DIARE SEBAGAI GANGGUAN BUATAN Yekti Mumpuni* Didi Aryono Budiyono** *
Dokter umum, Peserta PPDS I Ilmu Kedokteran Jiwa Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya **
Psikiater (Konsultan), Staf pengajar Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
1. Pendahuluan Gangguan buatan secara umum merupakan gangguan yang tanda atau gejala penyakitnya secara sengaja dibuat atau dipalsukan oleh individu yang mengalami. Pasien dengan gangguan buatan menstimulasi, menginduksi, atau membesar besarkan suatu kondisi penyakit, tidak jarang melakukan tindakan yang menyebabkan nyeri, perubahan bentuk, bahkan luka yang mengancam nyawa, yang dilakukan pada diri sendiri ataupun orang orang yang berada dalam pengasuhannya. Tujuan dari gangguan buatan ini untuk mendapatkan perhatian dan dukungan emosional dengan cara memainkan peran sebagai orang sakit. Dalam sebuah studi dilaporkan insiden gangguan buatan diperkirakan 0,6% sampai 1,3% dari semua penderita yang masuk ke rumah sakit. Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak berbentuk atau dalam konsistensi cair dengan frekwensi yang meningkat. Disebut diare kronis jika durasi lebih dari 4 minggu. Di USA prevalensinya berkisar antara 2% - 7%. Diare kronis lebih rumit baik diagnosis maupun terapinya. Bahkan dilaporkan sekitar 20% diare kronik tetap tidak dapat diketahui penyebabnya walaupun telah dilakukan pemeriksaan intensif selama 2 hingga 6 tahun. Gangguan buatan “diare” adalah gangguan yang sengaja ditimbulkan sendiri oleh penderita. Kunci diagnosisnya adalah adanya kecurigaan dari hasil tes laboratorium terhadap feces dan urine penderita. Karena gangguan buatan diare ini jarang dan tes yang digunakan untuk mengevaluasi diare kronis cukup invasif dan mahal, maka perlu diadakan serangkaian studi dasar untuk mengevaluasi diare tersebut. Diare buatan biasanya disebabkan pemakaian pencahar, atau panambahan urine atau air pada spesimen feses secara sengaja dan merupakan penyebab umum diare kronis dinegara barat, dengan angka kejadian mencapai 15%.
Seringkali penderita diare buatan bekerja di sistem perawatan kesehatan dan pada umumnya adalah perempuan, namun dalam beberapa studi terbaru dikatakan bahwa 40% dari penderita tersebut adalah laki-laki
2. Tujuan Penulisan Memberikan gambaran mengenai gangguan buatan terutama yang berhubungan dengan keluhan diare kronis yang sering dijumpai di masyarakat dan juga untuk meningkatkan kerja sama bagian psikiatri dengan bagian yang lain.
3. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dari berbagai literatur
4. Diskusi Gangguan Buatan Diagnosis gangguan buatan dengan predominan tanda dan gejala fisik ditegakkan jika ada bukti nyata bahwa penderita sengaja memproduksi atau menimbulkan tanda dan gejala fisik. Gejala buatan dengan predominan gejala fisik dapat (1) dibuat, misalnya memberikan riwayat palsu mengenai kanker; (2) dipalsukan, misalnya dengan memalsukan gejala nyeri atau kejang; (3) diinduksi, secara aktif membuat gejala melalui penyuntikan atau memakan obat obatan tertentu; (4) diperburuk, seperti memanipulasi luka sehingga tidak segera sembuh (Agiananda F& Kusumaningrum P, 2010). Subtipe dari gangguan buatan adalah sindrom Munchausen. Sindrom Munchausen menggambarkan bentuk gangguan buatan yang kronis dan lebih parah. Pada sindrom Munchausen, pasien memanipulasi tubuh mereka dengan cara menginduksi penyakit fisik atau cedera dalam upaya mendapatkan perawatan medis. Ketika penipuan penderita terungkap, mereka memainkan peran di rumah sakit lain dikota yang sama atau kota yang lain (mengembara). Sindrom Munchausen juga memiliki ciri adanya pseudologia fantastica, yaitu mengatakan kebohongan besar mengenai riwayat pendidikannya, riwayat masa lalu, riwayat sosial, riwayat sakitnya dan sebagainya(Feldman MD et al, 2001). Etiologi dan pathogenesis gangguan buatan yaitu:
