HUBUNGAN FREKUENSI KETERPAPARAN INFORMASI EROTIS DI TELEVISI DAN INTERNET DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DALAM BERPACARAN DI SMK SATYA WIDYA KOTA SURABAYA TAHUN 2011 Dian Furwasyih* ABSTRAK Masalah kesehatan reproduksi mulai digaungkan dalam program pembangunan kesehatan secara global, salah satunya adalah kesehatan reproduksi remaja. Masalah ini masih sering terabaikan, meskipun sebenarnya cukup kompleks. Informasi tentang kesehatan reproduksi remaja belum sesuai dengan kebutuhan remaja, mereka mendapatkannya dari teman sebaya dan media massa yang sebagian besar terdistorsi dengan pornografi dan pornoaksi. Di televisi informasi kesehatan reproduksi dan seksual masih jarang, sedangkan di internet tersedia informasi – informasi seks, berupa pengetahuan maupun pornografi. Para remaja mulai berpacaran, aktivitas seksual untuk pertama kali dilakukan dengan pacar mulai dari mengobrol hingga berhubungan sekual. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual remaja dalam berpacaran. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi yaitu siswa kelas XII SMK Satya Widya Surabaya tahun 2011 sebanyak 257 orang. Teknik sampling yaitu systematic random sampling. Besar sampel 157 orang. Variabel dependen : perilaku seksual remaja dalam berpacaran dan variabel independen : frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuisioner. Analisis data menggunakan Rank Spearman. Didapatkan hasil 29,9 % responden terpapar informasi erotis di televisi dan internet pada kategori berat, 72,6 % responden memiliki perilaku seksual dalam berpacaran dengan risiko berat dan ada hubungan antara frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual remaja dalam berpacaran dengan koefisien korelasi Spearman’s Rho 0,253. Diharapkan ada tindak lanjut dari pihak terkait seperti sekolah, penyedia informasi (koran atau majalah sekolah), penanggung jawab program kesehatan reproduksi remaja di badan terkait tentang penelitian ini, sehingga terwujud generasi muda Indonesia yang lebih berkualitas dan berakhlak. Untuk peneliti selanjutnya agar menganalisis faktor lain penyebab perilaku seksual berisiko pada remaja. Kata kunci : Informasi erotis, Perilaku seksual, Berpacaran Alamat korespondensi : DIAN FURWASYIH Prodi D III Kebidanan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Jln. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang Telp. 0751 – 442295
PENDAHULUAN Setelah diadakannya konferensi kependudukan di Cairo pada tahun 1994, masalah kesehatan reproduksi mulai digaungkan dalam program pembangunan kesehatan secara global. Sebanyak 179 negara mencanangkan suatu program aksi kependudukan dan pembangunan untuk 20 tahun mendatang, salah satunya adalah tentang kesehatan reproduksi (Departemen Kesehatan RI, 2005). Kesehatan reproduksi memiliki beberapa ruang lingkup, diantaranya adalah kesehatan reproduksi remaja. Masalah ini masih sering terabaikan, padahal sejak Indonesia berhasil menurunkan angka TFR (Total Fertility Rate) dari tahun 1971, perubahan struktur penduduk pun menempatkan remaja pada proporsi yang cukup besar kuantitasnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil SKRRI (Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia) tahun 2007, jumlah remaja 15-24 tahun sekitar 42 juta jiwa (Kitting, 2004). Dilihat dari sumber informasi menunjukkan bahwa informasi tentang kesehatan reproduksi remaja belum sesuai dengan kebutuhan remaja. Remaja lebih banyak menerima informasi dari media elektronik seperti televisi dan internet. Media massa merupakan sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Didalam proses belajar, keterpaparan erotika media massa merupakan suatu keterbukaan dan keleluasan dalam mengadopsi hal – hal erotik dan perilaku seksual dari media cetak maupun elektronik dan juga merupakan alat untuk memperoleh informasi sesuai dengan keinginan sehingga dapat mempengaruhi perilaku seseorang karena semakin banyak pengalaman mendengar, melihat, dan mengalami maka akan semakin kuat stimulus yang dapat mendorong munculnya perilaku (Burgin, B, 2001). Di televisi, sebagian besar informasi kesehatan tentang PMS dan HIV-AIDS sedangkan informasi kesehatan reproduksi dan seksual masih jarang. Sementara itu, di internet dengan mudah dapat diakses informasi – informasi seks, baik itu berunsur pengetahuan
