DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA --------------------------------------------
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI III DPR-RI KE PROVINSI ACEH PADA MASA RESES PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2009-2010 --------------------------------------------------------------------------------------------
I.
PENDAHULUAN
A.
Dasar Kunjungan Kerja Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor: 84/PIMP/I/2009-2010 Tentang Penugasan Anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI, Badan Legislasi, Badan Anggaran, dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan Kunjungan Kerja Kelompok pada Masa Reses Masa Persidangan I Tahun Sidang 2009-2010.
B.
Ruang Lingkup Sasaran Kunjungan Kerja meliputi bidang-bidang yang termasuk dalam ruang lingkup tugas Komisi III DPR RI, yaitu Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan.
C.
Susunan Tim 1. Ir. Tjatur Sapto Edy, MT 2. Edi Ramli Sitanggang 3. Hj. Himatull Alyah Setiawaty, SH 4. Sutjipto, SH, MH 5. H. Chairuman Harahap, SH, MH 6. Dewi Asmara, SH, MH 7. I Gusti Ketut Adhiputra 8. Drs. M. Nurdin, MM 9. Herman Heri 10. H.M. Nasir Djamil, S.Ag 11. H. Tb Soemandjaja 12. Ahmad Yani, SH, MH 13. H.M. Aditya Mufti Arifin 14. Ir. HM Lukman Edy, M.Si 15. Yahdil Abdi Harahap, SH, MH 16. Marthin Hutabarat
Ketua Tim/Pimpinan Komisi III/F-PAN. Anggota Komisi/F-PD Anggota Komisi/F-PD Anggota Komisi/F-PD Anggota Komisi/F-PG Anggota Komisi/F-PG Anggota Komisi/F-PG Anggota Komisi/F-PDIP Anggota Komisi/F-PDIP Anggota Komisi/F-PKS Anggota Komisi/F-PKS Anggota Komisi/F-PPP Anggota Komisi/F-PPP Anggota Komisi/F-KB Anggota Komisi/F-PAN Anggota Komisi/F-Gerindra
-1-
Tim Kunjungan Kerja didampingi staf Sekretariat dan Tenaga Ahli Komisi III DPR RI, Penghubung Kepolisian, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Penghubung Departemen Hukum dan HAM. D.
Pelaksanaan Kunjungan Kerja Kunjungan Kerja dilaksanakan selama 3 (hari) hari, yaitu dari tanggal 7 sampai dengan 9 Desember 2009.
E.
Objek Kunjungan Kerja Tim Komisi III DPR RI dalam Kunjungan Kerja di Provinsi Aceh melakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Pertemuan dengan Sekretaris Daerah yang mewakili Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Aceh, para Muspida Provinsi Aceh, tokoh-tokoh masyarakat, dan perwakilan dari lembagalembaga swadaya masyarakat di Aceh. 2. Pertemuan dengan Kapolda Aceh beserta jajarannya, Kapolwiltabes, Kapolwil, dan Kapolres, se-Provinsi Aceh. 3. Pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta jajarannya dan para Kepala Kejaksaan Negeri se-Provinsi Aceh. 4. Pertemuan dengan Ketua Pengadilan Tinggi Aceh , Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, dan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Aceh (didampingi para Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara dan Ketua Pengadilan Militer) se Provinsi Aceh. 5. Pertemuan dengan Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Provinsi Aceh beserta seluruh jajarannya. 6. Peninjauan lapangan ke Lapas Jhanto.
II.
HASIL KUNJUNGAN KERJA
A.
Pertemuan dengan Sekretaris Daerah Aceh yang mewakili Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Aceh, para Muspida Provinsi Aceh, tokoh-tokoh masyarakat, dan perwakilan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR-RI dengan Gubernur Aceh dan para Muspida Provinsi Aceh , tokoh-tokoh masyarakat dan perwakilan lembaga-lembaga masyarakat yang dilaksanakan pada Senin malam, 7 Desember 2009, diawali dengan sambutan ucapan selamat datang dari Sekretaris Daerah Provinsi Aceh Husni Fachri yang mewakili Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nasar yang sedang dinas ke luar kota, dan sambutan dari Ketua Tim/Pimpinan Komisi III DPR RI Ir. Tjatur Sapto Edy, MT yang sekaligus memperkenalkan satu persatu anggota rombongan kunjungan kerja. Pemerintahan Provinsi Aceh dipimpin oleh Gubernur drh Irwandi Yusuf, MSc dan Wakil Gubernur Muhammad Nazar, S Ag. Keduanya terpilih dalam Pilkada yang dilaksanakan pada 11 Desember 2006. Ibukotanya ialah Banda Aceh . Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Provinsi yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah sebuah provinsi di Indonesia dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Kedudukan Aceh sebagai daerah yang khusus dan istimewa ini diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
-2-
Penyebutan nama Provinsi Aceh, bukan lagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), diatur dalam pasal 251 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan telah resmi dilaksanakan dengan terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 46 Tahun 2009 tanggal 7 April 2009. Berkenaan dengan itu sejumlah dinas dan badan di jajaran Pemerintah Aceh juga telah menerapkan secara bertahap penggunaan sebutan nama dengan Provinsi Aceh. Sejumlah badan yang sudah menerapkan ketentuan terbaru ini, antara lain, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), Badan Pembinaan dan Pendidikan Daerah, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A), Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan, dan Biro Pemerintahan Setda. Sementara sejumlah badan atau instansi belum menerapkan ketentuan baru ini dan masih menggunakan nama Nanggroe Aceh Darussalam, antara lain, Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi (namun untuk keseragaman dalam laporan ini akan disebut Kepolisian Daerah Aceh dan Kejaksaan Tinggi Aceh). Dalam pertemuan dengan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI, Pemerintah Provinsi Aceh menjelaskan tentang pelaksanaan kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk menyusun qanun atau peraturan daerah Aceh. Penyusunan qanun ini dinyatakan sudah melibatkan intansi terkait, antara lain Kepolisian Daerah Aceh. Sedangkan pelaksanaan atau penegakan hukumnya dilakukan dengan koordinasi antara Satuan Polisi Pamong Praja, Polisi Wilayatul Hisbah, dan Polda Aceh. Sedangkan hambatan dalam pelaksanaan qanun syariah, antara lain, belum adanya peraturan yang memadai di bidang hukum acaranya sehingga penerapan hukum syariat belum dapat dilakukan secara maksimal. Qanun Jinayah Dalam pertemuan tersebut Sekda Pemerintah Provinsi Aceh menjelaskan soal qanun jinayah (pidana) dan qanun acara jinayah (acara pidana). Hal ini terkait sikap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang hingga kini masih menolak untuk menandatangani kedua qanun yang telah disahkan oleh DPRA pada 14 September 2009 lalu. Dijelaskan oleh Sekda, bahwa hasil pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif sampai saat ini masih timbul sejumlah pendapat yg berbeda untuk pemberlakuan terhadap Rancangan Qanun Hukum Jinayat dan Rancangan Hukum Acara Jinayat. Secara resmi Pemerintah Aceh menyampaikan bahwa kedua rancangan qanun tersebut sampai saat ini masih merupakan draf atau konsep yang belum disetujui bersama baik pada tahapan pembahasan sampai pada penutupan masa sidang, Pemerintah Aceh sudah menyatakan belum dapat menerima beberapa materi muatan dalam kedua rancangan qanun tersebut. Setelah mempertimbangkan dari berbagai sudut pandang, agar lebih sempurnanya materi kedua rancangan qanun tersebut, maka Pemerintah Aceh dengan Surat Nomor 188.342/58931 tanggal 25 September 2009 sudah meminta secara resmi kepada Pimpinan DPRA untuk dibahas ulang pada masa yang akan datang. Begitupun bila ada pendapat yang menyatakan bahwa dalam hal rancangan qanun yang telah disetujui bersama oleh DPR Aceh dan Gubernur Aceh atau DPR Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan qanun tersebut disetujui bersama, maka rancangan qanun tersebut sah menjadi qanun dan wajib di undangkan kedalam lembaran daerah. Ketentuan tersebut tidak dapat diberlakukan atau diterapkan dalam pengesahan terhadap rancangan qanun tentang Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat, karena kedua rancangan qanun tersebut belum dapat disetujui oleh salah satu pihak dalam hal ini Pemerintah Aceh.
