PENDAHULUAN Penyakit hati non-alkohol (Non-alcoholic fatty liver disease-NAFLD) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok kelainan hati kronik yang saling berhubungan, terkait dengan peningkatan lemak di hati, tanpa adanya konsumsi alkohol yang signifikan (< 10 g alkohol per hari untuk perempuan, <20 g alkohol per hari untuk laki-laki)1. NAFLD dipercaya merupakan penyebab terbesar (90%) dari kasus peningkatan nilai transaminase tanpa adanya penyakit hati lainnya yang dapat diidentifikasi.2 NAFLD menjadi penting untuk ditatalaksana karena dapat meningkatkan kejadian hepatocellular carcinoma (HCC).3 Angka kejadian NAFLD bervariasi di dunia ini. Studi prevalensi pada tahun 2008 memperlihatkan bahwa kejadian NAFLD di negara barat adalah 17- 33%.4 Rentang angka yang cukup besar ini dikarenakan spektrum NAFLD yang cukup luas meliputi non alcoholic steatohepatitis (NASH) sampai dengan sirosis hati kriptogenik. Seseorang dikatakan mengalami NAFLD, jika didapatkan > 5% timbunan lemak dari keseluruhan berat hati pada gambaran histopatologisnya.5 Sedangkan penyakit metabolik telah diketahui menyebabkan timbunan lemak viseral secara berlebihan termasuk di hati. Sehingga, tingginya angka kejadian NAFLD dihubungkan juga dengan meningkatnya kejadian diabetes melitus, dislipidemia, obesitas atau sindroma metabolik.6 Patogenesis terjadinya NAFLD sendiri masih belum dapat dijelaskan dengan pasti, namun keterkaitannya dengan penyakit metabolik diyakini akibat adanya resistensi insulin. Resistensi insulin berperan penting dalam akumulasi triasilgliserol dan asam lemak bebas di hati. Akumulasi ini kemudian memicu respon inflamasi akibat stres oksidatif yang ditimbulkannya. Model teori ini dikenal dengan two hits model.7 Berdasarkan model teori ini, maka berbagai tatalaksana NAFLD yang berkembang bertujuan untuk memperbaiki resistensi insulin serta mengurangi stres oksidatif. Beberapa modalitas farmakologis telah diteliti untuk tatalaksana NAFLD, diantara adalah golongan glitazone, biguanid (metformin), vitamin E, statin, orlistat, omega-3, asam ursodeoksikolat, pentoksifilin, dan losartan. Dalam panduan yang dikeluarkan oleh
AASLD
hanya pioglitazone dan vitamin E yang terbukti memperbaiki NASH pada individu non-diabetik.8 Penulisan kali ini akan difokuskan pada penggunaan metformin dalam tatalaksana NAFLD. Metformin menjadi pilihan dibandingkan glitazone karena lebih ekonomis dan lebih disukai 1
sebagai insulin sensitizer karena dapat juga membantu menurunkan berat badan. Dua alasan inilah yang membuatnya lebih banyak digunakan sebagai terapi dalam praktek sehari-hari. Selain itu, golongan glitazone juga menjadi terbatas pada penderita dengan kelainan jantung.
