Dietary iron intake and blood donations in relation to risk of type 2diabetes in men: a prospective cohort study Cohort Study ( Prospectively )
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 A.2: 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1. NUR AFIFAH DWI P ( 105070300111026 ) MEILINA SARI ( 105070300111027 ) MELISA PURNAMASARI A. ( 105070300111028 ) ELITA DEVI PUSPITA N. ( 105070300111029 ) YENY KUSUMA WARDHANI ( 105070300111030 ) RIZHAL YAHYA ( 105070300111031 ) OLGA LONA M.W. ( 105070300111032 ) ELZA PUSPITA ( 105070300111033 )
Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2011
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Judul artikel jurnal Dietary iron intake and blood donations in relation to risk of type 2 diabetes in men: a prospective cohort study 2.2 Pengarang Rui Jiang, Jing Ma, Alberto Ascherio, Meir J Stampfer, Walter C Willett, and Frank B Hu. 2.3 Nama penerbit jurnal American Jurnal Clinical Nutrition 2.4 Nomor edisi penerbitan dan nama penerbit jurnal 2004; 79:70 -5. Dicetak di Amerika Serikat. © 2004 American Jurnal Clinical Nutrition 2.5 Tujuan Penelitian Peneliti berupaya untuk memeriksa sumbangan zat besi dan asupan darah sehubungan dengan insiden diabetes tipe 2. 2.6
Hipotesis Peneliti mengikuti pria berusia 40-75 tahun yang berpartisipasi dalam ikut dalam Health Professionals-up Study, yang bebas dari diabetes, penyakit kardiovaskuler, dan kanker pada tahun 1986, dan disediakan makanan data (n=38.394). Dari mereka, 33 541 juga disediakan sejarah donor darah selama 30 tahun terakhir pada tahun 1992. Hasil: Selama 12 tahun dari tindak lanjut,peneliti memastikan 1168 kasus baru diabetes tipe 2. Setelah penyesuaian untuk usia, indeks massa tubuh, dan faktor resiko diabetes lainnya, konsumsi besi total tidak dikaitkan dengan resiko diabetes tipe 2. Konsumsi dari total [besi heme multivarian risiko relatif (RR) untuk kuintil ekstrim: 1,28, 95% CI: 1,02, 1,61; P untuk tren = 0,045] dan besi heme dari daging merah
(RR: 1,63; 1,26, 2.10, P untuk trend = 0,001) dikaitkan
dengan
peningkatan risiko. Namun asupan heme zat besi dari sumber lain selain daging merah tidak berhubungan dengan risiko diabetes (RR: 0,99, 0,81, 1,22). Tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan antara donor darah dan resiko diabetes tipe 2. 2
2.7 Rancangan penelitian Penelitian dilakukan dengan cara mengikuti laki-laki yang berusia antara 40-75 tahun yang berpartisipasi dalam “Professionals’ Follow-up Study” yang bebas dari diabetes, penyakit jantung, dan kanker pada tahun 1986. Dari 38.394 pasien, 33.541 pasien juga memiliki riwayat donor darah selama 30 tahun terakhir di tahun 1992. Setelah 12 tahun mengikuti, terdapat 1.168 kasus mengenai diabetes tipe 2. Setelah dibagi berdasar umur, BBI dan factor resiko lain penunjang diabetes tipe 2, total pemasukan zat besi kedalam tubuh tidak meningkatkan factor resiko dari diabetes tipe 2, namun total pemasukan heme dapat meningkatkan factor resiko diabetes tipe 2. Peningkatan factor resiko juga tidak ditemukan dengan hubungan antara donor darah dan diabetes tipe 2. Dan dapat diketahui bahwa pemasukan heme dari daging merah dapat meningkatkan factor resiko dari diabetes tipe 2, sedangkan pemasukan heme dari selain daging merah tidak meningkatkan factor resiko diabetes tipe 2. Penelitian dilakukan dengan beberapa metode yaitu, Health Professionals’ Follow-up, dietary assessment, assessment of blood donations, dan pengukuran nondietary factor resiko diabetes tipe 2. 