perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETERMINAN PERMASALAHAN EKONOMI SOSIAL (STUDI KASUS ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA)
Skripsi Disusun Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh : Nama : Fibrianto Adie Nugroho NIM : F.1106030
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN START SJENAK MLUPAKAN EYD, RUMUS, TEORI, BAHASA APA DAN TATA BAHASA GIMANA. HALAMAN INI KHUSUS BUAT KITA.THITIK. TANKS TO: DEAR GOD, TANKS FOR CHANCE FOR ME, TANKS FOR ANYTHING AND EVERYTHING....U’R MY LORD MY GUIDANCE IN MY LIFE. I BELIEVE YOUR PLAN’S PERFECT, BEAUTIFUL AND TO EMBELLISH ME. DEAL and clear, I believe that. Tanks for my parents for supporting until this thesis can be finis. tanks for my big family. “FULL TEAM” GREAT and TANKS FOR my lecture AM. Soesilo (turnumun BE) Tanks for all my friend in Sebelas Maret University (EP 2006); Agus, Anggun, Adith, Aniep, Danang, Francismas, Sidiq, Yoeli, Yoedi, Yusnanto, Danu, Susan, Pipid, Ermawati, Feni, Fetri, Ayu, Puji, Widar, Wawan, Nurul, Nisa. “ great Incha-INCHI, sTAnd Up bRoO...!!!!” Tanks for all my friend ex SMA BATIK 2 SURAKARTA FROG KoDOx, zein topa, sebtiawan SiMLONK, simo MBAH MO, GATOD, YUDHIEX SATANIS, BRIAN KETHUL, GOMBLOH, ANDIKA, AGAS, HARIS Rambak. “ brother , u’R the real friend, real team !!! ” Tanks for: bro wiwIEd, bro Fajar, BRO BEAN. “U STAY AT s.o.s” TanKs for squad: 57060 8844646, 4992 98572, 339473866 232738, 4762 728482, 826426782. “secreet”
to GW userSUKA. BEBAS, GK RIBET. NB; INI HALAMAM YANGcommit PALING SORY BWT CREW YANG GK KSEBUT . TANKS. FINISH
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
“In The Long Way We Are All Died” (A. Smith)
“Berakit- Berakit Kehulu, Berenang-Berenang Kemudian Bersakit-sakit Dahulu Bersenang-Senang Kemudian” (N.N)
“Menggandeng Tangan, Membuka Pikiran, Membetuk Masa Depan. Seorang Guru Berpengaruh Slamanya dan Dirinya Tidak Pernah Tau Kapan Berakhirnya” (Henry Adam)
“MAU= MAMPU” (Penulis) “Jika Keyakinan Itu Tetap Ada, Maka Impian Itu Akan Tetap Terjaga. Bawa Slalu Nama Tuhan di dalamnya, maka Impian Itu Akan Menjadi Nyata” (Penulis)
”Logika, Rumus Matematika 1+1 = 2 Biasa Nyata, Rumusnya Tuhan 1+1 = Lebih Dari 2 Tanya kenapa...??? Jawabnya,Karena Tuhan commit to user = 1/0 saja” (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puja serta puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi syarat dalam pencapaian gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi. Namun, seiring dengan berlalunya waktu serta usaha yang tidak kenal lelah, kendala yang muncul bisa teratasi. Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuannya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis menghaturkan terima kasih kepada : 1. Bapak DR AM Soesilo, MSc selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis. 5. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis. 6. Teman-teman Ekonomi Pembangunan Non Reguler ankatan 2006. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini. Ibarat pribahasa tiada gading yang tak retak, penulis menyadari betul bahwa di dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, yang dikarenakan keterbatasan waktu & pikiran. Semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Saran serta kritik akan penulis terima, sebagai bahan evaluasi bagi penulis.
Surakarta, 27 Desember 2010
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………..
i
ABSTRAK…………………………………………………………….....
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….
iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI…………………………...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………….
v
HALAMAN MOTTO…………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………
vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..
viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………..
xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….
xii
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………...
1
B. Perumusan Masalah ………………………………………….
6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian……………………………………………
6
BAB II.
LANDASAN TEORI
A. Pembangunan Ekonomi………………………………………
8
1. Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi……………....
8
2. Kemiskinan Sebagai Penghambat Pembangunan………..
13
2.1 Pengertian dan Penjelasan Keluarga Miskin……….
19
3. Upaya Mengatasi Kemiskinan……………………………
26
B. Determinan Permasalahan Ekonomi Sosial Anak Jalanan.......
30
1. Tingkat Pendapatan Orang Tua………………………...
30
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Jumlah Saudara Dalam Keluarga………………………
30
3. Tingkat Pendidikan Orang Tua….……………………...
32
4.
Status Pekerjaan Orang Tua…………………...…........
34
C.
Kemiskinan Antar Generasi…………………………………..
34
D.
Pengertian dan Karakteristik Anak Jalanan ……………….....
42
E.
Penelitian Terdahulu……………........………………………
46
F.
Kerangka Teoritis.....................................................................
47
G.
Hipotesis...................................................................................
48
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Ruang Lingkup Penelitian…………………………………..
50
B.
Jenis dan Sumber Data……………………………………….
50
C.
Populasi Sampel dan Metode Sampling……………………..
51
D.
Metode Pengumpulan Data
E.
1. Studi Lapangan ………………….....……………………..
50
2. Studi Kepustakaan………………………..……………….
51
Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Dependen..........................................................
52
2. Variabel Independen a.
Tingkat Pendapatan Orang Tua..............................
52
b.
Saudara Kandung....................................................
52
c.
Tingkat Pendidikan Orang Tua..............................
52
d.
Status Pekerjaan Orang Tua..................................
53
F. Teknik Pengolahan Data 1. Analisis Deskriptif...............................................
53
2. Analisis Statistik..............................................................
53
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN A.
Deskripsi Wilayah Penelitian...................................................
68
1. Kondisi Geografis...............................................................
68
2. Aspek Eonomi....................................................................
70
3. Indikator Kependudukan....................................................
72
a. Komposisi Penduduk..........................................................
72
b. Pendidikan....................................................................................
74
c. Kesehatan.......................................................................................
76
d. IPM................................................................................................
78
B. Analisis Deskriptif. 1. Distribusi Tingkat Pendapatan Orang Tua............................
81
2. Distribusi Jumlah Saudara Kandung.....................................
84
3. Distribusi Tingkat Pendidikan Orang Tua ............................
86
4. Distribusi Status Pekerjaan Orang Tua..................................
89
C. Analisis Statistic............................................................................ a. Model Logit (The Logistic Probability Distribution Function)....................................................................
91
b. Uji T (Tes Run WaldWolfowitz)...............................
95
c. Uji F..........................................................................
96
d. KoefisienDeterminasi..............................................
97
D. Uji Ekonometrika (Asumsi Klasik) 1. Uji Multikolinearitas..............................................................
97
2. Uji Heteroskedastisitas..........................................................
98
3. Uji Autokorelasi....................................................................
99
E. Interprestasi Ekonomi...................................................................
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V.
digilib.uns.ac.id
KESIMPULAN dan SARAN
A.
Kesimpulan…………………………………………………..
102
B.
Saran…………………………………………………………
103
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETERMINAN PERMASALAHAN EKONOMI SOSIAL (STUDI KASUS ANAK JALANAN DI KOTA SURAKARTA) ABSTRAK
Fibrianto Adie Nugroho F1106030
Tujuan dari suatu bangsa adalah menciptakan kemakmuran bagi masyarakat yang ada dan tinggal di Negara tersebut. Kemakmuran suatu bangsa tercipta apabila masyarakat memperoleh dan tercukupi kebutuhan baik secara batiniyah dan lahiriyah. Kemakmuran suatu bangsa tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi, tetapi juga aspek-aspek lain di luar ranah ekonomi. Masyarakat dapat dikatakan memperoleh kemakmuran jika tercukupi kebutuhan hidup secara ekonomi dan juga memperoleh keadilan hak yang sama sebagai warga Negara dan terbebas dari diskriminasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perameter pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan di Kota Surakarta. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan alat analisis dalam penelitian ini menggunakanan ML Binary Logit. Untuk ketepatan dalam menganalisi data yang diperoleh dari lapangan di gunakan program SPSS.16 yaitu untuk pengujian statistik dan asumsi klasik. Hasil dari penelitian ini pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. Jumlah saudara kandung mempunyai korelasi positif terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. Pendidikan orang tua memiliki korelasi negatif dan secara signifikan mempengaruhi probablitas seseorang menjadi anak jalanan. Status pekerjaan orang tua memiliki korelasi negatif terhadap tetapi tidak signifikan mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penyebab keberadaan anak jalanan. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan terhadap pemeritah dan dinas terkait untuk menanggulangi semakin banyaknya keberadaan anak jalanan di Kota Surakarta. Key word : permasalahan ekonomi sosial, kemiskinan antar generasi, anak jalanan. commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Masa depan suatu bangsa tidak hanya tergantung pada pemimpin yang berkuasa, namun juga pada kondisi generasi penerus bangsa yang harus dipersiapakan sejak dini dari semua aspek (fisik, mental, sosial, intelektualitas). Hal tersebut perlu dilakukan agar dapat memajukan dan menciptan keadaan suatu negara ke arah yang lebih baik. Kemiskinan sepertinya tidak pernah bisa lepas dari kehidupan manusia. Banyak orang di dunia ini hidup di bawah garis kemiskinan. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung dari 2 hal yaitu : 1) tingkat pendapatan nasional rata–rata dan 2) lebar–sempitnya kesenjangan dari distribusi pendapatan di Negara bersangkutan (Todaro, 2000). Dengan demikian tingkat pendapatan nasional yang rendah dan lebarnya jurang pendapatan akan semakin memperparah kemiskinan. Ini terjadi di sebagian besar Negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia. Secara umum negara–negara miskin di Negara Dunia Ketiga memiliki karakteristik yang hampir sama. Karakteristik ini digunakan sebagai komponen dalam menghitung kesejahteraan sosial. Karakteristik ini diantaranya pengeluaran konsumsi yang relatif kecil, pendidikan rendah, kondisi kesehatan yang buruk, banyaknya pengangguran, sulitnya akses terhadap pelayanan umum serta kebutuhan dasar seperti air bersih, commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
perumahan dan pakaian (Skoufias, Suryahadi, and Sumarto, 2000). Ini pula yang terjadi di Indonesia. Untuk memperbaiki keadaan–keadaan tersebut tentu tak semudah membalik telapak tangan dan tentunya memerlukan dana yang tak sedikit. Oleh karena itulah banyak negara berusaha meningkatkan pendapatan nasionalnya guna memperbaiki standar hidup masyarakatnya. Kondisi perekonomian
Indonesia mengalami goncangan sejak
terjadinya krisis ekonomi yang diawali dari pelemahan mata uang rupiah pada pertengahan tahun 1997 kemudian berimbas pada sektor riil terbukti beberapa industri dan infrastuktur mengalami kebangkrutan dan kemudian terjadilah krisis multi dimensi yang belum tertangani sampai saat ini. Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antarkelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dus masalah besar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali Indanesia. Akan tetapi, sejarah menunjukkan bahwa setelah 10 tahun berlalu pada tahun 1969, ternyata efek yang dimaksud itu mungkin tidak tepat untuk dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir ke bawahnya sangat lambat. Akhirnya, sebagai akibat dari stategi tersebut, pada dekade 1980-an hingga pertengahan dekade 1990-an, sebelum krisis ekonomi, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto yang relatif tinggi, tetapi tingkat kesenjangan juga semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak. Sebenarnya, menjelang akhir dekade 1970-an commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
pemerintah sudah mulai menyadari keadan tersebut yang menunjukan buruknya kualitas pembangunan yang telah dilakukan hingga saat itu. Oleh karena itu, strategi pembangunan mulai diubah, tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, juga menjadi sasaran utama dari pembangunan. Perhatian mulai diberikan pada usaha–usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri – industri yang padat karya dan sektor pertanian. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi (kalau tidak bisa menghilangkan) jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan kelompok kaya di tanah air, misalnya inpres desa tertinggal (IDT), pengembangan industri kecil dan rumah tangga, khususnya di daerah pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi. Krisis ini yang akhirnya menciptakan suatu resesi ekonomi yang besar dengan sendirinya memperbesar tingkat kemiskinan dan gap dalam distribusi pendapatan di tanah air, bahkan menjadi jauh lebih parah dengan kondisi pada dekade 1980-an. Masalah kemiskinan di belahan dunia manapun selalu menjadi pusat perhatian karena kemiskinan jelas memberikan dampak yang buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat. Kemiskinan menyebabkan kehidupan masyarakat tidak dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia seperti pendidikan dan keterampilan, sehingga mereka tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang layak dan imbasnya adalah ketidak mampuan untuk mencukupi kebutuhan hidup di tingkat subsistem sekalipun. Kemiskinan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
merupakan gambaran rendahnya kualitas manusia dan masyarakat yang menderita. Penduduk miskin adalah penduduk yang pendapatanya lebih kecil dari kebutuhan yang diperlukan untuk hidup minimum (subsistem). Jumlah penduduk miskin di Indonesia khususnya Jawa Tengah tergolong cukup besar, meskipun beberapa tahun telah terjadi penurunan. Pada tahun 1999 garis kemiskinan adalah Rp 76.579,00 penduduk miskin sebanyak 8.755.400 orang, presentasi penduduk miskin pada tahun tersebut adalah 23,06% dan pada tahun 2003 batas kemiskinan disesuaikan lagi menjadi Rp 119.403 dan jumlah penduduk yang miskin menjadi 6.979.800 orang dengan presentase penduduk miskin pada tahun tersebut sebesar 21,78% (BPS Jawa Tengah 2004:190). Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia dan ditambah lagi ledakan jumlah penduduk mengakibatkan persaingan dalam memperoleh pekerjaan semakin ketat terutama pada sektor pekerjaan formal akibatnya hanya mereka yang mempunyai nilai tambah dan potensi sejalan yang lebih mudah mendapatkan pekerjaan.
Pada kenyataan sektor formal tidak dapat
menampung jumlah pencari kerja yang semakin meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk. Kondisi yang demikian terkadang memaksa seseorang mencari jalan pintas karena keterbatasanya, tidak jarang rela mendapat upah yang tidak sesuai demi tetap memperoleh suatu pekerjaan dan terkadang juga menghalalkan sagala cara meskipun beresiko. Fenomena merebaknya ”gepeng” dan prostitusi merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi pengamen, pengemis, gelandangan dan commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PSK memang bukan impian dari semua orang, mungkin kerasnya hidup, keterbatasan, minimnya perhatiaan dari pihak lain memaksa mereka untuk menjalani kehidupan yang keras dan penuh ketidak pastian. Fenomena ini tentunya akan menimbulkan efek negatif bagi individu, masyarakat dan suatu bangsa. Apabila hal ini tidak segera ditangani sudah pasti akan merusak citra bangsa dan menciptakan mental dan karakter bangsa karena masih banyak warga negara yang harus hidup menjadi pengemis, pengamen, hidup menjadi gelandangan dan memaksa seseorang untuk menjual kehormatan, sehingga
tidak sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi
bangsa yang termuat pada sila ke 2 yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab,
Pancasila sila ke 4 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia) dan UUD 45 yang termuat dalam pasal 34 (fakir miskin dan anak- anak terlantar dipelihara oleh negara). Maka, berdasar pada latar belakan diatas penulis mengambil judul penelitian:”Determinan Permasalahan Ekonomi Sosial (Studi Kasus Anak Jalanan di Kota Surakarta)”.
B.
Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut di atas maka, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Apakah variabel jumlah saudara kandung, pendapatan orang tua, status pekerjaan orang tua, dan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi probabilitas seseorang menjadi anak jalanan? commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Variabel apa yang paling dominan mempengaruhi probabilitas seseorang menjadi anak jalanan?
C.
Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis: 1.
Untuk mengetahui apakah variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan.
2.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan.
D.
Manfaat penelitian Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat meberikan manfaat dan kontribusi sebagai berikut: 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran kepada Pemerintah Kota Surakarta dalam mengambil atau penerapan kebijakan khususnya di sektor ekonomi sosial.
2.
Memberikan masukan bagi para peneliti berikutnya mengenai permasalahan ekonomi sosial.
3.