METODE Dalam Evidenced Based Clinical Review (EBCR) ini penulis akan mencari mengenai peranan metformin dalam tatalaksana NAFLD secara umum. Penulis kemudian merumuskan pertanyaan klinis yaitu “ Bagaimana peranan metformin dalam tatalaksana Non Alcoholic Fatty
Liver Disease ?” Untuk menjawab pertanyaan klinis yang timbul, penulis melakukan penelusuran jurnal dan artikel medis melalui PubMed melalui kata kunci “metformin” AND “treatment” AND “Non Alcoholic Fatty Liver Disease”. Penulis juga mencari dari beberapa artikel melalui referensi atau artikel yang sudah dimiliki sebelumnya. Untuk mencari laporan atau artikel dengan bukti terkini dan baik, penulusuran dibatasi pada artikel dengan metode penelitian: Randomized Controlled Trial, Meta-analysis atau
Clinical trial dan Systematic Review. Dari penelusuran awal penulis dapati 96 artikel. Penulis juga memberi batasan mencari artikel dengan tahun penerbitan dibawah lima tahun sejak Februari 2014, berbahasa Inggris, artikel dengan akses naskah lengkap , serta spesies hanya pada manusia. Dari penelusuran akhir didapatkan 6 artikel klinis yang kemudian dilakukan seleksi melalui abstrak. Penelusuran akhir menghasilkan 4 artikel yang dinilai dapat menjawab pertanyaan klinis yang telah diajukan. 2
Kata
Kunci:
“metformin” AND “treatment” AND “Non Alcoholic Fatty Liver Disease”. Penapisan jenis artikel: Randomized controlled trial Control trial Meta Analysis Systematic Review 26 Artikel Penapisan tahun publikasi: < 5 tahun 15 Artikel Penapisan lainnya: Bahasa Inggris Akses artikel Spesies manusia 6 Artikel Kesesuaian dengan pertanyaan klinis 4 Artikel
Artikel yang akan ditelaah oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Hajiaghamohammadi AA, Ziaee A, Oveisi S, Masroor H. Effect of Metformin, Pioglitazone and Silymarin Treatment in Non Alcoholic Fatty Liver Disease: A Randomized Controlled Pilot Study. Hepat Mon. 2012;12(8): e6099. DOI: 10.5812/hepatmon.6099.9 2. Resuli B, Demiraj V, Babameto A, Sema K, Malaj V. Metformin superior to low‑fat diet for the treatment of patients with nonalcoholic fatty liver disease and/or steatohepatitis. Pol Arch Med Wewn. 2012; 122 (Suppl 1): 68-71.2 3. JE Lavine, Jeffrey BS, Mark LV, et al for the NASH Clinical Research Network. Effect of Vitamn E or Metformin for Treatment of Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Children and Adolescent: The TONIC Randomized Controlled Trial. JAMA 2011 Vol. 305 No. 16 p. 1659-68.10 4. Syangdan D, Clar C, Ghouri N, Henderson R, Gurung T, Preiss D, et all. Insulin sensitizers in the treatment of non-alcoholic fatty liver disease: a systematic review. Health Technology Assesment. 2011; 15 (38): ISSN 1366-5278.5 3
TELAAH KRITIS Dalam telaah kritis penulis menggunakan beberapa metode yang disesuaikan dengan metode penelitian masing-masing jurnal. Metode CONSORT untuk telaah kritis jurnal dengan metode penelitian RCT, metode PRISMA untuk metode meta-analysis/systematic review. Beberapa poin pokok yang terdapat di dalam telaah PRISMA dan CONSORT adalah: Judul, Abstrak, Metode, Hasil, Diskusi, dan Pendanaan. Telaah kritis ditampilkan dalam kertas kerja (worksheet) menggunakan sistem cek list (√) yang diberikan bila di dalam artikel tersebut terdapat poin yang diminta. Semakin lengkap daftar cek list, terutama pada kolom Metode dan Hasil, maka semakin baik penelitian pada jurnal tersebut. Berikut rangkuman dari telaah jurnal-jurnal RCT dalam penulisan ini: Penulis Kriteria seleksi Hajiaghamohammadi, Pasien dengan et al NAFLD
Intervensi Pioglitazone 15 mg/ hari, metformin 500 mg/ hari, silmarin 140 mg/ hari selama 8 minggu
Keluaran Gula darah puasa, profil lipid, AST, ALT, level insulin serum, HOMA IR
Metodologi RCT
Resuli, et al
Pasien dengan resistensi insulin (HOMA-IR > 3,6), Peningkatan AST dan ALT, hasil USG memperlihatkan gambaran fatty liver
Metformin 850 mg ditambah diet rendah lemak, atau diet rendah lemak saja selama 24 minggu
ALT , HOMAIR
Prospektif, controlled trial
Lavine, et al
Pasien berusia 8-17 tahun, peningkatan ALT persisten, tidak sirosis, tidak diabetes mellitus.
Pemberian 800 mg vitamin E , 1000 mg metfrmin, atau plasebo selama 96 minggu
Penurunan kadar ALT, perbaikan gambaran histologi dari NAFLD dan resolusi dari NASH
RCT
4
Penilaian validitas interna : Penulis
Randomisasi
Hajiaghamohammadi, Ya et al
Baseline characteristic
Equal treatment
Outcome
Blinding
Ya
Ya
Intention to treat analysis.
