Prosiding Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 7 Serpong, 27 Oktober 2009 ISSN : 1411-1098
Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur Suminar Pratapa Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya Laboratorium Difraksi Sinar-X, LPPM ITS ABSTRAK Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur. Pengembangan teori difraksi dan kemajuan di bidang komputasi serta perangkat kerasnya menjadikan metode difraksi sinar-x berkemampuan untuk mendukung karakterisasi ukuran kristal nanomaterial. Tulisan ini dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan metode itu sebagai sidikjari (fingerprint) ukuran kristal dengan contoh dari nanomaterial serbuk-serbuk oksida spinel MgAl 2 O4 , Y2 O3 dan MgO hasil proses kopresipitasi yang diasumsikan tidak memiliki efek pelebaran puncak selain dari ukuran kristal. Kata Kunci : difraksi, sinar-X, nano, struktur
1 Pendahuluan Rontgen (1895) melihat gejala yang ditimbulkan suatu berkas yang belum diketahui sifat dasarnya dan kemudian menamakannya sinar-x. Selanjutnya muncul perdebatan apakah sinar-x bersifat gelombang atau partikel (sebelum dualisme keduanya diteorikan). Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, Laue mengusulkan teori yang menyatakan bahwa, jika berupa gelombang, sinar-x dipastikan memiliki panjang gelombang sangat kecil (dalam orde sepersepuluh nm) [1]. Dan jika demikian, sinar-x dapat dihamburkan (scattered) oleh material kristalin. Ia berhasil membuktikan terjadinya difraksi sinar-x secara eksperimen. Bragg dan Bragg [2] lalu menelurkan teori mengenai difraksi sinar-x (yang kemudian berlaku untuk difraksi kristal dengan radiasi apa pun), yang biasa disebut Hukum Bragg. Pada perkembangannya, hamburan sinar-x secara umum menjadi patokan untuk pemanfaatan sinar-x dalam karakterisasi material, namun difraksi sinar-x telah menjadi metode baku dan rutin untuk karakterisasi material kristal. Dalam dua dasawarsa terakhir, seiring perkembangan nanomaterial, difraksi sinarx (terutama dengan radiasi sinkrotron) semakin mendapat tempat dalam mendukung karakterisasi mikro- dan nanostruktur material [3-5]. Dalam hal karakterisasi ukuran geometris butiran (grain size) dan partikulat (particle size), pemakaian mikroskopi elektron masih merupakan pilihan terbaik, namun biasanya harus didahului dengan preparasi sampel yang memadai. Oleh sebab itulah difraksi sinar-
x (terutama dengan instrumen di laboratorium riset dasar) dapat digunakan sebagai sidikjari untuk penentuan ukuran kristal. Tulisan ini membahas peran difraktometri sinar-x sebagai metode karakterisasi nanomaterial, terutama untuk memperkirakan atau menentukan ukuran kristal. Beberapa contoh hasil pengukuran dan analisis diuraikan untuk memberikan ilustrasi peran itu.
