KESELAMATAN di Balik
KEMATIAN BAYI
P JAWABAN penghiburan bagi ORANGTUA yang berduka
Ronald H. Nash
Penerbit Momentum 2003
Copyright © momentum.or.id
Keselamatan di Balik Kematian Bayi Jawaban Penghiburan bagi Orangtua yang Berduka Oleh: Ronald H. Nash Penerjemah: Ellen Hanafi Editor: Hendry Ongkowidjojo dan Trivina Ambarsari Tata Letak: Djeffry Desain Sampul: Darman dan Minerva Utomo Editor Umum: Solomon Yo Originally published in the U.S.A. under the title WHEN A BABY DIES © 1999 by Ronald H. Nash Grand Rapids, Michigan Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature) Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Copyright © 2001 Telp: +62-31-5472422; Faks: +62-31-5459275 e-mail:
[email protected]
Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT) Nash, Ronald H., Keselamatan di balik kematian bayi: jawaban penghiburan bagi orangtua yang berduka/Ronald H. Nash, terj. Ellen Hanafi – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2003. xiii + 121 hlm.; 14 cm. ISBN 979-8131-48-7 1. Keselamatan Bayi.
2. Calvinisme.
234–dc21 Cetakan pertama: Mei 2003 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
Copyright © momentum.or.id
Daftar Isi P Prakata Penerbit
vii
Pengantar: Keselamatan di Balik Kematian Bayi
ix
1. Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
1
2. Universalisme: Apakah Setiap Orang Akan Diselamatkan? 13 3. Keselamatan Setelah Kematian?
23
4. Apakah Baptisan Menyelamatkan?
37
5. Pembelaan Atas Keselamatan Bayi
51
6. Keselamatan Bayi: Beberapa Isu Teologis
63
7. Pandangan Reformed tentang Keselamatan Bayi
79
8. Beberapa Pertanyaan Terakhir
95
Epilog: Aroma Sorga
111
Catatan
115
Copyright © momentum.or.id
Pengantar P Keselamatan di Balik Kematian Bayi
P
ada musim semi 1997, James Cupschalk, seorang mahasiswa seminari di tempat saya mengajar, menceritakan kesaksian yang mengharukan tentang apa yang ia dan isterinya, Tamera, alami pada kelahiran dan kematian anak pertama mereka. Perkataan Jim mengingatkan kita bahwa penyelidikan apa pun tentang keselamatan anak-anak yang meninggal semasa bayi tidak boleh menjadi abstraksi atau teori yang dipisahkan dari pentingnya kehidupan belia yang telah berakhir atau dari kepedihan dan rasa kehilangan yang dialami oleh orang-orang yang mengasihi mereka. Berikut James Cupschalk menceritakan kisahnya.1 “Pada tanggal 23 Oktober 1990, istri saya dan saya memasuki kamar bersalin. Sambil berusaha sabar menjalani berlangsungnya proses kelahiran alami, kami menunggu dengan penuh harap akan lahirnya kehidupan baru yang merupakan berkat Allah bagi kami. Akhirnya, keesokan harinya, saat yang ditunggu-tunggu tiba dan saya menatap istri saya dengan bangga manakala ia melahirkan
Copyright © momentum.or.id
x
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
anak pertama kami. Anak perempuan. Namun, kegembiraan ini segera digantikan dengan meningkatnya ketegangan di dalam ruang bersalin. Bayi kecil kami belum bernapas. Setelah berada di dalam rahim selama sembilan bulan, bernapas mestinya merupakan bagian yang normal dari kelahiran. “Ruangan terasa menyesakkan. Kabut tebal dan panas seolah masuk ke dalam. Saya melihat dokter mengangkat lengan bayi kami, menantikan reaksi, tetapi lengan itu tetap jatuh terkulai tak menunjukkan tanda kehidupan. Saya mengikuti