Tidak dijelaskan adanya
Semua subjek menyelesaikan prosedur sampai akhir penelitian Resuli, et al
Lavine, et al
Tidak dijelaskan
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
blinding
Semua subjek menyelesaikan prosedur sampai akhir penelitian
Tidak dijelaskan adanya
Intention to treat analysis
Ya
blinding
Penilaian validitas eksterna: Penulis Hasil Hajiaghamohammadi, Metformin, pioglitazone, et al silmarin memiliki manfaat dalam memperbaiki nilai-nilai biokimia pada pasien NAFLD. Silmarin lebih signifikan dalam memperbaiki nilai AST dan ALT dibandingkan kedua obat lainnya
Validitas Baik
Reliabilitas Baik
Resuli, et al
Penambahan metformin pada diet rendah lemak secara signifikan menormalkan nilai ALT dan memperbaiki resistensi insulin
Baik
Baik
Lavine, et al
Vitamin E = metformin Vitamin E meresolusi NASH
Baik
Baik
5
Berikut telaah jurnal systematic review: Syangdan D, Clar C, Ghouri N, Henderson R, Gurung T, Preiss D, et all. Insulin sensitizers in the treatment of non-alcoholic fatty liver disease: a systematic review. Health Technology Assesment. 2011; 15 (38): ISSN 1366-5278. What question (PICO) did the systematic review address? We can find this PICO in the abstract section. This paper: Yes √
No
Unclear
Comment: The systematic review examined the clinical effectiveness of insulin sensitizers in patients with NAFLD, to help decide whether or not a trial or trials of the insulin sensitizers was necessary and also to explore whether or not non-invasive alternatives to liver biopsy were available that could be used in a large trial of the insulin sensitizers. F - Is it unlikely that important, relevant studies were missed? The reviewers clearly stated this in methods and result section. This paper: Yes √
No
Unclear
Comment:The databases searched were MEDLINE (1950-June 2010), EMBASE (1980-June 2010), Science Citation Index Expanded (June 2010, meeting abstract only), Conference Proceeding Citation Index-Science June 2010, Cochrane Library 2005-2010. No language restriction applied. A - Were the criteria used to select articles for inclusion appropriate? This paper: Yes √ No Unclear Comment: They explained about inclusion and exlusion criteria in methodology in searching the article. A - Were the included studies sufficiently valid for the type of question asked? This paper: Yes √ No Unclear Comment: The authors made a quality assessment strategy which have a few criteria for each article. They included studies that sufficiently valid with the question. T - Were the results similar from study to study? This paper: Yes √ No Unclear Comment: They discussed about heterogenity in this review.
6
Hasil: Systematic review ini menelaah 15 studi dengan disain RCT. 4 Studi meneliti efek pioglitazone, 7 studi meneliti efek metformin, 1 studi mempelajari rosiglitazone, dan 3 studi membandingkan antara metformin dan pioglitazone. Keempat studi pioglitazone melibatkan biopsi hati dalam diagnosis NAFLD. Pioglitazone diketahui dapat memperbaiki gambaran histologi jika dibandingkan dengan palsebo, atau diet, atau olahraga, atau diet rendah kalori, akan tetapi tidak lebih baik dari vitamin E. Pioglitazone juga menurunkan alanin aminotransferase, menurunkan A1C 0,2-0,7% pada individu dengan toleransi glukosa terganggu atau diabetes mellitus. Pioglitazone dapat meningkatkan berat badan 2,5-4,7 kg. Studi mengenai metformin, tidak semuanya melibatkan biopsi hati sebagai standar diagnosis NAFLD. Sebagian studi bergantung pada gambaran USG. Sebagian besar studi ini tidak memperlihatkan manfaat yang signifikan mengenai penggunaan metformin. Studi yang membandingkan keduanya memperlihatkan metformin memperbaiki gambaran histologist pada pasien NAFLD jika ditambahkan pada rosiglitazone namun tidak pada penggunaan tunggal. Metformin dapat menurunkan alanin aminotransferase, dan menimbulkan efek penurunan berat badan serta penurunan AIC yang lebih besar dibandingkan dengan glitazone.