maupun yang berbau pornografi. Adanya anggapan bahwa membicarakan tentang kesehatan seksual adalah hal yang memalukan dan tabu bagi keluarga dan masyarakat membuat remaja yang haus informasi berusaha sendiri mencari informasi. Terkadang informasi yang di dapat malah menyesatkan dan tidak lengkap (Nursal, Dien G.A., 2007). Televisi merupakan media yang dianggap paling mempengaruhi khalayaknya dalam hal penyampaian informasi. Sebuah survei pernah dilakukan CSM (Christian Science Monitor) tahun 1996 terhadap 1.209 orang tua yang memiliki anak umur 2 – 17 tahun. Terhadap pertanyaan seberapa jauh tayangan di TV mempengaruhi anak, 56% responden menjawab amat mempengaruhi.. Dari survei lain yang dilakukan pada remaja Amerika, didapatkan bahwa menonton televisi selama 25 – 30 jam atau lebih dalam seminggu dapat mempengaruhi perilaku anak dan remaja. Terutama untuk tayangan yang menyajikan kekerasan dan erotisme (http://syarifahlubis.wordpress.com/2010/05/1 0/pengaruh-berita-di-televisi-terhadapperilaku-anak-anak-dan-remaja/ diakses tanggal 26 Juli 2011). Pada segi lain, televisi juga mempengaruhi perilaku anak untuk melakukan kekerasan fisik, mental dan bahkan seksual kepada sesama teman. Fenomena kekerasan seksual pada anak ini memiliki kaitan dengan akumulasi dari acara televisi yang menyuguhkan pornografi dan erotisme kepada anak sejak usia dini. Sisi negatif dari tayangan televisi tidak diikuti dengan perhatian orangtua yang sering disibukkan oleh pekerjaan (Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 2011). Survei Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan BKKBN, Depkes RI, dan ORC MARCO, USA tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey/ IYARHS) pada tahun 2002 – 2003 menunjukkan bahwa remaja Indonesia paling sering terpapar dengan televisi dan internet (86 – 87%), program televisi yang paling disukai remaja yaitu film remaja romantis (62 – 77%) (BPS, 2004). Usia remaja adalah usia yang sangat aktif termasuk aktif dalam dorongan dan
perilaku seksualnya. Mereka sedang menggebu dalam urusan hasrat seksual karena baru saja beranjak dari kanak-kanak ke masa seksual. Para remaja lazimnya tertarik dengan lawan jenis dan mulai menjalin hubungan serius berupa pacaran. Tidak jarang bahkan ada yang menikah pada umur belasan. Hasil penelitian PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) menunjukkan bahwa sekitar 60,32% remaja mulai berpacaran pada kisaran umur 15 sampai 17 tahun. Perilaku pacaran remaja pun sangat bervariasi. Ada yang hanya mengobrol, mencium daerah sensitif, meraba-raba tubuh, menggesekkan alat kelamin sampai melakukan hubungan seksual (http://psikologionline.com/seksualitas-pada-remaja diakses tanggal 23 Agustus 2011). Umumnya remaja melakukan hubungan seksual pertama kali dengan pacar (74,89%). Oleh sebab itu, tidak heran jika banyak yang beranggapan bukan pacaran namanya kalau tidak ada hubungan seksual (http://psikologi-online.com/seksualitas-padaremaja diakses tanggal 23 Agustus 2011). Dari hasil survei awal peneliti di SMK Satya Widya Surabaya, juga didapatkan hasil serupa tentang perilaku seksual remaja dalam berpacaran yaitu semua responden suka menonton TV dan pernah punya pacar atau sedang punya pacar (100%), sebagian besar menonton TV > 4 jam sehari (25 – 30 jam seminggu) (60%), sebagian besar suka menonton film televisi remaja dan sinetron remaja (60%), dari 60% tersebut seluruhnya (100%) beranggapan wajar jika remaja mengikuti gaya berpacaran artis yang ditontonnya di TV (idola). Ada 26,67% responden setuju tentang hubungan seksual