-3-
Atas pendalaman yang dilakukan anggota Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI, Kepala Biro Hukum dan Humas Pemerintah Provinsi Aceh menjelaskan bahwa perbedaan utama antara pihak eksekutif dan legislatif terkait pembahasan qanun jinayah dan qanun acara jinayah adalah terkait prosedur pembahasan qanun. Pihak eksekutif, yaitu Pemerintah Aceh, menilai bahwa pihak legislatif, yaitu DPRA, telah memasukkan ketentuan-ketentuan substantif di luar sidang-sidang pleno antara eksekutif dan legislatif. Ketentuan substantif dimaksud adalah mengenai hukuman rajam untuk pelaku zinah yang sudah menikah, ketentuan mana tidak ada dalam rancangan awal qanun jinayah yang diajukan oleh pemerintah provinsi. Perihal keabsahan terhadap kedua rancangan qanun tersebut secara resmi Pemerintah Aceh dengan surat No 188/62308 tgl 14 Okt 2009 telah mempertanyakan kepada Pemerintah Pusat melalui Mendagri. Mendagri dengan surat No. 188/4221/SJ/ tgl 1 Desember 2009 secara resmi pula sudah melakukan klarifikasi dan menyampaikan jawabannya sebagai berikut: a. Suatu Perda (Qanun) baru dapat disahkan apabila telah mendapatkan persetujuan bersama antara DPRD (DPRA) dgn KDH (GUB). b. Mendagri menjelaskan mekanisme persetujuan bersama sebagaimana dimaksud di atas agar mengacu pada Pasal 42 UU No. 10/2004 dan Pasal 232 UU No. 11/2006 dan Pasal 136 UU No. 32/2004. Namun, walaupun kedua rancangan qanun tersebut belum berlaku secara sah, untuk penerapan Hukum Syari’at Islam di tetap berjalan sebagaimana biasanya yang didasarkan pada Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam; Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam; Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12 Tahun 2002 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya; Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 13 Tahun 2002 tentang Maisir (Perjudian); Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 tentang Khalwat (Mesum). B.
Pertemuan dengan Kapolda Aceh Kapolres, se-Provinsi Aceh.
beserta jajarannya, Kapolwiltabes, Kapolwil, dan
Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI dengan Kapolda Aceh beserta jajarannya, Kapolwiltabes, Kapolwil, dan Kapolres, se Provinsi Aceh yang dilaksanakan pada Selasa pagi, 8 Desember 2009. Hal-hal yang menjadi pokok pembicaraan dalam pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Anggaran Polda Aceh pada Tahun 2009 memiliki DIPA sebesar Rp 667.868.000,- dan realisasi sampai dengan Nopember 2009 sejumlah Rp 652.405.830,- (96,24 %). Program utama yang dilaksanakan adalah Program Harkamtibmas dan Program Lidik Sidik. Kendala yang ditemukan terkait alokasi anggaran di Polda Aceh adalah: (a) dalam hal pembangunan yaitu sejak Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009 tidak ada pembangunan fisik mako khususnya Mako Polsek. Jalan keluarnya adalah meminjam bangunan milik Pemda atau masyarakat yang digunakan sebagai Kantor Polsek. Dan, (b) dalam Program Lidik dan Sidik, mengingat wilayah merupakan ladang ganja dan meningkatnya kasus narkoba perlu ditingkatkan penambahan anggaran lidik dan sidik. Pagu Definitif Polda Aceh Tahun 2010 mengalami peningkatan dari Rp 677.868.00,(Tahun 2009) menjadi sejumlah Rp. 737.992.279.000,-, namun yang besar adalah beban pada pegawai / gaji Polri sebesar Rp 80 %. Adapun programnya adalah sebagai berikut:
-4-
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pengembangan Sumber Daya Manusia Polri. Pengembangan Sarana dan Prasarana Kepolisian. Pengembangan Strategi Keamanan dan Ketertiban. Pemberdayaan Potensi Keamanan. Pemeliharaan Kamtibmas. Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana. Kerjasama Keamanan dan Ketertiban. Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan.
2. Pelaksanaan Qanun, Khususnya Qanun Jinayah a. Peran dan keterlibatan Polda Aceh Polda Aceh sangat mendukung dan dalam pelaksanaannya telah memberikan petunjuk dan arahan satwil jajaran Polda Aceh dengan Surat Telegram Kapolda No. Pol. : ST/38/I/2009 tanggal 27 Januari 2009 tentang penanganan Jinayat yang tersangkanya beragama Islam agar diproses berdasarkan Qanun, hal ini sesuai putusan MA RI Nomor : KMA/070/SK/X/2004 tanggal 6 Oktober 2004 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan dari Pengadilan Umum kepada Makamah Syari’ah di Prov Aceh. Sedang berkaitan khususnya dengan Qanun hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat sesuai dengan Surat Ketua DPRA tentang Penyusunan Qanun Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat tersebut Polda Aceh diminta mengirimkan anggotanya sebagai tenaga ahli untuk memberikan masukan berkaitan dengan pembahasan rancangan materi Qanun tersebut. b. Koordinasi Polda Aceh dengan Polisi Syariah Koordinasi Polda Aceh dengan Polisi Syariat Islam dalam pelaksanaan Qanun tersebut dalam bentuk pemberian materi pelaksanaan Rakor dan Pelatihan Sat Pol PP dan WH se Provinsi Aceh. Dalam Rangka Gakkum Qanun, Polri melakukan kegiatan bersama dengan Polisi Syariah seperti melakukan razia bersama karena Hukum Acara Jinayah belum diberlakukan, maka Proses penyidikan masih dilakukan oleh Polri, namun tidak dilakukan upaya paksa Penahanan. Setelah perkara yang termasuk pelanggaran Qanun telah P21 oleh JPU dilanjutkan persidangan melalui Makamah Syariah. Dalam rangka meningkatan kerja sama, pada tanggal 27 April 2009 telah dilaksanakan Rakor dengan instansi terkait diantaranya ikut serta Sat Pol PP dan Wilayatul Hisbah dengan tema “Penanganan Gelandangan, Pengemis dan Pedagang Asongan dalam rangka Perpolisian Masyarakat untuk mewujudkan Kamtibmas yang kondusif di Aceh. c. Kondisi keamanan dan ketertiban Kapolda menjelaskan bahwa sejauh ini kondisi keamanan di Aceh masih kondusif, namun sudah mulai banyak kisaran suara yang menolak pemberlakuan Qanun-qanun tersebut karena dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru. Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa karena Gubernur Aceh tidak segera menyetujui berlakukan Qanun Jinayat tersebut. Sementara dari kelompok masyarakat penggiat HAM mengatakan bahwa pemberlakuan Qanun Jinayat akan menimbulkan pelanggaran HAM.
-5-
Di pihak orang asing yang berada di Aceh sebagai staf NGO asing mengatakan merasa khawatir dengan pemberlakuan Qanun Jinayat karena akan membatasi kebebasannya khususnya tentang khamar (minuman beralkohol). d. Masalah hukum berkaitan dengan pelaksanaan Qanun Ada beberapa pasal yang kurang tepat menjadi celah para pelanggar seperti Pasal 14 Tahun 2003 tentang Khalwat yang mana unsur dari Pasal tersebut “berduaduaan ditempat sunyi yang dengan pasangan yang bukan muhrimnya“ sedangkan pasal tersebut dimanfaatkan oleh pelanggar untuk berdua-duaan ditempat ramai meskipun dengan pasangan yang bukan muhrimnya, Hal ini perlu dikaji kembali supaya lebih jelas aspek berdua-duaan yang bukan muhrimnya. e. Kendala dan hambatan Dalam Proses Penyidikan pelaksanaan Qanun tidak dapat dilakukan upaya Penahanan, hal ini tidak menimbulkan efek jera dan ketika berkas telah P-21 yang bersangkutan sebagai pelaku / tersangka tidak dapat dihadirkan karena pergi / lari. Sebagai contoh kasus Penyidikan Polri mengacu pada Pasal 303 KUHP diancam hukuman 5 tahun dan dalam KUHAP saat penyidikan tersangka bisa dilakukan Penahanan, sedangkan dalam Qanun Maisir /Judi tidak bisa ditahan.
3. Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban a. Kejahatan Menonjol Di Aceh belum ada kasus gejolak/kerusuhan sosial yang menonjol. Upaya untuk mencegah terjadinya gejolak/kerusuhan sosial adalah pendekatan kepada masyarakat melalui tokoh masyarakat dan penerapan perpolisian masyarakat. b. Data/indeks kejahatan di wilayah Aceh 1) Trend Kriminalitas Tahun 2009
NO
URAIAN
2008
2009 (JAN-NOP)
TREND
+/-
1
CRIME TOTAL
6.910
7.813
903
13%
2
CRIME CLEARED
3.078
3.175
97
31%
3
CLEARENCE RATE
45%
40,64%
-5%
-5%
4
CRIME RATE
149
177
28
18.8%
5
CRIME CLOCK
1°26'
1°03'3"
0°23'
0°23'
-6-
2) Trend Kasus Menonjol Tahun 2009 NO
JENIS KEJAHATAN
2008
2009 (JAN-NOP)
510
441
-69
-6.9%
1.061
880
181
18.1% 53%
TREND
+/-
1
CURAT
2
CURANMOR
3
CURAS
130
199
69
4
ANIRAT
364
310
54
17%
5
KEBAKARAN
52
132
80
153%
6
PEMBUNUHAN
42
34
8
23%
7
PERKOSAAN
60
86
26
43%
8
KENAKALAN REMAJA
0
0
-
-
9
UPAL
9
9
-
-
10
NARKOTIKA
477
614
137
28.7%
2.705
2.705
-
-
JUMLAH
3) Trend Menurut Penggolongan Kejahatan Tahun 2009 URAIAN
NO
2008
2009 (JAN-NOP)
TREND
%
3.673
4.078
405
11%
1
KEJ. KONVENSIONAL
2
KEJ. TRANS NASIONAL
477
556
79
16.6%
3
KEJ. MERUGIKAN NEGARA
171
122
-49
28.7%
4
KEJ. BERIMPLIKASI KONTIJENSI
-
-
-
-
JUMLAH
4.321
4.756
435
10.1%
4) Trend Kecelakaan Lantas dan Pelanggaran Lantas JAN -NOP 2008 208
JAN -NOP 2009 545 380
37.82%
69.72%
4 KORBAN MD
404
5 KORBAN LB
353
438 327 442 2.419.683.000 0 39.607 39.607 100%
NO
JENIS KEJAHATAN
1 JML LAKA LANTAS 2 PENYELESAIAN LAKA 3 PROSENTASE SELESAI LAKA
6 KORBAN LR 7 RUGMAT
550
468 3.460.411.500
8 JUMLAH TABRAK LARI
15
9 JUMLAH GAR LANTAS
52.757
10 SELESAI GAR LANTAS
52.757
11 % SELESAI GAR LANTAS
100%
TREND -5 172
% -1% 45%
34 -26 -26 -1.040.728.500 -15 -13.150 -13.150
8% -8% -6% -43% -100% -33% -33%
-7-
c. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan 1)
Ideologi / Politik :
2)
Sosial
3)
4)
Budaya
Ekonomi
Masih adanya issue pemisahan pengelompokan pro dan kontra. :
:
:
dari
NKRI
dan
-
Pasca Konflik : Adanya traumatik dan ketakutan masyarakat Aceh akibat konflik berkepanjangan konflik berkepanjangan pada proses reintegrasi dan euforia.
-
Pasca Tsunami : Banyaknya bantuan dari luar pada penanganan bencana alam dan proyek pembangunan, tidak merata diterima masyarakat sehingga terjadi kesenjangan ekonomi yang berakibat kecemburuan sosial.
-
Pasca BRR : Banyak pengangguran dengan berkurang banyak phisik pembangunan.
-
Secara karakter masyarakat Aceh memiliki harga diri tinggi yang memicu persaingan di segala bidang.
-
Disisi lain pemahaman hukum masyarakat masih rendah.
Pertumbuhan ekonomi belum merata banyak daerah yang tertinggal serta masih banyak penduduk yang kehidupannya di bawah rata-rata. Pendapatan per kapita masyarakat sekitar seperempat (23,5%) adalah penduduk miskin. Di antara setiap 4 orang , satu adalah orang miskin. Walaupun angka ini menurun dari tahun sebelumnya, tapi angka ini masih jauh di atas rata-rata nasional yang 15,4%. Data dari sumber yang sama juga menunjukkan bahwa rakyat di pedesaan lebih miskin dari yang di perkotaan, yakni 26,3% dan 16,6%. (sumber : BPS; 2008)
d. Kendala dan Hambatan 1) Wilayah Aceh merupakan daerah pasca konflik dan pasca tsunami sehingga membutuhkan perhatian yang serius. 2) Pemberlakuan Syariat Islam yang mewajibkan pemeluk Islam menggunakan perangkat-perangkat hukum Qanun (seperti Kemaksiatan, Perjudian, Pelacuran, dan lain-lain) dilematis. 3) Pemulihan pasca konflik dan tsunami di oleh BRA (Badan Reintegrasi Aceh) dan BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ) belum tuntas, membawa dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang merasa tidak puas terhadap hasil yang telah dibangun. 4) Adanya oknum-oknum kelompok masyarakat melakukan intimidasi dan dan teror terhadap masyarakat menimbulkan kecemasan terhadap masyarakat. 5) Sumber Daya Manusia Polda Aceh yang masih perlu ditingkatkan memerlukan perhatian khusus dari pimpinan.
-8-
4. Kemandirian dan Profesionalisme Dalam rangka mewujudkan profesionalisme, Polda Aceh menjalin kerja sama dengan IOM (Interantional Organitation for Migration) Police Project dari tahun 2002 s/d sekarang, dengan IOM Police Project guna Reformasi Birokrasi Polri di , dan dengan Universitas Syiahkuala dalam rangka pemberantasan Narkoba dengan ditandatangani MoU pada bulan Februari 2009 dan PT. Angkasa Pura bulan Februari 2009. Selain itu Polda Aceh telah meluncurkan buku “Perpolisian Masyarakat (Polmas) dan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Pendekatan Budaya dan Dakwah”, dan buku “Profesionalis, Courage, Dignity” tentang profil dan sejarah Polda sebagai pedoman dan wacana anggota Polda Aceh dalam bertugas di bumi Aceh. Di bidang kompetensi, Polda Aceh bekerja sama dengan berbagai pihak (Universitas, Lembaga Pendidikan, LSM) guna melaksanakan penerimaan anggota Polri secara transparan guna mendapatkan anggota Polri yang mempunyai kemampuan yang diharapkan. Di bidang kode etik, Kapolda Aceh secara tegas menindak oknum Polri yang melakukan pelanggaran disiplin maupun pelanggaran pidana atau lainnya. Dari awal tahun 2009 hingga sekarang jumlah pelanggaran disiplin sebanyak 254 kasus dengan rincian 85 kasus diproses dan selesai disidang disiplin 169 kasus. Untuk meningkatkan pelayanan publik, diatur ketentuan bahwa setiap pelapor dan pengadu selalu diterima dan dilayani dengan baik dan diberi informasi perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) maksimal 3 hari dari waktu pelaporan. Kemudian juga dilaksanakan Pelayanan Lalu Lintas (SIM, STNK, BPKB) yang mudah, cepat, dan transparan. Dijelaskan pula tentang langkah-langkah Kapolda Aceh untuk mewujudkan kepolisian di daerah agar benar-benar dapat memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Langkah-langkah tersebut adalah: a. Bidang Operasional Menghadapi kasus-kasus menonjol dan mengalami peningkatan kejadian serta tidak dapat ditangani dengan pola kegiatan kepolisian rutin, Polda Aceh membuat operasi Kepolisian dalam waktu, jumlah personel, target operasi, dan biaya yang sudah ditentukan. Dalam kegiatan sehari-hari dalam melayani masyarakat menggunakan pola kepolisian yaitu kegiatan kepolisian (kegiatan rutin). Kemudian, karena mempunyai karakteristik khusus dengan daerah istimewa yaitu pemberlakukan Syariat Islam bagi umat Islam yang menggunakan perangkat hukum Qanun, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan Qanun selalu dikoordinasikan dengan pejabat Pemda Provinsi Aceh . b. Bidang Pembinaan Merangkul NGO dan LSM serta Universitas serta praktisi hukum dalam kegiatan Kepolisian seperti kerjasama pemberantasan narkoba, sistem penerimaan anggota Polri, meningkatkan kualitas SDM anggota Polri maupun pembangunan bangunan Polda guna pelayanan kepada masyarakat.