1. Faktor Biologi Beberapa penelitian menduga bahwa disfungsi otak memberikan kontribusi terhadap munculnya gangguan buatan (Sadock&Sadock, 2007). 2. Faktor Psikososial Faktor kepribadian seperti antisosial, histrionik atau borderline banyak dimiliki oleh penderita gangguan buatan dan juga adanya riwayat gangguan emosional pada masa kanak(Steel RM, 2009). Ada berbagai penyebab gangguan buatan. Sejumlah proses psikodinamik telah diusulkan, yaitu:
Gangguan buatan dikatakan sebagai upaya untuk mencapai kontrol dan penguasaan dengan cara dihasilkannya produksi gejala
Masokisme
Displacement dari kemarahan terhadap caregiver melalui gejala yang ditimbulkan
Sebuah pertahanan terhadap rasa kehilangan
atau sebagai pengganti untuk "objek hilang," pada kasus-kasus gangguan buatan biasanya dari tahap yang relatif awal dari kehidupan (Maldonado, 2002)
Bila dilakukan pencarian barang barang dikamar penderita, maka akan ditemukan bukti misalnya adanya obat obatan
atau jarum suntik, yang membuktikan bahwa
penderita menginduksi sendiri penyakit yang dideritanya.(Maldonado, 2002) Diagnosis banding gangguan buatan adalah: 1. Gangguan Somatoform Berdasarkan DSM IV-TR, gambaran umum dari gangguan somatoform adalah adanya berbagai keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik dan gejala yang timbul bukan suatu ketergantungan obat obatan atau gangguan mental lainnya. Berbeda dengan gangguan buatan, kondisi ini muncul karena mekanisme alam bawah sadar dan tidak dapat dikendalikan. (Maldonado, 2002) 2. Malingering
Malingering merupakan tindakan dengan cara membuat gejala baik fisik maupun psikis secara berlebihan yang dimotivasi oleh dorongan external. Seringkali malingering sulit dibedakan dengan gangguan buatan. Karena mekanisme pembentukan gejala kedua gangguan tersebut disadari, dan klinisi melihat keduanya sebagai tindakan pemalsuan dengan hasil laboratorium yang tidak sesuai dengan gejala yang ada. Perbedaan utama antara gangguan buatan dan malingering bergantung pada motivasi dalam menghasilkan gejala. Orang yang memalsukan gejala, bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sekunder yang nyata, sedangkan pada kasus gangguan buatan tujuan utama dari produksi gejala berada pada peran sakit (Maldonado JR, 2002).
Gangguan buatan sulit disembuhkan, dan tidak ada pengobatan khusus yang efektif. Kebanyakan penderita dengan gangguan buatan akan menolak perawatan psikiatris (Kay J, 2008) . Langkah pertama pengobatan gangguan buatan adalah mengenali gejala, atau paling tidak menaruh kecurigaan terhadap gejala yang ada. Bila ada kecurigaan adanya gangguan buatan, maka harus melibatkan bagian psikiatri. Langkah penting yang harus dilakukan adalah melihat secara teliti rekam medis penderita dan kemudian meningkatkan komunikasi antar bagian yang terlibat. Meskipun masih merupakan suatu kecurigaan atau sudah merupakan sebuah diagnosis pasti, pendekatan terhadap penderita harus diubah menjadi pendekatan psikis terhadap masalah yang sedang dihadapi penderita saat ini dan harus menghindari munculnya masalah baru. (Maldonado, 2002) Tatalaksana kasus gangguan buatan dahulu menggunakan pendekatan secara konfrontasi. Saat dokter menemukan adanya penipuan maka dokter tersebut akan langsung mengkonfrontasi pasiennya bahkan kadang dengan cara yang kasar. Cara yang demikian kurang bisa mengubah perilaku penderita, mungkin penderita justru akan memperparah penyakitnya, dan akan mendatangi dokter yang lain untuk mempertahankan peran sakitnya. (Feldman MD et al, 2001) Pendekatan klinis kemudian berkembang menjadi suatu pendekatan di mana penderita dihadapi dengan cara yang tidak agresif dan tidak dihakimi. Tetapi sikap ini memungkinkan penderita untuk mempertahankan peran sakitnya. Agar bentuk pendekatan nonkonfrontasi ini
