dengan DU/DI.
Gambar 2. Prosentase Lulusan SMK yang Melakukan Studi Lanjut Dari gambaran Prosentase lulusan SMK yang bekerja dan studi lanjut tersebut, mengilustrasikan suatu statistik semu yang perlu diantisipasi agar tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan DU/DI serta dapat bersaing dengan sesuai dengan segmen pasar dan pendidikannya. Perkembangan kompetensi di bidang pada DU/DI saat ini yang makin meningkat, karena itu peluang tenaga kerja dan pekerjaan yang bergerak pada bidang inipun semakin besar pula. Untuk mengantisipasi hal ini dibutuhkan kemampuan untuk merekonstruksi dan mengadaptasi pengetahuan, sikap dan keterampilan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki dan konteks yang dihadapi. Kemampuan-kemampuan seperti
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 9
yang memiliki ketrampilan. Yang memiliki ketrampilan (kualifikasi ekspert) lebih sedikit lagi, 4,5 juta pekerja (Depdiknas, teropong wajah SMK - 2009). Tabel 1. Perbandingan Lulusan yang Bekerja dan Studi Lanjut Sampling Sekolah
Bekerja
Studi Lanjut
SMKN2-Depok Jogyakarta
64.80%
2.40%
SMKN2-Wonosari Yogyakarta
64.30%
6.50%
96%
4%
SMKN1 Pontianak
75.00%
12.50%
SMK Strada Jakarta
95%
5%
SMK Mikael Solo
99%
3%
SMKN1-Klaten
63.14%
8%
SMKN6 Yogyakarta
47.23%
14.20%
75.56%
6.95%
SMK Immanuel-Pontianak
Rata-rata Sumber: Hakkun, dkk: 2009
Gambar 1 berikut dapat dikategorikan dengan 2 hal yaitu SMK Swasta yang dibangun oleh DU/DI dan SMK umum yang dibangun oleh pemerintah dengan nama SMK Negeri atau SMK umum yang dibangun oleh suatu yayasan dengan nama SMK Swasta. Nampak pada SMK Swasta yang dibangun oleh DU/DI merupakan SMK yang ideal karena dibangun sesuai dengan kebutuhan DU/DI maka daya serap lulusan menjadi terjamin dengan standar pendapatan yang ideal juga. Pada SMK Umum kurang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan DU/DI, hal tersebut mengakibatkan adanya statistik daya serap kerja semu karena tenaga kerja lulusan tersebut bekerja yang tidak sesuai dengan standar gaji dan bidang lulusan pekerja.
Gambar 1. Prosentase Lulusan SMK Bekerja Sesuai dg Masa Tunggu ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 8
negara yang berada di dalam suatu industri atau disebut intra-industry trade (IIT) semakin mendominasi perdagangan konvensional atau semakin penting dibandingkan interindustry trade (IT). IT adalah pertukaran dua jenis barang yang berbeda, sedangkan IIT adalah pertukaran barang-barang manufaktur yang berbeda, tetapi dari industri yang sama. Namun, semakin pentingnya IIT sebenarnya juga mencerminkan bahwa pola perdagangan internasional saat ini tidak lagi dalam bentuk persaingan sempurna, melainkan persaingan monopoli. Setiap perusahaan/ negara yang membuat produk yang berbeda dengan perusahaan/ negara lain memonopoli pasarnya masing-masing. III. Hasil dan Pembahasan 1. Kaji Lacak (Tracer Study) Menghadapi persaingan global yang mau tidak mau harus kita masuki, membutuhkan pendidikan kejuruan di Indonesia yang mampu meningkatkan keterampilan kejuruan melalui pelatihan dengan metode yang tepat. Kebijakan link and match seperti yang telah diterapkan pada era dahulu rupanya belum merupakan solusi yang mampu memberi kontribusi maksimal dalam menghadapi persaingan bebas. Konsep kebijakan tersebut merupakan sarana dalam menjalin hubungan dengan dunia kerja dan belum mampu membuat perencanaan pasar kerja yang tepat. Hal tesebut nampak pada hasil kaji lacak lulusan SMK yang diambil secara sampling, seperti pada Tabel 1., dimana dari hasil Kaji lacak tersebut rata-rata bekerja cukup ideal hampir sesuai dengan philosophy kejuruan secara teoritis yaitu diperoleh 75,56%, sedangkan yang melanjutkan studi diketahui rata-rata 6,95%. Data ideal tersebut jika ditelusuri ternyata prosentase kerja yang besar tidaklah sesuai dengan standar gaji dan bidang yang diperoleh di Sekolah, namun asal bekerja dan tidak nganggur. Permasalahan umum pendidikan kejuruan pada hasil kaji lacak diatas adalah ketidak siapan lulusannya untuk bekerja karena belum memiliki kompetensi yang sesuai dengan yang dibutuhkan dunia kerja. Disamping itu lulusannya belum mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri sehingga asing di rumahnya sendiri. Fakta yang ada memperlihatkan bahwa kualifikasi tenaga kerja di Indonesia (76 juta) adalah tidak memiliki keterampilan (unskill workers), dan hanya 19 juta
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 7
kenyataan menunjukkan bahwa progress teknologi cenderung menjadi faktor produksi yang dominan dalam menentukan pola perkembangan ekspor nonmigas dan pertumbuhan volume perdagangan nonmigas dunia. Sampai saat ini DCS masih mendominasi ekspor barang-barang dengan teknologi tinggi khususnya Amerika dan Jepang. Perbedaan dalam teknologi ini juga menyebabkan adanya perbedaan dalam fungsi produksi antarnegara dan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perdagangan antarnegara di dunia.
