Edisi
6
9 NOV 2013 Dari meja redaksi….
Sesi KIN Malam Pdt. Dr. Stephen Tong
“PENGUNCI PINTU INJIL!”
D
i dalam sesi ke-16 KIN hari keempat ini, Pdt. Stephen Tong dengan tajam menganalisis kondisi gereja di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa kekristenan mulai masuk ke Indonesia sekitar 500 tahun yang lalu oleh penjajah Portugis. Sejarah juga mencatat bahwa Islam datang ke Indonesia sekitar awal abad kedelapan. Ini berarti Islam sudah datang ke Indonesia hanya dalam waktu 70-100 tahun setelah wafatnya Muhammad. Di lain pihak, Injil baru masuk ke Indonesia sekitar 1500 tahun setelah Yesus Kristus wafat. Ini suatu fakta yang menyedihkan, apalagi mengingat bahwa Muhammad lahir 570 tahun setelah Kristus.
KIN Flash
M
Mengapa Injil masuk ke Indonesia demikian telat? “Karena orang Islam mengabarkan Islam lebih rajin dari orang Kristen mengabarkan Kristen!” seru Pdt. Stephen Tong. Pdt. Stephen Tong melanjutkan bahwa Belanda datang ke Indonesia bukan untuk mengabarkan Injil tetapi hanya untuk menjajah orang lain dan mengeruk keuntungan. Bahkan keberadaan gereja pada mulanya hanyalah untuk mengisi keperluan ibadah para penjajah. Hal ini dapat kita lihat dari Bersambung ke hal.7
ore reason to evangelize! According to Rev. Billy Kristanto, while Paul concentrates on the death and resurrection of Christ, the four gospels present the whole life of Christ as creating a counterculture against the Caesar cult. Therefore, we must preach the Gospel not only by words but also through our life-witness just as attested by Christ’s own life. Concluding his previous session, Ev. David Tong shows how Reformed theology—e.g., the doctrine of predestination and the doctrine of concurrentism— further contributes to the birth of modern science. On a separate note, David stresses on the importance of Christ’s bodily resurrection for evangelism. Sedated by worldly euphoria many churches, in Rev. Tumpal Hutahaean’s estimation, have neglected the supremacy of Christ. Unfortunately, this gives birth to churches that are easily swayed by false teachings and congregations that do not grow in their faith. Thus for the health of God’s church, pastors must realize the importance of doctrinal teaching for their congregations. In his morning session, Rev. Stephen Tong reminds all audiences of the sovereignty of God over creatures. The sovereignty of God is the basis for the biblical teaching of predestination—that God has sovereignly and unconditionally elected some people, not all, to be saved. Thus, it is by God’s grace alone that we believe. Furthermore, those who are elected are those who will be sanctified. True revival brings one to true realization of their sins and results in a true repentance. Reflecting on the life of Elijah and Elisha, both of whom were simply simple people but used greatly by the LORD. Rev. Stephen Tong, in his evening session, urges all audiences to seek the power of God above all. (dt)
Sungguh kekuatan dari Tuhan ketika kita bisa diberikan kekuatan selama enam hari ini mengikuti KIN 2013. Limpahnya berkat firman Tuhan, pengajaran yang begitu tajam, memberikan kesempatan kita dengan rendah hati mau mengkaji kembali setiap kita. Seberapa jauh kita rela dengan rendah hati, penuh ketaatan, mau belajar diubahkan oleh kebenaran-kebenaran yang mungkin selama ini kita kurang mengertinya. Malam ini kita akan menjalankan KPIN Jakarta 2013. Ini adalah sebuah peperangan rohani yang besar. Kita merindukan ribuan orang boleh mengalami sentuhan mistis di mana Roh Kudus boleh menghidupkan hati yang mati dan mengeras (Yeh. 36:26-27) dan menggantinya dengan hati yang taat. Kita perlu terus mendoakan agar baik KIN 2013 (Konvensi Injil Nasional) dan KPIN (Kebaktian Pembaruan Iman Nasional) Jakarta 2013 boleh berjalan sampai selesai dalam pimpinan Tuhan. Kita perlu berdoa untuk semua Panitia yang sedang bekerja keras mempersiapkan KPIN yang hanya beberapa jam lagi. Kita sungguh rindu Tuhan bekerja bukan hanya untuk diri kita, tetapi untuk banyak orang yang akan hadir di KPIN Jakarta 2013. Kiranya kita boleh mendapatkan pembentukan rohani, pembaruan hidup, dan pembentukan karakter kita menjadi seorang hamba Tuhan yang akan Tuhan pakai di dalam KerajaanNya. Redaksi.
SEKILAS
L i p u ta n S e putar K IN
KIN
” Yang seperti ini belum pernah kami lihat...”