Memberikan informasi bagi masyarakat tentang keberadaan pengamen jalanan dan vaktor-vaktor penyebabnya.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II Landasan Teori
A.
Pembangunan Ekonomi 1. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Paham pertumbuhan ekonomi dan paham pembangunan ekonomi memiliki perbedaan yang jelas, masing-masing pengertian mengandung makna yang berbeda satu dengan yang lainya. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi
masyarakat.
Pertumbuhan
menyangkut
perkembangan
berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan sejumlah sarana produk tertentu. Dalam hubungan ini ditunjukan hubungan perimbangan kuantitatif antara sejumlah sarana di satu pihak dengan hasil seluruh produksi disatu pihak dengan hasil seluruh produksi di pihak lain (Djoyohadikusumo 1994 : 1). Sedangkan pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luas. Peningkatan produksi memang merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan. Dalam hal itu selain dari segi peningkatan produksi secara kuantitatif, proses pembangunan mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola pembangunan (alokasi) sumberdaya
produksi
diantara sektor-sektor commit to user 7
kegiatan
ekonomi,
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perubahan pada pembagian (distribusi) kekayaan dan pendapatan antara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh (Djoyohadikusumo 1994 : 2-3). Terwujudnya pembangunan ekonomi pada dasarnya tidak hanya bertumpu pada aspek ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang tidak hanya mempengaruhi hubungan ekonomi tetapi keseluruhan tatanan sosial dan budaya masyarakat (Hoselitz : 1999). Aspek sosial budaya juga diperlukan dalam mewujudkan terciptanya suatu kondisi terwujudnya pembangunan ekonomi, wawasan sosiobudaya masyarakat haruslah diubah jikalau pembangunan diharapkan dapat berjalan. Manakala terdapat hambatan sosial yang menghalangi kemajuan ekonomi, hambatan tersebut harus disingkirkan atau disesuaikan. Organisasi sosial seperti keluarga barsama, sistem kasta warna kulit, dogma agama harus di modifikasi sehingga selaras dengan pembangunan (Jingan : 70). Menurut
(Finer
dalam
Todaro:
26),
dalam
momentum
pertumbuhan Perekonomian diperlukan partisipasi dari masyarakat dan juga dorongan pemerintah, tanpa pemerintahan yang stabil, perdamaian dan ketentraman, kebijaksanaan publik akan selalu berubah-ubah. Rencana ekonomi akan mengalami kemunduran, dan pembangunan akan berantakan sehingga diperlukan perlengkapan administratif yang baik dan efisien. Pembangunan ekonomi memerlukan hukum dan peraturan commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perundang-undangan yang berfungsi sebagai pedoman dan memberikan kepastian tentang keuntungan yang sepadan dengan usaha dan pengorbanan seperti yang dijanjikan oleh program pembangunan ekonomi. Pembagunan ekonomi merupakan suatu tujuan dalam ekonomi untuk menciptakan suatu keadaan masyarakat yang terjamin pada kehidupanya, terbebas dari ketakutan dalam menjalani hidupnya. Dalam terwujudnya pembangunan terdapat tiga inti pembangunan menurud ketiga inti tersebut itu adalah (Goulet dalam Todaro dan Stephen, 2008 : 26-29) : a.
Kecukupan (sutenence) :Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Dasar Kecukupan merupakan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi, pada hakikatnya, adalah menyediakan sebanyak mungkin masyarakat yang dilengkapi perangkat dan bekal menghindari kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh keadaan kekurangan.
b.
Harga Diri (self-esteem):Menjadi Manusia Seutuhnya Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba baik adalah adaya dorongan diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa pantas dan layak melakukan mewujudkan sesuatu yang diinginkan. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Kebebasan Dari Sikap Menghamba: Kemampuan Memilih Kebebasan meliputi kemampuan individu atau masyarakat untuk memilih. Kebebasan terwujud dalam memperoleh rasa aman, persamaan hak dalam memperoleh penghidupan, kebebasan memperoleh pendidikan, kesehatan, rasa aman. Dengan rasa kebebasan individu atau pun masyarakat akan lebih obtimal menggali potensi yang ada pada diri dan potensi yang dimiliki suatu bangsa. Buah terbesar dari pembangunan ekonomi bukanlah kekayaan menambah kebahagiaan, melainkan menambah pilihan.
2. Kemiskinan Sebagai Penghambat Pembangunan Negara yang maju dan makmur adalah negara yang mampu memakmurkan
masyarakatnya
dan
memajukan
kehidupan
masyarakatnya dalam berbagai aspek kehidupan. Secara logika keadaan perekonomian masyarakat akan berdampak pada baik dan buruknya tingkat kehidupan masyarakat itu sendiri. Apabila suatu masyarakat dalam kondisi perekonomian maju dan terkendali, maka secara logika masyarakat dalam kondisi demikian akan memiliki tingkat kehidupan yang layak dan lebih baik dibandingkan dengan suatu masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian yang rendah. Tingkat kemiskinan merupakan indikator tingkat keberhasilan suatu wilayah ataupun suatu negara dalam menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi. Tingkat kemiskinan yang tinggi dan cenderung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
meningkat dari waktu-kewaktu
11 digilib.uns.ac.id
menggambarkan suatu negara atau
wilayah tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah atau negatif dan pada sebalikya apabila dalam suatu negara atau wilayah memiliki tingkat kemiskinan yang rendah dan cenderung mengalami penurunan dari waktu-kewaktu maka dapat dikatakan negara atau wilayah tersebut memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif. Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang berkaitan dengan keterbelakangan ekonomi. Istilah kemiskinan muncul ketika seorang atau kelompok orang tidak mampu menyukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal standar hidup tertentu. Di negara berkembang kemiskinan biasanya dihubungkan dengan masalah kemakmuran (walfare economic) yang menguak pada konsumsi barang dan jasa (Kuncoro 2003 : 103) Pembangunan ekonomi bukan saja berarti perubahan dalam stuktur ekonomi suatu negara yang menyebabkan peranan sektor pertanian menurun dan kegiatan industri meningkat. Di samping perubahan seperti itu pembangunan ekonomi berarti pula suatu proses menyebabkan antara lain: (i) perubahan orientasi kegiatan ekonomi, politik dan sosial yang pada mulanya mengarah ke dalam suatu daerah menjadi beriorentasi ke luar; (ii) perubahan pandangan masyarakat mengenai anak dalam keluarga; (iii) perubahan dalam kegiatan penanaman modal yang tidak produktif, seperti membeli rumah, emas dan sebagianya menjadi penanaman modal yang produktif; (iv) commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perubahan
dalam
pandangan
masyarakat
yang
pada
mulanya
berkeyakinan bahwa kehidupan manusia ditentukan alam sekitarnya dan selanjutnya berpandangan bahwa manusia harus memanipulasi keadaan alam sekitarnya untuk menciptakan kemajuan (Rostow dalam Sukirno, 1985:102). (Sharp 1996 dalam Kuncoro 1997: 107) mengidentifikasi penyebab kemiskinan di pandang dari sisi ekonomi: a.
Kemiskinan muncul karena karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
b. kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya alam. c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal, ketiga penyebab kemiskinan berawal pada teori lingkaran setan kemiskinan (vercious circle of poverty). Menurud (Nurkse dalam Sukirno: 217), lingkaran perangkap kemiskinan, atau dengan singkat lingkaran setan kemiskinan, adalah suatu rangkaian kekuatan-kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain secara demikian rupa, sehingga menimbulkan keadaan di mana suatu negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesukaran untuk mencapai pembangunan lebih tinggi. Pada hakekatnya kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan pada commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masa lalu tetapi juga menimbulkan hambatan kepada pembangunan di masa datang , ”A country is poor becaus’ s it poor”. Senada dengan pendapat Nurkse, (Meir dan Baldwin dalam Sukirno: 219), lingkaran perangkap kemiskinan timbul dari hubungan saling mempengaruhi antara keadaan masyarakat terbelakang dan tradisional dengan kekayaan alam yang belum dikembangkan. Di negara berkembang
kekayaan
alam
belum
sepenuhnya
dikelola
dan
dikembangkan secara maximal karena tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah, karena kurangnya tenaga ahli, dan dikarenakan terbatasnya mobilitas dari sumber daya manusia. Di berbagai negara menunjukan bahwa semakin kurang berkembang keadaan sosial dan ekonomi suatu negara semakin sedikit pula jumlah sumber daya dan kekayaan yang dimiliki dapat dikembangkan dan dapat dimanfaatkan. Ketiga lingkaran perangkap kemiskinan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekayaan alam kurang dikembangkan (3) Masyarakat masih terbelakang (1) Kekurangan modal
Pembentukan modal rendah
produktifitas rendah
Tabungan rendah
Pembentukan rendah
pendapatan riil rendah (2)
Gambar 2.1 Kemiskinan antar generasi Sumber: Sadono Sukirno
Dari gambar diatas diartikan teori perangkap kemiskinan berpendapat bahwa: (i) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, (ii) kurangnya perangsang untuk penanaman modal, (iii) taraf pendidikan, pengetahuan, dan kemahiran masyarakat yang relatif rendah,
merupakan
tiga
faktor
utama
penghambat
terciptanya
pembentukan modal dan perkembangan ekonomi ke masa yang akan datang. Kemiskinan juga dapat dilihat dari faktor sosial-psikologis, menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi kesempatan-kesempatan
yang
seseorang dalam memanfaatkan
ada
di
masyarakat.
Faktor-faktor
penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri seseorang itu sendiri sehingga kemiskinan itu terjadi, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) dikemukakan Oscar Lewis dalam artikel Edi Suharto, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturanperaturan
resmi
memanfaatkan
yang
dapat
sumberdaya.
menghambat
Kemiskinan
seseorang
model
ini
dalam
seringkali
diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Jika kemiskinan didefinisikan sebagai keadaan kekurangan uang atau keterbatasan sumber daya sebagai definisi paling umum maka commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keberhasilan/kesejahteraan secara umum pula dapat didefinisikan sebagai keadaan kecukupan bahkan lebih atas uang atau sumber daya. Definisi serta pengukuran kemiskinan dan keberhasilan/kesejahteraan diatas dapat dipaparkan sebagai berikut: 1.
Keluarga Kaya a. Bappenas (2004) mendefinisikan kesejahteraan/keberhasilan apabila masyarakat, laki-laki dan perempuan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat secara umum antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. b. Bank Dunia mendefinisikan kesejahteraan melalui Garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia adalah sebesar $US2 per kapita per hari (Suharto dalam Rusmana, 2005), setelah dikonversi ke dalam rupiah (kurs:Rp 9.423,00/US$) maka jumlah ini menjadi sekitar Rp 18.800,00 per kapita per hari atau Rp 564.000,00 per bulan. Maka seseorang dapat dikatakan sejahtera jika pendapatannya melebihi Rp 564.000,00 per bulan, atau minimal sama. c. Amartya Sen (dalam Nugroho, 2006) mendefinisikan bahwa seseorang yang sejahtera maka ia tidak akan mengalami commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelaparan, atau kehinaan sosial serta dapat membesarkan dan mendidik anak-anaknya. d. BPS mengukur kemiskinan
berdasarkan tingkat konsumsi
penduduk terhadap kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non makanan (damandiri.or.id, dalam Wurie 2006). Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pengukuran tersebut menghasilkan Garis Kemiskinan yang membatasi seseorang miskin atau tidak dimana angka ini berubah dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan harga. Publikasi terakhir BPS mendasarkan bahwa Garis Kemiskinan tahun 2004 adalah Rp.154.749,00. e. Sajogyo mendefinisikan orang miskin dengan indikator beras yang dibedakan atas daerah perkotaan dan pedesaan, maka definisi kesejahteraan di daerah perkotaan adalah jika sebuah keluarga dapat mengkonsumsi beras sebanyak > 480 kg/tahun, sementara di pedesaan keluarga dikatakan sejahtera bila mampu mengkonsumsi beras sebanyak > 320 kg/tahun (damandiri.or.id, 2006). f. BKKBN
sejak
tahun
1994
menggunakan
indikator
kesejahteraan untuk menggambarkan kondisi masyarakat dan mengelompokkannya dalam tingkat kesejahteraan tertentu. Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera dikelompokkan dalam kelompok miskin, sementara keluarga sejahtera adalah yang commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memenuhi indikator kategori sebagai berikut (damandiri.or.id, 2006):
1) Sejahtera II, memiliki indikator telah dapat rnemenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, namun belum mampu memenuhi
kebutuhan
pengembangannya,
seperti
kebutuhan menabung dan memperoleh informasi. 2) Sejahtera III, indikatornya adalah yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan keluarga, tetapi belum dapat secara teratur dan aktif memberikan sumbangan materi dan melakukan kegiatan kemasyarakatan. 3) Sejahtera III Plus, memiliki indikator dapat memenuhi seluruh kebutuhan, yakni dari kebutuhan dasar sampai kebutuhan
untuk
berpartisipasi
dalam
aktivitas
kemasyarakatan.
2.
Keluarga Miskin Kemiskinan bukanlah kata yang asing bagi masyarakat saat ini karena kemiskinan tidak hanya dapat dirasakan namun juga dapat dilihat dengan jelas. Seseorang dapat melihat dengan jelas apa dan bagaimana ”miskin” itu. Oleh sebab itu kemiskinan dapat didefinisikan dalam berbagai kalimat yang berbeda namun seragam,
mulai
dari sekedar commit to user
ketidakmampuan
memenuhi
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang menyangkut aspek sosial dan moral. Sahdan (2005) menyatakan, bahwa dalam aspek sosial kemiskinan berkaitan erat dengan sikap, budaya hidup dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Selain itu kemiskinan juga dapat merupakan suatu ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara mengenai masalah kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dalam pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Hal ini sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh Kuncoro (2000) bahwa kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mencukupi kebutuhan minimum standar hidup tertentu. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Beberapa definisi lain dari konsep kemiskinan ini adalah sebagai berikut: a. Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempertahankan
dan
mengembangkan
kehidupan
yang
bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat secara umum antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan
hak-hak
dasar
masyarakat
miskin
ini,
BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain (Joseph F. Stepanek, (ed) dalam Sahdan, 2005): 1) pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang,
papan,
pelayanan
kesehatan,
pendidikan,
penyediaan air bersih dan sanitasi. 2) pendekatan pendapatan (income approach), kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset, dan alat-alat produktif
seperti
tanah
dan
lahan
pertanian
atau
perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) pendekatan
kemampuan
approach), menilai
dasar
(human
capability
kemiskinan sebagai keterbatasan
kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis
untuk
menjalankan
fungsi
minimal
dalam
masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. 4) pendekatan objective and subjective, sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. b. Bank
Dunia
mendefinisikan
kemiskinan
sebagai
ketidakmampuan memperoleh standar hidup yang normal (Mikkelsen dalam Nugroho, 2006). c. Amartya Sen mendefinisikan kemiskinan adalah suatu keadaan kelaparan dan ketidakmampuan untuk menghadapi kehinaan sosial, membesarkan anak dan mendidiknya (Mikkelsen dalam Nugroho, 2006). d. BPS (1994) mendefinisikan kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari (Papilaya, 2004). Hal ini commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikombinasikan dengan kebutuhan non makanan yang berupa kecukupan sandang, papan, pendidikan, kesehatan, yang didasarkan atas sejumlah komoditas dengan ukuran tertentu. Gambaran komoditas tersebut dipaparkan dalam Modul SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yaitu survei konsumsi dan belanja rumah tangga tiap propinsi untuk menggambarkan tingkat nasional. Pengukuran BPS ini menghasilkan apa yang disebut Garis Kemiskinan (GK), sebagai batas seseorang miskin atau tidak. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Untuk
tahun
l976,
misalnya,
indikator
ini
menghasilkan patokan GK sebesar Rp 4.522 per orang per buian untuk perkotaan dan Rp 2.849 per orang per bulan untuk pedesaan. Tapi, 20 tahun
kemudian, pada 1996, karena
meningkatnya harga berbagai komoditas, maka angka GK telah berubah menjadi Rp 38.246 untuk perkotaan dan Rp 27.413 untuk pedesaan (damandiri.or.id, 2006). Pada tahun 2003 menurut Indonesian Nutrition Network (INN) (dalam Rusmana, 2005) GK adalah Rp. 96.956 untuk perkotaan dan Rp. 72.780 untuk pedesaan. Kemudian Menteri Sosial menyebutkan berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkannya adalah keluarga yang memiliki commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghasilan di bawah Rp. 150.000 per bulan. Bahkan Bappenas yang juga mendasarkan pada indikator BPS tahun 2005 menetapkan batas kemiskinan keluarga adalah yang memiliki penghasilan di bawah Rp. 180.000 per bulan. Berdasarkan kesamaan indikator tersebut maka BPS dan Bappenas dapat dikatakan mempunyai kesamaan dalam penetapan Garis Kemiskinan tahun 2005. e. Sajogyo menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per kapita sebagai indikator kemiskinan dan dibedakan antara desa dengan kota. Indikator tersebut adalah sebagai berikut ;
1)
2)
Pedesaan a)
< 320 kg/tahun ® miskin
b)
< 240 kg/tahun ® sangat miskin
c)
< 180 kg/tahun ® melarat
Perkotaan a)
< 480 kg/tahun ® miskin
b)
< 270 kg/tahun ® melarat
c)
< 360 kg/tahun ® sangat miskin
f. BKKBN
sejak
tahun
1994
menggunakan
indikator
kesejahteraan untuk menggambarkan kondisi masyarakat dan mengelompokkannya dalam tingkat kesejahteraan tertentu. BKKBN membuat tingkat kesejahteraan dalam 5 kategori sebagai
berikut. Berikut ini commit to user indikatornya:
adalah
kategori
beserta
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Prasejahtera,
dengan indikator tidak mampu memenuhi
kebutuhan standar minimal yaitu ibadah agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. 2) Sejahtera I, memiliki indikator dapat memenuhi kebutuhan dasar tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, yakni pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan tempat tinggal dan transportasi. 3) Sejahtera II, memiliki indikator telah dapat rnemenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, namun belum mampu memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan menabung dan memperoleh informasi. 4) Sejahtera III, indikatornya adalah yang telah mampu memenuhi
kebutuhan
dasar,
sosial
psikologis
dan
pengembangan keluarga, tetapi belum dapat secara teratur dan aktif memberikan sumbangan materi dan melakukan kegiatan kemasyarakatan. 5) Sejahtera III Plus, memiliki indikator dapat memenuhi seluruh kebutuhan, yakni dari kebutuhan dasar sampai kebutuhan
untuk
berpartispasi
dalam
aktivitas
kemasyarakatan.