pranikah dengan alasan jika pasangan tersebut suka sama suka (25%) dan akan menikah (75%). Selanjutnya, sebagian besar (60%) mengakses internet > 3 jam sehari dan ada 26,67% mengatakan sering mengakses situs – situs yang berisi konten dewasa (cerita dewasa, video dewasa, gambar – gambar porno). Sebagian besar responden (60%) pernah berciuman (kening hingga bibir) dengan pacarnya. Ada 33,33% responden menyatakan pernah meraba daerah erogen pasangannya dan pasangannya menyukai hal tersebut. Dari fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual dalam berpacaran remaja siswa SMK Satya Widya Surabaya tahun 2011. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Dimana variabel independen dan dependen dalam penelitian ini diteliti dalam waktu yang bersamaan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2011 di SMK Satya Widya Kota Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII SMK Pariwisata Satya Widya Kota Surabaya yang teregistrasi tahun 2011 yaitu berjumlah 257 orang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 – 22 Oktober tahun 2011 di SMK Pariwisata Satya Widya Kota Surabaya. Dengan jumlah sampel sebanyak 157 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Responden berdasarkan kelompok umur. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Umur 15 16 17 18 19 20
Frekuensi
%
4 13 103 30 6 1
2,5 8,3 65,6 19,1 3,8 0,6
Total
157
100
Tabel diatas menunjukkan bahwa kisaran umur responden adalah 15 – 20 tahun dan sebagian besar (65,6 %) responden berumur 17 tahun. 2. Responden berdasarkan jenis kelamin. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi
%
68 89 157
43,3 56,7 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (56,7 %) responden berjenis kelamin perempuan. 3. Responden berdasarkan agama yang dianut. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut Agama Islam Kristen Hindu
Frekuensi
%
123 30 4
78,3 19,1 2,5
Total
157
100
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (78,3 %) responden beragama Islam.
4. Responden berdasarkan daerah asal. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Daerah Asal Asal Daerah Surabaya Madura Aceh Madiun Bandung Blitar Gresik Jawa tengah Kalimantan Magetan Lampung Lumajang Malang Jakarta Nganjuk NTT
Frekuensi
%
131 9 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
83,4 5,7 1,3 1,3 1,3 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Total
157
100
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (83,4 %) responden berasal dari Surabaya. 5. Responden berdasarkan acara kesukaan di televisi Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Acara Kesukaan di Televisi Acara Kesukaan Sinetron (dengan adegan lawan jenis atau berpacaran) FTV Remaja (dengan adegan lawan jenis atau berpacaran) Musik Investigasi Kriminal (Pelecehan Seksual dan Pemerkosaan) Acara Olahraga Acara Keagamaan Berita
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyukai sinetron bergenre
Frekuensi 145 136 90 87 54 38 3
% 92,36 86,62 57,32 55,41 34,40 24,20 1,91
remaja (dengan adegan lawan jenis atau berpacaran) yaitu sebanyak 92,36 %.
6. Responden berdasarkan akses situs ke porno internet. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Akses ke Situs Porno Internet Akses Situs
Frekuensi
%
Pernah Tidak Pernah
120 37
76,4 23,6
Total
157
100
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (76,4 %) remaja di SMK Satya Widya 7.
pernah mengakses situs porno di internet dengan tingkat keseringan bervariasi.