2
Metode Difraksi untuk Karakteriasi Nanomaterial
Difraksi adalah peristiwa terhamburnya gelombang oleh adanya suatu gangguan (misalnya kisi), diikuti oleh hamburan ke segala arah yang menimbulkan penguatan dan pelemahan pada kondisi tertentu. Difraksi terjadi jika ada kesetaraan orde geometris antara panjang gelombang dengan lebar kisi. Hasil penguatan hamburan menggambarkan karakter dari penghambur atau gangguan itu. Jika berkas dengan panjang gelombang seorde dengan jarak antar bidang kristal ditembakkan ke suatu material kristal, maka akan terjadi difraksi kristal. Prinsip dasar difraksi adalah terpenuhinya Hukum Bragg yang persamaannya adalah 2dhkl sinθhkl = λ
(1)
dengan dhkl adalah jarak antar bidang kristal (hkl) dan 2θhkl adalah sudut difraksi. Persamaan (1) memberikan posisi-posisi puncak Bragg berbentuk fungsi delta yang 1
Suminar Pratapa
dengan L menyatakan profil latar (Gambar 1b). Ukuran kristal adalah salah satu kontributor pada profil f . Untuk menentukannya, f harus diekstrak dari h. Secara tradisional, cara yang biasa digunakan adalah dengan dekonvolusi, misalnya menggunakan metode Fourier. Pada era komputer ini, metode yang lazim digunakan adalah pencocokan pola difraksi dengan fungsi profil puncak atau model (pro f ile f itting atau pro f ilemodelling) (Scardi and Leoni, 2006). Metode analisis yang digunakan biasanya tetap berbasis Persamaan Scherrer yang hanya menentukan ukuran tunggal. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa distribusi ukuran kristal turut berperan dalam pelebaran puncak [7, 9, 10], sehingga metode analisis nanostruktur dengan data difraksi juga harus melibatkan parameter ini. Ada dua metode standar yang digunakan untuk memperkirakan distribusi ukuran kristal, yaitu metode yang berdasarkan pada (1) integral-breadth, yang darinya diperoleh volume-weighted average size, DV , dan (2) koefisien Fourier, yang darinya didapat area-weighted average size, DA . Kedua metode tersebut hanya terbatas pada penentuan rata-rata ukuran yang tegak lurus dengan bidang hkl. Distribusi ukuran kristal dapat mengikuti fungsi normal (Gaussian) atau non-normal. Fungsi distribusi lognormal lebih sesuai untuk kebanyakan polikristal dan memiliki bentuk √ ln2 RR¯ 1 + c 1 exp − (4) f (R) = 2ln(1 + c) R 2πln(1 + c 2
dengan R¯ adalah radius rata-rata, c = σR2 /R¯ 2 dan σR2 menyatakan dispersi distribusi. Puncak Terukur
P uncak B ragg Ideal
I nt ensi t as
(a)
2 ( °)
(b) Intensitas
’tidak mempunyai lebar’, sedangkan kristal dengan ukuran berhingga menghasilkan puncak-puncak Bragg dengan lebar berhingga (Gambar 1a). Pelebaran oleh keberhinggaan ukuran kristal ini, secara prinsip, diberikan melalui Persamaan Scherrer [6] yang kemudian menjadi dasar terpenting dalam karakterisasi ukuran kristal menggunakan metode difraksi. Persamaannya adalah Kλ (2) βhkl = Lhkl cosθ dengan K adalah konstanta yang tergantung geometri kristal (misal 0,89 untuk sferik; 0,94 untuk kubik), β menyatakan pelebaran puncak, dan Lhkl = ndhkl dengan n adalah integer yang menentukan jumlah bidang (tebal) kristal. Jika ukuran kristal berorde nanometer, Persamaan Bragg (1) digantikan oleh Persamaan Debye [7] namun tetap dengan basis Persamaan (2) untuk perhitungan ukuran kristal [8]. Dari aspek intensitas difraksi, fungsi profil puncak difraksi terukur (h) merupakan konvolusi (⊗ ) dari fungsi profil instrumen (g) dan fungsi profil spesimen ( f ), atau h = f ⊗g+L (3)
Pr of li n i st r umen ( g)
Prof il t er ukur ( h)
42. 0
42. 5
43. 0
43. 5
44. 0
2 (° )
Gambar 1: (a) Pola difraksi ideal menurut syarat Bragg dan pola difraksi terukur sebenarnya, (b) profil puncak difraksi terukur (h) dan profil kontribusi dari instrumen (g), dianggap dapat dinyatakan dengan fungsi profil pseudo-Voigt).
