SKRIPSI
OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN PEKTIN, GELATIN, DAN MALTODEKSTRIN MELALUI PROSES THIN LAYER DRYING
Oleh: KANINTA BRAHMA YUDHA F24103096
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN OPTIMASI FORMULA MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH MENGGUNAKAN PEKTIN, GELATIN, DAN MALTODEKSTRIN MELALUI PROSES THIN LAYER DRYING SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: KANINTA BRAHMA YUDHA F24103096 Dilahirkan pada tanggal 19 Agustus 1985 di Yogyakarta Tanggal lulus : 28 Desember 2007 Menyetujui, Bogor,
Januari 2008
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Menyetujui,
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Penguji
Kaninta Brahma Yudha. F24103096. Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Menggunakan Pektin, Gelatin, dan Maltodekstrin Melalui Proses Thin Layer Drying. Dibawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi. RINGKASAN Minyak sawit merupakan salah satu sumber karotenoid (provitamin A) dan tokoferol. Kandungan ß-karotennya sebesar 500-1000 ppm setara dengan 600 IU aktifitas vitamin A. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Pemberian minyak sawit merah sebanyak satu sendok makan per hari dapat menyembuhkan buta senja dalam waktu 2-7 hari dan bercak bitot dalam waktu 30-70 hari. Selain itu, dari hasil penelitian dalam hewan percobaan diungkapkan bahwa konsumsi minyak sawit dapat mengurangi peluang untuk menderita kanker serta penyumbatan pembuluh darah. Karotenoid diketahui mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap panas, cahaya dan oksigen, oleh karena itu pemberian minyak sawit merah secara langsung sebagai sumber vitamin A di daerah-daerah mengalami kesulitan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya kontak antara minyak sawit merah yang mengandung karotenoid tinggi dengan lingkungan luar yang dapat menurunkan mutu karotenoid. Untuk itu digunakan teknik mikroenkapsulasi agar minyak sawit merah dapat terlindungi. Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik pencampuran bahan atau campuran bahan dengan bahan lain. Bahan yang disalut dapat berupa cairan, padat maupun gas yang dapat disebut sebagi bahan inti atau bahan aktif, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai penyalut disebut sebagai dinding atau bahan pembawa. Pengeringan merupakan salah satu proses penting dalam mikroenkapsulasi. Dalam penelitian ini digunakan teknik sederhana Thin layer Dying untuk mengeringkan bahan campuran yang sudah homogen. Sebenarnya teknik yang biasa digunakan untuk proses mikroenkapsulasi yaitu spray drying, tetapi teknik ini menghasilkan rendemen yang rendah dan memerlukan suhu dan tekanan yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi jenis bahan penyalut (pektin, gelatin, dan maltodekstrin) yang dapat memerangkap dan melindungi karoten minyak sawit merah selama pengolahan dan memiliki karakteristik yang baik sebagai suplemen dan bahan tambahan pangan. Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. Tahap persiapan meliputi pengkajian kondisi pengeringan, fraksinasi bertahap pada suhu rendah, serta karakterisasi CPO dan bahan penyalut. Penelitian pendahuluan meliputi proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah serta penentuan kisaran jumlah minyak dan bahan penyalut. Penelitian utama dilakukan untuk merancang formula menggunakan program Design Expert V.7, membuat formula (formulasi), menganalisis setiap respon, mengoptimasi formula mikroenkapsulasi minyak sawit merah dengan menggunakan program Design Expert V.7 dengan respon retensi total karotenoid (%), retensi beta karoten (%), kadar air (%), kelarutan (%) warna mikroenkapsulat (+b), warna larutan (kuning), tingkat kekeringan, kadar
minyak tidak terkapsul (%), dan kadar minyak terkapsul (%), kemudian dilakukan uji coba terhadap satu formula optimum mikroenkapsulat terpilih. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, rentang jumlah minyak yaitu 40%-60%, rentang jumlah pektin sebesar 8%-24%, rentang jumlah gelatin sebesar 8%-40%, dan rentang jumlah maltodekstrin sebesar 18%-42%. Hasil dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam rancangan formula dengan menggunakan program dx7. Berdasarkan analisis formula hasil rancangan Design Expert V.7, diperoleh nilai kadar retensi kadar total karotenoid mikroenkapsulat 33.3277 - 70.7498%, retensi kadar beta karoten 25.4243 - 69.8360%, kadar air 1.9768-5.6681%, kelarutan mikroenkapsulat 71.3208 - 96.7105%, warna mikroenkapsulat 25.8333 31.6067% (+b), warna larutan dengan lovibond 9.000 - 10.200 (kuning), tingkat kekeringan miroenkapsulat berkisar 1 - 3.08 (kering - agak berminyak), kadar minyak tidak terkapsul 16.5195 - 53.3778%, dan kadar minyak terkapsul antara 1.7716 - 7.4943%. Berdasarkan hasil analisis Design Expert V.7, proporsi minyak sawit, pektin, gelatin, dan maltodekstrin berpengaruh secara signifikan pada taraf 5% terhadap respon retensi total karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat, warna larutan, tingkat kekeringan, kadar minyak tidak terkapsul, dan kadar minyak terkapsul. Model polinomial untuk respon retensi beta karoten, kadar air, dan warna larutan adalah linier. Model polinomial untuk respon kelarutan, kadar minyak tidak terkapsul, dan kadar minyak terkapsul adalah quadratik, sedangkan model polinomial untuk retensi total karotenoid, warna mikroenkapsul, dan tingkat kekeringan adalah spesial kubik. Proses optimasi dengan Design Expert V.7 menghasilkan formula optimum mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan komposisi minyak sawit merah sebanyak 55.314%, pektin 18.545%, gelatin 8.142%, dan maltodekstrin 18.000% dengan nilai desirability sebesar 0.654. Hal ini berarti kemampuan formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat yang sesuai keinginan (optimum) sebesar 65.40 %. Setelah dilakukan uji coba, formula optimum mikroenkapsulat minyak sawit merah menghasilkan retensi total karotenoid 55.3720%, retensi beta karoten sebesar 52.6972%, kadar air 3.1035%, kelarutan 91.7646%, warna mikroenkapsulat 28.5133 (+b), warna larutan 10.067 (kuning), tingkat kekeringan sebesar 1.36 (kering), kadar minyak tidak terkapsul 38.0331%, dan kadar minyak terkapsul sebesar 7.0848%.
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Yogyakarta, 19 Agustus 1985 dan merupakan anak pertama dari pasangan Ir. Kamal Yusuf Sitepu dan Heni Kusuma Wardani, Spd. Pendidikan formal ditempuh penulis di SD Negeri Duren 07 Bekasi, SLTP Negeri 11 Bekasi, SMU Negeri 1 Bekasi, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan mahasiswa Baru). Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) (2003-2007), anggota tetap KPS (Komisi Pelayanan Siswa) PMK (2004-2007), koordinator dana retreat PMK IPB (2004), bendahara retreat PMK IPB (2005), pengajar tidak tetap di SMP Negeri 11 Bogor (20052006), anggota di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2004-2005), panitia BAUR (2005), kuliah kerja nyata di Desa Sukadamai Bogor (2006), asisten program studi agama Kristen Protestan (2004-2006), asisten Teknologi Pengolahan Pangan (2007), dan asisten Pengembangan Produk Pangan Baru (2007). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Optimasi
Formula
Mikroenkapsulat
Minyak
Sawit
Merah
Menggunakan Pektin, Gelatin, dan Maltodekstrin Melalui Proses Thin Layer Drying” dibawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Tien R Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi. Penelitian ini tergabung dalam RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang penuh kasih sayang dan selalu memacu semangat penulis untuk berprestasi dalam hard skill dan soft skill. 2. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas ilmu dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berarti demi perbaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen, staf, dan teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memperkaya pengetahuan dan memperlancar studi penulis. 5. RUSNAS Industri Hilir Kelapa Sawit, atas bantuan dana yang telah mencukupi penulis dalam pengadaan dana dan penggunaan bahan-bahan selama penelitian. 6. Bapak (alm), Mama, Adik, dan seluruh keluarga atas doa, ketulusan kasih, dan ilmu-ilmu kehidupan yang diberikan sehingga penulis menjadi manusia yang lebih baik. 7. Sylvia Yonathan Gunawan. “AdeQ” atas dorongan semangat dan kasih sayang yang menjadi bekal perjuangan penulis. 8. Stefanus, Meiko, Rial, Aca, Widhi, Teddy atas keberadaannya sehingga penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan penulis selama kuliah. 9. Anak-anak tim sawit (Martin, Her2, Dhani, dan Udjo), terima kasih untuk bantuannya selama ini, tanpa kalian penelitian ini tidak akan selesai.
10. Pak Ade, Mba Yuli Maksi, Mba Yuli LJA, Pak Soenar, Mas Eko, Mba Ani yang telah banyak membantu penulis selama berada di Departemen ITP. 11. Martin dan Yoga. Terima kasih banyak atas bantuan dan pengertiannya selama ini. Penulis bersyukur memiliki kalian sebagai teman sebimbingan. 12. Teman-teman ITP 40 Oboth, Andal, Dion, Lasty, Hendy, Nooy, Agnes, Ina, Tuti, Eko, Fena, Gilang, Tillo, Marto, Sarwo, Tathan, Mardy, Jeng-jeng, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu juga teman-teman ITP 41 Dyah, Inke, Bima, Ratih, Indra, Nene, Shinta, Ririn, April, dan lainlain. Keunikan pribadi kalian telah mewarnai hari-hari penulis. Demikian pula kepada teman-teman di Wisma Perwira (Hengky, Ferry, Step, Meiko, Martin, dan Aca), penulis akan merindukan hari-hari kebersamaan kita. 13. Pak Gatot, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Sidik, Pak Sobirin, Pak Iyas, Pak Nur, Pak Koko, Bu Antin, Mas Edi, Teh Ida, dan Mba Ari selaku laboran yang telah sabar dan telaten membantu dan membimbing penulis melakukan penelitian. 14. Seluruh teman-teman seperjuangan di PMK, KPS, HIMITEPA atas kerja sama, semangat, kritik dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian penulis. 15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.
Bogor, Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix I.
PENDAHULUAN...................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG........................................................................
1
B. TUJUAN............................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
A. MINYAK SAWIT..............................................................................
4
B. MINYAK SAWIT MERAH ...............................................................
6
C. KAROTENOID .................................................................................
7
D. MIKROENKAPSULASI....................................................................
9
E. BAHAN PENYALUT MIKROENKAPSUL...................................... 11 F. PEKTIN ............................................................................................. 13 G. GELATIN .......................................................................................... 15 H. MALTODEKSTRIN .......................................................................... 17 I. KLASIFIKASI TEKNIK MIKROENKAPSULASI............................ 19 J. PENGERINGAN DENGAN THIN LAYER DRYING ......................... 20 K. OPTIMASI......................................................................................... 22 1. Pengertian dan Tujuan Optimasi ..................................................... 22 2. Design Expert V.7........................................................................... 23 III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 24 A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................ 24 B. METODE PENELITIAN ................................................................... 25
1. Tahap Persiapan............................................................................. 25 a. Pengkajian Kondisi Pengeringan ............................................... 25 b. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah..................................... 25 c. Karakteristik CPO dan Bahan Penyalut ..................................... 26 2. Penelitian Pendahuluan.................................................................. 27 a. Penetapan Proses Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah ....................................................................................... 27 b. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut............ 28 3. Penelitian Utama............................................................................ 30 a. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V7 30 b. Formulasi Mikroenkapsulat....................................................... 30 c. Pengamatan dan Analisis Respon .............................................. 31 d. Optimasi dengan Design Expert V.7 .......................................... 31 C. ANALISIS ......................................................................................... 33 1. Bilangan Iod .................................................................................. 33 2. Penentuan Asam Lemak Bebas Sebagai Asam Palmitat ................. 33 3. Kadar Abu Total ............................................................................ 33 4. Penetapan Rendemen ..................................................................... 34 5. Karotenoid..................................................................................... 34 6. Beta Karoten.................................................................................. 34 7. Kadar Air....................................................................................... 35 8. Kelarutan ....................................................................................... 35 9. Warna Mikroenkapsulat................................................................. 36 10. Warna Larutan ............................................................................... 36 11. Tingkat Kekeringan ....................................................................... 36 12. Kadar Lemak Tidak Terkapsulkan ................................................. 37 13. Kadar Minyak dalam Mikrokapsul................................................. 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 39 A. TAHAP PERSIAPAN ........................................................................ 39 1. Pengkajian Kondisi Pengeringan.................................................... 39 2. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah.......................................... 40 3. Karakterisasi CPO dan Bahan Penyalut.......................................... 42
B. PENELITIAN PENDAHULUAN ...................................................... 45 1. Proses Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah.............. 45 2. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut ................. 48 C. PENELITIAN UTAMA ..................................................................... 51 1. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V.7.. 51 2. Formulasi Mikroenkapsulat ............................................................ 51 3. Pengamatan dan Analisis Respon ................................................... 53 a. Retensi Total Karotenoid........................................................... 53 b. Retensi Beta Karoten................................................................. 57 c. Kadar Air .................................................................................. 60 d. Kelarutan .................................................................................. 62 e. Warna Mikroenkapsulat ............................................................ 65 f. Warna Larutan .......................................................................... 68 g. Tingkat Kekeringan................................................................... 70 h. Minyak Tidak Terkapsul ........................................................... 73 i. Minyak Terkapsul ..................................................................... 76 4. Optimasi dengan Design Expert V.7 ............................................... 79 5. Uji Coba dan Analisis Satu Formula Optimum ............................... 83 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87 A. KESIMPULAN .................................................................................. 87 B. SARAN.............................................................................................. 87 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 88 LAMPIRAN ................................................................................................... 94
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi trigliserida dalam minyak sawit ......................................
4
Tabel 2. Komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak ......
5
Tabel 3. Kandungan karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit................
6
Tabel 4. Jenis-jenis karotenoid yang mempunyai nilai gizi .............................
7
Tabel 5. Rentang ukuran mikrokapsul beberapa proses mikroenkapsulasi ...... 10 Tabel 6. Jenis bahan dinding kapsul yang digunakan untuk mikrokapsul....... 12 Tabel 7. Karakteristik gelatin tipe A dan tipe B .............................................. 15 Tabel 8. Kisaran konsentrasi jumlah minyak sawit ......................................... 28 Tabel 9. Kisaran konsentrasi jumlah pektin .................................................... 28 Tabel 10. Kisaran konsentrasi jumlah gelatin ................................................... 29 Tabel 11. Kisaran konsentrasi jumlah maltodekstrin ........................................ 29 Tabel 12. Peningkatan total karoten dengan fraksinasi ..................................... 41 Tabel 13. Spesifikasi mutu minyak sawit ......................................................... 42 Tabel 14. Hasil analisis mutu bahan penyalut................................................... 44 Tabel 15. Penentuan kisaran jumlah minyak .................................................... 49 Tabel 16. Penentuan kisaran jumlah pektin ...................................................... 49 Tabel 17. Penentuan kisaran jumlah gelatin...................................................... 50 Tabel 18. Penentuan kisaran jumlah maltodekstrin........................................... 50 Tabel 19. Penentuan batas maksimum dan minimum bahan baku..................... 50 Tabel 20. Konversi interval komponen bahan baku mikroenkapsulat................ 51 Tabel 21. Hasil duplicate formula dengan nilai leverage < 0.5............................... 52 Tabel 22. Rancangan formula mikroenkapsulat minyak sawit merah (dx7) ........... 53 Tabel 23 Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) tiap variabel respon...................... 79 Tabel 24. Empat formula hasil optimasi dengan Design Expert V.7 ....................... 80
Tabel 25. Perbandingan nilai prediksi formula optimal dx7 dengan actual ....... 84
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur beta karoten ....................................................................
9
Gambar 2. Pektin dan komponen penyusun ................................................... 13 Gambar 3. Struktur rantai gelatin ............................................................................ 16 Gambar 4. Komposisi asam amino gelatin ..................................................... 16 Gambar 5. Peralatan Thin Layer Drying......................................................... 21 Gambar 6. Diagram alir proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah ............ 26 Gambar 7. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah..... 27 Gambar 8. Tahapan prosedur penelitian......................................................... 32 Gambar 9. (a) Rak oven pengering ; (b) Grafik hubungan suhu, RH dan waktu pada rak 5 .......................................................................... 40 Gambar 10. Minyak sawit merah (fraksi cair) .................................................. 44 Gambar 11. Tahap mikroenkapsulasi............................................................... 48 Gambar 12. Grafik countour plot hasil uji respon retensi karotenoid ................ 56 Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi karotenoid.................. 56 Gambar 14. Grafik countour plot hasil uji respon retensi beta karoten.............. 59 Gambar 15. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi beta karoten ............... 59 Gambar 16. Grafik countour plot hasil uji respon kadar air .............................. 61 Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kadar air ................................ 62 Gambar 18. Grafik countour plot hasil uji respon kelarutan ............................. 64 Gambar 19. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelarutan ............................... 64 Gambar 20. Grafik countour plot hasil uji respon warna mikroenkapsul .......... 67 Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna mikroenkapsul ............ 67 Gambar 22. Grafik countour plot hasil uji respon warna larutan....................... 69 Gambar 23. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna larutan......................... 70 Gambar 24. Tingkat kekeringan mikroenkapsulat ............................................ 71 Gambar 25. Grafik countour plot hasil uji respon tingkat kekeringan ............... 72 Gambar 26. Grafik tiga dimensi hasil uji respon tingkat kekeringan................. 73 Gambar 27. Grafik countour plot hasil uji respon minyak tidak terkapsul ........ 75 Gambar 28. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak tidak terkapsul .......... 75 Gambar 29. Grafik countour plot hasil uji respon minyak terkapsul ................. 78
Gambar 30. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak terkapsul ................... 78 Gambar 31. Grafik countour plot desirability formula optimum ...................... 82 Gambar 32. Grafik tiga dimensi desirability formula optimum ........................ 83 Gambar 33. Formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum .............. 84
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil lengkap analisis respon ..................................................... 94 Lampiran 2. Design summary program dengan program dx7.......................... 95 Lampiran 3. Data uji organoleptik terhadap kekeringan mikroenkapsulat....... 96 Lampiran 4. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon retensi total karotenoid .............................................................. 97 Lampiran 5. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon retensi beta karoten .................................................................... 98 Lampiran 6. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon kadar air..................................................................................... 99 Lampiran 7. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon kelarutan .................................................................................... 100 Lampiran 8. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna mikroenkapsulat ............................................................... 101 Lampiran 9. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna larutan .............................................................................. 102 Lampiran 10. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon tingkat kekeringan...................................................................... 103 Lampiran 11. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon minyak tidak terkapsul................................................................ 104 Lampiran 12. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon minyak terkapsul ........................................................................ 105 Lampiran 13. Numerical optimation mikroenkapsulat formula optimum.......... 106 Lampiran 14. Empat formula hasil optimasi dan prediksi ke-9 respon.............. 106 Lampiran 15. Rendemen formula optimum...................................................... 106 Lampiran 16. Grafik hubungan antara RH-suhu dan waktu .............................. 107 Lampiran 17. Blanko pengujian organoleptik mikroenkapsulat ........................ 108 Lampiran 18a. Gambar mikroenkapsulat formula 1-9....................................... 109 Lampiran 18b. Gambar mikroenkapsulat formula 10-18 ................................... 110 Lampiran 18c. Gambar mikroenkapsulat formula 19-25 ................................... 111
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak sawit memiliki banyak keunggulan yang dapat dieksploitasi untuk produk-produk farmasetikal dan nutraseutikal, di antaranya kandungan karoten. Kandungan karoten di dalam minyak sawit berkisar antara 400 – 700 ppm (Muchtadi, 1992). Hasil penelitian di lapang yang dilakukan oleh Muhilal (1987), menunjukkan bahwa pemberian minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Pemberian minyak sawit merah sebanyak satu sendok makan per hari dapat menyembuhkan buta senja dalam waktu 2-7 hari dan bercak bitot dalam waktu 30-70 hari. Karoten memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan manusia selain sebagai komponen vitamin, dapat juga digunakan sebagai senyawa antikanker, mencegah penuaan dini, penyakit kardiovaskuler, dan kegunaan lainnya. Menurut Ong et al. (1990), komponen terbesar dari karotenoid adalah
-
karoten dan -karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid. Selain jumlah karoten yang tinggi, pada minyak sawit merah terdapat beberapa mikronutrien lain yang berguna bagi kesehatan seperti tokoferol, tokotrienol, dan sitosterol. Kandungan karoten pada minyak sawit merah dapat dieksploitasi untuk produk minyak kaya karoten atau konsentrat karoten. Produk karoten banyak digunakan pada produk pangan sebagai sumber vitamin A maupun sebagai zat warna. Walaupun karoten memiliki banyak keunggulan tetapi senyawa ini juga memiliki sifat yang sangat labil terhadap panas dan reaksi oksidasi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk melindungi senyawa tersebut dari lingkungan sekitarnya yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara melindunginya dalam matriks polimer yang biasanya disebut dengan proses enkapsulasi dan jika matriks yang melindungi merupakan matriks yang berukuran 0.2 µm sampai beberapa milimeter disebut juga dengan mikroenkapsulasi.
