PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERIODE TAHUN 2011-2014 DIAN LESTARI 110462201215 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Kepulauan Riau Email :
[email protected] ABSTRAK Secara garis besar tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Periode Tahun 2011-2014. Jenis penelitian dalam penelitian ini yaitu Asosiatif, yaitu menganalisis pengaruh antara variabel x terhadap variabel y. Rancangan penelitian disusun berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011-2014. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), Dana Alokasi Umum (X3), Dana Alokasi Khusus (X4), Dana Bagi Hasil (X5) serta Belanja Modal (Y). Sampel dalam penelitian ini adalah data Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode tahun 2011 sampai dengan 2014. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa secara parsial Pajak Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Retribusi Daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 45,6%, sedangkan sisanya sebesar 54,4% adalah dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian. Kata Kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal. 1
PENDAHULUAN Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk alokasi belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Infrastuktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau realisasi belanja modal berdasarkan laporan realisasi anggaran dapat dilihat pada grafik berikut ini: REALISASI BELANJA MODAL
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar
2
Rp.259.903.000,
pada
tahun
2012
Rp.262.335.000,
pada
tahun
2013
Rp.392.904.000, pada tahun 2014 Rp.717.989.000. Dari data tersebut diketahui bahwa realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau semakin meningkat hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau selalu memperhatikan kebutuhan daerah sehingga memberikan dampak yang baik bagi daerah sendiri. Pemerintah daerah harus mampu mengalokasikan alokasi belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Untuk dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui variabel-variabel
yang
berpengaruh
terhadap pengalokasian belanja modal,
seperti Pajak daerah, Retribusi daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dalam pelaksanaannya, kebijakan otonomi daerah didukung pula oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999 (diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah. Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk
mendanai
kebutuhan
daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Ketiga jenis dana tersebut bersama dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. Setiap jenis dana perimbangan
3
memiliki fungsinya masing-masing. Sesuai dengan namanya, Dana Perimbangan menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan itu meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana Bagi Hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. DAU berperan sebagai pemerata fiskal antardaerah (fiscal equalization) di Indonesia. Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Dalam
mengelola
keuangannya,
pemerintah
daerah
harus
dapat
menerapkan asas kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Kawedar, 2008), dan peningkatan PAD diharapkan meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik tetapi yang terjadi adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah tidak diikuti dengan kenaikan alokasi belanja modal yang signifikan, hal ini disebabkan karena Pendapatan Asli Daerah tersebut banyak tersedot untuk membiayai belanja lainnya. Selain itu pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Pengalihan dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah diwujudkan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi
4
ketimpangan fiskal ini pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan latar belakang di atas, di mana belanja modal merupakan bentuk pengeluaran pemerintah yang seharusnya memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ketersediaan kualitas pelayanan publik untuk masyarakat, maka yang menjadi fokus dari tulisan ini adalah faktor alokasi belanja modal pemerintah daerah dengan mengangkat Judul “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Periode Tahun 2011-2014”.
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013:122), Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tetang Keuangan Daerah, Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan. Besaran nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset (Permendagri 13 Tahun 2006). Dalam Lampiran III PMK No. 101/PMK.02/2011 Belanja Modal dipergunakan untuk antara lain: Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan Bangunan, Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya, dan Belanja Modal Badan Layanan Umum (BLU). Secara spesifik sumber pendanaan untuk Belanja Modal belum ditentukan aturannya. Namun seluruh jenis sumber-sumber
5
penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk mendanai Belanja Daerah diantaranya Belanja Modal. Pajak Daerah Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Angka 1 adalah: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Definisi pajak juga dikemukakan oleh Andriani (Bohari, 2012:23), adalah “Pajak adalah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah”. Melihat beberapa definisi pajak di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada negara yang dalam pemungutannya dapat dipaksakan namun tidak memberi jasa timbal balik secara langsung terhadap masyarakat, hal ini dikarenakan pajak menjadi sumber penerimaan utama dalam membiayai pengeluaran rutin pemerintah. Pajak Daerah merupakan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbesar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah. Adapun yang dimaksud dengan Pajak Daerah hampir tidak ada bedanya dengan pengertian pajak pada umumnya, seperti dikutip dalam buku “Ekonomi Publik” karangan Suparmoko (2001:56), yaitu: “merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah (daerah) tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Retribusi Daerah Disamping pajak daerah, sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya Pendapatan Asli Daerah
6
adalah Retribusi Daerah. Menurut Suparmoko (2001:85), bahwa yang dimaksud Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai bayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Zain (2003:13), mendefinisikan retribusi daerah sebagai berikut: “Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Jasa pelayanan yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa pelayanan yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan objek retribusi. Jenis Retribusi Daerah berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2012 yang merupakan turunan dari Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: 1.