perintah perawat yang mengajak saya mengikutinya dan saya mulai melihat bahwa putri saya bukanlah bayi yang sehat dan sempurna seperti yang kami harapkan sebelumnya. “Di koridor, dokter menemui saya dan berkata bahwa ia telah menjumpai keadaan seperti ini sebelumnya dan harapan bagi bayi kami tidak terlalu besar. Saya menerima komentarnya namun sambil berharap agar bayi kami merupakan perkecualian. Di kamar istri saya, seorang ahli genetika masuk dan memberikan analisis awalnya. Ia juga memberitahu kami bahwa situasi yang ada tidak memberi harapan. “Tiba saatnya bagi kami untuk melihat putri kami. Saya pergi melihat bersama ibu karena istri saya masih terlalu lemah untuk berjalan keluar kamar. Saya sangat gelisah, takut membayangkan reaksi saya saat melihat tubuh mungil putri saya yang tidak sempurna itu. Ia telah dipindahkan ke ruang perawatan darurat bagi bayi yang baru lahir. Di situlah saya pertama kali menatapnya sejak ia dilahirkan. Tatkala melihatnya, saya tidak merasa takut. Yang ada hanyalah perasaan damai dan cinta terhadapnya. Inilah putri saya dan saya mencintainya. Ketika kembali ke kamar istri saya, saya mendapatkan makna baru tentang pengharapan dan kedamaian. Saya telah melihat dan menyentuh putri mungil saya. “Pada tanggal 30 Oktober 1990, istri saya dan saya ditelepon pagi-pagi sekali oleh pihak rumah sakit. Mereka mendesak kami untuk datang secepatnya. Kondisi putri kami memburuk dan mereka merasa kami perlu mendampinginya. Kami datang ke rumah
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
xi
sakit dan dokter menjelaskan bahwa putri kami telah menjalani malam yang sangat sulit. Meski mereka sudah berupaya sekuat tenaga, kondisi jantungnya merosot sehingga ia tidak mendapat cukup oksigen. Seorang perawat memberikan bayi kami kepada istri saya, dan ia menggendongnya sambil menghiburnya dengan lembut. “Kami berdua tahu bahwa kemungkinan ini merupakan terakhir kalinya kami dapat menyaksikan putri kami masih hidup. Layar monitor telah menunjukkan garis lurus, dan mereka pun melepas alat bantu pernapasan. Dada putri kami berhenti bergerak. Istri saya menatap perawat itu sambil bertanya apakah jantung putrinya masih berdetak. Tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun, sang jururawat menggelengkan kepalanya. Kami pindah ke sebuah ruangan kecil yang telah disediakan bagi keluarga yang mengalami kejadian seperti ini. Saya ingat sempat bertanya kepada perawat itu apakah saya boleh melepaskan selang oksigen dari hidungnya. Terasa nyaman menggendongnya tanpa semua selang yang bergelantungan di antara kami. Saya mendekap, memeluk, membuai dan menciumnya, merasakan kepalanya yang mungil menempel ke pipi saya, menyentuhkan bibir saya pada rambutnya yang halus. “Ketika istri saya dan saya duduk di ruangan kecil itu, kami yakin bahwa Allah mengendalikan situasi dan kehidupan kami. Putri kecil kami telah berjuang selama enam hari, dan pada hari yang ketujuh ia beristirahat. Apa yang Terbentang di Depan Sana? Sulit membaca kesaksian ini tanpa merasa berempati terhadap keluarga Cupschalk dan para orangtua lain yang telah kehilangan seorang anak. Buku ini berusaha menjawab berbagai pertanyaan yang amat penting bagi orangtua yang berduka dan orangorang lain yang memiliki hubungan dekat dengan si anak.