berhasil, maka harus diberikan sebuah jalan keluar yang rasional kepada penderita agar penderita bisa “pulih” dari penyakitnya. Misalnya dengan cara mengajarkan pasien untuk melakukan hipnosis sendiri dengan mengatakan bahwa hipnosis akan membantu mengurangi “sakit” yang dirasakan penderita saat ini. Cara ini sebenarnya lebih bermanfaat untuk penderita dalam mengurangi perilaku “factitious” nya tanpa penderita merasa malu. Tujuan utama dalam pengobatan harus disederhanakan lagi, dan setiap keberhasilan yang sekecil apapun harus diberikan penghargaan dan tetap memberikan semangat kepada penderita. Langkah yang sama juga dianjurkan kepada keluarga, saudara dan teman dekatnya(Feldman MD et al, 2001)
Diare Kronik Sebagai Gangguan Buatan Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis ini yaitu: 1. Adanya kecurigaan dan didapatkannya tes urine dan feces dengan mudah. Pasien bisanya memiliki hasil pemeriksaan terdahulu sehubungan dengan keluhannya yang mungkin sebelumnya telah dilihat oleh banyak dokter. Evaluasi dini akan mencegah pemeriksaan yang lebih invasif. 2. Petunjuk adanya penggunaan pencahar secara diam diam merupakan bukti berkurangnya cairan dan berubahnya profil biokimia.(Roberson EN&Wald A, 2011) Karakteristik Diare buatan yaitu: 1. Diare Osmotik Diare Osmotik ditandai dengan perbedaan osmotik. Senyawa magnesium yang ada pada obat obat yang dijual bebas seringkali merupakan penyebab yang umum terjadi pada diare buatan. Kadar magnesium
biasanya
lebih
dari
100mmol/L.
Sebagai
catatan,
magnesium lebih mudah larut pada pH asam sehingga konsentrasi magnesium menjadi tinggi dalam sampel tinja yang belum disimpan dengan benar atau dianalisis secara tepat waktu. 2. Non gap Diarrhea Osmolalitas feses akan normal pada diare akibat obat pencahar dengan perbedaan osmolar rendah dan natrium tinggi. Antrakuinon dan bisacodyl biasanya digunakan sebagai obat pencahar yang menyebabkan diare non-gap. Pencahar antrakuinon digunakan oleh sekitar 50% pasien dengan diare buatan. Semua sediaan obat antrakuinon yang dijual bebas
saat ini mengandung senna. Metabolit dari antrakuinon terutama terdiri dari rhein, dapat dideteksi dalam urin sampai kira-kira 32 jam setelah konsumsi. Pencahar lainnya terutama yang mengandung
bisacodyl dan natrium picosulfate.
Bisacodyl dapat ditemukan dalam urin hingga 52 jam setelah konsumsi. Perhatian khusus dalam evaluasi diare buatan adalah laporan tingkat positif palsu yang tinggi dengan uji kromatografi. Tes semacam ini harus ditafsirkan dengan hati-hati sebelum menghadapi pasien dengan penyalahgunaan pencahar secara diam-diam. 3. Dilutional Diarrhea Osmolalitas feses tidak pernah lebih rendah dari plasma, osmolalitas rendah hanya dapat dihasilkan dengan menambahkan larutan hipotonik ke spesimen feses. Dalam situasi ini, harus dipastikan oleh penguji di laboratorium bahwa tidak ada penambahan air ke dalam feses. Bahan yang paling sering digunakan oleh pasien adalah memasukkan urin dan air kedalam feses. Osmolalitas feses yang sangat tinggi (lebih besar dari 600 mmol / kg) dapat menjadi petunjuk bahwa feses diencerkan dengan hipertonik solusi. Osmolalitas kurang dari 600mmol / kg sering menunjukkan penyimpanan lama dan telah terjadi kerusakan karbohidrat.(Roberson EN&Wald A, 2011)
5. Kesimpulan Gangguan buatan adalah gangguan yang tanda atau gejala penyakitnya secara sengaja dibuat atau dipalsukan oleh individu yang mengalami. Gangguan buatan “diare” terjadi pada pasien yang diduga memiliki riwayat penyakit psikiatrik dan dengan atau tanpa riwayat penyakit diare sebelumnya. Penyebabnya dapat berupa infeksi intestinal atau penggunaan yang salah terhadap pencahar. Pasien ini umumnya wanita dengan diare kronik berat. Diagnosis gangguan buatan “diare” diketahui dengan cara pemeriksaan urin dan feses, serta adanya kecurigaan penggunaan pencahar. Penderita biasanya memiliki riwayat pernah mengalami peristiwa yang traumatik dan sering dirawat inap dirumah sakit saat masih kanak kanak. Berbeda dengan malingering dan gangguan somatoform, gangguan buatan memiliki motivasi yang berasal dari alam bawah sadar untuk mendapatkan perhatian dengan cara yang disadarinya. Penatalaksanaan dengan cara non konfrontasi atau konfrontasi suportif, agar pasien tidak merasa malu dengan apa yang telah dilakukannya serta bersedia menerima terapi psikiatri.