Retribusi Jasa Umum, terdiri dari: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; dan b. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang.
2.
Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Rumah Potong Hewan; dan c. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan.
3.
Retribusi Perizinan Tertentu, terdiri dari: a. Retribusi Izin Trayek; dan b. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan yang bertujuan sebagai pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 besarnya Dana Alokasi Umum diterapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam
7
negeri yang diterapkan dalam APBN. DAU ini merupakan seluruh alokasi umum daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum terdiri dari Dana Alokasi Umum untuk daerah provinsi dan Dana Alokasi Umum untuk daerah kabupaten/kota. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah provinsi dan jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah kabupaten/kota masingmasing ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi yang ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi yang bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh provinsi. Porsi daerah provinsi ini merupakan persentase bobot daerah provinsi yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah provinsi di seluruh Indonesia. Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan, maka kebutuhan wilayah otonomi daerah merupakan perkalian dari total pengeluaran daerah rata-rata dengan penjumlahan dari indeks: penduduk, luas daerah, kemiskinan relatif dan kenaikan harga setelah dikalikan dengan bobot masing-masing indeks. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membiayai dana dalam APBN, yang dimaksud sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi atau kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
8
Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik secara ekonomis untuk jangka panjang. Dalam keadaan tertentu, Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah yang berisi usulan-usulan kegiatan dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada Menteri Teknis oleh daerah tersebut. Bentuknya dapat berupa rencana suatu proyek atau kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana pengeluaran tahunan
dan
multi
tahunan
untuk
sektor-sektor
serta
sumber-sumber
pembiayaannya. Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Bagi Hasil dijelaskan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004). Dalam penjelasannya Dana Bagi Hasil pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber dana nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Adapun yang menjadi sumber Dana Bagi Hasil yaitu: 1.
Pajak, terdiri dari: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21
2.
Sumber Daya Alam yang berasal dari: a. Kehutanan b. Pertambangan Umum
9
c. Perikanan d. Pertambangan Minyak Bumi e. Pertambangan Gas Bumi f. Pertambangan Panas Bumi Kerangka Pemikiran Berdasarkan konsep teori di atas maka peneliti mencoba menguraikan dalam bentuk kerangka pikir sebagai berikut: Pajak Daerah (X1)
H1
Retribusi Daerah (X2)
H2
Dana Alokasi Umum (X3)
Belanja Modal (Y)
H3 H4
Dana Alokasi Khusus (X4)
H5
Dana Bagi Hasil (X5) H6
Pengembangan Hipotesis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Dari beberapa
komponen
PAD
tersebut,
pajak daerah dan retribusi daerah
mempunyai kontribusi terbesar dalam memberikan pendapatan bagi daerah. Pajak daerah merupakan PAD yang tarifnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurut Sianturi (2010), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh pemerintah daerah, maka semakin besar pula PAD dengan demikian semakin
10
besar pula peluang pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan belanja modal guna melengkapi aset daerah. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agave Sianturi (2010) dengan judul pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengalokasian belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara dimana hasil penelitian membuktikan bahwa Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut: H1: Pajak Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Modal Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Dalam UU No. 34 Tahun 2000 disebutkan bahwa retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah untuk masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat dari pos PAD dalam Laporan Realisasi APBD. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan apabila pendapatan yang dimiliki oleh pemerintah daerah juga memadai. Meskipun pemerintah daerah mendapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat, namun pemerintah daerah juga tetap harus dapat mengoptimalkan potensi daerahnya untuk dapat meningkatkan PAD dalam rangka memenuhi belanja modal daerah. Jika retribusi daerah meningkat, maka PAD juga akan meningkat sehingga dapat meningkatkan pengalokasian belanja modal untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Retribusi diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap pembangunan infrastruktur daerah (Novita, 2012). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Diah Sulistyowati (2011) dimana retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sehingga