Dewasa ini muncul fenomena kemiskinan kronis, dimana commitbersifat to userlebih komplek bahkan melibatkan kemiskinan yang terjadi
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih dari satu generasi (kemiskinan antar generasi akan dibicarakan pada bagian lain). Clark dan Hulme (dalam Hulme dan McKay, 2005) mengemukakan bahwa perspektif kemiskinan telah lebih berkembang sekarang ini dengan pengertian yang lebih meluas dari sekedar multidimensional alamiah kemiskinan, penting untuk mengingat kedalaman dan kepelikan dari kemiskinan tersebut karena terdapat perkembangan yang lambat dalam mengenali dan merespon kemiskinan persisten dari waktu ke waktu. Hulme dan McKay (2005), menyatakan bahwa diperlukan perspektif multidimensi dan multidisipliner yang lebih luas untuk memahami kemiskinan kronis karena terdapat banyak kasus didalamnya dibandingkan kemiskinan secara umum. 3.
Upaya Mengatasi Kemisknan Menurut Hadiwiguno (2009), kemiskinan adalah masalah yang kronis dan kompleks. Dalam menanggulangi kemiskinan permasalahan yang dihadapi bukan hanya terbatas pada hal-hal yang menyangkut pemahaman sebab-akibat timbulnya kemiskinan, melainkan juga melibatkan preferensi, nilai, dan politik. Kemudian menurut
Nurhadi,
dijelaskan
bahwa
untuk
menanggulangi
kemiskinan dapat dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan peningkatan pendapatan. b) Pendekatan pengurangan beban. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kedua pendekatan tersebut ditopang oleh empat pilar utama, yaitu :
a)
Penciptaan kesempatan
b)
Pemberdayaan masyarakat
c)
Peningkatan kemampuan
d)
Perlindungan sosial Dalam mengatasi kemiskinan (Masyukur Wiratno 1992: 7 ;
M.L Jingan 1996: 53-71 dalam Vicha 2006), mengemukakan bahwa mengatasi masalah kemiskinan dalam pembangunan atau sebagai
persyaratan
dasar
dalam
pembangunan
ekonomi
diperlukan upaya seperti: a.
Atas Dasar Kekuatan Sendiri Proses
pertumbuhan
harus
bertumpu
pada
kemampuan perekonomian dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki
nasib
dan
prakarsa
untuk
menciptakan
kemajuan meteri harus muncul dari warga itu sendiri. Pembangunan harus diprakarsai oleh negara dan tidak dapat di cangkok dari luar, karena kekuatan dari luar hanya membantu Masyarakat
dan
tidak
dalam
mengganti
suatu
negara
kekuatan
nasional.
seharusnya
dapat
menggunakan sumber-sumber alam yang ada di dalam negeri ini secara produktif. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Menghilangkan Ketidak Sempurnaan Pasar Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan immobilitas faktor dan menghambat ekspansi sektoral pembangunan. Untuk menghapus hal ini, lembaga sosio-ekonomi yang harus diperbaiki atau diganti dengan yang lebih baik. Fasilitas kredit yang mudah dan murah harus di sediakan bagi para petani,
pedagang
kecil
dan
usahawan.
Pengetahuan,
kesempatan, pasar dan teknik produksi harus di tingkatkan, sehingga
diharapkan
produksi
akan
maksimun
dan
penggunaan secara efisien sumber-sumber yang ada. Usaha menghilangkan meningkatkan
ketidaksempurnaan produksi,
sehingga
pasar
dapat
diperlukan
suatu
perubahan struktural. c.
Perubahan Struktural Di Negara miskin kebanyakan penduduknya tidak terlatih, tidak terdidik, buta huruf dan secara sosial terbelakang. Oleh karena itu, penting pula mendatangkan teknologi dari negara maju yang sesuai dengan tatanan sosio ekonomi. Perubahan struktural merupakan peralihan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi ekonomi industri modern yang mencakup peralihan lembaga, sikap sosial, dan motifasi secara radikal. Perubahan-perubahan struktural ini mengakibatkan kesempatan commit to user
kerja
semakin
luas
dan
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
produktifitas buruh semakin meningkat, pendayagunaan sumber-sumber baru serta perbaikan teknologi semakin tinggi. d.
Kriteria Investasi yang Tepat Negara terbelakang tidak hanya menentukan besarnya tingkat investasi tetapi juga komposisi investasi tersebut. Negara bertanggung jawab untuk melakukan investasi yang paling menguntungkan masyarakat. Pola obtimum investasi sebagian besar tergantung iklim investasi yang tersedia dan produktifitas marginal sosial dari berbagai jenis investasi. Dalam hal ini investasi harus dapat memperbaiki distribusi pendapatan, memenuhi kebutuhan dasar.
e.
Sosio Budaya Kesejahteraan ekonomi merupakan bagian dari kesejahteraan sosial pada umumnya. Kenaikan pendapatan nasional tidak membawa kenaikan kesejahteraan sosial jika kenaikan pendapatan itu tidak disertai penyesuain budaya yang ada.
f.
Administratif Administrasi
suatu
negara
yang
baik
akan
mendukung rencana pembangunan. Dalam hal ini sebuah pemerintahan kuat tidak korup dan mampu menegakan hukum dan ketertiban negara. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Determinan Permasalahan Ekonomi Sosial Anak Jalanan 1. Tingkat Pendapatan Orang Tua Orang tua yang tidak mampu tentu adalah alasan yang masuk akal untuk seseorang tidak memiliki pendidikan yang memadai. Awalnya penghasilan orang tua rendah dan semakin rendah pada suatu waktu tertentu. Dengan demikian orang tua tersebut tidak mampu menginvestasikan pendapatannya untuk pendidikan anak-anaknya (Beams dalam Nugroho, 2006; Corcoran dan Chaudry, 1997). Dengan pendapatan yang rendah, maka sangat memungkinkan seorang anak dari keluarga miskin menjalani kehidupan yang tidak layak karena keterbatasan dalam memperoleh kehidupan yang lebih baik. 2. Jumlah Saudara Dalam Keluarga (Berdasar Teori Demografi) Di negara berkembang pertumbuhan penduduk yang sangat besar dan tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi justru akan menimbulkan permasalahan. Berdasar teori demografi Thomas Robert Maltus dalam buku ”The Principal of As It Affects Future Improfment of Society”, kematian sebagai bentuk paksaan alam guna mencapai keseimbangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan sumber daya. Teori ini menerangkan bahwa akan selalu tejadi keseimbangan antara jumlah penduduk dan jumlah sumber kehidupan karena, dalam pandangan Malthus jumlah dan tingkat hidup penduduk langsung berkaitan erat dengan sumber kehidupan manusia (Djoyohadikusumo 1991: 50).
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terdapat jarak yang cukup dekat antara variabel demografis dengan kondisi kemiskinan sebuah keluarga. Demografis yang dimaksudkan di sini antara lain: (i) Jumlah Anggota keluarga (Bhalotra dan Heady, 2003), (ii) Hasrat Mempunyai anak/birth order.(iii) Tingkat ketergantungan/dependency ratio (Basu dan Tzanatos, 2003). (iv) Jumlah penduduk yang bekerja. (v) Tingkat mobilitas penduduk dan sebagainya. Dikatakan cukup dekat karena kondisi demografis secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kemakmuran sebuah keluarga. Misalnya tingginya jumlah anggota keluarga dan hasrat mempunyai anak akan semakin meningkatkan beban ketergantungan. Beban ketergantungan yang tinggi dapat ditafsirkan pengeluaran yang semakin besar. Dengan asumsi jumlah penduduk yang bekerja tidak berubah, kondisi tersebut akan menyebabkan peluang keluarga menjadi miskin lebih besar (Sutyastri dan Prijono, 2002; Alice Fabre And Emmanuel Augeraud-Veron, 2004). Michael Sadler (Lle Wellyin-Jones, 1974: 53), menyatakan bahwa fecunditas (kemampuan memiliki anak) sama dengan ratio inverse dari kondisi jumlah penduduk yang jarang dan sedikit akan membantu manusia meningkatkan peradapan. Jumlah penduduk yang kecil akan membuat lapangan pekerjaan yang tersedia terdistribusikan dengan baik dan hal ini akan semakin memberi kesempatan manusia meningkatkan kemampuan intelektualnya. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tingkat Pendidikan Orang Tua (Berdasar Teori Model Politik Ekonomi) Sesuai dengan UUD 1945, rakyat Indonesia tidak lagi terstruktur dalam kelas yang didasarkan pada sistem feodal atau borjuasi (setidaknya dalam teori/termaktub dalam undang-undang, walaupun pada kenyataannya tidak demikian). Sistem pendidikan nasional yang dirumuskan pemerintah masih cenderung menciptakan ketimpangan struktur masyarakat seperti yang terlihat dalam praktik pendidikan masyarakat kolonial. Melucuti kemapanan sekolah akan mempertajam ketimpangan masyarakat. Sebagian besar porsi pendidikan
terutama
pendidikan bermutu hanya dapat diakses oleh kalangan the have. Dalam kenyataan yang demikian maka kecil harapan bagi rakyat miskin untuk dapat mengakses pendidikan, apalagi pendidikan bermutu. Mereka akan tetap bergulat dalam kemelaratan pendapat ini dikemukakan Ivan Illich (2009). Seseorang yang berpendidikan tinggi tentu akan memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan dari pendidikannya tersebut. Dengan demikian ia akan dapat bekerja dan memberikan kontribusi pada perusahaan yang dapat memberinya penghasilan tinggi, seandainya ia tidak memiliki jiwa wirausaha. Penghasilan yang tinggi tentu dapat membantu seseorang untuk lepas dari kondisi kemiskinan dan kekurangan.
Sebaliknya
terbatas/kurang
hanya
pengetahuan dapat
membuat
dan
keterampilan
seseorang
yang
memperoleh
penghasilan yang rendah (Becker; Weaver dan Jamasy dalam Nugroho, commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2006). Pendapat lain mengenai pengaruh pendidikan adalah studi mengenai kemiskinan persisten di Rusia tahun 1994-2001 oleh Kalugina; Montmarqutte dan Sofer (2004). Mereka menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga maka probabilitas rumah tangga tersebut menjadi miskin akan semakin kecil. Mereka juga menemukan bahwa pendidikan yang dicapai pasangan pun turut andil dalam keberhasilan ekonomi seseorang serta memberikan efek yang sama terhadap kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan. Misal keberhasilan seorang suami turut dipengaruhi oleh pendidikan istrinya, begitu pula sebaliknya dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga. Tingkat pendidikan ini pun tidak terbatas pada pendidikan individu yang bersangkutan namun pendidikan orang tua pun turut andil dalam mempengaruhi pendidikan anaknya yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan ekonomi anak tersebut di masa depan. Sebagai contoh orang tua yang berpengetahuan luas tentu akan mendorong anak-anaknya untuk bersekolah sehingga mendapatkan pendidikan yang memadai yang akan berguna untuk masa depannya. Sebuah bukti yang dipublikasikan oleh BPS pun menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan
kepala rumah
tangga
yang rendah
sangat
mempengaruhi indeks kemiskinan (dalam hal ini untuk konteks kemiskinan desa). Penelitian BPS menghasilkan bahwa 72,01% dari rumah tangga miskin di pedesaan dipimpin kepala rumah tangga yang commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak tamat SD, dan 24,32% dipimpin kepala rumah tangga yang berpendidikan SD (Sahdan dalam Wurie, 2006). 4. Status Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan orang tua turut menentukan keberhasilan seorang anak. Hal ini dikemukakan Corcoran dan Chaudry (1997) dalam studinya mengenai kemiskinan antar generasi di Amerika.
C.