Copyright © momentum.or.id
xii
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
Saya merasa perlu memberikan sebuah peta tentang apa yang terbentang di depan sana. Jika seseorang menjelajahi hutan atau jalan sempit di antara pegunungan, penting untuk mengetahui arah yang akan dituju dan mengapa. Empat bab pertama dalam buku ini mencermati beberapa pendekatan yang salah terhadap pertanyaan tentang keselamatan bayi. Saya perlu menghapuskan keyakinan-keyakinan itu sebelum mengungkapkan apa yang saya anggap benar. Bab-bab ini juga menolong kita menetapkan batasan yang di dalamnya serangkaian jawaban harus ditempatkan. Bab 1 meneliti pandangan yang mengatakan bahwa bayi diselamatkan karena mereka dilahirkan tanpa dosa. Bab 2 mencermati beberapa pandangan yang selama ini populer di antara para teolog liberal pada sebagian besar abad ke-20. Teori-teori ini merupakan variasi dari apa yang biasa disebut universalisme, yaitu pandangan yang mengatakan bahwa semua orang pada akhirnya akan diselamatkan. Bab 3 meneliti pengajaran yang menyatakan bahwa karena anak yang meninggal belum dapat bertanggung jawab secara mental dan moral atas tindakan mereka, maka keselamatan mereka ditunda hingga saat setelah kematian. Bab 4 secara kritis membahas keyakinan yang banyak dianut bahwa baptisan menyelamatkan orang dari dosa. Sungguh disesalkan, ada banyak orang Kristen yang percaya dan mengajarkan bahwa bayi dan orang cacat mental diselamatkan dari penghakiman Allah karena mereka sudah dibaptis. Berdasarkan keempat bab di atas, saya menegaskan bahwa teori apa pun tentang keselamatan bayi harus ditolak bila teori itu mengabaikan fakta tentang dosa asal, menyatakan bahwa semua orang suatu hari kelak akan diselamatkan (universalisme), menunda keselamatan seseorang sampai pada suatu keadaan setelah kematian, atau mendasarkan keselamatan manusia pada suatu peristiwa seperti baptisan.
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
xiii
Pada bab 5 saya menyajikan dan menjelaskan jawaban saya atas pertanyaan keselamatan bayi. Karena teologi sangat penting, bab 6 dan 7 akan mencermati bahwa jawaban buku ini atas pertanyaan keselamatan bayi cocok dengan kontroversi hangat yang kerap terjadi di antara ajaran Kristen yang menekankan kehendak bebas manusia dan kemampuan manusia untuk beroleh keselamatan (dikenal sebagai Arminianisme) dengan pandangan Reformed yang menekankan kedaulatan Allah dalam keselamatan (Calvinisme). Sistem teologi manakah yang paling baik dan paling alkitabiah di dalam memberikan dasar-dasar yang konsisten atas keselamatan bayi dan orang cacat mental? Bab 8, bab terakhir buku ini, menjawab sejumlah masalah terkait, seperti kapankah perkembangan moral dan mental mengakhiri tahap protektif bayi.