T
idak terasa waktu bergulir sangat cepat. Tidak terasa hari ini KIN telah memasuki hari ke-6. Selama lima hari yang sudah dilewati, para peserta telah berkesempatan menerima sejumlah rangkaian ceramah dan khotbah penting; terutama khotbah dari Pdt. Dr. Stephen Tong, yang sedemikian padat setiap pagi dan malam hari. Setiap hari acara dimulai dari pagi hari jam 7.30 WIB hingga selesai hampir pukul 22.00 WIB. Para peserta yang harus duduk berjam-jam mendengarkan kupasan firman Tuhan dengan penuh antusias. Dengan penuh kosentrasi dan antusiasme tinggi para peserta mencatat bagian demi bagian kupasan firman dan ceramah untuk dibawa pulang sebagai hasil pembelajaran untuk membangun pelayanan masing-masing di berbagai daerah yang Tuhan percayakan untuk digembalakan. Di tengah-tengah padatnya studi firman, semenjak hari ketiga hingga hari keenam berturut-turut setiap harinya setelah istirahat makan siang, para peserta secara berkelompok bergantian memperoleh kesempatan mengunjungi Sophilia Fine Art Center. Sophilia Fine Art Center adalah sebuah aula seni rupa yang digagasi dan diprakarsai oleh Pdt. Dr. Stephen Tong, dengan mengumpulkan secara pribadi dan mengorbankan kepentingan diri lebih dari 30 tahun berbagai barang seni rupa baik dari Barat maupun Timur. Aula Seni Rupa Sophilia ini didirikan sebagai bagian dari visi dan beban yang diberikan oleh Tuhan kepada Pdt. Stephen Tong dalam rangka melaksanakan mandat budaya dan mendidik manusia Indonesia melihat kemuliaan Tuhan Allah melalui wahyu umum dan mengagumi bijaksana Allah Pencipta yang diwujudkan melalui berbagai karya yang dihasilkan oleh para seniman sebagai peta teladan Allah. Selain Sophilia Fine Art Center, Pdt. Stephen Tong juga mendirikan dan mendesain sendiri Aula Simfonia Jakarta (ASJ), satu tempat untuk mendidik manusia Indonesia menghargai dan memahami musik-musik bermutu tinggi. Baik Sophilia Fine Art Center maupun Aula Simfonia Jakarta merupakan wujud kecintaan Pdt. Stephen Tong kepada Tuhan Yesus Kristus , Injil, dan sesama manusia. Dengan penuh perjuangan mengumpulkan berbagai bentuk karya seni ini, bahkan kadang Pdt. Stephen Tong harus mengangkat dengan tangan sendiri dari berbagai tempat, satu demi satu barang dikumpulkan secara perlahan tapi pasti dalam jangka waktu sangat lama, tanpa dukungan dana dari pihak manapun; baik pemerintah, pihak luar negeri, bahkan gereja. Barangbarang seni rupa itu kini dapat dihadirkan,
2
dinikmati, dan dipelajari. Barang-barang seni rupa yang sangat bernilai tinggi itu terdiri dari berbagai jenis lukisan baik Kristen maupun bukan Kristen, ukiran, kaligrafi Tionghoa, barang-barang bermutu sangat tinggi seperti keramik dan porselen Tiongkok, barang-barang perunggu, dan sebagainya dalam berbagai bentuk dan ukuran hingga barang seni rupa Indonesia. Koleksi-koleksi ini ada yang asli, ada yang replika, sangat sukar untuk dibedakan karena mutu replikanya yang begitu tinggi. Setelah mengelilingi bersama para peserta lebih dari 1 jam, Liputan Sekilas KIN berhasil secara acak mendapatkan beberapa kesan yang mewakili para hamba Tuhan – peserta KIN dari berbagai daerah. Seorang hamba Tuhan dari Tanah Toraja mengatakan ia sangat tergugah oleh lukisan-lukisan di tempat ini; apalagi lukisan-lukisan yang bercerita tentang para martir bagi Injil. Ia terdorong untuk menghayati dan refleksi diri lebih dalam lagi pelayanannya bagi Injil. Seorang Ibu Pendeta dari Papua mengatakan perlu waktu lebih lama lagi untuk belajar semua barang di tempat ini. 1-2 jam itu terlalu singkat. Hamba Tuhan ini juga menyatakan ketertarikannya dengan motif-motif yang ada pada piring-piring keramik Tiongkok. Ada catatan menarik berkenaan dengan soal piring keramik ini. Hamba Tuhan ini mengatakan bahwa di dalam adat perkawinan suku Biak dan Serui, ada kebiasaan memakai piring yang corak dan motifnya sama dengan motif yang ada pada piring keramik Tiongkok itu sebagai
mas kawin. Lalu Ibu Pendeta ini tertarik untuk memikirkan dan ingin mempelajari lebih jauh lagi adakah hubungan sejarah masa lalu bangsa Papua dan dinastidinasti di Tiongkok. Seorang hamba Tuhan dari Kalimantan Barat mengatakan bahwa mereka yang biasanya melayani di pedalaman, sangat bersyukur mengikuti KIN dan bisa melihat berbagai barang seni ini. Seperti mimpi! Lukisan tentang penderitaan Kristus di atas kayu salib menjadi gugahan yang mendalam bagi hamba Tuhan ini untuk lebih lagi mengabarkan Injil di daerahnya. Seorang hamba Tuhan dari Sulawesi Utara mengagumi sejarah dan ketelitian orang Tionghoa memelihara benda-benda sejarah. Lebih mengagumkan lagi bagi dia adalah kemampuan Pdt. Stephen Tong mengumpulkan barang bernilai seperti ini untuk sebagai barang pendidikan bagi generasi muda. Seorang hamba Tuhan dari daerah Jawa Timur dengan penuh kekaguman mengatakan berulang-ulang: “ini adalah tempat langka, jarang-jarang ada tempat seperti ini yang sangat mendidik kita orang Kristen supaya bermentalitas dunia”. Seorang hamba Tuhan dari Sulawesi Tengah juga sangat mengagumi dan bersyukur mengatakan : “Kita patut bersyukur kepada Tuhan, menaruh hormat dan kagum kepada keberanian Pdt. Stephen Tong dengan susah payah mendirikan Sophilia Fine Art Center ini bagi Kerajaan Allah. Yang seperti ini belum pernah kami lihat!” (lhw).
