1
2
RINGKASAN Pemanasan global, serta berbagai bencana ekologi dan lingkungan yang terjadi akhirakhir ini mendorong perhatian masyarakat terhadap kualitas lingkungan, khususnya peran dan perhatian perusahaan terhadap lingkungan tersebut. Di sejumlah negara barat, perhatian terhadap lingkungan telah menghasilkan serangkaian peraturan, yang melibatkan pula regulasi dari badan akuntansi, yang mendorong perusahaan untuk melaporkan pengelolaan lingkungan bagi kepentingan stakeholders. Sebagai contoh, American Institute of Public Sertificate Accountants (AICPA) telah menerbitkan Statement of Position sebagai petunjuk bagi kewajiban pelaporan lingkungan. Tujuan bisnis perusahaan secara umum adalah untuk memperoleh profit, namun seringkali perusahaan gagal melakukan upaya pelestarian lingkungan. Kegagalan mereka banyak disebabkan oleh berbagai hal seperti ketidak pedulian mereka terhadap pentingnya pelestarian sumber-sumber alam bagi generasi selanjutnya. Namun, sejalan dengan meningkatnya tekanan untuk menyelamatkan lingkungan global pada akhir dasawarsa ini, berbagai perusahaan berupaya menyeimbangkan tujuan profit mereka dengan mengikuti keinginan sebagian besar stakeholder dalam mempertanggunjawabkan pengelolaan lingkungan. Sayangnya, hingga sekarang konsep penyajian laporan kinerja lingkungan perusahaan banyak yang ambigu, subyektif , kurang transparan dan masih menyisakan sejumlah persoalan asymmetry information. Hal ini disebabkan karena hingga sekarang ini, terutama di Indonesia, standar pelaporan kinerja lingkungan yang memuaskan semua pihak belum ada. Akibatnya, penyajian laporan kinerja lingkungan bersifat parsial terhadap laporan keuangan dan tidak holistik. Tujuan pertama studi ini adalah identifikasi nilai-nilai produk dan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi. Kedua mendesain model pelaporan keuangan yang terintegrasi antara konsep ekonomi dengan ekologi.dengan pelaporan keuangan perusahaan dengan sudut pandang berbasis ekologi dan efficiency ekonomi. Populasi dalam studi ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur (industri pengolahan) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. Obyek penelitian ini ditujukan terutama pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang secara potensial dapat mencemari lingkungan seperti industri tekstil, kertas (pulp and paper), kimia (chemicals), minyak dan gas (oil and gas), logam, dan material padat (metals and mining), serta barang-barang kebutuhan rumah tangga yang jumlahnya mencapai 19 perusahaan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pihak menajemen perusahaan melalui penyebaran kuisioner, dan data sekunder diperoleh dari laporan keuangan (direktori pasar modal), berbagai literature, jurnal, buku teks, statistic industri dan KLH. Analisis yang digunakan adalah rasiorasio keuangan dan lingkungan. Setelah data terkumpul dan dianalisis kemudian dihitung rasio-rasio keuangan, operasional dan lingkungan. Hasil menunjukkan bahwa tidak semua rasio-rasio tersebut dapat digunakan secara baik karena beberapa keterbatasan, diantaranya faktor homogenitas indutsri. Sebagai contoh industri properti akan memiliki produk yang berbeda dengan industri pabrikasi, seperti semen, obat-obatan dan kimia. Perbedaan produk tersebut berimplikasi pada perbedaan satuan yang digunakan untuk mengukur volume produksi. Industri properti menggunakan ukuran unit, sementara industri dengan proses produksi secara massal menggunakan ukuran berat produk (ton). Mendasarkan pada analisis tersebut, rasio eco-efficiency harus dipiih secara tepat yang menggambarkan komposisi keseimbangan ekonomi dan ekologi. Rasio-rasio yang paling rasional untuk 3
digunakan oleh setiap perusahaan dari berbagai jenis industri adalah tergolong dalam rasio output yang tidak diharapkan dibanding dengan output yang diharapkan: input (Energi, dan SDM) dibanding dengan ouput yang tidak diharapkan, serta Output finansial dibandingkan dengan output yang tidak diharapkan. Implikasi dari studi ini menunjukkan pentingnya untuk selalu mengintegrasikan dalam sebuah laporan keuangan antara dimensi ekonomi dan lingkunagan.
4
PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayahNya, kami team peneliti Hibah Fundamental yang dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi (DP2M-DIKTI) Departemen Pendidikan Nasional dapat menyelesaikan laporan akhir tepat pada waktunya. Studi tentang akuntansi lingkungan ini memiliki manfaat yang sangat besar, diantaranya tim peniliti dapat mengetahui lebih mendalam praktek pengukuran kinerja perusahaan dalam prespektip lingkungan, khususnya yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Adapun yang menjadi obyek kajian adalah perusahaan manufakur khususnya yang secara potensial dapat mencemari lingkungan seperti industri tekstil, kertas, kimia, minyak dan gas, logam, dan material padat serta barang-barang kebutuhan rumah tangga. Hasil kajiaan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para akademisi yang mendalami masalah pengelolaan lingkungan. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan oleh para praktisi bidang akuntansi lingkungan sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan serta investor di pasar modal dalam pengambilan keputusan dalam investasi saham. Harapan kami, kajiian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi lingkungan dengan kajian-kajian yang berlanjut, seperti pembuatan artikel, penulisan buku, maupun penulisan artikel dalam jurnal internasional.
Semarang, Nopember 2009
Tim Peneliti
5
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN DAN SUMMARY PRAKATA DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
6
I.
