KARYA TULIS
DETERMINASI KETERBASAHAN (WETTABILITY) KAYU
Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu“. Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai metode determinasi
keterbasahan kayu yang akan mempengaruhi sifat perekatannya.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi kayu. Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.
Medan, Desember 2009
Penulis
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii Keterbasahan ................................................................................................................ 1 Determinasi Keterbasahan Partikel Kayu (Metode CWAH) ...................................... 5 Determinasi Keterbasahan Kayu Solid Atau Papan Komposit (Metode CCA).......... 6 Referensi ...................................................................................................................... 7
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Visualisasi keterbasahan .......................................................................................... 1 2. Sudut kontak (θ) antara cairan perekat dengan sirekat ............................................ 6
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
DETERMINASI KETERBASAHAN (WETTABILITY) KAYU
Keterbasahan Keterbasahan (wettability) adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan akan ditarik oleh permukaan, mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra, 1992). Ikatan antara perekat dan permukaan sirekat dimungkinkan terjadi karena perekat lebih dulu membasahi permukaan, dengan kata lain perekat harus diaplikasikan dalam bentuk cairan (sebagai larutan, dispersi atau hot-melt). Ukuran keterbasahan suatu permukaan adalah sudut kontak yang terbentuk antara cairan
yang
jatuh
pada
permukaan
yang
datar
dan
halus
(www.specialchemical4adhesive.com).
Sumber : www.specialchem4adhesive.com
Gambar 1. Visualisasi keterbasahan Pembasahan yang baik terjadi ketika sudut kontak (θ) antara perekat dan substrat lebih rendah dari 900.
Pembasahan sempurna terjadi ketika ikatan
molekular antara cairan dan padatan (adherend) lebih besar dibandingkan ikatan molekular dalam cairan. Berhasil atau tidaknya cairan membasahi suatu padatan tergantung pada tegangan permukaan kedua substan, misalnya polimer dan substrat. Keterbasahan kayu didapatkan dengan mengukur sudut kontak antara garis rekat cair dengan permukaan kayu (semakin besar sudut, semakin sedikit pembasahan). Cara untuk memperkirakan energi permukaan kayu adalah dengan
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
grafik kosinus antara sudut kontak cairan dengan tegangan permukaan cairan untuk memperoleh tegangan permukaan yang setara dengan sudut kontak nol (cos θ=1). Tegangan kritis permukaan yang terjadi pada sudut kontak nol menandakan tegangan permukaan bawah cairan menyebar dan membasahi adheren secara spontan.
Secara umum, semakin tinggi energi permukaan kayu maka semakin
baik untuk mengikat, terutama untuk perekat yang mengandung air. Banyak ilmuwan telah mendokumentasikan bahwa tegangan kritis permukaan kayu bervariasi dari 20 sampai lebih dari 70 dynes/cm, tergantung pada perlakuan pendahuluan dari permukaan itu. Tegangan kritis permukaan dari kayu kering berkisar 20–40 dynes/cm, menandakan keadaan nonpolar atau hidrofobik alami dari kayu kering. Suhu pengeringan yang berlebihan dan lamanya waktu pengeringan merupakan penyebab utama menurunnya energi permukaan.
