Identifikasi Komponen Hasil Hidrolisis VCO dengan Kromatografi Lapis Tipis
Identification Hydrolyzed Component of VCO using Thin Layer Chromatography LINDA TRIVANA DAN STEIVIE KAROUW Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004, Manado 95001
E-mail:
[email protected]
Diterima 10 Agustus 2015 / Direvisi 19 Oktober 2015 / Disetujui 16 Nopember 2015
ABSTRAK Fraksinasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk identifikasi hasil hidrolisis. Tujuan penelitian, yaitu mengetahui eluen yang paling sesuai untuk memisahkan komponen hasil hidrolisis VCO. Metode penelitian melalui identifikasi komponen hasil hidrolisis VCO secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis dengan eluen yang berbeda. Eluen atau fase gerak yang digunakan adalah heksana:dietil eter:asam asetat (70:30:1 dan 80:20:1) dan petroleum eter:dietil eter:asam asetat (60:40:1 dan 70:30:1). Silika gel F254 digunakan sebagai fase diam. Variasi eluen dan rasio pelarut dilakukan untuk mencari sistem eluen yang mampu memberikan pemisahan paling baik dengan waktu elusi lebih cepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eluen petroleum eter:dietil eter:asam asetat (60:40:1 dan 70:30:1) menghasilkan 1 spot. Eluen heksana:dietil eter:asam asetat (70:30:1 dan 80:20:1) masing-masing menghasilkan 2 dan 5 spot. Eluen heksana:dietil eter:asam asetat (80:20:1) menghasilkan pemisahan yang lebih baik dengan waktu elusi tercepat, yaitu 80 menit. Nilai Rf yang diperoleh menggunakan eluen heksana:dietil eter:asam asetat pada rasio 80:20:1 adalah 0,05 (monoasilgliserol) 0,15 (diasilgliserol), 0,42 dan 0,56 (asam lemak bebas), dan 0,86 (triasilgliserol). Kata kunci: Kromatografi lapis tipis, eluen, hidrolisis, VCO.
ABSTRACT Fractionation can be used to identify the hydrolyzed component of VCO. The objective of the research was to know the most appropriate eluent to separate hydrolyzed component of VCO. Methodology of the study as follows: the component were identified qualitatively by thin layer chromatography method with various eluent. The eluent which were used for partition as follow: hexane:diethyl ether:acetic acid (70:30:1 and 80:20:1) and petroleum ether:diethyl ether:acetic acid (60:40:1 and 70:30:1). Silica gel F254 was utilized as stationary phase. The eluent and ratio of solvent were performed to find the best of eluent system which was capable to separate the hydrolyzed component. The results showed that 1 spot can be detected by petroleum ether:diethyl ether:acetic acid (60:40:1 and 70:30:1). In contrast, utilization of hexane:diethyl ether:acetic acid (70:30:1 and 80:20:1) obtained 2 and 5 spot, respectively. According to the data, hexane:diethyl ether:acetic acid (80:20:1) showed better capability to separate compared than others. Its also having fastest elution time around 80 minutes. The Rf value of the hexane:diethyl ether:acetic acid (80:20:1) were 0.05 (monoacylglycerol), 0.15 (diacylglycerol), 0.42 and 0.56 (Free fatty acid), and 0,86 (triacylglycerol). Keywords: Thin layer chromatography, eluent, hydrolysis, VCO.
PENDAHULUAN Mono- dan digliserida merupakan produk diversifikasi minyak yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prosfek pasar yang menjanjikan. Hal ini disebabkan karena mono- dan digliserida dibutuhkan dalam industri pangan dan farmasi, industri kosmetik, serta pada produk pencuci/ pembersih sebagai surfaktan atau bahan emulsifier (Sihotang, 2006). Monogliserida dan digliserida juga merupakan surfaktan non ionik untuk bahan pengemulsi dan penstabil pada produk-produk pangan dan kosmetik (Hasanuddin et al., 2003).