Mikroenkapsulasi minyak sawit merah akan menghasilkan produk dalam bentuk bubuk yang memiliki kandungan beta karoten tinggi dengan stabilitas yang tinggi selama penyimpanan. Produk dalam bentuk bubuk ini memudahkan aplikasi penambahan beta karoten pada bermacam-macam produk pangan sehingga bermanfaat sebagai bahan tambahan pangan yang fungsional. Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah pengeringan. Pengeringan merupakan proses penghilangan kadar air pada suatu produk pangan. Tujuan utama pengeringan yaitu mempertahankan produk selama penyimpanan karena dengan berkurangnya kadar air maka pertumbuhan mikroba dapat ditekan sehingga kerusakan produk dapat dihindari. Teknik pengeringan yang sering digunakan adalah spray drying dan ektrusi. Kedua alat tersebut umumnya memerlukan aplikasi suhu dan tekanan tinggi. Dengan demikian proses pengeringan tersebut memiliki resiko kerusakan pada produk enkapsulasi terutama untuk produk-produk yang sensitif akan panas seperti flavor, minyak ikan kaya omega 3, minyak sawit merah yang mengandung banyak karoten, dan lain-lain Umumnya teknikteknik sebelumnya menghasilkan proses yang relatif mahal karena memerlukan asupan energi yang relatif tinggi. Untuk itu diperlukan suatu alternatif alat pengering lain yang mengoptimasikan antara kualitas produk kering yang dihasilkannya dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik pengeringan yang cocok adalah pengeringan lapis tipis (thin layer drying). Kelebihan metode Thin Layer Drying berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Nurhasanah (2005) yaitu : konsumsi energi yang rendah, efisiensi pengeringan tinggi, dan tidak merusak komponen dari bahan yang sensitif terhadap panas (suhu < 60 oC). Prinsip pengeringan lapis tipis yaitu proses pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk lapisan atau irisan yang tipis dengan menggunakan medium udara panas sehingga efisiensi pengeringan menjadi semakin meningkat karena semakin besar luas permukaan maka kecepatan pengeringan semakin tinggi sehingga dihasilkan produk kering dengan lapisan atau irisan yang tipis.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula mikroenkapsul yang optimum berdasarkan kombinasi bahan penyalut (pektin, gelatin, dan maltodekstrin) yang dapat mempertahankan beta karoten dalam minyak sawit merah dengan retensi tinggi menggunakan teknik mikroenkapsulasi lapis tipis.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) diperoleh dari bagian serabut (mesokarp) buah sawit dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) diperoleh dari ekstraksi inti buah sawit. Minyak sawit kasar memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan minyak inti sawit, yaitu minyak sawit kasar bersifat setengah padat pada suhu ruang dan memilki pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah (Naibaho, 1983), sedangkan minyak inti sawit bersifat cair pada suhu ruang. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut (Goh et al., 1987). Kandungan utama pada minyak sawit kasar (CPO) adalah gliserida yang tersusun atas serangkaian asam-asam lemak. Trigliserida merupakan komponen utama sedangkan digliserida dan monogliserida terdapat dalam jumlah kecil. Minyak sawit juga tersusun atas komponen minor seperti asam lemak bebas dan komponen non gliserida. Komposisi komponen-komponen tersebut akan menentukan sifat fisik dan kimia minyak. Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dalam minyak sawit: Tabel 1. Komposisi trigliserida dalam minyak sawit Trigliserida Jumlah (%) Tripalmitin
3-5
Dipalmito – Stearine
1-3
Oleo – Miristopalmitin
0-5
Oleo – Dipalmitin
21 - 43
Oleo – Palmitostearine
10 - 11
Palmito – Diolein
32 - 48
Stearo – Diolein
0-6
Linoleo – Diolein
3 - 12
Sumber : Ketaren (1986) Jenis asam lemak yang banyak tedapat di dalam minyak sawit adalah asam palmitat dan oleat. Asam palmitat (Palmitat (C16:0)) merupakan asam
lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi, yaitu 64oC. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat (C18:1) merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14oC (Ketaren, 1986). Berikut ini tabel komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak. Tabel 2. Komposisi panjang rantai karbon asam lemak pada minyak/lemak Minyak/lemak C8-10 C12-14 C16-18 C20-22 Minyak sawit (%)
-
2
98
-
Tallow (%)
-
4
96
-
PKO (%)
7
62
31
-
Minyak kelapa (%)
14
65
21
-
Sumber : Miyawaki (1998) Minyak sawit kasar mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol-sterol, fosfolipid, glikolipid, terpen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa (trace element) lainnya. Menurut Ong et al. (1990), komponen terbesar dari karotenoid adalah -karoten dan -karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid yang terdiri dari 13 jenis yaitu alfa karoten, beta karoten, gamma karoten, fucozanthin, lutein, violaxanthin, neoxanthin, zeaxanthin, lycopene, capsanthin, bixin, beta cryptoxanthin, dan beta zeacaroten. Komponen minor pada minyak sawit yang memiliki nilai gizi penting adalah karoten terutama beta karoten. Beta karoten merupakan perkursor utama vitamin A. Menurut Iwasaki dan Murakoshi (1992), beta karoten merupakan perkusor vitamin A yang penting dan Berger (1983) mengatakan minyak sawit dapat berfungsi sebagai provitamin A hanya bila dikonsumsi dalam bentuk belum diolah.
B. MINYAK SAWIT MERAH Minyak sawit fraksi cair (olein) yang merupakan hasil fraksinasi minyak kelapa sawit yang berwarna kuning sampai jingga disebut minyak sawit merah. Minyak ini mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm (Naibaho, 1983). Minyak kelapa sawit yang disimpan di tempat dingin pada suhu 5-7oC dapat terpisah menjadi dua bagian (fraksi), yaitu fraksi cair disebut olein dan fraksi semipadat disebut stearin. Fraksinasi minyak kelapa sawit dapat menghasilkan olein sebesar 70-80% dan stearin 20-30%, sedangkan kandungan karotenoid dalam fraksi olein dapat meningkat 10-20% (Choo et al.,1989). Olein merupakan triasilgliserol yang bertitik cair rendah dan mengandung asam oleat dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan stearin. Olein dan stearin mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda. Olein kasar (Crude Palm Olein) dan olein yang telah dimurnikan (Refined, Bleached, and Deodorized Olein) umumnya dihasilkan oleh industri pemurnian minyak (Ketaren, 1986). Tabel 3 menunjukkan kandungan karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit. Tabel 3. Kandungan karotenoid pada berbagai fraksi minyak sawit Fraksi Minyak Sawit Kandungan Karotenoid (ppm) Crude Palm Oil
630-700
Crude Palm Olein
680-760
Crude Palm Stearin
380-540
Residual Oil from Fibre
4000-6000
Second-pressed Oil
1800-2400
Sumber: (Choo, et al., 1989) Minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi olein (cair) dengan fraksi stearin (padat). Pemisahan dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 70oC dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi sterain sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum (Weiss, 1983).
C. KAROTENOID Karotenoid merupakan pigmen alami yang dapat ditemui pada tanaman, ganggang, hewan vetebrata, dan mikroorganisme. Karotenoid-karotenoid membentuk suatu kelas hidrokarbon berikatan rangkap banyak yang memiliki jumlah atom C sebanyak 40, yang disebut xanthofil. Komponen-komponen ini menyebabkan warna kuning-merah pada minyak sawit (Goh et al., 1987). Menurut Wirahadikusumah (1985), karotenoid dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu karoten dan xantofil. Terdapat beberapa macam karotenoid yang penting dan mempunyai hubungannya dengan gizi, seperti tertera pada tabel 4. Tabel 4. Jenis-jenis karotenoid yang mempunyai nilai gizi Jenis Karotenoid Relative Potensi Biologis Terhadap Vitamin A -Karotene
53
-karotene
100
-karotene
45
Sumber : Wirahadikusumah (1985) Karotenoid termasuk senyawa lipida yang tidak tersabunkan, larut dengan baik dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Ranganna, 1969). Menurut Meyer (1966) sifat fisika dan kimia karotenoid adalah : 1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air 2. Larut dalam kloroform, benzene, karbon disulfida, dan petroleum eter 3. Tidak larut dalam etanol dan metanol dingin 4. Tahan terhadap panas apabila dalam keadaan vakum 5. Peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya 6. Mempunyai ciri khas absorpsi cahaya Menurut
Klaui
dan
Bauernfeind
(1981),
faktor
utama
yang
mempengaruhi karotenoid selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara maupun perubahan struktur oleh panas. Panas akan mendekomposisi karotenoid dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami perubahan.
Komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang gelombang yang berbeda secara maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri (Simpson et al., 1987). PORIM (1995) telah menguji bahwa karotenoid minyak sawit yang dilarutkan pada heksana mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 446 nm. Karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas dibandingakan dengan karotenoid. Sehingga apabila ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak akan teroksidasi terlebih dahulu dan karoten akan terlindungi lebih lama (Chichester et al., 1970). Karoten merupakan sumber vitamin A yang berasal dari tanaman dalam bentuk
-karoten (100%), -karoten (53%) dan -karoten, sedangkan yang
berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Senyawa ini sering disebut anti xerophtalmia, karena kekurangan akan senyawa tersebut dapat menimbulkan gejala rabun mata. Beta karoten dalam minyak sawit sebagai provitamin A dapat bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunisasi tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Mengkonsumsi
-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi
vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi -karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar -karoten menjadi vitamin A (retinal), sehingga -karoten ini disebut provitamin A (Winarno, 1991). Sekitar 25% dari -karoten yang diabsobsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedang 75% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15, 15’
-karotenoid oksigenase (Fennema, 1996). Struktur beta
karoten dapat dilihat pada Gambar 1.
4’ 5’ 3’
2 3
1 4
6
7
9
14
12
10
8
11
13
15’ 13’ 15
14’
11’
12’ 10’
9’ 8’
7’
6’
1’
2’
5
Gambar 1. Struktur beta karoten (Sulaswatty, 1998) Kadar karoten di dalam minyak kelapa sawit tinggi, yaitu 60.000 µg/100 g, atau 500-700 ppm di dalam minyak sawit mutu regular (Hermana dan Mahmud, 1989). Simpsons et al. (1987) menuliskan bahwa 0.6 g -karoten atau 1.2 g provitamin A lainnya sama dengan 1 unit USP atau 1 Satuan International (SI) aktivitas vitamin A dari karotenoid. Satuan International (SI) umum digunakan di dalam data-data tentang gizi dan label nutrisi. Pemakaian komponen-komponen provitamin A lebih sedikit dibandingkan dengan retinol, maka satuan tersebut dinyatakan dalam retinol ekivalen. Satu retinol ekivalen (RE) sama dengan satu mikrogram retinol atau sama dengan enam mikrogram
-karoten. Satu retinol ekivalen (RE) juga
setara dengan 12 g provitamin A lainnya atau 3.33 SI aktivitas retinol serta 10 SI aktivitas vitamin A dari
-karoten. Untuk produk-produk yang
mengandung - karoten dan karotenoid provitamin A lainnya, total retinol ekivalen setara dengan 1/6 g - karoten dan 1/12 g provitamin A lain. D. MIKROENKAPSULASI Mikrokapsul adalah suatu tabung atau paket berukuran kecil dan mempunyai dinding polimer yang menyelaputi dan melindungi partikelpartikel halus dalam inti. Dinding ini merupakan lapisan film yang tipis, kaku dan halus yang dihasilkan dari proses mikroenkapsulasi (Kondo, 1979). Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan partikel-partikel suatu zat inti yang berbentuk padat, cair, maupun gas dengan suatu bahan penyalut khusus, yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat fisika dan kimia seperti yang dikehendaki (Vandegaer, 1973). Bahan penyalut yang berfungsi sebagai dinding pembungkus bahan inti tersebut dirancang untuk melindungi
bahan-bahan terbungkus dari faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas bahan tersebut (Rosenberg, 1997). Zat aktif yang terkurung di dalam mikrokapsul disebut inti atau core, dimana inti ini dapat berwujud padat atau cair, dengan sifat permukaan hidrofilik atau hidrofobik. Sedangkan dinding penyalut mikrokapsul disebut skin atau shell, atau film pelindung. Bakan (1978) menambahkan bahwa proses mikroenkapsulasi bahan-bahan inti tersebut dibungkus oleh dinding polimer
tipis.
Proses
mikroenkapsulasi
umumnya
bertujuan
untuk
menghasilkan partikel-partikel padatan yang telah dilapisi oleh bahan penyalut tertentu. Terminologi
mikroenkapsulasi
kadang-kadang
dipakai
untuk
menggantikan istilah enkapsulasi yang berarti proses atau mekanisme perlindungan atau penyelaputan. Kedua terminologi tersebut menunjukkan mekanisme penyalutan material inti (core) dengan suatu dinding. Dikatakan sebagai mikroenkapsulasi karena bentuknya yang kecil, berukuran dari atau sama dengan 100 mikron (Knightly, 1991). Pada umumnya mikrokapsul mempunyai ukuran antara 5-200 mikrometer. Pada beberapa proses dapat dihasilkan mikrokapsul dengan ukuran 0.2 mikrometer sampai beberapa milimeter. Mikrokapsul dengan ukuran lebih kecil dari 1 mikrometer disebut nanokapsul. Struktur dan ukuran mikrokapsul tergantung dari beberapa proses mikroenkapsulasi. Tabel 5 memperlihatkan rentang ukuran mikrokapsul yang diperoleh dari beberapa proses mikroenkapsulasi. Tabel 5. Rentang ukuran mikrokapsul beberapa proses mikroenkapsulasi Proses Mikroenkapsulasi Rentang Ukuran (µm) Koaservasi pemisahan fase
1-2000
Polikondensasi antar permukaan
2-2000
Pan Coating
200-5000
Suspensi udara
50-1500
Penyemprot kering
5-800
Sumber : Deasy (1987)
Menurut Deasy (1987), keberhasilan suatu proses mikroenkapsulasi dan sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh parameter-parameter penting, diantaranya : 1) Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair atau gas; sifat fisikokimia seperti solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, stabilitas terhadap suhu, dan pH. 2) Bahan penyalut yang digunakan 3) Medium mikroenkapsulasi yang digunakan (pelarut air maupun bukan air). 4) Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan, yaitu fisika atau kimia. 5) Tahap proses mikroenkapsulasi, yaitu tunggal atau bertahap. 6) Struktur dinding mikrokapsul, yaitu tunggal atau berlapis. E. BAHAN PENYALUT MIKROENKAPSUL Pada proses mikroenkapsulasi ada dua bahan yang terlibat di dalamnya, yaitu inti dan penyalut. Inti adalah zat yang akan disalut. Zat ini umumnya berbentuk padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil maupun hidrofob. Penyalut adalah zat yang digunakan untuk menyeliputi inti dengan tujuan tertentu. Syarat-syarat zat sebagai penyalut yaitu dapat membentuk lapisan di sekitar inti dengan membentuk ikatan adhesi dengan inti, tercampurkan secara kimia dan tidak bereaksi dengan inti, mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (kuat, fleksibel, impermeable, stabil, dan sifat optis tertentu) (Vandegaer, 1973). Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi untuk menyalut atau membungkus bahan inti selama proses pemadatan atau pengeringan, selain untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan, juga dapat mencegah kerusakan bahan oleh panas karena waktu kontak yang singkat (Masters, 1979). Material penyalut selama proses pengeringan harus mampu menahan dan melindungi bahan-bahan volatil dari kehilangan atau kerusakan kimia selama pengolahan, penyimpanan, dan penanganan (Kim dan Morr, 1996). Tabel 6 menunjukkan jenis bahan dinding kapsul yang biasa digunakan untuk mikrokapsul.
Tabel 6. Jenis bahan dinding kapsul yang digunakan untuk mikrokapsul Kelompok Jenis Gum Gum arab, agar, sodium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, corn syrup, carboxymethylcellulose, metilselulosa, etilselulosa, nitroselulosa, asetilselulosa, celluloseacetate-phthalate, cellulose acetatebutylate-phthalate Lipid Lilin, parafin, tristearin, asam stearat, monogliserida, digliserida, beeswax, oils, lemak Bahan anorganik Kalsium sulfat, silikat, tanah liat Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber : Jackson dan Lee (1991) Pemilihan bahan penyalut yang tepat akan menentukan sifat fisikokimia mikrokapsul yang dihasilkan. Persyaratan bahan pengenkapsulasi antara lain : 1. Pengenkapsulasi harus mempunyai sifat melindungi komponen aktif dari kerusakan seperti oksidasi, kelembaban, cahaya dan lain-lain (Merrit, 1981) 2. Harus mempunyai sifat kehilangan komponen aktif yang rendah selama proses berlangsung (Quellet et al, 2001). 3. Komponen enkapsulat yang terdispersi dalam larutan pengenkapsulasi secara merata dengan ukuran yang kecil (Quellet et al. 2001). 4. Untuk enkapsulasi dengan cara spray dryer, maka pengenkapsulasi dengan viskositas rendah akan meningkatkan efisiensi pengeringan (Rosenberg, 1997). 5. Pengenkapsulasi harus mempunyai sistem pengendalian pelepasan komponen aktif selama penyimpanan (Quellet et al, 2001). 6. Bahan pengenkapsulasi harus aman, tidak membahayakan kesehatan, murah dan mudah diaplikasikan (Rosenberg, 1997). 7. Bahan pengenkapsulasi harus mempunyai sifat fungsional spesifik, seperti sifat emulsi, pembentukan film, dapat membentuk larutan konsentrasi tinggi, controlled release, dan lain-lain (Rosenberg, 1977).
F. PEKTIN Kelompok senyawa-senyawa pektin secara umum disebut substansi pektat (pectic substance) yang meliputi protopektin, asam pektinat, dan asam pektat. Menurut Winarno dan Aman (1981), protopektin adalah substansi pektat yang tidak larut dalam air, terdapat dalam tanaman, dan bila dipisahkan dengan hidrolisis akan menghasilkan asam pektinat. Asam pektinat adalah asam poligalakturonat yang bersifat koloid dan mengandung sejumlah kecil metil ester. Asam pektinat pada kondisi yang sesuai dapat membentuk gel dengan gula dan asam. Pektin merupakan asam pektinat dengan kandungan metil ester dan derajat esterifikasi yang berbeda-beda. Pektin terdiri dari unit rantai linier asam galakturonat dengan bobot molekul antara 110.000-150.000. Ketika pektin berada di dalam buah, ada satu gugus asam bebas yang diikuti oleh 5 metil ester dari asam galakturonat dan 1 sampai 5 rangkaian ini berulang pada seluruh rantai (Hoefler, 2004). Pektin telah lama diketahui sebagai polimer dari asam galakturonat berbentuk rantai 1-4- -D-galakturonan dengan metil ester yang terdapat di dalamnya secara parsial. Terdapat pula di dalamnya cabang L-arabinan dan suatu 1-4- -D-galaktan. Derajat esterifikasi (DE) didefinisikan sebagai perbandingan dari unit asam galakturonat teresterifikasi terhadap total asam galakturonat dalam molekul (Glicksman, 1984). Pektin dan molekul penyusunnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pektin dan komponen penyusun (a) Gugus fungsional dan bagian berulang dari pektin; (b) karboksil; (c) ester; (d) amida dalam rantai pektin (Anonimc, 2007)
Proses pembentukan gel dari pektin dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan yaitu cepat (rapid set), lambat (slow set), dan pektin bermetoksil rendah. Sifat-sifatnya tergantung pada derajat polimerisasi, kandungan asam anhidrouronat, dan derajat esterifikasi polimer. Sesungguhnya pembagian golongan ini tidak mempunyai batas yang jelas. Umumnya pektin yang memiliki derajat esterifikasi 70% atau lebih membentuk jeli lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi daripada pektin dengan derajat esterifikasi antara 50 sampai 70%. Pektin dengan derajat esterifikasi kurang dari 50% tidak umum digunakan untuk membuat gel yang padat karena pektin ini cenderung untuk mengendap cepat dalam media asam dan membentuk gel yang tidak normal (Fardiaz, 1989). Fardiaz (1989) menyatakan bahwa faktor lainnya yang penting untuk mengontrol sifat-sifat kekentalan, gel, film, dan serat dari pektin adalah berat molekulnya. Meskipun pektin merupakan polimer yang panjang, namun berat molekulnya jauh dibawah selulosa dan pati. Rata-rata berat molekulnya antara 30.000-70.000 pada pektin jeruk. Pada derajat polimerisasi dan konsentrasi yang sama, larutan pektin lebih kental daripada larutan selulosa. Penyebab utama mengapa pektin membuat larutan yang lebih kental adalah karena struktur molekulnya. Ternyata galakturonida membentuk suatu rantai zigzag dengan rotasi rantai yang terbatas disekitar ikatan glikosida. Pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal berwarna putih. Kelarutan pektin berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kadar metoksilnya. Pektin dengan kadar metoksil tinggi dapat larut dalam air dingin, sedangkan pektin yang mempunyai kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat (Walter, 1991). Kekuatan gel dari pektin juga dipengaruhi oleh kadar metoksilnya. Pektin dengan kadar metoksil rendah sifat terbentuknya gel kurang baik. Daya terbentuknya gel maksimum pada pektin yang berkadar metoksil tinggi.
G. GELATIN Gelatin didefinisikan di dalam The United States Pharmacopeia XVII (1965) sebagai suatu produk yang diperoleh dari hidrolisa sebagian terhadap kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan penyambung putih, dan tulang hewan. Vandegaer (1973) mengemukakan bahwa, molekul gelatin tersusun dari gabungan asam-asam amino yang berkaitan satu sama lain dengan ikatan petida dalam rantai molekul yang panjang. Dalam molekul gelatin terdapat 18 buah -asam amino yang masing-masing terdapat dalam bentuk dan urutannya tersendiri di dalam rantai molekul yang panjang. Ikatan-ikatan tersebut melibatkan gugus karboksilat dan amino-alfa membentuk tulang punggung molekul. Rantai-rantai sisi tersebut dapat mengandung amino basa atau grup guanidin atau grup asam karboksil. Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A diperoleh dari bahan-bahan yang diproses secara asam. Gelatin tipe B diperoleh dari proses secara basa. Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi. Karakteristik gelatin tipe A dan B dapat dilihat pada tabel 7. Gelatin memiliki sifat yang unik karena dapat membentuk gel dalam air pada pH berapa saja tanpa membutuhkan bahan tambahan lain seperti kation logam dan gula. Gel gelatin mempunyai sifat bolak-balik, yaitu dapat dicairkan dan dipadatkan kembali dengan pemanasan dan pendinginan (Fardiaz, 1989). Struktur rantai gelatin dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 7. Karakteristik gelatin tipe A dan tipe B Tipe A Karakteristik (perlakuan asam) Kadar air 8-12% pH 3.8-5.5 Titik isoelektrik 7.0-9.0 Kekuatan gel 50-300 g Viskositas 20-70 mps Kadar abu 0.3% Sumber : Glicksman (1969)
Tipe B (perlakuan basa) 8-12% 5.0-7.5 4.7-5.1 50-275 g 20-75 mps 0.5-2.0%
Gambar 3. Struktur rantai gelatin (Anonimd, 2007) Gelatin adalah satu-satunya hidrokoloid yang termasuk food grade yang bukan termasuk polisakarida. Gelatin merupakan protein hewan yang diambil dari pemecahan kolagen yang tidak larut. Gelatin komersial dihasilkan dengan cara ekstraksi asam atau basa pada babi, sapi atau tulang yaitu 42% pada kulit babi, 31% pada tulang sapi, dan 27% pada kulit sapi. Gelatin mengandung 8490% protein, 1-2% garam mineral, dan 8-15% air. Dengan kandungan protein yang tinggi, struktur kimia gelatin diduga mengandung asam amino glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Komposisi asam amino gelatin (Anonimd, 2007)
Gelatin larut dalam air yang bersuhu 71.1oC dan membentuk dispersi koloidal makromolekular. Untuk mencegah gelatin membentuk gel, maka perlu disimpan dalam larutan yang panas. Jika suhu turun dibawah 48oC, maka gelatin cenderung membentuk gel. Gelatin yang terbentuk dapat larut pada air panas, kemudian didinginkan sampai suhu sekitar 14oC, akhirnya membentuk gel yang halus, lunak, berkilau, dan keras. Gel gelatin dapat menjadi keras dan seperti karet, sehingga gel menjadi tidak enak dan kadang-kadang tidak dapat dimakan setelah disimpan beberapa hari. Selain itu, gel gelatin dapat mencair pada suhu 25oC, sehingga berpengaruh terhadap distribusi produk pangan. Keuntungan dari gelatin adalah tidak ada pengaruh yang besar terhadap perubahan pH dan kekuatan ionik. Karakteristik gel gelatin adalah pada pendinginan, gelatin larut, sebagian molekul gelatin teragregasi ; agregat-agregat yang terbentuk saling berhubungan membentuk jaringan yang lemah ; dan pendinginan yang lebih lanjut atau dengan dibantu suhu yang konstan, gel gelatin meningkat kekuatannya. Sebagai pembentuk film, gelatin telah banyak dimanfaatkan pada industri makanan dan farmasi termasuk mikroenkapsulasi dan pembuatan tablet atau kapsul. Pada proses mikroenkapsulasi sebagai bahan pelapis, pertama kali digunakan gelatin secara tunggal atau dikombinasikan dengan gum seperti gum arab (Gennadios et al., 1994). Disamping sebagai pembentuk film, gelatin termasuk bahan pengemulsi dari grup protein. Minyak yang mengandung ikatan rangkap (minyak tidak jenuh) akan lebih mudah diemulsikan dengan gelatin dibandingkan dengan minyak yang mengandung asam lemak jenuh (tidak memiliki ikatan rangkap). H. MALTODEKSTRIN Maltodekstrin merupakan gula tidak manis dan berbentuk bubuk berwarna putih dengan sifat larut dalam air. Gula ini dihasilkan dengan cara hidrolisis pati jagung secara tidak sempurna dengan asam atau enzim dan juga merupakan polimer sakarida terdiri dari D-glukosa berikatan terutama dengan 1,4 glikosidik. Dengan proses ini pati diuraikan secara bertahap menjadi
fragmen yang makin lama makin kecil dan akhirnya menjadi glukosa (dekstrosa) murni. Derajat depolimerisasi dinyatakan dengan kesetaraan dekstrosa (DE) dan didefinisikan sebagai jumlah gula reduksi total yang dinyatakan sebagai dektrosa dan dihitung sebagai persentase dari bahan kering total, hasil urai dengan derajat polimerisasi 3 sampai 20 dikenal sebagai maltodekstrin. Maltodekstrin dipakai dalam industri makanan sebagai pengental dan pemantap (Schenk dan Hebeda, 1992). Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim
-amilase, yang memiliki nilai
dextrose equivalent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin dapat bercampur dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan sebagai perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak serta tidak toksik (Blazek-Welsh, 2001). Maltodekstrin dapat dibuat dari sejumlah 40% b/b pati (berat kering) yang disuspensikan dalam air bebas ion yang mengandung 200 ppm CaCl2. Suspensi yang dihasilkan diatur pH-nya sampai 6,5 dengan menambahkan NaOH 0,1 N. Ke dalam campuran ditambahkan enzim -amilase sebanyak 0,1% v/b untuk setiap berat suspensi sambil diaduk. Campuran diinkubasikan dalam waterbath shaker selama +65 menit dihitung setelah suhu mencapai 85oC. Waktu divariasikan untuk memperoleh maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan (Griffin dan Brooks, 1989). Maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik. Oleh sebab itu, maltodekstrin pada proses enkapsulasi lipid dengan metode spray dryer menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing et al., 1988). Makin tinggi DE maltodekstrin makin tinggi konsentrasi produk (bahan inti) yang dapat masuk ke dalam larutan. Oleh karena itu perlu ditambahkan bahan lain agar diperoleh produk mikroenkapsulasi yang baik.