DISKUSI Dari jurnal penelitian yang telah ditelaah, penulis mendapatkan hingga saat ini belum ada terapi farmakologis definitive pada penderita NAFLD. Beberapa obat yang dikenal selama ini dalam pengobatan NAFLD, antara lain metformin, vitamin E, thiazolidinediones, asam ursodeoksikolat, pentoksifilin, omega-3, dsb. Insulin sensitizer mulai banyak dipakai akhir-akhir ini berkaitan dengan patogenesis NAFLD yang dihubungkan dengan resistensi insulin. Salah satu obat yang banyak diteliti adalah metformin. Studi Hajiaghamohammad, dkk dikerjakan pada tahun 2010-2011 di klinik metabolik-endokrin, Iran. Studi ini melibatkan 66 partisipan yang secara acak dibagi secara acak kedalam tiga kelompok perlakuan: pioglitazone 15 mg/hari, metformin 500 mg/hari, silmarin 140 mg/ hari. Adapun diagnosis NAFLD pada studi ini adalah dengan ultrasonografi (USG). Tiap kelompok 7
perlakuan menjalani prosedur penelitian selama 8 minggu. Parameter yang dinilai sebelum dan setelah perlakuan adalah berat badan, gula darah puasa, kadar insulin serum, kolesterol serum, trigliserida, dan HOMA-IR.9 Penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan NASH, ketiga grup memberikan gambaran perbaikan pada komponen-komponen metabolik yang dievaluasi. Fokus pada peranan metformin, penelitian ini menyatakan perbaikan parameter-parameter metabolik penting dalam tatalaksana NAFLD. Efek metformin terutama terlihat dalam perbaikan indeks massa tubuh dan normalisasi glukosa darah puasa. Efek pioglitazone sebagian besar sama dengan metformin kecuali dalam hal indeks massa tubuh. Pioglitazone meningkatkan indeks massa tubuh secara signifikan dalam 8 minggu terapi. Silmarin sebagai antioksidan memiliki efek terbesar pada normalisasi nilai AST dan ALT jika dibandingkan dengan kedua grup lainnya. Hasil akhir dari penelitian ini adalah tetap merekomendasikan ketiga obat dalam tata laksana NAFLD. Tidak ada obat yang benar-benar unggul dalam semua aspek.9 Tata laksana non farmakologis, seperti penurunan berat badan dan modifikasi gaya hidup telah lama dinilai efektif dalam tatalaksana NAFLD, sama seperti pendekatan penyakit sindroma metabolik. Akan tetapi, hanya minoritas pasien yang dapat mengikuti intervensi diet dan olahraga secara berkelanjutan.2 Sebagian besar pasien, membutuhkan intervensi obat-obatan. Penelitian kedua yaitu penelitian oleh Resuli dkk, adalah penelitian yang mengevaluasi metformin secara ekslusif pada penambahan dalam regimen diet rendah lemak untuk tatalaksana NAFLD. Penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan efek metformin pada NAFLD, selain efeknya memperbaiki nilai glukosa darah karena penelitian ini menggunakan subjek-subjek tanpa diabetes mellitus. Subjek penelitiannya kecil, yaitu hanya 46 orang, sepanjang tahun 2008-2009. Diagnosis NAFLD pada penelitian ini menggunakan bantuan USG. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan metformin 850 mg/ hari pada diet rendah lemak selama 24 minggu menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menurunkan nilai ALT serta memperbaiki resistensi insulin. Menurut penelitian lain, efek ini tetap dapat dicapai pada pemberian metformin yang jauh lebih lama yaitu sekitar 6-12 bulan.2 Biopsi hati adalah prosedur diagnostik standar untuk NAFLD/ NASH.5,10 Terdapat banyak penelitian untuk mencari prosedur diagnostik lain yang tidak invasif, seperti USG, namun tetap belum dapat menggantikan kedudukan biopsy. Kelemahan dari kedua penelitian yang telah
