DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI RUU TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA TANGGAL 20 FEBRUARI 2017 ---------------------------------------------------Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis rapat Hari/tanggal Pukul Tempat Acara
Ketua Rapat Sekretaris Hadir
: : : : : : : :
2016– 2017 III 14 (empat belas). Rapat Badan Legislasi Senin, 20 Februari 2017 14.20 WIB s/d 15.15 WIB. Ruang Rapat Badan Legislasi, Gd. Nusantara I Presentasi Tim Ahli atas hasil kajian pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. : Firman Soebagyo, SE., M.H. : Widiharto, SH., M.H. : 36 orang, izin 3 orang dari 73 orang Anggota.
I. PENDAHULUAN 1. Rapat Badan Legislasi dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dipimpin oleh Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo, SE., M.H. 2. Rapat dibuka oleh Ketua Rapat pada pukul 14.20 WIB, selanjutnya Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat dan mempersilahkan Tim Ahli untuk mempresentasikan hasil kajian atas RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
1
II. POKOK PEMBAHASAN A. Presentasi Tim Ahli mengenai hasil kajian pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sebagai berikut: 1. Tim Ahli Badan Legislasi DPR RI telah melakukan kajian atas RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya usul Anggota Lintas Fraksi yang meliputi aspek teknis, aspek substantif, dan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundangundangan. 2. Dari aspek teknis mencakup kajian RUU berdasarkan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sedangkan aspek substansi mencakup kajian RUU terkait kesesuaiannya dengan Pancasila, UUD Negara RI Tahun 1945, dan Undang-Undang. Adapun dari sisi asas pembentukan peraturan perundangundangan mencakup kajian RUU berdasarkan asas yang meliputi: a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis, hierarkhi, dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan. 3. Hasil kajian berdasarkan Aspek Teknis terdapat 8 point dan berdasarkan point-point tersebut Rancangan Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya masih memerlukan penyempurnaan, diantaranya : - Penjelasan RUU perlu disempurnakan karena baru memuat penjelasan mengenai asas-asas yang digunakan saja, belum mencakup pasal-pasal terkait lainnya. - Ketentuan Pasal 10 ayat (1) RUU, mengenai ketentuan pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebelum berlakunya Undang-Undang ini sebaiknya ditempatkan pada Bab Ketentuan Peralihan. - Ketentuan Pasal 135 RUU, pada frasa “IPPA” perlu diberikan penjelasan. - Ketentuan Pasal 147 RUU terkait sanksi administrasi sesuai dengan Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan dilekatkan dalam pasal terkait, ketentuan larangan harus jelas dan sanksinya harus tegas. - Ketentuan Pasal 148 RUU, perlu penjelasan mengenai bentukbentuk apa saja yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa di luar pengadilan”.
2
4. Hasil kajian berdasarkan Aspek Substansi terdapat 9 point, diantaranya: - Pelibatan pihak asing, lembaga asing, atau swasta asing dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya khususnya pengambilan dan penerima sampel komponen sumber daya genetik serta pendanaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 97, Pasal 104, dan Pasal 135 perlu dipertimbangkan karena menyangkut kekayaan dan kedaulatan negara agar tidak bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. - Dalam ketentuan Pasal 106 dan 107 mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), perlu diatur secara detail mengenai komponen apa saja yang dapat diajukan pelindungan hak atas kekayaan intelektualnya. Selain itu perlu diatur mekanisme kekhususan pengajuan HAKI yang objeknya berupa sumber daya genetik maupun ketentuan koordinasi di antara kementerian/lembaga terkait berdasarkan RUU ini dan UU di bidang HAKI. - Ketentuan Pasal 132 dan Pasal 136 terkait pengelolaan sumber daya alam hayati kepada swasta perlu diatur kewajiban untuk mengusahakan pengelolaannya secara bertahap dengan prosentase dan jangka waktu tertentu, termasuk pengenaan sanksi terberat berupa pencabutan izin. Ketentuan ini untuk memastikan bahwa pemegang izin serius melakukan pengelolaan dan tidak menelantarkan izin pengelolaan yang sudah diberikan. - Ketentuan Pasal 135 RUU, mengenai jangka waktu pemanfaatan selama 100 tahun dan dapat diperpanjang, perlu disinkronkan dengan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 dan undang-undang terkait, khususnya UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA). Sebab, dalam beberapa kasus, seperti UU Penanaman Modal yang memberikan jangka waktu pemanfaatan tanah selama 95 tahun dan dapat diperpanjang sekaligus, sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi RI (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 tanggal 25 Maret 2008). - Ketentuan Pasal 136 RUU, mengatur mengenai pemberian izin oleh Pemerintah Pusat. Dalam Bab Ketentuan Umum RUU, frasa “Pemerintah Pusat” mengacu pada Presiden RI. Padahal dalam pasal-pasal yang ada dalam RUU, leading sector pemberian izin ada pada kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang kehutanan, dan/atau kelautan dan perikanan.