-9-
c. Jumlah Personel Guna pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan penegakkan hukum, pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat berjalan dengan baik, jumlah ideal personel kepolisian yang dibutuhan di lingkungan Polda Aceh adalah:
NO
DSP
DATA POLRI
RIIL PNS
POLRI
PNS
KURANG KURANG POLRI PNS
1
POLDA
3308
798
2792
226
516
572
2
POLRES
13853
1021
10339
132
3514
889
JUMLAH
17161
1819
13131
358
4030
1461
5. Pemberantasan Kejahatan dan Penegakan Hukum a. Upaya Mengatasi Meningkatnya Kejahatan Polda Aceh melaksanakan Operasi Kepolisian Sikat Rencong I & II 2009 dari tanggal 15 Pebruari s/d 13 April 2009 dengan perkuatan BKO Mabes Polri sebanyak 2 SSK. Adapun hasil selama operasi tersangka tertangkap 12 orang dan dilanjutkan kegiatan kepolisian (rutin) menjadi 24 orang tersangka dipersidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta dengan dasar fatwa Mahkamah Agung. Polda Aceh juga melakukan operasi pemusnahan ladang ganja dan edar narkoba di wilayah hukum Polda Aceh, antara lain : 1. Operasi Antik Rencong 2009, dengan hasil yang dicapai 33 kasus penyalahgunaan ganja dan 11 kasus penyalahgunaan shabu. Disita barang bukti 196,4 kg ganja kering dan 27,88 gram shabu 2. Melakukan berbagai operasi mandiri kewilayahan dalam Target Operasi pemusnahan ladang ganja. Dalam tiga kali operasi berhasil ditemukan lading ganja seluas 4 hektare, 10 hektare, dan 30 hektare, dan dimusnahkan barang bukti berupa 20.000 batang ganja, 24.000 batang ganja, dan 54.000 batang ganja. 3. Melakukan operasi Gabungan antara satker Dit Narkoba, Sat Brimob, Intelkam dan Dit Samapta pada tanggal 7 s/d 18 agustus 2009 dengan hasil yg dicapai ditemukan lading ganja 33 hektar dan dimusnahkan barang bukti 247.500 batang ganja 4. Melaksanakan kegiatan, pembinaan, dan penyuluhanh kepada masyarakat tentang bahaya narkoba sebanyak 25 kali. 5. Membuat MoU (Memorandum of Understanding) pada tanggal 10 Februari 2009 dengan Bandara Sultan Iskandar Muda dan Universitas Syiah Kuala dalam rangka pencegahan dan pemberantasan narkoba Polda Aceh juga giat melakukan pemberantasan perjudian. Penegakan hukum berupa pelaksanaan putusan cambuk oleh Makamah Syariah cukup efektif, namun ada beberapa kasus yang tidak dapat dilaksanakan putusan karena saat penyerahan Tahap II oleh Polri tidak dapat dilakukan disebabkan tersangka melarikan diri karena dalam Penegakan Hukum Syariah (Qanun) tidak dikenal adanya penahanan oleh penyidik. Dalam pemberantasan illegal logging, Polda Aceh melakukan razia illegal logging di jalur-jalur rawan illegal logging. Serta melaksanakan Operasi Kepolisian dengan Sandi
-10-
“Babat Rencong 2009” dalam rangka penanggulangan / pemberantasan Illegal Loging. Sementara di bidang pencegahan, Polda Aceh melakukan himbauan kepada tokoh masyarakat / warga masyarakat melalui penyuluhan / Bimmas oleh para petugas Polmas (Babin Kamtibmas), serta bekerjasama dengan instansi terkait Dinas Kehutanan Provinsi / Kabupaten / Kota guna menanggulangi illegal logging bersama-sama. C.
Pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh beserta jajarannya dan para Kepala Kejaksaan Negeri se Provinsi Aceh. Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh beserta jajarannya dan para Kepala Kejaksaan Negeri se Provinsi Aceh yang dilaksanakan pada Selasa siang, 8 Desember 2009. Hal-hal yang menjadi pokok pembicaraan adalah sebagai berikut :
1. Anggaran Kejaksaan Tinggi Aceh pada Tahun 2009 memiliki DIPA sebesar Rp 45.683.990.000 dan realisasi sampai dengan Nopember 2009 sejumlah Rp 35.583.707.007 (77,89 %). Pagu definitif Kejati Aceh Tahun 2010 mengalami peningkatan dari Rp 45.683.990.000 (Tahun 2009) menjadi Rp. 74.910.771.000. Program prioritas pada Tahun 2009 adalah mengupayakan tersedianya anggaran yang memadai untuk memenuhi kegiatan operasional serta sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang pelaksanaan tugas penerapan dan Penegakan Hukum, Penyuluhan Hukum serta Penelitian dan Pengembangan Hukum, dan program peningkatan, pembangunan organisasi manajemen Kejaksaan. Kendala yang ditemukan terkait alokasi anggaran di Kejati Aceh adalah dalam melakukan pelelangan barang rampasan. Ada barang rampasan dari Kejari dan Cabjari yang terkendala dalam melakukan pelelangan karena biaya lelang lebih besar dari harga limit barang rampasan tersebut. Kendala lain terkait terbentuknya dua satuan kerja Kejaksaan Negeri baru yaitu : Kejari Sukamakmue Kejari Simpang Tiga. Kedua Kejari tersebut belum mendapat alokasi anggaran dalam tahun 2009 sehingga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2. Pelaksanaan Qanun, Khususnya Qanun Jinayah Peran Kejati Aceh dalam pelaksanaan Qanun No. 12 tahun 2003 tentang Khamar, No. 13 tahun 2003 tentang Maisir, dan No.14 tahun 2003 tentang Khalwat, antara lain menerima SPDP dari Penyidik Polri, meneliti berkas perkara oleh jaksa peneliti Berkas perkara (P.16) dan memberikan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara baik kelengkapan Formil maupun materil yang dituangkan dalam Formulir P. 19 dan seterusnya menerbitkan P.21 apabila berkas perkara sudah lengkap untuk disidangkan, setelah menerima tersangka dan barang bukti, melimpahkan perkara ke Mahkamah Syariah dan melaksanakan putusan Hakim Mahkamah Syariah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hukum Acara Jinayat sampai sekarang belum disahkan, untuk penyelesaiana pelanggaran Syariat Islam masih menggunakan KUHAP sehingga Jaksa Penuntut Umum tidak bisa melakukan Penahanan terhadap terdakwa, sehingga menyulitkan untuk menghadirkan terdakwa kepersidangan dan melaksanakan putusan Mahkamah Syariah.
-11-
3. Peningkatan Kinerja dan Profesionalisme Dalam meningkatkan profesionalisme dan integritas moral para Jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Aceh, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh telah melakukan langkah-langkah dengan berpedoman kepada Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Terhadap perbutan Jaksa yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang, maka akan dikenakan tindakan administratif. Tindakan administratif adalah tindakan yang dijatuhkan terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.
4. Pembaruan Kejaksaan Kebijakan dan langkah-langkah yang telah dan akan dilaksanakan dalam rangka agenda pembaharuan Kejaksaan di bidang Pengawasan yakni dengan menerapkan prinsip Reward and Punishment yang jelas dan terukur. Pelaksanaan Reward/pemberian penghargaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-069/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007 tentang ketentuan-ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia. Terhadap Jaksa-jaksa yang dinilai berhasil dalam melaksanakan tugasnya di lingkungan Kejati Aceh telah di inventarisir, namun oleh karena bentuk pemberian penghargaan tersebut belum diatur, maka hal tersebut menjadi terkendala. Sedangkan dalam bentuk Punishment, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh sangat proaktif di mana setiap laporan / pengaduan dari masyarakat selalu ditindaklanjuti dengan memerintahkan bidang Pengawasan melakukan pemeriksaan akan kebenaran laporan/pengaduan tersebut dan melaporkannya kepada JAMWAS di Jakarta.
