Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 3 (Desember 2009) 153-161
PENENTUAN KARAKTERISTIK KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN LAPISAN TIPIS IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.)
Determination of Thin Layer Drying Characteristic of Globefish (Rastrelliger sp.) sp.) La Choviya Hawa, Sumardi H.S. H.S., Elfira Puspita Sari Jurusan Teknik Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya ABSTRACT Globefish (Rastrelliger sp.) are frequently consumed in Indonesia. The globefish can be stored for several days. One of the processes to preserve globefish is salting and drying. The accurate prediction of the characteristics of globefish drying is important in producing high quality product. Therefore, the characteristic of globefish should be determined. This research was aimed to determine the equilibrium moisture content (Me) and the drying coefficient (k) by using the graphic method. Thin layer drying characteristics of globefish determined at temperature ranging 45, 50, and 55°C and for relative humidity of 33, 30, and 29%, with initial moisture content between 18.026 and 56.7% wet basis. The result showed that equilibrium moisture content equation of globefish at temperature 45°C was Me = [ln(1-RH)/(-8.763.10-6xT)]1/1.653 with moisture content of 20.262% dry basis, at 50°C was Me = [ln(1-RH)/(-7.418.10-6xT)]1/1.671 with moisture content of 20.085% dry basis, and at 55°C was Me = [ln(1-RH)/(-1.084.10-5xT)]1/1.564 with moisture content of 18.580% dry basis. Drying constant was 0.1385 hour-1 for temperature of 45°C, 0.1568 hour-1 for temperature of 50°C, and 0.1568 hour-1 for temperature of 55°C. Keyword: drying coefficient, thin layer, globefish
PENDAHULUAN
memperlama daya simpan dari ikan itu sendiri. Dalam pengeringan, beberapa sifat karakteristiknya antara lain adalah lama pengeringan, laju pengeringan, kadar air keseimbangan dan koefisien pengeringan. Selain mengetahui karakteristik pengeringan, diperlukan model dan metode khusus dalam pengeringan, karena setiap bahan memiliki karakteristik pengeringan berbeda-beda. Prediksi yang akurat dari karakteristik pengeringan ikan kembung dapat memberikan bantuan yang besar dalam desain mesin pengering yang efisien untuk menghasilkan produk bermutu tinggi. Oleh karena itu, konstanta pengeringan yang merupakan karakteristik dari ikan kembung perlu ditentukan. Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran kelembaban
Ikan yang baru ditangkap bila tidak langsung ditangani dengan baik akan mudah busuk. Hal ini tentu menurunkan harga ikan tersebut. Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan produksi ikan yang dicapai sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan juga dapat menstabilkan harga jual ikan pada saat musim ikan. Dalam rangka diversifikasi produk perikanan dari segi bentuk maka dapat dilakukan proses pengeringan. Pengeringan ikan bertujuan untuk
153
Penentuan Karakteristik Pengeringan Lapis Tipis Ikan Kembung (Hawa dkk)
relatif, suhu, dan kadar air ikan kembung untuk digunakan dalam perhitungan konstanta pengeringan ikan kembung. Penentuan konstanta pengeringan ikan kembung dalam penelitian ini menggunakan metode grafik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar air kesetimbangan dinamis (Me) dan koefisien pengeringan (k) ikan kembung dengan menggunakan metode grafik.
KAbk =
b. Laju Pengeringan Persamaan yang digunakan adalah: Lpi = (KAbk(i-1) – KAbk(i)) / (θi – θ(i-1) ) c. Keseimbangan Massa (Mass Balance Balance)) Pada proses pengeringan terjadi penurunan jumlah massa, karena ikan digarami dan dikeringkan oleh udara panas yang ada pada mesin pengering.
METODE PENELITIAN
d. Kadar Air Keseimbangan Data suhu pengering T, (K) dan kelembaban relatif RH (desimal) digunakan untuk menentukan koefisien c dan n melalui cara perhitungan: n 1-RH = exp (-c.T.Me ) Nilai c dan n dimasukkan ke dalam 1/n persamaan: Me = [ln (1-RH)/(-cxT] sehingga diperoleh nilai kadar air keseimbangan (desimal bk).