b. Sumber Daya Manusia dan Enterpreneurship Di dalam era industrialisasi dan terlebih lagi era pasar bebas nanti, sumber daya mansia berkualitas tinggi menjadi salah satu faktoryang sangat penting dalam menentukan pola perkembangan dan laju pertumbuhan ekspor suatu negara. Negara-negara tersebut seperti korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Jepang bias sedemikian maju dalam ekspor manufaktur karena mereka memiliki sumber daya manusiayang berkualitas sangat baik. Tingkat entrepreneurship yang tinggi juga menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat daya saing suatu negara di dalam perdagangan global. Daya saing Indonesia lebih rendahdari negara-negara tersebut di atas karena kebanyakan pengusaha-pengusaha Indonesia tidak memiliki semangat inovatif dan kreativitasyang tinggi.
c. Inovasi Inovasi sangat penting untuk meningkatkan keunggulan produk atau mempertahankan pangsa pasarnya. Inovasi juga sangat penting sebagai salah satu strategi dalam menghadapi negara-negara pesaingyang memiliki keunggulan komparatif berdasakan harga faktor produksi yang relatif lebih rendah.
d. Skala Ekonomis Skala ekonomis (economic of scales) adalah suatu skala dimana (pada titik optimalnya) produksi bias menghasilkan biaya per unit output terendah. Dengan adanya skala ekonomis, suatu perusahaan dapat menjual/ mengekspor produknya dengan harga yang lebih murah daripada produk yang sama dari perusahaan/ negara lain yang tidak memiliki skala ekonomis.
f. Produk Diferensiasi (Intra-Industry Trade) Sejak dekade 1980-an, pola atau struktur perdagangan internasional telah mengalami suatu perubahan yang menunjukkan bahwa perdagangan antarperusahaan dari negaraISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 6
Keunggulan alamiah dapat diartikan sebagai keunggulan komparatif (seperti yang dimaksud dalam teori-teori klasik dan modern), sedangkan keunggulan yang diciptakan adalah keunggulan yang bersifat kompetitif. Menurut Michael Porter (1985, 1986, 1990) dalam Erichenko, 2008:3. Hal-hal yang harus dikuasai oleh setiap perusahaan atau negara untuk meningkatkan keunggulan kompetitif-nya adalah terutama : •
teknologi;
•
tingkat entrepreneurship yang tinggi;
•
tingkat efisiensi/ produktivitas yang tinggi dalam proses produksi;
•
promosi yang meluas dan agresif;
•
kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan;
•
pelayanan teknikal yang nonteknikal yang baik (service after sale);
•
tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/ pendidikan, etos kerja, kreativitas, serta motivasi yang tinggi;
•
skala ekonomis;
•
inovasi;
•
diferensiasi produk;
•
modal dan sarana serta prasarana lainnya yang cukup;
•
jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang baik dan well-organized/ managed; dan
•
proses produksi yang dilakukan dengan sistem just-in-time (JIT).
Keunggulan kompetitif ini ditentukan oleh empat determinan yaitu : •
keunggulan komparatif;
•
permintaan di pasar domestic baik kualitatif maupun kuantitatif;
•
struktur industri dalam negeri yang kuat, dan;
•
struktur pasar dengan persaingan bebas sepenuhnya.