Kemiskinan Antar Generasi Untuk banyak orang kemiskinan merupakan situasi yang sulit untuk keluar/lepas
darinya
yang
paling
tegas
digambarkan
dengan
perampasan/kehilangan yang ditransmisi dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Hulme dan McKay, 2005). Perampasan/kehilangan yang dimaksud adalah hak, kehidupan sejahtera, kebebasan, dan sebagainya. Oleh karena itulah ciri yang paling terlihat dari orang miskin adalah tidak terdapatnya kebebasan (berupa berpolitik, berpendapat dan lain-lain) serta tidak sejahteranya hidup mereka. Pola dari kemiskinan antar generasi ini dapat dilihat dari kemiskinan anak-anak. Ada kemungkinan mereka dapat lepas dari kemiskinan tersebut atau tetap hidup dalam kemiskinan ketika mereka dewasa. Inilah yang perlu diperhatikan. Satu dari dua anak Negro Amerika serta tiga dari empat anak kulit putih yang miskin persisten tidak mengalami kemiskinan ketika masa dewasa. Namun demikian sejumlah kecil anak-anak miskin persisten, kemiskinannya tetap berlangsung pada masa kanak-kanak. Kasus ini terjadi commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada orang Negro Amerika. Sebanyak separuh dari orang Negro Amerika yang miskin, minimal dari separuh masa kanak-kanak mereka dalam keadaan miskin yang paling sedikit pada masa awal dewasa mereka. Sekitar seperempat dari orang Negro Amerika tersebut tetap berada dalam kemiskinan persisten ketika dewasa (Corcoran dan Chaudry, 1997). Anak-anak dari keluarga miskin mengawali kehidupannya dengan ketidakberuntungan yang lebih tinggi dari pada anak-anak yang berasal dari keluarga kaya, akibatnya ketika dewasa mereka kalah siap untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif. Berbagai ketidaksetaraan dalam bidang ekonomi, politik dan sosiokultural mendorong munculnya perbedaan dalam kesempatan atau peluang kehidupan dan besar kemungkinan akan diteruskan dari generasi ke generasi (Laporan Pembangunan Dunia 2006: 209). Anak-anak yang tidak pernah mengalami kemiskinan memiliki kemungkinan sangat kecil akan mengalami kemiskinan kembali pada awal masa dewasanya apabila dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dalam kondisi kemiskinan persisten. Dari empat anak Negro Amerika yang tidak miskin hanya satu yang pernah mengalami kemiskinan pada masa dewasa mudanya dan kurang dari satu dari dua belas kemudian hidup dalam kemiskinan jangka panjang. Pola seperti ini terjadi pula pada anak-anak kulit putih. Anak-anak kulit putih yang mengalami kemiskinan persisten memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar untuk mengalami commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemiskinan persisten kembali pada masa dewasanya dibandingkan anakanak kulit putih yang tidak miskin (Corcoran dan Chaudry, 1997). Kemiskinan
yang
dialami
pada
masa
kanak-kanak
dengan
kemiskinan pada masa dewasa sangat berhubungan erat dan pada sebagian kasus disebabkan oleh adanya kekurangan pada keluarga serta lingkungan yang miskin pada masa kanak-kanak tersebut. Dengan menggunakan variabel struktur keluarga, kesejahteraan orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua serta keadaan lingkungan yang miskin maka anak-anak dalam keadaan miskin persisten akan mengalami kemiskinan yang lebih parah daripada anak-anak yang tidak miskin. Contohnya saja anak-anak lelaki dari keluarga berpendapatan rata-rata memiliki pendapatan tahunan 50% lebih tinggi daripada anak-anak lelaki dari keluarga miskin setelah memperhatikan latar belakang keluarga, kemiskinan lingkungan
dan
tetangga (Corcoran dan Chaudry, 1997). Moore (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa transmisi kemiskinan antar generasi (pewarisan kemiskinan) dapat dipahami dengan pendekatan mata pencaharian yang berpusat pada perpindahan ataupun ketidakhadiran modal (asset) dalam konteks sosial, kelembagaan dan lingkungan
kebijakan. Transmisi tersebut dapat melibatkan transmisi
pribadi dan ketiadaan transmisi maupun transmisi publik dan ketiadaannya. Transmisi pribadi tidak semata-mata merupakan perpindahan kemiskinan dari orang tua kepada anak-anaknya namun juga dapat berupa transmisi kemiskinan dari generasi yang lebih tua kepada generasi muda. Sedangkan commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
transmisi publik merupakan perpindahan sumber daya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Transmisi tersebut dapat berupa sesuatu yang positif (cita-cita atau harta tunai) maupun negatif (tenaga kerja terikat, gizi buruk, diskriminasi jenis kelamin). Berbagai macam aset dapat ditransfer dengan berbagai mekanisme. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Harper; Marcus dan Moore (2002): “Intergenerational transmission of poverty can involve the ‘private’ transmission of poverty from older generations of individuals and families to younger generations (especially, but not solely, from parents to children), and the ‘public’ transfer (or lack of transfer) of resources from one generation to the next through, for example, redistribution of the taxed income of older generations to support the education of the youngest”. Transmisi antar generasi tersebut dipengaruhi oleh ekonomi, sosial, politik, budaya serta kelembagaan dengan konteks dimana mereka terjadi. Norma-norma yang terbentuk secara sosial dapat bersifat membantu atau menghambat proses transmisi (Moore, 2004). Misalnya diskriminasi jenis kelamin, ras atau warna kulit dapat membantu perpindahan kemiskinan antar generasi (dari satu generasi ke generasi berikutnya) karena diskriminasi tersebut dapat mengurangi bahkan menghalangi akses dari generasi yang mengalami diskriminasi terhadap kesempatan ekonomi dan pengakuan masyarakat. Diskriminasi ini pun sering bertahan dan bersifat tetap dari generasi ke generasi. Generasi yang mendapat perlakuan diskriminatif
dari
commit to user generasi sebelumnya
sering
meneruskan
sikap
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diskriminatif pada generasi berikutnya. Hal ini dapat menunjukkan suatu pola siklus kehidupan kemiskinan. Baik konsep transmisi kemiskinan antar generasi maupun siklus kehidupan kemiskinan dapat memberikan peluang untuk masuk dalam proses kemiskinan. Siklus kehidupan kemiskinan membuka jalan bagi seorang anak miskin untuk masuk dalam kemiskinan baru bahkan lebih miskin. Diskriminasi dapat memegang peranan dimana ia dapat membuat orang tua tidak mampu memberikan pendidikan layak kepada anaknya. Anak yang tidak berpendidikan dapat tumbuh menjadi pengangguran (anak tersebut menjalani proses siklus kehidupan kemiskinan). Kemiskinan kronis dapat disebabkan oleh siklus ini maupun transmisi kemiskinan antar generasi, di sisi lain dapat menjadi karakteristik dan efek dari kemiskinan kronis ini (Moore, 2004). Siklus kehidupan kemiskinan dan transmisi kemiskinan antar generasi dapat menyebabkan seseorang mengalami kemiskinan kronis, bahkan pada masa dewasanya. Ia menjalani siklus kemiskinan bertahuntahun serta mewariskan kemiskinannya pada generasi berikutnya, ia pun diwarisi
kemiskinan
oleh
generasi
sebelumnya.
Kemiskinan
yang
dialaminya dapat menjadi lebih parah daripada generasi sebelumnya. Kemiskinan kronis ditandai dengan adanya gejala bahwa kemiskinan terus diwariskan dari generasi ke generasi (adanya transmisi kemiskinan antar generasi). Selain itu keadaan ini juga ditunjukkan oleh pola kemiskinan yang terus berlanjut akibat keadaan kemiskinan yang dialami commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seseorang pada suatu waktu. Misalnya saja contoh di atas, seorang anak yang tidak berpendidikan karena dia memang tidak mampu mendapatkan pendidikan
layak
akan
berlanjut
menjadi
pengangguran.
Seorang
pengangguran tentu akan tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal kebutuhan dasar. Dengan demikian ia akan terjebak dalam proses siklus hidup kemiskinan terus menerus sepanjang hidupnya, bahkan bukan tidak mungkin ia akan mewariskan kemiskinannya pada keturunannya kelak. Kemiskinan kronis dapat menghasilkan adanya siklus hidup kemiskinan dan transmisi antar generasi. Kemiskinan kronis dapat berupa suatu kemiskinan yang berlangsung terus menerus sehingga seorang individu/masyarakat sangat sulit melepaskan diri darinya. Seorang yang miskin bisa jadi karena diwarisi kemiskinan oleh generasi sebelumnya dan besar kemungkinan akan mewariskan pula kemiskinannya pada generasi berikutnya. Disamping itu ia pun akan terhalang dari akses-akses modern akibat keterbatasan dan kekurangan yang ia miliki sehingga ia akan tetap miskin karena keterbatasan yang terus membelenggunya. Transmisi kemiskinan antar generasi maupun siklus hidup kemiskinan dapat ditunjukkan oleh skema berikut ini:
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dewasa miskin
anak-anak miskin
dewasa miskin
keturunan (anak-anak) dewasa tidak miskin
anak-anak tidak miskin
dewasa tidak miskin
Transfer antar generasi, ekstraktif, atau ketiadaan transfer kemiskinan karena modal Anak-anak miskin/tidak miskin disebabkan oleh transfer, ekstraktif, keberadaan transfer kemiskinan karena modal, dan faktor-faktor individual dan struktural Pengaruh siklus hidup: anak-anak miskin/tidak miskin berubah menjadi dewasa miskin/tidak miskin disebabkan oleh faktorfaktor individual dan struktural Gambar 2.2 Transmisi KemiskinanAntar Generasi Maupun Siklus Hidup Sumber: Moore, 2004
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D.
Pengertian dan Karakteristik Anak Jalanan Sebenarnya istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan, tepatnya di Brazilia, Menimos de Ruas untuk menyebut kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki tali ikatan dengan keluarga (B.S Bambang, 1993: 9). Namun di beberapa tempat lain istilah anak jalanan berbeda-beda. Di Colombia mereka disebut gamain (urchin atau melarat) dan ”chinches” (kutu kasur), “marginas” (kriminal atau
marginal)
di
Vietnam,
“saligoman”.
Istilah-istilah
terrsebut
menggambarkan bagaimana posisi anak-anak jalanan di dalam kehidupan bermasyarakat. Semua anak sebenarnya memiliki hak untuk memperoleh kehidupan tidak terkecuali anak jalanan. Namun pada kenyataanya, mayoritas dan dapat dikatakan semua anak jalanan terpinggirkan dalam aspek kehidupan. Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Secara khusus, anak jalanan menurut PBB adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan untuk bekerja, bermain atau beraktifitas lain. Anak jalanan tinggal dijalanan kerena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.
Umumnya
anak
jalanan
bekerja
sebagai
pengasong,
pemulumg, tukang semir, pelacur anak, dan pengais sampah. Dalam buku ”Intervensi Psikosial”, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan atau tempat-tempat umum lainya. Definisi tersebut memberikan empat faktor penting yang saling terkait: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Anak-anak
2.
Menghabiskan sebagian waktunya
3.
Mencari nafkah atau berkeliaran
4.
Jalanan dan tempat-tempat lainya
41 digilib.uns.ac.id
Berdasar hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan di bedakan dalam tiga kelompok (Surbakti dkk: 1997); Pertama, children of street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi-sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka di jalanan, pada kategori ini adalah membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang harus di tanggung karena tidak dapat diselesaikan oleh kedua orang tuanya. Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka anak-anak yang karena suatu sebab – biasanya dikerenakan kekerasan lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual (Irwanto, 1955). Ketiga, children fromfamilies of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan keluarga yang cukup erat, tetapi hidup mereka commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya (Blanc dan Associates, 1900). Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah penampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah ditemui di kolong-kolong jembatan rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan di pinggiran sungai walaupun secara kualitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti. Menurut penelitian Departemen Sosial dan UNDP di wilayah Jakarta dan Surabaya (BKSN 200: 2-4) anak jalanan di kelompokan dalam empat kategori: 1.
Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria; a. Putus hubungan atau lama tidak ketemu dengan orang tuanya;
2.
b.
8-10 jam berada di jalanan untuk ”bekerja”;
c.
Tidak lagi sekolah;
d.
Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.
Anak jalanan yang bekerja di jalanan, dengan kriteria; a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya; b. 8-16 jam berada di jalanan; c. Mengontrak
kamar
sendiri,
bersama
teman,
ikut
orang
tua/suaudara, umumya di daerah kumuh; d. Tidak lagi sekolah; e. Pekerjaan: Penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu dan lain-lain; commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Rata-rata berusia di bawah 16 tahun. 3.
Anak-anak yang rentan menjadi anak-anak jalanan, dengan kriteria; a. Bertemu teratur setiap hari/ tinggal dan tidur dengan keluarganya; b. 4-5 jam berada di jalan; c. Masih bersekolah; d. Pekerjaan : penjual koran, penyemir, pengamen dll; e. Usia rata-rata di bawah 14 tahun.
4.
Anak jalanan berusia diatas 16 tahun, dengan kriteria: a. Tidak lagi berhubungan dengan/berhubungan dengan orang tuanya; b. 8-24 jam berada di jalanan; c. Tidur di jalan atau rumah oarang tua; d. Sudah tamat SD atau SLTP, namun tidak melanjutkan sekolah lagi; e. Pekerjaan : calo,mencuci bis, menyemir dll. Adapun ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan dapat dijelaskan pada
tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Ciri-ciri Fisik dan Psikis Anak Jalanan Ciri Fisik
Cara Psikis
Warna kulit kusam Rambut kemerah-marahan Pakaian tidak terurus
Sumber:DEPSOS, 2001
Mobilitas tinggi Acuh tak acuh Penuh curiga Sangat sensitif Berwatak keras Semangat hidup tinggi Mandiri Berani menanggung resiko commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E.
Penelitian Terdahulu Sebagai pendukung dan acuan dari penelitian ini maka penulis memasukan penelitian terdahulu, antara lain; 1. Penelitian yang dilakukan Marviam (2004) mengenai distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menganalisis tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 1993-2001 dan juga pertumbuhan ekonomi serta distribusi pendapatan di Indonesia, hasil penelitian berdasar perhitungan dengan menggunakan Indeks Williamson diperoleh angka ketimpangan pendapatan propinsi indonesia tidak menurun dan menunjukan ketimpangan yang tinggi selama 19932001. Berdasar Head Count Indeks membuktikan bahwa tingkat kemiskinan di kawasan Indonesia bagian timur lebih tinggi dari pada di kawasan Indonesia bagian barat. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan keadaan
kemiskinan di Indonesia dan belum adanya pemerataan
pembangunan. 2. Penelitian yang dilakukan Wurrie (2006) mengenai probabilitas keberhasilan ekonomi keturunan kelurga kaya di Kecamatan Serengan, alat analisis dalam penelitian ini menggunakan Model Logit dan pengolahan data menggunakan Eviews. Dari penelitian tersebut diketahui Proporsi Keberhasilan Ekonomi Keturunan Keluarga Kaya Proporsi keberhasilan ekonomi keturunan keluarga kaya di Kecamatan Serengan Kota Surakarta pada tahun 2008 menurut kriteria BPS adalah commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
97,78% sedangkan bila menggunakan kriteria internasional maka proporsi keberhasilan mereka adalah 66,67%.
F.
Kerangka Teoritis Untuk memudahkan alur pemikiran dalam penelitian ini maka dibuat kerangka teoritis untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. Kerangka teoritis tersebut sebagai berikut:
Tingkat pendidikan
Status pekerjaan orang tua
Menjadi anak jalanan
Pendapatan Orang Tua
Jumlah saudara kandung
Gambar 2.3 Kerangka Teoritis
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G.
Hipotesis Dari kerangka teoritis diatas dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Semakin besar pendapatan orang tua maka probabilitas menjadi anak jalanan rendah, begitu juga sebaliknya apabila keadaan ekonomi orang tua miskin, (berpendapatan rendah) maka probabilitas menjadi anak jalanan tinggi. 2. Semakin banyak jumlah saudara diduga probabilitas menjadi anak jalanan juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya apabila jumlah saudara kandung sedikit, probabilitas menjadi anak jalanan semakin rendah. 3. Bila Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua probabilitas menjadi anak jalanan diduga juga semakin rendah, begitu juga sebaliknya apabila tingkat pendidikan orang tua rendah probabilitas menjadi anak jalanan juga semakin tinggi. 4. Bila status pekerjaan orang tua adalah formal probabilitas menjadi anak jalanan diduga akan lebih rendah dibandingkan dengan seorang yang berasal dari orang tua yang bekerja di sektor informal.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Ruang Lingkup Penelitian Wilayah penelitian ini adalah Kota Surakarta dengan objek penelitian para anak jalanan dan bukan anak jalanan di Kota Surakarta. Penelitan ini mengacu pada probabillitas seseorang menjadi anak jalanan di Kota Surakarta. Penelitian ini mengambil 200 sampel, dengan tabulasi 100 sampel dari anak yang berstatus anak jalanan dan 100 sampel dari anak-anak yang berstatus anak jalanan di kota surakarta yang berumur 17 tahun kebawah, hal ini dikarenakan pada umur 17 tahun kebawah merupakan anak-anak yang masih menjadi tanggung jawab orang tua secara penuh.
B.
Jenis dan Sumber Data Data penelitian terdiri dari dua jenis menurut sumbernya, yaitu data primer dan data sekunder sedangkan penelitian berdasar waktunya dibedakan menjadi dua bagian yaitu data cross section dan data time series. Menurut Mubyarto dan Soeratno (1976: 36) data primer merupakan data yang bersumber langsung dari objek penelitian dan langsung diambil dari lapangan oleh peneliti dan belum mengalami pengolahan lebih lanjut, sedangkan data sekunder merupakan data yang pengumpulannya dilakukan oleh pihak lain, bukan peneliti langsung, biasanya oleh kantor-kantor sensus dan statistik, departemen-departemen dan instansi pemerintah lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Sementara itu, data cross-section merupakan data variabel tertentu yang berasal dari banyak satuan sampel pada satu waktu tertentu, sedangkan data time-series merupakan data satu variabel tertentu yang berurutan pada waktu yang panjang. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer yakni data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan. Data dalam penelitian ini merupakan jenis data cross-section, data ini menunjukkan informasi yang berbeda namun dalam satu waktu tertentu yaitu pada waktu penelitian.
C.
Populasi, Sampel dan Metode Sampling Populasi adalah keseluruhan dari kelompok orang, peristiwa atau objek-objek lain yang sedang menjadi perhatian untuk diselidiki dan kemudian dapat dikenai generalisasi dari hasil penelitian itu, sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi tersebut (Sarwoko, 2007: 51). Populasi dari penelitian ini adalah semua Anak jalanan di Kota Surakarta pada tahun 2010. Karena keterbatasan peneliti maka peneliti tidak akan meneliti seluruh objek penelitian melainkan mengambil sampel yang mewakili kriteria dan karakteristik seluruh populasi.