I. KLASIFIKASI TEKNIK MIKROENKAPSULASI Menurut Deasy (1987), proses mikroenkapsulasi dapat diklasifikasikan menjadi : 1) Metode kimia, yang termasuk metode ini adalah polimerisasi antar permukaan, polimerisasi in situ, dan insolubilisasi. 2) Metode fisikokimia, yang termasuk metode ini adalah pemisahan fase dari larutan cair, pemisahan fase dari pelarut organik, kompleks emulsi, dan powder bed. 3) Metode mekanik, yang termasuk metode ini adalah penyalutan suspensi udara atau metode Wurster, penyemprot kering, penyalutan hampa udara, dan aerosol elektrostatik. Banyak mengkapsul
teknik
mikroenkapsulasi
bahan
pangan
yaitu
yang
dapat
tergantung
digunakan
dari
jenis
untuk bahan
pengenkapsulasinya, jenis bahan yang dienkapsulasinya, dan alat yang diugunakannya seperti spray drier, ekstrusi, freeze dryer, pendinginan (chilling drum), dan lain-lain (Eden et al., 1989). Berdasarkan mekanisme pengkapsulannya,
maka
teknik
mikroenkapsulasi
terdiri
dari
teknik
koaservasi, spray drying (Brenner, 1976), dan teknik gelas dengan ekstrusi (Quellet et al., 2001). Pemilihan teknik mikroenkapsulasi merupakan seni. Jika dilihat dari sisi bahan pengenkapsulasinya, maka dapat dipilih pati modifikasi atau yang tidak dimodifikasi, pati tepung atau sereal tergantung tujuan untuk seberapa jauh dapat melindungi, mencegah dekomposisi atau kehilangan (loss) bahan yang dienkapsulasinya. Jika dilihat dari sisi bahan yang dienkapsulasinya (bahan inti), bahan tersebut dapat berupa senyawa volatil atau non volatil dan bahan yang larut atau tidak larut dalam air (Eden et al., 1989). Jika bahan inti yang akan dienkapsulasi merupakan bahan yang non volatil maka bahan pengenkapsulasi (bahan penyalut) yang cocok adalah pati modifikasi (produk turunan pati) seperti maltodekstrin.
J. PENGERINGAN DENGAN THIN LAYER DRYING Salah satu proses yang penting dalam mikroenkapsulasi adalah pengeringan. Pengeringan merupakan proses penghilangan kadar air pada suatu produk pangan. Tujuan utama pengeringan yaitu mempertahankan produk selama penyimpanan karena dengan berkurangnya kadar air maka pertumbuhan mikroba dapat ditekan sehingga kerusakan produk dapat dihindari. Sehubungan dengan penggunaan alat pengering seperti spray dryer yang memiliki berbagai kelemahan seperti rendemen yang rendah dan tekanan serta suhu yang tinggi, maka diperlukan suatu alternatif alat pengering lain yang mengoptimasikan antara kualitas produk kering yang dihasilkannya dengan biaya operasionalnya. Salah satu teknik pengeringan lapis tipis (film) yang disebut Refractance WindowTM (RW) drying digunakan untuk menghasilkan produk-produk kering dari bahan pangan cair atau semi cair (Bolland, 2000). Sedangkan menurut (Kajuna et al, 2001), ubi-ubian semisal ubi jalar dengan tebal 5 mm dapat dikeringkan dengan peralatan thin layer drying pada suhu 55oC dan 65oC. Gambar 5 menunjukkan contoh alat pengering lapis tipis (thin layer drying). Adapun Prinsip pengeringan lapis tipis yaitu proses pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk lapisan atau irisan yang tipis dengan menggunakan medium udara panas sehingga efisiensi pengeringan menjadi semakin meningkat karena semakin besar luas permukaan maka kecepatan pengeringan semakin tinggi sehingga dihasilkan produk kering dengan lapisan atau irisan yang tipis. Menurut Abonyi et al. (1999), dua hal yang berlawanan dalam memilih alat pengering yang cocok untuk mengeringkan suatu bahan pangan yang sensitif akan panas telah menjaga kualitas produk dan efisiensi (dalam hal laju pengeringan maupun konsumsi energinya). Refranctrance WindowTM (RW) dryer mempunyai kelebihan dalam hal mempertahankan kualitas produk puree buah-buahan atau sayuran terutama dalam menjaga total karoten, vitamin C, dan warna yang hampir mendekati freeze dryer, namun mempunyai konsumsi energi yang rendah dan efisiensi pengeringan yang tinggi jika dibandingkan
dengan freeze dryer dan sedikit lebih tinggi daripada alat-alat pengering konvensional seperti spray dryer atau drum dryer.
Gambar 5. Peralatan Thin Layer Drying (Kajuna et al., 2001) Untuk menilai kinerja suatu alat pengering, maka alat tersebut dapat dinilai dari : 1) Kapasitas dan laju pengeringannya yang dapat dianalisis dengan neraca massa dan kinetika pengeringan 2) Konsumsi energi dan efisiensi energinya yang dapat dianalisis dengan neraca energi 3) Kemampuan untuk mempertahankan kualitas produk yang diukur berdasarkan jumlah kerusakan atau kehilangan parameter kualitas produk. Pada penelitian ini digunakan teknik Thin Layer Drying sederhana dengan menggunakan plat kaca sebagai wadah emulsi bahan dan oven pengering
untuk
mengeringkan
emulsi
sehingga
didapatkan
hasil
mikroenkapsulasi yang lebih menguntungkan seperti konsumsi energi yang rendah, efisiensi pengeringan yang tinggi, dan tidak merusak komponen dalam bahan yang sensitif pada suhu yang tinggi. Secara garis besar kelebihan metode Thin Layer Drying berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Nurhasanah (2005) yaitu : 1) Konsumsi energi yang rendah 2) Efisiensi pengeringan yang tinggi 3) Aplikasi suhu yang rendah (<60oC) sehingga tidak merusak komponen dari bahan yang sensitif terhadap panas.
L. OPTIMASI 1) Pengertian dan Tujuan Optimasi Optimasi
adalah
suatu
pendekatan
normatif
untuk
mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai dengan batasan yang diberikan (Ma’arif et al., 1989). Selajutnya Ma’arif et al. (1989) menyatakan bahwa tujuan dari optimasi ini adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Jika usaha yang diperlukan atau hasil yang diharapkan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari sebuah keputusan, maka optimasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian kondisi maksimum atau minimum dari fungsi tersebut. Unsur penting dari masalah optimasi adalah fungsi tujuan yang sangat bergantung pada sejumlah berhingga peubah masukan. Fungsi tujuan secara umum merupakan langkah minimalisasi biaya atau penggunaan bahan-bahan baku, maksimalisasi hasil atau efisiensi pemanfaatan bahan-bahan produksi/proses dan sebagainya. Penentuan fungsi tujuan dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi (Ma’arif et al., 1989). Metode penentuan kondisi optimum dikenal sebagai pemograman teknik matematika. Herijanto (1994) menyatakan bahwa tujuan dan kendala-kendala dalam program matematika diberikan dalam fungsifungsi matematika dan hubungan fungsional. 2) Design Expert V.7 Design Expert V.7 adalah salah satu program komputer yang bisa digunakan untuk optimasi produk atau proses (Anonimb, 2007). Program ini menyediakan empat jenis rancangan percobaan dengan efisiensi tinggi, yakni Factorial Designs, Response Surface Metods (RSM), Mixture Design Tecniques, dan Combine Design. Factorial Designs ditujukan
untuk mengidentifikasi faktor penting yang mempengaruhi proses atau produk. RSM ditujukan untuk menetapkan proses yang ideal guna mencapai kinerja yang optimal. Mixture Design Tecniques ditujukan untuk mendapatkan formulasi yang optimal. Combine Design ditujukan khusus untuk optimasi yang menggabungkan antara komponen (bahan-bahan yang dicampur) dengan proses dalam suatu rancangan. Design Expert V.7 atau yang disebut dx7 menyediakan rancangan percobaan dengan lebih dari 99 block, 21 faktor, dan 512 run. Faktor adalah variabel atau fungsi kendala yang mempengaruhi proses optimasi. Run adalah formula atau banyaknya rancangan percobaan yang bisa dihasilkan, didasarkan pada fungsi kendala (banyaknya dan rentang nilai) yang diberikan. Tambahan pula, ketelitian dari program ini secara numerik mencapai 0.001. Dalam menentukan model matematika yang cocok untuk optimasi, program ini akan memberikan rekomendasi berdasarkan nilai F dan R2 terbaik dari data respon yang telah diukur dan dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Terdapat lima model matematika yang diolah dalam program ini, yaitu mean, linier, quadratic, cubic, dan special cubic. Pada program optimasi menggunakan dx7, terdapat 4 tahap, yakni merancang percobaan, mengukur respon, memasukkan datanya ke dalam rancangan percobaan, analisis data, dan rekomendasi formula yang optimal. Pada tahap merancang percobaan, khususnya untuk tujuan optimasi formulasi, harus ditentukan faktor atau fungsi kendala yang mempengaruhi produk, kemudian ditentukan rentang nilainya (kuantitas masing-masing komponen dari jumlah nilai minimal hingga maksimal). Keluaran dari tahap perancangan adalah beberapa rancangan formula yang direkomendasikan untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang telah diukur, kemudian dimasukkan ke dalam program dx7. Sebelum program melakukan optimasi, ditentukan dulu respon yang akan dioptimasi beserta tujuannya, dimaksimalkan diminimalkan, berada pada rentang nilai tertentu atau tidak dioptimasi. Setelah ini, program secara otomatis akan melakukan optimasi berdasarkan data yang dimasukkan dan merekomendasikan formula baru yang paling optimal (Anonimb, 2007).
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah minyak sawit yang diperoleh dari PT. Sinar Meadow International, bahan-bahan penyalut yang digunakan adalah pektin (GENU E440 LM-104As Denmark) dan gelatin yang diperoleh dari Toko Setia Guna serta maltodekstrin dengan DE 10 merk HiCap 100 yang diperoleh dari National Park. Bahan-bahan kimia untuk analisis yang digunakan adalah heksana, metanol, 2-propanol, asetonitril, KOH, kloroform, amonium thiocianat, ferro sulfat, barium klorida, kertas whatman 42, standar beta karoten, asam asetat glasial, NaOH, kalium Iodida, natrium thiosulfat, dan pereaksi hanus. 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah plat kaca dalam ukuran (20cm x 20 cm x 2 mm), oven, thermokopel, termometer, homogenizer Ultra Turax, pemanas, chromameter (minolta CR-200), timbangan analitik, sentrifuse, desikator, spektrofotometer, destilator, perangkat soxhlet, Lovibond Tintometer, vorteks, dan alat-alat gelas (gelas piala, labu takar, gelas ukur, gelas pengaduk, tabung reaksi dan pipet mohr) serta alat-alat lain seperti sudip dan ballep.
B. METODE PENELITIAN 1. Tahap Persiapan a. Pengkajian Kondisi Pengeringan Tahap ini bertujuan untuk mengkaji peralatan pengering lapis tipis dengan menggunakan oven, sehingga dapat digunakan untuk proses pengeringan material emulsi minyak sawit merah dalam bentuk lapisan tipis dengan menggunakan plat kaca berukuran (20 cm x 20 cm x 2 mm) dan suhu pengeringan sebesar 55oC. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran suhu dan RH dalam tiap rak pada oven pengering selama ± 100 menit dengan menggunakan thermokopel untuk menentukan rak mana yang memiliki kondisi RH dan suhu yang konstan dan juga dilakukan pengukuran kecepatan udara yang masuk ke dalam oven. b. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah (Modifikasi Mardawati, 2001) Sampel CPO diinkubasi pada suhu ruang selama 1 hari sampai terjadi pemisahan fraksi semi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Fraksi olein kemudian diukur kadar karotenoidnya. Selanjutnya fraksi olein diinkubasi pada suhu 20oC selama 1 hari sampai terjadi pemisahan fraksi. Fraksi olein yang diperoleh diukur kadar karotenoidnya, setelah itu fraksi olein diinkubasi pada suhu 15oC selama 1 hari sampai terjadi pemisahan fraksi. Fraksi olein yang diperoleh kemudian diukur kadar karotenoidnya. Fraksi olein dari suhu 15oC yang disebut minyak sawit merah ini selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan mikroenkapsulat. Diagram alir proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah (Modifikasi Mardawati, 2001) c. Karakterisasi CPO dan Bahan Penyalut Karakterisasi pada CPO (Crude Palm Oil) meliputi analisis total karotenoid
(metode
spektofotometri),
beta
karoten
(metode
spektofotometri), kadar air (metode oven), bilangan asam (metode titrasi), bilangan iod (metode titrasi), dan warna (visual) yang mengacu pada syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-1992. Karakterisasi bahan penyalut yang terdiri dari pektin, gelatin, dan maltodekstrin dilakukan untuk mengetahui kadar air (metode oven), kadar abu (metode pengabuan kering), dan warna (visual) yang mengacu pada syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 60-3735-1995 dan sumber lain.
2. Penelitian Pendahuluan a. Penetapan Proses Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Pada
tahap
ini
dilakukan
penetapan
proses
pembuatan
mikroenkapsulat minyak sawit merah sehingga dapat digunakan untuk membantu menentukan rentang nilai dari masing-masing bahan baku (minyak, pektin, gelatin, dan maltodekstrin). Diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah
b. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut Tahap ini bertujuan menentukan jumlah minyak yang masih dapat ditambahkan
pada
kombinasi
bahan
penyalut
(pektin-gelatin-
maltodekstrin) sehingga dapat terbentuk emulsi yang homogen (minyak bercampur seluruhnya). Jumlah minyak yang digunakan yaitu 33.33%, 42.86%, 50%, 55.55%, 60%, dan 61.54% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 8. Jumlah minyak yang dipilih berdasarkan homogenitasnya dan kekeringan mikroenkapsulat yang dihasilkan. Tabel 8. Kisaran konsentrasi jumlah minyak sawit Bahan Penyalut (g) Minyak Sawit (g) 10 5 (33.33%) 10 7.5 (42.86%) 10 10 (50%) 10 12.5 (55.55%) 10 15 (60%) 10 16 (61.54%) Tahap ini juga digunakan untuk menentukan kisaran konsentrasi bahan penyalut seperti pektin, gelatin, dan maltodekstrin. Konsentrasi pektin yang dicoba yaitu 0%, 2.58%, 5.16%, 7.74%, 10.32%, 12.90%, 15.48%, 18.06%, dan 20.65% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 9. Komposisi total bahan penyalut ditetapkan 16 gram dengan perbandingan gelatin : maltodektrin (1 : 1). Penentuan kisaran konsentrasi pektin melalui stabilitas dan kekentalan emulsi. Tabel 9. Kisaran konsentrasi jumlah pektin Pektin (%) Gelatin (g) Maltodekstrin (g) 0 (0 g) 8 8 2.58 (0.8 g) 7.6 7.6 5.16 (1.6 g) 7.2 7.2 7.74 (2.4 g) 6.8 6.8 10.32 (3.2 g) 6.4 6.4 12.90 (4 g) 6 6 15.48 (4.8 g) 5.6 5.6 18.06 (5.6 g) 5.2 5.2 20.65 (6.4 g) 4.8 4.8
TBP (g) 16 16 16 16 16 16 16 16 16
Konsentrasi gelatin yang dicoba yaitu 0%, 5.16%, 10.32%, 15.48%, 20.65%, 25.81%, 30.97%, dan 36.13% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 10. Komposisi total bahan penyalut ditetapkan 16 gram dengan perbandingan pektin : maltodektrin (1 : 2). Penentuan kisaran konsentrasi gelatin melalui viskositas dan homogenitas emulsi. Tabel 10. Kisaran konsentrasi jumlah gelatin Gelatin (%) Pektin (g) Maltodekstrin (g) 0 (0 g) 5.33 10.67 5.16 (1.6 g) 4.8 9.6 10.32 (3.2 g) 4.26 8.54 15.48 (4.8 g) 3.73 7.47 20.65 (6.4 g) 3.2 6.4 25.81 (8 g) 2.67 5.33 30.97 (9.6 g) 2.13 4.27 36.13 (11.2 g) 1.6 3.2
TBP (g) 16 16 16 16 16 16 16 16
Konsentrasi maltodekstrin yang dicoba yaitu 10.32%, 15.48%, 23.23%, 29.39%, 33.55%, dan 38.71% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 11. Komposisi total bahan penyalut ditetapkan 16 gram dengan perbandingan pektin : gelatin (1 : 2). Penentuan kisaran konsentrasi maltodekstrin melalui pengamatan kelarutan dan kekentalan secara subjektif. Tabel 11. Kisaran konsentrasi jumlah maltodekstrin Maltodekstrin (%) Pektin (g) Gelatin (g) TBP (g) 10.32 (3.2 g) 4.26 8.54 16 15.48 (4.8 g) 3.73 7.47 16 23.23 (7.2 g) 2.93 5.87 16 29.39 (8.8 g) 2.4 4.8 16 33.55 (10.4 g) 1.87 3.73 16 38.71 (12 g) 1.33 2.67 16 Dari tahap ini akan diperoleh rentang nilai masing-masing komponen (pektin, gelatin, dan maltodekstrin) yang akan dibagi dengan bobot target formula mikroenkapsulat yang ditetapkan sebesar 25 gram. Hasil akhir merupakan persen batas maksimum dan minimum yang akan dimasukkan ke program Design Expert V.7.
3. Penelitian Utama a. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V.7 Pada tahap perancangan formula menggunakan program Design Expert V.7 dengan rancangan metode Mixture Design D-optimal, hal penting yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel, rentang nilai, dan respon yang diinginkan. Variabel yang digunakan pada formula mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah minyak sawit merah, pektin, gelatin, dan maltodekstrin. Masing-masing variable ditentukan rentang nilai konsentrasi maksimum dan minimumnya berdasarkan penelitian pendahuluan. Respon yang mempengaruhi variabel yang diukur meliputi retensi total karotenoid (%) (metode spektofotometri), retensi beta karoten (%) (metode spektofotometri), kadar air (%) (metode oven), kelarutan (%) (metode oven), warna mikroenkapsulat (+b) (metode Hunter), warna larutan (skala kuning) (metode Lovibond Tintometer), tingkat kekeringan (skala) (metode rating), kadar minyak tidak terkapsul (%) (metode ekstraksi), dan kadar minyak terkapsul (%) (metode soxhlet). b. Formulasi Mikroenkapsulat Pada tahap ini dihasilkan beberapa formula yang tergantung dari jumlah variabel yang digunakan. Formula yang memiliki leverage lebih besar dari 0.5 harus dilakukan replicate. Formula-formula yang telah diperoleh selanjutnya dibuat berdasarkan diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah yang dapat dilihat pada Gambar 7. Kemudian formulaformula tersebut diukur respon-respon yang mempengaruhinya, selanjutnya hasil pengukuran dimasukkan ke dalam program dx7 sehingga dapat dilakukan tahap analisis respon.
c. Pengamatan dan Analisis Respon Pada tahap ini dilakukan analisis pada tiap respon yang telah diuji sebelumnya dilaboratorium yang meliputi analisi retensi total karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat, warna larutan, tingkat kekeringan, minyak tidak terkapsul, dan minyak terkapsul dengan program Design Expert V.7 (dx7) Analisis pada program dx7 dilakukan dengan melihat bagian fit summary untuk menentukan model persamaan yang disarankan (suggested) oleh program. Kemudian dilihat juga bagian ANOVA untuk memastikan apakah model signifikan atau tidak. Pada tahap ini juga dapat dilihat model grafik tiap respon dalam bentuk dua dimensi (contour plot) atau tiga dimensi. d. Optimasi dengan Design Expert V.7 Optimasi dengan program ini dilakukan setelah analisis setiap respon
yang
mempengaruhi
variabel
terpenuhi.