DAFTAR PUSTAKA
AGA.1996. American Gastroenterological Association Medical Position Statement: Guidelines for the Evaluation and Management of Chronic Diarrhe. Gastroenterology.vol 116 no 6. Agiananda F&Kusumaningrum.2010. Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Buatan. FKUI. Jakarta Andrew. 2011. Conversion Disorder vs Factitious Disorder vs Malingering, http://shortwhitecoats.com/2011/conversion-vs-factitious-disorder-vsmalingering. diunduh pada tanggal 25 September 2013 Bosch AF. 2003. A Patient with a Diagnosis “Factitious Disorder”a Phenomenological Investigation, Department of Psycology. Faculty of Humanities University of Petroria Eisendrath SJ. 1994. Topics in Primary Care Medicine: Factitious Physical Disorders. West Journal Medicine 160: p 177-179 Eisendrath SJ. 1996. When Munchausen Becomes Malingering: Factitious Disorders That Penetrate the Legal System, Bulletin American Academic of Psychiatry Law. Vol. 24, No. 4 Foldman MD et al. 2001. Somatoform and Factitious Disorder: Factitious Disorder. American Psychiatric Publishing inc. London First&Tasman. 2004. DSM-IV-TR Mental Disorders: Diagnosis, Etiology and Treatment. John Wiley&Sons. England Jaghab K et al. 2006. Munchausen’s Syndrome and Other Factitious Disorders in Children Case Series and Literature Review. Department of Psychiatry. Nassau University Medical Center. New York
Katz SL et al. 2001. Case Report Factitious Diarrhea: A Case of Watery Deception, Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 33:607–609. Lippincott Williams & Wilkins, Inc., Philadelphia Kay J. 2008. Psychiatry Board Review Manual: Factitious Disorder. the American Board of Psychiatry and Neurology. vol 11 part 1 Kenedi CA et al. 2011. Laboratory Diagnosis of Factitious Disorder: a Systematic review of tools Useful in the Diagnosis of Munchausen’s Syndrome, The New Zealand Medical Journal. vol 124 Krahn L et al. 2003. Patients Who Strive to be ill: Factitious Disorder with Physical Symptoms. The American Journal Psychiatry 160: 1163-1168 Maldonado Jr. 2002. When Patients Deceive Doctors: A Review Of Factitious Disorders. American Journal Of Forensic Psychiatry. Volume 23, Issue 2 Roberson EN&Wald A. 2011. Clinical Gastroenterology: Diarrhea Diagnostic and Therapeutic Advances: Factitious Diarrhea. Springer Science and Business Media. Chicago Sadock&Sadock.
2007.
Kaplan&Sadock’s
Synopsis
of
Psychiatry:
Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, New York Savino AC&Fordman JS. 2006. Factitious disease: clinical lessons from case studies at Baylor University Medical Center. Baylor University Medical Center Proceedings Volume 19, Number 3 Steel RM. 2009. Factitious disorder (Munchausen’s syndrome). Journal Royal College of Physicians of Edinburgh 39. p 343-347 Sutadi SM. 2003. Diare Kronik. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatra Utara. Medan Sweetser S. 2012. Evaluating the Patient With Diarrhea: A Case-Based Approach, the Division of Gastroenterology and Hepatology. Mayo Clinic. Rochester, http://dx.doi.org/10.1016/j.mayocp
Wiryani NGP&Wibawa IDN. 2007. Tinjauan Pustaka: Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis. Jurnal Penyakit Dalam vol 8. Bagian/SMF Penyakit Dalam FK Unud, Denpasar Wurtz R. 1998. Psychiatric Disease Presenting as Infectious Diseases. Department of Medicine Northwestern University School of Medicine. Chicago