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Prosesing Hasil Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang mulai bulan Juni - Juli 2008. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: a. Ikan kembung diperoleh dari Pasar Dinoyo, Malang b. Garam Meja Beryodium Cap Kapal, diproduksi PT Susanti Megah, Surabaya. Alat yang digunakan adalah: mesin pengering tipe rak, termokontrol otomatis tipe Witromart, slingmeter tipe Seedburo, mikromanometer merk MK 5, Psychrometric chart, stopwatch, pisau, talenan, jangka sorong, baskom, timbangan digital tipe Metler A400, oven tipe Heracus, alumunium foil, desikator.
e. Rasio Kadar Air Kadar air awal Mo (desimal bk), kadar air rata-rata pada waktu ke-t (desimal bk), dan kadar air keseimbangan Me (desimal bk) digunakan untuk menghitung rasio kadar air MR dengan menggunakan persamaan: MR =
Mo − Me M − Me
f. Konstanta Konstanta Pengeringan Ikan Kembung Perhitungan nilai konstanta -1 pengeringan k (jam ) menggunakan metode grafik dengan cara membuat plot titik-titik berhubungan antara waktu pengeringan (sumbu x) dengan MR (sumbu y) dalam skala semilogaritmis dengan menggunakan Microsoft Excel. Persamaan yang digunakan adalah: MR = exp (-kt) Konstanta pengeringan ikan kembung adalah nilai negatif dari slope. Konstanta pengeringan ikan kembung untuk suhu pengeringan tertentu adalah nilai rata-rata dari konstanta pengeringan pada suhu tersebut.
Analisis Teknik a. Pengukuran Kadar Air Air Ikan kembung diambil sampel masing-masing seberat 10 gram dengan metode oven tiga kali pengulangan pada suhu 105°C sehingga diperoleh berat konstan (selama 24 jam). Kadar air dihitung dengan menggunakan Persamaan:
KAbb =
W (t ) − Wd x100% Wd
W (t ) − Wd x100% W (t )
154
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 3 (Desember 2009) 153-161
Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar air ikan kembung turun secara simultan. Hal ini sesuai dengan tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi kadar air. Ikan segar yang dikeringkan harus dikurangi kadar airnya sebanyak 25% dari ikan segar untuk menghentikan pertumbuhan bakteri dan mengurangi aktivitas autolisis yang menyebabkan ketengikan. Sedangkan untuk mencegah pertumbuhan jamur, kadar air harus diturunkan sampai 40% (Sugeng dkk., 1997). Semakin tinggi suhu pengeringan maka waktu pengeringan ikan kembung semakin rendah. Waktu pengeringan yang tercepat yaitu pada suhu 55°C dan yang terlama yaitu pada suhu 45°C. Pada awal pengeringan dimana kadar air dan laju pengeringannya masih tinggi, kadar air turun dengan cepat kemudian melandai dan sangat lambat saat menuju kadar air keseimbangan (setelah menit ke-900). Makin rendah suhu pengeringan, bentuk grafik relatif lebih landai karena kecepatan untuk pembebasan air menjadi lebih rendah. Lama pengeringan semakin meningkat sejalan dengan menurunnya suhu pengeringan. Hal ini sesuai dengan penelitian Suparlan (1997), tentang penurunan kadar air selama proses pengeringan menyatakan bahwa selama waktu 6 jam pertama laju penurunan kadar air bahan lebih cepat dibandingkan dengan waktu berikutnya. Proses pengeringan ini dapat dikatakan sebagai laju pengeringan cepat. Setelah itu penurunan kadar air bahan adalah konstan sampai waktu pengeringannya akhir. Air yang diuapkan dalam peristiwa pengeringan terdiri dari air bebas dan air terikat. Selama proses pengeringan, yang pertama mengalami penguapan adalah air bebas. Laju penguapan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air dengan tekanan uap pada udara pengering. Bila konsentrasi air permukaan cukup besar