Pada
bagian
optimizitation ditentukan kriteria yang meliputi variabel dan setiap respon yang mempengaruhi. Respon yang tidak signifikan tidak dimasukkan ke dalam tahap optimasi ini. Setelah itu ditentukan goal yang ingin dicapai meliputi maximize, minimize, target, atau in target berikut tingkat kepentingannya (importance) yang dapat dipilih dari tanda positif 1 (+) sampai positif 5 (+++++) kemudian ditentukan solusinya. Program dx7 akan menampilkan beberapa solusi (formula optimum) dengan tingkat desirability yang berbeda. Formula optimum berupa kombinasi nilai bahan baku (minyak, pektin, gelatin, dan maltodekstrin) dan nilai tiap respon (retensi total karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan, warna mikroenkapsulat, warna larutan, tingkat kekeringan, kadar minyak tidak terkapsul, dan minyak terkapsul). Formula optimum dengan desirability tertinggi cenderung dipilih tetapi dipertimbangkan juga faktor respon yang menentukan. Pada tahap ini dapat dilihat grafik dua dimensi (contour plot) atau
grafik tiga dimensi dari desirability. Dapat dilihat juga point prediction yang menampilkan prediction interval (PI) dari masing-masing respon yang diukur. Tahapan prosedur penelitian lengkap (tahap persiapan, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama) dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tahapan prosedur penelitian
C. ANALISIS 1. Bilangan Iod, Metode Titrasi (Apriyantono et al., 1989) Sampel minyak ditimbang sebanyak 0,5 gram dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml pereaksi hanus. Kemudian didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, tambahkan kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga warna hampir hilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Titrasi kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung dengan rumus sebagai berikut: (titer blanko − titer sampel) x Normalitas Na 2S2 O 3 x 12.69 Bilangan Iod = berat sampel (gram)
2. Penentuan Asam Lemak Bebas Sebagai Asam Palmitat, Metode Titrasi (SNI, 1995) Sampel minyak ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu ditambahkan alkohol 95% dan panaskan sampai mendidih dalam penangas air sambil diaduk. Tambahkan indikator penolpthalein 1% 1-2 tetes. Kemudian dititrasi dalam keadaan panas dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 10 detik. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai berikut: Asam Lemak Bebas =
(titer sampel − titer blanko) x NormalitasNaOH x 2,56 Berat sampel(g)
3. Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC, 1995) Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap kemudian diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550oC sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Cara perhitungan kadar abu total :
adar abu =
Bobot abu (g) x 100 % Bobot sampel (g)
4. Penetapan Rendemen, Metode Gravimetri (AOAC, 1970) Rendemen mikroenkapsulat merupakan rasio antara bahan setelah diproses dengan bahan sebelum diproses dikalikan 100%. Penetapan rendemen berdasarkan rumus : Rendemen (%) =
Berat mikroenkapsulat (g) x 100 % Berat bahan pembuat mikroenkapsulat (g)
5. Karotenoid, Metode spektrofotometri (Apriyantono et al., 1989) Satu gram sampel ditimbang ke dalam labu takar 50 ml. Kemudian ditepatkan hingga tanda tera dengan heksana. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0.700. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 446 nm dengan kuvet (lebar 1 cm). Konsentrasi
karotenoid
dalam
sampel
minyak
sawit
dihitung
menggunakan nilai E1% (1 cm) = 2600, yaitu absorbansi dari 1 % larutan karotenoid dari minyak sawit (10 mg/ml atau
g/ l) pada panjang
gelombang 446 nm menggunakan kuvet 1 cm dengan pelarut heksana. Konsentrasi karotenoid (ppm) = Keterangan : A fp V W E1% 1 cm
10 mg/ml x A x fp x V x 1000 ug/mg E1% 1cm x W
= nilai serapan sampel pada 446 nm = faktor pengenceran = volume sampel yang diukur (ml) = bobot sampel yang dianalisis (g) = koefisien absorbansi
6. Beta-karoten, Metode Spektrofotometri (AOAC, 1993) Sebanyak 5 gram sampel minyak merah ditambah dengan 40 ml aseton dan 60 ml heksana serta 0.1 MgCO3 kemudian diaduk selama 5 menit. Residu disaring dan dicuci dengan 2 x 25 ml aseton dan 1 x 25 ml heksana. Semua hasil saringan digabung setelah itu cuci aseton atau ambil lapisan heksana dengan 5 x 100 ml H2O kemudian pindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan sampai tanda tera dengan heksana. Ukur absorbansi pada 436 nm lalu buat kurva standar dengan larutan beta karoten murni.
C beta -karoten (mg/kg) =
(A x 454) x 2.2 196 x LW
Keterangan : A = Absorbansi sampel L = Panjang/lebar kuvet dalam cm, misal 1 cm W = Gram sampel/ml pengenceran akhir C x 1667 = units/kg
7. Kadar air, Metode Oven (AOAC, 1995) Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : B-C Kadar air = x 100 % B-A Keterangan : A = berat cawan kosong B = berat cawan + berat sampel sebelum dikeringkan C = berat cawan + berat sampel setelah dikeringkan
8. Kelarutan, Metode Oven (Fardiaz et al., 1992) Pengukuran kelarutan dihitung berdasarkan pada persentase berat residu yang tidak dapat melalui kertas saring “whatman 42” terhadap berat contoh bahan yang digunakan. Sebanyak 0.75 gram bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml air destilata dan disaring dengan penyaring vakum. Kertas saring sebelum digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 105oC sekitar 30 menit lalu ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring berserta residu bahan dikeringkan kembali dalam oven pada 105oC kurang lebih tiga jam, dinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Kelarutan = (1 −
c−b ) ×100% 100 − %ka xa 100
Keterangan :
a = b = c = ka =
berat contoh yang digunakan berat kertas saring berat kertas saring + residu kadar air contoh
9. Warna mikroenkapsulat, Metode Hunter (Hutching, 1999) Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a dan nilai b terhadap sampel. Nilai L (Lightness) menyatakan parameter kecerahan yang mempunyai nilai dari 0-100 (hitam-putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai -a dari -80-0 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b dari -70-0 untuk warna biru.
10. Warna Larutan, Metode Lovibond tintometer Larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan ditempatkan pada alat. Selanjutnya dilakukan setting alat sampai diperoleh garis pembatas tepat pada perpotongan diagonal secara jelas. Parameter yang diperoleh adalah proporsi nilai R (red), Y (yellow), dan B (blue).
11. Tingkat Kekeringan (Berminyak atau tidak berminyak), Metode Rating Atribut Tingkat Dryness-Oily (Meilgaard et al., 1999) Penerimaan konsumen terhadap produk mikroenkapsulat dilakukan melalui pengujian organoleptik dengan uji hedonik menggunakan metode
rating. Bahan disajikan secara acak. Panelis diminta menilai tingkat kekeringan terhadap produk dengan skala 1 sampai 4 (kering-berminyak).
12. Kadar Lemak Tidak Terkapsulkan, Metode Ekstraksi (Shahidi, 1997) Labu lemak dan erlenmeyer dikeringkan dalam oven 105-110oC sampai benar-benar kering lalu didinginkan dalam desikator. Setelah dingin erlenmeyer dan labu lemak ditimbang. Sampel (ws) ditimbang ke dalam erlenmeyer yang telah diketahui beratnya (we1) sebanyak ± 1-3 gram berat kering. Sampel kemudian dicuci dengan menggunakan heksana sebanyak ± 20 ml selama sekitar 1 menit. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu lemak yang telah diketahui beratnya (wl1). Pencucian diulang sampai 3 kali. Mikrokapsul yang tertahan dalam kertas saring disisihkan untuk analisa kadar minyak dalam kapsul. Heksana yang ada dalam labu lemak didestilasi dan kemudian dikeringkan dalam oven selama satu jam, demikian juga dengan erlenmeyer yang digunakan untuk mencuci. Erlenmeyer dan labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah mencapai suhu ruang erlenmeyer (we2) ditimbang demikian juga dengan labu lemak (wl2). Kadar lemak yang tak terkapsulkan dihitung dengan rumus berikut : Kadar lemak tidak terkapsul =
wl2 − wl1 x 100% ws
13. Kadar Minyak dalam Mikrokapsul, Metode Soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Labu dikeringkan dalam oven dan kemudian didinginkan dalam desikator lalu labu lemak ditimbang (wl1) dan sampel yang belum dicuci juga ditimbang (ws). Kemudian sampel yang akan dianalisa kadar lemak dalam mikrokapsul dibungkus dengan menggunakan kertas saring. Sampel kemudian diekstrak menggunakan soxhlet dengan menggunakan heksana sebagai pelarut selama ± 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan destilasi. Labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven ± 3 jam. Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (wl2). Kadar minyak dalam mikrokapsul dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar minyak dalam mikrokapsu l =
wl2 - wl1 x 100% ws - (we2 - we1)
Keterangan : Wl1 Wl2 Ws We1 We2
: : : : :
berat labu lemak kosong berat labu lemak dan minyak yang terkapsulkan berat sampel sebelum dicuci berat erlenmeyer bersih berat erlenmeyer dan sampel yang tertinggal
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TAHAP PERSIAPAN 1. Pengkajian Kondisi Pengeringan Penelitian pada tahap ini dilakukan untuk mengkaji pengeringan mikroenkapsulat. Menurut Desai and Park (2005), proses atau teknik yang biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi menggunakan teknik
spray drying, fluidized-bed coating, ekstrusi, liopilisasi, koarsevasi, sentrifugal ekstrusi, liposome entrapment, dan inclusion complexation. Akan tetapi, penggunaan teknik mikroenkapsulasi tersebut di rasa cukup kompleks dan mahal, sehingga membutuhkan penggunaan alat yang khusus dan biaya yang cukup besar. Teknik mikroenkapsulasi yang paling banyak digunakan dalam industri yaitu teknik spray drying dan ekstrusi. Namun teknik ini juga terbatas sehubungan dengan adanya kehilangan (loss) yang tinggi terutama untuk komponen senyawa dengan berat molekul rendah seperti flavor. Produk akhir yang dihasilkan bersifat porous, sehingga cenderung untuk terjadi reaksi kimia seperti oksidasi. Teknik ini juga memiliki kelebihan, yaitu kemampuan melindungi bahan inti dan penggunaan bahan penyalut yang bervariasi. Sehubungan dengan penggunaan alat pengering seperti spray dryer dan ekstrusi memiliki berbagai kelemahan terutama dalam operasionalnya menggunakan tekanan dan suhu tinggi yang dapat merusak komponen bahan pangan yang sensitif serta membutuhkan asupan energi dan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu melalui penelitian ini akan dimodifikasi alat pengering mikroenkapsulat dengan menggunakan alat pengering yang sederhana yaitu menggunakan alat pengering lapis tipis
(Thin layer drying) yang terdiri dari plat kaca berukuran (20cm x 20 cm x 2 mm) dan oven pengering. Prinsip pengeringan alat ini adalah dengan pembuatan lapisan tipis pada permukaan kemudian dikeringkan berdasarkan pindah panas secara konduksi atau konveksi melalui permukaan plat. Kelebihan metode thin
layer drying berdasarkan penelitian oleh Nurhasanah (2005) yaitu :
komsumsi energi yang rendah, efisiensi pengeringan yang tinggi, dan tidak merusak komponen dari bahan yang sensitif terhadap panas karena menggunakan suhu yang rendah (< 60 oC). Dalam penelitian ini dikaji kondisi pengeringan lapis tipis menggunakan oven pengering dengan plat kaca sebagai media pindah panas secara konduksi dan konveksi dengan suhu <60oC. Berdasarkan hasil pengukuran nilai suhu dan RH dengan menggunakan termokopel di dalam oven pada 5 rak oven pengering selama lebih dari 100 menit diperoleh bahwa rak yang memiliki nilai suhu dan RH yang stabil adalah oven pengering rak 5, sehingga pengeringan akan dilakukan pada rak ini agar kondisi pengeringannya stabil yaitu pada suhu 55oC. Gambar 9 menunjukkan rak pada oven pengering dan grafik hubungan suhu dan RH terhadap waktu pada oven rak 5. Nilai pengukuran grafik suhu dan RH untuk masing-masing rak dapat dilihat pada lampiran 16. Kecepatan udara masuk yang diukur dengan anemometer menunjukkan angka 0.4 m/s.
(a)
(b)
Gambar 9. (a) Rak oven pengering, (b) Grafik hubungan suhu, RH dan waktu pada rak 5. 2. Fraksinasi Bertahap Pada Suhu Rendah Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (Crude Palm Oil). CPO dipilih sebagai bahan baku karena belum mengalami proses pemurnian. Proses pemurnian seperti tahap pemucatan (bleaching) biasanya berlangsung pada suhu tinggi. Hal ini
akan menyebabkan kerusakan karotenoid yang mudah teroksidasi pada suhu tinggi. Oleh karena itu, dengan menggunakan CPO diharapkan kandungan karotenoidnya masih cukup tinggi. Minyak sawit kasar (CPO) yang diperoleh dari PT. Sinar Meadow mengandung total karoten awal sebesar 497.58 ppm. Untuk meningkatkan kandungan total karotenoid pada CPO dilakukan proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah. Fraksinasi
dilakukan secara bertingkat
dengan suhu ruang, 20oC, dan 15oC selama masing-masing 24 jam sehingga akan diperoleh fraksi stearin dan olein. Fraksi olein yang diperoleh pada tiap perlakuan suhu diukur total karotennya. Fraksinasi pada suhu 15oC menghasilkan total karoten sebesar 606.12 ppm atau meningkat sebesar 21.58% dari total karotenoid awal. Tabel 12 menunjukkan peningkatan total karoten minyak CPO fraksi olein melalui proses fraksinasi bertahap pada suhu rendah.
Tabel 12. Peningkatan total karoten dengan fraksinasi Suhu Fraksinasi Total Karoten (ppm) Suhu kamar
498.52
20 oC
603.45
15 oC
606.12
Proses fraksinasi dijelaskan oleh Winarno (1991) dengan mekanisme dimana lemak didinginkan sehingga menyebabkan hilangnya panas dan memperlambat gerakan molekul. Jarak antar molekul menjadi lebih kecil. Pada jarak tertentu terjadi gaya vander walls dimana radikal asam lemak saling bertumpuk membentuk kristal yang spesifik tergantung jenis asam lemaknya dan terjadilah pemisahan. Fraksi kristal yang diperoleh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi daripada fraksi cair (Moran dan Rajah, 1994). Proses fraksinasi ini memisahakan antara fraksi olein (fraksi cair) dan fraksi stearin (fraksi semi padat). Selanjutnya fraksi olein hasil fraksinasi CPO yang berwarna kuning sampai jingga ini disebut minyak sawit merah dan digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan mikroenkapsulat pada penelitian ini.
3. Karakterisasi CPO dan Bahan Penyalut Karakterisasi CPO dilakukan untuk mengetahui kualitas CPO yang digunakan yang mengacu pada syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI 012901-1992 dan sumber lain yang menetapkan spesifikasi mutu minyak sawit. Pada penelitian ini bahan baku CPO dianalisis mutunya sesuai spesifikasi yang ditunjukkan pada tabel 13.
Tabel 13. Spesifikasi mutu minyak sawit No. Karakteristik Satuan Persyaratan Kuning jingga sampai a 1. Warna kemerahmerahan a 2. Kadar air (b/b) % maks. 0.45
Hasil Analisis Kuning jingga sampai kemerahmerahan 0.09
4.
Asam Lemak Bebas (sebagai asam palmitat)a Bilangan Iod b
5.
Total Karotenoidc
ppm
500-700
606.12
6.
Beta Karoten
ppm
-
299.88
3.
%
maks. 5.0
1.96
g Iod/100g
48-56
48.90
Sumber : a SNI (1992) ; b Sonntag (1979);
c
Choo et al., (1989)
Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu zat warna alamiah dan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah (Ketaren, 1986). Warna CPO yang digunakan sebagai bahan baku penelitian diuji secara visual setelah terlebih dahulu dikocok. Berdasarkan pengamatan, CPO yang berasal dari PT. Sinar Meadow berwarna kuning jingga kemerahan berbentuk cair agak kental. Hal ini sesuai dengan syarat mutu dalam SNI 01-2901-1992 yang menyebutkan bahwa warna minyak sawit adalah kuning jingga sampai kemerah-merahan. Warna kuning jingga kemerahan pada minyak sawit berasal dari pigmen karotenoid yang terkandung cukup tinggi dalam minyak sawit yaitu 500-700 ppm (Choo et
al., 1989). Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam minyak yang menentukan mutu sampel minyak. Semakin rendah kadar air, maka kualitas minyak tersebut semakin baik. Hal ini dikarenakan, adanya air
dalam minyak dapat memicu reaksi hidrolisis yang menyebabkan penurunan mutu minyak. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven biasa berdasarkan prosedur dalam SNI 01-0016-1998. Kadar air CPO yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.09%. Nilai kadar air ini masih berada di bawah nilai kadar air dalam syarat mutu SNI 01-2901-1992 yaitu maksimum 0.45%. Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak yang berasal dari proses hidrolisis minyak atau karena proses pengolahan yang kurang baik. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan minyak atau lemak dengan basa seperti KOH atau NaOH. Bilangan asam yang tinggi menunjukkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak pun tinggi. Semakin tinggi bilangan asam semakin rendah kualitas minyak. Pengukuran kadar asam lemak pada CPO dihitung dalam bentuk asam palmitat karena merupakan asam lemak yang paling dominan pada CPO. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai asam lemak bebas bahan baku CPO pada penelitian ini adalah sebesar 1.96%. Nilai asam lemak bebas sampel masih berada di bawah nilai asam lemak bebas yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-1992, yaitu maksimum 5%. Bilangan
iod
menunjukkan
profil
ikatan
rangkap/derajat
ketidakjenuhan sampel minyak. Gliserida tidak jenuh minyak akan mengabsorbsi sejumlah iod sehingga menjadi gliserida jenuh. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar, sehingga menghasilkan bilangan iod yang lebih tinggi pula. Minyak sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, terutama dalam bentuk asam oleat. Asam lemak ini adalah kedua yang terbesar (39-45%) dalam minyak sawit setelah asam palmitat (40-46%) (Ketaren, 1986). Bilangan iod yang diperoleh pada sampel adalah 48.90 g Iod/100g. Nilai ini masih mendekati rentang nilai
bilangan iod minyak sawit kasar pada umumnya, yaitu 48-56 g Iod/100g (Sonntag, 1979). Kandungan karotenoid pada sampel cukup tinggi, yaitu 606.12 ppm, sedangkan kandungan beta karoten sebesar 299.88 ppm. Beta karoten merupakan komponen terbanyak dalam senyawa karotenoid. Namun nilai ini semakin berkurang dengan semakin lamanya sampel disimpan. Penurunan nilai karotenoid maupun beta karoten pada sampel dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan sampel. Sampel yang disimpan dalam suhu rendah dan terhindar dari cahaya mengalami penurunan karotenoid yang lebih kecil daripada yang disimpan pada suhu kamar dan terkena cahaya. Hal ini disebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi oleh cahaya dan suhu. Selain itu, varietas kelapa sawit juga mempengaruhi banyaknya kandungan karotenoid di dalam minyak sawit. Kandungan karotenoid pada CPO rata-rata 500-700 ppm (Ketaren, 1986). Hal ini berarti, minyak sawit yang digunakan masih berada dalam rentang nilai yang disyaratkan. Minyak sawit merah yang digunakan terlihat pada Gambar 10 dibawah ini.
Gambar 10. Minyak sawit merah (fraksi cair) Bahan-bahan penyalut yang digunakan dianalisis mutunya seperti terlihat pada tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Hasil analisis mutu bahan penyalut Hasil Analisis Karakteristik Pektin Gelatin Warna Kecoklatan Tidak berwarna Bau/rasa Normal Normal Kadar air (%b/b) 6.82 10.30 Kadar abu (%b/b) 1.21 1.34
Maltodekstrin Putih 6.92 0.14
Berdasarkan tabel 14 diatas bahan-bahan penyalut yang digunakan layak untuk digunakan sebagai bahan penyalut karena baik pektin, gelatin maupun maltodekstrin memiliki karakteristik yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Bersasarkan analisis yang telah dilakukan pektin memiliki warna kecoklatan dan bau/rasa yang normal sedangkan kadar airnya 6.82% dan kadar abu 1.21%. Menurut anonima (1979), pektin memiliki kadar air maksimum 12% dan kadar abu maksimum 10%. Karakteristik gelatin berdasarkan analisis di laboratorium yaitu tidak berwarna dan bau/rasa yang normal, sedangkan kadar airnya 10.30% dan kadar abu 1.34%. Angka ini sesuai dengan persyaratan dari SNI (1995), yaitu gelatin tidak berwarna, memiliki bau/rasa yang normal sedangkan kadar air maksimum gelatin 16% dan kadar abunya maksimum 3.25%. Analisis maltodekstrin di laboratorium menunjukkan warna putih, kadar air 6.92% dan kadar abu 0.14%. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992), maltodekstrin memilki warna putih sampai kekuningan, kadar air maksimum 11% dan kadar abu maksimum 0.5%.
B. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah didahului dengan pembuatan emulsi dari campuran bahan-bahan penyalut dan air yang telah ditetapkan jumlahnya yaitu sebesar 87.5 ml. Campuran ini kemudian dipanaskan sampai meleleh sambil diaduk sehingga dihasilkan emulsi yang agak homogen. Kemudian didinginkan sampai suhu sekitar 45oC, setelah itu dihomogenisasi dengan homogenizer Ultra Turax berkecepatan 1100 rpm selama 1 menit agar campuran bahan penyalut lebih homogen dari sebelumnya. Langkah selanjutnya yaitu penambahan minyak sawit merah sedikit demi sedikit ke dalam campuran bahan sambil dihomogenisasi pada kecepatan 1200 rpm selama 3 menit. Pemanasan bertujuan untuk melarutkan setiap bahan penyalut dalam air sehingga dapat terjadi interaksi antar tiap bahan. Hal ini juga dilakukan karena gelatin benar-benar larut dalam air pada suhu 71.1oC. Pengadukan
berfungsi untuk mencegah terjadinya kegosongan saat dilakukan pemanasan bahan hingga meleleh. Proses pendinginan dilakukan untuk mencegah rusaknya karotenoid saat minyak sawit merah dimasukkan pada tahap homogenisasi karena karotenoid mulai rusak pada suhu 60oC. Penambahan kecepatan putar homogenizer bertujuan untuk memperkecil ukuran globula minyak agar globula minyak lebih mudah terselaputi oleh larutan bahan penyalut. Sedangkan proses penambahan minyak sedikit demi sedikit bertujuan agar lebih banyak minyak yang terperangkap sehingga semakin banyak minyak yang teselaputi oleh bahan penyalut. Homogenasi dengan kecepatan 1200 rpm selama 3 menit bertujuan untuk menghindari kenaikan suhu berlebih yang dapat mempengaruhi emulsi dan juga menghindari kerusakan karotenoid minyak sawit merah selama proses homogenasi. Emusi minyak (fase terdispersi) dan air (fase kontinyu ) terbentuk karena adanya bahan penyalut di dalam campuran. Gelatin yang digunakan sebagai bahan penyalut berfungsi sebagai emulsifier, pektin bertindak sebagai pengental, sedangkan maltodekstrin untuk membantu kelarutan di dalam air. Untuk berfungsi sebagai emulsifier, maka suatu bahan harus memiliki permukaan aktif (surface active), karena bagian inilah yang berikatan dengan interfase (antar permukaan) minyak-air. Gelatin mengandung protein yang merupakan suatu molekul berpermukaan aktif. Disamping itu, molekul protein juga mengandung bagian yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik. Pada permukaan emulsi, protein akan terserap pada interfase minyak-air sehingga menurunkan tegangan permukaan sistem emulsi. Selain itu, emulsifier juga bertindak sebagai barier/penghalang bagi droplet-droplet minyak yang ada di dalam sistem sehingga tidak saling menyatu. Gelatin yang memiliki permukaan aktif juga akan berikatan dengan pektin melalui jembatan gugus karboksil bebas, sedangkan maltodekstrin yang merupakan produk turunan pati akan membantu memperangkap minyak dan mempermudah kelarutan dalam air. Menurut Hoefler (2004), pati dengan konsentrasi tinggi (biasanya 10%) akan
cenderung membentuk enkapsulat atau memerangkap molekul flavor lebih baik dari gum. Emulsi yang stabil dapat diperoleh dengan melakukan pengadukan terhadap kedua fase. Dengan menggunakan homogenizer, droplet-droplet kecil minyak akan terbentuk dan selanjutnya terselaputi oleh bahan penyalut. Homogenisasi akan meningkatkan luas permukaan dropletdroplet minyak sehingga semakin banyak yang terselaputi oleh bahan penyalut. Emulsi minyak sawit merah yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam plat kaca dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm, dan tebal 2 mm. Selanjutnya, emulsi minyak sawit yang telah dibentuk menjadi lapisan tipis pada plat kaca kemudian dikeringkan pada oven pengering dengan suhu 55oC selama 20 jam dengan kecepatan udara keluar 0.7 m/s. Ketebalan lapisan bahan berpengaruh terhadap laju difusi air untuk menguap. Jika terlalu tebal maka permukaan bagian atas bahan lebih cepat mengering sedangkan bagian bawah masih basah. Hal ini terjadi karena difusi air dari bagian bawah terhambat oleh bahan yang sudah mengering dibagian permukaan. Dengan demikian lapisan emulsi yang dikeringkan harus tipis sehingga memungkinkan difusi dari air dari bagian bawah tidak terhambat oleh bahan emulsi yang mengering di bagian atasnya. Oleh karena itu digunakan plat kaca dengan tebal 2 mm. Plat kaca ini digunakan sebagai tempat melekatkan emulsi minyak sawit sekaligus sebagai media pindah panas. Pemilihan plat kaca sebagai media pengeringan yaitu agar terjadi pindah panas yang lebih baik. Hal ini didasarkan atas sifat kaca yang baik untuk melekatkan emulsi dan tidak menyebabkan terjadinya oksidasi terhadap karotenoid minyak sawit merah yang dienkapsulasi. Ini disebabkan
kaca
tidak
mengandung
katalis
logam
yang
dapat
mempercepat reaksi oksidasi karotenoid. Tahap mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang mempengaruhi karotenoid selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara maupun perubahan struktur oleh panas.
Panas akan mendekomposisi karotenoid dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer
mengalami
perubahan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 11. Tahap mikroenkapsulasi (a) Emulsi minyak dan bahan penyalut; (b) lapisan emulsi kering ; (c) mikroenkapsulat 2. Penentuan Kisaran Jumlah Minyak dan Bahan Penyalut Berdasarkan pengamatan, kisaran jumlah minyak ditambahkan ke dalam campuran bahan penyalut adalah 33.33%-61.54% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 15. Nilai ini masih menghasilkan emulsi yang homogen dan warna mikroenkapsulat yang kuning akan tetapi mikroenkapsulat yang dihasilkan setelah pengeringan dengan thin layer drying agak berminyak pada penambahan minyak sebanyak 15 gram atau 60% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat.
Tabel 15. Penentuan kisaran jumlah minyak BP (g) Minyak (g) Emulsi Warna 10 5 (33.33%) Homogen kuning (+) 10 7.5 (42.86%) Homogen kuning (++) 10 10 (50%) Homogen kuning (+++) 10 12.5 (55.55%) Homogen kuning (+++) 10 15 (60%) Homogen kuning (+++) Tidak 10 16 (61.54%) homogen kuning (+++)
Mikroenkapsulat Kering Kering Kering Kering Agak berminyak Basah
Konsentrasi pektin, gelatin, dan maltodekstrin diperoleh berdasarkan hasil uji coba dilaboratorium. Interval nilai pektin 5.16%-18.06% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 16. Penambahan pektin pada rentang nilai ini menghasilkan emulsi yang stabil dan kental.
Tabel 16. Penentuan kisaran jumlah pektin Pektin (%) Viskositas (mPas) 0 (0 g) 20 2.58 (0.8 g) 90 5.16 (1.6 g) 187.5 7.74 (2.4 g) 310 10.32 (3.2 g) 650 12.90 (4 g) 1430 15.48 (4.8 g) 2300 18.06 (5.6 g) 4500 20.65 (6.4 g) 7400 (sangat kental)
Stabilitas Tidak stabil Tidak Stabil stabil stabil stabil stabil stabil stabil stabil
Rentang nilai gelatin adalah 5.16%-30.97% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat yang digunakan seperti yang dilihat pada tabel 17. Penambahan gelatin pada nilai ini menghasilkan emulsi yang homogen dan kental sehingga masih memungkinkan untuk dibuat lapisanya pada plat kaca. Bila penambahan pektin atau gelatin kurang dari rentang nilai yang telah didapatkan akan dihasilkan emulsi yang tidak kental atau encer, sedangkan jika lebih dari rentang nilai yang telah didapatkan akan terbentuk emulsi yang sangat kental sehingga menyulitkan saat dilakukan pembentukan lapisan emulsi pada plat kaca.
Tabel 17. Penentuan kisaran jumlah gelatin Gelatin (%) Viskositas (mPas) 0 (0 g) 87.5 5.16 (1.6 g) 150 10.32 (3.2 g) 400 15.48 (4.8 g) 695 20.65 (6.4 g) 1520 25.81 (8 g) 4400 30.97 (9.6 g) 6200 36.13 (11.2 g) 8900 (sangat kental)
Homogenitas Emulsi Tidak Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
Rentang nilai maltodekstrin yaitu 15.48%-33.55% dari komposisi total bobot formula mikroenkapsulat seperti dapat dilihat pada tabel 18. Penambahan
maltodekstrin
pada
rentang
nilai
ini
menghasilkan
mikroenkapsulat yang lebih mudah larut dalam air (secara visual dan subjektif) serta emulsi yang homogenitas.
Tabel 18. Penentuan kisaran jumlah maltodekstrin Maltodekstrin (%) Kelarutan Homogenitas Emulsi 10.32 (3.2 g) ++ Homogen 15.48 (4.8 g) +++ Homogen 23.23 (7.2 g) +++ Homogen 29.39 (8.8 g) +++ Homogen 33.55 (10.4 g) +++ Homogen 38.71 (12 g) +++ Homogen Rentang nilai masing-masing komponen (minyak, pektin, gelatin, dan maltodekstrin) dibagi dengan bobot target formula mikroenkapsulat yang ditetapkan sebesar 25 gram seperti dapat dilihat pada tabel 19. Hasil akhir merupakan batas maksimum dan minimum yang akan dimasukkan ke program Design Expert V.7.
Tabel 19. Penentuan batas maksimum dan minimum bahan baku Bahan Baku Rentang nilai Batas Max-min (gr) (%) Minyak 10-15 40-60 Pektin 2-6 8-24 Gelatin 2-10 8-40 Maltodekstrin 4.5-10.5 18-42
B. PENELITIAN UTAMA 1. Perancangan Formula Menggunakan Program Design Expert V.7 Rancangan metode yang digunakan pada program Design Expert V.7 (dx7) adalah Mixture Design D-optimal. Rancangan ini digunakan karena sesuai dengan faktor perlakuan pada penelitian ini, yaitu perlakuan pencampuran komponen yang diubah-ubah untuk memperoleh respon yang diinginkan. Pada tahap ini, hal penting yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel (komponen), rentang nilai, dan respon yang diinginkan. Variabel yang digunakan pada formula mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah minyak sawit merah, pektin, gelatin, dan maltodekstrin. Rentang nilai yang digunakan berdasarkan penelitian pendahuluan. Batas maksimum dan minimum yang diperoleh dikonversi secara otomatis oleh program dx7 seperti dapat dilihat pada tabel 20. Respon yang digunakan adalah retensi total karotenoid (%), retensi beta karoten (%), kadar air (%), kelarutan (%), warna mikroenkapsulat (+b), warna larutan (skala kuning), tingkat kekeringan (skala), kadar minyak tidak terkapsul (%), dan kadar minyak terkapsul (%).
Tabel 20. Konversi interval komponen bahan baku mikroenkapsulat Awal (%) Aktual (%) Komponen Batas bawah Batas atas Batas bawah Batas atas Minyak Maltodekstrin Gelatin Pektin
40 18 8 8
60 42 40 24
40 18 8 8
60 42 34 24
2. Formulasi Mikroenkapsulat Berdasarkan tahap perancangan formula menggunakan program dx7 dihasilkan 20 formula dan terdapat 5 formula yang memiliki nilai leverage mendekati lebih besar dari 0.5. Menurut rekomendasi program dx7, formula dengan nilai leverage tersebut sebaiknya dilakukan duplicate sehingga total formula hasil menjadi 25 buah seperti dapat dilihat pada
tabel 21. Bila proses duplicate tidak dilakukan maka model akan cenderung tidak signifikan.
Tabel 21. Hasil duplicate formula dengan nilai leverage < 0.5 Run Leverage Run Leverage 1 0.4928 1 0.4010 2 0.4685 2 0.4652 3 0.4685 3 0.4652 4 0.4411 4 0.4340 5 0.3697 5 0.2921 6 0.3484 6 0.2966 7 0.4359 7 0.4180 8 0.4359 8 0.4167 9 0.4359 9 0.4167 10 0.4833 10 0.4805 11 0.4833 11 0.4805 12 0.4411 12 0.4340 13 0.6109 13 0.3631 14 0.4359 14 0.4180 15 0.7437 15 0.4210 16 0.4347 16 0.3216 17 0.4072 17 0.3077 18 0.6759 18 0.3977 19 0.6891 19 0.3920 20 0.6982 20 0.4022 21 0.3920 22 0.3977 23 0.4210 24 0.3631 25 0.4022 Selanjutnya ke 25 formula mikroenkapsulat minyak sawit merah dibuat sesuai dengan diagram alir yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil rancangan formula dapat dilihat pada tabel 22, sedangkan gambar setiap formula/run mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 18a-18c. Kedua puluh lima formula tersebut kemudian diukur respon retensi total karotenoid (%), retensi beta karoten (%), kadar air (%), kelarutan (%), warna mikroenkapsulat (+b), warna larutan (skala kuning), tingkat kekeringan (skala), kadar minyak tidak terkapsul (%), dan kadar minyak terkapsul (%).
Tabel 22. Rancangan formula mikroenkapsulat minyak sawit merah (dx7) Run Minyak (A) Maltodekstrin (B) Gelatin (C) Pektin (D) (%) (%) (%) (%) 1 40.000 18.000 26.000 16.000 2 40.000 18.000 34.000 8.000 3 40.000 18.000 34.000 8.000 4 50.000 18.000 24.000 8.000 5 40.000 29.600 15.600 14.800 6 50.000 18.000 16.400 15.600 7 50.000 18.000 8.000 24.000 8 60.000 24.000 8.000 8.000 9 60.000 24.000 8.000 8.000 10 40.000 42.000 8.000 10.000 11 40.000 42.000 8.000 10.000 12 50.000 18.000 24.000 8.000 13 48.667 28.667 8.000 14.667 14 50.000 18.000 8.000 24.000 15 40.000 30.000 22.000 8.000 16 48.400 28.800 14.800 8.000 17 40.000 35.000 8.000 17.000 18 40.000 28.000 8.000 24.000 19 40.000 18.000 18.000 24.000 20 60.000 18.000 8.000 14.000 21 40.000 18.000 18.000 24.000 22 40.000 28.000 8.000 24.000 23 40.000 30.000 22.000 8.000 24 48.667 28.667 8.000 14.667 25 60.000 18.000 8.000 14.000 3. Pengamatan dan Analisis Respon a. Retensi Total Karotenoid Analisis terhadap katotenoid bertujuan untuk mengetahui seberapa besar total karotenoid yang masih dapat dipertahankan selama proses mikroenkapsulasi. Alat yang digunakan untuk mengetahui
total
karotenoid
dalam
mikroenkapsulat
adalah
spektofotometer dengan panjang gelombang 446 nm. Menurut Simpson et al. (1987), komponen karotenoid memiliki sifat penyerapan panjang gelombang tertentu. Pada pelarut yang berbeda, karotenoid akan menyerap panjang gelombang yang berbeda secara
maksimum. Sifat penyerapan ini dijadikan dasar untuk menentukan jumlah karotenoid secara spektrofotometri. Minyak sawit merah (fraksi olein) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil fraksinasi minyak kelapa sawit yang berwarna kuning sampai jingga. Berdasarkan pengukuran terhadap bahan baku minyak sawit merah ternyata mengandung total karotenoid sebesar 606.12 ppm. Menurut Naibaho (1983), minyak sawit merah pada umumnya mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm. Penurunan nilai karotenoid pada sampel dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan sampel. Sampel yang disimpan dalam suhu rendah dan terhindar dari cahaya mengalami penurunan karotenoid yang lebih kecil daripada yang disimpan pada suhu kamar dan terkena cahaya. Hal ini disebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi oleh cahaya dan suhu. Selain itu, varietas kelapa sawit juga mempengaruhi banyaknya kandungan karotenoid di dalam minyak sawit. Komponen karotenoid ini mudah mengalami kerusakan sehingga keberadaannya perlu dilindungi, yaitu dengan teknik mikroenkapsulasi melalui bahan-bahan penyalut yang digunakan seperti pektin, gelatin, dan meltodekstrin. Nilai retensi merupakan nilai perbandingan antara kadar karotenoid yang terdapat
di dalam
minyak setelah menjadi
mikroenkapsulat dengan kandungan karoten awal minyak sebelum mengalami proses mikroenkapsulasi dikali seratus persen. Hasil nilai respon retensi total karotenid pada mikroenkapsulat dari rendah ke tinggi yaitu 33.33% (202.0059 ppm) hingga 70.75% (428.8286 ppm). Nilai rata-rata dari respon retensi total karotenoid adalah 44.28% (268.3649 ppm) dengan standar deviasi 9.59. Nilai retensi total karotenoid terendah berasal dari run 1 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Nilai retensi total karotenoid tertinggi berasal dari run 25 yang menggunakan minyak sawit merah 60%, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%. Hasil analisis retensi total karotenoid dapat
dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 4. Persamaan polinomial untuk respon retensi total karotenoid adalah sebagai berikut :
Retensi total karotenoid = 12.89667 x A + 26.11798 x B + 18.90846 x C + 37.63221 x D – 0.83960 x AB – 0.66199 x AB – 1.06053 x AD – 1.04047 x BC – 1.70526 x BD – 0.62561 x CD + 0.025558 x ABC + 0.039809 x ABC + 0.012906 x ACD + 0.001740 x BCD Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai retensi total karotenoid
dipengaruhi
oleh
4
komponen
berupa
minyak,
maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Respon retensi total karotenoid akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, gelatin, pektin, interaksi minyak-maltodekstrin-gelatin, interaksi minyakmaltodekstrin-pektin, interaksi minyak-gelatin-pektin, dan peningkatan interaksi maltodekstrin-gelatin-pektin yang ditandai konstanta bernilai positif (+). Peningkatan retensi total karotenoid sangat ditentukan oleh kehadiran pektin, hal ini terlihat dari konstanta pektin yang paling besar yaitu 37.63221. Menurut Anonimc (2007), pektin berfungsi sebagai pembentuk gel, pengental, dan stabilizer dalam makanan. Gel pektin terbentuk dari jaringan tiga dimensi dengan zona reaktif antara rantai pektin (bonding zones). Pektin digunakan sebagai bahan pengental karena memiliki efek koagulasi yang berasal dari kemampuan mengikat air yang tinggi dari molekul pektin yang besar. Pektin digunakan sebagai stabilizer karena dapat melindungi kasein terhadap flokulasi dan sedimentasi. Minuman yang berisi flavour minyak dapat juga distabilkan dengan pektin. Di sini, pektin bertindak sebagai bahan pengemulsi. Tujuan penambahan pektin dalam mikroenkapsulasi minyak sawit merah ini sebagai pengental, stabilizer,
dan juga membantu mengemulsikan minyak dengan bahan penyalut lain seperti gelatin dan maltodekstrin. Grafik contour plot untuk respon retensi total karotenoid dapat dilihat pada Gambar 12, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 13. A: Minyak 58.000
Design Expert Sofware Design-Expert® Software Retensi Karotenoid Design points Design Points 70.7498 3
56.3406
33.3277 X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
8.000
Actual Component D: Pektin = 16.000
18.000
51.8054
47.2702 42.7350 38.1998
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Retensi Karotenoid
Gambar 12. Grafik countour plot hasil uji respon retensi karotenoid Design Expert Sofware Design-Expert® Software Retensi Karotenoid Design points points below below predicted predicted value value 70.7498 61.0000
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
Retensi Karotenoid
33.3277 54.0000 47.0000 40.0000 33.0000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi karotenoid
Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukkan nilai respon retensi total karotenoid. Warna biru menunjukkan nilai respon retensi total karotenoid terendah, yaitu 33.33% (202.0059 ppm) sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon retensi total karotenoid tertinggi, yaitu 70.75% (428.8286 ppm). Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon retensi total karotenoid tertentu yang sama.
b. Retensi Beta Karoten Analisis terhadap senyawa beta karoten bertujuan untuk mengetahui
seberapa
besar
beta
karoten
yang
masih
dapat
dipertahankan selama proses mikroenkapsulasi. Alat yang digunakan untuk mengetahui beta karoten dalam mikroenkapsulat adalah spektofotometer dengan panjang gelombang 436 nm. Beta karoten penting untuk dianalisis karena sebagai provitamin A
dapat
bermanfaat
untuk
penanggulangan
kebutaan
karena
xerophtalmia, mengurangi peluang terjadinya penyakit kanker, mencegah proses menua yang terlalu dini, meningkatkan imunisasi tubuh, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Menurut Winarno (1991), mengkonsumsi beta karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencegah defisiensi vitamin A adalah dengan menghimbau agar suplementasi -karoten dosis tinggi dilakukan pada diet intake. Hasil nilai respon beta karoten berkisar antara 76.2424-209.4242 ppm dengan nilai retensi berkisar 25.42-69.84%. Nilai retensi beta karoten terendah berasal dari run 1 yang mengunakan minyak sawit merah sebesar 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Sedangkan nilai beta karoten tertinggi berasal dari run 4 yang menggunakan minyak sawit merah sebanyak 50%, maltodekstrin 18%,
gelatin 24%, dan pektin 8%. Nilai rata-rata (mean) dari respon retensi beta karoten adalah 44.51% (133.48 ppm) dengan standar deviasi 11.89. Hasil analisis retensi total karoten dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 5. Persamaan polinomial respon retensi beta karoten adalah sebagai berikut :
Retensi beta karoten = 0.90855 x A – 0.00286 x B – 0.06159 x C + 0.24514 x D Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai retensi beta karoten akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak dan pektin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai retensi beta karoten sangat ditentukan oleh penambahan minyak karena diantara komponen lainnya nilai konstanta minyak paling besar (0.90855). Semakin banyak penambahan minyak sawit merah akan menyebabkan retensi beta karoten semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin banyak karotenoid yang mengandung beta karoten yang terperangkap dalam matriks bahan-bahan penyalut yang digunakan. Tetapi akan terjadi efek negatif bila penambahan minyak terlalu banyak karena akan menyebabkan mikroenkapsulat menjadi basah (berminyak) sehingga akan cepat mengalami oksidasi dengan udara luar. Dalam penelitian pendahuluan telah dibuktikan jika penambahan minyak sawit merah pada kombinasi bahan penyalut melebihi 150% dari total bahan penyalut maka akan dihasilkan mikroenkapsulat yang basah (berminyak). Grafik contour plot untuk respon retensi beta karoten dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15.
dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
A: Minyak 58.000
Design-Expert® Software Design points Design Expert Sofware
3
Retensi Beta karoten Design Designpoints Points 69.836
3
53.1633
25.4243 50.2529
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
8.000
Actual Component D: Pektin = 16.000
47.3425
18.000
44.4321
41.5217
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Retensi Beta karoten
Gambar 14. Grafik countour plot hasil uji respon retensi beta karoten Design-Expert® Software Design Expert Sofware Retensi Beta karoten Design Design points points below below predicted predicted value value 69.836
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
Retensi Beta karoten
57.0000
25.4243
49.0000 41.0000 33.0000 25.0000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 15. Grafik tiga dimensi hasil uji respon retensi beta karoten Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 14 dan Gambar 15 menunjukkan nilai respon retensi beta karoten. Warna biru menunjukkan nilai respon retensi beta karoten terendah, yaitu 25.42% ( (76.2424 ppm) sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon retensi beta karoten tertinggi, yaitu 69.84%
(209.424 ppm). Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik
countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon retensi beta karoten tertentu yang sama.
c. Kadar Air Kadar air sangat mempengaruhi kualitas minyak. Hal ini dikarenakan adanya air dalam minyak dapat memicu reaksi hidrolisis yang menyebabkan penurunan mutu minyak. Kadar air yang tinggi juga akan menyababkan produk mikroenkapsulat yang dihasilkan tidak tahan lama akibat kerusakan secara biologis. Hasil nilai respon kadar air berkisar antara 1.9768-5.6681%. Nilai kadar air terendah berasal dari run 25 yang mengunakan minyak sawit merah sebesar 60%, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%. Sedangkan nilai kadar air tertinggi berasal dari run 3 yang menggunakan minyak sawit merah sebanyak 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 34% dan pektin 8%. Nilai rata-rata (mean) dari respon kadar air adalah 4.09% dengan standar deviasi 0.91. Hasil analisis kadar air mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit
summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 6. Persamaan polinomial untuk respon kadar air sebagai berikut :
Kadar air = 0.012968 x A + 0.045252 x B + 0.10429 x C + 0.057315 x D Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Rentang nilai kadar air yang diperoleh dari ke-25 formulasi masih berada dalam batas toleran. Biasanya sampel berupa bubuk mikroenkapsulat memilki kadar air antara 5-6%. Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai kadar air akan meningkat seiring peningkatan jumlah keempat komponen yaitu minyak, maltodekstrin, gelatin, dan pektin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+).