Kunjungan peserta KIN ke Sophilia Fine Art Center
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
SEKILAS
KIN
Refleksi Hari ke-5 RenunganPagi Pdt. Billy Kristanto
Renungan ini membahas aspek-aspek Injil. Paulus memfokuskan Injil sebagai berita kematian dan kebangkitan Kristus sesuai dengan Kitab Suci (1Kor. 15:3-6). Berita Injil bukan tanpa kehadiran saksi-saksinya. Keempat Kitab Injil melengkapi perspektif Paulus. Istilah Injil dipakai oleh Markus untuk berpolemik dengan pandangan penyembahan Kaisar: Kaisar dianggap tuhan, juru selamat dan membawa kabar baik (Injil), namun Markus mengatakan Yesus Kristuslah Tuhan, Juru Selamat dan Pembawa kabar baik. Injil menghadirkan kepercayaan dan kebudayaan tandingan (bandingkan istilah Logos dalam Yohanes dan juga Roma 12:2). Keempat Injil mencatat bukan hanya kematian dan kebangkitan Kristus melainkan juga kehidupan-Nya. Markus misalnya menyajikan Injil sebagai proses perjalanan seorang mengenal Yesus sebagai Anak Allah (Mrk. 1:1; 15:39). Maka Injil juga harus berurusan dengan seluruh kehidupan, sifat, dan karakter Kristus. “Beritakan Injil dan jika perlu, gunakan kata-kata” (Franciscus Assisi). Pemberitaan Injil yang sejati bukan hanya kata-kata, melainkan juga kesaksian hidup kita. Yoh. 14:6 mengatakan bahwa Yesus bukan hanya satu-satunya jalan, melainkan juga membawa kita kepada satu-satunya tujuan. Pemberita Injil perlu senantiasa bergumul untuk mendapatkan kepenuhan Roh Kudus.
Sesi 18 Ev. David Tong
Melanjutkan sesi ke-5 (hari kedua KIN), Ev. David Tong mengatakan bahwa kekristenan, secara khusus theologi Reformed, memberikan sumbangsih penting bagi lahirnya sains modern. Di dalam konteks abad ke-16, orang melihat ada kaitan antara theologi yang “baru” ini dengan bidang ilmu yang “baru” pula. Tuhan yang sudah mempredestinasikan keselamatan adalah selaras dengan Tuhan yang telah memberikan hukum alam; sebagaimana jumlah orang dan malaikat yang dipilih tidak dapat diubah lagi, demikian juga ada suatu sifat ketidakberubahan di dalam hukum alam. Demikian pula doktrin concurrentism, yang dikemukakan oleh theologi Reformed, menyebabkan manusia dapat menyelidiki alam dengan mencari sebab-penyebab di dalam alam, sambil tetap percaya bahwa Allahlah penyebab utama segala sesuatu. Terlebih lagi, theologi Reformed menekankan bahwa semua bentuk pekerjaan adalah panggilan Allah yang manusia lakukan di dalam Kerajaan Allah untuk kemuliaan Allah belaka. Membahas topik yang berbeda dengan mengacu kepada Yoh. 20:26-31, Ev. David Tong juga berkhotbah mengenai signifikansi dari kebangkitan Kristus bagi iman Kristen dan, khususnya penginjilan. Kebangkitan Kristus adalah inti dari iman Kristen yang menghancurkan sistem pemikiran manusia berdosa, khususnya rasionalisme dan empirisisme. Terlebih lagi, perkataan Yesus di Yoh. 20:29 menunjukkan bahwa Kristus mau kita mengerti bahwa penginjilan adalah satu keharusan. Dan yang memberi sukacita di dalam kita menginjili adalah mengetahui bahwa Kristus sendiri telah menjamin akan adanya orang yang percaya di kemudian hari karena pengabaran firman kebangkitan-Nya (faith comes by hearing).
Sesi 20 Pdt. Tumpal Hutahaean
Pdt. Tumpal mengawali dengan menjelaskan gereja yang terhisap dengan euforia rohani, yang hanya mementingkan kepuasan emosi dan kepuasan hidup (kaya dan sukses), tetapi tanpa Supremasi Kristus (Church without Theology), kedua, terbius dengan filsafat New Age, ketiga, dipengaruhi filsafat Post-Modernisme, dan keempat, tertidur dalam theologi Liberalisme. Akibatnya banyak gereja cenderung menelan segala macam bentuk pengajaran dan mudah terbawa arus pengajaran yang palsu. Theologi gereja bersifat “Theologi Gadogado”. Akibat yang kedua, jemaat mengalami kebingungan dalam menghidupi imannya, karena tergantung dengan apa yang terjadi di luar. Akibat ketiga, Jemaat tidak memiliki fondasi iman dan ketangguhan iman, sehingga mudah disusupi oleh ajaran-ajaran liar atau sesat. Akibat keempat, Gereja tidak menjadi Garam dan Terang dunia, dengan kata lain gereja gagal menjadi berkat bagi dunia yang berdosa ini karena dipengaruhi oleh dunia. Dengan kondisi gereja seperti ini, siapa yang berani menegur seperti seruan Tuhan Yesus untuk lima jemaat di Asia Kecil: Efesus, Pergamus, Tiatira, Sardis, dan Laodikia (Why. 2-3:22), dan siapa yang berani berteriak dengan lantang seperti nabi Yeremia, menegur dosa umatnya pada zamannya? Siapakah yang berani seperti Yohanes Pembaptis, menegur dosa raja atau penguasa pada saat itu? Siapakah yang meratapi keberadaan gereja Tuhan yang seperti ini? Secara komunal atau sosiologis gereja tampak hanya sebagai perhimpunan manusia dari segala suku, bangsa, ideologi politik, status ekonomi, maupun latar belakang pendidikan, yang menyambut panggilan Kristus. Secara institusional atau organisasional, gereja tampak tak lebih dari suatu struktur yang berbeda dari struktur sosial lainnya. Namun secara spiritual atau theologis sesungguhnya gereja adalah “umat perjanjian Allah, tubuh Kristus, dan bait Roh Kudus”.