Tegangan kritis permukaan kayu meningkat sampai dengan 70
dynes/cm ketika kadar air meningkat sampai 30%. Peningkatan energi permukaan yang dipengaruhi kadar air, terjadi karena pengembangan struktur kayu yang melepaskan gugus hidroksi polar akan mengembangkan cairan dan polimer perekat. Perekat cair dapat menyebabkan pengembangan kayu secara substansial. Dengan demikian, beberapa perekat kayu mempunyai kapasitas untuk mengkonversi permukaan kayu yang energinya rendah menjadi energi permukaan yang jauh lebih tinggi. Proses peralihan kayu gubal menjadi kayu teras akan mengurangi energi permukaan, karena adanya ekstraktif nonpolar. Perekat cair dengan pH rendah seperti urea formaldehida mempunyai kesulitan dalam pembasahan dan menempel pada permukaan. Sedangkan perekat cair yang bersifat alkali (pH>8) seperti phenol formaldehida untuk perekat kayu lapis, dapat memecahkan ekstraktif nonpolar, dan meningkatkan energi permukaan sehingga cukup untuk membentuk ikatan yang baik (Wellons, 1983). Perekat yang tidak mengandung air seperti hot melt, yang dipersiapkan untuk kayu kering merupakan perekat yang rendah energi. Perekat rendah energi ini tidak mampu memindahkan airnya dari permukaan kayu dalam rangka membentuk kontak molekuler dengan polimer-polimer penyusun kayu.
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
Oleh
karena itu, ketika kadar air kayu meningkat, kualitas ikatan akan menurun dengan semakin sedikitnya sistem perekat polar (Wellons, 1983). Keterbasahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang berhubungan dengan perekat (tegangan permukaan, suhu, kekentalan) dan kayu (kerapatan, porositas, ekstraktif).
Kayu-kayu yang berkerapatan rendah (porositasnya tinggi) menjadi
lebih baik untuk dibasahi, sedangkan ekstraktif dalam jumlah berlebihan, atau ekstraktif nonpolar seperti terpena dan asam lemak, mempunyai pengaruh yang kurang baik. Keterbasahan juga dipengaruhi oleh kebersihan permukaan kayu dan kondisi-kondisi pengerjaan dengan mesin. Sebagai contoh, pisau yang tidak tajam menyebabkan permukaan kayu menjadi terlalu panas atau terjadi compaction (permukaannya mengeras). Pengeringan vinir pada suhu tinggi, di atas 160 0C (320 0F) mengakibatkan menurunnya keterbasahan (Tsoumis, 1991). Keterbasahan diukur dari sudut kontak antara garis terluar perekat dengan permukaan bidang rekat menggunakan Metode Cosinus Sudut Kontak/CSK (Cosine-Contact Angle=CCA) atau dapat juga diukur dengan Metode Tinggi Air Absorbsi Tekoreksi/TAAT (Corrected Water-Absorbption Height/CWAH). Metode CWAH menggunakan alat yang sedikit rumit dan mengurangi subjektivitas dalam membaca angka. Pengukuran keterbasahan dengan sudut kontak merupakan metoda yang memakan waktu dan ketelitian yang rendah (Bodig, 1962 dalam Warsa, 1983). Casilla et al. (1981) telah meneliti teknik pencelupan (an immersion technique) untuk mengukur keterbasahan kayu.
Teknik yang merupakan
modifikasi dari teknik Wilhelmy ini tidak hanya mampu mengukur keterbasahan, tapi juga absorbsi dalam kayu. Sehingga teknik pencelupan sangat potensial untuk aplikasi pada bidang perekatan, pengawetan dan modifikasi kayu. Keterbasahan dapat diukur dengan sudut kontak dan tinggi air absorpsi terkoreksi (TAAT=CWAH) untuk papan partikel.
Namun hasil pengukuran
TAAT tidak mencerminkan kualitas permukaan kayu yang akan direkat. Pada cara TAAT, kayu dihaluskan sehingga bagian permukaan dengan bagian yang bukan permukaan kayu tidak dapat dibedakan. Hal ini merupakan kelemahan bagi pengukuran keterbasahan dengan cara TAAT bila dibandingkan dengan cara sudut kontak.