5. Penanganan Perkara a. Pidana Umum Selama Tahun 2009 Kejati Aceh telah menangani 2.142 perkara tindak pidana umum, yang terdiri dari tindak Pidana Keamanan dan Ketertiban Umum sebanyak 408 Perkara, Tindak Pidana Orang dan Harta Benda sebanyak 931 Perkara, dan tindak Pidana Umum lainnya sebanyak 803 Perkara. Khusus penanganan perkara tindak pidana pemilihan umum sepanjang tahun 2009 belum ada perkara pelanggaran Pemilu yang ditangani karena belum adanya laporan yang ditindak lanjuti sampai ke Kejaksaan. b. Pidana Khusus Sedangkan untuk penanganan kasus tindak pidana korupsi, selama tahun 2009 Kejati Aceh dan Kejari-kejari di wilayah Aceh telah melakukan penyidikan terhadap 29 kasus korupsi, sedangkan untuk penuntutan ada 30 perkara. Berikut ini adalah tabel penanganan perkara oleh Kejati Aceh dan jajarannya:
-12-
1. Penyidikan NO 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
NAMA TERSANGKA
INSTANSI KEJAKSAAN YANG MENANGANI Heriyani, S.Sos, dkk Kejati Aceh Syaiful Anwar, dkk Kejati Aceh Ir. Abdula Aziz Pazsa,MM Kejati Aceh Abdullah AP Kejati Aceh Drh. Hj. Raihanah, M.Si, dkk Kejati Aceh Ir. Iskandar Muda, Drh. Zainal Kejari Sabang Arifin, Muhammad Hamin, SE, Jamaluddin, SE, Amri Chaniago Usman BA, Saiful Anwar, SE Kejari Sigli Heri Kurniawan, SE Kejari Lhokseumawe Ir. T. Amiruzzahri bin Abdulla Kejari Langsa Ir. Zainuddin Manaf Kejari Langsa T. Arif Fadilla bin T. Maimun Ishak Kejari Langsa Walidun, dkk Kejari Kutacane Zakaria, Skn Kejari Lhoksukon Drs. Melodi, MM, dkk Kejari Lhoksukon Yusrizal Kejari Lhoksukon Salman Kejari Lhoksukon Muktaruddin Kejari Idi 2 3 Ir. Bustami, ST, Satya Murti Kejari Kualasimpang Hasmi, dkk Kejari Sinabang Soflian B, dkk Kejari Sinabang Jumaidi, Sag Kejari Calang Zaiman Pardi, S.Pd, dkk Kejari Calang H. Kusumardi, SE bin Alm. Kejari Singkil Zainuddin Hasan Ahmadi SP, dkk Kejari Singkil Ali Akbar, SE Kejari Blangkejeren H. Rusli Ahmad Kejari Jantho Drs. Nasruddin, AS, M.Hm, dkk Kejari Blangpidie Said Sirhan, dkk Kejari Blangpidie
2. Penuntutan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
NAMA TERSANGKA Ir. Muchtaruddin Drs. Subki Yahya Ir. Mahirul Athar S.Pd.I Ir. Muslim Drs. M. Saleh Yunus, M.Si Dra. Nurmasyitah Syamaun Adnan Murad, SE Taufiq, S.Ag Dr. H. Abd. Hamid, M,Si
INSTANSI KEJAKSAAN YANG MENANGANI Kejati Aceh Kejati Aceh Kejati Aceh Kejati Aceh Kejati Aceh Kejati Aceh Kejari Banda Kejari Banda Kejari Sigli
-13-
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Usman, BA, dkk Ramli Azis, SH Heri Kurniawan, SE Munzir bin Ali Syuib Banta Linda bin Alm T. M. Yasin Sukardi bin Nyak Cut Ir. Herman Arsyad Mm. Bin Arsyad, dkk Hasyim Baharuddin bin Baharuddin, dkk Drs. Muhamad Yusuf IS, Bsc bin Tgk Ismail Dra Farida Zuraini, MM binti Ismail Syamsalat TA, dkk Waluddin, dkk Hamdani bin A. Wahab, dkk Tatar Fuadi, ST dan Dedi Suhendra, ST Drs. Amirullah W. D, M.Si bin Wan Diman Hasmi, dkk Syafi’i bin Abdullah Jumaidi, S.Ag Sukardi Bin Nyak Cut Ir. Muchtaruddin Sukardi bin Nyak Cut
Kejari Sigli Kejari Lhokseumawe Kejari Lhokseumawe Kejari Meulaboh Kejari Meulaboh Kejari Meulaboh Kejari Tapaktuan Kejari Tapaktuan Kejari Tapaktuan Kejari Tapaktuan Kejari Kutacane Kejari Kutacane Kejari Lhoksukon Kejari Idi Kejari Kualasimpang Kejari Sinabang Kejari Calang Kejari Singkil Kejari Singkil Kejari Sukamakmue Kejari Sukamakmue
c. Pengembalian Uang Negara Pengembalian kerugian negara pada tahap penyelidikan yang telah disetorkan ke kas Negara pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 40.428.074.593, dengan perincian masing-masing Kejati Aceh Rp. 4.147.136.684 dan Rp. 11.108.305.409, Kejaksaan Negeri Jantho Rp. 150.000.000, Kejaksaan Negeri Langsa sebesar Rp 22.632.500, dan Kejaksaan Negeri Tapaktuan sebesar Rp. 25.000.000.000. Sedangkan penyelamatan keuangan negara dengan tindakan preventif dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi tahun 2009 (data bulan Januari 2009 s/d November 2009) sebesar Rp. 8.843.930.922,- (delapan milyar delapan ratus empat puluh tiga juta sembilan ratus tiga puluh ribu sembilan ratus dua puluh dua rupiah) dengan rincian sebagai berikut : Pengembalian uang hasil korupsi tahap penyidikan/penuntutan (dengan tindakan represif) sebesar Rp.4.301.267.907,-, dan Penyelamatan keuangan Negara dengan tindakan preventif sebesar Rp.4.542.663.015. Sehingga total keuangan negara yang dapat diselamatkan maupun yang dapat dikembalikan baik pada Bidang Intelijen maupun bidang Tindak Pidana Khusus sebesar Rp.49.272.005.515,- (empat puluh sembilan milyar dua ratus tujuh puluh dua juta lima ribu lima ratus lima belas rupiah). Kendala kejaksaan dalam menangani perkara korupsi yaitu dalam upaya penyelamatan keuangan negara, bidang intelijen hanya dapat menyarankan untuk mengembalikan keuangan negara karena tidak dapat melakukan penyitaan terhadap
-14-
uang yang diduga dari hasil korupsi sedangkan di bidang tindak pidana khusus, dalam rangka penyelamatan keuangan negara belum ada rekening khusus penitipan dalam rangka penyelamatan atau pengembalian keuangan negara/daerah sehingga pihak Kejaksaan Tinggi Aceh beserta jajarannya mengambil kebijaksanaan untuk membuka rekening dimaksud dengan bekerjasama dari Pihak Bank Pemerintah untuk membuka rekening titipan tanpa biaya administrasi, tanpa bunga dan tanpa pajak. Namun ini akan menjadi kendala apabila pada saat eksekusi pengembalian keuangan negara ke kas daerah ataupun ke kas negara mengingat specimen tanda tangan harus sesuai dengan tanda tangan si pembuka rekening (Kajati/Kajari atau Jaksa Penyidik/Penuntut Umum) yang menangani perkara dimaksud. D.