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
3
SEKILAS
KIN
KEJATUHAN & KEBUDAYAAN Ekses Kejatuhan Manusia dalam Kebudayaan oleh: Pdt. Dr. Stephen Tong
Bagian 1 Renungan ini ditulis berdasarkan paparan Pdt. Stephen Tong (dengan judul yang sama) di Singapore Theological Seminar pada tahun1992
A
lkitab tidak hanya berbicara mengenai masuk sorga dan kepercayaan saja. Alkitab juga mengajar kita memakai prinsip firman Allah yang orisinal untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul, baik di bidang politik, masyarakat, seni, dan lain-lain. Kita perlu memahami bukan hanya theologi sistematika tradisionil yang membahas tentang keselamatan, Kerajaan Allah, dan rencana Allah yang kekal, tetapi juga topik-topik yang berkenaan dengan konsep politik, nilai, kebudayaan, maupun sejarah. Kita yang hidup di dunia ini tidak dapat menghindari pembahasan semacam ini, karena konsep dasar secara langsung atau tidak langsung memengaruhi reaksi hidup kita. Bila kita merenungkan secara mendalam dan mempunyai pemahaman konsep yang tepat, maka kita akan menjadi orang Kristen yang mampu memuliakan Allah dan membawa berkat bagi sesama. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. (Kejadian 1 : 28 dan 2 : 15) Istilah ‘mengusahakan’ (LAI) atau cultivate dalam ayat ini berkaitan dengan istilah culture. Ini berarti bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang berbudaya. Jika kita memandang sejarah sebagai sebuah sistem sirkulasi, kita akan menemukan bahwa di dalam sistem dan sirkulasi ini terdapat definisi-definisi yang seolah-olah tidak tampak namun sebenarnya ada. Bagaimana sirkulasi ini terjadi? Pada saat seorang yang bijaksana mendisiplin tindakan yang kurang bijaksana, maka keprimitifan pun akan dikikis secara perlahan-lahan, karena wisdom is conquering the barbarianism. Pendidikan tampil ke permukaan dan membentuk masyarakat yang berbudaya, dan kebijaksanaan mulai melayani penguasa yang dominan. Seorang politikus yang mengerti hal ini kemudian akan bertekad
4
untuk merebut dan menguasai orang-orang yang bijaksana untuk melayani ambisi mereka. Ambisi politik terdapat dalam diri para pemimpin yang bengis, yang menganut pemikiran diktator. Padahal kuasa diktator secara mutlak akan menjadi penghancur kuasa politik. Pada saat kuasa tertinggi hancur, maka irama sejarah kembali kepada barbarisme yang mendominasi kuasa politik yang tertinggi. Sirkulasi ini berlangsung sampai abad XX dan berkembang menjadi suatu pengharapan bahwa demokrasi dapat menyelesaikan masalah ini. Demokrasi perlu dibangun di atas dasar neutral information (informasi netral, tidak terdistorsi) dan pendidikan kebudayaan secara menyeluruh. Dengan demikianlah demokrasi dapat berkembang. Namun hal ini adalah idealisme yang tidak mungkin. Bagi saya, kemenangan demokrasi mungkin sekali merupakan wujud pemikiran barbarisme dari orang-orang zaman modern. Jangan kita heran apabila suatu hari kelak kita menemukan negara Amerika – yang mempunyai hikmat dan pengetahuan tinggi – akan jatuh ke dalam tangan orangorang yang menyebut diri demokrat, tetapi memberikan toleransi terhadap perdagangan narkotik, homoseksualitas, aborsi, dan lain sebagainya. Hal tersebut terjadi karena pada saat pemilihan presiden, calon presiden takut kalau-kalau rakyat tidak mau mendukungnya, sehingga dengan terpaksa dia berkompromi demi memperoleh kemenangan saat pemilihan. Sebenarnya, dia telah menggantikan demokrasi dengan kuasa. Sejarah menunjukkan bahwa di dalam sistem sirkuliasi ini, kebudayaan yang dibangun manusia dengan susah payah telah menempatkan dirinya dalam suatu krisis, suatu masalah yang mendalam dan serius. Siapakah manusia? Berapa pentingnya nilai sifat manusia? Berapa besar potensi dan krisis sifat manusia? Sesungguhnya manusia berpotensi untuk memahami masalah krisis ini hanya melalui terang firman Tuhan, yang bahkan dapat menembus dan memahami sampai sedalam-dalamnya. Maka hanya kekristenanlah yang dapat menjelaskan krisis ini. Jika kekristenan hanya meraba masalah superfisial yang sehari-hari dihadapi manusia dan tidak menemukan prinsip dasar yang Allah wahyukan, maka sumbangsih kekristenan terhadap dunia hanyalah untuk menghadapi kesementaraan, serta tidak mampu bertahan lama. Adakah unsur kejatuhan manusia dalam dosa juga tercakup dalam kebudayaan? Apakah kebudayaan dihasilkan setelah kejatuhan? Atau kebudayaan sendiri
mempunyai kemungkinan untuk mencegah datangnya kejatuhan? Semua ini merupakan hal yang istimewa. Ketika pemerintah menganjurkan rakyat untuk ber-KB (red – Keluarga Berencana), rakyat mengira KB dapat menyelesaikan masalah ekonomi dan masyarakat. Maka mereka memakai berbagai alasan untuk menunjang ketetapan itu. Namun 10-20 tahun kemudian, saat mereka mendapati bahwa mayoritas rakyatnya adalah ‘manula’, mereka kembali memberi semangat kepada rakyat untuk melahirkan banyak anak, sementara rakyat sudah terlanjur tidak suka mempunyai banyak anak. Saat mereka menemukan arah sejarah sudah susah dikembalikan, mereka baru menyesal akan keputusan yang pernah mereka tetapkan. Jadi apakah setiap kali strategi dan aksi masyarakat yang kita pilih akan selalu menelurkan kesalahan-kesalahan yang baru disadari pada kemudian hari? Ini hanya salah satu contoh untuk memikirkan apakah kejatuhan sendiri memang sudah tercakup di dalam kebudayaan. Dari buku-buku dan hasil pemikiran rasio manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, kita tidak berhasil menemukan penyebab kejatuhan. Hanya di dalam firman Tuhan kita bisa menemukan penyebab utama dari semuanya ini. Ketika kuasa politik berubah, ketika sistem dan cara pendidikan telah tersingkirkan, ada hal-hal yang lebih mendalam dan yang sama sekali tidak berubah, yaitu: 1. Kebudayaan 2. Agama Hal yang bersifat budaya dan agama selalu melampaui hal yang bersifat politik, masyarakat, ekonomi, dan pendidikan. Komunis yang ingin mendongkel ajaran konfusionisme justru binasa, dan atheisme yang ingin memusnahkan agama juga mengalami kehancuran. Komunisme dan atheisme mengunggulkan konsep kosmologi mereka sebagai kebenaran yang mutlak. Mereka menggunakan konsep kosmologi untuk menyerang sistem pemikiran lama dan memperalat kuasa politik untuk memperoleh posisi yang menguntungkan. Tetapi taktik politik bukanlah hal yang kekal. Tatkala komunisme dan atheisme sudah lenyap, kebudayaan dan agama tetap ada. Yang membinasakan telah binasa, tetapi yang dibinasakan tetap berada.