D.
Metode Pengumpulan Data 1) Studi Lapangan Data penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara kepada responden, menggunakan daftar pertanyaan (terlampir) karena penelitian commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini merupakan penelitian lapangan yang berupa studi kasus langsung pada objek penelitian. Data dari anak-anak jalanan maupun anak yang berstatus bukan anak jalanan yang di peroleh dari Kota Surakarta dengan sistem random sampling. 2) Studi Kepustakaan Selain melalui wawancara, peneliti juga menggunakan teknik studi kepustakaan dalam memperoleh informasi lain yang berguna dalam penelitian ini. Studi kepustakaan antara lain melalui jurnal, text book dan sumber lain seperti internet dan surat kabar.
E.
Definisi Operasional Variabel 1)
Variabel Dependen Variabel dependen dari penelitian ini adalah probabilitas anak jalanan.
2)
Variabel Independen a. Tingkat Pendapatan Orang Tua Tingkat pendapatan merupakan jumlah dari penghasilan orang tua responden dalam satu bulan. b. Jumlah Saudara Kandung Jumlah saudara kandung merupakan semua saudara yang dimiliki dari anak jalanan dan bukan anak jalanan. Variabel ini diukur dengan satuan orang.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal dan non formal serta keterampilan tertinggi yang ditempuh keturunan keluarga kaya. Variabel ini diukur dengan lama tahun pendidikan, misal bila tamat SD dinilai 6 tahun, tamat SMP dinilai 9 tahun, tamat SMA dinilai 12 tahun, tamat PT S1 dinilai 16 tahun, tamat S2 dinilai 18 tahun, tamat S3 dinilai 21 tahun, dan seterusnya. d. Status Pekerjaan Orang Tua Status pekerjaan orang tua dibagi menjadi dua kategori yaitu formal diberi nilai 1, non formal diberi nilai 0.
F.
Teknik Analisis Data 1.
Analisis Deskriptif Menurut Sugiyono (2006) analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa data dengan mendeskripsikan/menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat suatu kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.
2.
Analisis Statistik Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode logit karena
variabel
dependen
berupa
variabel
kualitatif
yang
mencerminkan pilihan antara dua alternatif (menjadi anak jalanan dan tidak menjadi anak jalanan). Model ini dipilih karena penelitian ini commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hendak mengkuantitatifkan hubungan antara probabilitas dua pilihan tersebut dengan beberapa variabel independent (tingkat pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua, dan status pekerjaan orang tua). Model penelitian ini berasal dari model sebagai berikut: Y = b 0 + b 1 X1+ b 2 X2 + b 3 X3 + b 4 X4 + e
Keterangan: Y
= anak jalanan
X1
=
X2
= jumlah saudara kandung
X3
= tingkat pendidikan orang tua
X4
= status pekerjaan orang tua
e
=
tingkat pendapatan orang tua
variabel di luar model yang dapat mempengaruhi variabel
dependen Persamaan model logit (fungsi distribusi logit) digambarkan sebagai berikut: Li = =
Pi Ln ( ) = Zi 1 - Pi
b 0 + b 1 X1+ b 2 X2 + b 3 X3 + b 3 X4 + e
Sumber: Gujarati, 2003: 596 Pi ( ) disebut rasio odds, L merupakan logaritma dari rasio odds, L 1 - Pi
disebut Logit.
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pi didefinisikan sebagai probabilitas seseorang ke-i menjadi anak jalanan, jika seorang menjadi anak jalanan maka ke-i dapat diartikan Pi = 1 dan apabila seseorang tidak menjadi anak jalanan maka Pi = 0. Dengan demikian distribusi probabilitas Y adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Probabilitas Y Yi 0 1
Probabilitas 1-Pi Pi
Pi Sehingga ( ) merupakan rasio probabilitas menjadi anak 1 - Pi
jalanan ke-i maka seorang menjadi anak jalanan. Fungsi distribusi logistik (logistic distribution function) juga dapat dinyatakan langsung dengan Pi. Dengan meng-antiln-kan kedua sisi persamaan logit diatas maka diperoleh persamaan sebagai berikut: Pi Ln ( ) = Zi ® di-antiln-kan 1 - Pi Pi = l Zi 1 - Pi Pi =
1 l - Zi
(1 - Pi )
Pil - Zi = 1 - Pi
Pi l - Zi +Pi = 1 Pi ( l - Zi +1) = 1 Pi =
1 l
-Zi
+1
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pi =
=
1 , dimana Zi = b 0 + b 1 X1+ b 2 X2 + b 3 X3 + b 4 X4 1 + l - Zi
l Zi 1 + l Zi
l = bilangan dasar logaritma natural = 2,718 (Gujarati, 2003:175). l Zi
merupakan antiln dari Zi. Rumus tersebut (Pi =
1 ) juga dapat dinyatakan dalam bentuk 1 + l - Zi
sebagai berikut: Pi = { 1 + exp [ - b 0 - b 1 X1 - b 2 X2 - b 3 X3 - b 4 X4 ] }-1 exp = l dipangkatkan fungsi dalam tanda [ ] (Gujarati, 2003: 175) Rumus probabilitas di atas adalah rumus probabilitas untuk tingkat X tertentu. Untuk menghitung probabilitas rata-rata yang menunjukkan besarnya perubahan probabilitas Pi untuk setiap perubahan satu unit dalam X dapat digunakan rumus b Pi(1-Pi) (Gujarati, 1995: 602). Rumus tersebut menunjukkan slope dari variabel independen tertentu. Probabilitas Y = 0 adalah 1-Pi, maka 1-Pi adalah sebagai berikut: 1 - Pi = 1 -
l Zi 1 + l Zi
=
1 + l Zi l Zi 1 + l Zi 1 + l Zi
=
1 1 + l Zi
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model logit dapat ditaksir dengan metode OLS, namun akan mengakibatkan situasi heteroskedastis, varian dari disturbansi ui menjadi
tidak
ditransformasikan
sama/konstan. terlebih
Oleh
dahulu
karena untuk
itu
model
menghindari
harus situasi
heteroskedastis. Namun terdapat cara/metode yang lebih praktis untuk menaksir model logit yaitu metode Maximum Likelihood (ML). Bahkan Gujarati menyatakan bahwa OLS tidak dapat diterapkan untuk mengestimasi model tersebut karena Pi tidak linier bukan hanya pada X namun juga pada b, khususnya pada data individual/level mikro sehingga ML adalah metode yang paling tepat untuk mengestimasi parameter model (Gujarati, 2003: 595). Disamping itu, penerapan OLS pada data individual akan menyebabkan estimasi menjadi infeasible (Gujarati, 2003:597). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pi log ( ) = b 0 + b 1 logX1+ b 2 logX2 + b 3 logX3 + b 4 logX4 1 - Pi
jika seseorang menjadi anak jalanan ke-i, maka Pi = 1 dan apabila seorang menjadi anak jalanan, jika seseorang tidak menjadi anak jalanan maka Pi = 0. Jika nilai ini ditulis langsung pada model logit didapatkan: Li
1 = log ( ) jika seorang menjadi anak jalanan ke-i 0
Li
0 = log ( ) jika jika seorang tidak menjadi anak jalanan ke-i 1
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika nilai Li dihitung dengan cara tersebut maka nilai Li menjadi tak terhingga. Dalam situasi ini metode ML yang harus digunakan, untuk menggunakan metode ini harus dibuat asumsi mengenai distribusi probabilitas error term ui . Dalam konteks regresi asumsi yang paling populer adalah bahwa ui
mengikuti distribusi normal (Gujarati,
2003:113). Sedangkan asumsi kenormalan untuk ui adalah: Mean
:
E(ui) = 0
Variance
:
E [ui-E(ui)]2 = E (ui)2 = s2
Cov (ui uj)
:
E{[ui-E(ui)] [ui-E(ui)]}=E(ui uj) = 0 i¹j
Dengan demikian perlu dilakukan uji asumsi klasik yang menyatakan bahwa model tidak mengandung heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas. a.
Uji Asumsi Klasik Dalam penelitian ini model harus memenuhi beberapa asumsi klasik antara lain yaitu: 1.
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas diartikan sebagai adanya varian yang berbeda dari unsur gangguan/disturbance, sedangkan asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah homoskedastis, varian dari unsur gangguan tersebut harus konstan. Metode untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastis adalah metode Park. Langkah commit to userpertama adalah dengan meregres
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
residual (yang telah dikuadratkan) dengan semua variabel independent. Langkah kedua adalah dengan uji t (dengan melihat probabilitas kesalahan setiap variabel independen tersebut pada hasil pengolahan data). Dengan level of significant ( a ) tertentu probabilitas tersebut dibandingkan. Jika probabilitas <
a
® signifikan, ada masalah
a
® tidak signifikan, tidak ada
heteroskedastis Jika probabilitas >
masalah heteroskedastis Masalah heteroskedastis sebaiknya tidak ditemukan dalam model agar model tersebut efisien baik dalam sampel besar maupun sampel kecil. 2.
Autokorelasi Autokorelasi diartikan sebagai adanya hubungan di antara variabel gangguan sehingga menyebabkan penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel besar maupun sampel kecil. Metode untuk mendeteksi masalah ini adalah dengan percobaan d (Durbin–Watson). Nilai d statistic dapat dilihat pada hasil regresi, lalu nilai d ini dilihat pada kurva normal Durbin–Watson, dengan menentukan nilai dL dan dU pada table Durbin–Watson, letak d tersebut akan dapat diketahui.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f(d)
a
0
b
c
dL=1,78 dU=1,81
d
2
4-dU1,81
e
4 – dL =1,78
4
Gambar 3.1 Kurva Durbin Watson Sumber: Gujarati, 1995: 21 H0 : tidak ada autokorelasi positif H*0 : tidak ada autokorelasi negatif Keterangan : a: Merupakan daerah dimana H0 di tolak, sebagai bukti adanya autokorelasi positif b
Merupakan daerah keragu–raguan, antara ada atau tidak adanya autokorelasi
c
Merupakan daerah dimana H0 atau H*0 atau keduanya diterima
d
Merupakan daerah keragu–raguan, sama dengan daerah b
e
Merupakan daerah dimana H*0 ditolak, sebagai bukti bahwa commit to user ada autokorelasi negatif.
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Letak d pada kurva tersebut akan menentukan apakah ada autokorelasi pada model atau tidak ataukah, model tersebut diragukan ada autokorelasi atau tidak. Selain dengan metode Durbin-Watson autokorelasi dapat dideteksi dengan B-G test, yang merupakan pengujian autokorelasi yang lebih umum. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut (Modul Lab.Ekonometrika, 2006): a) Estimasi persamaan regresi dengan OLS, dapatkan nilai residualnya (ut) b) Regresi residual dengan variabel bebas dan ut-i dan ut-p c) Hitung (n-p)R2 ~ c 2 jika lebih besar dari nilai tabel chisquare dengan df p, menolak hipotesa bahwa setidaknya ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda dengan nol. Dengan program pengolah data SPSS 16.0, prosedur ini dapat dijalankan dengan lebih mudah. Dengan melihat probabilitas pada hasil olah datanya, dan dibandingkan dengan tingkat signifikansi tertentu maka dapat diketahui apakah model mengandung autokorelasi atau tidak. Bila probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi tertentu yang telah dipilih maka hipotesa yang menyatakan bahwa model tidak mengandung autokorelasi diterima sehingga model loloscommit dari masalah to userautokorelasi.
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Multikolinearitas Multikolinearitas artinya adanya hubungan antar variabel-variabel yang menjelaskan atau variabel–variabel independent. Model harus memenuhi asumsi bahwa tidak ada hubungan antara variabel tersebut artinya tidak ada multikolinearitas. Uji multikolinieritas dilakukan dengan Uji VIF (Varians Inflating Factors), dengan ketentuan jika nilai tolerance < 0,01 dan nilai VIF > 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Jika dalam model terjadi masalah multikolinearitas maka model tersebut akan memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi. Oleh karena itu diupayakan agar model tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas.
b.
Uji Statistik Terhadap analisis logit dengan model tersebut di atas dilakukan beberapa pengujian untuk menganalisis seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, antara lain sebagai berikut:
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Uji t Merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk melihat signifikansi dari variabel independen sementara variabel yang lain konstan. Langkah pengujian: Hipotesis Ho : a1 =0 Ha : a1 ¹ 0 t tabel
= t a / 2 : n-k
Kriteria pengujian :
Ho diterima
Ho ditolak
Ho ditolak
-ta/2:nk
ta/2:n-k
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji t Sumber: Modul Laboratorium Ekonometrika, 2003.
Keterangan: 1) Ho diterima, Ha ditolak jika -t a / 2 : n-k < t hitung < + t a / 2 : n-k commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung < + t a / 2 : n-k atau t hitung > + t a / 2 : n-k 3) Nilai t hitung diperoleh dengan rumus T hitung =
b1 se(b1 )
(Gujarati, 1945: 65) Dimana : b1
= koefisien regresi
se(b1) = standar error koefisien regresi Bila t hitung > t a / 2 : n-k pada confidence interval tertentu, Ho ditolak. Penolakan terhadap Ho ini berarti bahwa variabel independen tertentu yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini uji T menggunakan test run wald wolfowitz. 2. Uji Bersama-sama (F statistik) Uji secara bersama-sama dilakukan dengan menguji hipotesis terhadap semua variabel independen secara bersama-sama. Uji ini menggunakan uji F untuk mengetahui apakah
variabel
independen
secara
bersama-sama
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Dengan kata lain uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, jumlah saudara kandung, dan status pekerjaan orang tua secara bersamacommit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. Hipotesis gabungan dari semua variable independen adalah sebagai berikut: a) H0 ® b 1 = b 2 = b 3 = b 4 = 0, secara bersama-sama variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua tidak berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. b) H1 ® b 1 ≠ b 2 ≠ b 3 ≠ b 4 ≠ 0, secara bersama-sama variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua tidak
berpengaruh
terhadap
probabilitas
seseorang
menjadi anak jalanan. Sama halnya dengan pengujian t statistik di atas, pengujian F statistik juga membandingkan antara F statistik dengan F kritis pada Tabel Nilai F. Nilai F kritis pada tabel ditentukan oleh level of significance (α) tertentu dan degree of
freedom
N1/N2.
N1
merupakan
jumlah
variable
independent yang terdapat dalam persamaan regresi logit sedangkan N2 merupakan jumlah observasi dikurangi jumlah variable termasuk konstanta. Nilai F statistik dihitung dengan rumus sebagaicommit berikut: to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F=
R 2 /(k - 1) (1 - R 2 ) /( N - k )
Sumber: Gujarati, 1995: 120 Keterangan: F
:
nilai F statistic
R2
:
nilai koefisien determinasi berganda
k
:
parameter total termasuk intersep/konstanta
N
:
jumlah observasi Karena pengolahan data dilakukan dengan bantuan
komputer yaitu program SPSS 16.0 maka uji F dilakukan dengan membandingkan antara nilai F statistik yang diperoleh dari hasil regresi logit pada printout SPSS 16.0 dengan nilai F kritis yang diperoleh dari tabel nilai F yang telah diuraikan sebelumnya. Kriteria pengujian F statistik adalah sebagai berikut: F statistik > F kritis ® H0 ditolak F statistik < F kritis ® H0 diterima 3. Uji R2 (koefisien determinasi) Koefisien determinasi diartikan sebagai seberapa besar variabel–variabel bebas dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau seberapa besar variasi
variabel–variabel
independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1, jika commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
koefisien determinasi bernilai 0 maka tidak terdapat variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh variasi variabel independent, sebaliknya bila koefisien determinasi bernilai 1 maka terdapat kesesuaian yang sempurna dalam variasi variabel dependen. Semakin mendekati 1 maka
variasi
variabel independent semakin baik dalam menjelaskan variasi variable dependen. Rumus koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
(nå xy - å xå y ) å - (å x ) nå - (å y ) 2
2
R =
2
2
2
x
2
y
Sumber: Gujarati, 1995: 99 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan program SPSS 16.0 untuk mengestimasi nilai koefisien variabel independen dan lain-lain.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian 1. Kondisi Geografis Secara astronomis Kota Surakarta yang juga terkenal dengan sebutan Kota Solo terletak diantara 110°46'49" - 110° 51'30" Bujur Timur dan antara 7°31'43"-7°35'28" Lintang Selatan dengan luas wilayah 4.404 Ha. Secara geografis Surakarta berada di antara dua buah gunung yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi serta dibelah oleh tiga sungai besar yaitu Sungai Bengawan Solo, Sungai Pepe dan Sungai Jenes. Kota Surakarta berada di tepi sungai Bengawan Solo sehingga memiliki topografi yang relatif rendah dengan ketinggian rata-rata 92 di atas permukaan laut. suhu udara antara 21,9-32,5°C dengan kelembaban udara 71%. Batas Wilayah Kota Surakarta adalah: a. Sebelah Utara: Kab. Karanganyar dan Kab. Boyolali b. Sebelah Timur: Kab. Karanganyar dan Kab. Sukoharjo c. Sebelah Selatan: Kab. Sukoharjo d. Sebelah Barat: Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar Kota Surakarta yang luas wilayahnya 4.404,06 Ha, penggunaan lahannya terbanyak untuk perumahan/pemukiman yaitu seluas 2.716,59 Ha, jasa 427,63 Ha, ekonomi industri dan perdagangan 388,90 Ha, ruang terbuka 248,29 Ha, pertanian (sawah dan ladang) 210,83 Ha dan lain-lain commit to user 65
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(prasarana
lingkungan
dan
fasilitas
umum)
461,16
Ha.