Copyright © momentum.or.id
Satu P Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
M
udah dimengerti mengapa orangtua yang kehilangan anak mencari alasan untuk memberi landasan bagi harapan mereka bahwa bayi mereka akan selamat. Sayangnya, banyak orang mencari alasan dalam kepercayaan yang salah, yang bukan hanya tidak memiliki landasan Alkitab tetapi bahkan bertentangan dengan banyak pernyataan Alkitab yang esensial. Ini adalah bab pertama dari empat bab yang akan meneliti berbagai kepercayaan yang salah ini. Dalam tiga bab pertama saya akan memperkenalkan teori yang salah dengan memakai ilustrasi dari beberapa keluarga yang mencari bimbingan rohani dan pengharapan setelah kematian anak mereka. Dalam setiap kasus, mereka mencari bantuan dari sistem teologi yang tidak konsisten dengan Alkitab. Saya tidak bermaksud untuk menghakimi para orangtua tersebut. Banyak orang membenarkan kurangnya pengetahuan mereka akan Alkitab dan teologi dengan dalih bahwa mereka terlalu sibuk untuk me-
Copyright © momentum.or.id
2
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
merhatikan hal-hal seperti itu. Perbedaan teologi dan denominasi tampaknya tidak penting bagi mereka sampai ketika kematian anak mereka yang tragis membuat mereka perlu memanggil pendeta untuk memimpin pemakaman. Dalam kisah-kisah berikut ini, semua nama bersifat fiktif dan persamaan yang ada di antara tokoh-tokoh fiktif ini dengan mereka yang masih hidup atau yang sudah mati hanya bersifat kebetulan. Dalam bab ini, saya mengkritik sebuah teori yang terus mempengaruhi banyak orang Kristen meskipun teori ini telah dinyatakan bidat hampir 1.600 tahun yang lalu. Kepercayaan yang dikenal sebagai Pelagianisme ini mengajarkan bahwa semua manusia dilahirkan tanpa kesalahan moral; bayi-bayi dilahirkan tanpa dosa. Sejumlah besar orang masih berusaha mendasarkan keselamatan anak-anak yang meninggal semasa bayi pada ketidakberdosaan mereka. Bab ini akan menjelaskan mengapa pandangan ini tidak dapat diterima oleh orang-orang Kristen yang menganggap Alkitab sebagai otoritas tertinggi bagi iman dan praktik hidup mereka. Apa pun jawaban kita terhadap hal keselamatan bayi, kita harus mengakui bahwa semua manusia, termasuk semua bayi, menanggung dosa asal. Sam dan Mary Sam dan Mary berada di akhir usia dua puluhan. Mereka adalah contoh yang tepat dari apa yang biasa disebut sebagai keluarga yang tidak bergereja. Mereka bertemu saat masih kuliah dan menikah di gereja yang dihadiri keluarga Mary tiga atau empat kali setahun. Gedung gereja itu besar dan penuh hiasan walaupun orang yang hadir di kebaktian Minggu pagi amat sedikit sehingga ada banyak bangku kosong di setiap baris. Meski Sam dan Mary jarang ke gereja, bila ditanya mereka akan selalu mengatakan bahwa mereka adalah “anggota” gereja besar di pusat kota. Anak pertama mereka adalah seorang gadis cantik bernama Amy. Suatu malam saat berusia tiga tahun, ia ter-
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
3
serang demam yang semakin buruk tatkala hari telah larut malam. Sekitar pukul tiga dini hari, kondisi Amy sangat kritis sehingga Sam dan Mary melarikannya ke Unit Gawat Darurat. Menjelang pukul delapan pagi, Amy meninggal dunia. Seolah-olah guncangan atas kematian Amy belum terlalu buruk, para anggota keluarga dengan lembut mengingatkan mereka untuk mengurus pemakaman. Ibu Mary menelepon pendetanya, Pendeta Michael Matthews, dan memintanya untuk memimpin pemakaman Amy sekaligus menemui Sam dan Mary. Menurut jadwal, pertemuan itu dilakukan sehari sebelum pemakaman. Pendeta Matthews belajar di seminari kecil di bagian timur Amerika Serikat yang terkenal liberal. Pada saat lulus, ia