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
(Bersambung…)
SEKILAS
Christ Washing the Disciples’ Feet, Tintoretto
KIN
Christ before the High Priest, Honthorst
J
acopo Tintoretto (1518-1594) adalah seorang pelukis dari Venezia yang hidup pada zaman Renaisans akhir. Karyanya memiliki ciri khas kontras warna, adegan-adegan yang dinamis dan gerakan yang dramatis. Karena intensitas religius dan ‘ekspresionisme’ dalam lukisannya, orang biasa mengategorikan Tintoretto dalam aliran mannerism. Gaya mannerist ini ditandai dengan proporsi yang diperpanjang (perhatikan misalnya kaki Petrus yang cenderung terlalu panjang), pose yang bergaya (tangan dan tubuh Yesus), dan kurangnya perspektif yang jelas (perbandingan orang yang di depan dan di belakang). Dalam Alkitab, cerita Yesus membasuh kaki para murid-murid ini menandai bagian kedua dari Injil Yohanes. Bagian pertama adalah pelayanan Yesus kepada masyarakat umum. Pada bagian kedua (mulai dari Yoh. 13) Yesus memfokuskan diri-Nya kepada pelayanan yang ditujukkan bagi murid-murid-Nya. Fokus lukisan ini ada pada Petrus yang berusaha mencegah Yesus untuk membasuh kakinya (Yoh. 13:6), namun yang akhirnya membiarkan Yesus melakukannya juga setelah Yesus berkata, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (ayat 8). Pembasuhan kaki ini mengajarkan kepada para murid apa artinya saling melayani. (BK)
G
erard van Honthorst (1592-1656) adalah seorang pelukis pada masa keemasan Belanda. Gaya lukisannya sangat dipengaruhi oleh teknik kontras cahaya terang dan gelap Caravaggio. Demikian dalam lukisan Christ before the Hight Priest ini kita melihat teknik kontras cahaya yang ditimbulkan oleh sebuah lilin yang ada di tengah. Lukisan ini aslinya berada di National Gallery di London. Perhatikan bahwa sekalipun imam besar ini berada pada jarak yang lebih dekat dengan lilin, namun dalam lukisan ini digambarkan Kristus lebih berada dalam terang daripada imam besar. Sementara imam besar ini berusaha untuk menghakimi Kristus dalam kecongkakannya, ekspresi wajah Kristus terlihat begitu tenang dan damai. Injil yang paling banyak mencatat tentang Kayafas adalah Yohanes. Kayafas pernah menubuatkan, “Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa” (Yoh. 18:14). Namun nubuat ini ironisnya tidak membawa Kayafas untuk berbagian dalam rencana keselamatan Kristus. Sebaliknya ia justru menjalankan peran hakim bersama Hanas, mertuanya. Dalam saat yang paling menakutkan, Kristus tetap menyatakan keberserahan sepenuhnya kepada Bapa. (BK)
Tuntun aku Tuhan Allah, William Williams (1717-1791)
A
bad 18 adalah abad terjadinya Kebangkitan Besar Kedua (Great Awakening II) di dunia Barat, termasuk di Wales, daerah Timur Laut Inggris. Penginjil Howell Harris memberitakan Injil yang mempertobatkan seorang anak muda berusia 24 tahun yang bersiap menjadi seorang dokter, William Williams. Setelah mendengar Injil Kristus yang menantangnya, ia menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan untuk melayani Tuhan. Dengan naik kuda, ia menjelajahi Wales lebih dari 100.000 mil. Williams mengabarkan Injil ke seluruh Wales selama 43 tahun. Syair yang terkenal yang ditulisnya adalah Tuntun Aku Tuhan Allah (Guide Me O Thou Great Jehowah). Williams telah menulis lebih dari 800 himne. Dari gurun dunia menuju Tanah Perjanjian, mari merelakan diri dituntun oleh-Nya, Sumber Hidup, kekuatan dan pelindung kita selamanya.
If you can contain your enemy in your heart, you can contain anything in this world! Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
5
SEKILAS
GER AKAN REFORMASI DALAM SEJAR AH Bagian 2
KIN
oleh: Pdt. Dr. Stephen Tong (sambungan dari bagian pertama)
K
etiga, pandangan yang penting dari para Reformator, baik Martin Luther, Calvin, maupun Zwingli yang menjadi prinsip dasar theologi reformasi adalah pandangan mereka terhadap Alkitab dan kedudukannya. Bagi Luther, Alkitab identik dengan firman Allah (The Word of God). Alkitab diberikan melalui para rasul dan para nabi yang digerakkan dan diilhami langsung oleh Roh Kudus sehingga Alkitab identik dengan firman Allah. Calvin berpendapat selain Alkitab diwahyukan oleh Roh Kudus, maka Alkitab juga harus dimengerti melalui iluminasi Roh Kudus agar kita dapat menafsirkannya dengan benar. Oleh sebab itu para Reformator harus berhadapan dengan berbagai penafsiran Alkitab yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang merajalela di dalam gereja. Cara penafsiran Alkitab yang tidak benar harus diperangi. Ini menjadi permulaan gerakan untuk menyelidiki dan mempelajari hermeneutika (bagaimana menafsirkan Alkitab). PRINSIP PENTING THEOLOGI REFORMASI Pengembalian doktrin yang dilakukan oleh para reformator dapat disarikan dalam beberapa prinsip yang penting, yaitu: Sola Gratia, hanya berdasarkan anugerah saja. Prinsip ini menolak segala jasa manusia, menolak pandangan mengenai adanya kerja sama antara manusia dan Allah untuk menyelamatkan manusia atau manusia dengan melakukan yang baik dapat menggantikan sesuatu berkat dari Tuhan.