11
apabila terjadi kenaikan pada retribusi daerah, maka akan meningkatkan alokasi belanja modal. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diasumsikan suatu hipotesis sebagai berikut: H2: Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Dana perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Non-Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima pemerintah daerah dapat dialokasikan untuk belanja modal. Hasil penelitian yang dilakukan Putro (2011), dapat diketahui bahwa DAU berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Dapat diketahui bahwa besarnya Dana Alokasi Umum dapat dipastikan dapat menambah pendapatan pemerintah daerah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Diah Sulistyowati (2011), Dana Alokasi Umum (DAU) daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada DAU, maka akan meningkatkan alokasi belanja modal. Dengan begitu adanya keterkaitan antara Dana Perimbangan dalam hal ini Dana Alokasi Umum dapat mempengaruhi belanja modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan asumsi tersebut dapat dikemukakan suatu hipotesis yaitu: H3: Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal Sumber dana perimbangan yang kedua adalah Dana Alokasi Khusus. Dengan adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang ditanggung oleh pemerintah daerah. Diketahui bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan hasil penelitian dari Ni Luh Dina Selvia Martini (2014) dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten Buleleng Tahun 2006-2012 didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana
12
Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada DAK, maka akan mempengaruhi alokasi belanja modal. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan yang dapat membantu sumber pendanaan belanja modal daerah Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat ditarik suatu hipotesis: H4: Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Sumber dana perimbangan yang ketiga adalah Dana Bagi Hasil. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah. Dana Bagi Hasil yang didapatkan oleh pemerintah daerah yaitu dari adanya pajak dan sumber daya alam daerah yang dapat membantu sumber pendanaan belanja modal. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka presentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Deddi, 2007). Menurut Carol (2005), Dana Perimbangan dimaksudkan untuk mengatasi ketidakseimbangan vertikal antar tingkat pemerintah (dana bagi hasil & dana alokasi umum) menyamakan kemampuan fiskal pemerintah daerah mendorong belanja daerah untuk kegiatan-kegiatan prioritas pembangunan nasional, mendorong pencapaian pelayanan dan standar minimum, dan merangsang mobilisasi pendapatan. Menurut Arbie (2013), Dana Bagi Hasil merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Wahyuni dan Pryo (2009) menyebutkan bahwa “Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah selain yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)”. Penelitian yang
13
dilakukan oleh Indra (2010), menyatakan bahwa dari hasil yang dilakukan menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan dan parsial berpengaruh positif terhadap belanja modal. Dari pemaparan tersebut dapat ditarik suatu hipotesis: H5: Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013), Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Diah Sulistyowati (2011), tentang Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, DAU dan DAK Terhadap Alokasi Belanja Modal dimana hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra (2010), menyatakan bahwa dari hasil yang dilakukan menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan dan parsial berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Bagi pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan daerah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah termasuk didalamnya mengoptimalkan hasil pajak daerah, retribusi daerah. H6: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal
METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu Asosiatif, yaitu menganalisis pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y. Rancangan penelitian disusun berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011-2014. Variabel yang digunakan
14
dalam penelitian ini yaitu Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), Dana Alokasi Umum (X3), Dana Alokasi Khusus (X4), Dana Bagi Hasil (X5) serta Belanja Modal (Y). Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah belanja modal, yang dinotasikan (Y). Belanja modal sebagai variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini adalah Belanja Modal yang digunakan yaitu Belanja Modal Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004). Belanja modal untuk masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat dalam Laporan Realisasi APBD. Variabel Independen 1.