Parameter Penelitian Parameter teknis yang diamati selama penelitian ini adalah: perubahan massa ikan kembung (gram), kelembaban relatif (%), kadar air (%bb), suhu bola basah dan bola kering (°C), dan waktu pengeringan (menit). AsumsiAsumsi-asumsi Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pindah panas dan pindah massa udara dianggap bekerja secara serempak pada semua lapisan ikan kembung b. Perpindahan panas secara konduksi diabaikan c. Pengeringan terjadi pada situasi RH dan T rata-rata d. Selama proses pengeringan, dianggap tidak terjadi penciutan volume ikan kembung. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Lama Pengeringan Kadar air awal ikan kembung sebelum pengeringan pada semua suhu pengeringan adalah sama, yaitu sebesar 56,7% (bb). Setelah dikeringkan kadar air ikan mencapai berat konstan, kadar air ikan kembung turun menjadi 20,220% (bb) pada suhu 45°C, 20,099% (bb) pada suhu 50°C, dan 18,323% (bb) pada suhu 55°C. Grafik perubahan kadar air terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 1. 60
K A (% b b )
50 40 45 °C
30
50 °C 55 °C
20 10 0 0
200
400
600 800 Waktu (menit)
1000
1200
1400
Gambar 1. Grafik perubahan kadar air terhadap waktu
155
Penentuan Karakteristik Pengeringan Lapis Tipis Ikan Kembung (Hawa dkk)
sehingga permukaan bahan tetap basah maka akan terjadi laju penguapan yang tetap. Periode ini disebut dengan laju pengeringan tetap (Henderson dan Pabis, 1976). Menurut Nishiyama (1982), proses penguapan air dari bahan meliputi lima tahap, yaitu (1) pelepasan ikatan air dari bahan, (2) difusi air dan uap air ke permukaan bahan, (3) perubahan fase menjadi uap air, (4) transfer uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya dan (5) perpindahan uap air di udara.
pengeringan hasilnya berbeda walaupun massa awalnya sama yaitu 73 gram. Hal ini karena tekanan uap jenuh air yang tergantung pada suhu pengeringan. Apabila suhu pengeringan ditingkatkan, maka kelembaban relatif menurun. Makin rendah kelembaban relatif udara, maka makin besar perbedaan antara tekanan uap air pada permukaan ikan kembung dengan tekanan uap air udara, sehingga makin cepat proses pengeringan. Demikian juga apabila suhu menurun, maka kelembaban relatifnya meningkat. Susut berat terjadi karena adanya proses transpirasi, dimana semakin besar pada suhu yang tinggi. Dengan hilangnya air pada proses transpirasi ini, bahan menjadi berkurang berat dan kadar airnya. Banyak air yang hilang atau menguap dari bahan tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungannya (Tranggono dkk., 1990, Darsana dkk., 2003).
Susut Berat Berat ikan kembung sebelum pengeringan menit ke 0 adalah 73,00 g (100%). Setelah dilakukan pengeringan terjadi perubahan susut berat yang sangat signifikan. Pada akhir pengamatan, susut berat komulatif tertinggi yaitu pada suhu 55°C sebesar 34,30 g atau berkurang sebanyak 46,99%. Susut berat komulatif yang terendah pada suhu 45°C yaitu sebesar 33,38 g atau berkurang sebanyak 45,73%. Grafik penurunan massa terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 2.
Laju Pengeringan Penurunan kadar air ikan kembung erat hubungannya dengan laju pengeringan. Grafik laju pengeringan terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 3.