Trigliserida VCO di dalam tubuh dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Monogliserida dan asam lemak bebas inilah yang mempunyai sifat anti mikroba. Asam lemak VCO yang paling aktif adalah asam laurat dan asam kaprat dengan senyawa monogliseridanya. Monogliserida dan asam lemak bebas VCO bersifat aktif, sedangkan digliserida dan trigliserida bersifat tidak aktif. Oleh karena itu, sifat anti mikroba VCO yang terdiri atas trigliserida akan aktif ketika dicerna atau diubah menjadi monogliserida dan asam lemak bebas dalam tubuh (Alamsyah, 2010).
167
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 167 - 171
Trigliserida VCO dapat dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas melalui proses hidrolisis. Asam lemak hasil hidrolisis dalam VCO terdiri atas asam laurat, asam miristat, asam kaprilat, dan asam kaprat. Asam lemak ini termasuk asam lemak rantai sedang atau Medium Chain Fatty Acid (MCFA) yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Su’I, 2010). Asam laurat, asam kaprat, asam palmitat, asam miristat, asam linoleat, asam linolenat yang diperoleh dari hidrolisis minyak kelapa juga memiliki kemampuan antibakteri, diantaranya Pneumococci, streptococcus, Micrococci, Candida, S. aureus, S. epidermis dan menghambat perkembangan virus (Su’I, 2010). Monolaurin dari hasil hidrolisis VCO juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet dan antibiotik (Mappiratu et al., 2003). VCO yang telah mengalami hidrolisis kemudian dilakukan pemisahan fraksi 2-monogliserida, digliserida, trigliserida, dan asam lemak bebas dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi fase diam karena gerakan eluen. Pemisahan ditentukan oleh jenis eluen yang digunakan. Pemisahan dipengaruhi atas interaksi antara senyawa yang dipisahkan dengan fase diam, ukuran partikel fase diam (adsorben), dan kelarutan senyawa yang dipisahkan dalam eluen (Arindah, 2010). Pemisahan fraksi monogliserida, digliserida, trigliserida, dan asam lemak bebas juga dapat dilakukan dengan cara kromatografi kolom seperti penelitian yang dilakukan Tripanji et al. (2011). Metode KLT dipilih karena ini dalam pelaksanaannya lebih mudah, sederhana, dan murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Analisis KLT dilakukan untuk memisahkan komponen hasil hidrolisis VCO dengan eluen yang berbeda. Eluen dengan komposisi dan jenis pelarut yang berbeda digunakan untuk mengetahui pengaruh proses pemisahan komponen hasil hidrolisis VCO dan waktu elusi terhadap polaritas eluen. Tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui eluen yang paling sesuai untuk memisahkan komponen hasil hidrolisis VCO. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut.
168
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil, Balai Penelitian Tanaman Palma, pada bulan Juni sampai Juli 2015. Bahan penelitian yang digunakan yaitu, VCO hasil hidrolisis enzimatis, kristal iodine, petroleum eter, dietil eter, heksana, dan asam asetat. Alat yang digunakan, yaitu chamber, pelat silica gel F254, mikrometer pipet, ependof, gelas ukur, dan oven. Penelitian menggunakan metode kromatografi lapis tipis untuk proses pemisahan komponen hasil hidrolisis VCO. Identifikasi komponen hasil hidrolisis VCO dilakukan dengan kromatografi lapis tipis mengacu pada Subroto et al. (2008); Mappiratu (2007); dan Karouw (2013). Eluen yang digunakan adalah campuran pelarut petroleum eter:dietil eter:asam asetat dengan rasio 60:40:1 dan 70:30:1 dan heksana:dietil eter:asam asetat dengan rasio 70:30:1 dan 80:20:1. Setiap eluen dibuat sebanyak 20 ml. Pelat silika gel F254 berukuran 10 x 8 cm diberi tanda 1,5 cm pada bagian bawah dan 1,5 cm pada bagian atas. Pelat KLT diaktifkan dengan cara dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 60 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Sampel diteteskan pada pelat dan dibiarkan mengering (dilakukan triplo). Pelat KLT dimasukkan ke dalam tabung pengembang dengan bagian ditetesi berada di bawah sampai pelarut mencapai batas atas, kemudian pelat diangkat dan dikering angin. Band atau noda yang terbentuk divisualisasi dengan uap iodine. Komponen yang nampak ditandai dan ditentukan nilai Rf-nya. Nilai Rf dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Jarak yang ditempuh oleh senyawa Nilai Rf = Jarak yang ditempuh oleh eluen (fase gerak)
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil pemisahan komponen hasil hidrolisis VCO Profil pemisahan komponen pada hasil hidrolisis VCO dengan eluen heksana: dietil eter:asam asetat ditunjukkan pada Gambar 1. Eluen heksana:dietil eter:asam asetat dengan rasio 80:20:1 menghasilkan pemisahan yang lebih baik dibandingkan yang rasio 70:30:1. Heksana:dietil eter:asam asetat (80:20:1) menghasilkan spot yang lebih banyak, yaitu 5 spot yang menunjukkan kejelasan pada proses pemisahan. Jumlah spot dan nilai Rf dapat menentukan eluen yang baik untuk digunakan dalam proses pemisahan.