PENDAHULUAN Sejalan dengan meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan lingkungan dan tekanan terhadap aktivitas industri tentang kualitas lingkungan, pengendalian lingkungan menjadi masalah yang sangat penting bagi perusahaan. Konsensus perlindungan lingkungan yang menekankan pada sisi konservasi dan keberlangsungan sumber-sumber alam (produksi) telah menjadi perhatian utama dunia dewasa ini. Dengan adanya kecenderungan global tentang konsensus konservasi alam dan keinginan untuk mencapai keadaan bumi yang bersih, tekanan terhadap proses produksi berbagai jenis industri juga semakin meningkat. Akibatnya, perusahaan harus berpikir ulang untuk dapat merubah teknologi produksi mereka guna mencapai keberlangsungan ekonomi. Solusi mungkin diserahkan kepada perusahaan publik maupun sektor swasta. Karena sektor swasta juga memegang kendali utama kekuatan pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan keterlibatan berbagai pihak dalam perencanaan ekonomi suatu negara. Pengusaha, investor, dan masyarakat harus bekerja bersama-sama membangun dan memelihara pasar yang efisien dan transparan, dengan tidak hanya mengungkapkan kinerja keuangan tetapi juga kinerja operasional dan kinerja lingkungan yang telah dicapai. Pengungkapan kinerja lingkungan tersebut penting apalagi jika dikaitkan dengan perilaku investor, yang menunjukkan bahwa semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka semakin luas lingkup investasi yang dapat mereka pilih. Dengan kata lain, sistem pelaporan harus melingkupi pengungkapan kinerja (capaian) perusahaan secara keseluruhan. Meskipun sekarang ini teknologi dan perdagangan modern dapat diandalkan, namun konflik antara tujuan keuntungan bisnis perusahaan dan kepentingan kesejahteraan sosial
7
masih terus berlanjut dan tidak ada titik temu, bahkan dalam beberapa hal lebih buruk. Terkait dengan kinerja lingkungan, sistem pelaporan aktivitas perusahaan-perusahaan di Indonesia masih kurang transparan bagi kepentingan pihak luar dalam memonitor perusahaan dan mengambil keputusan investasi. Dimasa datang, kurangnya tranparansi tersebut dapat berakibat pada rendahnya optimisme peramalan keberlangsungan usaha perusahaan. Disamping itu, anggapan bahwa inovasi ekologi merupakan beban yang akan mengurangi keuntungan perusahaan merupakan penghalang bagi progress report perusahaan secara utuh. Dengan demikian dibutuhkan usaha-usaha yang lebih serius guna menemukan sistem pelaporan yang lebih holistik (menyeluruh) yang menunjukkan perimbangan informasi bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi atau prospek usaha dan perlindungan terhadap keberlangsungan lingkungan. Nampaknya, dengan pertimbangan masa depan lingkungan, ekonomi dan sosial, kebutuhan terhadap informasi kinerja perusahaan yang melingkupi kinerja keuangan dan lingkungan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) telah mengajukan konsep eco-efficiency dalam pelaporan kinerja perusahaan yang menggabungkan konsepkonsep ekonomi dan lingkungan. Rumusan eco-efficiency direpresentasikan dengan menghitung nilai produk atau jasa terhadap dampak lingkungan (nilai per dampak lingkungan).
Sementara
itu,
Organisasi
Standad
Internasional
(ISO)
telah
merekomendasikan bahwa standard internasional tentang evaluasi kinerja lingkungan (ISO-14031) dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak perusahaan terhadap lingkungan. ISO-14031 dapat mengidentifikasi kecenderungan aktivitas perusahaan yang
8
relevan dengan lingkungan, yang dengan demikian dapat dijadikan dasar bagi manajemen perusahaan dalam menilai pengaruh lingkungan perusahaan. Terkait dengan sudut pandang ekonomi dan lingkngan, selalu diasumsikan bahwa keduanya tidak dapat diakomodasi dalam satu perencanaan perusahaan yang berpijak pada kerangka profit. Hal ini karena biaya lingkungan selalu diperlakukan sebagai beban perusahaan. Dengan demikian, pertimbangan sosial (lingkungan) tersebut selalu diabaikan. Dalam pandangan ini, pengeluaran untuk lingkungan adalah perlakuan yang tidak efisien. Oleh karena itu, sejalan dengan perkembangan isu-isu lingkungan, sistem pelaporan lingkungan harus mampu mendorong pada pencapaian efisiensi. Mendasarkan pada konsep eco-eficiency dan ISO-14031, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi sistem pelaporan perusahaan yang menyeimbangkan antara kepentingan perlindungan lingkungan dan pencapaian profitabilitas dalam sudut pandang efisiensi. Disadari bahwa suatu sistem informasi yang dibangun akan efektif jika informasi yang tersedia mudah dipahami oleh pengguna (user friendly), maka sistem pelaporan perusahaan yang hendak dieksplorasi dalam penelitian ini juga memandang pada aspek efektifitas. Dalam hal ini pengguna didefinisikan sebagai manajer internal perusahaan, investor, para penjamin (kreditur), pelanggan dan kelompok lainnya yang berkepentingan terhadap perusahaan.
9
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tedahulu dan konsep pelaporan lingkungan sebelumnya. Tidak ada bentuk yang baku dalam pelaporan lingkungan perusahaan publik di Indonesia. Berbagai tipe pelaporan lingkungan dijumpai dalam annual report dengan bentuk yang berbeda-beda. Riset awal yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ditemukan beberapa praktik tertentu dalam pelaporan lingkungan perusahaan, diantaranya adalah diskusi lingkungan, pernyataan manajemen tentang pemenuhan lingkungan dan asersi lain yang secara implisit menyiratkan kepedulian terhadap pengelolaan
lingkungan.