8
dijabarkan ini adalah tidak adanya keterlibatan biopsi hati dalam penegakan NAFLD pada subjek penelitian. Diagnosis NAFLD dibuat dengan pendekatan anamnesis, parameter biokimia, serta gambaran USG. Penelitian yang melibatkan biopsi hati yang ditelaah pada penulisan ini berasal dari Lavine, dkk pada tahun 2011.10 Penelitian TONIC RCT melibatkan 173 peserta, membandingkan metformin 2 x 500 mg, vitamin E 2 x 400 IU dan plasebo selama 96 minggu. Studi ini mengukur penurunan ALT sebagai keluaran utama. Histopatologi dijadikan sebagai keluaran sekunder karena terdapat kesulitan menentukan jumlah sampel. Hasil studi ini, tidak didapatkan perbedaan antara ketiga kelompok pengobatan dalam hal penurunan ALT (metformin vs. plasebo p=0,83 dan vitamin E vs. plasebo p=0.26). Secara histologis, vitamin E dapat memperbaiki NAFLD score dan derajat NASH (p=0.006), namun tidak demikian dengan penggunaan metformin. Satu systematic review yang cukup besar dilakukan oleh Syangdan, dkk pada tahun 2011. Telaah ini melibatkan 1800 lebih penelitian yang melibatkan penggunaan insulin sensitizer dalam tatalaksana NAFLD.5 Studi ini juga membahas aspek diagnostik dari NAFLD. Meskipun tidak terfokus pada penggunaan metformin saja, studi ini dinilai cukup baik dalam menjelaskan peranan metfromin. Terdapat 4 systematic review sebelumnya yang juga membahas peranan insulin sensitizer, namun keempatnya tidak memasukkan beberapa studi terbaru yang ditelaah oleh Syangdan dkk. Meskipun demikian 4 systematic review tersebut memberikan hasil yang sama dalam hal kajian penggunaan metformin.5 Obat ini jelas memiliki manfaat dalam pengendalian resistensi insulin, meskipun secara histologis tidak ada perbedaan bermakna. Golongan glitazone, terutama rosiglitazone, lebih superior dalam hal perubahan histologis NAFLD, namun sayangnya obat ini telah ditarik dari pasaran karena isu keamanan kardiovaskular.5 Pioglitazone, relatif lebih aman dibandingkan rosiglitazone, juga memperlihatkan perbaikan gambaran histologis pada NAFLD, namun efek ini lebih terlihat pada individu-individu dengan diabetes. Kelemahan dari beberapa penelitian yang ada selama ini selalu terkait dengan jumlah subjek serta aspek diagnostik. Seperti telah dijabarkan sebelumnya NAFLD sendiri semakin meningkat kejadiannya seiring dengan sindroma metabolik.5 Meskipun demikian standar diagnosis NAFLD/NASH adalah biopsi hati, hal ini menyebabkan penapisan kasus NAFLD menjadi lebih sempit dan belum mencakup semua kasus dengan NAFLD. Apakah semua sindroma metabolik 9
dengan gambaran USG fatty liver selalu NAFLD/NASH dan apakah harus selalu di biopsi? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab karena akan memberikan implikasi diagnosis serta terapi kedepannya.
