Membaca Sebagai Terapi Rehabilitasi Bagi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) MENJALANI pendidikan pascasarjana di Taiwan, membuka lebarlebar pengalaman, pemahaman, dan memperdalam ketertarikan saya di bidang kesehatan jiwa. Ini yang saya alami selama menjadi mahasiswa Program Master of Nursing di Taipei Medical University. Clinical practicum yang saya jalani selama enam minggu di Taipei Medical University Hospital membuat saya takjub melihat cara orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) diperlakukan. Bagian paling menarik adalah adanya terapi membaca. Setiap pagi dalam enam hari selama seminggu, ODGJ yang sedang menjalani pengobatan jalan mereka dengan sukarela datang ke Daycare Unit (unit rawat jalan). Setelah bersama melaksanakan senam pagi, para ODGJ berkumpul di satu ruangan kerja. Sembari setengah berebut, mereka memilih satu artikel di koran baru yang terbit hari itu untuk dibaca. Koran itu disediakan oleh perawat ruangan. Setelah dibaca, setiap orang memiliki tugas untuk menuliskan judul atau topik artikel tersebut di papan tulis secara berurutan. Kemudian dibacakan dan dipresentasikan di tengah kelompok terapi tersebut. Sesuai dan dengan tepat waktu, perawat ruangan datang untuk memulai kegiatan membaca di pagi itu. Satu persatu artikel dibacakan bergiliran. Setiap satu artikel selesai dibaca, perawat ruangan dengan tegas dan cekatan membimbing diskusi, mengungkapkan apa yang menjadi pendapatnya dan menanyakan pendapat masing-masing orang dalam kelompok terapi itu, sehingga terciptalah diskusi aktif dan menarik. Meskipun saya hanya dapat memahami dari raut wajah dan emosi
yang terlihat saat masing-masing ODGJ mulai berpendapat mengenai topik yang baru saja disampaikan oleh anggota kelompok yang lain. Setelah semua artikel selesai dibaca, perawat mengajak semua yang hadir untuk memberikan applause, lalu kegiatan itu ditutup dengan ucapan terimakasih untuk setiap orang yang sudah membacakan berita hari ini. Disinilah saya merasa takjub. Di Indonesia, selama lima tahun menempuh pendidikan sarjana keperawatan, saya belum pernah menemukan terapi sederhana namun sangat bermanfaat ini dilaksanakan baik di rumah sakit jiwa (RSJ) baik swasta maupun pemerintah, atau di Dinas Sosial yang juga menampung dan memberikan perawatan dan terapi bagi pasien ODGJ. Tetapi di Taiwan, ODGJ diperlakukan tidak seperti pasien jiwa kebanyakan yang di kucilkan, dianggap tidak tahu menahu, keterbelakangan dan terkungkung dalam pikirannya sendiri. Tujuan dari terapi rehabilitasi bagi pasien jiwa adalah membantu individu dengan kondisi disabled untuk mengembangkan kemampuan emosi, sosial dan intelektual untuk hidup, belajar dan bekerja kembali di kehidupan normal bermasyarakat dengan bantuan beberapa tenaga professional kesehatan. Ada
dua
prinsip
strategis
dalam
pelaksanaan
terapi
rehabilitasi, antara lain individual-centered therapy yang bertujuan mengembangkan kemampuan pasien dengan cara meningkatkan interaksi dengan situasi yang stressful (mengancam). Strategi yang kedua adalah menyediakan sebuah lingkungan yang aman dan mengurangi stressor potensial yang dapat memicu kembali kondisi ketidakstabilan jiwa. Membaca koran dan mendiskusikannya, menjadi sebuah terapi rehabilitatif yang efektif dan efisien serta sesuai dengan tujuan terapi rehabilitasi bagi pasien dengan gangguan jiwa. Tidak perlu memakan waktu lama untuk menyiapkan ide terapi atau mengerjakan proposal terapi, informasi terbaru dan bahan diskusi dapat dengan mudah di dapat melalui koran, perawat sebagai leader memberikan tugas untuk membaca dan menuliskan