Nilai kadar air sangat ditentukan oleh penambahan gelatin karena diantara komponen lainnya nilai konstantanya paling besar (0.10429). Penyerapan air atau pembentukan gel terjadi karena pengembangan molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan membuka ikatanikatan pada molekul gelatin dan cairan yang semula bebas mengalir menjadi terperangkap di dalam struktur tersebut, sehingga larutan menjadi kental. Air menjadi terperangkap di dalam struktur gelatin sehingga akan sulit terlepas dengan pengeringan menggunakan suhu yang rendah. Fardiaz (1989) mengatakan bahwa gelatin memiliki sifat yang unik karena dapat membentuk gel dalam air pada pH berapa saja tanpa membutuhkan bahan tambahan lain seperti kation logam dan gula. Di samping itu, berdasarkan analisis di laboratorium gelatin memiliki kadar air tertinggi yaitu 10.30%. Grafik contour plot untuk respon kadar air dapat dilihat pada Gambar 16, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 17. A: Minyak 58.000
Design-Expert® Software Design Expert Sofware Kadar air Designpoints Points Design 5.66814
3
1.97683 3.4619
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
8.000
18.000 3.7139 3.9660 4.2181 4.4701
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Kadar air
Gambar 16. Grafik countour plot hasil uji respon kadar air
Design-Expert® Software Design Expert Sofware Kadar air Design Design points pointsbelow abovepredicted predictedvalue value 5.66814 5.5000
1.97683
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
4.9000
Kadar air
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
4.3000 3.7000 3.1000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kadar air Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan nilai respon kadar air. Warna biru menunjukkan nilai respon kadar air terendah, yaitu 1.9768% sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon kadar air tertinggi, yaitu 5.6681%. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon kadar air tertentu yang sama.
d. Kelarutan Kelarutan merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan dalam bahan pangan yang ingin diaplikasikan dalam bentuk minuman. Kelarutan yang tinggi menyebabkan larutan menjadi tampak homogen walaupun kekentalannya cenderung menurun. Bubuk mikroenkapsulat yang memiliki kelarutan rendah akan membentuk gumpalan ketika dilarutkan. Kelarutan bubuk mikroenkapsulat diuji dalam pelarut aquades pada suhu kamar yang kemudian disaring menggunakan kertas saring wathman 42 melalui alat penyaring vakum.
Hasil nilai respon kelarutan pada mikroenkapsulat berkisar antara 71.3208-96.7105%. Nilai rata-rata (mean) dari respon kelarutan adalah 89.25% dengan standar deviasi 7.03. Nilai kelarutan terendah berasal dari run 2 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 34% dan pektin 8%. Nilai kelarutan tertinggi berasal dari
run 22 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 28%, gelatin 8% dan pektin 24%. Hasil analisis kelarutan mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit
summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 7. Persamaan polinomial untuk respon kelarutan sebagai berikut :
Kelarutan = 0.49192 x A + 1.66649 x B – 3.3075 x C – 2.43037 x D – 0.019153 x AB + 0.067175 x AC + 0.051447 x AD + 0.050922 x BC + 0.052527 x BD + 0.090832 x CD Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai kelarutan akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, interaksi minyak-gelatin,
interaksi minyak-pektin, interaksi maltodekstrin-
gelatin, interaksi maltodekstrin-pektin, dan interaksi gelatin-pektin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai kelarutan sangat ditentukan oleh penambahan maltodekstrin karena diantara komponen lainnya nilai konstanta maltodekstrin paling besar (1.66649). Semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan akan meningkatkan kelarutan tetapi harus diperhatikan juga komposisi komponen bahan penyalut lainnya. Grafik contour plot untuk respon kelarutan dapat dilihat pada Gambar 18, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 19.
A: Minyak 58.000
Design Expert Sofware Design-Expert® Software Kelarutan Design points Points 96.7105 3
88.3262
71.3208 90.4668
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
92.6073
8.000
Actual Component D: Pektin = 16.000
18.000
94.7479
96.8885 92.6073
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Kelarutan Gambar 18. Grafik countour plot hasil uji respon kelarutan Design-Expert® Software Design Expert Sofware Kelarutan Design Design points points below below predicted predicted value value 96.7105 100.0000
71.3208
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
96.2500
Kelarutan
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
92.5000 88.7500 85.0000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 19. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelarutan Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan nilai respon kelarutan. Warna biru menunjukkan nilai respon kelarutan terendah, yaitu 71.3208 % sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon
kelarutan tertinggi, yaitu 96.7105%. Garis-garis yang terdiri atas titiktitik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon kelarutan tertentu yang sama.
e. Warna Mikroenkapsulat Analisa warna mikroenkapsulat menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran nilai L, a, dan nilai b dilakukan terhadap sampel. Nilai L (lightness) merupakan parameter kecerahan dengan nilai dari 0 (hitam) - 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 90-(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru. Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak sawit terdiri dari -karoten, -karoten, xanthopil, kloropil, dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut di dalam minyak. Dengan dasar itu maka pengukuran warna mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan nilai +b (kuning). Hasil nilai respon warna mikroenkapsulat (warna kuning +b) dari rendah ke tinggi yaitu 25.83-31.61. Nilai rata-rata (mean) adalah 29.39 dengan standar deviasi 1.34. Nilai warna mikroenkapsulat terendah berasal dari run 1 yang menggunakan minyak sawit merah 40 %, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Sedanglan nilai tertinggi berasal dari run 16 yang menggunakan minyak sawit merah 48.40%, maltodekstrin 28.80%, gelatin 14.80%, dan pektin 8%. Hasil analisis warna mikroenkapsulat dapat dilihat pada lampiran 1,
sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 8. Persamaan
polinomial
untuk
respon
retensi
warna
mikroenkapsulat adalah sebagai berikut :
Warna mikroenkapsulat = 0.34655 x A + 0.37579 x B + 2.88181 x C + 2.19380 x D + 0.004118 x AB – 0.057378 x AC – 0.025105 x AD – 0.082493 x BD + 0.006723 x BD – 0.24599 x CD + 0.001509 x ABC – 0.001232 x ABD + 0.004529 x ACD + 0.002429 x BCD Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai warna mikroenkapsulat dipengaruhi oleh 4 komponen berupa minyak, maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Respon warna mikroenkapsulat akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, gelatin,
pektin,
interaksi
minyak-maltodekstrin,
interaksi
maltodekstrin-pektin, interaksi minyak-maltodekstrin-gelatin, interaksi minyak-gelatin-pektin, dan interaksi maltodekstrin-gelatin-pektin yang ditandai konstanta bernilai positif (+). Peningkatan warna mikroenkapsulat sangat ditentukan oleh kehadiran gelatin, hal ini terlihat dari konstanta gelatin yang paling besar yaitu 2.88181. Menurut Anonimd (2007), gelatin biasanya digunakan sebagai gelling agent membentuk gel thermoreversible transparan yang elastis. Gel transparan ini yang menyebabkan warna kuning dari mikroenkapsulat semakin tinggi nilainya bila komposisi gelatin ditambahkan. Warna kuning ini berasal dari pigmen karotenoid yang larut di dalam minyak sawit. Grafik contour plot untuk respon warna mikroenkapsulat dapat dilihat pada Gambar 20, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 21.
A: Minyak 58.000
Design Expert Sofware Design-Expert® Software Warna Mikroenkapsul Design Design points Points 31.6067 3 25.8333 X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
8.000
Actual Component Actual Component D: Pektin = 16.000
28.9459
18.000
30.5861
29.7660
28.9459 28.1258 27.3056
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Warna Mikroenkapsul Gambar 20. Grafik countour plot hasil uji respon warna mikroenkapsul
Design-Expert® Software Design Expert Sofware Warna Mikroenkapsul points below below predicted predicted value value Design points 31.6067
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
Warna Mikroenkapsul
31.5000
25.8333
30.0750 28.6500 27.2250 25.8000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna mikroenkapsul
Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 20 dan Gambar 21 menunjukkan nilai respon warna mikroenkapsulat. Warna biru menunjukkan nilai respon warna mikroenkapsulat terendah, yaitu 25.8333% sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon warna mikroenkapsulat tertinggi, yaitu 31.6067%. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour
plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon warna mikroenkapsulat tertentu yang sama.
f. Warna Larutan Warna larutan ditentukan menggunakan Lovibond tintometer. Pengamatan dilakukan secara visual, dengan menggunakan skala warna yang terdapat pada alat tersebut, yaitu merah, biru, kuning, dan putih. Warna yang dihasilkan umumnya merupakan warna campuran. Warna larutan mikroenkapsulat yang dominan yaitu warna kuning sehingga warna tersebut menjadi patokan analisis warna larutan yang dilakukan. Walaupun ada warna lain yang menyusun warna larutan mikroenkapsulat seperti merah dan putih. Hasil nilai respon warna larutan berkisar antara 9.0-10.2 untuk warna kuning. Nilai warna larutan terendah berasal dari run 1 yang mengunakan minyak sawit merah sebesar 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Sedangkan nilai tertinggi berasal dari
run 20 dan 25 yang sama-sama menggunakan minyak sawit merah sebanyak 60%, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%. Nilai rata-rata (mean) adalah 9.74 dengan standar deviasi 0.46. Hasil analisis warna larutan dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit
summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 9. Persamaan polinomial respon warna larutan adalah sebagai berikut :
Warna larutan = 0.11760 x A + 0.076175 x B + 0.074512 x C + 0.092524 x D
Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai warna larutan akan meningkat seiring peningkatan jumlah keempat komponen yaitu minyak, maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Nilai warna larutan (kuning) sangat ditentukan oleh penambahan minyak karena diantara komponen lainnya nilai konstantanya paling besar (0.11760). Warna kuning mikroenkapsulat berasal dari minyak sawit yang digunakan. Menurut Ketaren (1986), pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut di dalam minyak. Oleh karena itu, penambahan minyak dapat meningkatkan warna larutan (kuning). Grafik contour plot untuk respon warna larutan dapat dilihat pada Gambar 22 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 23. A: Minyak 58.000
Design-Expert® Software Design Expert Sofware Warna Larutan Design Design points Points 10.2
3
10.139
9 10.010
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
8.000
9.881
18.000
9.752
9.622
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Warna Larutan
Gambar 22. Grafik countour plot hasil uji respon warna larutan
Design Expert Sofware Design-Expert® Software Warna Larutan Design points points below below predicted predicted value value 10.2 10.300
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
Warna Larutan
9 9.975 9.650 9.325 9.000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 23. Grafik tiga dimensi hasil uji respon warna larutan Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan nilai respon warna larutan. Warna biru menunjukkan nilai respon warna larutan terendah, yaitu 9.000 (+b) sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon warna larutan tertinggi, yaitu 10.200 (+b). Garis-garis yang terdiri atas titiktitik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon warna larutan tertentu yang sama.
g. Tingkat Kekeringan (Berminyak atau Tidak Berminyak) Tingkat kekeringan mikroenkapsulat ditentukan berdasarkan pengamatan secara subjektif menggunakan 25 panelis. Pengujian dilakukan secara orgaleptik dengan metode rating. Tingkat kekeringan yang digunakan berdasarkan skala kekeringan (rating) dari skala 1 (kering), skala 2 (agak kering), skala 3 (agak berminyak), dan skala 4 (berminyak). Faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
kekeringan
produk
mikroenkapsulat minyak sawit merah adalah jumlah minyak yang
tidak
terkapsul
penampakan
(teradsorpsi).
produk
dari
Faktor
kering
ini
sampai
yang
menyebabkan
berminyak.
Tingkat
kekeringan mikroenkapsulat dapat dilihat pada Gambar 24.
1
2
3
4
Gambar 24. Tingkat kekeringan mikroenkapsulat (1) kering ; (2) agak kering ; (3) agak berminyak ; (4) berminyak Hasil nilai respon tingkat kekeringan dari tinggi ke rendah yaitu 1.00-3.08. Nilai rata-rata (mean) adalah 1.60 dengan standar deviasi 0.75. Nilai tingkat kekeringan dari 25 formula memiliki nilai yang hampir sama sehingga tidak bisa ditentukan formula mana yang memiliki tingkat kekeringan tertinggi. Tingkat kekeringan terendah (berminyak) berasal dari run 25 yang menggunakan minyak sawit merah 60 %, maltodekstrin 18%, gelatin 8%, dan pektin 14%. Hasil analisis tingkat kekeringan dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 10. Persamaan polinomial untuk respon tingkat kekeringan adalah sebagai berikut :
Tingkat kekeringan = 0.72103 x A + 1.27796 x B + 1.22232 x C + 2.10300 x D – 0.043742 x AB – 0.041718 x AC – 0.062669x AD – 0.062948 x BC – 0.089106 x BD – 0.043048 x CD + 0.001576 x ABC + 0.002215 x ABD + 0.001002 x ACD – 0.000012 x BCD Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan diatas terlihat bahwa nilai tingkat kekeringan
dipengaruhi
oleh
4
komponen
berupa
minyak,
maltodekstrin, gelatin, dan pektin. Respon tingkat kekeringan akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin, gelatin, pektin, interaksi minyak-maltodekstrin-gelatin, interaksi minyakmaltodekstrin-pektin,
dan
interaksi
minyak-gelatin-pektin
yang
ditandai konstanta bernilai positif (+). Peningkatan tingkat kekeringan sangat ditentukan oleh kehadiran pektin, hal ini terlihat dari konstanta pektin yang paling besar yaitu 2.10300. Menurut Anonimc (2007), pektin memiliki efek koagulasi yang berasal dari kemampuan mengikat air yang tinggi dari molekulnya yang besar. Minuman yang berisi flavour minyak dapat juga distabilkan dengan pektin. Di sini, pektin bertindak sebagi bahan pengemulsi. Penambahan pektin dalam mikroenkapsulasi minyak sawit merah dapat meningkatkan kekeringan karena kemampuannya untuk mengikat air dan juga mengemulsikan minyak. Grafik contour plot untuk respon tingkat kekeringan dapat dilihat pada Gambar 25,
dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada
Gambar 26. A: Minyak 58.000
Design Expert Sofware Design-Expert® Software Kekeringan Design Design points Points 3.08 3 1 X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
8.000
18.000 2.16
1.90 1.64 1.38 1.12
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Kekeringan
Gambar 25. Grafik countour plot hasil uji respon tingkat kekeringan
Design-Expert® Software Design Expert Sofware Kekeringan Design Design points points below above predicted predicted value value 3.08 2.50
1
Actual Component
Actual Component D: Pektin = 16.000
2.08
Kekeringan
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
1.65 1.23 0.80
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 26. Grafik tiga dimensi hasil uji respon tingkat kekeringan Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 25 dan Gambar 26 menunjukkan nilai respon tingkat kekeringan. Warna biru menunjukkan nilai respon tingkat kekeringan terendah, yaitu 1.00 (kering) sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon tingkat kekeringan tertinggi, yaitu 3.08 (agak berminyak). Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon tingkat kekeringan tertentu yang sama.
h. Minyak Tidak Terkapsul Minyak tidak terkapsul merupakan minyak yang tidak dapat terselaputi oleh bahan-bahan penyalut. Minyak ini hanya terdapat pada permukaan mikroenkapsulat (teradsorpsi). Hasil nilai respon minyak tidak terkapsul berkisar antara 16.5195% - 53.3778%. Nilai rata-rata (mean) adalah 31.32% dengan standar deviasi 11.33. Nilai minyak tidak terkapsul terendah berasal dari run 1 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26%, dan pektin 16%. Nilai minyak tidak terkapsul
tertinggi berasal dari run 8 yang menggunakan minyak sawit merah 60%, maltodekstrin 24%, gelatin 8%, dan pektin 8%. Hasil analisis minyak tidak terkapsul dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel
fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 11. Persamaan polinomial untuk respon minyak tidak terkapsul adalah sebagai berikut :
Minyak tidak terkapsul = 0.16124 x A – 2.49986 x B + 0.19550 x C + 2.10039 x D + 0.067334 x AB + 0.004370 x AC – 0.013631 x AD + 0.015629 x BC – 0.026974 x BD – 0.066888 x CD Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai minyak tidak terkapsul akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, gelatin, pektin, interaksi minyak-maltodekstrin, interaksi minyak-gelatin, dan interaksi maltodekstrin-gelatin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai minyak tidak terkapsul sangat ditentukan oleh penambahan pektin karena diantara komponen lainnya nilai konstanta pektin paling besar (2.10039). Jumlah menyebabkan
pektin
yang
semakin
terlalu
besar
banyak
kadar
ditambahkan
minyak
tidak
akan
terkapsul.
Kemungkinan hal ini disebabkan berkurangnya proporsi bahan-bahan penyalut lain seperi gelatin dan maltodekstrin. Ini dapat terlihat dengan berkurangnya gelatin maka kekuatan gel akan berkurang, sedangkan bila maltodekstrin yang berkurang maka dinding mikroenkapsulat akan menjadi lemah. Hal tersebut dapat membuat banyak minyak yang lepas dari dinding enkapsul maupun minyak yang terperangkap. Dugaan lain adalah pektin hanya membentuk jaring matriks yang memerangkap minyak sehingga akan ikut larut ketika dilarutkan dalam pelarut heksana.
Grafik contour plot untuk respon minyak tidak terkapsul dapat dilihat pada Gambar 27, dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 28. A: Minyak 58.000
Design-Expert® Software Design Expert Sofware Minyak tidak terkapsul Design Designpoints Points 53.3778 16.5195
40.2936
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component Actual Component D: Pektin = 16.000
8.000
35.4675
18.000
30.6415
25.8154 20.9893
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Minyak tidak terkapsul
Gambar 27. Grafik countour plot hasil uji respon minyak tidak terkapsul Design-Expert® Software Design Expert Sofware Minyak tidak terkapsul Design Design points points below above predicted predicted value value 53.3778
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component Actual Component D: Pektin = 16.000
Min yak tida k terka psul
47.0000
16.5195
39.2500 31.5000 23.7500 16.0000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 28. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak tidak terkapsul
Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 27 dan Gambar 28 menunjukkan nilai respon minyak tidak terkapsul. Warna biru menunjukkan nilai respon minyak tidak terkapsul terendah, yaitu 16.5195 sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon minyak tidak terkapsul tertinggi, yaitu 53.3778. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour
plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon minyak tidak terkapsul tertentu yang sama.
i. Minyak Terkapsul Minyak terkapsul merupakan minyak yang dapat terselaputi oleh bahan-bahan penyalut sehingga dapat diketahui seberapa besar jumlah minyak yang masih dapat terlindungi. Hasil nilai respon minyak terkapsul berkisar antara 1.7716% 7.4943%. Nilai rata-rata (mean) adalah 4.51% dengan standar deviasi 1.66. Nilai minyak terkapsul terendah berasal dari run 1 yang menggunakan minyak sawit merah 40%, maltodekstrin 18%, gelatin 26% dan pektin 16%. Nilai minyak terkapsul tertinggi berasal dari run 6 yang menggunakan minyak sawit merah 50%, maltodekstrin 18%, gelatin 16.4% dan pektin 15.6%. Hasil analisis minyak terkapsul dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tabel fit summary dan ANOVA dapat dilihat pada lampiran 12. Persamaan polinomial respon minyak terkapsul sebagai berikut :
Minyak terkapsul = 0.085875 x A + 0.67963 x B – 0.38551 x C – 1.00517 x D – 0.016584 x AB + 0.007939 x AC + 0.022677 x AD + 0.001845 x BC + 0.004705 x BD + 0.000838 x CD Keterangan : A = Minyak B = Maltodekstrin C = Gelatin D = Pektin Berdasarkan persamaan terlihat bahwa nilai minyak terkapsul akan meningkat seiring peningkatan jumlah minyak, maltodekstrin,
interaksi
minyak-gelatin,
interaksi
minyak-pektin,
interaksi
maltodekstrin-gelatin, interaksi maltodekstrin-pektin, dan interaksi gelatin-pektin yang ditandai dengan konstanta bernilai positif (+). Nilai minyak terkapsul sangat ditentukan oleh penambahan maltodekstrin karena diantara komponen lainnya nilai konstanta maltodekstrin paling besar (0.67963). Berdasarkan persamaan diatas dapat dilihat semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan akan memperbanyak minyak yang terkapsulkan tetapi harus diperhatikan juga komposisi komponen bahan penyalut lainnya. Maltodekstrin merupakan produk turunan pati yang akan membantu memperangkap minyak dan mempermudah kelarutan dalam air. Menurut Hoefler (2004), pati dengan konsentrasi tinggi (biasanya 10%) akan cenderung membentuk enkapsulat atau memerangkap molekul flavor lebih baik dari gum. Menurut BlazekWelsh (2001), maltodekstrin dapat bercampur dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan sebagai perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak serta tidak toksik. Kemampuan maltodekstrin sebagai perekat berguna untuk merekatkan dengan bahan penyalut lain seperti pektin maupun gelatin Sedangkan menurut Westing et al. (1988), maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik. Oleh sebab itu, maltodekstrin pada proses enkapsulasi lipid dengan metode spray dryer menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi. Grafik contour plot untuk respon minyak terkapsul dapat dilihat pada Gambar 29, dan grafik tiga dimensi dapat dilihat pada Gambar 30.
A: Minyak 58.000
Design Expert Software Design-Expert® Software Minyak Terkapsul Design Designpoints Points 7.49426
6.4845
1.77164 5.7794
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
8.000
Actual Component Actual Component D: Pektin = 16.000
18.000
5.0742
4.3691 3.6639
5.0742
36.000 B: Maltodekstrin
40.000
26.000 C: Gelatin
Minyak Terkapsul
Gambar 29. Grafik countour plot hasil uji respon minyak terkapsul Design-Expert® Software Design Expert Software Minyak Terkapsul value Design points pointsbelow belowpredicted predicted value 7.49426 7.4000
X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component Actual Component D: Pektin = 16.000
Minyak Terkapsul
1.77164 5.9750 4.5500 3.1250 1.7000
A (58.000)
B (18.000) C (26.000)
C (8.000) A (40.000) B (36.000)
Gambar 30. Grafik tiga dimensi hasil uji respon minyak terkapsul Warna-warna yang berbeda pada grafik contour plot pada Gambar 29 dan Gambar 30 menunjukkan nilai respon minyak terkapsul. Warna biru menunjukkan nilai respon minyak terkapsul
terendah, yaitu 1.77164% sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon minyak terkapsul tertinggi, yaitu 7.49426. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari ketiga komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai respon minyak terkapsul tertentu yang sama. Rendahnya kadar minyak terkapsul diduga karena jumlah minyak yang ditambahkan ke dalam formula cukup besar (mencapai 60%), sedangkan jumlah bahan penyalut yang ditambahkan jauh lebih sedikit. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil minyak yang terenkapsul dan sebagian besarnya hanya teradsorpsi pada permukaan bahan penyalut. Dugaan lain yaitu minyak sawit merah tidak terkapsul secara sempurna melainkan hanya terperangkap dalam matriks yang terbentuk dari kombinasi bahan-bahan penyalut yang digunakan. Minyak yang terperangkap ini akan ikut larut ketika dilakukan pencucian dengan pelarut heksana pada analisis minyak tidak terkapul. Ini dapat dilihat dari tingginya minyak yang tidak terkaspul (mencapai 53.3778%).