bergumul dengan sejumlah masalah yang tak mampu ia pecahkan selama pelatihan di seminari. Karena satu hal, ia kehilangan keyakinannya yang mula-mula bahwa Alkitab adalah firman Allah. Baginya, “firman Allah” yang sejati adalah sekumpulan perasaan subjektif, sentimen, dan emosi yang terkadang muncul saat seseorang membaca Alkitab. Terkadang, perasaan serupa muncul pada saat kita membaca karya sastra lain, mendengarkan musik tertentu, atau mengamati karya seni. Mike Matthews tidak yakin ia mengerti bagaimana seharusnya mengkhotbahkan semua ini, tetapi ia agak lega karena keyakinan dan khotbahnya tidak harus sesuai dengan segala yang ada dalam Alkitab. Tidak adanya otoritas religius yang mutlak, objektif, dan tak mungkin salah membuatnya harus berhadapan dengan banyak hal yang tentangnya ia tidak yakin mana yang harus dipercayai. Salah satunya adalah hal kehidupan setelah kematian. Tak lama setelah ia menolak otoritas Alkitab di seminari, ia memutuskan bahwa kisah kebangkitan Yesus Kristus tidak sungguh terjadi dalam sejarah. Ia menganggap seorang bernama Yesus pernah hidup dan meninggal di Palestina. Namun ia ragu bahwa Yesus ini adalah Anak Allah yang kekal, Pribadi kedua Trinitas. Ia menolak mujizat-mujizat Yesus yang dicatat dalam Perjanjian Baru dan mengabaikan pengajaran Yesus yang tidak lagi cocok dengan wawasan dunia
Copyright © momentum.or.id
4
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
yang ia terima selama di seminari. Dan Mike cukup agnostik tentang hal kehidupan setelah kematian. Acara pemakaman selalu menyulitkan Mike. Ia tahu bahwa ia seharusnya memuji almarhum dan memberi pengharapan kepada anggota keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang mereka kasihi. Ia selalu bisa membuat pernyataan yang kabur. Ia mengikuti tradisi dan membacakan bagian Alkitab yang lazim seperti Mazmur 23 dan perkataan Yesus, “Di rumah Bapa-Ku [ada] banyak tempat tinggal.” Kematian Amy membuat Mike untuk pertama kalinya memimpin upacara pemakaman seorang anak. Ia tahu bahwa ia bisa mengatakan apa yang selama ini ia khotbahkan pada saat memimpin acara pemakaman orang dewasa. Tetapi, apa yang akan ia katakan kepada Sam dan Mary pada pertemuan yang mereka minta? Manakala Sam dan Mary duduk di ruangan Mike, ketidaktertarikan mereka selama ini terhadap Alkitab dan teologi menjadikan mereka rapuh. Mereka bahkan tidak tahu bagaimana harus mengutarakan pertanyaan mereka. Mereka juga tidak mengetahui keraguan teologis Pendeta Matthews. Akhirnya, upaya mereka mencari kata-kata yang tepat menghasilkan pertanyaan yang muncul dari hati. “Pak Pendeta Matthews,” ujar mereka, “apakah saat ini Amy berada di sorga?” Jika Mike jujur saat itu, maka jawabannya seharusnya berbunyi “Saya tidak tahu!” karena ia bahkan tidak tahu apakah sorga ada atau seperti apakah sorga itu. Namun, saat itu tampaknya bukan waktu atau tempat yang tepat untuk mengungkapkan ketidakyakinannya. Oleh karenanya, tanpa menyadari ketidaktulusannya Mike tersenyum iba sambil berkata, “Saya yakin ia berada di sorga sekarang. Jika semua orang berada di sorga, saya jamin Amy pun di sana.” Pendeta Matthews bersandar di kursi sembari berharap pertemuan ini segera berakhir setelah ia menjawab pertanyaan orangtua Amy. Namun, Sam dan Mary ternyata belum selesai. Mereka ingin tahu seperti apakah sorga itu. Mike menggerak-gerakkan ta-
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
5