Pajak Daerah sebagai variabel bebas (X1). Yaitu Pajak Daerah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
2.
Retribusi Daerah sebagai variabel bebas (X2). Dalam penelitian ini adalah Retribusi Daerah yang digunakan yaitu Restribusi Daerah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
3.
Dana Alokasi Umum sebagai variabel bebas (X3). Dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum yang digunakan yaitu Dana Alokasi Umum Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
4.
Dana Alokasi Khusus sebagai variabel bebas (X4). Dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Khusus yang digunakan yaitu Dana Alokasi Khusus Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
5.
Dana Bagi Hasil sebagai variabel bebas (X5). Dalam penelitian ini adalah Dana Bagi Hasil yang digunakan yaitu Dana Bagi Hasil Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode 2011-2014.
Sampel Data Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah data Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan Belanja Modal
15
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau periode tahun 2011 sampai dengan 2014 dengan data bulanan sehingga jumlah data untuk masing-masing variabel berjumlah 48 data. Berikut merupakan tabel penjelasan sampel penelitian: Tebel 3.1 Sampel Penelitian
No
Sampel Penelitian
Periode
Jumlah Data
1.
Pajak Daerah
2011-2014
48
2.
Retribusi Daerah
2011-2014
48
3.
Dana Alokasi Umum
2011-2014
48
4.
Dana Alokasi Khusus
2011-2014
48
5.
Dana Bagi Hasil
2011-2014
48
Sumber : BPKKD Provinsi Kepulauan Riau
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Statistik deskriptif pada penelitian ini didasarkan pada data penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran umum dari data yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan statistik deskriptif untuk tiap-tiap variabel dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini: Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
PD
48
.00
103698.00
64775.7292
21332.82089
RD
48
66.00
2986.00
481.4167
529.57333
DAU
48
.00
116334.00
46055.2917
25282.47858
DAK
48
.00
18755.00
2571.1042
4919.51923
DBH
48
.00
321461.00
81789.5833
102490.69526
BM
48
.00
316307.00
34023.5625
59812.64588
Valid N (listwise)
48
Sumber : Data Hasil Olahan SPSS, 2016 Berdasarkan dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel Pajak Daerah (X1) dari 48 data yang diolah terdapat nilai minimum 00, nilai maximum
16
103698.00, dan nilai rata-rata 64775.7292. Variabel Retribusi Daerah dapat diketahui memiliki nilai minimum 66.00, nilai maximum 2986.00 dan nilai ratarata 481.4167. Variabel Dana Alokasi Umum memiliki nilai minimum 00, nilai maximum 116334.00 dan nilai rata-rata 46055.2917. Variabel Dana Alokasi Khusus memiliki nilai minimum 00, nilai maximum 18755.00, dan nilai rata-rata 2571.1042. Variabel Dana Bagi Hasil memiliki nilai minimum 00, nilai maximum 321461.00, dan nilai rata-rata 81789.5833. Variabel Belanja Modal memiliki nilai minimum 00, nilai maximum 316307.00, dan nilai rata-rata 34023.5625. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji Statistik Kolmogorov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b
48 Mean Std. Deviation
.0000000 41710.6683201 9
Most Extreme Differences
Absolute
.135
Positive
.135
Negative
-.090
Test Statistic
.135 .129c
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber : Hasil Olahan SPSS Versi 21 Berdasarkan hasil analisis metode One-Sample Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,129 lebih besar dari 0,05, ini berarti variabel residual berdistribusi normal. Hasil Uji Multikolinearitas Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
17
Model 1
Coefficientsa Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant)
PD RD DAU DAK DBH a. Dependent Variable: Belanja_Modal