Praktik-praktik
demikian
dapat
diidentifikasi
sebagai
karakteristik pelaporan lingkungan perusahaan, yang kemudian dapat ditentukan klasifikasinya secara spesifik, misalnya mulai dari kepedulian yang tinggi (high care) hingga kepedulian yang rendah (low care) terhadap pengelolaan lingkungan. Klasifikasi karakteristik pelaporan lingkungan merupakan variabel berdimensi kualitas. Perusahaan yang masuk dalam daftar high care, misalnya memperoleh award di bidang pengelolaan lingkungan, menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan lingkungan. Sementara itu, luas pengungkapan merupakan variabel berdimensi kuantitas. Artinya, semakin tinggi rasio pengungkapan semakin luas (banyak) pula item pengungkapan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Luas pengungkapan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya dorongan manajemen lingkungan, yang merupakan tekanan pihak eksternal bagi manajemen untuk melakukan manajemen lingkungan, dan manajemen lingkungan
10
proaktif, yang merupakan kesadaran internal perusahaan untuk melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. Kedua variabel tersebut merupakan variabel kunci dalam perspektif non-keuangan. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap luas pengungkapan lingkungan adalah komposisi kepemilikan asing, ukuran perusahaan (Cooke, 1989 dalam Suripto, 1999) dan profitabilitas (Singhvi dan Desai, 1971, dalam Muslim, 2006; Neu, et al, 1998). Struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan merupakan variabel kontrol, sedangkan profitabilitas merupakan variabel kunci dalam perspektif keuangan. Namun demikian, variabel karakteristik dan luas pengungkapan tersebut di atas memiliki beberapa kelemahan, terutama jika dihubungkan dengan kinerja keuangan. Pertama, variabel karakteristik pengungkapan lingkungan merupakan variabel kualitas sehingga sulit distandarisasi dalam bentuk baku pelaporan lingkungan perusahaan. Kedua, variabel luas pengungkapan lingkungan dapat bervariasi dari tahun ke tahun, atau dari obyek perusahaan yang satu terhadap lainnya. Sangat sulit sekali menetapkan item maksimal yang secara obyektif merepresentasikan luas pengungkapan kinerja lingkungan. Oleh karena itu, beberapa penelitian yang mencoba menguji hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan gagal membuktikan hipotesishipotesis yang dikemukakan. Beberapa penelitian pendahuluan mengenai hal ini dapat dilihat misalnya pada penelitian Susi. 2005; Sembiring dan Eddy Rismanda, 2004; Patten, D.M. 2002; Stanwick, S.D., dan Peter Stanwick, 2000. Secara teoritis, hubungan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan seharusnya menunjukkan korelasi yang positif, karena semakin tinggi kinerja keuangan perusahaan semakin mampu melakukan pengelolaan lingkungan dan ada dorongan bagi manajemen untuk mengungkapkan
11
pengelolaan lingkungan. Namun demikian, beberapa penelitian terdahulu tersebut diantaranya justru menemukan hubungan yang negatif, dan beberapa diantaranya gagal membuktikan hipotesis. Hal demikian dapat terjadi karena manajemen perusahaan dengan kinerja keuangan tinggi tidak lagi membutuhkan tambahan citra positif guna meningkatkan minat investor terhadap perusahaan mereka. Namun bagi perusahaan dengan kinerja rendah membutuhkan tambahan good news dalam laporan tahunan guna menarik minat investor terhadap perusahaan mereka. Perilaku manajerial yang demikian dapat menyebabkan informasi yang bias terhadap perusahaan. Ini berarti ada kesalahan asumsi ataupun sudut pandang dalam meletakkan kerangka teori untuk menguji hubungan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Faktor lain disebabkan karena perbedaan paradigma kesejahteraan sosial dengan paradigma pencapaian kinerja perusahaan yang berorientasi profit. Berangkat dari fenomena tersebut diperlukan usaha untuk mempertemukan, setidaknya menyeimbangkan paradigma antara kepentingan sosial (lingkungan) dengan kepentingan profit perusahaan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengintegrasikan konsep pelesatarian ekologi (lingkungan) kedalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan. 2.2.
Disparitas Informasi Tidak dapat diingkari bahwa terdapat perbedaan paradigma antara lingkungan dan ekonomi. Kebutuhan terhadap pelestarian lingkungan dibangun atas dasar regulasi pemerintah yang sangat ketat, sementara itu paradigma ekonomi dibangun atas dasar persaingan. Oleh karena itu, ketika paradigma peningkatan pelestarian lingkungan dimunculkan dengan serangkaian kebijakan, kekuatan ekonomi juga muncul melakukan
12
penolakan atas regulasi tersebut dengan harapan adanya kelonggaran dalam pencapaian profit. Berbagai macam konflik kepentingan tersebut muncul sebagai akibat adanya bias komunikasi antara berbagai pihak yang berbeda kepentingan, seperti bisnis perusahaan, investor dan masyarakat sosial. Bias komunikasi tersebut dapat bersumber dari ketersediaan informasi, selektivitas persepsi, dan kongkret tidaknya informasi (Sheu, HJ., dan Lo, Shih-Fang, 2005). Ketersediaan informasi. Seseorang cenderung membutuhkan informasi yang siap tersedia. Beberapa stakeholder sangat peka perhatiannya terhadap perusahaan yang memiliki perhatian terhadap lingkungan. Untuk memperoleh informasi seperti ini perusahaan membutuhkan sumber informasi dari pihak lain seperti pemerintah atau mungkin mereka mencari informasi sendiri melalui pengembangan dan analisis data yang tersedia. Selektivitas persepsi. Seseorang cenderung merespon suatu masalah yang muncul dari persepsi yang dibangun oleh kelompok dimana seseorang itu berada. Informasi kemudian diinterpretasikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan kelompok mereka masing-masing. Gambar 1 menunjukkan perbedaan kepentingan dan kebutuhan informasi sesuai kelompok masing-masing. Berdasar Gambar 1 tersebut terdapat selektivitas persepsi dari berbagai kelompok. Perusahaan individual lebih memperhatikan pada sumberdaya (manusia dan mesin) yang bekerja membentuk kinerja; investor lebih fokus pada kinerja keuangan, dan sementara itu masyarakat sosial lebih menekankan pada aspek kinerja lingkungan. Kongkret tidaknya informasi. Keputusan yang didasarkan atas proses verifikasi dan informasi yang logis akanlebih efektif dibanding dengan keputusan yang didasarkan
13
pada ambiguitas dan subjektivitas informasi. Sebenarnya banyak sekali informasi lingkungan yang tersedia bagi stakeholder, namun akses untuk informasi tersebut umumnya sangat sulit, dan kalaupun ada nilai informasinya kurang mencukupi bagi pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena adanya bias dan ambiguitas informasi. Sebagai contoh seringkali perusahaan menampilkan informasi lingkungan yang cukup baik, namun informasi kinerja keuangan mereka tidak menunjukkan prestasi yang memadai (Jeffers, 1995).
Perusahaan
Investor
Society
• Komisaris • Direksi • Manajer
• Stakeholder • Bankers • Insurer, etc
• Pemerintah • Komunitas • LSM, dsb
A
B C
A
B
C
A B
C
A: Kinerja Operasional Perusahaan B: Kinerja Keuangan Perusahaan C: Kinerja Lingkungan Perusahaan Gambar 1. Bias informasi yang diakibatkan oleh selektivitas persepsi
Laporan perusahaan seharusnya terintegrasi secara holistik antara kinerja operasional, keuangan dan lingkungan. Tiga kelompok utama (perusahaan, investor dan masyarakat) membutuhkan dasar umum bagi sistem pelaporan yang mengacu pada konsep satu sistem pelaporan (one-stop reporting system). Dalam model ini sistem informasi diformat sedemikian rupa sehingga investor, masyarakat sosial dan perusahaan
14
dapat mengevaluasi kinerja operasional, keuangan dan lingkungan secara lebih akurat dan efisien. Hanya dengan sistem pelaporan yang kongkret dan terintegrasi, investor potensial dan masyarakat sosial dapat turut mempengaruhi proses operasi bisnis perusahaan. 2.3.