ngannya, menjelaskan betapa kompleksnya pertanyaan mereka, dan ia berharap mereka dapat bertemu kembali untuk mendiskusikannya. Kali ini Mike tahu bahwa ia tidak tulus. Namun, Sam dan Mary tetap belum selesai. Mereka menginginkan beberapa alasan yang bisa menolong mereka agar yakin bahwa Amy berada di sorga saat ini. Mereka bahkan meminta beberapa ayat Alkitab yang mendukung keyakinan ini. Untuk pertama kali dalam hidup mereka, Sam dan Mary menginginkan jawaban atas pertanyaan teologis. Mike tidak terbiasa dengan orang yang meminta dukungan Alkitab atas pernyataan religius yang ia ungkapkan. Sejenak ia mengulur waktu sambil berpikir dan ia teringat akan sesuatu yang pernah ia dengar dari beberapa guru besarnya di seminari. Sambil mengabaikan permintaan Sam dan Mary tentang ayat pendukung, Mike berusaha kelihatan penuh percaya diri saat berkata, “Saya akan memberitahu Anda bagaimana kita tahu bahwa Amy berada di sorga. Kita tahu bahwa semua anak dilahirkan polos, tanpa dosa. Karena Amy meninggal dalam keadaan yang sama sekali tidak berdosa, maka dia dan semua anak seperti dia menjadi penghuni sorga.” Tanpa menyadari betapa bermasalahnya perkataan Mike itu, Sam dan Mary mengucapkan terima kasih dan meninggalkan tempat itu. Mike merasa tenang. Ia menyalakan cerutu, bersandar ke kursinya, dan memuji diri atas kecerdasannya dalam melewati saat-saat sulit yang baru lalu. Namun, pada pukul delapan malam itu, telepon berdering. Mary menelepon. “Pak Pendeta Matthews, karena Amy berada di sorga, Sam dan saya ingin memastikan bahwa kami pun akan pergi ke sorga bila kami mati kelak. Tetapi, tadi Anda mengatakan bahwa Amy berada di sorga karena ia meninggal dalam kondisi moral yang polos; ia meninggal tanpa dosa. Tetapi Pak Pendeta, hal itu tak berlaku bagi Sam dan saya karena kami tahu kami berdosa. Apa yang harus kami lakukan agar dapat ke sorga? Mike segera mencari alasan untuk mohon diri dengan mengatakan bahwa ia sedang menunggu telepon dari seseorang dan bahwa ia akan menghubungi mereka dalam satu atau dua hari
Copyright © momentum.or.id
6
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
mendatang. Setelah menutup telepon, sejenak Mike merenungkan bahwa selama ini ia belum pernah menggunakan kata dosa dalam pelayanannya. Ia seharusnya juga tidak menggunakannya hari itu. Signifikansi Pemahaman Teologis Tolong diingat bahwa saya tidak bermaksud menghakimi Sam dan Mary. Ada jutaan orang Amerika seperti mereka, orangorang yang menyenangkan dan orangtua yang baik namun tidak memiliki waktu untuk memedulikan teologi dan Alkitab. Salah satu akibat dari buta teologi dan Alkitab adalah ketidakmampuan untuk menyadari perbedaan antara pendeta dan gereja yang menegaskan dan mengajarkan iman Kristen historis dengan mereka yang mengingkarinya. Kita semua pernah mendengar ungkapan, “Apa yang tidak Anda ketahui dapat mencelakai Anda.” Mengejutkan bahwa banyak orang tidak melihat bahwa ungkapan ini juga berlaku dalam hal Alkitab dan teologi. Seandainya selama ini Sam dan Mary mempelajari Alkitab, mereka akan tahu bahwa tak seorang pun dilahirkan dalam kondisi polos secara moral, tanpa dosa.1 Seandainya mereka mempelajari sejarah Kristen di universitas, mereka akan tahu bahwa jawaban Mike itu telah berusia setidaknya 1.500 tahun. Keyakinan ini disebut Pelagianisme, karena guru penting pertama yang mengajarkannya, seorang biarawan Inggris bernama Pelagius (meninggal tahun 418 M), membawa teori itu ke Roma dan Afrika Utara di awal abad ke-5. Sebagaimana yang nanti akan kita lihat dengan lebih mendetail, Alkitab mengajarkan bahwa setiap manusia lahir dengan natur berdosa. Istilah teologis untuk kondisi ini adalah dosa asal. Keberadaan dosa asal ini menjelaskan mengapa tak seorang pun perlu diajari cara berbuat dosa. Dosa secara alami menghampiri kita semua karena dosa memang bagian dari natur kita. Setiap manusia, termasuk setiap bayi, menanggung dosa asal.