Keunggulan kompetitif ini sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat dibandingkan dengan keunggulan komparatif. a. Teknologi Teori-teori klasik dan modern (H-O) mengenai perdagangan internasional menganggap bahwa teknologi tidak berubah atau sebagai hal yang tidak penting. Akan tetapi, ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 5
seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain. Untuk menghasilkan tamatan SMK yang siap memasuki lapangan kerja, maka tamatan SMK tersebut harus merupakan manusia yang produktif. Menurut (Adner, 1998:12) bahwa manusia produktif adalah yang memiliki keterampilan untuk suatu tingkat tertentu dan siap dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan ekonomi dan teknologi yang terus berkembang. Sedangkan menurut (Carnevalu & Porro, 1994:9) berpendapat, orang yang berpendidikan baik dan terampil berpeluang untuk tampil beda, bahkan dalam keadaan krisis ekonomi sekalipun mereka dapat tetap eksis serta terhindar dari kemiskinan dan pengangguran. Untuk mendapat keterampilan tidak cukup peserta didik belajar di sekolah tetapi harus didapat melalui “on the job training” yaitu belajar dari pekerja yang sudah berpengalaman di industri, disinilah letak pentingnya konsep pendidikan sistem ganda (PSG) untuk menghasilkan tenaga yang terampil. Oleh karena itu sulit diharapkan dapat membentuk keahlian profesional pada diri peserta didik tanpa partisipasi industri.
2.
Paradigma Baru Mengenai DU/DI Internasional Seperti halnya pada latar belakang, efek Dunia Usaha atau Dunia Industri (DU/DI)
secara global sangat mempengaruhi kondisi ketenaga kerjaan. Teori-teori klasik dan modern (H-O) mengenai DU/DI internasional banyak memiliki kelemahan, terutama yang berkaitan dengan asumsinya, antara lain mengenai tenaga kerja yang pada kenyataannya tidak homogen serta tidak menganggap pentingnya teknologi. Akhirnya, timbul pemikiran bahwa perkembangan ekspordari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Dilihat dari keberadaannya, keunggulan yang dimiliki suatu negara atas negara lain di dalam DU/DI internasional bias dikelompokkan ke dalam dua macam, yakni keunggulan alamiah (natural advantage) dan keunggulanyang dikembangkan (acquired advantage). Keunggulan alamiah yang dimiliki Indonesia adalah jumlah tenaga kerja (secara fisik, bukan menurut jenis dan kualitas pendidikan) dan bahan baku yang melimpah yang dianugerahkan Sang Pencipta. Keunggulan yang dikembangkan adalah yang keberadaan-nya bukan anugerah, tetapi harus dikembangkan/ diciptakan. Misalnya, di Singapura jumlah tenaga kerjanya sedikit, namun memiliki tingkat pendidikan atau keterampilan atau penguasaanyang tinggi atas teknologi. ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 4
berbagai kebijakan dan program-program pendidikan. Beberapa prinsip utama dari konsep tersebut yaitu: (1) sistem pendidikan harus terkait dan sepadan dengan kebutuhan yang terus berkembang dari berbagai sektor industri akan tenaga kerja yang menguasai keterampilan dan keahlian profesional dalam berbagai cabang IPTEK; (2) sistem pendidikan harus terkait dan sepadan dengan nilai, sikap, perilaku, dan etos kerja masyarakat yang sudah mulai mengarah pada era industri dan teknologi; dan (3) sistem pendidikan harus terkait dan sepadan dengan masa depan yang akan ditandai dengan perubahan dan perkembangan yang terus berlangsung (Suryadi, 1977:19). Berdasarkan latar belakang ini, penulis dalam hal ini akan mengkaji bagaimana konfigurasi tenaga kerja Indonesia saat ini. Kajian ini akan dikaitkan dengan hasil survey tracer study dan needs assasment yang telah dilakukan oleh para mahasiswa S3 PTK UNY TA 2008/2009 di sejumlah SMK dan DU/DI sebagai data sampling. Penulis dalam kajian ini mencoba hasil survey akan dikaitkan dengan kajian teori sebagai pembanding, pengikat dan prediksinya secara lebih holistik. II. Kajian Pustaka 1. Pendidikan Kejuruan Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat. (Hamalik, 2004:79). Sedangkan menurut pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu (Dewey, 2002:1) mengatakan bahwa pendidikan merupakan pengembangan diri dalam kodrat manusia. Ahli lain (Soedijarto, 1998:91) mengatakan pendidikan adalah suatu usaha manusia yang penting untuk memelihara, mempertahankan,dan mengembangkan masyarakat. Pendidikan kejuruan mempunyai pengertian yang bervariasi menurut subjektivitas perumus. Menurut Rupert Evans yang dikutip (Djojonegoro, 1999:33) mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 3