Secara
administratif kota Surakarta terbagi menjadi lima wilayah kecamatan yaitu Jebres, Banjarsari, Pasar Kliwon Serengan dan Laweyan dan 51 kelurahan dengan luas wilayah dan kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Wilayah terluas berada di Kecamatan Banjarsari (14,81 Km²) dan wilayah tersempit di Kecamatan Serengan (3,19 Km²). Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Serengan (19.758 jiwa/Km²) dan terendah di Kecamatan Jebres (11.167 jiwa/Km²). Untuk lebih jelasnya pembagian administrasi Kota Surakarta serta tingkat kepadatan penduduk tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Jumlah Kelurahan, RT, RW dan Kepala Keluarga di Surakarta Tahun 2010.
Kecamatan Kelurahan Rw Laweyan 11 105 Serengan 7 72 Pasar Kliwon 9 100 Jebres 11 149 Banjarsari 13 169 Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010.
commit to user
Rt 454 309 424 631 849
KK 24.788 13.579 20.685 31.939 39.293
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010
Kecamata n
Luas Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk Lakilaki 54.003 31.093
Peremp uan 55.317 31.936
Jumlah
Laweyan 8,63 109.320 Serengan 3,19 63.029 Pasar Kliwon 4,82 42.725 44.524 87.249 Jebres 12,58 69.414 71.072 140.486 Banjarsari 14,81 79.843 81.649 161.492 Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010
Rasio Jenis Kelamin
Tingkat Kepadatan
97,62 97,36
12.667 19.758
95,96 97,67 97,79
18.101 11.167 10.904
2. Aspek Ekonomi Perekonomian suatu daerah salah satunya dapat dilihat dari PDRB sebagai indikator dari adanya perkembangan dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Berikut ini digambarkan persentase sumbangan tiap sektor ekonomi terhadap PDRB selama tahun 2005-2009.
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2004, Kota Surakarta Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto
2005 0,1 0,05 29,46 2,27 11,86 24,5 9,94
2006 0,08 0,05 29,63 2,15 11,97 24,58 9,83
Tahun 2007 0,08 0,05 29,7 2,19 11,47 25,09 9,87
9,88
9,67
9,66
11,94 100,00
12,04 100,00
2008 0,07 0,05 28,67 2,18 11,81 25,67 9,9
2009 0,07 0,04 27,88 2,26 11,86 26,04 9,95
9,8
9,88
11,9 11,85 100,00 100,00
12,03 100,00
Sumber: PDRB Kota Surakarta 2009 Pada tabel 4. 3 di halaman 65 terlihat bahwa selama tahun 20052009 persentase sumbangan sektor terhadap PDRB yang terus mengalami pertumbuhan adalah pada sector perdagangan, hotel dan restoran, sementara sektor lain mengalami gradasi naik dan turun bahkan terus menurun seperti sektor pertanian. Pada tahun 2009 sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam sumbangan terhadap PDRB Kota Surakarta adalah sektor industri pengolahan yaitu 27,88% terhadap total PDRB meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2008. 3. Indikator Kependudukan a. Komposisi Penduduk Pada tahun 2009 jumlah penduduk terbanyak di Kota Surakarta adalah pada kelompok umur 25 – 29 tahun dengan perincian jumlah commit to user penduduk berjenis kelamin laki-laki 30.441 jiwa dan penduduk
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berjenis kelamin perempuan 25.185 jiwa sehingga totalnya adalah 55.626 jiwa. Sebaliknya jumlah penduduk terkecil adalah pada kelompok umur 60 – 64 tahun yang merupakan usia non produktif dengan jumlah total 15.111 jiwa, terdiri dari 6.570 jiwa penduduk lakilaki dan 8.541 jiwa penduduk perempuan. Secara keseluruhan tanpa memandang kelompok umur tertentu di Kota Surakarta pada tahun 2009 jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki yaitu 258.639 jiwa penduduk perempuan dan 254.259 jiwa penduduk laki-laki. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.4 Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (Berdasarkan hasil SUSENAS 2010) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 0–4 18.177 19.053 5–9 21.243 16.425 10 – 14 20.367 21.024 15 – 19 20.805 21.681 20 – 24 26.061 24.747 25 – 29 30.441 25.185 30 – 34 23.433 22.557 35 – 39 15.330 17.520 40 – 44 18.834 22.338 45 – 49 14.454 18.177 50 – 54 16.863 15.111 55 – 59 9.855 10.512 60 – 64 6.570 8.541 65 + 11.826 15.768 Jumlah 254.259 258.639 Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010 Tahun
commit to user
Jumlah 37.230 37.668 41.391 42.486 50.808 55.626 45.990 32.850 41.172 32.631 31.974 20.367 15.111 27.594 512.898
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Laju pertumbuhan pada tahun 2008-2009 menunjukkan laju yang negatif artinya terdapat pengurangan jumlah penduduk antara tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2008 jumlah total penduduk Kota Surakarta adalah 534.540 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 adalah 512.898 jiwa (terjadi pengurangan jumlah penduduk sebesar -0,45). b. Pendidikan Pada tahun 2010 penduduk Kota Surakarta yang berumur lima tahun ke atas paling banyak memiliki ijazah SMP, terbukti dengan paling tingginya jumlah lulusan SMP/Kejuruan dibandingkan dengan lulusan tingkat pendidikan lain yaitu 103.104 orang sedangkan lulusan yang paling sedikit jumlahnya adalah lulusan MI (sederajad SD) sebanyak 219 orang. Hal ini berarti sebagian besar penduduk Kota Surakarta pada tahun 2010 telah berhasil mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun. Lulusan perguruan tinggi dianggap memiliki kualitas SDM yang lebih baik dibandingkan lulusan tingkat pendidikan lain. Namun di Kota Surakarta pada tahun 2010 lulusan perguruan tinggi S2/S3 yang merupakan tingkat pendidikan tertinggi masih lebih sedikit dibandingkan lulusan perguruan tinggi yang lain (DI/II/III/IV/S1). Dari sini terlihat bahwa kualitas SDM di Kota Surakarta rata-rata belum menunjukkan gejala yang baik. Meskipun belum menunjukkan gejala yang baik dalam hal kualitas, namun sebagian besar penduduk Kota Surakarta sudah commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbebas dari buta huruf. Hal ini terlihat dari paling tingginya angka dalam besaran kemampuan baca dan tulis huruf latin yaitu 450.045 orang meskipun angka ini masih didominasi oleh penduduk laki-laki. Gambaran umum pendidikan dan kemampuan membaca dan menulis di Kota Surakarta pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 4. 5 Penduduk Usia 5 tahun ke AtasMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Surakarta Tahun 2010 Jenis Kelamin Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Laki-laki Perempuan tidak punya ijasah SD 36.792 38.325 Sekolah Dasar 38.544 47.523 Madrasah Ibtidaiyah 219 0 SMP Umum/Kejuruan 49.713 53.436 Madrasah Tsanawiyah 219 876 SMU 51.684 42.048 Madrasah Aliyah 438 438 SMK 27.813 20.805 DI/II 1.095 1.971 DIII/Sarmud 7.665 7.227 DIV/S1 15.987 13.140 S2/S3 1.095 438 Jumlah 231.264 226.227 Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010
Jumlah 75.117 86.067 219 103.149 1.095 93.732 876 48.618 3.066 14.892 29.127 1.533 457.491
c. Kesehatan Indikator kesehatan merupakan salah satu indikator yang menentukan IPM suatu daerah. Besaran yang dapat menunjukkan baik buruknya derajat kesehatan antara lain angka kematian bayi, angka commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kematian ibu maternal, umur harapan hidup, angka kesakitan terhadap penyakit tertentu, prevalensi balita bergizi baik dan sebagainya. Pada tahun 2010 jumlah kasus kematian bayi per 1000 kelahiran hidup adalah tujuh kasus, sementara kasus kematian ibu maternal adalah 50 kasus dalam 100.000 kelahiran hidup. Penduduk Kota Surakarta pada tahun 2010 memiliki harapan hidup hingga usia 72 tahun yang ditunjukkan dengan besaran umur harapan hidup 71,7 tahun (dibulatkan 72 tahun). Status gizi balita yang menentukan kualitas SDM di masa depan sudah menunjukkan gejala yang baik, terbukti dengan angka prevalensi balita bergizi baik yang mendekati angka 100% yaitu 80,22%. Penyakit demam berdarah dengue masih menjadi momok yang menakutkan masyarakat. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat mengakibatkan kematian, sehingga perlu penanganan yang ekstra. Sejauh ini penanganan terhadap penyakit DBD di Kota Surakarta telah menunjukkan hasil yang maksimal, terbukti dengan rendahnya angka kesakitan DBD di kota ini pada tahun 2010 yaitu terdapat 184 kasus baru penyakit DBD per 100.000 penduduk. Gambaran umum indikator kesehatan di Kota Surakarta dapat ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut:
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. 6 Indikator Kesehatan di Kota Surakarta Tahun 2010 Indikator Cakupan (tahun) Angka Kematian Bayi 7,05 Angka Kematian Ibu Maternal 49,61 Umur Harapan Hidup 71,7 Angka Kesakitan DBD 183,66 Prevalensi Balita Bergizi Baik 80,22 Sumber: Kota Surakarta dalam Angka 2010
d. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Kota Surakarta merupakan kota dengan IPM yang paling tinggi dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Tengah yaitu 76,0. IPM terdiri dari beberapa indikator yaitu angka harapan hidup (71,7 tahun dibulatkan 72 tahun); angka melek huruf (95,8%); rata-rata lama sekolah (9,8 tahun dibulatkan 10 tahun) serta pengeluaran riil per kapita disesuaikan (Rp. 638.400,00) (Jawa Tengah dalam Angka 2010). Sama halnya dengan tahun 2010, pada tahun 2009 penduduk Kota Surakarta memiliki harapan hidup hingga usia 72 tahun yang ditunjukkan dengan besaran umur harapan hidup 71,7 tahun (dibulatkan 72 tahun). Angka melek huruf menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kota Surakarta, yaitu mencapai 95,8% dapat membaca dan menulis. Penduduk Kota Surakarta rata-rata mengenyam pendidikan dasar yang ditunjukkan dengan besaran ratarata lama sekolah sebesar 9,8 to tahun commit userdibulatkan 10 tahun. Pengeluaran
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
riil per kapita disesuaikan adalah sebesar Rp. 638.400,00, artinya penduduk Surakarta rata-rata telah lepas dari Garis Kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS yaitu Rp.154.000 per kapita per bulan (Jawa Tengah dalam Angka 2010). IPM kabupaten /kota di Jawa Tengah selengkapnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.7 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010
No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Jawa Tengah
Angka Angka Harapan Melek Hidup (tahun) Huruf (%) 69,5 69,4 68,5 68,2 68,7 68,9 68,9 69,7 70 70,7 69,7 71,9 71,8 71,7 69 70,9 69,1 72,6 69,2 70,2 69,5 72,1 72 66,7 69,1 67,7 66,4 67,4 66,3 69,7 71,7 70,3 71,8 69,1 67,9 70,6
90 93,3 93 85 89,4 86,9 85,6 90,5 84,5 85,5 87,2 79,1 81,5 73 86,8 82,3 88,2 84,3 89,5 87,2 89,3 91,6 93,2 88,4 85,1 86,4 85,5 86,4 80,1 94,5 95,8 95,2 95,1 94,7 91,4 87,4
commit user Sumber: Jawa Tengah dalam Angkato2010
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6,5 6,9 6 5,8 6,5 7 5,7 6,7 7,1 7,7 7,8 6,1 7 5,9 6,2 5,9 5,9 6,4 7,3 6,9 6,6 7 6,5 6 5,8 6 5,8 6,2 4,9 10 9,8 9,5 9,6 8,3 7,8 6,6
Pengeluaran Riil per Kapita Disesuaikan (Ribu Rp.) 719 721,5 720,1 720,8 718,9 723 719,3 719,1 719,5 637,2 735,2 731,5 737 720,2 717,6 717 726,1 732,8 721,6 720,3 719,3 722,9 722,2 722,5 718,8 730,2 720,4 722 719,7 738,9 738,4 738 733,2 722 739 721,4
IPM
70,5 71,7 69,3 67,3 68,9 69,1 69,6 69,9 71 71,4 71,2 69 72,7 66,6 70,1 67,9 69 70,9 70 69,6 69,4 71,9 71,8 67,5 67,6 68,2 66,3 67,5 64,3 74,7 76 74,8 79,3 73,9 72,4 72,3
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Analisis Deskriptif 1. Distribusi Pendapatan Orang Tua Responden Tabel 4.8 Distribusi Pendapatan Orang Tua Responden Pendapatan Per Kapita Per Bulan (dalam Ribuan Rupiah) 0 – 500 500 - 1000 1000 - 1500 1500 - 2000 2500 - 3000 Total Sumber: Data Diolah, 2010
Jumlah
Persentase
43 63 47 21 26 200
21,5% 31,5% 23,5% 10,5% 13% 100%
Dari tabel di atas 43 responden memiliki orang tua dengan pendapatan per bulan antara Rp 0-Rp.500.000,00 dengan prosentase sebesar 21,5% dari total responden pada interval kelas ke-1 merupakan kelas yang mempunyai jumlah terbanyak ke-3 setelah interval kelas ke-2 dan interval kelas ke-3. Interval kelas dengan pendapatan orang tua responden antara Rp 500.000,00 - Rp 1000.000,00 terdapat 63 orang (31,.5% dari total responden). Jumlah responden pada interval kelas ke-3 yaitu pendapatan orang tua per bulan antara Rp1000.000,00 Rp1.500.000,00 berjumlah 47 orang jika diprosentasikan sebesar 23,5%. Pendapatan orang tua responden per bulan antara Rp 1.500.000,00-Rp 2000.000,00 berjumlah 21 orang (10,5% dari total responden), interval ini merupakan jumlah terkecil. Pada interval kelas ke-5 yaitu kelas dengan pendapatan orang tua antara Rp 2000.000,00-Rp 3000.000,00 interval ini commit to user terdapat 26 orang dan jika diprosentasekan sebesar 13% dari keseluruhan
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
responden. Jika digambarkan dalam bentuk gambar adalah sebagai berikut;
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0-500 500-1000 1000-1500 1500-2000 2500-3000
Gambar 4.1 Distribusi Tingkat Pendapatan Orang Tua Responden
Hasil pengolahan data mengenai pendapatan orang tua dan status responden dapat dijelaskan dengan tabel sebaga berikut; Tabel 4.9 Distribusi Status Responden Berdasar Pendapatan orang Tua Pendapatan
Anjal 0 – 500 37 500 - 1000 49 EKO 1000 - 1500 2 (dalam ribuan 1500 - 2000 1 rupiah) 2500 - 3000 0 Total 100 Sumber: Data Primer diolah, 2010
Status Bukan Ajal 6 14 45 20 26 100
Dari data di atas setelah dibandingkan
Total 43 63 47 21 26 200
menunjukan bahwa
pendapatan per bulan orang tua mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan, terbukti dari responden berstatus anak jalanan 97 dari 100 commityang to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
responden anak jalanan berasal dari orang tua dengan pendapatan per bulan orang tua antara Rp 0-Rp 500.00,00 dan Rp500.000,00Rp1000.000,00 dan dari responden berstatus bukan anak jalanan setelah dibandingkan, kebanyakan dari mereka berasal orang tua yang memiliki pendapatan antara interval kelas ke-3, 4 dan 5 yang berarti secara ekonomi antara interval tersebut dikategorikan mampu. 2. Distribusi Jumlah Saudara Kandung Responden Data dari lapangan diperoleh distribusi jumlah saudara kandung responden yang memiliki satu orang sudara kandung berjumlah 27 orang (13,5%). Terdapat 8 responden tidak memiliki saudara kandung (4%). Lima puluh tujuh responden memiliki dua orang saudara kandung (28,5%), distribusi terbanyak terdapat pada responden dengan tiga orang saudara kandung yaitu berjumlah
71 responden (35,5%). Dua puluh
sembilan responden mempunyai empat saudara kandung (14,5%) dan 8 responden memiliki 5 orang saudara kandung (4%). Data diatas dapat dijelaskan dangan tabel sebagai berikut; Tabel 4.10 Distribusi Jumlah Saudara Kandung Responden Jumlah Saudara Jumlah Persentase Kandung 0 8 4% 1 27 13,5% 2 57 28,5% 3 71 35,5% 4 29 14,5% 5 8 4% Total 200 100% commit to 2010 user Sumber: Data Primer Diolah,
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel diatas dapat digambarkan dengan gambar di bawah ini
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
0 1 2 3 4 5
Gambar 4.2 Distribusi Jumlah Saudara Kandung Responden
Data yang diperoleh dari lapangan, dihasilkan distribusi sebagai berikut, dijelaskan dalam tabel di bawah ini; Tabel 4.11 Distribusi Status Responden Berdasar Jumlah Saudara Kandung Status Kriteria
Anak Jalanan
SDR (orang)
0 0 1 10 2 25 3 42 4 19 5 4 Total 100 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Bukan Anak Jalanan 8 17 32 29 10 4 100
Total 8 27 57 71 29 8 200
Setelah dibandingkan, membuktikan jumlah saudara kandung tidak berpengaruh terhadap seseorang menjadi anak jalanan. Data yang diolah menunjukan antara responden dengan status anak jalanan dan bukan anak commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jalanan disetiap interval jumlah saudara kandung hampir serupa atau dengan kata lain tidak terdapat berbedaan jumlah yang signifikan.