80
0.14
60 50
45 °C
40
50 °C
0.12 Laju Pengeringan (% bb)
M assa Ikan (gram)
70
55 °C
30 20 10 0 0
200
400
600 800 Waktu (menit)
Gambar 2. Grafik terhadap waktu
1000
1200
penurunan
0.10 0.08
45 °C 50 °C
0.06
55 °C
0.04 0.02
1400
0.00
massa
0
200
400
600 800 Waktu (menit)
Gambar 3. Grafik terhadap waktu
Gambar 2 menunjukkan rerata perubahan massa ikan kembung tiap pengamatan yang dimulai dari menit ke0 sampai menit ke 1320 pada suhu 45°C, menit ke-1260 pada suhu 50°C, dan pada menit ke-1200 pada suhu 55°C. Penurunan berat ikan kembung yang dikeringkan pada tiap perlakuan suhu
1000
laju
1200
1400
pengeringan
Gambar 3 menunjukkan bahwa laju pengeringan tertinggi yaitu pada suhu 55°C sebesar 0,127% bb/menit dan terendah sebesar 0,004 pada suhu 55°C di akhir waktu pengeringan. Laju pengeringan semakin naik dengan
156
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 3 (Desember 2009) 153-161
bertambahnya suhu, sehingga laju pengeringan berbanding lurus dengan suhu pengeringan. Pada tahap awal tampak laju pengeringan tinggi dan lebih curam dibandingkan pada tahap akhir pengeringan. Proses pengeringan mempunyai tiga periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap, periode pengeringan menurun cepat (pertama), dan laju pengeringan menurun lambat (kedua). Periode laju pengeringan akan tetap terjadi sampai air bebas pada permukaan bahan telah hilang. Suatu kondisi dimana kadar air saat laju pengeringan berakhir menjadi tetap, yang dikenal sebagai kadar air kritis. Air bebas adalah bagian air yang terdapat pada permukaan bahan, dapat dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan. Air yang dapat diuapkan disebut vaporable water. Apabila air bebas diuapkan seluruhnya, maka kadar air bahan berkisar antara 12 – 25% tergantung pada jenis bahan serta suhu (Adawyah, 2007).
keseimbangan massa ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. 15.62 gram garam 78.1 gram Ikan Kembung
Penggaraman
71.835 %bb
73 gram Ikan Kembung 56.700 %bb
20.72 gram Air 6.530 %
Gambar 4. Diagram keseimbangan massa proses penggaraman
73 gram Ikan Kembung 56.700 %bb
39.62 gram Ikan Kembung Pengeringan 20.220 % bb
33.38 gram Air 100 %
Gambar 5. Diagram keseimbangan massa proses pengeringan 45°C Gambar 4 dan 5 menunjukkan bahwa massa ikan kembung setelah proses penggaraman mengalami penurunan sebesar 20,72 g air, hal ini sesuai dengan tujuan penggaraman yaitu mengurangi air dalam ikan kembung sampai pada titik tertentu, dimana mikroba tidak dapat hidup dan berkembang biak. Selama proses berlangsung, terjadi penetrasi larutan garam ke dalam tubuh ikan kembung sehingga tercapai tekanan osmosis yang seimbang antara cairan di dalam dan di luar badan ikan kembung. Keseimbangan massa pada proses pengeringan 45°C uap air yang keluar dari tubuh ikan kembung adalah 33,38 g atau sebesar 100%. Larutan garam yang lebih pekat (di luar badan ikan) menyebabkan air di dalam badan ikan terus keluar sehingga makin lama cairan-cairan sisa dalam
Keseimbangan Massa (Massa Balance Balance)) Keseimbangan massa digunakan untuk mengetahui banyaknya kehilangan massa air bahan yang terjadi pada setiap tahap pengolahan. Pada proses penggaraman terjadi penurunan kadar air yang sama yaitu 71,004%. (dari perlakuan pengeringan yaitu 100%. Pada awal proses penggaraman pengurangan massa ikan kembung dalam proses penggaraman adalah 6,53% yaitu 20,72 g. Pada proses pengeringan juga terjadi kehilangan sejumlah massa bahan, karena pada proses ini terjadi penguapan air bahan (ikan kembung) ke lingkungan sampai kadar air yang diinginkan. Kehilangan massa tertinggi adalah pada suhu 5°C sebesar 34,44 g dan yang terendah pada suhu 45°C sebesar 33,38 g. Grafik
157
Penentuan Karakteristik Pengeringan Lapis Tipis Ikan Kembung (Hawa dkk)
badan ikan semakin kental dan proteinnya akan menggumpal serta sel daging ikan mengerut. Inilah yang menyebabkan perubahan sifat ikan setelah penggaraman (Margono dkk., 2006). Penambahan dan kehilangan sejumlah massa bahan secara keseluruhan akan mempengaruhi jumlah massa komponen tersebut. Keseimbangan komponen pengeringan ikan kembung yang diteliti adalah kadar air. Perhitungan komponen kesimbangan massa sangat berguna untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi komponen yang ada pada setiap proses, sehingga akan memudahkan untuk menjelaskan mengenai suatu aliran proses. Pada keseimbangan material, massa dan konsentrasi unit biasa dinyatakan dengan fraksi massa atau persen massa (Toledo, 1980).