Beberapa perangkat lunak pencocokan/pemodelan profil difraksi yang dapat digunakan untuk mengekstraksi informasi nanostruktur dari data difraksi adalah Rietica [11], MAUD [12], FullProf [13], MarqX [14], dan WPPM [15]. Tiga perangkat lunak pertama berbasis metode Rietveld [16, 17] dan MAUD digunakan dalam tulisan ini. Untuk analisis nanostruktur dengan MAUD, fungsi bentuk puncak yang digunakan adalah pseudo-Voigt (atau Voigt) [18] dengan pelebaran puncak pada komponen Gaussian dan Lorentzian dihubungkan dengan sudut hamburan θ sebagai berikut: FWG2 = Utan2 θ +Vtanθ +W + dan
P cos2 θ
(5)
X +Ytanθ + Z (6) cosθ dengan FW adalah FWHM (full-width at half maximum) dari puncak dan U, V , W , X, Y , dan Z adalah parameterparameter yang dapat diperhalus (refinable parameters) FWL =
Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur dan L dan G berturut-turut menyatakan Lorentzian dan Gaussian. Ukuran kristal terbobot volume (DV ) diekstrak dari parameter P dan X, sedangkan regangan tak seragam diekstrak dari U dan Y dengan relasi diperluas dari yang sudah ada sebelumnya [19]. Hasil ekstraksi itu dikaitkan dengan distribusi ukuran (dengan asumsi bentuk kristal sferik) menurut persamaan [3] DV
=
DA =
¯ + c)3 3R(1 2 ¯ 4R(1 + c)2 3
(7) (8)
dengan DA adalah ukuran kristal terbobot luas. Hubungan keduanya dan ukuran sesungguhnya adalah menurut [3] 3 4 D = DV = DA 3 2
(9)
untuk bentuk kristal sferik.
3 Data Difraksi sebagai Sidikjari untuk Memperkirakan Ukuran Nanokristal Secara prinsip diketahui bahwa kekristalan material dapat ’dilihat’ dengan difraksi. Menurut Persamaan (3), karakter material yang berefek pada pelebaran puncak difraksi dapat diekstrak dari f . Ada 2 karakter utama material yang berefek demikian, yaitu ukuran kristal dan reganganmikro (microstrains). Secara prinsip efek keduanya dapat dilihat dari kebergantungan terhadap sudut ukur 2 . Efek yang kedua dapat disebabkan oleh adanya regangan geser (shear strain), dislokasi, atau fault dan analisis rinci untuk itu cukup kompleks. Pada beberapa penelitian yang dilakukan menggunakan metode kopresipitasi dan kalsinasi, seperti yang sebagian hasilnya dilaporkan dalam tulisan ini, diasumsikan bahwa efek kedua tidak ada akibat proses sintesis yang bottom-up. Dengan demikian data difraksi dapat digunakan untuk mengenali apakah material yang diteliti termasuk dalam kategori nanomaterial dan berapa estimasi ukuran kristal material tersebut serta bagaimana distribusinya. Gambar 2 berikut menunjukkan pola difraksi dari beberapa material, yang cara sintesisnya dapat dilihat pada Tabel 1, beserta perkiraan ukuran kristal yang ’dihitung’ menggunakan MAUD. Metode pencocokan profil difraksi seperti pada Rietica, MAUD dan Fullprof menggunakan fungsi profil matematis yang hubungan antar parameter-parameternya dengan parameter fisika di-