2.8 Exposure/paparan Exposure atau paparan dari jurnal ini adalah orang laki-laki yang berusia antara 40-75 tahun yang mendapat total intake heme yang berasal dari daging merah dan memilki factor resiko diabetes tipe 2. 2.9 Outcome Outcome dari dalam jurnal ini adalah orang laki-laki yang berusia diantara 40-75 tahun yang dikonfirmasi mengalami diabetes tipe 2 apabila mereka menemukan paling tidak salah satu dari criteria/tanda/gejala diabetes tipe 2 seperti mengalami salah satu dari gejala klasik diabetes seperti poliuri, polivagi, polidipsi, turunnya berat badan, atau koma dan kadar gula dalam darah saat berpuasa > 140 mg/dL (7.8 mmol/L) atau kadar gula dalam darah sesaat > 200 mg/dL (11.1 mmol/L) ataupun mendapatkan perawatan untuk pengobatan hipoglikemik. 2.10 Siapa populasi dan sampel penelitian
3
Pria berusia 40-75 tahun yang berpartisipasi dalam ikut dalam Health Professionalsup Study, yang bebas dari diabetes, penyakit kardiovaskuler, dan kanker pada tahun 1986. 2.11 Cara pemilihan sampel penelitian Penelitian dilakukan dengan cara mengikuti laki-laki yang berusia antara 40-75 tahun yang berpartisipasi dalam “Professionals’ Follow-up Study” yang bebas dari diabetes, penyakit jantung, dan kanker pada tahun 1986. Dari 38.394 pasien, 33.541 pasien memiliki riwayat donor darah selama 30 tahun terakhir di tahun 1992. Setelah 12 tahun mengikuti, terdapat 1.168 kasus mengenai diabetes tipe 2. Kemudian peneliti mengirim kuesioner tentang riwayat kesehatan, diet, dan faktor risiko potensial lainnya untuk penyakit utama ke 50 negara bagian di Amerika Serikat. Peneliti mengeculikan pria dengan riwayat diabetes, penyakit kardiovaskular (angina, koroner bypass atau angioplasti, infark miokard, dan stroke), atau
kanker (kecuali kanker kulit
nonmelanoma) pada awal karena diagnosis kondisi ini dapat menyebabkan perubahan dalam diet dan gaya hidup. Setelah pengecualian, didapat 38 394 peserta tetap. 2.12 Apakah ada kelompok perlakuan jika ada jelaskan gambaran perlakuan (treatment) dan bagaimana penentuan responden pada kelompok perlakuan dan control. Jawab : tidak ada 2.13 Jelaskan rumus mengukur besar sampel dari rancangan penelitian yang dipilih. Sampel terdiri dari laki – laki berumur 40 – 75 tahun yang mengikuti pembelajaran The Health Professionals’ Follow-up Study dimana bebas dari diabetes, penyakit kardiovasculer, dan kanker pada 1986. (The Health Professionals’ Follow – up Study didesain investigasi prospektif untuk belajar pada etiologi penyakit jantung, kanker, dan penyakit lain. Pada tahun 1986, 51.529
kesehatan laki-laki profesional yang pada usia 40 – 75 tahun dan dari semua 50 negara bagian menyelesaikan kuesioner dikirimkan rinci tentang riwayat kesehatan, diet, dan faktor risiko potensial lainnya untuk penyakit utama.)