Responden berdasarkan aktivitas berpacaran. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Berpacaran Aktivitas Pacaran Berpegangan tangan Berpelukan Berciuman Kening Berciuman Bibir Meraba Daerah Erogen (Payudara, Tengkuk/ Leher, Alat Kelamin) Petting Berhubungan Intim
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 19 orang (12,1 %) responden yang pernah
melakukan pasangan.
Frekuensi
%
153 131 131 114 53 32 19
97,5 83,4 83,4 72,6 33,8 20,4 12,1
hubungan
seksual
dengan
8. Keterpaparan informasi erotis di televeisi dan internet Tabel 8. Distribusi Frekuensi Keterpaparan Informasi Erotis di Televisi dan Internet Pada Remaja di SMK Satya Widya Kota Surabaya tahun 2011 No. 1. 2. 3.
Kategori keterpaparan Ringan Sedang Berat Total
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 47 (29,9 %) responden terpapar informasi erotis di televisi dan internet pada kategori berat. Dari tabel 1 terlihat bahwa ada 47 responden terpapar informasi erotis di televisi dan internet pada kategori berat. Hal ini menunjukkan keingintahuan remaja tentang erotisme atau hal – hal yang berbau seks cukup tinggi. Sangat disayangkan paparan
Frekuensi 37 73 47 157
% 23,6 46,5 29,9 100
informasi seksual melalui media massa tidak begitu banyak memberikan kontribusi positif bagi remaja. Dalam hal ini, akses informasi yang semakin mudah tidak didukung dengan informasi edukatif yang terkandung didalamnya. Media massa menjadi penyumbang terbesar rusaknya pergaulan remaja.
Remaja dengan karakteristik khususnya, sejalan dengan tugas perkembangan masa kehidupannya, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi tentang seksual dan reproduksi, tetapi adanya kebiasaan mentabukan pembicaraan tentang seksual dan reproduksi menyebabkan remaja mencari sendiri informasi tersebut. Padahal seks edukasi menjadi kebutuhan masyarakat modern yang hidup dengan pikiran serba terbuka dan menjadi sangat penting dalam mendidik generasi muda. Saat ini dimana akses informasi terbuka lebar, baik dari media cetak maupun media elektronik, sudah menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Namun, pada kenyataannya informasi yang tersedia di media massa adalah berupa konten – konten dewasa (18+) yang isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak mendidik. Sehingga, setiap harinya jumlah pengakses informasi erotis di media massa dari kalangan remaja semakin meningkat, dengan tingkatan keterpaparan yang semakin berat. Terbukti dengan hasil survei yang dilakukan oleh Kemenkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informasi) tahun 2009, Indonesia menempati peringkat pertama pengakses situs porno di dunia, 2010, peringkat ke empat, dan tahun 2011 (hingga bulan September 2011) ini Indonesia menempati peringkat kedua terbesar di dunia sebagai pengakses situs porno dengan pertumbuhan 25% setiap tahunnya atau sekitar 45 juta jiwa (www.republika.co.id, www1.antaranews.com dan amriawan.blogspot.com diakses tanggal 1 November 2011). Dari penelitian di SMK Satya Widya sendiri didapatkan pengakses situs porno dengan jumlah yang signifikan yaitu 76,4 %. Dalam penelitian ini, tampak bahwa sebagian besar responden berasal dari daerah
perkotaan (urban). Ciri khas anak muda perkotaan adalah ‘nongkrong’ dengan peer group. Dalam dunia remaja, keberadaan peer group sangat mengikat. Bahkan tidak sedikit remaja yang lebih mempercayai apa yang dikatakan oleh teman sekelompoknya, dibandingkan dengan perkataan orang tua atau orang dewasa di sekitarnya. Peer group adalah tempat remaja berbagi informasi, mulai dari urusan sekolah, urusan cinta – cintaan, hingga seks. Dari peer group ini juga remaja mendapatkan informasi seks yang sering kali tidak sesuai dengan pendidikan seks sebenarnya ; seks yang sehat, aman, dan tanpa free sex. Tentang gaya berpacaran anak muda pada masanya, tentang apa saja yang sudah bisa mereka lakukan dengan pacar mereka saat mereka berdua, dan itu menjadi perbincangan menarik bagi remaja dengan kelompok sebayanya, baik remaja