Sola Fide, Fide dalam bahasa Latin artinya iman (faith), Sola Fide artinya hanya berdasarkan iman kepercayaan saja manusia diterima oleh Tuhan dan dapat datang kepada Tuhan. Sola Scriptura, hanya percaya kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab yang adalah firman Allah. Penegasan akan Sola Scriptura mengakibatkan para reformator menyingkirkan semua kitab di luar ke-66 kitab dalam Alkitab. Kitab yang disingkirkan adalah Apokrifa (kitab-kitab yang diterima oleh gereja Roma Katolik sebagai bagian dari kanon, yaitu sebanyak 14 kitab). Solus Christus, berarti hanyalah bagi Kristus dan Kristus menjadi pusat dari seluruh Alkitab. Maka tidak ada seorang pun di dalam dunia ini yang boleh dibandingkan atau disetarakan dengan kedudukan Kristus. Paus, orang suci, Maria, atau siapa pun tidak dapat disetarakan dengan Kristus. Semua ini mengarah kepada Soli Deo Gloria (seluruhnya bagi kemuliaan Allah). Jadi Gerakan Reformasi dapat disimpulkan dalam 5 kalimat yang pendek yaitu: Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura, Solus Christus, dan Soli Deo Gloria. Dari Gerakan Reformasi, kita dapat menyaksikan beberapa prinsip penting, yaitu: Pertama, Gerakan Reformasi melaksanakan dua aspek yang penting, yaitu merobohkan yang salah dan membangun kembali yang benar. Dalam merobohkan semua yang salah ini, Tuhan memakai Martin Luther,
sedangkan untuk membangun kembali ajaran yang ketat dan sistematis, Tuhan memakai John Calvin. Tanpa merobohkan maka tidak mungkin memberikan pengharapan yang baru, oleh karena tidak mungkin menambal kain yang baru pada kain yang usang. Namun pekerjaan reformasi bukan merobohkan, tetapi harus membangun kembali. Kedua, Gerakan Reformasi tidak pernah berusaha mendirikan suatu doktrin yang baru dan tidak pernah berusaha mementingkan doktrin yang satu dan melalaikan doktrin yang lain. Ketiga, Gerakan Reformasi tidak pernah mau tunduk pada filsafat atau pikiran manusia, tetapi berdasarkan Alkitab saja. Keempat, segala usaha Calvin khususnya menjelaskan kepada orang-orang yang tidak lagi diakui oleh gereja Roma Katolik, yaitu orang-orang Protestan, bahwa apa yang dipercayai oleh orang-orang reformasi tidak melawan Alkitab, melainkan justru kembali kepada ajaran Alkitab sesuai Kredo Apostolik yaitu Pengakuan Iman Rasuli. Kiranya kita semakin mengerti dan menghargai apa yang Tuhan telah kerjakan di dalam sejarah, untuk mengembalikan umat Tuhan kepada ajaran yang benar, semangat yang benar, hati yang benar, motivasi yang benar, dan perilaku yang benar seturut ajaran Alkitab, demi kemuliaan nama-Nya. Amin.
Kunjungan peserta KIN ke Sophilia Fine Art Center
6
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
SEKILAS Pengunci Pintu Injil (sambungan dari hal.1) fakta bahwa baru sekitar 120-180 tahun lahir gereja-gereja protestan di Indonesia. Usia GMI, HKBP, GT, misalnya, tidak lebih dari 100 tahun. Berarti lebih dari 250 tahun Injil tidak diberitakan baik-baik oleh orang-orang Belanda. Mengapa demikian? Karena para penjajah ini datang bukan untuk Injil! Ditambah lagi orang Arab ketika datang ke Indonesia berdagang lebih jujur daripada orang Kristen. Maka ketika orang Islam datang kembali ke Indonesia, orang Indonesia langsung menerima Islam lebih daripada Kristen. Pdt. Stephen Tong memperingati semua peserta KIN agar memiliki motivasi yang benar di dalam mengabarkan Injil; jika kita pergi ke suatu daerah hanya untuk mendapatkan keuntungan dari daerah itu, tidak mungkin kita dapat mengabarkan Injil! Demikian juga, jika di dalam Konvensi ini kita tidak ada cinta kasih untuk mengabarkan Injil kepada jiwa yang tersesat, hanya mau mendengar khotbah, maka kita adalah seperti orang mati yang tidak mungkin membangkitkan orang mati lainnya. Di dalam exposisi Yoh. 20:19, Pdt. Stephen Tong mengemukakan kesulitan yang dialami murid-murid Yesus setelah guru mereka mati. Murid-murid goncang dan kecewa kepada Yesus. Mereka pikir Yesus akan datang membangun kembali kerajaan Israel tapi sekarang Dia mati, dipaku di atas kayu salib. Tuhan macam apa itu? Menolong diri sendiri pun tidak bisa, bagaimana bisa menolong orang lain? Rasul-rasul kecewa kepada Tuhan karena mereka pernah punya pengharapan kepada Yesus berdasarkan janji yang diinterpretasikan secara salah. Pdt. Stephen Tong memaparkan ada empat macam pengertian tentang Mesias yang berkembang di antara orang Israel, dengan 4 unsur yang sama: 1) Mesias bersifat militer yang akan memimpin tentara besar Israel untuk melawan musuh (militaristic Messiah); 2) Mesias memiliki dendam dan benci pada musuh-musuh Israel (vengeful Messiah); 3) Mesias memiliki kekuatan politik yang akan duduk sebagai raja memimpin orang Israel (political Messiah); 4) Mesias akan jadi pemenang yang membangkitkan Israel lebih daripada kerajaan Daud (victorious Messiah). Inilah yang mereka pegang dan mereka menyambut kedatangan Mesias. Ketika Yesus berkata bahwa Dia harus