topik bacaan di papan tulis, kemudian cukup mendengarkan dan memberikan feedback, serta menciptakan diskusi aktif di tengah kelompok terapi. Secara tidak langsung pasien diajak berfikir, dituntut berani berbicara dan presentasi di tengah kelompok. Kegiatan mengutarakan pendapat dan diskusi aktif sebagai bentuk pengembalian kepercayaan diri, komentar yang keluar dari setiap orang dalam kelompok terapi ini, baik positif maupun negatif memberikan makna. Berita hangat yang disampaikan pun membantu pasien untuk merasakan aktualisasi diri, termasuk sebagai bentuk latihan dan adaptasi dengan kehidupan normal yang harus dijalani pasien ODGJ ketika kembali bermasyarakat dan bertemu dengan keluarganya. Melalui kegiatan rutin membaca ini pula perawat mampu melaksanakan evaluasi terhadap kemampuan mengontrol emosi, interaksi sosial antar-pasien, dan kemampuan intelektual dalam menyampaikan kembali topik berita. Akan tersaring pula siapa saja pasien yang potensial untuk diberikan terapi rehabilitasi tahap lanjut dan dinilai sanggup dipekerjakan sebagai pegawai rumah sakit (beberapa dari pasien bahkan menjadi sekretaris asisten perawat, membantu administrasi dan diberikan pekerjaan sebagai tenaga pembantu harian di rumah sakit, sebagai volunteer). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca menjadi salah satu alternatif solusi terapi rehabilitasi bagi ODGJ yang bermanfaat, berpotensi mengurangi beban negara dalam pembiayaan perawatan dan pengobatan pasien jiwa, serta menunggu untuk diaplikasikan di Indonesia. (*) Rossler Wulf (2006), Psychiatric Rehabilitation Today: An Overview, World Psychiatry, 2006 Oct 5(3): 151-157. (*) Editor: Bambang Bes
Mahasiswa Farmasi Temukan Metode Deteksi Psikotropika Jenis Baru UNAIR NEWS – Di daerah Kalimantan hingga perbatasan Malaysia, tanaman kratom (Mytragina speciosa) tumbuh subur. Kratom biasa digunakan oleh warga setempat untuk sekadar menjadi teman minum teh, dan obat-obatan tradisional. Namun, siapa sangka, tanaman itu justru berpotensi untuk disalahgunakan.
Livia Elsa mahasiswa program studi S-2 Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga (Foto: Istimewa) Adalah Livia Elsa, mahasiswa program studi S-2 Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga yang melakukan uji terhadap bahan yang dimiliki tanaman khas Borneo itu. Hasil uji bahan itu ia tuangkan dalam karya tesisnya yang berjudul
“Pengembangan Metode Isolasi dan Identifikasi Mitragynine dari Daun Kratom”. Salah satu yang melatarbelakangi penelitiannya adalah masih jarangnya peneliti di Indonesia yang tertarik untuk meneliti kandungan senyawa dari daun ini, karena daun kratom masih dianggap sebagai tanaman yang tumbuh liar. “Sudah banyak penelitian sebelumnya di Malaysia dan Thailand. Dalam penelitian itu sudah banyak disebutkan bahwa itu adalah salah satu jenis psikotropika. Saya merasa tertarik karena di Indonesia masih belum banyak meneliti soal itu,” tutur Livia. “Orang-orang sudah banyak menggunakan namun tidak ada semacam perhatian khusus karena dianggap belum ada undang-undang yang melarang. Orang-orang dengan mudah saja menggunakan tanaman itu, yang ternyata efeknya bisa lebih besar daripada narkotika yang sudah dilarang,” imbuhnya. Untuk mendapatkan bahan berupa daun kratom, ia mendapatkan daun dari salah satu penjual di media sosial. Setelah ada wacana peringatan dari pihak yang berwenang, ia mengaku harus membeli dengan harga yang relatif mahal. Daun tersebut diperoleh dari wilayah Kalimantan Barat. Dari daun dan serbuk yang ia peroleh, ia membandingkan kandungan antara bubuk dan daun kratom. Kandungan kratom sudah berbentuk serbuk atau bubuk akan susah dikenali. Ia akhirnya mencari suatu metode untuk menguji kandungan kratom itu. “BNN pun memerlukan metode untuk bisa mendeteksi barang yang ditemukan atau barang bukti. Dapat dipastikan dengan metode yang saya dapatkan ini ada dari daun kratom bukan daun lainnya misalnya daun ganja,” ungkap Livia. Dalam melakukan pengujian, gadis kelahiran Bandung itu menggunakan alat bernama GCMS (Gaschromatography Mass Spectrometry) yang terdapat di Unit Layanan Pengujian, Fakultas Farmasi, UNAIR. Hal itu ia lakukan untuk