Hasil pengukuran keterbasahan dengan cara sudut kontak
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
merupakan nilai keterbasahan dari permukaan kayu yang akan direkat sehingga relatif lebih akurat jika dipakai untuk menduga keteguhan rekat. Hse (1972) menyatakan bahwa sudut kontak tidak ada hubungannya dengan solid content. Sudut kontak memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas ikatan rekat. Sudut kontak perekat yang besar akan mencegah kelebihan penetrasi perekat yang biasanya mnyebabkan ikatan yang lemah. Warsa (1983) menyatakan bahwa ada hubungan antara tinggi tinggi air absorpsi terkoreksi dengan keteguhan rekat. Dalam penelitian lima jenis kayu, nilai keterbasahan yang paling besar adalah kayu damar sedangkan nilai keterbasahan (CWAH) yang paling kecil adalah kayu jati. Rata-rata nilai keterbasahan (CWAH) kayu damar, meranti, mahoni, kamper dan jati berturut-turut adalah 1015 mm, 690 mm, 672 mm, 478 mm dan 467 mm. Sedangkan rata-rata nilai kekuatan geser plywood kayu damar, meranti, mahoni, kamper dan jati berturut-turut adalah 163 psi, 165 psi, 117 psi, 120 psi dan 149 psi. Korelasi antara indeks gluability (kekuatan rekat)
dan
keterbasahan
menguatkan
kebenaran
teori
adhesi
spesifik.
Dimungkinkan untuk memprediksi nilai-nilai kekuatan rekat nisbi dari suatu jenis kayu yang tak dikenal dengan mengukur keterbasahannya secara sederhana. Sifat keterbasahan kayu yang diukur dengan metode tinggi air absorpsi terkoreksi (TAAT) naik setelah kadar zat ekstraktifnya berkurang. Zat ekstraktif keluar dari selumbar karena perlakuan perendaman air dingin, air panas dan pengukusan. Berkurangnya zat ekstraktif menyebabkan naiknya nilai absorbsi air yang berarti juga menaikkan nilai keterbasahan (Pari , 1994). Pari (1994) melaporkan keterbasahan dipengaruhi oleh perlakuan perendaman. Nilai rata-rata keterbasahan kayu karet kontrol, hasil perendaman dingin air dingin 1 hari, 2 hari dan 3 hari berturut-turut adalah 66,75 cm, 90,11 cm, 90,73 cm dan 90,78 cm. Pada perlakuan perendaman air panas, nilai rata-rata keterbasahan kayu karet kontrol, hasil perendaman dingin panas 1 jam, 2 jam dan 3 jam berturut-turut adalah 66,75 cm, 90,11 cm, 90,12 cm dan 90,21 cm. Dengan demikian ada kecenderungan meningkatnya nilai keterbasahan partikel yang mendapat perlakuan perendaman air dingin dan perendaman air panas. Menurut Pari (1994), kayu karet yang diberi perlakuan perendaman air dingin dan air panas kadar zat ekstraktifnya lebih rendah daripada kontrolnya,
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
karena sebagian zat ekstraktifnya sudah terlarut.
Hal ini diduga karena zat
ekstraktif yang menghalangi (kontaminan) absorbsi menjadi berkurang sehingga nilai keterbasahannya meningkat.
Haygreen dan Bowyer (1996) manyatakan
bahwa zat ekstraktif menempati sejumlah tempat dalam dinding sel yang kalau tidak, akan ditempati oleh air. Peningkatan kadar ekstraktif dapat menaikkan nilai absorbsi air (keterbasahan) karena berkurangnya zat yang menghalangi penyerapan air oleh dinding sel.
Determinasi Keterbasahan Partikel Kayu (Metode CWAH) 1.
Serbuk kayu berukuran 60 mesh diukur kadar airnya dengan metode gravimetri, yaitu mengukur berat awal serbuk (W1), kemudian serbuk dikeringtanurkan di oven pada suhu 103±2 0C selama 24 jam atau sampai beratnya konstan (W2). Kadar air serbuk TKS dihitung menggunakan rumus: Kadar air (%) = [(W1 – W2) / W2] x 100%
2.
Tabung kaca sepanjang 50 cm dengan diameter 0,46±0,02 cm ditimbang beratnya (H0).