dasarkan pada asumsi-asumsi tertentu, sedangkan pemodelan profil menggunakan parameter-parameter fisika secara langsung dalam ’pencocokan’-nya [15, 23]. Pemodelan fisis dapat memberikan informasi mengenai distribusi ukuran kristal memiliki akurasi tinggi terhadap distribusi ukuran butir menurut mikroskopi elektron transmisi (TEM). Kelemahan pemodelan fisis adalah diperlukannya deret Fourier dalam perhitungan yang mengakibatkan lamanya waktu analisis. Sebagai contoh, sebuah pola dengan 8 puncak dapat dianalisis menggunakan prosesor berkecepatan 1 GHz dalam waktu 3 jam [24] untuk satu putaran perhitungan; bandingkan dengan penggunaan pemodelan matematis yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik. Namun demikian, hasil analisis data difraksi dengan cara itu dapat dijadikan sebagai sidikjari dalam menentukan ukuran kristal. Beberapa catatan penting mengenai hal ini antara lain (fungsi profil pseudoVoigt): • Pada spinel, ukuran rata-rata sekitar 2-3 nm ditandai dengan lebar puncak (full-width at half-maximum, FWHM) yang bisa mencapai 3-4◦ 2θ dan dengan bentuk puncak yang super-Lorentzian. • Pada yttria, ukuran rata-rata sekitar 16 nm ditandai dengan lebar puncak sekitar 1,2◦ 2θ dan dengan bentuk puncak yang Lorentzian. • Pada MgO, ukuran rata-rata sekitar 30 nm ditandai dengan lebar puncak sekitar 0,3◦ 2θ dan dengan bentuk puncak kombinasi antara Gaussian dan Lorentzian. Di ukuran yang lebih tinggi, misalnya 100 nm (Gambar 2 bawah), lebar puncak adalah 0,1◦ 2θ . Perlu dicatat bahwa nominal pelebaran puncak di atas tidak dikoreksi pelebaran oleh instrumen menurut Persamaan 3 dan radiasi yang digunakan adalah CuKα dengan setting pengukuran rutin yang lazim digunakan di laboratorium penulis. Akurasi perhitungan bisa saja tidak sangat tepat, apalagi asumsi bentuk puncak dan pelebaran yang disebabkan oleh satu kontributor ditemukan tidak tepat untuk beberapa spesimen [9, 23, 24], namun adanya hasil analisis ini setidaknya dapat memberikan gambaran mengenai kisaran ukuran kristal yang sebenarnya. Saat ini penulis sedang melanjutkan riset untuk mengkonfirmasi akurasi hasil analisis tersebut dengan TEM.
3
Suminar Pratapa Material
Pola difraksi sinar -x
Distribusi ukuran kristal
Frekuensi
Spinel
0.0
50.0
100.
150.
200.
Ukuran Kristal, D (angstrom)
Frekuensi
Y2O3
0.0
250.
500.
750.
1000
Ukuran Kristal, D (angstrom)
MgO Frekuensi
(500 C)
0.0
500.
1000
1500
2000
Ukuran Kristal, D (angstrom)
MgO Frekuensi
(1200 C)
0.0
1500
3000
4500
6000
Ukuran Kristal, D (angstrom)
Gambar 2: Pola difraksi sinar-x (radiasi CuKα, difraktometer sinar-x laboratorium dengan sistem optik Bragg-Brentano) beberapa oksida (lihat Tabel 1) dan estimasi distribusi ukuran kristal hasil analisis dengan MAUD. Perhatikan kesamaan skala 2θ untuk pola difraksi dan perbedaan skala untuk ukuran kristal. Pola difraksi sinar-x dapat dijadikan sidikjari untuk estimasi ukuran kristal.
4 Tabel 1: Beberapa oksida yang dihasilkan dengan proses kopresipitasi dan menghasilkan pola difraksi dan estimasi ukuran kristal seperti pada Gambar 2.
Spinel MgAl2 O4
Bahan dasar Serbuk Al dan Mg
Y2 O3
Y2 O3
Periklas MgO
Mg
Material
4
Media kopresipitasi HCl dan NH4 OH HNO3 dan NH4 OH HNO3 , H2 O dan NH4 OH
Pustaka [20] [21] [22]
Kesimpulan
Beberapa kemajuan dalam teori difraksi menjadikan data difraksi dapat dimanfaatkan untuk estimasi ukuran kristal, terutama untuk nanomaterial dengan ukuran isotropik. Dengan demikian data difraksi sinar-x, terutama dapat dijadikan sebagai sidikjari untuk memperkirakan ukuran kristal. Analisis lebih lanjut memberikan pola distribusi ukuran itu. Meskipun demikian, masih diperlukan upaya untuk memverifikasi akurasi hasil analisis data difraksi itu dengan ukuran menurut TEM.