pengeringan mencapai suhu 46,8°C. Pada suhu 55°C, suhu awal ruang pengering sebesar 42,6°C kemudian naik hingga pada akhir proses pengeringan mencapai suhu 54,2°C. Kenaikan suhu ini seiring dengan semakin lamanya proses pengeringan berlangsung. Suhu yang terkontrol pada kisaran tertentu berpengaruh pada: 1) laju perpindahan panas dari udara pengering ke bahan yang dikeringkan, 2) laju penguapan air dari bahan ke udara pengering, dan 3) penguapan bahan aromatik yang menimbulkan cita rasa khas pada bahan. Pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan aliran udara pengering yang baik adalah antara 45-75°C. Pengeringan pada suhu di bawah 45°C mikroba dan jamur yang merusak produk masih hidup, sehingga daya awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udara pengering di atas 75°C menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karena perpindahan panas dan massa air yang cepat yang berdampak perubahan struktur sel, dampak lain adalah zat aromatik khas untuk bahan teruapkan (Yohanes, 2002). Kelembaban relatif sangat sering dipergunakan sebagai ukuran kapasitas udara untuk menyerap air dehidrasi, oleh karena udara hanya dapat menampung jumlah air tertentu yang akan menyebabkan udara ini menjadi jenuh (Earle, 1969). Grafik hasil pengukuran RH terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 7.
Suhu dan RH RH Ruang Pengeringan Grafik suhu pengering terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 6. 60
40
45 °C
o
Suhu ( C )
50
50 °C
30
55 °C
20 10 0 0
200
400
600 800 Waktu (menit)
Gambar 6. Grafik terhadap waktu
1000
suhu
1200
1400
pengering
Gambar 6 menunjukkan periode pemanasan yang merupakan periode awal dalam proses pengeringan. Pada periode pemanasan ini terjadi peningkatan suhu. Pada suhu 45°C, suhu awal ruang pengering sebesar 27,3°C kemudian naik hingga pada akhir proses pengeringan mencapai suhu 43,2°C. Pada suhu 50°C, suhu awal ruang pengeringan sebesar 36,4°C kemudian naik hingga pada akhir proses
100
RH (%)
80
60
45 °C 50 °C 55 °C
40
20
0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Waktu (menit)
Gambar 7. Grafik terhadap waktu
158
RH
pengering
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 3 (Desember 2009) 153-161
RH awal pengering tertinggi pada suhu pengeringan 45°C sebesar 89%, dan terendah pada suhu pengeringan 55°C sebesar 86%. Pada akhir pengeringan, RH turun. Nilai terendah yaitu 29% pada suhu 55°C dan tertinggi 33% pada suhu 45°C. Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada awal proses pengeringan. Hal tersebut karena pada awal pengeringan suhunya masih relatif rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Nilai kelembaban udara pengering mempengaruhi kemampuan udara tersebut menyerap uap air dari ikan kembung yang dikeringkan. Semakin rendah kelembaban udaranya, maka uap air yang berpindah dari bahan ke udara semakin besar. Ini berarti bahwa laju pengeringan akan meningkat, sehingga pengeringan bahan berlangsung cepat. Kemampuan ini turun dengan meningkatnya kelembaban udara rak pengering. Kelembaban relatif dipengaruhi oleh suhu ruang pengering (Sagara, 1990). Semakin tinggi suhu, maka kelembaban relatif akan semakin rendah. Kelembaban relatif pada suhu 40°C adalah 66%, sedang pada suhu 60°C kelembaban relatifnya sebesar 33%. Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan kelembaban relatif (Sukmawati dkk, 2007). Kadar Air Keseimbangan Persamaan dan nilai kadar air keseimbangan ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Persamaan dan nilai kadar air keseimbangan (Me) Suhu RH Me Persamaan Me (°C) (%) (%bk) 1