2.14 Jelaskan pengukuran dari exposure pada penelitian tersebut Peserta melaporkan berat badan mereka, merokok, dan aktivitas fisik setiap waktu luang selama 2 tahun sebagai tindak lanjut tersebut. Koefisien korelasi antara berat badan yang dilaporkan sendiri dan berat diukur sebesar 0,96. Aktivitas fisik (dalam metabolisme H setara / minggu) dilaporkan dihabiskan untuk waktu melakukan berbagai kegiatan (aktivitas masing-masing tertimbang dengan tingkat intensitas) 4
(20). Validitas selfreported aktivitas fisik dalam kohort ini dilaporkan sebelumnya. Pada tahun
1987
dan
1990,
para
peserta
juga
memberikan
informasi
tentang sejarah diabetes dalam keluarga mereka pada tingkat pertama. 2.15 Jelaskan pengukuran dari outcome pada penelitian tersebut Peneliti mengirimkan kuesioner tambahan tentang diabetes gejala, tes diagnostik, dan perawatan untuk semua peserta yang melaporkan diagnosis diabetes pada setiap dua tahunan sebagai tindak lanjut kuesioner pertama. kasus diabetes dikonfirmasi dan didokumentasikan menggunakan kuesioner tambahan. Subjek yang dikonfirmasi memiliki diabetes setidaknya memiliki satu dari kriteria berikut, gejala klasik diabetes seperti poliuri, polivagi, polidipsi, turunnya berat badan, atau koma dan kadar gula dalam darah saat berpuasa > 140 mg/dL (7.8 mmol/L) atau kadar gula dalam darah sesaat > 200 mg/dL (11.1 mmol/L) ataupun mendapatkan perawatan untuk pengobatan hipoglikemik. Hasilnya dari 71 orang diklasifikasikan sebagai memiliki diabetes tipe 2 menurut informasi yang dilaporkan atas kuesioner tambahan 2.16 jelaskan counfounding factor dari penelitian tersebut Peneliti mengecualikan pria dengan riwayat diabetes, penyakit kardiovaskular (angina, koroner bypass atau angioplasti, infark miokard, dan stroke), atau kanker (kecuali kanker kulit nonmelanoma) pada awal karena diagnosis kondisi ini dapat menyebabkan perubahan dalam diet dan gaya hidup. 2.17 Bagaimana cara peneliti mengendalikan counfounding factor Setiap peserta memberikan follow up waktu dari tanggal mengembalikan kuesioner 1986 (dalam analisis asosiasi antara asupan besi dan kejadian diabetes) atau kuesioner 1992 (dalam analisis hubungan antara darah sumbangan dan diabetes kejadian) dengan tanggal diagnosis pertama. Untuk mengurangi variasi dalam subyek dan jangka panjang asupan
makanan,
peneliti
menggunakan
ulang
ukuran
diet
dalam
analisis. Dalam analisis, kejadian diabetes tipe 2 adalah terkait dengan asupan besi kumulatif rata-rata dari semua tersedia kuesioner sampai awal setiap interval 2 tahun. Selain itu peneliti berhenti memperbarui diet asupan bagi pria yang kemudian terkene penyakit kardiovaskuler karena perubahan berikutnya dalam diet dapat mengacaukan hubungan antara diet dan diabetes. 2.18 Sebutkan jenis bias dan atau error yang ada dalam penelitian tersebut Dalam penelitian tersebut jenis error yang terjadi adalah measurment error. 2.19 Bagaimana cara peneliti meningkatkan validitas dan reliabilitas dari data 5
Cara peneliti untuk meningkatkan validitas adalah dengan cara mengkalibrasi alat-alat yang digunakan, menggunakan metode yang telah teruji berdasarkan gold standart, Cara peneliti untuk meningkatkan reliabilitas adalah dengan cara memberikan pelatihan kepada pengukur atau memilih seorang pengukur yang sudah berpengalaman, melakukan pengukuran lebih dari sekali serta dengan menggunakan prosedur yang standart. 2.20 Jelaskan hasil analysis dan interpretasi data Resiko dari diabetes tipe 2 memiliki risiko 2,11 lebih tinggi untuk orang yang memiliki pemasukan iron yang tinggi dibandingkan yang memiliki pemasukan iron rendah Laki-laki yang tidak pernah mendonorkan darah memiliki relative risk dari diabetes tipe 2 1.23 (95% CI: 0.87, 1.75; P for trend = 0.19) dan multivariate relative risk of 1.12 (95% CI: 0.78, 1.61; P for trend = 0.70) . Resiko dari diabetes tipe 2 memiliki risiko 1, 23 lebih tinggi untuk orang yang tidak pernah mendonorkan darah dibandingkan yang pernah melakukan donor darah 2.21 Menurut Saudara apa kelemahan dari penelitian ini Menggunakan metode cohor memiliki kelemahan sebagai berikut a.
Tidak efisian dan praktis untuk mempelajari penyakit yang langka kecuali sampel
b. c. d.
sangat besar. Paparan pada kelompok terpapar cukup tinggi. Membutuhkan biaya yang mahal di dalam melakukan penelitian. Kehilangan subyek menjadi masalah yang menggangu validitas. Tidak cocok untuk merumuskan hipotesis tentang faktor etiologi lainnya karena
e.
faktor penelitian telah ditentukan. Follow-up jangka lama.
6