Difraksi Sinar-X untuk Sidikjari dalam Analisis Nanostruktur
Daftar Pustaka [1] A. Guinier, X-ray diffraction in crystals, imperfect crystals and amorphous bodies, San Francisco (1963) 378 . [2] L. Bragg, D. Phillips, and H.S. Lipson, The development of x-ray analysis, Bell, London (1975) 270. [3] D. Balzar et al., ”Size-strain line-broadening analysis of the ceria round-robin sample”, J. Appl. Crystallogr., 37 (2004) 911-924. [4] M. Leoni et al., ”X-ray Diffraction Methodology for the Microstructural Analysis of Nanocrystalline Powders: Application to Cerium Oxide”, J. Am. Ceram. Soc., 87 (2004) 1133-1140. [5] M. Leoni and P. Scardi, ”Nanocrystalline domain size distributions from powder diffraction data”, J. Appl. Crystallogr., 37 (2004) 629-634. [6] P. Scherrer, Nachr. Ges. Wiss. Gottingen, 2 (1918) 98-100. [7] P. Scardi, Microstructural Properties: Lattice Defects and Domain Size Effects, in Powder Diffraction. Theory and Practice, R.E. Dinnebier and S.J.L. Billinge, Editors, RSC Publishing, Cambridge, (2008) 376-413. [8] P. Scardi and M. Leoni, Featuring ICDD PDF4+/DDView+ 2008: Applications to Nanomaterials, ICDD, Warsaw, Poland (2008). [9] J.I. Langford, D. Louer, and P. Scardi, ”Effect of a crystallite size distribution on x-ray diffraction line profiles and whole-powder-pattern fitting”, J. Appl. Crystallogr., 33 (2000) 964-974. [10] R.A. Young and A. Sakhtivel, ”Bimodal distributions of profile-broadening effects in Rietveld refinement”, J. Appl. Crystallogr., 21 (1988) 416-425. [11] B.A. Hunter, ”Rietica”, Newsletter of International Union of Crystallography, Commission on Powder Diffraction, Sydney, (1998) 21.
[14] Y.H. Dong and P. Scardi, ”MarqX: a new program for whole-powder-pattern fitting”, J. Appl. Crystallogr., 33 (2000) 184-189. [15] P. Scardi and M. Leoni, ”Whole powder pattern modelling”, Acta Crystallogr., A58 (2002) 190-200. [16] H.M. Rietveld, ”Line profiles of neutron powder diffraction peaks for structure refinement”, Acta Crystallogr., 22 (1967) 151-152. [17] H.M. Rietveld, ”A profile refinement method for nuclear and magnetic structures”,. J. Applied Crystallogr., 2 (1969) 65-71. [18] M. Ahtee et al., ”Voigtian as profile shape function in rietveld refinement”, J. Appl. Crystallogr., 17 (1984) 352-357. [19] S. Pratapa, B.H. O’Connor, and B. Hunter, ”A comparative study of single-line and Rietveld strainsize evaluation procedures using MgO ceramics”, J. Appl. Crystallogr., 35 (2002) 155-162. [20] Y.A.S. Insany and S. Pratapa, ”Karakterisasi Mikrostruktur Nanokristal Spinel-MgAl2 O4 Hasil Penggilingan”, dipresentasikan pada Seminar Nasional Pascasarjana IX ITS, Surabaya (2009). [21] L. Susanti and S. Pratapa, ”Perbandingan Penghalusan Pola Difraksi Sinar-X Menggunakan Perangkat Lunak Rietica Dan Maud: Kasus Serbuk Yttria Nanokristal”, dipresentasikan pada Seminar Fisika dan Aplikasinya 2009, ITS Surabaya (2009). [22] Z. Afiati, S. Pratapa, and L. Atmaja, ”X-ray Diffraction Analysis of Brucite and Periclase Nanopowders Synthesised using Co-precipitation Method”, presented in International Conference in Materials and Metallurgical Technology 2009 (ICOMMET 2009), ITS Surabaya (2009).
[12] L. Lutteroti, MAUD: Material Analysis using Diffraction, (2006) [cited 2009, 5 March 2009]; Available from: http://www.ing.unitn.it/ maud.
[23] P. Scardi, M. Leoni, and R. Delhez, ”Line broadening analysis using integral breadth methods: a critical review”, J. Appl. Crystallogr., 37 (2004) 381390.
[13] J. Rodriguez-Carvajal, ”Recent Developments of the program FULLPROF”, Commission on Powder Diffraction Newsletter IUCr, (2001) 12-19.
[24] P. Scardi and M. Leoni, ”Line profile analysis: pattern modelling versus profile fitting”, J. Appl. Crystallogr., 39 (2006) 24-31. 5