pergi ke Yerusalem, menanggung banyak penderitaan, dibunuh, lalu dibangkitkan, maka Petrus langsung menegur Yesus dan mencoba untuk melarang hal tersebut terjadi. Terjemahan bahasa Jerman mengartikan perkataan Petrus ini sebagai suatu permintaan agar Yesus mengasihi (to have pitty) diri-Nya sendiri. Tapi Yesus menjawab Petrus, “Enyahlah setan” (Mat. 16:21-23). Pada saat itu Yesus tidak memanggil dia rasul, tetapi memanggilnya setan karena saat itu hatinya tidak mengerti dan tidak mengikut Tuhan. Pdt. Stephen Tong mengingatkan pendeta-pendeta yang hadir, bahwa jikalau pendeta mau cari keuntungan, sambil memakai jubah pendeta sambil mencari untung dan kekayaan, maka Tuhan juga akan mengatakan kepada kita, “Enyahlah engkau!” Pada waktu Yesus mati di atas kayu salib, selain Yohanes muridmurid lainnya tidak hadir. Pdt. Stephen Tong menegaskan, “Jikalau engkau betul mengerti siapa Yesus, betul mengerti siapa Kristus, betul mengerti siapa dan apa tugas Mesias, maka [engkau] harus sadar Mesias datang untuk sengsara, bukan untuk kekayaan.” Yesus bukan datang untuk kemuliaan tanpa melalui penderitaan. Yesus datang ke dunia harus sengsara dahulu, baru masuk ke dalam kemuliaan. Tidak ada jalan lain, tidak ada kompromi. “Puji syukur”, sambung Pdt. Stephen Tong, “Tuhan kita adalah Tuhan yang mau mati di atas kayu salib.” Jika Tuhan tidak mau [naik] ke atas salib, maka tidak ada Injil dan tidak ada kemenangan atas dosa. Semua kekecewaan manusia kepada Tuhan Allah disebabkan karena manusia salah mengerti janji Allah. Demikian juga kondisi banyak orang Kristen pada saat ini. Banyak yang menafsirkan janji Allah menurut apa yang mereka inginkan: sehat, makmur, dan kaya. Sehingga ketika kita tidak mencapai apa yang kita inginkan dari Tuhan, kita pasti kecewa terhadap Tuhan. Padahal, tegas Pdt. Stephen Tong, keinginan-keinginan semacam ini tidak pernah dijanjikan di dalam Alkitab. Banyak pendeta yang tidak bertanggung jawab setelah memutarbalikkan Alkitab. Pengkhotbah yang tidak memberitakaan firman Tuhan dengan benar bisa membuat orang jatuh dalam iman dan kecewa pada Tuhan karena memiliki tuntutan yang salah kepada Tuhan. Padahal orang yang tidak pernah menuntut apa-apa dari Tuhan tidak mungkin dia bisa kecewa terhadap Tuhan! Yang sebenarnya
KIN
kita layak terima dari Tuhan adalah neraka, karena kita adalah orang berdosa, dan cambukan karena kita banyak lalai sebagai orang Kristen. Yang harus tuntut dari Tuhan bukanlah materi dan berkat Tuhan, tetapi kuasa Tuhan. Gereja yang harus mengabarkan Injil dan mengabarkan pengharapan ke seluruh dunia. Mengapa tidak mengabarkan Injil? Alkitab memberikan jawaban. Muridmurid menutup dan mengunci pintu karena mereka takut kepada orang Yahudi. Muridmurid Yesus yang dipersiapkan untuk mengabarkan Injil justru sekarang bukan saja tidak pergi, tetapi justru mengunci pintu dan hanya menikmati persekutuan internal. Pdt. Stephen Tong mengingatkan kita bahwa Gereja Tuhan hanya ada 2 macam. Pertama, gereja yang membongkar kunci lalu keluar menyerang sarang musuh. Kedua, gereja yang takut musuh, maka mengunci dan mengurung diri sendiri agar musuh tidak masuk. “Bagaimana gerejamu?” tanya Pdt. Stephen Tong. “Kalau memang kita adalah orang Kristen yang setia, kenapa HKBP setelah ratusan tahun belum kirim misionaris ke Afrika? GMIM, pernahkah mengirim orang ke Madura? Toraja, pernahkah kirim orang ke India?” “Pintu Injil”, lanjut Pdt. Stephen Tong, “tidak pernah dikunci dari luar. Pintu Injil selalu dikunci dari dalam!” Saat pintu Injil dikunci, saat itu Yesus hadir dan menembus pintu tersebut. Kalau kita memiliki iman bahwa Yesus sudah bangkit, jangan kira bahwa Dia mau dibatasi dan dikurung oleh kita. Pencipta segala materi tidak mungkin bisa dikurung oleh materi yang diciptakan-Nya. Gereja harus menemukan kembali Kristus yang sudah bangkit. Dia bukan lagi yang mati, tapi sudah bangkit dan ada di tengahtengah kita. Dan Yesus yang sudah bangkit berkata “sebagaimana Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh. 20:21). Allah mengutus Yesus untuk menjadi Tuhan yang menderita sengsara dan mengalahkan kuasa maut. Yesus, yang diutus Allah, telah mengutus kita. Maka biarlah kita pergi ke seluruh dunia dengan kuasa Tuhan. Indonesia adalah negara terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika. Siapa yang mau pergi mengabarkan Injil? Hanya orang yang tidak mau mengunci pintu dalam gereja. Hanya mereka yang mau keluar! (rp/dt)
Saat kita teladani Tuhan Yesus, kita harus siap dibenci dunia. Kalau kita cinta Tuhan, kita akan membenci hal-hal yang bertentangan dengan sifat Tuhan, yang tidak berkenan pada-Nya. Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!