mengidentifikasi senyawa mitragynine dalam kratom. “Secara singkatnya, saya mencari suatu metode yang bisa menentukan senyawa mitragynine dalam kratom dengan menggunakan GCMS dengan alat yang paling canggih,” tutur Livia. Guru Besar FF UNAIR sekaligus Direktur ULP Prof. Dr.rer.nat. Mochammad Yuwono, MS., Apt, mengatakan penelitian yang dilakukan oleh Livia tergolong menarik. Sebab, ia telah membuktikan bahwa tanaman kratom itu memang mengandung senyawa mitragynine itu. Prof. Yuwono menambahkan, kandungan senyawa itu memang perlu dibuktikan melalui uji lab. “(Identifikasi) tidak bisa dilakukan oleh orang awam. Secara mikroskopik juga nggak mampu. Nah kelihatannya hasil penelitian itu, menerapkan metode atau caranya untuk mengetahui itu,” terang Prof. Yuwono yang juga menjadi pembimbing tesis Livia. Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Nuri Hermawan
Kerja Keras Faiq Berbuah Predikat Wisudawan Terbaik Pascasarjana UNAIR NEWS – Pentingnya penanganan luka akibat kecelakaan menggunakan balutan luka (wound dressing) menjadi sorotan dalam penelitian tesis Faiq Nadiatul Mardia Asa, MT. Perempuan kelahiran Jember ini memfokuskan penelitian dengan membuat wound dressing untuk penanganan luka derajat sedang hingga berat dengan menggunakan bahan alam, seperti kolagen dari
sisik ikan, alginat dari ganggang laut cokelat, serta ada penambahan nanopartikel perak. Dengan tesisnya yang berjudul “Komposit Kolagen FibrilAlginat-Nanopartikel Perak Sebagai Kandidat Membran Hidrogel Skin Substitute Anti Bakteri” berhasil mengantarkan Faiq menjadi wisudawan terbaik Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, dengan meraih IPK 3,93. “Menjadi wisudawan terbaik ini merupakan reward atas segala kerja keras saat kuliah dan saat mengerjakan tugas akhir. Selalu semangat dan jangan pernah malas untuk terus berusaha, walaupun ada masalah sesulit apapun saat kuliah,” jelas Faiq. Ia menuturkan, bahan penelitian yang digunakan itu memiliki sifat ideal dan dapat dijadikan sebagai bahan balutan luka yang biokompatibel. “Wound dressing ini bersifat biokompatibel, sehingga sangat efektif, aman, dan dapat mempercepat penyembuhan luka. Disamping itu bahan pembuatannya juga bernilai ekonomis sehingga dapat mengurangi wound dressing impor,” tambahnya. Selama menjadi mahasiswa Prodi Teknobiomedik, ia mengaku bahwa penelitiannya harus dilakukan di luar UNAIR. Berkat bantuan dua dosen pembimbingnya, yaitu Dr. Sri Sumarsih., M.Si., dan Andi Hamim Zaidan, M.Si., Ph.D, akhirnya menyelesaikan studinya dua tahun saja.
Faiq
dapat
“Banyak ilmu yang variatif yang saya peroleh dari Teknobiomedik. Prodi ini menampung banyak disiplin ilmu dan bisa dikatakan kompleks. Untuk mendapatkan hasil uji bahan yang valid, saya juga mengujikan penelitian ini ke lab di ITS, Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawijaya,” tuturnya. Perjalanan cukup panjang dalam mendapatkan data, mengajarkan Faiq untuk selalu bersemangat dalam mengerjakan apapun. Sebab ia yakin dengan ridho Tuhan dan orang tua. (*)
Penulis: Disih Sugiarti Editor: Binti Quryatul Masruroh.