.902 .883 .871 .924 .915
1.109 1.132 1.148 1.082 1.093
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Versi 21, 2016 Berdasarkan hasil dari tabel diatas nilai Tolerance dan VIF terlihat bahwa tidak ada nilai Tolerance di bawah 0.10 dan nilai VIF tidak ada di atas 10, hal ini berarti
kelima
variabel
independen
tersebut
tidak
terdapat
hubungan
multikolinieritas dan dapat digunakan untuk memprediksi belanja modal selama periode pengamatan 2011-2014. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Hal yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Versi 21, 2016
18
Berdasarkan Gambar 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa data (titik-titik) menyebar secara merata di atas dan di bawah garis nol, tidak berkumpul di satu tempat, serta tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji regresi ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil Uji Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi regresi di mana variabel dependen (terikat) tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Autokorelasi (Durbin Watson) Model Summaryb
Model 1
R .717a
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.514
.456
Durbin-Watson
44123.65013
1.503
a. Predictors: (Constant), DBH, DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: Belanja_Modal
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai Durbin Watson sebesar 1,503. Hal ini dapat diketahui berdasarkan kriteria bahwa nilai DW berada diantara -2 dan 2 sehingga tidak adanya autokorelasi. Hasil Uji T-Test Uji statistik T pada dasarnya digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dapat dilihat pada tabel berikut ini: Hasil Uji T Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant)
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
8882.664
23356.548
.380
.706
PD .661 RD 6.587 DAU -.949 DAK 3.830 DBH .159 a. Dependent Variable: Belanja_Modal
.318 12.933 .273 1.361 .066
.236 2.080 .058 .509 -.401 -3.479 .315 2.814 .273 2.424
.044 .613 .001 .007 .020
Sumber : Hasil Pengujian SPSS Versi 21, 2016
19
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tabel tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Pajak Daerah mempunyai thitung 2,080 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 2,080>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi pajak daerah yaitu sebesar 0,044. Pajak Daerah berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05.
2.
Retribusi Daerah mempunyai thitung 0,509 sehingga nilai thitung < ttabel, yaitu 0,509<1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak, ini menunjukkan bahwa secara parsial retribusi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
3.
Dana Alokasi Umum mempunyai thitung 3,479 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 3,479>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh terhadap Belanja Modal. Nilai t negatif menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai hubungan yang berlawanan arah dengan Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi pajak daerah yaitu sebesar 0,001. Dana Alokasi Umum berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05.
4.
Dana Alokasi Khusus mempunyai thitung 2,814 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 2,814>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi Dana Alokasi Khusus yaitu sebesar 0,007 sehingga dapat diketahui juga bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05.
20
5.
Dana Bagi Hasil mempunyai thitung 2,424 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 2,424>1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi Dana Bagi Hasil yaitu sebesar 0,020 sehingga dapat diketahui juga bahwa Dana Bagi Hasil berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal, karena nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05.