4. Optimasi dengan Design Expert V.7 Pada bagian optimasi dengan program Design Expert V.7 ini ditentukan terlebih dahulu respon mana yang signifikan yang kemudian dimasukkan ke dalam tahap optimasi ini seperti dapat dilihat pada tabel 23. Respon yang tidak signifikan tidak dimasukkan ke dalam optimasi.
Tabel 23. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) tiap variabel respon Respon Prob > F Keterangan Retensi Total Karotenoid < 0.0001 Signifikan Retensi Beta Karoten 0.0351 Signifikan Kadar Air 0.0042 Signifikan Kelarutan < 0.0001 Signifikan Warna Mikroenkapsul 0.0121 Signifikan Warna Larutan 0.0046 Signifikan Tingkat Kekeringan < 0.0001 Signifikan Minyak Tidak Terkapsul < 0.0001 Signifikan Minyak Terkapsul 0.0036 Signifikan
Setelah
ditentukan
respon-respon
yang
signifikan
kemudian
ditentukan goal dan importance setiap respon yang ingin dioptimasi. Komponen minyak sawit merah dengan range 40%-60%, pektin dengan
range 8%-24%, gelatin dengan range 8%-34%, maltodekstrin dengan range 18%-42% masing-masing dioptimalkan dengan goal (target komponen) in range dan importance (+++). Hal ini dikarenakan baik minyak sawit merah, pektin, gelatin, dan maltodekstrin tersedia dalam jumlah yang berlimpah dan diinginkan penyebaran dari jumlah minimum dan maksimum atau dengan kata lain diinginkan nilai optimalnya. Pada penelitian ini ditetapkan importance positif 5 (+++++) untuk retensi total karotenoid, retensi beta karoten, kadar air, kelarutan, warna larutan, dan kekeringan. Alasan pemilihan tingkat kepentingan tersebut didasarkan pada sifat-sifat produk yang diinginkan yaitu retensi total karotenoid dan beta karoten yang tinggi, kadar air rendah, warna larutan yang baik (kuning), kelarutan yang tinggi sehingga mudah diaplikasikan, dan mikroenkapsulat dengan tingkat kekeringan yang tinggi. Sedangkan
importance positif 1 (+) digunakan pada analisis respon minyak tidak terkapsul, minyak terkapsul, dan warna mikroenkapsulat. Alasan pemilihan tingkat kepentingan tersebut adalah jumlah minyak tidak terkapsul yang tinggi dan minyak terkapsul yang rendah, sedangkan warna mikroenkapsulat dibuat importance positif 1 (+) bertujuan agar program lebih fokus ke retensi total karotenoid karena semakin tinggi retensinya warna mikroenkapsulat yang dihasilkan juga semakin tinggi. Semua variabel respon yang dianalisis kemudian diolah oleh program dx7 berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa solusi formula (formula opimum) seperti yang terlihat pada tabel 24.
Tabel 24. Empat formula hasil optimasi dengan Design Expert V.7 Minyak Maltodekstrin Gelatin Pektin No (%) (%) (%) (%) Desirability 1
55.314
18
8.142
18.545
0.654
2
52.612
18
21.388
8
0.523
3
50.248
25.136
16.616
8
0.499
4
40
40.805
8
11.195
0.425
Formula dari proses optimasi yang disarankan oleh program Design
Expert V.7 adalah 4 formula dengan nilai desirability masing-masing 0.654, 0.523, 0.499, dan 0.425. Formula yang dipilih adalah formula pertama karena memiliki nilai desirability tertinggi (0.654) serta prediksi retensi beta karoten (54.2483%), kadar air (3.3259%), warna larutan (10.199), dan minyak terkapsul (7.4967%) memiliki nilai yang paling baik. Disamping itu komposisi minyak sawit merah yang paling besar akan membuat retensi beta karoten akan semakin tinggi. Menurut Anonimb (2007), kegiatan optimasi merupakan kegiatan untuk mencapai nilai desirability maksimum tetapi tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1.0 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi. Nilai desirability dari formula optimum ini adalah 0.654, yang artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik yang paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 65.40%. Nilai
desirability
yang
dihasilkan
sangat
dipengaruhi
oleh
kompleksitas komponen, kisaran yang digunakan dalam komponen, jumlah komponen dan respon, serta target (goal) yang ingin dicapai dalam memperoleh formula optimum. Kompleksitas jumlah komponen dapat terlihat pada persyaratan jumlah bahan baku yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap produk untuk menentukan formulasi. Jumlah masing-masing bahan baku ditentukan dalam selang yang berbeda-beda yang akan berpengaruh terhadap nilai desirability. Semakin lebar selang, maka penentuan formula optimum dengan desirability yang tinggi akan semakin sulit. Jumlah komponen dan respon juga turut mempengaruhi nilai desirability. Semakin banyak jumlah komponen dan respon, semakin sulit untuk mencapai keadaan optimum sehingga desirability yang dihasilkan kemungkinan rendah. Nilai masing-masing respon berbeda targetnya satu sama lain sesuai dengan keinginan formulator. Semakin besar tingkat kepentingan (importance) maka semakin sulit untuk memperoleh formula optimum dengan desirability yang tinggi.
Grafik contour plot untuk desirability formula optimum dapat dilihat pada Gambar 31 dan grafik tiga dimensinya dapat dilihat pada Gambar 32.
Countour plot disajikan dengan menggunakan model prediksi untuk nilai respon. Garis-garis yang terdiri atas titik-titik pada grafik countour plot menunjukkan kombinasi dari keempat komponen dengan jumlah berbeda yang menghasilkan nilai desirability tertentu yang sama. Titik perpotongan pada Gambar 31 memiliki kombinasi minyak sawit merah sebanyak 55.314%, maltodekstrin sebanyak 18.000%, gelatin sebanyak 8.142%, dan pektin sebanyak 18.545%. Titik perpotongan tersebut berada pada garis countour plot dengan nilai desirability 0.654.
Design Expert Software Design-Expert® Software Desirability Desirability 1
A: Minyak
Prediction 0.654 0.654 Prediction 55.455
0 X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component Actual Component D: Pektin = 18.545
8.000
18.000
0.544
0.435
33.455 B: Maltodekstrin
40.000
Desirability Desirability
0.218 0.109
0.327
23.455 C: Gelatin
Gambar 31. Grafik countour plot desirability formula optimum
0.660
Design Expert Software Design-Expert® Software Desirability Desirability 1 0 X1 = A: Minyak X2 = B: Maltodekstrin X3 = C: Gelatin
Actual Component Actual Component D: Pektin = 18.545
Desirability
0.495 0.330 0.165 0.000
A (55.455)
B (18.000) C (23.455)
C (8.000) A (40.000) B (33.455)
Gambar 32. Grafik tiga dimensi desirability formula optimum 5. Uji Coba dan Analisis Satu Formula Optimum Setelah program Design Expert V.7 merekomendasikan formula optimum dengan nilai desirability sebesar 0.654, lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan nilai dari respon-respon yang diberikan. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran, diperoleh bahwa formula optimum dengan nilai desirability 0.654, menghasilkan produk mikroenkapsulat dengan jumlah retensi total karotenoid 55.3720%, retensi beta karoten 52.6972%, kadar air 3.1035%, kelarutan 91.7646%, warna mikroenkapsulat (+b kuning) 28.5133, warna larutan (skala kuning) 10.067, dan tingkat kekeringan sebesar 1.3600 (kering), minyak tidak terkapsul sebesar 38.0331%, dan minyak terkapsul 7.0848%. Rendemen yang didapatkan dari formula optimum ini adalah sebesar 89.33%. Produk mikroenkapsulat optimum dapat dilihat pada Gambar 33. Hasil-hasil
tersebut
diatas tidak
sama
persis
dengan
yang
diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan yang diprediksikan oleh program dx7. Perbandingan nilai respon yang diprediksikan program dx7 dengan pengamatan (actual) dapat dilihat pada tabel 25.
Gambar 33. Formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum Tabel 25. Perbandingan nilai prediksi formula optimal dx7 dengan actual Respon Actual Prediksi 95 % PI Rendah Tinggi Retensi total karotenoid (%) 55.3720 51.9466 47.5112 56.3821 Retensi beta karoten (%) 52.6972 54.2483 30.6830 77.8135 Kadar air (%) 3.1035 3.3259 1.8376 4.8142 Kelarutan (%) 91.7646 87.8735 79.6171 96.1300 Warna mikroenkapsul (+b) 28.5133 29.5112 27.2436 31.7788 Warna larutan (kuning) 10.067 10.1987 9.3797 11.0177 1.3600 Tingkat kekeringan (skala) 1.7607 1.1423 2.3791 Minyak tidak terkapsul (%) 38.0331 42.6780 36.8511 48.5049 Minyak terkapsul (%) 7.0848 7.4967 4.8471 10.1464 Menurut Anonimb (2007), hasil pengamatan dan pengukuran ini masih berada dalam selang 95% PI low dengan 95% PI high. Definisi dari 95% PI (Prediction Interval) low adalah nilai terendah dari interval yang diprediksikan, di mana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95% sedangkan definisi dari 95% PI (Prediction
Interval) high adalah nilai tertinggi dari interval yang diprediksikan, di mana memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%. Karena hasil-hasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam interval prediksi, berarti formula optimum dengan nilai desirability tertinggi, sesuai dengan yang direkomendasikan Design Expert V.7. Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum yang dihasilkan dengan proses thin layer drying ini memiliki nilai retensi total karotenoid
55.37%
yang
lebih
tinggi
jika
dibanding
dengan
mikroenkapsulat yang dihasilkan dengan metode mikroporous SiO2 pada penelitian karakteristik beta karoten dalam teknik mikroenkapsulat minyak sawit merah oleh Syamsiah (1996) yang memiliki retensi total karotenoid
maksimum 50.61%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer drying yaitu sebesar 62.32%. Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum yang dihasilkan dengan proses thin layer drying memiliki nilai retensi beta karoten 52.69% yang lebih tinggi dibandingkan metode mikroporous SiO2 pada penelitian karakteristik beta karoten dalam teknik mikroenkapsulat minyak sawit merah oleh Syamsiah (1996) dengan retensi beta karoten maksimum 44.66%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer drying yaitu sebesar 59.75%. Kadar air mikroenkapsulat formula optimum yang dihasilkan dengan teknik thin layer drying juga memiliki nilai 3.10% yang lebih rendah dibandingkan
dengan
metode
spray
drying
pada
penelitian
mikroenkapsulasi minyak kaya asam lemak gamma linoleat dari kapang oleh Kristiani (1997) yang memiliki kadar air maksimum 6.67% dan lebih rendah juga bila dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying yaitu sebesar 3.79%. Kelarutan mikroenkapsulat formula optimum yang dihasilkan dengan teknik thin layer drying memiliki nilai 91.76% yang lebih tinggi dibandingkan metode orifice process pada penelitian karakteristik beta karoten dalam teknik mikroenkapsulat minyak sawit merah oleh syamsiah (1996) yang memiliki nilai kelarutan maksimum 75.99% dan lebih tinggi juga bila dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying yaitu sebesar 85.73%.
Nilai kadar minyak tidak terkapsul dari mikroenkapsulat formula optimum dengan metode thin layer drying yaitu 38.03%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan pada penelitian mikroenkapsulasi minyak kaya asam lemak gamma linoleat dari kapang dengan metode spray drying oleh Kristiani (1997) yang memiliki kadar minyak tidak terkapsul maksimum 10.61%, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin
layer drying yaitu sebesar 44.40%. Nilai kadar minyak terkapsul dari mikroenkapsulat formula optimum dengan metode thin layer drying yaitu 7.08%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan pada penelitian mikroenkapsulasi minyak kaya asam lemak gamma linoleat dari kapang dengan metode spray drying oleh Kristiani (1997) yang memiliki kadar minyak terkapsul maksimum 21.72%, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Simanjuntak (2007) pada penelitian optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer
drying yaitu sebesar 5.65%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Formula mikroenkapsulat minyak sawit merah optimum yang terpilih melalui program Design Expert V.7 adalah
mikroenkapsulat
dengan
komposisi minyak sebanyak 55.314%, maltodekstrin sebanyak 18.000%, gelatin sebanyak 8.142%, dan pektin sebanyak 18.545% dengan nilai
desirability sebesar 0.654. Hal ini berarti bahwa kemampuan formula untuk menghasilkan mikroenkapsulat minyak sawit merah yang sesuai dengan keinginan (optimum) adalah sebesar 65.40%. Mikroenkapsulat minyak sawit merah formula optimum menghasilkan retensi total karotenoid 55.3720%, retensi beta karoten 52.6972%, kadar air 3.1035%, kelarutan 91.7646%, warna mikroenkapsulat 28.5133 (+b), warna larutan 10.067 (kuning), dan tingkat kekeringan sebesar 1.36 (kering), minyak tidak terkapsul sebanyak 38.0331%, dan minyak terkapsul 7.0848%.
B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang stabilitas mikroenkapsulat minyak sawit merah selama penyimpanan, optimasi proses produksi mikroenkapsulat maupun pengaplikasian produk mikroenkapsulat minyak sawit merah sebagai BTP (Bahan Tambahan Pangan) sehingga bermanfaat sebagai sumber vitamin A.
DAFTAR PUSTAKA Abonyi, B.I, Tang, J, dan Edwards, C.G. 1999. Evaluation of Energy Efficiency and Quality Retention for Refractance Window TM Drying System. Research Report. Departement Of Biologycal Systems Engineering Washington State University, Pullman, WA. Anonima. 1979. Kodeks Makanan Indonesia. Tentang Bahan Makanan Tambahan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonimb. 2007. Desain Expert 7. http : // www.statease.com [9 September 2007]. Anonimc. 2007. Pectin A Product of Nature. Jerman. http://www.herbstreithfox.com [1 Oktober 2007]. Anonimd. 2007. The Physical and Chemical http://www.pbleiner.com [1 Oktober 2007].
Properties
of
Gelatin.
AOAC. 1970. Official Method of Anlysis of Association Official Agricultural Chemist, Washington DC. AOAC. 1993. Association Official Analitical Chemist. 1993. Official standard of Analitical Chemist. AOAC Inc., Arlington, Virgina. AOAC. 1995. Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry, Washington D.C. Apriyantono, A., Fardiaz, D, Puspitasari, N.L, Sedarnawati, dan Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Bogor. Bakan, J.A. 1978. Microencapsulation. In “Ensyclo. Of Food Science,” ed. M.S. Peterson dan R Johnson. AVI Pub. CO., Inc., Westport, Conn. Berger, K. 1983. Palm Oil. Di dalam H. T. Chan Jr. (ed). Handbook of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York. Blazek-Welsh, A.l. dan Rhodes D.G. 2001. Maltodextrin-based Proniosome. AAPS Pharmaceutical Sciences. 3 (1): 1-8. Bolland, K.M. 2000. Refractance WindowTM drying. A new Low Temperature, Energy Efficient Process. Cereals Foods World. 45(7), 293-296. Brenner, J, Handerseon, G.H, Bergensten, R.W. 1976. Process of Ecapsulating an Oil and Product Thereby. US Patent No. 3,971,852.
Chichester, C.D. dan Feeters, M. 1970. Pigment Degeneration During Processing and Storage. Di dalam Biochem of Fruits and Vegetable. Ed. A.C. Hulme, Vol I Food Sci. & Techn, London. Choo, Y.M., Yap, S.C, Ong, A.S.H., Ooi, C.K, dan Goh, S.H. 1989. Palm Oil Carotenoid: Chemistry and Technology. Proc. Of Int. Palm Oli Conf. PORIM, Kuala Lumpur. Cornell, J.A. 1990. Experiment With Mixtures, Design, Models, and The Analysis of Mxture Data. 2nd Edition. John Wiley and Sons, Inc., New York. Deasy, P. 1987. Microencapsulation and Related Drug Process. Marcel Dekker, Inc., London. Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Dekstrin Industri Pangan, Jakarta Eden, J, Trksak, R, William, R. 1989. Strach based encapsulation process, USA. Earle, R. L. 1983. Unit Operation in Food Processing. Di dalam : Nurhasanah, S. Mikroenkapsulasi Monoasilgliserol dengan Menggunakan Pengering Lapis Tipis. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Fardiaz, D, Andarwulan, N., Wijaya, H, dan Puspitasari, N.L. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. PAU pangan dan Gizi IPB, Bogor. Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry. Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York. Gennadios, A, Mchugh, T, Weller, C, Krochta, J.M. 1994. Edible Coating and Films Base on Protein. Di dalam : Krochta J.M, Baldwin E.A, dan Nisperos C.M.O (Eds.). Edible Coating and Film to Improve Food Quality.Tecnomic Publishing Co, Inc., Pennsylvania. Glicksman, M. 1969. Gum Tecnology in The Food Product Industry. Academic Press Inc., London. ____________. 1984. Food Hydrocolloids Vol. II. CRC Press. Noca Raton, Florida. Goh, S.H, Choo, Y.M, dan Ong, A.S.H. 1987. Minor Components in palm oil. JAOCS. Vol 62, No. 2. Griffin, V.K. dan Brooks, J.R. 1989. Production and Size Distribution of Rice Maltodextrin Hydrolized from Milled Rice Flour Using Heat Stable Alpha Amylase. Journal of Food Science. 54: 190-193.
Herijanto. 1994. Optimasi Pembuatan Formula Es Krim Skala Kecil. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor. Hermana dan Mahmud, M.K. 1989. Kemungkinan Pemanfaatan Karoten dari Mimyak Kelapa Sawit. Makalah pada Seminar Pemanfaatan Beta Karoten dari Minyak Kelapa Sawit, Jakarta. Hoefler, A. C. 2004. Hydrocolloids. Eagen Press. St Paul, Minnesota, USA. Hui, Y.H. 1996. Bailey Industrial Oil and Fat Product, Vol. 2. 5th ed. John Wiley and Son Inc, New York. Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food Science Book. Aspen Publisher., Inc., Gaithersburg, Maryland. Iwasaki, R. dan Murakoshi, M. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Market. Oleochemical, INFORM, New York. Jackson, S.J, dan Lee, K. 1991. Microenkapsulation and the Food Industry. Lebensmittel Wissenschaft & Technologie, German. Kajuna, S.T.A.R, Silayo, V.C.K, Mkenda, A, Makungu, P.J.J. 2001. Thin Layer Drying of Cassava Roots. Afican journal of science and technology. Vol 2, No. 2, pp 94-100. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan. UI Press., Jakarta. Kim, Y.D dan Morr, C.V. 1996. Microencapsulation properties of gum arabic and several food protein : spray dried orange oil emulsion particles. J. Agric Food Chem. 44 : 1314-1320. Klaui, H. dan Bauerfeind, J.C. 1981. Carotenoid as Food Colors. Di dalam : Carotenoids As Colorants and Vitamin A Precursor. J. C. Bauernfeind, (ed.), hal. 130. Academic Press, New York. Knightly, W.H. 1991. Encapsulation Techniques. Di dalam Hui, Y. H Encyclopedia of Food Science and Technology Vol 2. John Wiley and Sons, Inc., New York. Kondo. 1979. Microcapsule Processing and Technology. Marcel Dekker Inc., New York. Pp.142-153. Kristianti, S. 1997. Mikroenkapsulasi Minyak Kaya Asam Lemak Gamma Linoleat dari Kapang. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Loebis, B. 1985. Sifat kimia dan fisika dari fraksi cair dan padat minyak sawit. Bul. BPP, No.16, No.4, Medan.
Ma’arif, M. S., Machfud, dan Sukron, M., 1989. Teknik Optimasi Rekayasa Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Mardawati, E. 2001. Kajian Fraksinasi Bertingkat Bleached Palm Oil dan Refined Bleached Palm Oil terhadap karakteristik olein sebagai bahan dasar Rolling Oil. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Masters, K. 1979. Spray drying Handbook. John Wilegard Sons, New York. Meilgaard, M., Civille, G. V. dan Carr, B. T., 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd Ed. CRC Press, New York. Merrit, CG. 1981. Encapsulation Of materials. US Patent No. 4, 276, 312. Meyer, L.H. 1966. Food Chemistry, 4th ed. , Reinhold Publishing Corp., New York. Miyawaki, Y. 1998. Major Contribution of Crude Palm oil and Palm Kernel Oil in The Oleochemical Industry. International Oil Palm Conference 23-25 september 1998 Bali, Indonesia. IOPRI dan GAPKI. Moran, D.P.J. and Rajah, K.K. 1994. Fats in Food Products. Chapman & Hall, New York. Muchtadi, T.R. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elaeis guineesis, Jacq.) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak Dan Pemanfaatan Provitamin A. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor. Muhilal. 1987. Peranan Minyak Kelapa Sawit untuk penanggulangan masalah gizi dan peningkatan kesehatan masyarakat. Lokakarya Manajemen Minyak Kelapa Sawit, Medan. Naibaho, P.M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oli dengan Metode Adsorpsi. Disertasi. Progran Pascasarjana. IPB, Bogor. Nurhasanah, S. 2005. Mikroenkapsulasi Monoasilgliserol dengan Menggunakan Pengering Lapis Tipis. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Ong, A.S.H., Choo, Y.M., dan Ooi, C.K. 1990. Development in palm oil. Di dalam Hamilton R.J. (Ed.), Development in Oil and Fats. Blackie Academic Profesional. Quellet, C, Taschi, M, Ubink, J.B. 2001. composite caterials. US Patent Application No. 20010008635.
Ranganna, S. 1969. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc. Graw Hill Publ. Co., Limited, New York. Rosenberg, M.1997. Milk Derived Whey Protein Based Microencapsulating Agents and Methode of Use. US Paten No. 5, 610, 760. Schenk, F.W dan Hebeda, R.E. 1992. starch Hydrolysis products. VCH Publisher inc., NewYork. Shahidi, F dan P.K.J.P.D Wanasundara. 1997. Extraction and analisis of lipids. Di dalam: CC. Akoh dan D.B. Min. Food Lipids, Chemistry Nutrition, and Biotechnology, Second Edition. Marcel Dekker, Inc. New York. Simpson, K.I, Tsou, S.T.L, dan Chichester, C.O. 1987. Biochemical Methodology for The Assessment of Carotenes. International Vitamin Consultative IVACG. Simanjuntak, M. 2007. Optimasi mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin, dan CMC melalui proses thin layer drying. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor. Sulaswatty, A. 1998. Karakteristik Pemekatan Karotenoid Minyak Sawit dengan Teknik Fluida CO2 Superkritik. Disertasi Program Pascasarjana. IPB, Bogor. SNI. 01-2901. 1992. Minyak Kelapa Sawit . Badan Standarisasi Nasional, Jakarta SNI. 60.3735. 1995. Mutu dan cara uji gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. SNI. 01-0016. 1998. Crude Palm Olein. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Sonntag, N.O.V. 1979. Composition and Characteristics of Individual Fats and Oils. Di dalam D. Swern (ed). Baileys Industrial Oil and Fat Product Vol 1. Wiley-Interscience Publication, John Wiley and Sons, New York. Syamsiah, M. 1996. Karakteristik Beta Karoten dalam Teknik Mikroenkapsulat minyak Sawit Merah. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. The United States of Pharmacopedia XVII. 1969. Gelatin. Di dalam M. Glicksman. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press Inc., London. Vandegaer, J.E. 1973. Microencapsulation, Process and Application. Plenum press, New York. Walter, R.H. 1991. The Chemistry of Pectin. Academic Press Inc, New York. Weiss, T.J. 1983. Food Oil and Their Uses. The AVI Publ., Connecticut.