Kerangka Sistem Pelaporan Kinerja Lingkungan Terintegrasi Sekalipun
kebutuhan
terhadap
pengungkapan
laporan
kinerja lingkungan
meningkat akhir-akhir ini, namun informasi yang tersedia dalam laporan tahunan perusahaan nampaknya masih jauh dari mencukupi bagi kebutuhan stakeholder. Suatu laporan yang menunjukkan gambaran informasi ekonomi, operasi dan lingkungan namun tidak terdapat pola hubungan nilai yang jelas antara ketiganya tidak dapat dikatakan sebagai sistem pelaporan yang terintegrasi (Shearlock et al., 2000). Dengan demikian informasi harus disusun dengan cara yang sistematis. Tipe sumber modal. Semenjak revolusi industri yang terjadi 2 abad yang lalu, faktor keuangan, pabrik dan peralatan telah menjadi sumber utama dalam proses produksi. Di sisi lain, sumber-sumber alam seringkali diabaikan dan dianggap tidak ada relevansinya dalam proses produksi, sekalipun sumber alam tidak dapat diproduksi oleh manusia. Dalam perspektif sekarang, ekonomi mensyaratkan adanya empat tipe faktor modal, yaitu modal sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, semberdaya teknologi industri dan sumberdaya alam. Sumberdaya manusia umumnya dalam bentuk tenaga kerja dan pikiran, budaya dan organsisasi. Sumberdaya keuangan (finansial) berkaitan dengan kas, investasi, dan instrumen keuangan lainnya. Sumberdaya teknologi industri berkaitan dengan infastruktur, mesin, peralatan dan pabrik, sedangkan sumberdaya alam berkaitan
15
dengan sumber-sumber alam seperti sistem daur hidup dan ekosistem. Keempat sumber modal tersebut secara bersama-sama membentuk produk yang dibentuk melalui proses produksi. Efisiensi dan kerangka sistem pelaporan. Rancangan konsep integrasi mengacu pada paradigma efisiensi. Efisiensi mengacu pada konsep usaha perusahaan dalam terminologi input-output. Dalam perspektif efisiensi ini perusahaan harus mengupayakan perekayasaan produksi teknologi produksi guna memperoleh keuntungan bagi perusahaan maupun lingkungan sosial. Alokasi sumberdaya alam secara efektif merefleksikan pemanfaatn sumberdaya alam seminimal mungkin yang dapat memberi keuntungan maksimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang. Aktivitas perlindungan terhadap sumberdaya alam menekankan pada dampak lingkungan secara total, dan bukannya secara parsial misalnya terbatas pada limbah kimia yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kinerja lingkungan perusahaan harus dipandang dari sudut dampak lingkungan secara keseluruhan yang terkait dengan pemanfaatan input-input alam, sumberdaya manusia, teknologi industri serta sumberdaya finansial yang dimiliki guna menghasilkan produk yang bermanfaat. Evaluasi terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan melibatkan integrasi tiga (3) faktor kinerja perusahaan, yaitu kinerja operasional, kinerja keuangan dan kinerja lingkungan, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2. Pada gambar 2 tersebut, dapat diketahui pada pengukuran masing-masing kinerja dapat ditentukan secara sistematis yaitu dengan mengikuti alur produksi input-proses-output-umpan balik. Empat (4) type sumberdaya (manusia, finansial, teknologi industri dan sumberdaya alam) merupakan
16
sumber-sumber input produksi perusahaan. Pada sisi yang lain, terdapat hasil atau outputoutput yang diharapkan maupun output-output yang tidak diharapkan. Output yang diharapkan dapat berupa produk, jasa serta keuntungan finansial yang dapat diukur dengan keuantungan sebelum beban bunga dan pajak (EBIT). Sedangkan hasil-hasil yang tidak diharapkan merupakan polutan seperti emisi dan waste. Umpan balik dapat ditentukan dari rasio antara berbagai output dengan input-input yang ada. Rasio-rasio tersebut merupakan cerminan dari ketiga ukuran kinerja yaitu kinerja operasional, kinerja keuangan dan kinerja lingkungan disesuaikan dengan nilai rasio masing-masing. Dengan kerangka seperti gambar 2 tersebut, dapat diketahui adanya hubungan yang komplek antara kinerja operasional, keuangan dan lingkungan guna menentukan kebijakan yang relevan. Model pelaporan yang mengacu pada konsep integrasi dapat digunakan untuk menunjukkan adanya green accounting dan reformasi pajak. Framework seperti ini juga dapat membantu perusahaan dalam hal mengidentifikasi keseimbangan antara revenue dengan pertamnggunjawaban lingkungan. Perusahaan-perusahaan dapat terhindar dari masalah dengan cara mengungkapkan efisiensi penggunaan sumber-sumber yang melimpah dan menghindari proses produksi yang tidak sesuai dan berdampak besar terhadap keselamatan lingkungan. Disisi lain, perusahaan juga dapat menghindari alokasi sumber daya yang tidak memberi manfaat dalam proses produksi (Sheu, HJ., dan Lo, Shih-Fang, 2005). Dengan demikian perusahaan dapat menghemat sumber finansial dan energi, menciptakan keunggulan kompetitif serta membantu memulihkan kondisi lingkungan yang dapat berakibat pada peningkatan reputasi perusahaan dimata investor dan masyarakat. Di mata publik, perusahaan yang menggunakan konsep eco-efficiency akan dianggap mampu
17
menyeimbangkan sumber-sumber alam dan sumberdaya manusia yang dapat menunjang misi penyelamatan generasi dimasa datang.
Input
Sumberdaya manusia
Sumberdaya Finansial
Proses Kinerja Operasional
Kinerja Keuangan
Output Produk, jasa, volume, dsb
EBIT, Net Income, dsb
Sumberdaya Tek. Industri
Kinerja Lingkungan Sumberdaya Alam
Emisi, Waste, dsb.
Umpan Balik Kinerja Operasional
Kinerja Keuangan
Kinerja Lingkungan Gambar 2. Kerangka evaluasi kinerja
18
Konsep integrasi ecologi dalam pelaporan kinerja ekonomi (eco-efficiency) dapat digunakan secara luas oleh perusahaan dengan menggunakan berbagai indikator untuk memonitor dan mengevalusi kinerja perusahaan. Sebagai contoh, untuk mengukur sejauh mana nilai produk pada setiap emisi gas yang dikeluarkan digunakan ukuran nilai produk per emisi gas dengan satuan kilogram (atau nilai Rupiah) per ton CO 2 ekuivalen (kinerja operasional). Rasio ini menunjukkan sejauh mana setiap dampak pencemaran udara oleh CO 2 memberi manfaat dalam penciptaan produk dalam jumlah tertentu. Semakin besar rasio ini maka semakin efisien pula proses produksi dioperasionalkan. Rasio sebaliknya menunjukkan jumlah emisi CO 2
per-satuan nilai produk. Rasio ini justru mengukur
pencemaran lingkungan udara oleh CO 2 sebagai akibat penciptaan satu satuan produk (kinerja lingkungan), semakin sedikit nilai rasio ini maka semakin tinggi pula tingkat keamana lingkungan akibat proses produksi. Selanjutnya, untuk mengukur kinerja keuangan dapat digunakan kriteria keuangan tradisional seperti EBIT, Capital Asset Ratio (CAR), Return On Assets (ROA) dan sebagainya. Dapat juga digunakan model ratio eco-efficiency untuk mengukur capaian kinerja keuangan atas konsumsi material tertentu. Secara ringkas eco-efficiency meruapakan rasio antara nilai output per nilai input, atau nilai output akibat dampak lingkungan. Jika rasio eco-efficiency yang mengukur kinerja operasional, keuangan dan lingkungan telah ditetapkan dengan indikator-indikator yang ditemukan dalam penelitian, proses analisis dapat dilakukan guna menentukan positioning kinerja perusahaan.