Dosen FEB Belajar Memaknai Rejeki dari Tukang Becak UNAIR NEWS – Ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, baik dari alam, atau lingkungan sosial sekitar. Sebagai mahkluk yang berakal, manusia hendaknya bisa menyerap ilmu dari pihak manapun tanpa pandang bulu. Setidaknya, hal itulah yang berusaha ditanamkan oleh para dosen Magister Manajemen (MM), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga. Para dosen itu tengah menyerap ilmu mengenai makna rejeki dari para tukang becak yang biasa mengais rejeki di kawasan Jalan Dharmawangsa, Kampus B UNAIR. Dr. Gancar Candra Premananto, SE.,M.Si., yang menjabat sebagai Direktur Pascasarjana MM UNAIR mengatakan, acara ini merupakan rangkaian kegiatan berbagi dalam rangka peringatan ulang tahun program studi MM FEB UNAIR ke-23. Selain berbagi dengan para tukang becak, sivitas MM FEB UNAIR yang diwadahi dalam kelompok bernama Golden Heart Community juga pernah berbagi bahan pokok, perkakas, dan sejumlah uang kepada anakanak yang tinggal di Kampung Anak Negeri Surabaya. “Ini diselenggarakan dalam rangka ulang tahun MM FEB, perayaan Idul Adha karena masih hari raya Tasyrik, dan aktivitas Golden Heart Community. Golden Heart Community itu terdiri dari dosen, alumni, dan mahasiswa MM FEB UNAIR,” tutur Gancar. Dalam acara yang diselenggarakan di Kantor MM FEB UNAIR, Kamis (15/9), dihadiri sebanyak 20 para tukang becak. Para tukang becak ini diajak untuk makan bersama, salat jemaah, dan
berdiskusi dengan para dosen mengenai konsep rejeki. Memilih tukang becak sebagai sasaran dalam rangka berbagi ilmu bukan tanpa beralasan. Menurut Gancar, profesi tukang becak dihadapkan pada kondisi serba tak menentu mulai dari besaran penghasilan, hingga dampak perkembangan moda transportasi umum yang berbasis teknologi informasi seperti ojek online. Kondisi semacam itu, menurut Gancar, tak ada salahnya bila dosen bisa menambah pengetahuan mengenai rejeki dari sudut pandang tukang becak. Pada sesi diskusi, Gancar melontarkan sejumlah kepada para tukang becak mengenai makna rejeki, menjadi tukang becak, dan kehidupan sehari-hari. penarik becak yang hadir, Majid, mengatakan bahwa
pertanyaan suka duka Salah satu rejeki tak
hanya berbentuk uang maupun penumpang. Bagi pria yang berusia 70 tahun itu, bagian terpenting dalam menjalani hidup adalah menata hati saat mencari rejeki. “Kita nggak bisa mematok rejeki bahwa kita harus dapat segini segitu. Yang penting kita usaha. Saya sebelum menarik becak, ambil air wudhu terlebih dulu. Teman-teman juga saya ajak demikian. Mari kita memperbaiki hati masing-masing karena rejeki tidak hanya dari penumpang,” tutur Majid. Usai berbagi pandang tentang rejeki, para tukang becak lantas diberi siraman rohani mengenai asal usul peringatan Idul Adha dan relevansinya dengan kehidupan sekarang oleh Gancar. Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Pasutri Polisi, Kuliah Bareng S2 Kajian Ilmu Kepolisian UNAIR NEWS – Pasangan suami istri (Pasutri) itu terlihat lantang saat mengucapkan janji mahasiswa. Mereka menjadi pemandu para mahasiswa lain dari program S-2, S-3, pendidikan profesi dan spesialis, yang baru dikukuhkan oleh Rektor UNAIR Kamis pagi, (1/9) di Airlangga Convention Center (ACC). Suara yang terang, sudah barang tentu memudahkan mahasiswa lain yang mengikuti. Iptu Dian Sukma Purwanegara, SIK dan Iptu Dini Annisa Rahmat, SIK, adalah dua orang polisi yang baru mengenyam pendidikan di S-2 Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Pascasarjana. Mereka yang baru menikah pada Desember 2015 lalu itu kompak mendaftar tahun ini. “Kami sama-sama suka belajar. Dan jurusan yang kami pilih sangat tepat untuk memberi wawasan aplikatif pada profesi kami,” ujar Dian, pria yang sehari-hari menjabat