Pertemuan dengan Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Aceh, dan para jajarannya. Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI dengan Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, dan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Aceh (didampingi para Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/kota, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara dan Ketua Pengadilan Militer) se Provinsi Aceh yang dilaksanakan pada Selasa sore, 8 Desember 2009. Pokok-pokok pembicaraan dalam pertemuan tersebut adalah sebagai berikut: Pengadilan Tinggi dan Jajarannya
1. Anggaran Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri se Provinsi Aceh pada Tahun 2009 memiliki DIPA sebesar Rp 51.759.693.000 yang terbagi pada 19 satuan kerja, yaitu 1 Pengadilan Tinggi dan 18 Pengadilan Negeri. Realisasi sampai dengan Nopember 2009 sejumlah Rp 37.263.305.002 (71,72 %). Untuk pagu definitif Tahun 2010 mengalami penurunan menjadi Rp 46.901.276.000. Program utama pada Tahun 2009 adalah Program Penerapan Pemerintahan yang Baik, Program Peningkatan Kinerja Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum Lainnya, Program Pengembangan Sistem Informasi Manajemen dalam Rangka Implementasi SK Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Pengadilan, dan Program Peningkatan Hukum dan HAM. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini adalah kurangnya sumber daya manusia, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Solusi pemecahannya adalah mengadakan pelatihan-pelatihan, peningkatan profesionalisme aparat peradilan, dan pengadaan pegawai honorer dengan sistem kontrak tahunan.
2. Peningkatan Kualitas, Profesionalisme, dan Integritas Moral Hakim Untuk meningkatkan kualitas, profesionalisme, dan integritas moral para hakim di jajaran Pengadilan Tinggi Aceh diadakan Pelatihan Pedoman Perilaku Hakim, pedoman perilaku dan deklarasi kekayaan hakim dilaksanakan sebagai komponen dari program pelatihan dan pendidikan bagi jaringan formal peradilan (JET Programme). Pelatihan ini terlaksana atas kerja sama yang baik antara International Development law Organization (IDLO) dan Mahkamah Agung RI melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung (JTC) yang diadakan pada 26 Maret 2009. Tujuan khusus dari pelatihan ini adalah
-15-
mengarahkan para hakim pada pengenalan pentingnya nilai, filosofis, dan etika yang terkandung dalam pedoman perilaku hakim dari Mahkamah Agung RI. Mengadakan pelatihan pemantapan materi hukum bagi para hakim se-Provinsi Aceh yang diadakan pada tanggal 16-18 November 2009, yaitu pelatihan diskusi bagi para hakim dalam bidang perdata dan pidana. Dengan pelatihan-pelatihan diskusi ini pengetahuan hukum dan materi hukum bertambah yang mengakibatkan mantapnya profesionalisme para hakim.
3. Kelembagaan dan Personel Pengadilan Tinggi (PT) Aceh dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1968, yang sebelumnya berada di bawah PT Sumatera Utara di Medan. PT Banda saat ini membawahi 18 Pengadilan Negeri se Provinsi Aceh. Selama reformasi terjadi pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi 23 kabupaten/kota, sehingga ada 5 kabupaten/kota yang belum memiliki Pengadilan Negeri, yaitu Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Barat Daya, Kabupaten Meureudu, dan Kota Subulussalam. Saat ini jumlah hakim di PT dan Pengadilan Negeri di bawahnya ada 124 orang hakim, kemudian ada 19 panitera sekretaris, 17 orang wakil panitera, 14 orang wakil sekretaris, 39 panitera muda, 102 panitera pengganti, 49 orang juru sita, dan 90 orang pegawai staf.
4. Keadaan Perkara Perdata dan Pidana Perkara Perdata No
Keterangan
Tahun 2008
Tahun 2009
1 2 3 4
Sisa Tahun Sebelumnya Masuk Putus Sisa
29 86 104 11
11 115 92 34
Perkara Pidana No
Keterangan
Tahun 2008
Tahun 2009
1 2 3 4
Sisa Tahun Sebelumnya Masuk Putus Sisa
14 171 167 18
18 183 178 23
Di antara perkara-perkara tersebut di atas, perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat selama periode Januari-November 2009 terdiri dari: No 1 2 3
Keterangan Masuk Putus Sisa
Korupsi 27 17 10
Narkotika 45 45 -
Illegal Logging 15 13 2
-16-
Mahkamah Syar’iyah dan Jajarannya
1. Anggaran Mahkamah Syar’iyah se Provinsi Aceh pada Tahun 2009 memiliki DIPA sebesar Rp 52.298.312.500 dengan realisasi sampai dengan Nopember 2009 sejumlah Rp 41.565.676.314 (79,48 %). Untuk pagu definitif Tahun 2010 mengalami penurunan sedikit menjadi Rp 51.809.884.000. Skala prioritas pada Tahun 2009 adalah pembangunan gedung kantor, pengadaan tanah, pembangunan rumah dinas, pemasangan teknologi informasi, pembinaan sumber daya manusia, dan pembinaan serta pengawasan ke-19 Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota di , dengan perincian sebagai berikut: Pembangunan Gedung Kantor Tahap I Mahkamah Syar’iyah Sigli; Pembangunan Gedung Kantor Tahap I Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan; Pembangunan Gedung Kantor Tahap I Mahkamah Syar’iyah Kualasimpang; Pengadaan tanah untuk Mahkamah Syar’iyah Sigli; Pembangunan rumah dinas Mahkamah Syar’iyah ; Pemasangan IT untuk seluruh Mahkamah Syar’iyah se Provinsi Aceh; Pengadaan Tanah untuk Mahkamah Syar’iyah Sabang; Pembangunan Pagar Gedung Mahkamah Syar’iyah Sinabang; Pembinaan sumber daya manusia bagi tenaga teknis dan pegawai; Pembinaan dan pengawasan ke-19 Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota se Provinsi Aceh.
2. Peningkatan Kualitas, Profesionalisme, dan Integritas Moral Hakim Langkah-langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kualitas, profesionalisme dan integritas moral hakim yang berada di bawah jajaran Mahkamah Syar’iyah adalah dengan mengadakan berbagai pelatihan, meliputi antara lain pelatihan manajemen peradilan, pelatihan administrasi peradilan, pelatihan hukum formil dan hukum materiil jinayah (dilakukan di Arab Saudi), dan pelatihan teknologi informasi (di Malaysia). Selain itu juga dilakukan studi banding, antara lain, ke Malaysia dan Singapura berkenaan dengan perkembangan lembaga peradilan (Mahkamah Syar’iyah) dan pelaksanaan Syari’at Islam. Kemudian studi banding ke Jepang dan Amerika Serikat berkenaan dengan mediasi dalam penyelesaian sengketa keluarga. Studi banding ke Jerman dan Australia berkenaan dengan peradilan keluarga yang menyelesaikan kasus-kasus sengketa rumah tangga. Studi banding ke Mesir dan Arab Saudi tentang pelaksanaan peradilan agama. Dan studi banding ke Thailand, Malaysia, dan Brunei Darussalam berkenaan dengan pelaksanaan Syari’at Islam dan Peradilannya.
3. Pelaksanaan Qanun Jinayah Penerapan atau pelaksanaan proses peradilan atas perkarfa-perkara yang didasari qanun-qanun jinayat (pidana) adalah sama dengan proses perkara pidana di lingkungan peradilan umum, di mana mengacu kepada criminal justice system. Hal ini disebabkan hukum acara qanun yang digunakan pada umumnya adalah KUHAP, kecuali yang telah diatur dalam qanun jinayat tersebut, misalnya tentang prosedur pencambukan.
-17-
Ada beberapa hambatan dan kendala dalam proses penyidangan perkara jinayat di Mahkamah Syar’iyah, antara lain: Seringkali pihak kepolisian mengalami kesulitan dalam penyidikan terhadap tersangka karena tidak ada ketegasan tentang kebolehan melakukan penahanan, sehingga sebelum proses peradilan seringkali terjadi tersangka melarikan diri; Seringkali jaksa tidak dapat menghadirkan terdakwa ke persidangan karena yang bersangkutan tidak ditahan dan melarikan diri; Seringkali meski terdakwa dapat diajukan ke persidangan, tapi sulit menghadirkan saksi karena berbagai kendala; Banyak putusan Mahkamah Syar’iyah yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak dapat dilaksanakan karena terpidana melarikan diri atau pindah alamat; Kendala lain terletak pada rumusan tindak pidana yang dalam qanun jinayat tidak tegas menggambarkan unsur dari suatu jarimah (tindak pidana) seperti misalnya unsur perbuatan “khalwat” yang masih agak tersamar. Sedangkan penerimaan masyarakat terhadap qanun-qanun jinayat umumnya sangat baik. Bahkan masyarakat umum menghendaki agar cakupan perbuatan jinayat (pidana Islam) diperluas tidak hanya terbatas pada beberapa tindak pidana (jarimah) yang ada sekarang, yaitu khamar, maisir (judi) dan khalwat saja. Kalaupun ada suara yang menentang, itu umumnya hanya mempersoalkan tentang bentuk hukuman berupa cambuk yang dianggap termasuk bentuk penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia. Kelompok yang tidak setuju ini umumnya berupa lembaga swadaya masyarakat yang bergiat di bidang hak asasi manusia. Tentang hukuman rajam bagi pezina yang telah menikah seperti yang dimuat dalam Qanun Jinayat yang baru, yang disahkan DPRA pada 14 September 2009, sebagian besar masyarakat menyetujuinya, hanya para penggiat HAM serta pihak eksekutif (Pemerintah Provinsi Aceh) yang tidak menyetujuinya. Menurut pihak eksekutif belum waktunya diterapkan hukuman rajam di sebelum diberikan pemahaman yang luas kepada masyarakat tentang ajaran Islam, di samping juga mempengaruhi sosial ekonomi berkaitan dengan investasi pihak asing ke Aceh. E.