menjadi 105,8 juta orang (Maksum, 2005:1). Hal ini menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan belum dapat menampung seluruh pencari kerja (Marsudi, dkk, 2008:1). Hal senada disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia (Yudhoyono, 2006:1), bahwa pemerintah juga menargetkan penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi jumlah tingkat pengangguran yang saat ini berkisar 10,24 persen dari total angkatan kerja. Oleh karena itu perlu ada reformasi dalam sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang siap kerja. Jika tidak, maka pendidikan hanya menghasilkan pengangguran baru yang tidak terserap di lapangan kerja Sekaitan dengan keterserapan SMK di dunia kerja, menurut (Samsudi, 2008:1) dalam pidato Dies Natalis ke-43 Unnes mengatakan, idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedang selama ini yang terserap baru 61%. Pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 atau sekitar 61,43%. Menghadapi kondisi tersebut di atas, pendidikan menengah kejuruan diperhadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain: masalah konsepsi, program dan operasional pendidikan. Jika masalah ini dilihat dari segi konsepsi, maka dapat digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pendidikan kejuruan berorientasi pada pasokan (supply driven oriented), tidak pada permintaan (demand-driven); (2) program pendidikan kejuruan hanya berbasis sekolah (school-based program); (3) tidak adanya pengakuan terhadap pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya (no recognition of prior learning); (4) kebuntuan (dead-end) karier tamatan SMK; (5) guru-guru SMK tidak berpengalaman industri (no industrial experience); (6) adanya tanggapan keliru bahwa pendidikan hanya merupakan tanggung jawab Depdikbud/ Depdiknas; (7) pendidikan kejuruan lebih berorientasi pada lapangan kerja sektor formal; dan (8) ketergantungan SMK kepada subsidi pemerintah terutama dibidang pembiayaan (Soenaryo, 2002:223). Sejak Pelita VI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, telah memperkenalkan kebijakan baru untuk perubahan pendidikan kejuruan yang disebut “link and match”. Secara harfiah “link” berarti terkait, menyangkut proses yang terus interaktif, dan “match” berarti cocok, menyangkut hasil harus sesuai atau sepadan, sehingga “link and match” sering diterjemahkan menjadi “terkait dan cocok/sepadan”. Mengacu pada konsep ini, diharapkan terdapat keterkaitan dan kecocokan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, yang mana orientasi pendidikan kejuruan dan pelatihan sumber daya manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Untuk itu diperlukan penerapan konsep keterkaitan dan kecocokan (Link and match) dalam ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 2
Kajian Konfigurasi Tenaga Kerja di Indonesia Hakkun Elmunsyah 08702261018
I.
Latar Belakang Satu hal yang menjadi kebiasaan umum negara-negara di dunia adalah kualitas
suatu negara seringkali diukur dari kinerja perekonomiannya. Ketika negara mempunyai kinerja perekonomian yang kuat dan tangguh maka dapat dipastikan negara tersebut akan dapat menguasai dunia. Di jaman yang serba membutuhkan modal atau dana segar untuk melakukan segala hal ini seluruh negara dituntut untuk mempunyai daya saing dan keunggulan komparatif yang tinggi. Seringkali negara yang tidak kuat perekonomiannya menjadi sasaran empuk penjajahan oleh negara lain yang lebih kuat. Dengan alasan hal itulah maka setiap negara selalu berusaha dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kinerja perekonomian. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui Kawasan Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area/AFTA) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan ketat baik barang jadi/komoditas maupun jasa. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa. Peningkatan daya saing ini dimulai dari penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang merupakan faktor keunggulan menghadapi persaingan dimaksud. Jika kita tidak bisa mengantisipasi persiapan SDM yang berkualitas antara lain, berpendidikan, memiliki keahlian dan keterampilan terutama bagi tenaga kerja dalam jumlah yang memadai, maka Indonesia akan menjadi korban perdagangan bebas. Era globalisasi diatas, negara kita perlu menyiapkan SDM pada tingkat menengah yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan industri atau dunia usaha. SDM dimaksud perlu dipersiapkan baik oleh pemerintah melalui DEPDIKNAS, DEPNAKER, dan/atau Departemen Perdagangan maupun oleh swasta melalui KADIN serta oleh masyarakat pengguna jasa.Kepala Badan Pusat Statistik Jakarta menyatakan, bahwa Jumlah angkatan kerja yang menganggur hingga Februari 2005 mencapai10,9 juta orang. Tambahan pengangguran terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar daripada ketersediaan lapangan kerja. Jumlah angkatan kerja bertambah 1,8 juta orang yakni dari 104 juta orang pada Agustus 2004 sampai dengan Februari 2005 meningkat
ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 1
Paper Matakuliah ISU KONTEMPORER DAN PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Muchlas Samani
Oleh: Hakkun Elmunsyah NIM: 08702261018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Januari 2010 ISU KONTEMPORER & PROBLEM PENDIDIKAN KEJURUAN – Hakkun Elmunsyah (08702261018) Page | 0