19
Perusahaan tertentu mungkin memiliki keunggulan kinerja operasional dibanding dengan kinerja lainnya. Jika positioning ini telah dapat dilakukan maka perusahaan akan mudah melakukan evaluasi-evaluasi guna pencapaian kinerja pada tahun-tahun berikutnya. 2.4.
Hubungan kinerja keuangan dengan kinerja lingkungan. Review yang dilakukan oleh Berthelot, et al, (2003) menunjukkan bahwa penelitian mengenai hubungan antara environmental disclosure
dengan kinerja keuangan cukup
banyak dilakukan. Beberapa peneliti umumnya menggunakan variabel kinerja keuangan atau pasar modal sebagai prediktor bagi kinerja lingkungan (lihat Peter Stanwick, 2000; Reichardson dan Welker, 2001; Cormier dan Magnan, 2001). Di Indonesia sendiri penelitian yang menguji hubungan kedua variabel telah dilakukan oleh Susi (2005) dan Sembiring dan Eddy Rismanda, (2004). Namun, beberapa penelitian tersebut, dan juga penelitian yang telah dilakukan oleh Patten, D.M. (2002), Stanwick S.D dan Peter Stanwick, (2000), gagal membuktikan hipotesis yang menyatakan hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan. Kegagalan beberapa peneliti sebelumnya mungkin karena ukuran kinerja lingkungan memiliki sudut pandang yang berbeda dengan kinerja keuangan. Dengan adanya pendekatan eco-efficiency yang mengitegrasikan kinerja lingkungan dalam pelaporan keuangan, penelitian lanjutan diharapkan dapat membuktikan adanya hubungan antara kinerja keuangan dengan kinerja lingkungan, dan juga kinerja operasional.
20
III.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, sebagai berikut: 1. Mendesain model pelaporan perusahaan yang memadukan paradigma ekologi dan ekonomi dengan pendekatan konsep eco-effisiency. Tujuan ini akan dicapai pada penelitian tahun pertama yang diawali dengan mengidentifikasi nilai-nilai produk dan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi. Pada tahun pertama juga akan dinilai efektifitas model pelaporan perusahaan ditinjau dari aspek perpaduan konsep ekonomi dan ekologi secara kualitatif. 2. Menginvestigasi efektifitas penerapan konsep eco-efficiency dalam laporan perusahaan (annual report). Tujuan ini akan dicapai pada tahun kedua, dengan target penerapan konsep pelaporan keuangan dan lingkungan perusahaan yang telah dihasilkan pada penelitian tahun pertama. Aplikasi tersebut sekaligus merupakan pengujian efektifitas pelaporan bagi kalangan pengguna. Efektif tidaknya ditunjukkan dengan menguji respon investor terhadap model pelaporan ekonomi dan ekologi perusahaan yang diukur melalui meningkatnya transkasi atau harga saham perusahaan yang direspon investor. Ada tiga manfaat mendasar dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian ini menggunakan konsep eco-efficiency yang menggabungkan dua pendekatan ekonomi dan, guna mendesain sistem pelaporan kinerja keuangan dan kinerja lingkungan.
21
2. Hasil akhir penelitian yang berupa integrasi lingkungan dalam model pelaporan keuangan memandang pentingnya efektifitas pelaporan bagi pengguna, dan karenanya penelitian ini juga menggunakan pendekatan efektifitas informasi. 3. Penelitian ini menempatkan konsep ekologi dan ekonomi dalam satu framework, sehingga dalam penelitian lanjutan akan dapat diperoleh pijakan yang kuat yang mendukung hipotesis hubungan antara kinerja ekonomi dan kinerja lingkungan.
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Unit Analisis Perusahaan-perusahaan manufaktur (industri pengolahan) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. Obyek penelitian ini ditujukan terutama pada perusahaanperusahaan manufaktur yang secara potensial dapat mencemari lingkungan seperti industri tekstil, kertas (pulp and paper), kimia (chemicals), minyak dan gas (oil and gas), logam, dan material padat (metals and mining), serta barang-barang kebutuhan rumah tangga.
4.2. Indikator-Indikator Pengukuran Perusahaan, investor dan masyarakat akan sangat membutuhkan informasi (laporan keuangan) yang terintegrasi untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja perusahaan. Pemeringkatan analisis keuangan dari kinerja perusahaan didasarkan pada kriteria tradisional sebagaimana yang digagas dalam ISO 14031 untuk menentukan kriteria nilai input dan ouput, serta kriteria yang dikeluarkan oleh WBSCD untuk menentukan rasio ecoeffisiency-nya. Untuk lebih jelasnya kriteria data input dan output dalam penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut: 22
a). Untuk mengukur kinerja operasional, diadaptasi dari pendekatan ekonomika mikro klasik yang berhubungan konsep procuktivitas faktor total (total factor produkctivity). Produktivitas tenaga kerja dan peralatan produksi. Berikut beberapa indikator tersebut: Nilai output yang dihasilkan per tenaga kerja (output value/number of emplyees) Nilai output yang dihasilkan per mesin (output value/jumlah mesin) b). Untuk kinerja keuangan diformulasikan dari rasio-rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan tahunan (annual financial statements), dimana secara umum indikator untuk kinerja keuangan ini dapat dikategorikan kedalam lima jenis: rasio-rasio likuiditas, leverage, efisiensi, profitabilitas, dan nilai pasar. Pendekatan pengukuran dalam penelitian ini akan mengacu pada beberapa kriteria tersebut, diantaranya: Aset turnover (penjualan/total aset) Net profit margin (laba sebelum dikurangi biaya modal dan pajak/penjualan) Return on assets (pendapatan bersih/total aset) Return on equity (pendapatan bersih/total ekuitas) c). Untuk mengukur kinerja lingkungan dapat dibedakan kedalam dua jenis. Pertama, adalah kemampuan perusahaan untuk mengubah secara efisien sumber daya menjadi output yang diharapkan (desirable output), sedangkan pada sisi lainnya kinerja ini diukur atas prilaku pencegahan atas kerusakan lingkungan dengan secara efektif meminimumkan output yang tidak diharapkan. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kedua jenis kriteria kinerja lingkungan tersebut, antara lain: Konsumsi bahan-bahan produksi secara efisien (tons of material/units of sales) Intensitas pemakaian energi (giga-joule/unit of sales) Emisi gas buang (tons on GHG emissions/unit of sales)
23
Emisi limbah cair (tons of waste water/unit of sales) Secara lebih lengkap indikator-indikator pengukuran INPUT dan OUPUT untuk ketiga jenis kinerja tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Beberapa Indikator INPUT terpilih Jenis Kapital Sumber Manusia
Indikator INPUT
Sumber Data
Daya
Jumlah pekerja
Orang
Laporan Keuangan
Orang
Laporan Keuangan
Daya
Jumlah manajer level menengah Total jam kerja Jumlah mesin Luas pabrik Utang jangka pendek
Jam Unit m2 Rp.