3. Distribusi Tingkat Pendidikian Orang Tua Responden Data distribusi tingkat pendidikan orang tua responden diperoleh 26 responden (13% dari total responden) memiliki orang tua dengan pendidikan Sekolah Dasar, 63 responden (31,5% dari total responden) mempunyai orang tua berpendidikan SLTP, 68 responden (34% dari total responden) mempunyai orang tua berpendidikan SLTA, untuk responden dengan pendidikan D1 berjumlah 8 orang (4% dari total responden), 23 orang (11,5% dari total responden) memiliki orang tua dengan pendidikan D3 dan 16 orang (6% dari total responden) berasal dari orang tua berpendidikan S1. Data diatas dapat dijelaskan dengan tabel sebagai berikut; Tabel 4.12 Distribusi Tingkat Pendidikan Orang Tua Responden. Pendidikan 6 9 12 12,5 15 16 Total
Jumlah 26 63 68 8 23 12 200
Presentasi 13% 31,5% 34% 4% 11,5% 6% 100%
Data diatas dapat di jelaskan dengan gambar sebagai berikut; commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
100 6
80
9 60
12 12,5
40
15 16
20 0
Gambar 4.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Orang Tua Responden
Setelah dibandingkan antara data dari status anak jalanan dengan bukan anak jalanan membuktikan tingkat pendidikan orang tua mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan. Data dari 100 anak jalanan sebagian besar orang tuanya berpendidikan rendah yaitu mempunyai pendidikan SD dan SMP. Dua puluh dua dari dua puluh enam responden yang mempunyai orang tua dengan pendidikan SD berstatus anak jalanan dan responden yang memiliki orang tua berpendidikan SLTP, dari 63 orang, sebanyak 50 orang menjadi anak jalanan. Setelah dibandingkan data dari responden dengan status bukan anak jalanan, membuktikan
sebagian
besar
dari
mereka
memiliki
orang
tua
berpendidikan relatif lebih tinggi, yaitu antara SLTA – S1. dengan tabulasi, pendidikan orang tua responden pada tingkat SLTA berjumlah 68 orang dan dari data tersebut hanya 21 orang yang menjadi anak jalanan. Tingkat pendidikan D1-S1 berjumlah 43 orang dan keseluruhanya tidak commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi anak jalanan. Dari hasil analisis diatas dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut; Tabel 4.13 Distribusi Status Responden Berdasar Pendidikan Orang Tua Status
Kriteria
DIK (tahun)
6 9 12 12,5 15 16 Total
Anjal 22 57 21 0 0 0 100
Total Bukan Anjal 4 6 47 8 23 12 100
26 63 68 8 23 12 200
4. Distribusi Status Pekerjaan Orang Tua Responden Distribusi status pekerjaan orang tua responden dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut; Tabel 4.14 Distribusi Status Pekerjaan Orang Tua Responden Status Pekerjaan Orang Tua
Jumlah
Persentase
Non Formal 186 Formal 14 Total 200 Sumber: Data Primer Diolah, 2010
93% 7% 100%
Data dari responden mengenai status pekerjaan orang tua, dari 200 responden 14 orang mempunyai orang tua bekerja di sektor formal (Pegawai Negri Sipil) jika diprosentasekan sebesar 7% dan responden memiliki orang tua yang bekerja disektor non formal (swasta) sebanyak 186 responden, jika diprosentasekan sebesar 93%. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari penjelasan ditas dapat dideskripsikan dengan gambar di bawah ini;
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Formal Non Formal
Gambar 4.4 Status Pekerjaan Orang Tua Responden
Dari data yang didapat dari lapangan, dapat dijelaskan dengan tabel sebagai berikut; Tabel 4.15 Distribusi Status Anak Jalanan dan Bukan Anak Jalanan Berdasar Pada Pekerjaan Orang Tua
Status Kriteria Anjal Bukan Anjal KRJ Non Formal 100 86 Formal 0 14 Total 100 100 Sumber: Data Primer diolah, 2010
Total 186 14 200
Berdasar data yang diolah menunjukan status pekerjaan orang tua tidak mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan, meskipun dari 100 responden berstatus anak jalanan orang tuanya bekerja di sektor non formal namun jika dibandingkan dengan data dari responden berstatus commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukan anak jalanan, terbukti dari 100 responden dengan status bukan anak jalanan 86 orang diantaranya memiliki orang tua yang bekerja di sektor non formal (swasta).
C. Analisis Statistic a.
Model Logit (The Logistic Probability Distribution Function) Faktor-faktor yang diduga mampu mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan dalam penelitian ini diuji dengan model statistik logistic regression, dalam penelitian selanjutanya digunakan teknik binary Logistic Regression dengan dua kategori binomial pada variabel dependennya (1=jika menjadi anak jalanan, 0=jika tidak menjadi anak jalanan) Model ini berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan di Kota Surakarta. Sebagaimana diterangkan dalam Bab III bahwa hipotesis penelitian ini adalah diduga variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua, dan status pekerjaan orang berpengaruh terhadap seseorang menjadi anak jalanan di Kota Surakarta (anak jalanan dipengaruhi oleh pendidikan orang tua, jumlah saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua). Hasil dari pengujian hipotesa tersebut akan menjawab tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi anak jalanan. commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.16 Model Logit Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood 119.002
1
a
.547
.729
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.
Tebel 4.17 Hosmer and Lemeshow Test Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
576.549
Sig. 8
.000
Nilai -2 Log likelihood = 119.002, jika -2 Log likelihood < X2 tabel dengan df n-q (200-4) = 196 , maka Ho diterima, berarti model fit/sesuai dengan data. Jika nilai X2 tabel dengan df = 196 dan a = 0,05 sebesar 44,95. Karena -2 Log likelihood = 119,002 < 44,95 maka Ho diterima yang berarti model sudah sesuai / fit dengan data. Ketetapan model juga dapat dilihat dari nilai Nagelkerke R2 = 0,729. Nilai Nagelkerke R2 dapat ditafsirkan sebagaimana R2 dalam metode OLS, yaitu bahwa variabel X dapat menjelaskan variabel Y sebesar 72,9 %. Ketepatan model juga dapat dilihat dari Hosmer and Lemenshow Test. Jika signifikansi > 0,05 maka model dinilai fit/sesuai dengan data.
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.18 Hasil B dan Test run Wald Variables in the Equation B Step 1a
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp(B)
x1
-.531
.002
19.925
1
.003
1.000
x2
.401
.228
3.086
1
.079
1.494
x3
-.414
.148
7.788
1
.005
.661
x4
-.915
8.150E3
.000
1
.998
.438
Constant
7.181
1.579
20.669
1
.000
1.314E3
a. Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4.
Nilai koefisien b diatas pendapatan orang tua (-0,531), saudara kandung (0,401), tingkat pendidikan orang tua (-0,414), dan status pekerjaan orang tua (-0,995). Jika di masukan dalam model Y = b 0 + b 1 X1+ b 2 X2 + b 3 X3 + b 4 X4 + e
Pi Y= ln ( ) = 7,181-0,531 (PNDOR) + 0,401 (SDR) 1 - Pi
0,414(DIKOR) – 0,915 (STAT)+ e Keterangan: Y
= anak jalanan
X1
= tingkat pendapatan orang tua
X2
= jumlah saudara kandung
X3
= tingkat pendidikan orang tua
X4
= status pekerjaan orang tua Dari model diatas dapat dijelaskan bahwa, dalam angka konstan
commit to user 7,181 variabel pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif,
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
variabel jumlah saudara kandung mempunyai korelasi positif, tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi negatif dan status pekerjaan orang tua mempunyai korelasi negatif terhadap variabel dependen (probabilitas menjadi anak jalanan)
b.
Tes Run Wald-Wolfowitz ( T test ) Tes ini digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal dan disusun dalam bentuk run. Dalam logistik uji t digantikan dengan uji Wald. Signifikansi Wald tabel variabel pendapatan orang tua sebesar 19,625 dengan signifikansi 0,03 atau 0,3 persen, ini berarti kemungkinan menerima Ho sebesar 0,3 persen dan kemungkinan menerima Ha sebesar 99,7 persen. Hal ini berarti pengaruh pendapatan orang tua terhadap seseorang menjadi anak jalanan signifikan. Dengan demikian hasil penelitian sesuai dengan teori bahwa pendapatan orang tua berpengaruh terhadap kondisi anaknya. Wald tabel variabel saudara kandung sebesar 3,086 dengan signifikansi 0,79 atau 7,9 persen, ini berarti kemungkinan menerima Ho sebesar 7,9 persen dan kemungkinan menerima Ha sebesar 92,1 persen. Hal ini berarti pengaruh saudara kandung terhadap seseorang menjadi anak jalanan signifikan. Wald tabel variabel pendidikan orang tua sebesar 7,788 dengan commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
signifikansi 0,05 atau 0,5 persen, ini berarti kemungkinan menerima Ho sebesar 0,5 persen dan kemungkinan menerima Ha sebesar 99,5 persen. Hal ini berarti pengaruh pendidikan orang tua terhadap seseorang menjadi anak jalanan signifikan. Wald tabel variabel status pekerjaan orang tua 0,00 dengan signifikansi 998 atau 9,98 persen, ini berarti kemungkinan Ho diterima sebesar 9,98 persen dan kemungkinan Ha ditolak sebesar 99,58 persen. Hal ini berarti pengaruh status pekerjaan orang tua tidak signifikan.
c. Uji Secara Bersama-sama (F Statistic) Uji secara bersama-sama menggunakan uji F untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Dengan kata lain uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua, dan status pekerjaan orang tua secara bersamasama berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan. Kriteria pengujian F statistik adalah sebagai berikut: F statistik > F kritis ® H0 ditolak F statistik < F kritis ® H0 diterima Nilai F kritis pada tabel ditentukan oleh level of significance (α) tertentu dan degree of freedom N1/N2. N1 merupakan jumlah variabel independent yang terdapat dalam persamaan regresi logit, sedangkan N2 merupakan jumlah observasi jumlah variabel termasuk commit todikurangi user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konstanta. Setelah dihitung angka F statistik menunjukan angka 0,0258. Hasil pengolahan data dengan program SPSS 16.0 menunjukkan nilai F statistik sebesar 58.383 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, tingkat pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan.
d.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi diartikan sebagai seberapa besar variabel– variabel independent dapat mempengaruhi variabel dependen atau seberapa besar variasi variabel–variabel independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Dari hasil regresi ditemukan bahwa besarnya koefisien determinasi dilihat dari nigelkerke R square adalah 0,729 artinya 72,9 % variasi dalam variabel anak jalanan dapat dijelaskan oleh variasi variabel pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua, dijelaskan oleh variabel di luar model.
commit to user
sisanya 27,1 %
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Uji Ekonometrika (Uji Asumsi Klasik ) Persamaan yang baik dalam ekonometrika harus memiliki sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati,1999:153). Untuk mengetahui apakah persamaan sudah memiliki sifat BLUE maka perlu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. 1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen saling berkorelasi. Uji multikolinieritas dilakukan dengan Uji VIF (Varians Inflating Factors), jika nilai tolerance < 0,01 dan nilai VIF > 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Berikut adalah hasil pengujian multikolinearitas :
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Multikolinearitas No Variabel Independen 1. Pendapatan Orang Tua (X1) 2. Saudara Kandung (X2) 3. Pendidikan Orang Tua (X3) 4. Status Pekerjaan Orang Tua (X4) Sumber: data primer diolah, 2010
Tolerance 0,462 0.943 0.453 0.805
VIF 2.164 1.060 2.207 1.243
Berdasarkan tabel di atas diketahui, pengujian multikolinieritas dari masing-masing variabel independen diperoleh nilai tolerance < 0,01 dan nilai VIF > 10. Hasil pengujian ini menunjukkan satu atau lebih variabel independen tidak dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel independen lainnya, artinya model regresi tidak terdapat permasalahan multikolinearitas, jadi asumsi multikolinearitas terpenuhi. 2. Uji Heteroskedastisitas Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji park, dengan ketentuan apabila nilai thitung < ttabel dan nilai Sig > taraf signifikan (α) = 0,05, maka H0 diterima artinya data variabel pendapatan orang tua (X1), saudara kandung (X2), pendidikan orang tua (X3), dan status pekerjaan orang tua (X4), terjadi heteroskedastisitas. Langkah-langkah pengujiannya yaitu dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Apabila variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen (absolut residual) maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Berikut adalah hasil pengujian heteroskedastisitas. Tabel 4.20 Uji Heteroskedastisitas No Variabel Independen 1. Pendapatan Orang Tua(X1) 2. Saudara Kandung(X2) 3. Pendidikan Orang Tua(X3) 4. Status Pekerjaan Orang Tua(X4) Sumber: data primer diolah, 2010
thitung 0.969 -1.756 0.427 -1.796
Sig .334 .081 .670 .074
Dari hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Park diketahui bahwa masing-masing variabel independen terbukti tidak signifikan, karena nilai thitung > ttabel (2,42) dan nilai Sig tabel < taraf signifikan (α) = 0,05. Dengan demikian disimpulkan bahwa model regresi commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas, jadi asumsi heteroskedastisitas terpenuhi.
3. Uji Autokorelasi Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Durbin-Watson (DW). Dari uji Durbin-Watson diperoleh nilai DW =2,095, dan nilai tersebut berada di dearah C pada kurva Durbin Watson .Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan tidak terjadi masalah autokorelasi, jadi asumsi autokorelasi terpenuhi. f(d) a
0
b
dL=1,78 dU=1,81
c
d
2
4-dU1,81
Gambar. 4.5 Hasil Uji Auto Korelasi Dengan Menggunakan Kurva Durbin Watson
commit to user
e
4 – dL =1,78
4
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Interprestasi Ekonomi 1) Pendapatan Orang Tua Pada tingkat kesalahan 5%, pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak jalanan. Berarti apabila pendapatan naik maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan menurun, jika variabel lain selain pendapatan orang tua konstan, pada angka konstan 7,181 diperoleh angka koefisien pendapatan orang tua sebesar (-0,531),
hal ini menunjukan jika
pendapatan orang tua naik sebesar Rp 1000.000,00 maka penurunan angka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan secara signifikan sebesar 0,53%. Dengan demikian hasil penelitiaan sesuai dengan penelitian (Beams dalam Nugroho, 2006; Corcoran dan Chaudry, 1997). Dengan pendapatan yang rendah maka sangat memungkinkan seorang anak dari keluarga miskin menjalani kehidupan
yang tidak layak
karena
keterbatasan dalam memperoleh kehidupan yang lebih baik.