Identifikasi Komponen Hasil Hidrolisis VCO dengan Kromatografi Lapis Tipis (Linda Trivana dan Steivie Karouw)
Fraksi pemisahan dari eluen petroleum eter:dietil eter:asam asetat ditunjukkan pada Gambar 2. Eluen petroleum eter:dietil eter:asam asetat dengan rasio 60:40:1 dan 70:30:1 menghasilkan 1 spot. Perbedaan tingkat polaritas pada kedua eluen tersebut tidak mempengaruhi proses pemisahan. Eluen heksana:dietil eter:asam asetat memiliki jumlah spot/noda lebih banyak dibandingkan dengan petroleum eter:dietil eter:asam asetat. Hal ini disebabkan karena heksana lebih nonpolar dibandingkan petroleum eter maka lebih bersifat selektif dalam pemisahan komponenkomponen nonpolar dalam VCO hasil hidrolisis.
(Arindah, 2010). Jika pelarut yang digunakan terlalu polar, maka akan berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel/fase diam. Akibatnya eluen akan sulit membawa komponen yang akan dipisahkan melalui fase diam sehingga membutuhkan waktu elusi yang lebih lama.
Waktu elusi yang dibutuhkan pada proses pemisahan Campuran pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda mampu mempengaruhi laju rambat analit pada fase diam. Fase diam yang digunakan adalah silika gel maka polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan/laju rambat/ migrasi komponen hasil hidrolisis VCO yang ingin dipisahkan dan juga akan menentukan nilai Rf yang diperoleh (Arindah, 2010). Waktu elusi pemisahan hasil hidrolisis VCO dengan KLT ditunjukkan pada Tabel 1. Eluen dengan campuran heksana:dietil eter: asam asetat 80:20:1 memiliki waktu elusi yang lebih cepat yaitu 80 menit dibandingkan dengan eluen yang lain. Hal ini disebabkan karena eluen tersebut lebih bersifat nonpolar dan tidak berinteraksi kuat dengan fase diam sehingga eluen dapat bergerak cepat melalui fase diam. Larutan heksana lebih nonpolar dibandingkan petroleum eter maka eluen dengan heksana lebih cepat merambat melalui fase diam (Arindah, 2010). Eluen dengan proporsi heksana dan petroleum eter yang lebih banyak memiliki waktu elusi yang lebih cepat. Kondisi ini disebabkan karena heksana dan petroleum eter bersifat nonpolar sehingga tidak berikatan kuat/efek elusi lemah terhadap fase diam yang bersifat polar. Dietil eter dan asam asetat bersifat semi polar yang akan berinteraksi cukup kuat dengan fase diam
A
B
Gambar 1.
Pemisahan komponen hasil hidrolisis VCO menggunakan heksana:dietil eter:asam asetat (A) 70:30:1 dan (B) 80:20:1. Figure 1. Separation of hydrolyzed component of VCO using hexane:diethyl ether:acetic acid (A) 70:30:1 and (B) 80:20:1.
B
A Gambar 2.
Figure 2.
Pemisahan hasil hidrolisis VCO menggunakan petroleum eter:dietil eter:asam asetat (A) 60:40:1 dan (B) 70:30:1. Separation of hydrolyzed component of VCO using petroleum ether:diethyl ether:acetic acid (A) 60:40:1 and (B) 70:30:1.