Hasil Uji F-Test (Anovab) Uji F untuk menentukan apakah secara serentak atau bersama-sama variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen dengan baik atau apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Pada tabel Anova dapat dilihat pengaruh variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal. Hasil Uji Simultan Dengan F- Test ANOVAa Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
86375319531.119
5
17275063906.224
Residual
81769653030.693
42
1946896500.731
168144972561.813
47
Total
F 8.873
Sig. .000b
a. Dependent Variable: Belanja_Modal b. Predictors: (Constant), DBH, PD, DAK, RD, DAU
Dari tabel di atas, uji signifikansi simultan/bersama-sama (uji statistik F) menghasilkan nilai F hitung sebesar 8,873 dengan siginfikasi 0,000. Nilai signifikasi tersebut lebih kecil dari pada 0,05 sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Artinya, setiap perubahan yang terjadi pada variabel independen yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Nilai f tabel pada taraf kepercayaan
21
signifikansi 0,05 adalah 4,04 dengam demikian F hitung = 8,873 > F tabel = 4,04 dengan demikian maka model regresi dapat dikatakan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Uji Koefisien Determinasi (R Square) Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel dependen untuk mengetahui persentase sumbangan variabel
(Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil) secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Belanja Modal). Hasil Pengujian Untuk Uji Koefisien Determinasi (R Square)
Model 1
R .717a
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.514
.456
44123.65013
Durbin-Watson 1.503
a. Predictors: (Constant), DBH, DAK, PD, RD, DAU b. Dependent Variable: Belanja_Modal
Dari hasil tabel di atas besarnya Adjusted R Square berdasarkan hasil analisis dengan SPSS 21 sebesar 0,456. Adjusted R Square merupakan nilai R2 yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan model. Dengan demikian besarnya pengaruh yang diberikan oleh variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 45,6%, sedangkan sisanya sebesar 54,4% adalah dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal Pajak Daerah mempunyai thitung 2,080 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 2,080>1,677 serta nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa
22
secara parsial pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Pajak daerah merupakan PAD yang tarifnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurut Sianturi (2010), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar pula PAD dengan demikian semakin besar pula peluang pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan belanja modal guna melengkapi aset tetap daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa pajak daerah dapat digunakan sebaik baiknya untuk keperluan daerah dalam hal pemenuhan kebutuhan daerah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan pajak daerah berpengaruh terhadap belanja modal dikarenakan pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat mengalokasikan pajak daerah sebagai sumber penting untuk pengalokasian belanja modal. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Modal Retribusi Daerah mempunyai thitung 0,509 sehingga nilai thitung < ttabel, yaitu 0,509<1,677. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak, ini menunjukkan bahwa secara parsial retribusi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Hasil penelitian yang tidak signifikan ini dikaitkan dengan data pendapatan Provinsi Kepulauan Riau periode tahun 2011-2014, dapat diketahui bahwa persentase retribusi daerah terhadap total pendapatan rata-rata yaitu 0,25% (sangat rendah) sehingga retribusi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Retribusi daerah tidak memiliki pengaruh terhadap Belanja Modal dimana hal ini berarti kurang optimalnya penggalian, pengelolaan sumber daya yang dimiliki pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan potensi ekonomi dimasing-masing daerah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah termasuk didalamnya mengoptimalkan hasil pajak daerah, retribusi daerah sehingga dapat berdampak baik terhadap belanja modal. Hal ini sejalan dengan penelitian Mamonto (2015) dimana hasil penelitian menjelaskan bahwa Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
23
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Dana Alokasi Umum mempunyai thitung 3,479 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 3,479>1,677 serta nilai signifikansi lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh terhadap Belanja Modal. Nilai t negatif menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai hubungan yang berlawanan arah dengan Belanja Modal. Berdasarkan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 dapat diketahui bahwa Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Bertolak belakangnya antar dana alokasi umum dan belanja modal dalam penelitian ini karena alokasi dasar perhitungan Dana Alokasi Umum digunakan untuk memenuhi Belanja Pegawai sehingga ketika Dana Alokasi Umum meningkat maka belanja pegawai meningkat sehingga akan berdampak turunnya Belanja Modal. Hasil penelitian yang dilakukan Setiawan (2015) dapat diketahui bahwa DAU berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Dapat diketahui bahwa besarnya Dana Alokasi Umum dapat dipastikan dapat menambah pendapatan pemerintah daerah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Diah Sulistyowati (2011) Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada DAU, maka akan meningkatkan alokasi belanja modal. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal Dana Alokasi Khusus mempunyai thitung 2,814 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 2,814>1,677 serta nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Diketahui bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK), sejalan dengan
24
hasil penelitian dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal dimana hal ini membuktikan bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat menempatkan Dana Alokasi Khusus sebagai sumber penting terhadap Belanja Modal. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2005 dimana Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Dalam hal ini berarti sesuai dengan hasil penelitian bahwa meningkatnya Dana Alokasi Umum pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau akan memberikan dampak baik bagi belanja modal dikarenakan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sebagai wujud pelayanan yang baik bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dari Martini (2014) bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal. Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Dana Bagi Hasil mempunyai thitung 2,424 sehingga nilai thitung > ttabel, yaitu 2,424>1,677 dan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, ini menunjukkan bahwa secara parsial Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka presentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal dimana Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat menggunakan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari APBN untuk mencukupi kebutuhan daerah dalam hal ini Belanja Modal. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2005 Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari penerimaan pajak dan sumber daya alam yang disalurkan kepada pemerintah daerah. Pemberian dana bagi hasil kepada daerah merupakan wujud pemerintah pusat kepada pemerintah
25
daerah agar dapat mendukung kemandirian daerah dalam pemenuhan kebutuhan, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa pemberian Dana Bagi Hasil memberikan dampak baik bagi pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dimana diupayakan dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam hal ini Belanja Modal. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui nilai F hitung sebesar 8,873 dengan siginfikasi 0,000. Dengan demikian F hitung = 8,873 > F tabel = 4,04. Nilai signifikasi tersebut lebih kecil dari pada 0,05 sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian dapat disimpulkan hasil penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Secara parsial Pajak Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
2.