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
7
Pemikiran mendasar di balik Pelagianisme adalah penolakan terhadap dosa asal. Pemikiran ini menyatakan bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan dengan natur rusak yang memiliki bakat alami untuk berdosa. Anak-anak tidak memiliki kecenderungan berdosa yang menjauhkan mereka dari Allah. Manusia dilahirkan netral secara moral, bukan orang berdosa dan juga bukan orang kudus. Pelagius mengajarkan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi Adam. Oleh karena itu, bayi dilahirkan polos tanpa kecenderungan berdosa. Pandangan ini juga secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menyenangkan Allah dan memenuhi kriteria yang Allah tetapkan bagi keselamatan, tanpa memerlukan bantuan dari-Nya. Jika bayi dan orang cacat mental tidak berdosa, seperti yang diajarkan Pelagianisme, maka natur mereka tidak memiliki satu hal pun yang bisa membangkitkan penghakiman Allah. Kepolosan mereka sudah cukup untuk membuat mereka diselamatkan. Setiap anak dapat diselamatkan karena tidak ada alasan yang membuat mereka dihukum. Pelagius juga mengajarkan bahwa ketika anak-anak sudah cukup dewasa untuk menjadi pelaku moral, maka pilihan moral mereka di masa kemudian akan mengarahkan mereka pada kebaikan atau kejahatan. Tergantung apakah orang itu akan memilih kehidupan yang saleh atau yang penuh dosa. Setiap orang dewasa adalah ciptaan yang membentuk diri mereka sendiri. Saya tidak menganggap para pendeta seperti Pendeta Matthews secara sadar menganut Pelagianisme. Keyakinan mereka akan ketidakberdosaan manusia mungkin tidak berasal dari Pelagius tetapi masuk secara alami melalui presaposisi liberal yang mereka dapatkan selama menuntut ilmu di seminari. Lagi pula, teolog liberal seperti Pendeta Matthews telah sekian lama diajar untuk tidak menyukai kata dosa. Mereka menganggap kata ini bersifat terlalu menghakimi. Selain itu, di dalam dunia yang tidak lagi memiliki kriteria moral absolut, sulit membayangkan bagaimana dosa bisa ada. Meskipun salah penilaian bisa saja terjadi, te-
Copyright © momentum.or.id
8
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
tap tidak ada ruang bagi dosa. Oleh karena itu, kita bisa memahami keengganan kaum liberal untuk berbicara tentang dosa asal. Tetapi, saya telah menjelaskan bahwa saya bermaksud untuk menjawab pertanyaan tentang keselamatan bayi secara konsisten dengan pengajaran Alkitab dan teologi yang berdasarkan firman Allah.2 Oleh karenanya, berdasarkan Alkitab saya akan menyatakan keberatan saya atas Pelagianisme. Keberatan terhadap Pelagianisme Meski Pelagianisme telah dinyatakan bidat oleh semua sidang gereja setelah kematian Pelagius, beberapa unsur teologinya telah masuk ke dalam pengajaran dari berbagai cabang kekristenan. Beberapa keberatan di bawah ini hanya mewakili sebagian kecil alasan tentang mengapa keyakinan ortodoks gereja Kristen menolak Pelagianisme. 1. Pernyataan tentang ketidakberdosaan manusia secara jelas dan tegas ditolak dalam Alkitab. Perhatikan contoh ayat-ayat berikut ini: 1 Raja-raja 8:46: “Tidak ada manusia yang tidak berdosa.” Mazmur 143:2: “Di antara yang hidup tidak seorang pun yang benar di hadapan-Mu [Allah].” Amsal 20:9: “Siapakah dapat berkata: ‘Aku telah membersihkan hatiku, aku tahir dari pada dosaku’?” Pengkhotbah 7:20: “Sesungguhnya di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!” Roma 3:10,12: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak ... tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.” Roma 3:23: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” 1 Yohanes 1:8: “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.”