3.
Serbuk kayu dimasukkan ke dalam tabung kaca dengan hati-hati. Karapatan serbuk diusahakan merata dan cukup padat di dalam tabung maupun antar tabung kaca.
4.
Tabung kaca yang sudah terisi serbuk kayu (H1) ditimbang beratnya.
5.
Bagian ujung tabung kaca disumbat kapas untuk menjaga serbuk TKS tidak keluar dan bagian tabung yang ada kapasnya direndam dalam air sedalam 0,5 inch selama 48 jam. Dicatat tinggi absorbsi air dalam satuan cm. Untuk mengetahui kecenderungan keterbasahan kayu per satuan waktu, dapat dicatat tiap 3 atau 6 jam. Keterbasahan serbuk TKS dihitung berdasarkan rumus:
Keterangan: CWAH = corrected water absorption height (mm) b = faktor koreksi (bulk factor) h1 = tinggi absorpsi air (mm) d2 = diameter bagian dalam tabung kaca (cm) π = 22/7 atau 3,1415, h2 = tinggi serbuk TKS dalam tabung kaca (cm)
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
w = berat kering tanur serbuk (gr) s = volume jenis air (cm3/gr).
Determinasi Keterbasahan Kayu Solid atau Papan Komposit (Metode CCA) 1.
Determinasi keterbasahan kayu solid atau papan komposit dilakukan melalui pengukuran sudut kontak (θ) antara cairan perekat dengan permukaan papan.
2.
Kayu solid atau papan komposit ditempatkan pada permukaan meja yang datar. Di bagian atas permukaan papan dipasang mikropipet 0,01 ml dengan menggunakan bantuan statip.
3.
Tinggi penetesan cairan adalah 1 cm di atas permukaan papan dengan volume tetesan sebanyak 0,01 ml.
4.
Pemotretan terhadap sudut kontak cairan dilakukan 3 detik setelah penetesan.
5.
Foto digital hasil pemotretan diolah dengan software Monic atau software sejenis untuk menentukan sudut kontak (θ) antara cairan dengan permukaan papan (Gambar 3).
Sumber : www.specialchem4adhesive.com
Gambar 2. Sudut kontak (θ) antara cairan perekat dengan sirekat
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009
Referensi Adhesion
Theory.
www.specialchem4adhesives.com/resources/adhesionguide
/index.aspx?id=theory4. Bodig, J. 1962. Wettability Related to Gluability of the Philippines Mahagonies. Forest Products Journal 12 (6) : 265 – 270. Casilla, RC., S Chow and PR Steiner. 1981. An Immersion Technique for Studying Wood Wettability. Wood Science and Technology. 15 : 31–43. Haygreen, JG dan JL Bowyer. Pengantar.
1996.
Hasil Hutan dan Ilmu Kayu:
Terjemahan Sutjipto H.K.
Suatu
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hse, CY. 1972. Wettability of Southern Pine Veneer by Phenol Formaldehyde Wood Adhesives. Forest Products Journal. 22 (1) : 51–56. Marra, AA. 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Practise. Van Nostrand Reinhold. New York. Pari, H. 1994. Pengaruh Keterbasahan Selumbar terhadap Keteguhan Rekat Papan Partikel.
[Skripsi] Jurusan Teknologi Hasil Hutan.
Bogor:
Fakultas Kehutanan IPB. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. New York: Van Nostrand Reinhold. Warsa, SR. 1983. Gluability of Rotary-Cut Veneers of Some Indonesian Woods using Adhesives Extenden with Nami and Cassava Flours. Dissertation Faculty of The Graduate School.
Los Banos: University of The
Philippines at Los Banos. Wellons, JD. 1980 Wettability and gluability of Douglas-fir Veneer. Forest Products Journal. 30 (7) : 53 – 55.
Tito Sucipto : Determinasi Keterbasahan (Wettability) Kayu, 2009