3
5.
Berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, RUU ini masih perlu penyempurnaan khususnya dari asas kejelasan rumusan dan asas dapat dilaksanakan. Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Pasal 23 huruf a Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.
B. Pandangan/tanggapan Anggota terhadap hasil kajian pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya , sebagai berikut : 1. Terkait dengan Pasal 135 yang menyatakan bahwa pemberian ijin diberikan untuk 100 tahun, kiranya perlu disinkronisasikan dengan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria yang mengatur mengenai pemberian ijin selama 30 tahun terlebih dahulu, kemudian dapat diperpanjang. Dengan demikian fungsi kontrol yang dilakukan oleh negara dapat berjalan. 2. RUU ini bertujuan untuk mengamankan sumberdaya genetik Indonesia agar tidak diambil negara asing, untuk itu diharapkan pengamanan terhadap hal tersebut dapat masuk dan diatur juga di dalam RUU ini. 3. Terhadap adanya tumpang tindih kewenangan antar departemen yang bertanggungjawab terhadap keanekaragaman hayati ini dapat diberikan jalan keluar, di mana untuk yang terkait dengan kelautan akan berada di KKP dan untuk yang ada di darat adalah Kementerian Kehutanan. 4. Kiranya keterlibatan asing perlu dicermati secara lebih mendalam. 5. Terkait dengan adanya larangan di Bab XIV, diharapkan adanya kejelasan norma yang ingin diatur dalam RUU ini. 6. Dengan adanya Bab XV Penyelesaian Sengketa, kiranya perlu adanya kejelasan akan ranah dari larangan pada Bab XIV tersebut. 7. Diharapkan struktur dari RUU ini dapat diperjelas dengan dilakukannya sinkronisasi terhadap peraturan perundangundangan yang telah ada seperti lingkungan hidup, kelautan, kehutanan, geospasial dan lain-lain. 8. Sikronisasi juga perlu dilakukan terhadap adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi yang terkait seperti pada Pasal 70-73 draft RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 9. Diharapkan dapat dijadwalkan kegiatan untuk menerima masukan atau pandangan dari Kementerian Lingkungan Hidup, masyarakat adat, Pakar Hukum Tata Usaha Negara/Perdata dan juga pakar di bidang lingkungan hidup lainnya.
4
III. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Badan Legislasi dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyetujui/menyepakati beberapa hal sebagai berikut : 1. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi akan dilakukan secara lebih mendalam dalam Panja yang diketuai oleh Wakil Ketua Firman Soebagayo, SE., M.H. 2. Seluruh masukan/pandangan dari Anggota Badan Legislasi yang telah disampaikan pada hari ini akan menjadi bahan masukan untuk penyempurnaan hasil kajian Badan Legislasi. Rapat ditutup pukul 15.15 WIB. Jakarta, 20 Februari 2017 AN. KETUA RAPAT / SEKRETARIS TTD WIDIHARTO, S.H., M.H NIP.19670127 199803 1 001
5