Laporan Keuangan Statistik Industri Statistik Industri Laporan Keuangan
Rp.. Rp. Rp.
Laporan Keuangan Laporan Keuangan Laporan Keuangan
Gigajoule Gigajoule Gigajoule Gigajoule
Statistik Industri Statistik Industri Statistik Industri Statistik Industri
Ton Ton Ton
Statistik Industri Statistik Industri Statistik Industri
Meterkubik Meterkubik Ton Hektar
Statistik Industri Statistik Industri Statistik Industri Statistik Industri
Peralatan fisik Sumber Finansial
Unit
Sumber Daya Alam
Utang jangka panjang Pengeluaran asuransi Modal saham Konsumsi energi Listrik Batubara Gas alam BBM Konsumsi bahan baku Bahan mentah Bahan setengah jadi Bahan mentah dan setengah jadi yang belum diolah Konsumsi sumber daya alam air Kayu Mineral Penggunaan tanah
24
Tabel 2 Beberapa Indikator OUTPUT terpilih Jenis Kapital
Indikator INPUT
Unit
Sumber Data
Output yang diharapkan Produk dan jasa
Volume
Statistik Industri
Output keuangan
Nilai ouput EBIT Gross margin EPS
Unit /kg/m2 Rp. Rp. Rp. Rp.
Gas buang Limbah kimia Limbah zat padat Limbah cair Sampah Kebisingan (noise)
Kg Kg Kg m2 Kg Desibel
Prokasih / KLH Prokasih / KLH Prokasih / KLH Prokasih / KLH Prokasih / KLH Prokasih / KLH
Ouput tdk diharapkan Emisi / Limbah
Lainnya
V.
Laporan Keuangan Laporan Keuangan Laporan Keuangan Laporan Keuangan
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Deskripsi hasil penelitian dilampirkan dalam lampiran 1 dan 2 (Data Subyek belum Diolah). Pada lampiran 1 dan 2 tersebut diperoleh beberapa iondikator Input dan indikator Output terpilih untuk setiap perusahaan. Sebagaimana dioperasionalkan dalam tabel 1 dan tabel 2, indikator input terpilih berupa sumber daya manusia, peralatan fisik, sumber daya finannsial, dan sumber daya alam. Sedangkan data output berupa output yang tidak diharapkan dan ouput yang diharapkan. 25
Sementara itu lampiran 3 dan lampiran 4 berturut-turut mendeskripsikan rasio output-input dan rasio input-output, yang merupakan data olah yang bersumber dari lampiran 1. Rasiorasio tersebut menunjukkan sejauh mana nilai produk (output) terentu dihasilkan oleh satu unit input tertentu (rasio output-input). Sedangkan rasio input-output menunjukkan sejauhmana nilai input tertentu memberi kontribusi terhadap penciptaan produk. Rasio output-ouput juga dapat digunakan dalam penentuan konsep eco-efficinecy, dalam hal ini umumnya adalah rasio antara output yng diharapkan dengan output yang tidak diharapkan. Sebagai contoh, untuk mengukur sejauh mana nilai produk pada setiap emisi gas yang dikeluarkan digunakan ukuran nilai produk per emisi gas dengan satuan kilogram (atau nilai Rupiah) per ton CO 2 ekuivalen (kinerja operasional). Rasio ini menunjukkan sejauh mana setiap dampak pencemaran udara oleh CO 2 memberi manfaat dalam penciptaan produk dalam jumlah tertentu. 5.2. Pembahasan Pemilihan rasio Rasio input-output ataupun sebaliknya, merupakan rasio eco-efficiency, yaitu rasio antara nilai-nilai dari perspektif ekonomi dan ekologi. Tidak semua rasio-rasio tersebut dapat digunakan secara baik karena beberapa keterbatasan, diantaranya faktor homogenitas indutsri. Sebagai contoh industri properti akan memiliki produk yang berbeda dengan industri pabrikasi, sepErti semen, obat-obatan dan kimia. Perbedaan produk tersebut berimplikasi pada perbedaan satuan yang digunakan untuk mengukur volume produksi. Industri properti menggunakan ukuran unit, sementara industri dengan proses produksi secara massal menggunakan ukuran berat produk (ton).