Pertemuan dengan Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Aceh beserta seluruh jajarannya. Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI dengan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Aceh beserta seluruh jajarannya dilaksanakan pada hari Selasa malam, 8 Desember 2009. Pokok-pokok pembicaraan Tim Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI dengan Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh, adalah sebagai berikut:
1. Anggaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh pada Tahun 2009 memiliki DIPA sebesar Rp 87.745.548.000, ini terdiri dari belanja pegawai Rp.37.666.172.000, belanja barang Rp. 39.414.132.000,-, dan belanja modal Rp.10.665.244.000. Sedangkan realisasi sampai dengan Nopember 2009 sejumlah Rp 27.070.670.629 (69,15%), terdiri realisasi oleh Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Rp 11.468.377.686, dan realisasi oleh UPT Keimigrasian dan Pemasyarakatan Rp 49.206.499,685. Sedangkan pagu definitif Tahun 2010 adalah Rp 86.996.770.000.
-18-
Selama periode Januari-November 2009 telah diterima pemasukan negara bukan pajak (PNBP) sebanyak Rp 81.850.000. Ini terdiri dari penerimaan dari fidusia sebesar Rp 65.950.000, dari pendaftaran Kewarganegaraan sebanyak Rp 3.500.000, dan dari pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual Rp 12.400.000.
2. Program Prioritas Program yang menjadi skala prioritas di Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh, adalah sebagai berikut:
Terwujudnya Operasional Fasilitas Pelayanan Visa On Arrival (VOA) dengan ditetapkannya Bandara Sultan Iskandar Muda sebagai Bandara Internasional maka sesuai dengan peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M.HH.05.GR.01.06 Tahun 2009 tentang perubahan kesebelas atas Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor : M.IZ.01.10 Tahun 2003 Tentang Visa Kunjungan saat kedatangan tanggal 10 September 2009 yang diundangkan pada tanggal 11 September 2009 ; Terwujudnya payung hukum dari Direktur Jenderal Imigrasi terkait dengan fasilitas khusus Keimigrasian pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, sebagaimana diamanatkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2000 tentang penetapan PERPU Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Pelayanan Penanganan Donor / Lembaga Swadaya Masyarakat Asing dan Perorangan Asing yang dikembalikan pada prosedur reguler sehubungan dengan berakhirnya masa tugas BRR NAD-NIAS; Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Percepatan peningkatan opini atas laporan keuangan sesuai dengan Instruksi Menteri Hukum dan HAM RI Nomor :M.HH-01.KU.05.03 Thn 2009 tanggal 19 Agustus 2009 meliputi kegiatan keuangan yaitu membangun SDM para petugas dan melakukan rekonsiliasi laporan keuangan ; Peningkatan pelayanan fidusia guna meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan; Pelaksanaan RANHAM yang meliputi Penyelesaian Gedung Lapas Narkotika, dan Bener Meriah ; Meningkatkan layanan komunikasi masyarakat Bidang HAM ; Pengusulan Pengalihan status Cabang Rumah Tahanan Negara Lhoknga, menjadi Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Klas IIB Lhoknga dan peningkatan klas pada Cabang Rutan yang berkedudukan di Kabupaten hasil pemekaran ditingkatkan menjadi Rutan mengingat beban tugas yang semakin meningkat, serta pembentukan Satker Rutan Banda yang Pembangunan Gedungnya telah selesai, juga pembentukan Bapas Klas II Meulaboh dan Bapas Klas II Lhokseumawe yang selama ini di Provinsi hanya terdapat 2 (dua) Bapas yakni Bapas Banda dan Bapas Kutacane ; Melakukan perawatan kesehatan penghuni dan pengobatan serta penanggulangan HIV / AIDS dan penyakit TB berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat; Meningkatkan pembinaan keagamaan kepada penghuni Pemasyarakatan, dikhususkan bagi penghuni anak untuk mendapat menghafal Al-quran khususnya surat-surat pendek.
Adapun kendala atau permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan programprogram prioritas tersebut adalah:
Realisasi fasilitas pelayanan Visa Kunjungan Saat Kedatangan / Visa On Arrival : tidak ada kendala, hanya menunggu penyediaan peralatan Teknologi Informasi dari Direktorat
-19-
Jenderal Imigrasi (Direktorat Sistem Informasi Keimigrasian) yang masih dalam proses pertimbangan pengalihan dari Tempat Pemeriksaan Imigrasi lain ke Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandar Udara Sultan Iskandar Muda Banda ; Realisasi penanganan Donor / Lembaga Swadaya Masyarakat Asing dan Perorangan Asing Pasca 31 Desember 2009 tidak ada kendala, hanya menunggu dikeluarkanya Surat Direktur Jenderal Imigrasi (Direktorat Izin Tinggal Dan Status Keimigrasian). Realisasi payung hukum Direktur Jenderal Imigrasi terkait dengan Fasilitas Khusus Keimigrasian pada Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang : tidak ada kendala, hanya menunggu Surat penegasan dari Direktur Jenderal Imigrasi tentang pemberlakuan peraturan fasilitas pelayanan Kawasan Investasi Terpadu kepada kawasan yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku ; Umumnya kuasa pengguna anggaran, Pejabat pembuat komitmen,dan panitia pengadaan barang dan jasa pemerintah belum memiliki sertifikat barang dan jasa,sesuai dengan ketentuan tahun anggaran 2010 diharuskan memiliki sertifikat dimaksud, sehingga tidak menghambat kinerja dalam proses pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa di lingkungan kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi ; Masih minimnya SDM yang profesional dalam perekaman Sakpa dan pelaporan SAI (SAK dan SABMN) ; Kurangnya dana operasional kegiatan pendaftaran fidusia seperti bahan cetakan fidusia, komputer/ laptop yang dilengkapi dengan scener fidusia membuat terhambatnya pelayanan terhadap masyarakat; Dana yang dialokasi untuk kegiatan sosialisasi sangat terbatas juga masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundang – undangan ; Belum optimalnya kegiatan RANHAM karena kurangnya koordinasi antara panitia RANHAM Provinsi dengan RANHAM Daerah disamping itu juga dana operasional yang sangat terbatas ; Terjadinya over kapasitas di setiap UPT karena belum terselesaikanya Gedung lapas Khusus Wanita, Narkotika dan Bener Meriah ; Saat Saat ini WBP anak masih ditempatkan di beberapa UPT Pemasyarakatan di Wilayah Kabupaten/ Kota dalam Provinsi karena belum tersedianya Lapas Khusus Anak; Dengan adanya pemekaran Kabupaten di Provinsi maka Beban kerja yang ada di Cabang Rutan menjadi lebih berat/ bertambah ; Mengingat Bapas Banda wilayah kerja meliputi 14 (empat belas) UPT Pemasyarakatan dan jarak tempuh yang sangat jauh, sehingga mengalami kendala dalam melaksanakan tugas menampingi Klien dan melayani Litmas di Pengadilan. Masih terbatasnya anggaran perawatan WBP yang tersedia dalam DIPA baik dalam anggaran 2009 maupun 2010
3. Keberadaaan Qanun, Khususnya Qanun Jinayah Terkait keberadaan Qanun Jinayat dan Hukum Acara Jinayat, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh belum dapat berperan secara optimal karena belum ada payung hukum yang kuat yang mengatur keikutsertaan Kanwil baik dalam perencanaan, pembahasan, maupun pelaksanaan qanun. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh memberi saran kepada Pemerintah Provinsi Aceh dan DPRA supaya pembentukan qanun mulai dari perencanaan hingga pembentukannya berkoordinasi dengan Kanwil Kementeria Hukum dan HAM , serta tetap mengacu kepada UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan saran kepada pemerintah pusat adalah agar secepatnya mengeluarkan peraturan pelaksanaan Pasal 27 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan dan penyusunan peraturan perundang-undangan dalam bentuk
-20-
Peraturan Presiden. Hal ini sangat penting agar Kanwil Kementerian Hukum dan HAM dapat berperan dalam pembentukan dan penyusunan peraturan daerah (qanun) mulai dari penyiapan draft sampai dengan pengesahannya. Berkaitan dengan monitoring dan evaluasi, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh selama ini hanya sebatas pengumpulan rancangan qanun baik tingkat provinsi maupun beberapa kabupaten/kota (belum secara menyeluruh), karena Kanwil hanya sebatas mitra kerja dan hanya diperlukan sebagai bahan pelaporan ke pusat.