Secara parsial Retribusi Daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
3.
Secara parsial Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
4.
Secara parsial Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
5.
Secara parsial Dana Bagi Hasil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
26
6.
Secara simultan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1.
Disarankan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk dapat memperhatikan pendapatan Retribusi Daerah sehingga nantinya dapat memberikan kontribusi terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
2.
Untuk mewujudkan kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya untuk alokasi belanja modal, dalam jangka panjang sebaiknya Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengurangi ketergantungan atas transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat.
3.
Bagi pemerintah Provinsi Kepulauan Riau alokasi belanja modal perlu lebih diprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang nantinya akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini menandakan bahwa pengeluaran pemerintah daerah, khususnya untuk belanja modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang lebih diprioritaskan sehingga memberikan dampak baik bagi ekonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy, dan Abdul Halim. 2008. Pengalokasian Belanja Fisik dalam Anggaran Pemerintah Daerah: Studi Empiris atas Determinan dan Konsekuensinya Terhadap Belanja Pemeliharaan, Algifari. 2010. Analisis Regresi (Teori, Kasus, dan Solusi). Yogyakarta: BPFE. Bastian, Indra. 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. ____________. 2007. Sistem Salemba Empat.
Akuntansi
27
Sektor Publik.Buku 2 Jakarta:
Bohari. 2012. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007 Pengaruh Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Unhas Makasar 26-27 Juli 2007. Erlina dan Rasdianto. 2013. Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis Akrual. Brama Ardian. Medan Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang ____________. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. BP Universitas Diponogoro, Semarang Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik : Pengelolaan Keuangan Daerah Edisi 3. Jakarta : Salemba Empat Kawedar Warsito dkk. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Semarang. UNDIP Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Lukman. 2006. Sistem Dan Prosedur Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah. Jakarta Mamonto, Sandry Yossi. 2015. Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal (Studi pada Kabupaten Bolaang Mongondow Periode 2004-2013) Mardiasmo. 2013. Perpajakan: Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi. Martini, Ni Luh Dina Selvia Martini. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten Buleleng Tahun 2006-2012 Meianto. Edy. 2015. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Selatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
28
Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta Setiawan. Asrul Wisnu. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Di Kabupaten/Kota Di Yogyakarta Periode Tahun 2007-2013 Sianturi, Agave. 2010. Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara Sugiyono. 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. ________. 2012. Metode Penelitian Bandung: Alfabeta.
Kuantitatif
Kualitatif
dan
R&B.
________. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta: Bandung. Sulaiman, Wahid. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS: Contoh Kasus Dalam Pemecahan. Yogyakarta: Penerbit Andi Sulistyowati, Diah. 2011. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja Modal. Universitas Diponegoro. Suparmoko, M. 2001. Ekonomi Publik, Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi Pertama, Yogyakarta, Penerbit :Andi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah RI tentang Perpajakan
29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Zain, Mohammad, 2003, Manajemen Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat.
30