26
Lebih jauh lagi, jika mengharapkan ukuran rasio yang efektif untuk pengambilan keputusan terkait dengan kinerja ekonomi dan lingkungan, maka setiap sektor industri harus dikelompokkan dan diukur rasio-rasio eco-efficiency-nya, sehingga ukuran rasio menunjukkan presisi dan keterbandingan yang jelas. Misalnya, industri kimia memiliki rasio rata-rata eco-efficiency yang berbeda dengan industri kertas. Namun pengukuran rasio dalam berbagai kelompok akan menyulitkan investor dalam pengambilan keputusan. Calon investor harus memiliki pemahanan yang memadai tentang jenis industri perusahaan, nilai rasio eco-efficiency yang baik untuk setiap jenis industri dan faktor-faktor fundamental lain diluar eco-efficiency. Mendasarkan pada analisis tersebut, rasio eco-efficiency harus dipiih secara tepat yang menggambarkan komposisi keseimbangan ekonomi dan ekologi. Dari hasil-hasil diskusi yang dilakukan, diperoleh rasio-rasio yang paling rasional untuk digunakan oleh setiap perusahaan dari berbagai jenis industri. Rasio-rasio tersebut tergolong dalam golongan rasio output yang tidak diharapkan dibanding dengan output yang diharapkan; input (Energi, dan SDM) dibanding dengan ouput yang tidak diharapkan, serta Output finansial dibandingkan dengan output yang tidak diharapkan. Hasil selangkapnya ddapat diliat pada Tabel 3, 4, dan 5. Tabel 3 menunjukkan perbandingan nilai perusahaan dari perspektif jumlah sumber daya peralatan fisisk dibanding dengan output yang tidak diharapkan. Nilai tersebut mengindikaikan
perbandingan
manfaat
ekonomi
dengan
kerugian
sosial
yang
ditimbulkannya dengan dihasilkannya produk yang tidak diharapkan seperti gas buang, limbah kimia dan cair serta kebisingan. Sebagai contoh rasio jumlah mesin dengan gas buang untuk perusahaan 1 menujukkan angka 0,00000039 u(unit/kg) menunjukkan bahwa
27
setiap kilogram gas buang dihasilkan oleh beroperasinya 0,00000039 unit mesin. Semakin besar rasio ini, kinerja lingkungan akibat operasi mesin semakin baik, artinya gas buang yang
dihasilkan
oleh
beroperasinya
mesin
perusahaan
semakin
kecil.
Dalam
perspektif ekonomi dan ekologi, sumber daya mesin memberi dampak yang sangat kecil bagi kerusakan lingkungan yang terkait dengan gas buang.
Tabel 3 Rasio eco-efficiency sumber daya peralatan fisik dibanding dengan output yang tidak diharapkan
Resp.
Jumlah Mesin/Gas Buang
Jumlah Mesin/Limba h Kimia
Jumlah Mesin /Limbah Zat Padat
Jumlah Mesin/ Limbah Cair
Jumlah Mesin /Sampah
Jumlah Mesin / Noice
1
0,00000039
0,00000253
0,00000125
0,00000114
0,00000053
0,040
2
0,00000082
0,00003784
0,00000373
0,00000256
0,00000109
0,130
3
0,00000028
0,00000176
0,00000123
0,00000083
0,00000038
0,058
4
0,00000071
0,00000231
0,00000221
0,00000432
0,00000166
0,404
5
0,00000290
0,00000945
0,00000906
0,00001767
0,00000679
0,315
6
0,00010647
0,00034720
0,00033273
0,00064923
0,00024955
0,226
7
0,00042227
0,00137698
0,00131961
0,00257485
0,00098971
0,193
8
0,00000501
0,00001635
0,00001567
0,00003057
0,00001175
0,275
9
0,00006338
0,00020669
0,00019807
0,00038648
0,00014855
0,172
10
0,00000228
0,00000742
0,00000711
0,00001387
0,00000533
0,161
11
0,00000121
0,00000393
0,00000377
0,00000735
0,00000283
0,358
12
0,00001958
0,00006384
0,00006118
0,00011937
0,00004588
0,327
13
0,00002527
0,00008239
0,00007895
0,00015406
0,00005922
0,352
14
0,00003224
0,00010512
0,00010074
0,00019656
0,00007555
0,245
15
0,00000069
0,00000225
0,00000216
0,00000421
0,00000162
0,173
16
0,00000023
0,00000075
0,00000072
0,00000141
0,00000054
0,340
17
0,00001127
0,00003675
0,00003522
0,00006873
0,00002642
0,241
18
0,00710118
0,02315602
0,02219118
0,04329987
0,01664339
0,208
19
0,00000486
0,00001586
0,00001520
0,00002966
0,00001140
0,481
Sumber: data yang diolah
Tabel 4 menunjukkan perbandingan nilai petusahaan dari perspektif konsumsi energi listrik dibanding dengan output yang tidak diharapkan. Konsumsi energi listrik akan 28
mengakibatkan produk perusahaan yang dapat merusak lingkunga. Sebagai contoh, konsumsi listrik 0,148 Kwh pada perusahaan sampel 1 akan menghasilkan 1 kg gas buang. Semakin tinggi rasio ini semakin baik sebab tidak menghasilkan limbah lingkungan yang tinggi, artinya secara operasional perusahaan dapat menjaga keseimbangan lingkungan ekologi dengan capaian ekonomi. Sebaliknya semakin kecil nilai rasio ini maka semakin buruk kinerja lingkungan akibat penggunaan energi listrik. Dengan kata lain, pengorbanan ekonomi yang kecil sudah mampu menghasilkan limbah lingkungan (gas, padat, cait, kimia) dalam kapasitas yang besar.
Tabel 4. Rasio eco-efficiency Input Sumber daya Energi dibanding output yang tidak diharapkan Konsumsi Resp. Listrik/ Gas Buang
Konsumsi Listrik/ Limbah Kimia
Konsumsi Listrik/ Limbah Zat Padat
Konsumsi Listrik/ Limbah Cair
Konsumsi Listrik/ Sampah
Konsums Listrik / Noice
1
0,148
0,953
0,470
0,429
0,201
15.100,000
2
1,066
48,973
4,832
3,313
1,409
167.777,778
3
0,094
0,583
0,409
0,276
0,126
19.134,615
4
0,270
0,879
0,843
1,644
0,632
153.605,211
5
0,591
1,928
1,848
3,606
1,386
64.233,667
6
35,997
117,382
112,491
219,494
84,368
76.546,830
7
6,837
22,296
21,367
41,692
16,025
3.124,772
8
0,069
0,225
0,215
0,420
0,161
3.772,510
9
34,276
111,768
107,111
208,997
80,333
93.235,414
10
1,347
4,392
4,209
8,213
3,157
95.136,768
11
0,620
2,020
1,936
3,778
1,452
184.253,491
12
6,327
20,630
19,771
38,577
14,828
105.651,462
13
7,106
23,172
22,207
43,330
16,655
98.962,722
14
242,100
789,457
756,563
1.476,220
567,422
1.842.167,491
15
0,048
0,157
0,151
0,294
0,113
12.095,538
16
1,931
6,296
6,034
11,774
4,526
2.833.509,434
17
5,704
18,599
17,824
34,778
13,368
121.823,056
18
1,990
6,488
6,218
12,132
4,663
58,151
19
0,042
0,137
0,131
0,256
0,099
4.153,846
Sumber: data yang diolah 29
Sementara itu, tabel 5 menunjukkan karakteristik yang lebih representatif mencerminkan perbandingan nilai ekonomi dengan nilai pelestarian lingkungan. Untuk menghasilkan EBIT (laba sebelum pajak dan beban bunga) dibutuhkan sejumlah pengorbanan sosial dengan terciptanya limbah lingkungan. Dalam dunia pasar modal, rasio-rasio dalam tabel 5 lebih mencerminkan ekspektasi investor, pemilik modal dan konsumen (sosial). Konsumen relatif tidak terbebani dengan mengkonsumsi produk perusahaan karena memiliki dampak lingkungan yang relatif kecil. Manajemen merasa turut memberi andil dalam penciptaan green produk dengan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Demikian pula, calon investor memiliki jaminan yang relatif tinggi tentang produk yang tidak merusak lingkungan. Tabel 5 Rasio eco-efficiency Ouput Finansial dibanding output yang tidak diharapkan