Westing, L. L ; Rennecius, F. 1988. Shelf Life of Storage Oil : Effect of Encapsulation by Spray Drying, Extrusion, and Molecular Inclusion. In Flavor Encapsulation ; ACS Symposium Series 370 ; Risch, S. J, Rennecius GA. Eds ; American Chen/mical. Society, Washington DC. Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta. Winarno, F.G., dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta. Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid. Penerbit ITB, Bandung.
(%)
1 Retensi Total Karotenoid (%) 33.3277 37.0629 37.6962 47.7174 34.6969 49.6673 43.9570 54.6606 55.6764 38.5055 35.8150 50.3274 42.8641 43.0848 37.2758 42.7633 35.1982 41.2296 43.7319 69.3078 41.1771 37.0092 38.4926 44.9024 70.7498
Minyak Tidak Terkapsul (%) 16.5195 20.9237 24.0171 32.4816 19.5913 30.2568 37.7783 53.3778 52.0390 19.6197 23.4646 37.4370 38.6701 38.4965 26.8246 43.1605 22.0664 22.9642 19.4843 50.9242 18.4016 26.8144 22.2043 39.3089 46.0583
Response 4 Retensi Beta karoten (%) 25.4243 29.7695 32.4978 69.8360 33.8115 42.1987 41.4913 62.0046 44.8260 37.1462 37.6514 39.0661 45.0786 64.4803 46.8470 57.1542 43.5629 43.1082 34.1147 57.5079 64.6824 33.0031 31.3863 44.7755 51.3438 Kadar Air (%) 5.4713 4.7098 5.6681 4.0748 5.3679 4.6295 3.6504 3.2458 3.6022 3.1429 3.8501 3.3058 3.3774 4.0043 4.4025 3.5394 4.5240 3.9702 4.2240 3.5728 3.7804 2.5478 3.7888 3.4805 1.9768
Response 5
Mixture D-optimal Quadratic Name Minyak Maltodekstrin Gelatin Pektin
Name Retensi Total Karotenoid Retensi Beta Karoten
Study Type Initial Design Design Model Component A B C D
Response Y1 Y2
% %
Units
Units % % % %
Point Exchange
Lampiran 2. Design summary dengan program dx7
Response 3
Lampiran 1. Hasil lengkap analisis respon Response 2
25 25
Obs
Type Mixture Mixture Mixture Mixture
Runs
Kelarutan (%) 89.5894 71.3208 78.2724 85.4792 93.8765 93.9787 84.8678 75.8854 79.9114 96.2553 94.8866 89.0687 90.6945 88.9010 93.5475 85.4157 95.4266 95.3633 93.9266 81.9306 96.6506 96.7105 95.1658 95.4230 88.7137
100
Total =
33.33 25.42
Minimum
High Actual 60 42 34 24
Low Actual 40 18 8 8
Analysis
No Blocks
25 Blocks
Response 7 Warna Mikroenkapsul (HL +B) 25.8333 27.4600 28.0500 29.4367 29.3900 31.3500 30.7900 30.1833 31.3700 31.2133 30.1433 29.1933 30.2600 29.9067 29.2900 31.6067 29.7100 28.6033 28.5300 29.8667 28.1167 29.3200 28.9033 27.8700 28.4300
Polynomial Polynomial
Response 6
70.75 69.84
Maximum
Low Coded 0.000 0.000 0.000 0.000 L_Pseudo Coding
Response 8 Warna Larutan (Kuning) 9.000 9.090 9.090 10.000 9.090 10.000 10.000 10.100 10.100 10.000 9.090 10.100 10.000 10.000 9.090 10.000 9.090 10.000 10.100 10.200 10.100 9.090 10.000 10.000 10.200
Warna Mikroenkapsul Warna Larutan Tingkat Kekeringan Minyak Tidak Terkapsul Minyak Terkapsul
Y5 Y6 Y7 Y8 Y9
Tingkat % %
+b skala kuning
% %
25 25 25
25 25
25 25
Polynomial Polynomial Polynomial
Polynomial Polynomial
Polynomial Polynomial
Lampiran 3. Data uji organoleptik terhadap kekeringan mikroenkapsulat
Kadar Air Kelarutan
Y3 Y4
1.00 16.52 1.77
25.83 9.00
1.98 71.32
3.08 53.38 7.49
31.61 10.20
5.67 96.71
Lampiran 4. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon retensi total karotenoid Response 1 Retensi Total Karotenoid Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Mean vs Total 49008.82 1 49008.82 Linear vs Mean 1873.19 3 624.40 30.89 < 0.0001 Quadratic vs Linear 207.39 6 34.56 2.39 0.0803 Suggested Sp Cubic vs Quadratic 187.70 4 46.93 17.57 < 0.0001 Suggested Cubic vs Sp Cubic 5.23 1 5.23 2.17 0.1718 Aliased Residual 24.15 10 2.41 Total 51306.48 25 2052.26 Response 1 Retensi Total Karotenoid ANOVA for Mixture Special Cubic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 2268.28 13 174.48 65.33 < 0.0001 significant Linear Mixture 1873.19 3 624.40 233.77 < 0.0001 AB 298.80 1 298.80 111.87 < 0.0001 AC 141.49 1 141.49 52.97 < 0.0001 AD 139.14 1 139.14 52.09 < 0.0001 BC 0.55 1 0.55 0.21 0.6580 BD 42.46 1 42.46 15.90 0.0021 CD 32.67 1 32.67 12.23 0.0050 ABC 99.24 1 99.24 37.16 < 0.0001 ABD 154.65 1 154.65 57.90 < 0.0001 ACD 33.77 1 33.77 12.64 0.0045 BCD 0.61 1 0.61 0.23 0.6409 Residual 29.38 11 2.67 Lack of Fit 5.23 1 5.23 2.17 0.1718 not significant Pure Error 24.15 10 2.41 Cor Total 2297.66 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Retensi Karotenoid = +12.89667 * Minyak +26.11798 * Maltodekstrin +18.90846 * Gelatin +37.63221 * Pektin -0.83960 * Minyak * Maltodekstrin -0.66199 * Minyak * Gelatin -1.06053 * Minyak * Pektin -1.04047 * Maltodekstrin * Gelatin -1.70526 * Maltodekstrin * Pektin -0.62561 * Gelatin * Pektin +0.025558 * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin +0.039809 * Minyak * Maltodekstrin * Pektin +0.012906 * Minyak * Gelatin * Pektin +0.001740 * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Lampiran 5. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon retensi beta karoten
Retensi Beta Response 2 karoten Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Mean vs Total 49530.14 1 49530.14 Linear vs Mean 1166.68 3 388.89 3.45 0.0351 Suggested Quadratic vs Linear 489.53 6 81.59 0.65 0.6892 Sp Cubic vs Quadratic 122.00 4 30.50 0.19 0.9382 Cubic vs Sp Cubic 211.84 1 211.84 1.37 0.2689 Aliased Residual 1545.85 10 154.59 Total 53066.04 25 2122.64 Response 2 Retensi Beta karoten ANOVA for Mixture Linear Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 1166.68 3 388.89 3.45 0.0351 significant Linear Mixture 1166.68 3 388.89 3.45 0.0351 Residual 2369.22 21 112.82 Lack of Fit 823.37 11 74.85 0.48 0.8750 not significant Pure Error 1545.85 10 154.59 Cor Total 3535.90 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Retensi Beta karoten +0.90855 -0.002860 -0.061586 +0.24514
= * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Lampiran 6. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon kadar air Response 3 Kadar air Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Source Squares df Mean vs Total 383.43 1 Linear vs Mean 8.02 3 Quadratic vs Linear 1.90 6 Sp Cubic vs Quadratic 3.76 4 Cubic vs Sp Cubic 0.09 1 Residual 3.71 10 Total 400.91 25
Transform:
Mean Square 383.43 2.67 0.32 0.94 0.09 0.37 16.04
None
F Value
p-value Prob > F
5.94 0.63 2.73 0.23
0.0042 0.7061 0.0846 0.6423
Response 3 Kadar air ANOVA for Mixture Linear Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 8.02 3 2.67 5.94 0.0042 Linear Mixture 8.02 3 2.67 5.94 0.0042 Residual 9.45 21 0.45 Lack of Fit 5.74 11 0.52 1.41 0.2988 Pure Error 3.71 10 0.37 Cor Total 17.47 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Kadar air +0.013456 +0.043289 +0.097475 +0.054397
= * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Suggested
Aliased
significant
not significant
Lampiran 7. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon kelarutan Response 4 Kelarutan Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Mean vs Total 199141.13 1 199141.13 Linear vs Mean 696.89 3 232.30 9.05 0.0005 Quadratic vs Linear 367.89 6 61.32 5.37 0.0039 Sp Cubic vs Quadratic 82.20 4 20.55 2.54 0.1001 Cubic vs Sp Cubic 1.27 1 1.27 0.14 0.7123 Residual 87.89 10 8.79 Total 200377.26 25 8015.09 Response 4 Kelarutan ANOVA for Mixture Quadratic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 1064.78 9 118.31 10.36 < 0.0001 Linear Mixture 696.89 3 232.30 20.33 < 0.0001 AB 6.79 1 6.79 0.59 0.4526 AC 153.99 1 153.99 13.48 0.0023 AD 31.92 1 31.92 2.79 0.1153 BC 104.98 1 104.98 9.19 0.0084 BD 35.24 1 35.24 3.08 0.0994 CD 125.71 1 125.71 11.00 0.0047 Residual 171.35 15 11.42 Lack of Fit 83.46 5 16.69 1.90 0.1815 Pure Error 87.89 10 8.79 Cor Total 1236.13 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Kelarutan +0.49192 +1.66649 -3.30754 -2.43037 -0.019153 +0.067175 +0.051447 +0.050922 +0.052527 +0.090832
= * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin * Minyak * Maltodekstrin * Minyak * Gelatin * Minyak * Pektin * Maltodekstrin * Gelatin * Maltodekstrin * Pektin * Gelatin * Pektin
Suggested Aliased
significant
not significant
Lampiran 8. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna mikroenkapsulat Response 5 Warna Mikroenkapsulat Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Mean vs Total 21598.81 1 21598.81 Linear vs Mean 19.34 3 6.45 5.24 0.0074 Suggested Quadratic vs Linear 9.33 6 1.56 1.41 0.2732 Sp Cubic vs Quadratic 8.83 4 2.21 3.16 0.0585 Suggested Cubic vs Sp Cubic 1.50 1 1.50 2.43 0.1497 Aliased Residual 6.18 10 0.62 Total 21643.99 25 865.76 Response 5 Warna Mikroenkapsulat ANOVA for Mixture Special Cubic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 37.51 13 2.89 4.13 0.0121 significant Linear Mixture 19.34 3 6.45 9.24 0.0024 AB 0.12 1 0.12 0.17 0.6870 AC 0.53 1 0.53 0.75 0.4041 AD 0.29 1 0.29 0.42 0.5302 BC 0.23 1 0.23 0.32 0.5813 BD 2.32 1 2.32 3.32 0.0957 CD 2.39 1 2.39 3.42 0.0913 ABC 0.35 1 0.35 0.50 0.4961 ABD 0.15 1 0.15 0.21 0.6540 ACD 4.16 1 4.16 5.96 0.0328 BCD 1.20 1 1.20 1.72 0.2169 Residual 7.68 11 0.70 Lack of Fit 1.50 1 1.50 2.43 0.1497 not significant Pure Error 6.18 10 0.62 Cor Total 45.19 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Warna Mikroenkapsulat = +0.34655 * Minyak +0.37579 * Maltodekstrin +2.88181 * Gelatin +2.19380 * Pektin +0.004118 * Minyak * Maltodekstrin -0.057378 * Minyak * Gelatin -0.025105 * Minyak * Pektin -0.082493 * Maltodekstrin * Gelatin +0.006723 * Maltodekstrin * Pektin -0.24599 * Gelatin * Pektin +0.001509 * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin -0.001232 * Minyak * Maltodekstrin * Pektin +0.004529 * Minyak * Gelatin * Pektin +0.002429 * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Lampiran 9. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon warna larutan Response 6 Warna Larutan Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Source Squares df Mean vs Total 2372.27 1 Linear vs Mean 2.39 3 Quadratic vs Linear 0.99 6 Sp Cubic vs Quadratic 0.60 4 Cubic vs Sp Cubic 0.03 1 Residual 1.25 10 Total 2377.53 25
Transform: Mean Square 2372.27 0.80 0.16 0.15 0.03 0.12 95.10
None F Value
p-value Prob > F
5.85 1.32 1.28 0.26
0.0046 0.3090 0.3361 0.6213
Response 6 Warna Larutan ANOVA for Mixture Linier Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 2.39 3 0.80 5.85 0.0046 Linear Mixture 2.39 3 0.80 5.85 0.0046 Residual 2.86 21 0.14 Lack of Fit 1.61 11 0.15 1.18 0.4023 Pure Error 1.25 10 0.12 Cor Total 5.25 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Warna Larutan +0.11760 +0.076175 +0.074512 +0.092524
= * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
Suggested
Aliased
significant
not significant
Lampiran 10. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon tingkat kekeringan Response 7 Kekeringan Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F Source Squares df Square Value Mean vs Total 64.38 1 64.38 Linear vs Mean 11.48 3 3.83 29.64 Quadratic vs Linear 1.47 6 0.25 2.98 Sp Cubic vs Quadratic 0.67 4 0.17 3.21 Cubic vs Sp Cubic 0.07 1 0.07 1.40 Residual 0.50 10 0.05 Total 78.57 25 3.14 Response 7 Kekeringan ANOVA for Mixture Special Cubic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F Source Squares df Square Value Model 13.62 13 1.05 20.18 Linear Mixture 11.48 3 3.83 73.70 AB 0.54 1 0.54 10.32 AC 0.41 1 0.41 7.95 AD 0.52 1 0.52 10.10 BC 5.921E-07 1 5.921E-07 1.14E-05 BD 0.001493 1 0.001493 0.029 CD 0.055 1 0.055 1.06 ABC 0.38 1 0.38 7.27 ABD 0.48 1 0.48 9.23 ACD 0.20 1 0.20 3.92 BCD 3.09E-05 1 3.09E-05 5.95E-04 Residual 0.57 11 0.052 Lack of Fit 0.070 1 0.070 1.40 Pure Error 0.50 10 0.050 Cor Total 14.19 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Kekeringan = +0.72103 * Minyak +1.27796 * Maltodekstrin +1.22232 * Gelatin +2.10300 * Pektin -0.043742 * Minyak * Maltodekstrin -0.041718 * Minyak * Gelatin -0.062669 * Minyak * Pektin -0.062948 * Maltodekstrin * Gelatin -0.089106 * Maltodekstrin * Pektin -0.043048 * Gelatin * Pektin +0.001576 * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin +0.002215 * Minyak * Maltodekstrin * Pektin +0.001002 * Minyak * Gelatin * Pektin -0.000012 * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin
p-value Prob > F < 0.0001 0.0405 0.0564 0.2634
p-value Prob > F < 0.0001 < 0.0001 0.0083 0.0167 0.0088 0.9974 0.8684 0.3253 0.0208 0.0113 0.0733 0.9810 0.2634
Suggested Suggested Aliased
significant
not significant
Lampiran 11. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon minyak tidak terkapsul
Minyak tidak Response 8 terkapsul Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Mean vs Total 24516.33 1 24516.33 Linear vs Mean 2933.24 3 977.75 73.88 < 0.0001 Quadratic vs Linear 192.58 6 32.10 5.64 0.0031 Suggested Sp Cubic vs Quadratic 29.01 4 7.25 1.42 0.2921 Cubic vs Sp Cubic 0.012 1 0.012 0.0021 0.9640 Aliased Residual 56.32 10 5.63 Total 27727.51 25 1109.10 Response 8 Minyak tidak terkapsul Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 3125.83 9 347.31 61.04 < 0.0001 significant Linear Mixture 2933.24 3 977.75 171.84 < 0.0001 AB 83.95 1 83.95 14.75 0.0016 AC 0.65 1 0.65 0.11 0.7397 AD 2.24 1 2.24 0.39 0.5398 BC 9.89 1 9.89 1.74 0.2072 BD 9.29 1 9.29 1.63 0.2207 CD 68.17 1 68.17 11.98 0.0035 Residual 85.35 15 5.69 Lack of Fit 29.02 5 5.80 1.03 0.4502 not significant Pure Error 56.32 10 5.63 Cor Total 3211.17 24 Final Equation in Terms of Minyak tidak terkapsul +0.16124 -2.49986 +0.19550 +2.10039 +0.067334 +0.004370 -0.013631 +0.015629 -0.026974 -0.066888
Actual Components: = * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin * Minyak * Maltodekstrin * Minyak * Gelatin * Minyak * Pektin * Maltodekstrin * Gelatin * Maltodekstrin * Pektin * Gelatin * Pektin
Lampiran 12. Fit summary, ANOVA , dan persamaan polinomial respon minyak terkapsul Response 9 Minyak Terkapsul Transform: None Sequential Model Sum of Squares [Type I] Sum of Mean F Source Squares df Square Value Mean vs Total 507.47 1 507.47 Linear vs Mean 16.82 3 5.61 2.26 Quadratic vs Linear 34.52 6 5.75 4.89 Sp Cubic vs Quadratic 5.03 4 1.26 1.10 Cubic vs Sp Cubic 0.88 1 0.88 0.75 Residual 11.74 10 1.17 Total 576.46 25 23.06 Response 9 Minyak Terkapsul ANOVA for Mixture Quadratic Model Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F Source Squares df Square Value Model 51.34 9 5.70 4.85 Linear Mixture 16.82 3 5.61 4.77 AB 5.09 1 5.09 4.33 AC 2.15 1 2.15 1.83 AD 6.20 1 6.20 5.27 BC 0.14 1 0.14 0.12 BD 0.28 1 0.28 0.24 CD 0.01 1 0.01 0.01 Residual 17.65 15 1.18 Lack of Fit 5.91 5 1.18 1.01 Pure Error 11.74 10 1.17 Cor Total 68.99 24 Final Equation in Terms of Actual Components: Minyak Terkapsul +0.085875 +0.67963 -0.38551 -1.00517 -0.016584 +0.007939 +0.022677 +0.001845 +0.004705 +0.000838
= * Minyak * Maltodekstrin * Gelatin * Pektin * Minyak * Maltodekstrin * Minyak * Gelatin * Minyak * Pektin * Maltodekstrin * Gelatin * Maltodekstrin * Pektin * Gelatin * Pektin
p-value Prob > F 0.1114 0.0059
Suggested
0.4057 0.4077
Aliased
p-value Prob > F 0.0036
significant
0.0158 0.0550 0.1964 0.0365 0.7369 0.6311 0.9253 0.4621
not significant
Lampiran 13. Numerical optimation mikroenkapsulat formula optimum Name Minyak Maltodekstrin Gelatin Pektin Retensi Total Karotenoid Retensi Beta Karoten Kadar Air Kelarutan Warna Mikroenkapsulat Warna Larutan Kekeringan Minyak Tidak Terkapsul Minyak Terkapsul
Goal is in range is in range is in range is in range maximize maximize minimize maximize maximize maximize is target = 1.00 minimize maximize
Lower Limit 40 18 8 8 33.3277 25.4243 1.98 71.3208 25.8333 9 1 16.5195 1.7716
Upper Limit 60 42 34 24 70.7498 69.8360 5.67 96.7105 31.6067 10.2 3.08 53.3778 7.4943
Importance 3 3 3 3 5 5 5 5 1 5 5 1 1
Lampiran 14. Empat formula hasil optimasi dan prediksi ke-9 respon Number (Formula) 1 2 3 4 Minyak 55.314 52.612 50.248 40 Maltodektrin 18 18 25.136 40.805 Gelatin 8.142 21.388 16.616 8 Pektin 18.545 8 8 11.195 Retensi Total Karotenoid (%) 51.9466 55.3689 50.3186 36.1032 Retensi Beta Karoten (%) 54.2483 48.3926 46.5189 38.4769 Kadar Air (%) 3.3259 4.0072 3.8191 3.6935 Kelarutan (%) 87.8735 87.5085 88.6863 96.035 Warna Mikroenkapsul (+b) 29.5112 29.5538 31.2838 30.3337 Warna Larutan (kuning) 10.199 9.892 9.802 9.444 Tingkat Kekeringan (Skala) 1.7607 2.42 2.4009 1 Minyak Tidak Terkapsul (%) 42.678 38.1041 40.7436 21.5065 Minyak Terkapsul (%) 7.4967 4.7688 3.5776 5.2844 Desirability 0.654 0.523 0.499 0.425 Lampiran 15. Rendemen formula optimum Berat Bahan Sampel Pembuat Mikroenkapsulat (gr) U1 25 U2 25 U3 25 Rata-rata 25
Berat Mikroenkapsulat Akhir (gr) 23.5 22 21.5 22.33
Rendemen (%) 94.0000 88.0000 86.0000 89.3333
Lampiran 16. Grafik hubungan antara RH-suhu dan waktu berdasarkan pengukuran dengan Thermocouple pada masing-masing rak di dalam oven, rak 1(a), rak 2 (b), rak 3 (c), rak 4 (d) dan rak 5 (e). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
(a)
Rak 1 T, ˚C Rak 1 RH, % 1 12 23 34 45 56 67 78 89 100
(b)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Rak 2 T, ˚C Rak 2 RH, %
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
(e)
Rak 4 T, ˚C Rak 4 RH, %
1 12 23 34 45 56 67 78 89 100
1 12 23 34 45 56
1 12 23 34 45 56 67 78 89 100
(d) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Rak 5 T, ˚C Rak 5 RH, %
1 12 23 34 45 56 67 78 89 100
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Lampiran 17. Blanko pengujian organoleptik mikroenkapsulat Nama Panelis Tanggal Pengujian
: :
Instruksi : Berikut ini disajikan secara acak sejumlah produk mikroenkapsulat. Berilah penilaian terhadap tingkat kekeringan dengan memberikan skala (1-4)
untuk setiap sample berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Kriteria Kering Agak kering Agak berminyak Basah
Skala/ tingkat kekeringan 1 2 3 4
Formula R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25
Skala/tingkat kekeringan
Lampiran 18a. Gambar mikroenkapsulat formula 1-9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lampiran 18b. Gambar mikroenkapsulat formula 10-18
10
11
12
13
14
15 4
16
17
18
Lampiran 18c. Gambar mikroenkapsulat formula 19-25
19
20
22
23
25
21
24