KESIMPULAN Patogenesis NAFLD yang dihubungkan dengan kejadian resistensi insulin mulai dipikirkan ketika angka kejadiannya selalu beriringan dengan kejadian sindroma metabolik. Two
hits model kemudian berkembang untuk menjelaskan hal ini. First hit, atau pukulan pertama adalah kerusakan akibat akumulasi lipid di hati dan steatosis terkait resistensi insulin. Second hit, kerusakan kedua adalah akibat inflamsi dan fibrosis akibat stres oksidatif dan peroksidasi lipid atau sitokin inflamasi. Berdasarkan model teori ini pengobatan NAFLD selalu berputar diantara obat-obatan yang memperbaiki resistensi insulin serta pada penggunaan antioksidan. Telah banyak penelitian yang meneliti penggunaan obat-obatan ini, namun secara umum belum ada studi besar yang memperlihatkan hasil yang konsisten. Metformin sebagai salah satu insulin sensitizer, memiliki profil yang cukup baik dalam memperbaiki parameter biokimia sindroma metabolik. Hal ini konsisten pada seluruh penelitian baik yang ditelaah maupun tidak pada penulisan ini. Namun peranannya dalam memperbaiki NAFLD belum jelas. Beberapa studi menunjukkan bahwa metformin tidak memperbaiki gambaran histologis NAFLD. Hanya vitamin E dan pioglitazone yang memberikan perbaikan hisopatologi NAFLD, meskipun terdapat metanalisis yang membantahnya. Meskipun studi-studi besar yang menghubungkan langsung penggunaan metformin dan perbaikan histopatologi NAFLD belum cukup banyak dan memperlihatkan hasil yang inkonsisten, Metformin tetap dapat diberikan terutama pada pasien-pasien yang jelas mengalami sindroma metabolik. Jika dibandingkan dengan pioglitazone (insulin sensitizer lainnya), metfromin tetap terbukti bermanfaat jika dikombinasi dengan modalitas lain seperti diet, modifikasi gaya hidup, serta penggunaan antioksidan. Pemilihan insulin sensitizer menjadi sangat individualistik saat ini. Pioglitazone yang dikombinasi dengan vitamin E menjadi pilihan hanya pada individu diabetik, sementara pada individu non
10
diabetik pilihannya masih sangat luas. Metformin dapat menjadi pilihan karena relatif aman, murah, serta lebih mudah diakses. Selain aspek terapeutik, aspek diagnostik juga memerlukan pembahasan lebih lanjut guna meningkatkan surveilans NAFLD serta kepentingan tatalaksana kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA 1. Byrne CD, Olufadi R, Bruce KD, Cagampang FR, Ahmed MH. Metabolic disturbance in non alcoholic fatty liver disease. Clin Sci 2009; 116: 539-64. 2. Resuli B, Demiraj V, Babameto A, Sema K, Malaj V. Metformin superior to low‑fat diet for the treatment of patients with nonalcoholic fatty liver disease and/or steatohepatitis. Pol Arch Med Wewn. 2012; 122 (Suppl 1): 68-71 3. Tokushige K, Hashimoto E, Yatsuji S, et al. Prospective study of hepatocellular carcinoma in nonalcoholic steatohepatitis in comparison with hepatocellular carcinoma caused by chronic hepatitis C. J Gastroenterol. 2010; 45: 960-967. 4. Preiss D, Sattar N. Non alcoholic fatty liver disease: an overview of prevalence, diagnosis, pathogenesis, and treatment consideration. Clin Sci 2008; 115: 141-50. 5. Syangdan D, Clar C, Ghouri N, Henderson R, Gurung T, Preiss D, et all. Insulin sensitizers in the treatment of non-alcoholic fatty liver disease: a systematic review. Health Technology Assesment. 2011; 15 (38): ISSN 1366-5278 6. Deepak NA, Estsuko H, Laurentius AL, José DS, Pei-JC and Khean-LGfor the Asia–Pacific Working Party on NAFLD. How common is non-alcoholic fatty liver disease in the Asia– Pacific region and are there local differences? Journal of Gastroenterology and Hepatology 2007; 22.p 788–793 7. C. P. Day and O. F. W. James. Steatohepatitis: a tale of two ’Hits’?. Gastroenterology 1998; vol. 114 (4). pp. 842–845 8. Naga C, Zobair Y, Joel EL, Anna MD, Elizabeth MB, Kenneth C, Michael C, Arun JS. The Diagnosis and Managemet of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease: Practice Guideline by the American Association for the Study of Liver Disease, American College of Gastroeneterology, and the American Gastroenterological Association. Hepatology 2012: 55 (6).p 2005-25 11
9. Hajiaghamohammadi AA, Ziaee A, Oveisi S, Masroor H. Effect of Metformin, Pioglitazone and Silymarin Treatment in Non Alcoholic Fatty Liver Disease: A Randomized Controlled Pilot Study. Hepat Mon. 2012;12(8): e6099. DOI: 10.5812/hepatmon.6099 10. JE Lavine, Jeffrey BS, Mark LV, et al for the NASH Clinical Research Network. Effect of Vitamn E or Metformin for Treatment of Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Children and Adolescent: The TONIC Randomized Controlled Trial. JAMA 2011 Vol. 305 No. 16 p. 1659-68
12