sebagai Kanit Pidana Ekonomi Satreskrim Polres Mojokerto itu. Dia mengutarakan, dalam perkuliahan nanti, selain ilmu kepolisian secara umum, dirinya pasti akan dibekali dengan seluk-beluk penyidikan. Topik itu jelas bakal membantu pekerjaannya. Sementara itu, bagi Dini Annisa, pengetahuan tentang aturan hukum bakal sangat membantunya dalam bertugas sebagai tenaga pendidik (Gadik) di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jatim, Mojokerto. Mengapa memilih UNAIR? Mereka menerangkan, selama ini para senior dan atasan di kepolisian Polda Jatim kerap memberi masukan dan rekomendasi tempat kuliah yang tepat. Dan, UNAIR, merupakan kampus yang disebut memiliki track record baik di kepolisian. Para lulusannya, terkenal berpotensi dan berwawasan luas. “Kami pikir, kampus ini memiliki mutu yang
sudah terjamin,” ungkap Dini Annisa. Saat ditanya apakah tidak takut kalau kesibukan kuliah akan mengganggu profesinya sebagai abdi negara di korps baju cokelat, Dini Annisa berdalih, dia dan suami selama ini sudah melatih diri untuk melakukan manajemen waktu sebaik mungkin. Bahkan, imbuh perempun kelahiran 23 Juli 1991 ini, mereka juga tidak takut kalau frekuensi pertemuan bakal terancam. “Yang penting pandai-pandai mengatur saja. Yang juga patut diperhatikan adalah kualitas waktu pertemuan,” urai dia. Mereka makin bersemangat untuk melanjutkan studi karena mendapat dukungan dari atasan. Di Polda Jatim, kata Dian Sukma, para pemimpin di masing-masing satuan selalu memberi support anggota yang ingin mengembangkan diri. Pasutri ini bertekad lulus bareng dan tepat waktu, alias tidak molor. Mereka juga berharap, keputusan untuk melanjutkan studi ini dapat meluaskan jaringan. Baik pada lingkup sesama anggota polisi, maupun di lingkup para akademisi. Jadi, selain bertambah pengetahuan, relasi pertemanan juga makin banyak. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Siap bersaing di ASEAN, Prodi Imunologi Punya Prospek Gemilang UNAIR NEWS – Salah Satu program studi (prodi) yang dimiliki Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga adalah S-2
Imunologi. Di sana, perkuliahan lintas disiplin ilmu disajikan. Para dosen dan mahasiswa pun berasal dari berbagai fakultas maupun departemen. Misalnya, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Keperawatan, Fakutas Kesehatan Masyarakat, Program Studi D-3 Analis Medis, dan lain sebagainya. “Para mahasiswa yang sekarang belajar di prodi itu berasal dari seluruh wilayah nusantara,” kata Wakil Direktur bidang Akademik Sekolah Pascasarjana Prof Dr Anwar Ma’ruf., MKes., drh. “Tahun lalu, kami sudah menerima mahasiswa dari luar negeri. Demikian pula tahun ini,” tambah Ketua Prodi S-2 Imunologi UNAIR dr. Agung Dwi Wahyu Widodo, MSi. Agung menerangkan, di Indonesia tidak ada program studi S-2 yang fokus membahas imunologi dengan berbagai disiplin ilmu. Prodi ini hanya ada di UNAIR. Inilah keunikannya. Di beberapa kampus maupun fakultas, memang ada prodi yang berhubugan dengan imunologi. Namun umumnya, prodi tersebut sekadar membahas parsial terkait ilmu ini. Sedangkan UNAIR, menyuguhkan perkuliahan yang komprehensif dan mendalam tentang imunologi. “Prodi seperti ini ada di beberapa negara ASEAN. Jadi bisa dibilang, persaingan kami sudah di ranah global level ASEAN,” imbuh Agung. Ilmu pengetahuan terus berkembang dan Prodi Imunologi ini lintas bidang, sehingga prospeknya pun begitu gemilang. Karena sasaran pengaplikasian imunologi makin luas, maka itu para mahasiswa dapat dipastikan bakal gampang berkarya di masyarakat. Selama ini, untuk menguatkan kualitas, Prodi Imunologi terus melaksanakan kegiatan akademik di luar perkuliahan. Misalnya, dengan menggelar seminar, konferensi, maupun symposium seperti yang diadakan pada Rabu (3/8) lalu.