Tabel 1. Waktu elusi pada pemisahan hasil hidrolisis VCO dengan KLT. Table 1. Elution time in the separation hydrolyzed component of VCO. Rasio Ratio
Jarak yang ditempuh eluen (cm) Length of eluent (cm)
Petroleum eter:dietil eter:asam asetat Petroleum eter:dietyl eter:acetic acid
60:40:1
7,0
Waktu elusi (menit) Elution time (minute) 96
70:30:1
7,0
90
Heksana:dietil eter:asam asetat Hexane:dietyl eter:acetic acid
70:30:1
7,0
85
80:20:1
7,0
80
Eluen Eluent
169
B. Palma Vol. 16 No. 2, Desember 2015: 167 - 171
Identifikasi fraksi komponen pemisahan Identifikasi noda yang terbentuk dilakukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf komponen hasil hidrolisis VCO ditunjukkan pada Tabel 2. Pemisahan komponen hasil hidrolisis VCO tergantung pada perbedaan kekuatan adsorpsi senyawa yang dipisahkan dengan fase diam dan perbedaan kelarutan masing-masing senyawa pada eluen yang digunakan. Makin kuat suatu senyawa diadsorpsi pada fase diam dan makin kurang larut senyawa tersebut pada eluen, maka makin rendah nilai Rf senyawa tersebut. Sebaliknya, makin lemah senyawa diadsorpsi pada adsorben dan makin larut pada eluen yang digunakan, maka makin besar nilai Rf (Arindah, 2010). Nilai Rf dapat digunakan sebagai acuan identifikasi komponen dan menunjukkan adanya perbedaan sifat molekul. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Purwanto et al. (2013) melaporkan identifikasi hasil hidrolisis minyak ikan menggunakan eluen heksana:dietil eter:asam asetat (60:40:1) dan nilai Rf masing-masing komponen, yaitu 0,08 (monoasilgliserol), 0,33 (diasilgliserol), 0,57 (asam lemak bebas), dan 0,88 (triasilgliserol). Sedangkan pada penelitian Djakarsi et al (2008), pemisahkan fraksi monogliserida, diasligliserida, trigliserida, dan asam lemak bebas pada sampel minyak kenari hasil hidrolisis menggunakan eluen heksana:dietil eter:asam asetat (70:30:1) diperoleh nilai Rf, yaitu 0,03 (monoasilgliserol), 0,18 (diasilgliserol), 0,42 (asam lemak bebas), dan 0,66 (triasilgliserol). Karouw (2013) melaporkan identifikasi hasil hidrolisis stearin sawit menggunakan eluen
petroleum eter:dietil eter:asam asetat (60:40:1) diperoleh nilai Rf yaitu 0,054 (monoasilgliserol), 0,420 (diasilgliserol), 0,532 (asam lemak bebas), serta 0,745 dan 0,847 (triasilgliserol). Eluen terbaik pada penelitian ini adalah heksana:dietil eter:asam asetat 80:20:1 yang memiliki kejelasan pemisahan baik dengan waktu elusi tercepat dibandingkan eluen lain, yaitu 80 menit. Nilai Rf yang diperoleh dari eluen ini adalah 0,05 (monoasilgliserol), 0,15 (diasilgliserol), 0,42 dan 0,56 (asam lemak bebas), serta 0,86 (triasilgliserol). Nilai Rf yang diperoleh berbeda untuk setiap jenis eluen dan sampel yang digunakan.
KESIMPULAN Hasil penelitian diperoleh bahwa petroleum eter:dietil eter:asam asetat dengan rasio 60:40:1 dan 70:30:1 menghasilkan 1 spot. Heksana: dietil eter:asam asetat (70:30:1 dan 80:20:1) masingmasing menghasilkan 2 dan 5 spot. Eluen heksana: dietil eter:asam asetat 80:20:1 menghasilkan pemisahan yang lebih baik dan waktu elusi lebih cepat dibanding eluen lainnya. Nilai Rf yang diperoleh dari menggunakan heksana:dietil eter: asam asetat 80:20:1 yaitu 0,05 (monoasilgliserol), 0,15 (diasilgliserol), 0,42 dan 0,56 (asam lemak bebas), serta 0,86 (triasilgliserol). Berdasarkan hasil yang diperoleh eluen heksana:dietil eter:asam asetat (80:20:1) merupakan eluen paling baik untuk pemisahan komponen hasil hidrolisis VCO.