laki – laki ataupun perempuan. Berdasarkan survei yang dilakukan BPS (2002 – 2003) tentang kesehatan reproduksi remaja Indonesia didapatkan bahwa informasi seputar kesehatan reproduksi yang diperoleh remaja dari media massa (TV, radio, dan koran/ majalah) sebagian besar hanya berkisar tentang HIV/ AIDS dan penggunaan kondom untuk mencegah kehamilan. Untuk permasalahan perilaku seksual yang aman dan kesehatan reproduksi remaja secara detil tidak didapatkan remaja dari ketiga media massa diatas. Hal ini menyebabkan tingkat pengetahuan remaja Indonesia tentang kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas masih rendah (minim) (BPS, 2004). Untuk itu perlu ada tindak lanjut tentang hal diatas oleh pihak yang berwenang sehingga dapat menyediakan informasi yang produktif dan edukatif bagi generasi muda Indonesia. Hal ini akan bermanfaat untuk perkembangan moran dan mental bangsa Indonesia di kemudian hari.
9. Perilaku seksual remaja dalam berpacaran Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran di SMK Satya Widya Kota Surabaya Tahun 2011 No. 1. 2. 3.
Kategori Perilaku Seksual Dalam Berpacaran Tidak Berisiko Berisiko Ringan Berisiko Berat Total
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku
Frekuensi
%
4 39 114 157
2,5 24,8 72,6 100
seksual dalam berpacaran dengan risiko berat (72,6 %).
10. Hubungan frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual remaja dalam berpacaran di SMK Satya Widya kota Surabaya tahun 2011. Tabel 10. Hubungan Frekuensi Keterpaparan Informasi Erotis di Televisi dan Internet dengan Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran di SMK Satya Widya Kota Surabaya tahun 2011 Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Frekuensi Keterpaparan Tidak Berisiko Berisiko Informasi Erotis Berisiko Ringan Berat Ringan N N 2 20 15 % 5,41 54,05 40,54 Sedang N N 2 54 17 % 2,74 73,97 23,29 Berat N N 0 40 7 % 0 85,11 14,89 Spearman’s rho coefficient = 0,253; p = 0,001
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 47 responden yang terpapar informasi erotis dengan frekuensi berat, sebagian besar (85,11 %) memiliki perilaku seksual berisiko berat dalam berpacaran. Dari hasil uji statistik didapatkan p value (significancy level) < α (0,001 < 0,05) berarti hipotesis penelitian diterima yaitu ada hubungan antara frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual remaja dalam berpacaran. Nilai koefisien korelasi Spearman’s rho adalah 0,253 ; artinya variabel independen dan dependen memiliki hubungan bermakna
Jumlah
37 100 73 100 47 100
yang cukup kuat. Dari tabel 10 tampak bahwa ada hubungan bermakna antara frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual pada remaja. Kedua variabel ini mempunyai hubungan searah, artinya semakin berat frekuensi keterpaparan informasi erotis yang dialami seorang remaja, maka semakin berisiko pula perilaku seksual remaja tersebut dalam berpacaran. Pikiran dan sikap terhadap seksualitas dibentuk melalui tulisan, gambar – gambar, informasi, cerita, omongan orang, dengan
segala fantasi seksualnya (Subiyanto, P, 2005). Informasi akan mengubah tingkatan pengetahuan seseorang, sehingga dalam beberapa waktu tertentu akan membentuk sikap dan nilai – nilai dalam diri individu tersebut. Sikap dan nilai – nilai tersebut jika sesuai dengan kebutuhan individu, maka akan diaplikasikan dalam bentuk tindakan nyata atau praktis. Begitupun dengan informasi erotis di media massa. Lama kelamaan informasi tersebut akan mempengaruhi perilaku pemirsanya, dalam hal ini remaja. Sebelumnya, informasi ini akan mengubah sikap dan nilai tentang seks pra nikah pada remaja sehingga remaja dibuat lebih permisif dan toleran terhadap seks pra nikah. Paparan informasi seharusnya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada remaja, khususnya tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Namun saat ini yang menjadi tempat ‘belajar’ remaja tentang aktivitas seks adalah hal – hal yang berbau pornografi dan pornoaksi, seperti video porno, film porno, cerita – cerita dewasa yang berisi kisah – kisah seksual, dan erotisme lainnya. Tentu saja pengetahuan dan pemahaman yang diterima menjadi salah arah. Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Remaja dengan rasa ingin tahu yang tinggi, awalnya mulai mencoba – coba untuk melakukan seks seperti yang ia saksikan di TV dan internet. Tentu saja orang terdekat yang bisa menjadi partnernya dalam tindakan tersebut adalah pacar. Mulanya ia mungkin akan merasa bersalah dan berdosa, tapi ketika tuntutan untuk melakukan itu datang lagi, sehingga dorongan seksual tak terkendali, ia akan mengulangi perbuatan tersebut, terus menerus bersama pacarnya atau siapa saja yang bisa menjadi tempat pelampiasan nafsu seksualnya. Pada saat inilah, disadari atau tidak, ia akan mengadopsi perilaku itu sebagai bagian dari perilakunya. Jadi, tampak jelas bahwa pacaran adalah pintu masuk pertama bagi remaja untuk
melakukan hubungan seksual, juga tidak mengherankan jika alasan melakukan hubungan seks umumnya dilandasi suka sama suka atau cinta karena alasan remaja berpacaran salah satunya adalah adanya perasaan suka atau cinta. Pendidikan seks seyogyanya diberikan pada anak sekolah sedini, mulai dari pengenalan identitas gender atau jenis kelamin, pengenalah fungsi reproduksi, hingga seksualitas (sehat dan aman, tidak melakukan seks bebas ; jika melakukan harus menggunakan kontrasepsi, bertanggungjawab). Hal ini memungkinkan anak untuk bersikap lebih terbuka tentang informasi – informasi seks yang mereka terima. Disini sangat dibutuhkan peran orang dewasa di sekitar anak. Mereka harus mampu memberikan pengertian dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi secara benar dan lengkap sesuai perkembangan anak, sehingga pada saatnya anak mulai merasakan gejolak seksual, ia sudah bisa mengambil keputusan dengan benar terhadap hal tersebut. Sekolah sebagai salah satu tempat anak belajar, juga diharapkan mempunyai kurikulum khusus tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Sampai saat ini, pendidikan tersebut hanya didapat dari mata pelajaran biologi, yang konten pengajarannya tidak menjurus kepada kesehatan reproduksi dan seksual. Dalam hal ini, sekolah juga punya peran penting dalam fungsinya sebagai sumber informasi dan pembelajaran bagi siswa. Penanaman nilai moral dan agama juga mempunyai urgensi yang cukup berpengaruh terhadap pembentukan sikap seksual anak, dan sedapat mungkin diberikan secara adekuat sejak usia dini. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Susilo Damarini (2001), dalam penelitian yang berjudul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Remaja Pada Mahasiswa Akademi Keperawatan DEPKES Curup Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Tahun 2001” didapatkan hasil bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah
jenis kelamin, media cetak dan media elektronik. Sri Widyanti (2005), dalam penelitian yang berjudul “Determinan Perilaku Pacaran Remaja”, didapatkan hasil remaja yang membaca buku porno memiliki perilaku pacaran risiko lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tidak membaca buku porno. Begitu juga halnya untuk film porno. Remaja yang terpapar film porno memiliki perilaku seksual berpacaran lebih berisiko daripada yang tidak menonton film porno. Penelitian Nursal (2007), juga menunjukkan hasil yang sama. Responden yang terpapar pornografi media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual risiko berat jika dibandingkan dengan remaja yang tidak terpapar media elektronik. Sedangkan remaja yang terpapar pornografi media cetak memiliki peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan yang tidak terpapar dengan media cetak. Yuliani (2009) dalam “Hubungan Keterpaparan Erotika Media Massa dan Peran Orang Tua terhadap Perilaku Seksual Siswa SMA N 1 Air Hangat Kabupaten Kerinci tahun 2009” juga mendapatkan hubungan bermakna antara keterpaparan erotika media massa dengan perilaku seksual remaja ( p < α).
KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian di SMK Satya Widya kota Surabaya didapatkan bahwa : 1. Ada 47 (29,9 %) responden terpapar informasi erotis di televisi dan internet pada kategori berat. 2. Sebagian besar responden memiliki perilaku seksual dalam berpacaran dengan risiko berat (72,6 %). 3. Ada hubungan bermakna antara frekuensi keterpaparan informasi erotis di televisi dan internet dengan perilaku seksual remaja dalam berpacaran. Saran 1. Bagi tempat penelitian Diharapkan adanya tindak lanjut tentang data yang telah ada dan membentuk program – program yang bermanfaat tentang kesehatan reproduksi
2.
dan seksual pada remaja. Jika memungkinkan, pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual mendapatkan satu porsi dalam kurikulum, sekolah bisa menjadi fasilitator untuk hal tersebut dan membicarakan dengan pihak terkait. Bagi penyedia informasi sekolah (majalah atau koran sekolah) Diharapkan dapat mengangkat masalah seputar kesehatan reproduksi pada rubrik di majalah atau koran sekolah tentang kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas sehingga dapat menjadi sumber informasi yang edukatif dan produktif dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas tersebut.
3.
Bagi penanggungjawab program PIKR (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) Bapemmas dan KB. Dari informasi yang didapatkan melalui wawancara dengan pihak sekolah, ternyata sebagai salah satu sekolah yang ditugaskan untuk membentuk PIKR, SMK Satya Widya hanya mendapat 2 kali kunjungan dalam setahun untuk membahas tentang remaja dalam forum publik bekerjasama dengan pihak Puskesmas setempat. Hal ini dirasa masih kurang memadai, mengingat sasaran yang hendak dicapai dalam program dan kurikulum pendidikan yang dicantumkan dalam program itu sendiri. Diharapkan realisasi program lebih lanjut, dengan jumlah kunjungan sekolah ditambah dan materi yang lebih fokus tentang kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas, sehingga memberi cukup waktu untuk FGD (Focus Group Discussion) dengan remaja di lokasi sasaran dan informasi akan tersampaikan secara utuh dan sesuai kurikulum yang dicanangkan.
4.
Bagi peneliti lain Diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan menganalisis faktor – faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual remaja dalam berpacaran sehingga data hasil penelitian dapat
dimanfaatkan untuk pembangunan karakter remaja Indonesia yang lebih berkualitas dan sehat reproduksi serta bebas free sex. DAFTAR PUSTAKA Amriawan, 2011, Zoyaamirin.com – Situs Seks Online Pertama Di Indonesia, amriawan.blogspot.com/2011/09/zoya amirincom-situs-seks-onlinepertama.html diakses tanggal 1 November 2011. Azwar, Saifuddin, 2010, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bahri, Syamsul, 2010, Media Sebagai Penyesat Sekaligus Penuntun Bagi Mahasiswa, in Kusumastuti, Frida, 2010, Media , Dengarkan Aku !, Malang : Mata Padi Pressindo.