45
33
1.653 ln(1 − RH ) Me = −6 − 8.763.10 xT
50
31
1.671 ln(1 − RH ) Me = −6 − 7.418.10 xT
55
29
1.564 ln(1 − RH ) Me = −5 − 1.084.10 xT
20,262
1
20,085
1
18,580
159
Tabel 1 menunjukkan kadar air keseimbangan tertinggi yaitu pada suhu 45°C sebesar 20,262% (bk), dan terendah pada suhu pengeringan 55°C sebesar 18,580% (bk). Penurunan kadar air keseimbangan disebabkan kelembaban relatif ikan kembung semakin rendah dan suhu ruang pengering semakin tinggi. Hal ini dikarenakan penghembusan udara panas yang terus menerus selama proses pengeringan. Semakin tinggi suhu, maka kadar air keseimbangan ikan kembung juga semakin tinggi. Sesuai penelitian Somantri dan Mulyono (1995), bahwa kadar air keseimbangan (Me) merupakan fungsi dari suhu dan kelembaban. Bahan (ikan kembung) basah di dalam alat pengering akan mengalami penguapan pada seluruh permukaannya. Penguapan tersebut terhenti pada saat tertentu, karena molekul air yang belum terserap dari bahan sama jumlahnya dengan molekul air yang diserap oleh permukaan bahan tersebut. Keadaan itu dikatakan sebagai keadaan keseimbangan antara penguapan dan pengembunan. Kadar air bahan dalam keadaan seimbang disebut kadar air keseimbangan. Keseimbangan itu terjadi pada suhu dan kelembaban tertentu (Adawyah, 2007). Me diperlukan dalam proses pengeringan. Me berguna untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan pada kondisi suhu dan RH udara tertentu (Brooker et al., 1974). Kenaikan suhu menyebabkan meningkatnya jumlah air yang teruapkan dan menurunnya jumlah air yang terserap. Kecendrungan yang sama telah dikemukakan untuk beberapa produk makanan (Somantri, 2003). Konstanta Pengeringan Pengeringan ikan kembung mempunyai nilai koefisien pengeringan yang berbeda-beda tergantung suhu pengering. Nilai k diperoleh dengan mengeplotkan nilai rasio kadar air (MR)
Penentuan Karakteristik Pengeringan Lapis Tipis Ikan Kembung (Hawa dkk)
Konstanta pengeringan (k) dan koefisien 2 determinasi (R ) ditunjukkan pada Tabel 2.
terhadap waktu. Grafik hubungan nilai MR terhadap waktu pengeringan pada suhu 45, 50, dan 55°C ditunjukkan pada Gambar 8, 9, dan 10.
Tabel 2. Konstanta pengeringan (k) dan 2 koefisien determinasi (R ) Suhu RH -1 2 k (jam ) R (°C) (%) 45 33 0.1385 0.9814 50 31 0.1420 0.9848 55 29 0.1568 0.9664
MR
0 60 12 0 18 0 24 0 30 0 36 0 42 0 48 0 54 0 60 0 66 0 72 0 78 0 84 0 90 0 96 10 0 20 10 8 11 0 4 12 0 0 12 0 6 13 0 20
1.00
0.10
0.01
y = 0.8353e Waktu (menit)
Dari Tabel 2 dapat diketahui nilai koefisien tertinggi yaitu pada suhu pengeringan 45°C yaitu sebesar 0,1385 -1 (jam ), pada suhu 5 °C sebesar 0,1420 -1 (jam ), dan yang terendah yaitu pada -1 suhu 55°C sebesar 0,1568 (jam ). Konstanta pengeringan meningkat dengan semakin meningkatnya suhu pengeringan. Hal ini sesuai dengan penelitian Fasirun (2002), yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin rendah kelembaban relatifnya, maka semakin tinggi nilai koefisien pengeringan. 2 Koefisien determinasi (R ) untuk hasil regresinya mempunyai harga yang cukup tinggi antara 0,9644 – 0,9848. 2 Karena nilai R mendekati harga 1, maka dapat dikatakan kecocokan data dengan model sangat baik sehingga dapat dikatakan model yang digunakan valid dan konstanta pengeringan sangat sesuai untuk komoditas ikan kembung.