Tabel 2. Nilai Rf dari hasil hidrolisis VCO dengan KLT. Table 2. Rf value of VCO hydrolysis by TLC. Eluen Eluent
PE:DE:AA
Ulangan 1 Test 1
Nilai Rf Value Rf Ulangan 2 Test 2
Ulangan 3 Test 3
1
0,40
0,40
70:30:1
1
0,48
70:30:1
2
Rasio Ratio
Jumlah Spot Total spot
60:40:1
H:DE:AA 80:20:1
5
Rerata Average
Komponen Component
0,44
0,41
ALB
0,45
0,48
0,47
ALB
0,16
0,16
0,18
0,17
DAG
0,82
0,85
0,87
0,85
TAG
0,05
0,04
0,05
0,05
MAG
0,15
0,13
0,16
0,15
DAG
0,40
0,40
0,45
0,42
ALB
0,54
0,56
0,58
0,56
ALB
0,86
0,86
0,86
0,86
TAG
Keterangan: PE:DE:AA = petroleum eter:dietil eter:asam asetat, H:DE:AA = heksana:dietil eter:asam asetat, MAG = monoasilgliserol, DAG = diasilgliserol, ALB = asam lemak bebas, TAG = triasilgliserol. Note: PE:DE:AA = petroleum eter:dietyl eter:acetic acid, H:DE:AA = hexane:dietyl eter:acetic acid, MAG = monoacylglycerol, DAG = diacylglycerol, FFA = free fatty acid, TAG = triacylglicerol.
170
Identifikasi Komponen Hasil Hidrolisis VCO dengan Kromatografi Lapis Tipis (Linda Trivana dan Steivie Karouw)
DAFTAR PUSTAKA Arindah, D. 2010. Fraksinasi dan identifikasi golongan senyawa pada daging buah pepino (Solanum muricatum Aiton) yang berpotensi sebagai antioksidan. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri. Malang. Djarkasi, G.S.S., S. Slamet, N. Zuheid, R. Sri. 2008. Distribusi dan posisi sn-2 asam lemak minyak biji kenari (Canarium indicum dan Canarium vulgare). Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian 7(1): 108-113. Hasanuddin, A., Mappiratu., G.S. Hutomo. 2003. Pola perubahan mono dan diasilgliserol dalam reaksi etanolisis minyak sawit merah. J. Teknologi Industri Pangan 14(3): 241-247. Karouw, S. 2013. Pemurnian 2-monogliserida kaya palmitat dari stearin sawit. Buletin Palma 14(1): 41-46. Mappiratu, D. Fardiaz, Asriani. 2003. Produksi dan aplikasi produk monoasilgliserol dari minyak kelapa dalam pengolahan santan awet. J. Teknol. dan Industri Pangan 14(3): 215-221. Mappiratu. 2007. Aktivitas antimikroba monoasilgliserol produk biogliserolisis minyak kelapa dari berbagai waktu reaksi. J. Sains Biologi UNTAD 5(2): 1-6.
Purwanto, M.G.M., Meliawati, R. Chrisnasari. 2013. Pengaruh pH, suhu, dan konsentrasi substrat terhadap produksi konsentrat asam lemak omega 3 dari limbah minyak ikan melalui hidrolisis oleh enzim lipase dari Candida Rugosa. Prosiding Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-obatan, dan Lingkungan untuk Kesehatan, Bogor, 27-28 Juni 2013. p.189-204. Tripanji, Suharyanto, U. Perwitasari. 2011. Pemurnian diasilgliserol dari produk gliserolisis crude palm oil dengan kromatografi kolom. Menara Perkebunan 79(1): 30-35. Sihotang, H., M. Ginting. 2006. Pembuatan monogliserida melalui gliserolisis minyak inti sawit menggunakan katalis natrium metoksida. Jurnal Sains Kimia 10(2):51-57. Subroto, E., C. Hidayat, and Supriyadi. 2008. Enzymatic interesterification of fish oil with lauric acid for synthesis of structured lipid. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XIX(2): 105-112. Su’I, M., Harijono, Yunianta, Aulani’am. 2010. Aktivitas hidrolisis enzim lipase dari kentos kelapa terhadap minyak kelapa. AGRITECH 30(3): 164-167.
171