terhadap-perilaku-anak-anak-danremaja/ Masyhuri, MP, et al, 2009, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif, Bandung : Refika Aditama. Maulani, Desi, 2010, Hei Mahasiswa, Terpengaruhkah Kalian Olehku ?, in Kusumastuti, Frida, 2010, Media , Dengarkan Aku !, Malang : Mata Padi Pressindo. Mendatu, Achmanto, 2009, Seksualitas Pada Remaja, http://psikologionline.com/seksualitas-pada-remaja diakses tanggal 23 Agustus 2011. Notoatmodjo, Soekidjo, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rieneka Cipta.
BKKBN, 2010, Inilah Pendapat Siswa Ibukota Tentang Seks, http://www.bkkbn.go.id/webs/index.ph p/rubrik/cetak/516 , diakses tanggal 26 Juli 2011.
Nursal, Dien .G.A, 2007, Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri Di Kota Padang Tahun 2007, Artikel Penelitian, Padang : Fakultas Kedokteran, UNAND.
Burhan, Bungin, 2008, Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta : Kencana.
Purwadi, Didi, 2011, Tifatul – Indonesia Pengakses Situs Porno Terbesar Kedua Di Dunia, www.republika.co.id/berita/nasional/u mum/11/05/24/llowd-tifatul-efekinternet-tergantung-iman , diakses tanggal 1 November 2011.
Hidayat, Aziz Alimul, 2007, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Jakarta : Penerbit Salemba. Hidayat, Aziz Alimul, 2010, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Jakarta : Penerbit Salemba. Kuncoro, Aris Dwi, 2010, Masyarakat Menyontoh Perilaku Tayangan TV, in Kusumastuti, Frida, 2010, Media , Dengarkan Aku !, Malang : Mata Padi Pressindo. Lubis, Syarifah, Pengaruh Berita Di Televisi Terhadap Perilaku Anak – Anak Dan Remaja, diakses tanggal 26 Juli 2011 pada situs http://syarifahlubis.wordpress.com/201 0/05/10/pengaruh-berita-di-televisi-
Rivers, William L, Jensen, Jay W, & Peterson, Theodore, 2008, Media Massa dan Masyarakat Moden, edisi kedua, Jakarta : Kencana. Sarwono, Sarlito W, 2011, Psikologi Remaja, edisi revisi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Seftiana, Amelia , 2010, Pornografi Itu Propaganda, in Kusumastuti, Frida, 2010, Media , Dengarkan Aku !, Malang : Mata Padi Pressindo. Seno, Tri Rangga Bayu, 2010, Pandangan Masyarakat atas Media, in Kusumastuti,
Frida, 2010, Media , Dengarkan Aku !, Malang : Mata Padi Pressindo.
porno-terbesar-dunia, diakses tanggal 1 November 2011.
Singarimbun, Masri & Effendi, Sofian, 2008, Metode Penelitian Survai, Jakarta : LP3ES.
Tarlia, 2010, Pengaruh Media Massa Terhadap Perilaku Masyarakat, in Kusumastuti, Frida, 2010, Media, Dengarkan Aku !, Malang : Mata Padi Pressindo.
Soebagijo, Azimah, 2008, Pornografi, Dilarang Tapi Dicari !, Jakarta : Gema Insani. Suryanto,
2009, Menkominfo Indonesia Pengakses Situs Porno Terbesar Dunia, www1.antaranews.com/berita/160657/menko minfo-indonesia-pengakses-situs-
Yulyani, Sestri, 2009, Hubungan Keterpaparan Erotika Media Massa dan Peran Orang Tua Terhadap Perilaku Seksual Siswa SMA Negeri Air Hangat Kabupaten Kerinci, Skripsi, Padang : Fakultas Kedokteran UNAND.