7
SEKILAS
S
ejarah pengabaran Injil di Indonesia tidak pernah melupakan seorang yang berasal dari Tiongkok yang bernama Ji Zhiwen, atau lebih dikenal di Indonesia sebagai Andrew Gih (baca: ji), lahir di Shanghai, Tiongkok, pada tanggal 10 Januari 1901. Ayahnya, Ji Youren, adalah seorang Konghucu terpelajar dan ibunya seorang Buddhis yang taat menjalankan norma keagamaan. Pada usia 12 tahun, ayahnya meninggal dunia sehingga Andrew Gih, sebagai anak pertama, harus membantu ibunya mencari nafkah. Karena merasa minder dengan teman-teman seusianya yang fasih berbahasa Inggris, pada usia 18 tahun dia mencoba mendaftarkan diri ke Sekolah Menengah Bethel Mission. Sekolah tersebut merupakan sekolah misi Kristen, sehingga mengharuskan setiap murid mengikuti chapel dan mempelajari Alkitab. Namun Andrew Gih sama sekali tidak tertarik dengan agama, ia hanya ingin belajar bahasa Inggris. Suatu ketika seorang misionaris yang bernama C. F. Tippet mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di sekolahnya. Pada saat itulah Andrew Gih yang berumur 13 tahun bertobat dan seluruh arah hidupnya berubah. Setahun kemudian Andrew Gih mengabdikan diri menjadi hamba Tuhan. Ia
RALAT SIARAN TV PDT.DR.STEPHEN TONG 1. Nasional. Life Channel sudah tidak tayang. 2. Kaltim. TV Samarinda jam 17:30-18:30 3. Makassar. Sabtu, pukul 20:00-21:00
menikah dengan Dorcas Zhang Chui-Ing di Shanghai pada tahun 1928. Berkat pelayanan Andrew Gih gerejagereja di Guangxi, Guangdong, Fujian, dan Xiamen mengalami perkembangan. Selain melakukan KKR di kota, ia bersama dengan tim penginjilannya memberitakan Injil di Manchuria, Mongolia Dalam (Inner Mongolia), Yunnan, Tibet, dan Xinjiang. Andrew Gih tercatat pernah bekerja sama dengan John Sung, seorang penginjil yang sangat berpengaruh di Tiongkok. Keduanya merupakan tokoh Injil berkarisma yang membawa kebangunan rohani di gerejagereja Tiongkok sebelum berdirinya pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok tahun 1949. Kemelut politik di Tiongkok tidak menghalangi kerinduannya menyebarkan Injil di dunia ini. Andrew Gih memutar haluan pelayanannya dari daratan Tiongkok ke selatan samudera dan memelopori penginjilan di Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Pada tahun 1950, ia pertama kali datang ke Indonesia mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Pada tahun yang sama ia menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Cascade
KIN
College, Portland, Oregon, AS. Yayasan Penyiaran Injil (Evangelize China Fellowship) yang didirikannya pada tahun 1947 di Shanghai kemudian dipindahkan juga ke Indonesia dan sekarang berada di Monterey Park, California, AS. Misi pelayanan yayasan ini adalah mengadakan pengabaran Injil dan KKR, juga mendirikan panti-panti asuhan bagi yatim piatu akibat perang saudara yang melanda Tiongkok waktu itu. Di Bandung, ia merintis Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK) yang diresmikan pada tanggal 10 Mei 1952. Ia juga mendirikan Sekolah Theologi Madrasah Alkitab Asia Tenggara (MAAT) di tahun yang sama, yang kemudian diubah namanya menjadi Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) di Malang, Jawa Timur. Seorang remaja waktu itu, bernama Stephen Tong, yang sudah terpengaruh oleh pemikiran atheisme dan modernisme mengalami pertobatan dan menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan pada sebuah KKR yang dipimpin oleh Andrew Gih. Andrew Gih meninggal dunia pada tanggal 13 Februari 1985 di Los Angeles, California, AS pada usia 85 tahun. Kegigihannya dalam penyebaran Injil telah menjadi berkat bagi sejarah kekristenan di Indonesia.
Kebaktian Pembaruan Iman Nasional (KPIN)
HARI INI!
(9 November 2013 - 18:00 WIB)
Pengumuman 9 November 2013 1. Bagi Bapak/Ibu/Saudara yang merasa kehilangan barang, dapat menghubungi sekretariat KIN. 2. Bagi peserta yang ingin memiliki DVD Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong dapat dibeli di counter STEMI Audio. 3. Khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong dapat disaksikan 24 jam di Reformed 21 (TV kabel First Media Channel 21) dan juga live streaming di http://reformed21.tv. 4. Bagi peserta yang memiliki payung / jas hujan, diharapkan membawanya ke KPIN. 5. Peserta diharapkan tidak berkeliaran setelah acara KPIN selesai.
TIM REDAKSI SEKILAS KIN: Penasihat: Pdt. Dr. Stephen Tong; Redaktur umum: Pdt. Sutjipto Subeno M.Th.; Tim Redaksi: Pdt. Hendra Wijaya M.Th., Ev. Edward Oei M.C.S., Ev. Dr. David Tong, Rubrik: Ev. Jun Eddy M.C.S, Iwan Darwins, Mildred Sebastian, Erwan, Soekarmini; Layout: Johannes Kornelius, Adhya Kumara, I; Produksi: Wilianto S. Tjio, Iwan Darwins, Evalina Kwok.
8
Theologi Tanpa Penginjilan, Mati Adanya! Penginjilan Tanpa Theologi, Lemah Adanya!