Resp.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
EBIT/ Gas Buang
EBIT/ Limbah Cair
EBIT/ Limbah Kimia
EBIT/ Limbah Padat
2.029,412
5.877,342
13.068,182
6.448,598
1.676,471
5.210,238
77.027,027
7.600,000
2.426,471
7.161,458
15.109,890
10.604,113
3.970,451
24.210,067
12.947,123
12.407,660
40.061,901
244.279,887
130.636,635
125.193,442
275.048,690
1.677.126,161
896.897,904
859.527,158
22.132,383
134.953,557
72.170,815
69.163,698
3.379,104
20.604,295
11.018,819
10.559,701
33.694,619
205.454,992
109.873,757
105.295,684
37.986,827
231.626,992
123.870,087
118.708,833
7.081,583
43.180,386
23.092,120
22.129,948
4.998,125
30.476,373
16.298,234
15.619,141
9.628,669
58.711,398
31.397,835
30.089,591
3.190,439
19.453,898
10.403,606
9.970,123
10.475,902
63.877,454
34.160,552
32.737,195
2.423,903
14.779,896
7.904,031
7.574,697
11.948,438
72.856,330
38.962,298
37.338,869
30
18 19
942.271,005
5.745.554,910
3.072.622,843
2.944.596,891
60.905,847
371.377,116
198.606,023
190.330,772
Sumber: data yang diolah
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya, kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Desain model pelaporan kinerja ekonomi dan lingkungan perusahaan dalam annual report dapat dibentuk dari pendekatan konsep eco-efficiency. 2. Desain model rasio kinerja ekonomi dengan kinerja lingkungan secara obyektif dapat dibuat dengan konsep eco-efficiency. 3. Desain model pelaporan kinerja ekonomi dan kinerja lingkungan yang terintegrasi yang baik adalah model rasio yang secara kualitatif memiliki karakteristik obyektif dimata manajemen, pemilik modal atau calon investor dan sosial / masayarakat.
DAFTAR PUSTAKA Ja'far, S., Muhammad (2006), Pengaruh dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan terhadap public environmental disclosure, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, IAI. Jeffers J., 1995, Opening Remarks at the Environment Maze Seminar, Newscastle upon Tyne. Muslim, Sabarudin, 2006, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela Informasi Grafis (Graphical Information) dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Public di Indonesia Tahun 2000-2001. Thesis, Program Magister Universitas Diponegoro. Neu, D.H. Warsam dan K. Pedwell. 1998. Managing Public Impression: Environemntal disclosure in annual report. Accounting Organization and Society. 23(3). 265-286 Patten, D.M. 2002. The relation between environmental performance and environmental disclosure: a research note. Accounting, Organization and Society. 27. 763-773.
31
Sembiring dan Eddy Rismanda, 2004, Karakteristik Perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial: study empiris pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Seminar Nasional Akuntansi VII. Solo. 379-395. Shearlock C., James P, Philips J. 2000, Regional sustainable develompment: are the new regional development agencies armed with the information they require? Sustainable Develompment, 8. Stanwick, Sarah D., dan Peter Stanwick. 2000. The Relationship Between Environemntal disclosure and financial performance: and empirical study of US Firms. Eco-Management and Auditing. 7(4). 155. Suripto, Bambang, 1999, Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan, Simposium Nasional Akuntansi II. Susi. 2005. The Relationship performance and financial performance among Indonesia Companies. Seminar Nasional Akuntansi VII. Solo. 37-45. Sheu, HJ., dan Lo, Shih-Fang, 2005, A New Conceptual Framework Integrating Environment into Corporate Performance Evaluation, Sustainable Developmen, Apr 2005; 13, 2. World Bussiness Council for Sustainable Develompment (WBCSD), 2000, Measuring EcoEfficiency: a Guide to Reporting Company Performance, http://www.wbcsd.org.
32
LAMPIRAN Lampiran instrumen Penelitian 1. Kuesioner Penelitian: Integrasi Kinerja Lingkungan dalam Pelpoaran Keuangan: Sebuah Konsep Baru dalam Pengukuran Kinerja Perusahaan
Jenis Perusahaan (Sektor Industri Manufaktur)
: ________________________________
Nama Pengisi (responden) Perusahaan
:________________________________
Data Produksi Perusahaan
:
Mohon bapak/Ibu/Sdr berkenan mengisi kuesioner yang terkait dengan data produksi, dan semberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan atau dihasilkan dalam proses produksi, sebagai beikrut: Indikator Input Peralatan Fisik: 1. Jumlah Mesin ............... unit 2. Luas Pabrik. .................. m2 Sumberr Daya Alam 1. Konsumsi Energi a. Listrik ...................... Kwh b. Batubara .................. Ton c. Gas Alam ................. Gjoule d. BBM ....................... Gjoule 2. Konsumsi Bahan Baku a. Bahan Mentah ................... Ton b. Bahan setengah jadi .........Ton 3. Konsumsi Sumberdaya Alam a. Air ...................... ...............M3 b. Kayu....................................M3 c. Mineral.................................Ton 33
d. Penggunaan tanah ...............Hektar
Indikator Output: Output yang diharapkan Volume Produk (Setengah Jadi dan Produk Jadi): ................... ton EBIT ................................................. Rupiah Gros Margin .......................................Rupiah EPS ................................................... Rupiah Output yang tidak diharapkan 1. Emisi Limbah: a. Gas Buang ............................ Kg b. Limbah Kimia ......................Kg c. Limbah Padat ...................... Kg d. Limbah cair .........................M2 2. Lainnya a. Sampah ...........................Kg b. Kebisingan (noiice) .......dBA
2. Personalia tenaga peneliti 1. Eko Deddy Purnomo 2. Bertha Kusuma warhani 3. Alina Kusuma Ningsih
Mahasiswa semester akhir, tenaga peneliti input data Mahasiswa smt V, tenaga peneliti collecting data Mahasiswa smt V, tenaga peneliti collecting data
34