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa?
9
2. Berulang kali Alkitab menyatakan bahwa semua orang memerlukan pengampunan, dan keselamatan mempresaposisikan keberdosaan manusia yang bersifat universal. “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12). Sekarang Allah “memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat” (Kis. 17:30). Mereka yang mempelajari Alkitab tidak akan kesulitan untuk menambahkan ayat-ayat Alkitab lain yang mengandung pesan serupa. 3. Alkitab menelusuri keberdosaan manusia yang bersifat universal ini dari sejak awal keberadaan kita. Daud menulis, “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mzm. 51:7). Mazmur 58:4 berbunyi, “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat.” Yesus mengajarkan bahwa perbuatan orang fasik merupakan perwujudan hati mereka yang penuh dosa: Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik (Mat. 7:16-18).
Sekali lagi, dalam Matius 15:17-20 Yesus berkata, Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban? Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang.
Alkitab dengan jelas menentang ide pokok Pelagius, yakni bahwa manusia dilahirkan tanpa ada kecenderungan berdosa.
Copyright © momentum.or.id
10
Keselamatan di Balik Kematian Bayi
4. Bahkan dari pengamatan perilaku anak yang paling sederhana pun tampak bahwa mereka tidak perlu diajar untuk berdosa. Anak-anak dan orang dewasa berbuat dosa semudah cebong berenang atau burung terbang. Dosa melekat pada natur kita. 5. Mengapakah bayi-bayi polos yang dianggap lahir tanpa natur dan kecenderungan berdosa selalu bertumbuh menjadi orang dewasa yang penuh dosa? Logika dari pandangan mereka mengharuskan para penganut Pelagianisme untuk meyakini bahwa setidaknya ada sedikit orang dewasa yang tidak berdosa. Berbagai media massa Amerika menyebut Bunda Teresa sebagai orang kudus, tetapi ia sendiri sadar dan mengakui bahwa ia seorang pendosa. Tuduhan Alkitab atas keberdosaan semua manusia didukung oleh apa yang setiap kita temukan sewaktu kita dengan jujur memeriksa hati kita, yaitu: fenomena kesalahan manusia. Kesimpulan Pemeriksaan singkat tentang kepercayaan yang salah bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan polos, tanpa dosa dan tanpa pengaruh-pengaruh yang merusak menjelaskan tiga hal penting. Pertama, apabila kita mencari jawaban atas hal keselamatan bayi berdasarkan Alkitab, maka kita tidak dapat mendasarkan harapan kita akan keselamatan bayi di atas teori yang menyatakan bahwa bayi bersifat netral secara moral dan tanpa dosa. Kedua, mengutip perkataan R.A. Webb, adalah salah untuk menyetujui “skema keselamatan yang di dalamnya, baik Kristus sebagai korban yang menebus, atau Roh sebagai Pribadi yang menguduskan, tidak perlu melakukan apa-apa untuk menyelamatkan anak-anak. Jika anakanak dapat diselamatkan karena mereka bukan pendosa, maka mereka tidak diselamatkan karena apa yang telah Kristus lakukan bagi mereka, atau yang akan Roh kerjakan dalam diri mereka.”3 Ketiga, ke mana pun kita dituntun oleh upaya kita mencari jawaban, jawaban itu harus konsisten dengan ajaran Alkitab, yaitu bah-
Copyright © momentum.or.id
Benarkah Anak-anak Dilahirkan Tanpa Dosa? 11
wa semua manusia kecuali Yesus Kristus, dilahirkan dengan natur berdosa. Sekarang jelas bahwa semua upaya untuk mendasarkan keselamatan bayi dan orang cacat mental pada kondisi mereka yang dianggap tanpa dosa didasarkan pada kekeliruan yang serius. Oleh karena itu, kita mencari jawaban di tempat lain.
Copyright © momentum.or.id