Event kaliber nasional bertajuk “Symposium Wound Infection, From Basic to Clinic” itu diminati banyak peserta. Ada sekitar 250 pengunjung dari 200 pengunjung yang ditargetkan. Jumlah ini terdiri dari berbagai daerah di Indonesia. Salah satu makalah yang menjadi perhatian pada symposium tersebut adalah soal zat aktif dalethyn yang berasal dari olive oil alias minyak zaitun. Ditegaskan dalam makalah dr. Agung, zat tersebut dapat membunuh kuman nosocomial. Kuman tersebut kerap menyerang pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Serangan tersebut dapat menyebabkan kematian. Selama ini, untuk “memerangi” kuman itu, sekadar menggunakan antibiotik. (*) Penulis Editor
: Rio F. Rachman : Binti Q. Masruroh
Peserta Simposium Imunologi Membludak, Makalah Dalethyn Jadi Primadona UNAIR NEWS – Prodi Imunologi Sekolah Pascasarjana menggelar gawe kaliber nasional bertajuk “Symposium Wound Infection, From Basic to Clinic”, pada Rabu (3/8) lalu. Peserta acara ini melebihi target panitia. Awalnya, dibatasi hingga 200 penyimak. Namun, di menit-menit akhir, mereka yang datang mencapai 250 orang. “Tidak mungkin kami menolak mereka. Karena, banyak yang dari luar daerah, seperti Madiun, Tulungagung, bahkan Makassar. Mosok tidak diperkenankan masuk? Toh, kapasitas ruang masih mencukupi dan kondusif,” kata Ketua Panitia, dr. Agung Dwi
Wahyu Widodo, MSi. Acara ini merupakan wujud kerjasama Prodi Imunologi dengan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Jawa Timur yang didukung penuh oleh Dermozone. Ada dua sesi dalam event kali ini. Tiap sesi, terdapat dua pemakalah yang mempresentasikan riset. Sesi pertama, bertajuk Wound and Infection Control. Yang menjadi pembicara di sesi ini adalah dr. Agung Dwi Wahyu Widodo dan dr. Ariandi Setiawan, SpB.,Sp.BA. Dengan moderator Prof. Dr. Burhan Hidayat. Sedangkan pada sesi kedua, bertajuk Wound Infection. Narasumbernya adalah dr. Subagyo Adi, Sp.PD dan dr. Lynda Hariani, SpBP dan dimoderatori oleh dr. Agung Dwi Wahyu Widodo. Dalam kesempatan ini, salah satu materi yang disimak yakni, soal zat aktif dalethyn yang berasal dari olive oil alias minyak zaitun. Ditegaskan dalam makalah dr. Agung, zat tersebut dapat membunuh kuman nosocomial. Kuman tersebut kerap menyerang pasien yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Serangan tersebut dapat menyebabkan kematian. Selama ini, “memerangi” kuman itu, dengan menggunakan antibiotik.
untuk
Nah, bertolak dari riset dr. Agung dan tim, diyakini kalau kuman dapat dicegah maupun dibunuh dengan bahan alami. Sehingga, tidak melahirkan resistensi di kemudian hari. Nantinya, akan dilakukan penelitian lanjutan untuk memastikan berapa dosis yang pas untuk anak-anak, hingga bagaimana cara untuk menggenjot efektifitasnya. Sejumlah media massa lokal maupun nasional tertarik untuk melakukan liputan khusus tentang penelitian tersebut. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Target Pascasarjana, 2018 Semua Prodi Terakreditasi A UNAIR NEWS – Sekolah Pascasarjana berupaya terus meningkatkan akreditasi. Hingga saat ini, terdapat dua belas program studi di sana. Satu memiliki akreditasi A, empat akreditasi B, sedangkan tujuh prodi lain yang berakreditasi C, tahun ini melakukan pengajuan ke BAN PT. Tiga dari tujuh prodi yang diajukan tahun ini, diprediksi akan mendapat akreditasi A. Sisanya, diperkirakan mendapat akreditasi B. “Satu prodi yang diajukan tahun ini sudah mendapat keputusan dan akreditasinya B. Jadi, kami tinggal mengurus dan menunggu enam prodi lainnya,” kata Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Prof Dr Anwar Ma’ruf drh M.Kes saat ditemui di ruang kerjanya. Diharapkan, pada tahun depan, semua prodi yang terakreditasi B akan diajukan kembali. Lantas, secara menyeluruh pada 2018, semua prodi akan memiliki akreditasi A. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan ini mengutarakan, akreditasi sebuah program studi menjadi elemen penting saat kampus ingin mempromosikannya. Sebab, calon mahasiswa pasti menjadikannya sebagai bahan pertimbangan. Sejauh ini, kata lelaki asal Bojonegoro tersebut, pengisian borang akreditasi berjalan lancar. Maka itu, pihaknya yakin target yang sudah ditetapkan bisa tercapai. Apalagi, mimpi itu terhitung cukup realistis. Yang menarik, dalam waktu dekat Sekolah Pascasarjana akan mengaktifkan organisasi mahasiswa semacam Badan Eksekutif. Anwar menjelaskan, dalam borang akreditasi, keaktifan mahasiswa dalam kegiatan kampus memiliki nilai tersendiri. Di sisi lain, dia yakin, mahasiswa Pascasarjana juga ingin bersosialisasi melalui organisasi. Maka itu, rencana ini pasti
bakal gayung bersambut. Sudah menjadi tugas bagi pihaknya, memfasilitasi mahasiswa untuk melakukan kegiatan di kampus. Asalkan bermuatan positif, UNAIR pasti bakal mendukung. Teknis pelaksanaannya, akan dijabarkan dalam waktu dekat. “Selama ini kan ada asumsi, kalau sudah jadi mahasiswa S2 dan S3, sudah tidak perlu berorganisasi. Namun, pandangan itu kan bisa saja keliru. Makanya, kami nanti akan membuka peluang berorganisasi bagi para mahasiswa,” kata Anwar. Sekolah Pascasarjana selama ini aktif melakukan aneka kegiatan ekstra untuk meningkatkan kualitas. Misalnya, mengadakan seminar atau konferensi nasional/internasional, kuliah tamu, dan lain sebagainya. (*) Penulis : Rio F. Rachman
Empat Prodi Pascasarjana yang Potensial Dikembangkan UNAIR NEWS – Sekolah Pascasarjana UNAIR memiliki setidaknya dua belas program studi. Secara umum, semua memiliki keunggulan. Artikel ini akan membahas empat program studi terlebih dahulu. Keempatnya, memiliki keunikan dan dianggap potensial untuk dikembangkan. Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Prof Dr drh Anwar Ma’ruf M.Kes menuturkan, prodi S2 manajemen bencana, ilmu forensik, kajian ilmu kepolisian, dan sains ekonomi Islam tergolong potensial untuk dikembangkan. Kebutuhan masyarakat akan ilmu lintas disiplin di prodi-prodi tersebut tergolong tinggi.
Indonesia Laboratorium Bencana Pada 18 Maret lalu, dr Bagus Tjahjono MPH, Ketua Diklat PB Badan Nasional Penanggulangan Bencana, menjadi pembicara dalam kuliah umum tentang manajemen bencana di gedung Sekolah Pascasarjana. Dia menuturkan, Indonesia adalah laboratorium besar untuk melakukan kajian-kajian tentang bencana alam. Tidak hanya orang Indonesia, terdapat banyak orang asing yang datang ke tempat ini untuk belajar. Potensi bencana yang ada di Indonesia, berbanding lurus dengan kebutuhan akan para pakar di bidang manajemen bencana. Wawasan tentang bencana harus disampaikan di semua sekolah, kampus, dan berbagai kesempatan. “Semua orang Indonesia wajib sadar tentang cara penanggulangan bencana,” ungkap dia di hadapan puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas kala itu. Analoginya, mungkin Surabaya bukan termasuk lokasi rawan bencana. Tapi, bukan berarti orang Surabaya tidak akan pergi ke Mentawai atau daerah lain yang memiliki potensi Tsunami. Ilmu Forensik Lintas Sektor Bila ditelaah, kajian ilmu forensik yang dipelajari di Sekolah Pascasarjana tidak hanya berkaitan dengan hal-hal bersifat biologis atau genetik. Tidak sekadar seputar lini medis. Lebih dari itu, ilmu forensik mencakup banyak bidang. Antara lain, antropologi, budaya, bahkan ekonomi. Ya, sektor ekonomi juga tidak luput dari kajian ilmu forensik. Jadi, persoalan fraud dalam perekonomian dapat dilihat dari perspektif ilmu ini. Di samping itu, ilmu forensik juga erat dengan kajian psikologi, hukum, dan lain sebagainya. Jadi, peluang pengembangannya pun nyaris tak terbatas. Penguatan Mutu Anggota Polri Dengan banyaknya tantangan di era perkembangan zaman, aparatur