-0.1385x
2
R = 0.9814
Gambar 8. Grafik MR terhadap waktu pengering pada T = 45°C
MR
0 60 12 0 18 0 24 0 30 0 36 0 42 0 48 0 54 0 60 0 66 0 72 0 78 0 84 0 90 0 96 10 0 20 10 8 11 0 4 12 0 0 12 0 60
1.00
0.10
0.01 Waktu (menit)
y = 0.8146e
-0.142x
2
R = 0.9848
Gambar 9. Grafik MR terhadap waktu pengering pada T = 50°C
MR
0 60 12 0 18 0 24 0 30 0 36 0 42 0 48 0 54 0 60 0 66 0 72 0 78 0 84 0 90 0 96 10 0 2 10 0 8 11 0 4 12 0 00
1.00
KESIMPULAN
0.10
0.01
y = 0.7513e Waktu (menit)
Kadar air keseimbangan pada suhu 45°C adalah -6 1/1.653 Me = [ln(1-RH)/(-8.763.10 xT)] bernilai 20.262 %bk, suhu 50°C -6 1/1.671 Me = [ln(1-RH)/(-7.418.10 xT)] bernilai 20.085 %bk, dan suhu 55°C -5 1/1.564 Me = [ln(1-RH)/(-1.084.10 xT)] bernilai 18.580 %bk Konstanta pengeringan dari hasil perhitungan dengan metode grafik -1 adalah 0.1385 jam untuk suhu 45°C, -1 0.1420 jam untuk 50°C, dan 0.1568 -1 jam untuk 55°C.
-0.1568x
2
R = 0.9664
Gambar 10. Grafik MR terhadap waktu pengering pada T = 55°C Persamaan yang terbentuk pada Gambar 8, 9, dan 10 merupakan fungsi eksponensial. Untuk masing-masing suhu pengering didapatkan nilai koefisien pengeringan dan koefisien determinasi.
160
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 3 (Desember 2009) 153-161
DAFTAR PUSTAKA
Rendah untuk Petani/Kelompok Tani Jambu Mete. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram Suparlan. 1997. Evaluasi kinerja mesin pengering sistem drying storage (DS) untuk pengeringan kedelai. Buletin Enjiniring Pertanian 3(1): 41-53 Toledo, R. T. 1980. Fundamentals of Food Process Engineering. The AVI Publishing Company. Westport, Connecticut, USA Tranggono, Suhardi, S. Naruki, A. Murdiati, dan Sudarmanto. 1990. Petunjuk Praktikum Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta Yohanes. 2002. Aplikasi Sistem Kontrol Suhu dan Pola Aliran Udara pada Alat Pengering Tipe Kotak untuk Pengeringan Buah Salak. Universitas Udayana, Bali
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta Brooker, D.B., W.B.A. Fred, dan C.W. Hall. 1974. Drying Cereal Grains (4th Edition). The Avi Pub. Co., Connecticut Darsana, L., S.P. Wartoyo, dan T. Wahyuti. 2003. Pengaruh Saat Panen dan Suhu Penyimpanan terhadap Umur Simpan dan Kualitas Mentimun Jepang (Cucumis sativus L.). Agrosains. 5(1): 1-12 Earle, R.L. 1969. Unit Operation in Food Processing. Pergamon Press Ltd Fasirun. 2002. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis. FTPIPB. Bogor Henderson dan S. Pabis. 1976. Grain Drying theory themperature effect on drying coeficient. Journal Agriculture Engineering 6(3): 107147 Margono, T., D. Suryati, dan S. Hartinah. 2006. Pengawetan Produk Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDIILIPI, Jakarta Sagara, Y. 1990. Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian dalam Academic of Graduate Program. The Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agriculture University. Keteknikan Pertanian Tingkat Lanjut. UPT Produksi Media Informasi, Lembaga Sumberdaya Informasi IPB, Bogor Somantri, A.S dan E. Mulyono. 1995. Model matematik kadar air keseimbanghan dan koefisien pengeringan kayu manis. Buletin Enjiniring Pertanian 2(1): 17-24 Sugeng, R., Y. Didik, dan H. Achmad. 1997. Perbaikan teknologi pengering ikan tenaga surya di pulau Madura. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Teknik (Engineering) 9(1) Sukmawaty, C.C.E. Margan, A. Alamsyah, dan S. Saloko. 2007. Performansi Teknis dan Evaluasi Ekonomi Pengering Listrik Biaya
161
Penentuan Karakteristik Pengeringan Lapis Tipis Ikan Kembung (Hawa dkk)
162