4. UPT Kemasyarakatan a. Kondisi Lapas, Rutan, Cabang Rutan Sebagian lermbaga pemasyakaratan, ruman tahanan (rutan), dan cabang rutan di Provins Aceh mengalami kelebihan kapasitas atau over capacity. Untuk menanggulanginya dilakukan pemindahan dari satu Lapas yang mengalami kelebihan kapasitas ke tempat lain. Misalnya, saat ini secara bertahap dilakukan pemindahan nara pidana atau tahanan dari Rutan Jantho ke Lapas Klas II Banda yang mulai difungsikan sejak 1 Desember 2009. Rutan Jantho merupakan salah satu rutan yang mengalami kelebihan kapasitas, yaitu dari kapasitas 141 orang saat ini diisi oleh 330 orang. Guna meningkatkan keamanan di Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan, Kepala UPT telah meminta bantuan tenaga dari pihak kepolisian setempat untuk menempatkan personelnya secara bergilir di Lapas, Rutan, dan Cabang Rutan terupa pada saat pemindahan napi atau tahanan (warga binaan). Jumlah Penghuni Lapas/Rutan/Cabang Rutan NO
UPT
Kapasitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Lapas Banda Lapas Lhokseumawe Lapas Meulaboh Lapas Langsa Lapas Kuala Simpang Lapas Kutacane Rutan Jantho Rutan Sabang Rutan Sigli Rutan Takengon Rutan Tapaktuan Cab Rutan Bireuen Cab Rutan Blangkejeren Cab Rutan Lhoknga Cab Rutan Calang Cab Rutan Lhoksukon Cab Rutan Idi Cab Rutan Kotabakti Cab Rutan Sinabang Cab Rutan Singkil Jumlah
406 136 506 75 146 136 141 120 60 55 76 65 62 150 150 40 63 80 35 150 2.642
Jumlah Penghuni 15 297 180 236 201 301 330 116 134 55 128 180 82 0 29 190 199 58 33 52 2.816
Jumlah Pegawai 58 46 38 58 31 59 46 16 41 24 34 38 26 28 14 30 32 30 14 17 759
-21-
b. Kesejahteraan Pegawai Gaji dan tunjangan yang diterima petugas Lapas di jajaran Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh berdasarkan ketentuan yang ada belum memadai dilihat dari segi resiko dan beban kerja yang berhadapan langsung dengan narapidana atau tahanan. Oleh karena itu diharapkan ada penyesuaian gaji dan tunjangan agar dapat meningkatkan kesejahteraan petugas Lapas. Saat ini petugas Lapas menerima tunjangan sebesar Rp 300.000 untuk Golongan IV, Rp 265.000 untuk Golongan III, Rp 240.000 untuk Golongan II, dan Rp 220.000 untuk Golongan I. Sedangkan tunjangan penyelenggaraan pemasyarakatan atau tunjangan resiko sebesar Rp 600.000 untuk tunjangan resiko tingkat I, Rp 450.000 untuk tunjangan resiko tingkat II, Rp 350.000 untuk tunjangan resiko tingkat III, dan Rp 200.000 untuk tunjangan resiko tingkat IV. c.
Biaya Makanan bagi Narapidana Selama ini biaya makanan untuk narapidana sudah sesuai dengan standarisasi yang ada. Jika terjadi keterlambatan pencairan anggaran biaya makanan bagi narapidana akan ditanggulangi sementara oleh pihak rekanan yang ditunjuk, di mana pencairan dananya dibayarkan langsung ke rekening melalui anggaran Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM. Sedang apabila terjadi kekurangan biaya makanan maka segera dilakukan revisi dari UPT yang berlebih dan apabila masih ada kekurangan segera dilakukan permintaan ABT ke pusat.
5. UPT Keimigrasian a. Masalah Paspor Selama ini penerbitan paspor mengacu pada ketentuan yang ada. Untuk mencegah adanya pemalsuan paspor, petugas dalam memeriksa persyaratan pembuatan paspor tidak hanya terpaku pada persyaratan formal, tetapi juga melakukan pemeriksaan kebenaran data pemohon tersebut di lapangan, dan bila terbukti palsu dilakukan pengusutan dan penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku dengan senantiasa melakukan koordinasi dengan Pemda, Disnaker, dan kepolisian. Dalam pembuatan paspor dengan sistem biometrik, ada kendala berupa lambatnya proses verifikasi dari data center, sehingga pelayanan pembuatan paspor tidak dapat dilakukan secara maksimal dan terkesan lambat. Selain itu juga ada kendala berupa gangguan listrik yang sering padam. Dan apabila terjadi kerusakan hardware antara lain printer paspor, UPS, penggantian dari pusat memakan waktu sehingga mengganggu kecepatan pembuatan paspor. Upaya solusinya adalah penyediaan genset untuk mengatasi gangguan listrik, dan menghubungin TIM TIK Direktorat Jenderal Imigrasi apabila terdapat gangguan pada sistem pembuatan paspor, baik hardware maupun software.
-22-
b. Cegah dan Tangkal Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah lemahnya sisyem cegah tangkal, sampai saat ini sistem cegah dan tangkal di Imigrasi sudah terintegrasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi secara online dalam sistem e-office. F.
Peninjauan Lapangan ke Rumah Tahanan Jhanto. Peninjauan lapangan ke Rumah Tahanan (Rutan) Jhanto dilaksanakan pada Rabu pagi, 9 Desember 2009. Keputusan untuk meninjau Rutan Jhanto dikarenakan rutan ini merupakan salah satu rutan yang jumlah penghuninya melebihi kapasitas atau over capacity, dari kapasitas 141 orang terisi 330 orang. Di Banda Aceh sendiri baru dibangun lembaga pemasyarakatan untuk menggantikan bangunan lama yang rusak dilanda tsunami, tapi jumlah penghuninya masih sedikit, dari kapasitas 408 orang baru terisi 15 orang. Rutan Jantho terletak di Kota Jantho, sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Besar. Kota Jantho juga merupakan ibukota dan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Besar. Rutan ini dapat dicapai dari Banda Aceh dengan perjalanan darat sekitar 1,5 jam. Sebagian besar penghuni rutan ini adalah terpidana atau tahanan kasus narkoba, yaitu pengedar dan pemasok sebanyak 57 orang, dan pengguna sebanyak 100 orang. Penghuni lainnya terdiri kasus illegal logging, pencurian, penipuan, dan lain sebagainya.
III.
PENUTUP
Demikian laporan kunjungan kerja Komisi III DPR RI yang dapat kami sampaikan dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kepada yang membantu terselenggaranya Kunjungan Kerja ini kami ucapkan terima kasih. Hasil dari pertemuan dan kunjungan Kerja Komisi III DPR-RI, diperoleh berbagai masukan yang sangat penting bagi tugas Dewan yang nantinya akan dibicarakan lebih lanjut dengan pasangan kerja pada Masa Persidangan yang akan datang. Jakarta,
Desember 2009
KETUA TIM KUNJUNGAN KERJA/ PIMPINAN KOMISI III DPR-RI
IR. TJATUR SAPTO EDI, MT
-23-