negara wajib terus membekali diri. Tak terkecuali, mereka yang mengabdi di institusi bhayangkara. Para polisi harus terus berupaya menguatkan kualitasnya. Dengan demikian, pelayanan masyarakat bisa berjalan dengan optimal. Perbaikan mutu yang dimaksud dapat ditempuh melalui penambahan wawasan. Caranya, bisa dengan studi lanjut. Saat ini, begitu banyak polisi potensial di seluruh Indonesia yang haus akan pendidikan. UNAIR sebagai salah satu kampus besar di kawasan Indonesia timur bisa menangkap fenomena zaman tersebut sebagai peluang. Kerjasama yang baik antar kampus Airlangga dengan kepolisian, pasti dapat melahirkan aparat-aparat penegak hukum yang tangguh dan berwibawa. Ekonomi Syariah Berkembang Pesat Pertumbuhan perekonomian syariah tidak bisa ditawar lagi. Bagai jamur di musim hujan, bank-bank berbasis Islam bermunculan. Tak hanya bank, institusi dan mekanisme ekonomi lain berbasis syariah pun hidup dan terus berkembang. Untuk
menjaga
kekonsistenan
dan
orisinalitas
perspektif
kesyariahan itu, diperlukan banyak intelektual muda. Salah satu cara mencetak pemikir ekonomi Islam adalah menyiapkan ruang guna studi lanjut. Maka itu, pantaslah bila S2 Sains Ekonomi Islam dianggap sebagai salah satu prodi yang potensial. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Pascasarjana Pacu Semangat Kebersamaan Semua Prodi UNAIR NEWS – Sekolah Pascasarjana adalah salah satu kekuatan di kampus UNAIR. Di sana terdapat dua belas program studi (Prodi) multi disiplin. Setidaknya, terdapat kombinasi dari sepuluh fakultas yang tersinergi menjadi sentra kajian unik. Misalnya, Prodi S2 Ilmu Forensik. Dalam perkuliahan, tidak melulu membahas tentang seluk beluk kecelakaan atau kriminalitas. Lebih luas dari itu, Ilmu Forensik UNAIR juga menelaah ranah sosial dan antropologi sejarah leluhur di suatu kawasan. Bahkan, tentang finance yang rumit dan melibatkan banyak pihak. “Prodi di Pascasarjana ini menarik. Banyak asesor bilang, perkuliahan yang kami siapkan lain dari yang lain,” kata Direktur Pascasarjana Prof. Dr. Hj. Sri Iswati, SE., M.Si., Ak. Tak hanya Ilmu Forensik, sebelas Prodi lain juga memiliki potensi unik dan aplikatif di masyarakat. Yakni, (di level magister) Sains Ekonomi Islam, Kajian Ilmu Kepolisian, Bioteknologi Perikanan & Kelautan, Kajian Hak Atas Kekayaan Intelektual, Teknobiomedik, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sains Hukum & Pembangunan, Imunologi, dan Manajemen Bencana. Juga, (di level doktor) Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Ekonomi Islam. Manajemen Pascasarjana terus melakukan sosialisasi dan promosi ke masyarakat. Harapannya, khalayak paham pentingnya ilmu yang sudah disiapkan di sekolah tersebut. Berbagai strategi sosialisasi bakal dipakai. Semua mengacu pada semangat kebersamaan. “Ada pola pikir baru yang kami pakai. Khususnya, dalam usaha promosi. Bila dulu, tiap Prodi hanya menyosialisasikan dirinya
sendiri, mulai sekarang, Prodi yang turun ke lapangan, akan menyosialisasikan Pascasarjana secara keseluruhan,” ungkap perempuan yang akrab disapa Is tersebu. Pihak manajemen sudah melakukan rapat internal untuk merapatkan barisan. Semua Prodi sudah sepakat dengan cara tersebut. Pascasarjana harus tersinergi. Dengan demikian, kemajuan yang didapat akan merata dan lebih membahagiakan semua elemen. Hal-hal teknis untuk merealisasikan rencana itu telah dipersiapkan. Misalnya, materi presentasi yang sudah dibuat menyeluruh dan seragam. Prodi tertentu yang melakukan sosialisasi di sebuah daerah, bakal ikut mempromosikan Prodi lain yang saat itu kebetulan tidak hadir. Program tersebut dikoordinasikan secara rapi. Sehingga, semua merasa diuntungkan. “Kami juga sudah menyiapkan liflet khusus. Modelnya seperti buku keterangan ringkas dan padat terkait informasi Pascasarjana. Sarana promosi kami bukan lagi brosurbrosur per-Prodi. Kami yakin, ini akan memudahkan calon mahasiswa,” urai Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut. Selama ini, promosi dan sosialisasi dilakukan di banyak tempat. Tak terkecuali, di institusi plat merah yang selalu butuh pengembangan dan penguatan SDM. Misalnya, kepolisian dan Pemerintah Daerah. (*) Penulis: Rio F. Rachman