2) Saudara Kandung Pada tingkat kesalahan 5%, saudara kandung mempunyai korelasi positif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak jalanan, berarti apabila saudara kandung bertambah maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan turun, jika variabel lain selain variabel saudara kandung konstan, pada angka konstan 7,181 diperoleh angka koefisien pendapatan orang tua sebesar (0,401), hal ini manunjukan jika commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saudara kandung bertambah 1 orang, maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan naik secara signifikan sebesar 0,4 %. Dengan demikian hasil penelitian sesuai dengan teori demografi yang dikemukakan oleh Malthus, bahwa tingginya jumlah anggota keluarga dan hasrat mempunyai anak semakin meningkatkan beban ketergantungan. Beban ketergantungan yang tinggi dapat ditafsirkan pengeluaran yang semakin besar dan apabila pengeluaran semakin besar dengan asumsi orang yang bekerja cenderung tetap menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan.
3) Pendidikan Orang Tua Pada tingkat kesalahan 5%, pendidikan orang tua mempunyai korelasi negatif dan secara signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak jalanan, berarti apabila pendidikan orang tua naik maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan turun, jika variabel lain selain pendidikan orang tua konstan, pada angka konstan 7,181 diperoleh angka koefisien pendapatan orang tua sebesar (-0,414),
hal ini manunjukan jika
pendidikan orang tua turun 1 tahun, maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan naik secara signifikan sebesar 0,41%. Dengan demikian hasil dari penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kalugina; Montmarqutte dan Sofer (2004). Mereka menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga maka probabilitas rumah tangga tersebut menjadi miskin semakin kecil. commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Status Pekerjaan Orang Tua Pada tingkat kesalahan 5%, status pekerjaan orang tua mempunyai korelasi negatif namun tidak signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi anak jalanan. Berarti apabila jumlah orang tua yang bekerja di sektor formal naik
maka probabilitas menjadi anak jalanan turun. Data
yang diolah menghasilkan angka koefisien status pekerjaan orang tua sebesar (-0,915), berarti apabila variabel lain selain status pekerjaan orang tua kostan jika jumlah orang tua yang bekerja di sektor formal naik sebesar 1% maka probabilitas seseorang menjadi anak jalanan turun secara tidak signifikan sebesar 0,92%. Status pekerjaan tidak berpengaruh signifikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan, hal ini mungkin dikarenakan faktor X yang menyebabkan seseorang memilih tidak menjadi anak jalanan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor budaya malu, sehingga seseorang lebih memilih tidak menjadi anak jalanan.
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai analisis probabilitas anak jalanan di Kota Surakarta dengan perameter pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung tingkat pendidikan orang tua dan status pekerjaan orang tua, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendapatan orang tua mempunyai korelasi negatif dan berpengaruh signifikan terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan di Kota Surakarta. Jika pendapatan naik sebesar Rp 1000.000,00 maka probabilitas menjadi anak jalanan turun sebesar 0,53%. 2. Jumlah saudara kandung mempunyai korelasi positif dan berpengaruh signifikan terhadap probabilitas anak jalanan di Kota Surakarta. Jika jumlah saudara bertambah 1 orang maka probabilitas menjadi anak jalanan naik sebesar 0,40%. 3. Tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi negatif dan berpengaruh signifikan terhadap probabilitas anak jalanan di Kota Surakarta. Jika tingkat pendidikan orang tua naik 1 tahun maka probabilitas menjadi anak jalanan turun sebesar 0,41%. 4. Status pekerjaan orang tua tidak signifikan mempengaruhi probabilitas seseorang untuk menjadi anak jalanan. commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
5. Dalam penelitian ini variabel yang paling signifikan mempengaruhi probabilitas seseorang menjadi anak jalanan adalah variabel pendapatan orang tua, yakni sebesar 99,7%. 6. Di penelitian ini sebesar 72,9% veriabel dependen (probabiltas menjadi anak jalanan) dapat menjelaskan variabel independent (pendapatan orang tua, jumlah saudara kandung, pendidikan orang tua, dan status pekerjaan orang tua) dan sebesar 27,1% dijelaskan variabel independent di luar model (e).
B.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut 1. Dikarenakan pada penelitian ini variabel yang paling berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan adalah pendapatan orang tua, maka di harapkan adanya penambahan penghasilan terhadap masyarakat yaitu dengan mengoptimalkan investasi yang ada di Kota Surakarta, dengan demikia jika terdapat peningkatan dan pengobtimalan investasi maka kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh pendapatan yang layak untuk penghidupan. 2. Penelitian ini membuktikan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap probabilitas seseorang menjadi anak jalanan, maka dari itu di sarankan agar semua masyarakat yang ada di Kota Surakarta mendapatkan pendidikan yang memadai baik pendidikan formal ataupun non formal. commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PEMKOT Surakarta di harapkan menaikan anggaran APBD untuk sektor pendidikan. 3. Dikarenakan dalam penelitian ini jumlah saudara kandung berpengaruh terhadap keberadaan anak jalanan maka program untuk menekan jumlah penduduk harus tetap dijalankan, yakni dengan mengoptimalkan program KB dengan tujuan menyeimbangkan antara laju jumlah penduduk dengan kemajuan perekonomian. 4. Diharapkan pada Dinas sosial Kota Surakarta selaku Dinas yang menangani permasalahan sosial, dapat membina dan membekali anakanak jalanan sesuai dengan bakat dan minat dari anak-anak jalanan yang nantinya anak-anak jalanan tidak lagi berada di jalanan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daftar pustaka
Abdulsyani.1994. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan.Jakarta.Puri Aksara. Corcoran, Mary E dan Ajay, Chaudry. 1997. The Dynamic of Childood Poverty. Summer/FALL Vol.7 No.2 diakses di www.futureofchildren.org Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometric Fourth Edition. New York: McGraw Hill Gujarati, Damodar N. 1995. Ekonometrika Dasar terjemahan. Jakarta: Erlangga Harper, Caroline; Rachel Marcus dan Karen Moore. 2002. Enduring Poverty and the Conditions of Childhood Lifecourse and Intergenerational Poverty Hulme, David and Andy McKay.2005. Identifying and Measuring Chronic Poverty: Beyond Monetary Measures. Conference Paper diakses di www.undp.org/povertycentre Kuncoro, M.1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan.Jogjakarta. AM, YKPN. Mubyarto Dr. Prof. 2000. Membagun Sistem Ekonomi. Yogyakarta. BPFE Mubyarto dan Soeratno. 1976. Metodologi Penelitian Ekonomi. Yogyakarta: Program pasca Sarjana FE UGM
Nugroho, Joko.2006.”Studi Peluang Keberhasilan Ekonomi Keturunan Keluarga Miskin: Studi Kasus Di Kalurahan KadipiroKecamatan Banjarsari, Kota surakarta”.Thesis MSi Tidak Dipublikasikan.Malang:Universitas Brawijaya. Rusmana, Aep. 2005. Kajian Indeks BPS Tentang Kemiskinan diakses di http://ditppk.depsos.go.id/html/modules.php?name=News&file=article&si d=21
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sahdan, Gregorius. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa diakses di www.jurnalekonomirakyat.org Sarwoko. 2007. Statistik Inferensi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Andi
Soerjono. Soekamto. 2002 . Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Bina Aksara Sukirno. Sadono. 1985. Proses Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta. Bima Grafika Skoufias, Emmanuel, Asep Suryahadi and Sudarno Sumarto, 2000. Changes in Household Welfare, Poverty and Inequality During The Crisis. Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol. 36 No. 2, Agustus 2000: 97–114. Suryawati, di
Chriswardani. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. JMPK Vol. 08/No.03/September/2005 diakses www.google.com
Tambunan, Tulus, 2006. Economic Growth, Institutions, and Poverty Reduction: The Indonesian Case . Kajian Ekonomi. Vol. 5 No. 1, 2006: 1–2. Transmissions diakses di www.futureofchildren.org Todaro, M. P. 2000. Ekonomi Pembangunan di Dunia Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114
KODE OBS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114
digilib.uns.ac.id
PENDAPATAN ORANG TUA (Ribuan Rp) 500000 1200000 800000 700000 2500000 2000000 800000 2000000 600000 1200000 2500000 700000 1600000 1500000 1200000 1200000 1800000 1200000 750000 1500000 800000 1600000 1000000 2500000 800000 500000 500000 2800000 1200000 700000 1000000 700000 1100000 3000000 1500000 800000 800000 500000 3000000 1000000 750000 2500000 2800000 2000000 1500000 600000 1000000 3000000 1200000 500000 2500000 1300000 1300000 1500000 500000 2500000 2000000 2300000 1800000 540000 1000000 2000000 500000 1200000 600000 700000 1400000 1500000 800000 2000000 500000 700000 500000 2000000 500000 500000 500000 1500000 500000 700000 900000 1400000 1500000 2300000 500000 1500000 1500000 800000 500000 700000 500000 1300000 800000 1200000 1000000 500000 500000 600000 800000 750000 600000 700000 1200000 500000 2500000 1500000 800000 2000000 600000 1500000 2500000 600000 1600000 1500000
JUMLAH SAUDARA (Orang) 3 3 1 4 4 3 4 5 2 1 2 3 2 3 1 1 3 0 3 3 4 3 3 0 4 3 3 2 3 3 1 3 2 2 3 3 2 2 1 1 2 1 5 2 2 2 3 2 2 3 2 2 4 0 2 2 2 2 3 2 2 2 3 0 3 2 1 3 1 1 1 3 3 3 1 3 2 2 3 4 2 3 1 4 2 2 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 4 5 1 3 4 5 2 4 4 0 4 5 2 4 2 3 2 3
commit to user
PENDIDIKAN ORANG TUA SMP SMA SD SMP S1 D3 SMA D3 SMP SMA D3 SMP SMA D1 SMP SMA D1 SMA SMP SMA SMP SMA SMA D3 SMP SMP SMP S1 SMA SMP SMA SMP SMA S1 D1 SMP SD SMP S1 SMA SMP D3 S1 D1 SMA SMP SMA S1 SMA SMP D3 D1 SMA SMA SMP D3 D1 D3 D1 SMP SMA D3 SMP SMA SMP SMP D3 SMA SD D3 SMP SMP SMP D3 SD SMP SMP D3 SD SMP SMP SMA SMA SMA SMP SMA SMA SD SD SD SMP SMA SD SMA SD SD SMP SD SMA SMA SMP SMA SMA SMP S1 D3 SMA D3 SMP SMA D3 SMP SMA SMA
PEKERJAAN ORANG TUA Swasta Swasta Swasta Swasta PNS Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta PNS Swasta Swasta Swasta Swasta PNS Swasta Swasta PNS Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta PNS Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta PNS Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta PNS Swasta PNS Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta
STATUS RESPONDEN Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal Anak Jalanan Bukan anjal Bukan anjal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
QUESIONER
Identitas Responden § Nama :................................................................................ § Umur : ............................................................................... § Jenis kelamin : perempuan/laki-laki § Alamat : ..............................................................................
Keadaan Umum Responden 1. Profesi apa yang anda jalani sebagai anak jalanan........? ...................................................................................................... 2. Sudah berapa Lama anda menjadi Anak Jalanan.........? a. 1 bulan sampai 3 bulan b. 4 bulan sampai 7 bulan c. 8 bulan sampai 1 Tahun d. lebih dari satu tahun (.....tahun) 3. Dimanakah Anda Tinggal....? a. Dirumah orang Tua b. Rumah teman c. Rumah kontrakan d. Lainnya (...............................................) 4. Apakah saat ini anda masih bersekolah......................? a. Ya (..............................) b. Tidak 5. Apa pendidikan terakhir anda..........................? a. SD b. SMP c. SMA d. Lainya, (...........................) 6. Apakah Anda masih tinggal serumah bersama orang tua Anda a. Ya b. Tidak 7. Berapakah pendapatan orang tua anda dalam sebulan......? a. Rp 100.000- Rp500.000 b. Rp 500.000-Rp 100.000 to user c. Lebih daricommit 1000.000/bulan (...................)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 200
100.0
0
.0
200 0 200
100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Tidak Menjadi Anak jalanan Menjadi Anak Jalanan
0 1
Block 0: Beginning Block a,b,c
Iteration History
Coefficients Iteration Step 0
-2 Log likelihood 1
277.259
Constant .000
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 277.259 c. Estimation terminated at iteration number 1 because parameter estimates changed by less than .001.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Classification Table
a,b
Predicted Anak Jalanan Tidak Menjadi Anak jalanan
Observed Step 0
Anak Jalanan
Menjadi Anak Jalanan
Percentage Correct
Tidak Menjadi Anak jalanan
0
100
.0
Menjadi Anak Jalanan
0
100
100.0
Overall Percentage
50.0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .944
.223
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
Wald
df
17.983
1
a
df
Sig.
x1
90.441
1
.000
x2
11.324
1
.001
x3
90.506
1
.000
x4
16.216
1
.000
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
commit to user
Sig. .000
Exp(B) 2.571
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Block 1: Method = Enter a,b,c,d
Iteration History
Coefficients Iteration Step 1
-2 Log likelihood
Constant
x1
x2
x3
x4
1
151.699
3.585
.000
.237
-.258
.384
2
127.268
5.418
.000
.372
-.371
.093
3
120.383
6.625
.000
.408
-.407
-.790
4
119.297
7.120
.000
.402
-.414
-1.892
5
119.103
7.180
.000
.401
-.414
-2.956
6
119.039
7.181
.000
.401
-.414
-3.981
7
119.015
7.181
.000
.401
-.414
-4.990
8
119.007
7.181
.000
.401
-.414
-5.993
9
119.004
7.181
.000
.401
-.414
-6.995
10
119.003
7.181
.000
.401
-.414
-7.995
11
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-8.995
12
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-9.995
13
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-10.995
14
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-11.995
15
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-12.995
16
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-13.995
17
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-14.995
18
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-15.995
19
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-16.995
20
119.002
7.181
.000
.401
-.414
-17.995
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 277.259 d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
158.257
4
.000
Block
158.257
4
.000
Model
158.257
4
.000
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 119.002
Cox & Snell R Square
a
Nagelkerke R Square
.547
.729
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 576.549
df
Sig. 8
.000
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Anak Jalanan = Tidak Menjadi Anak jalanan Observed Step 1
Anak Jalanan = Menjadi Anak Jalanan
Expected
Observed
Expected
1
19
19.998
1
2
20
19.852
3
20
18.212
4
19
5
Total
.002
20
0
.148
20
0
1.788
20
16.116
1
3.884
20
12
13.919
9
7.081
21
6
4
6.941
16
13.059
20
7
2
2.066
17
16.934
19
8
4
1.515
16
18.485
20
9
0
.918
19
18.082
19
10
0
.463
21
20.537
21
Classification Table
a
Predicted Anak Jalanan Tidak Menjadi Anak jalanan
Observed Step 1
Anak Jalanan
Menjadi Anak Jalanan
Percentage Correct
Tidak Menjadi Anak jalanan
92
8
92.0
Menjadi Anak Jalanan
12
88
88.0
Overall Percentage
90.0
a. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
x1
-.531
.002
19.925
1
.003
1.000
x2
.401
.228
3.086
1
.079
1.494
x3
-.414
.148
7.788
1
.005
.661
x4
-.915
8.150E3
.000
1
.998
.000
Constant
7.181
1.579
20.669
1
.000
1.314E3
a. Variable(s) entered on step 1: x1, x2, x3, x4.
b
Casewise List Observed Case 21
Selected Status S
a
Anak Jalanan T**
Temporary Variable Predicted
commit to user
Predicted Group
.911 M
Resid -.911
ZResid -3.206
perpustakaan.uns.ac.id
25 69 95 98 105 138 154
S S S S S S S
digilib.uns.ac.id
T** T** T** M** T** T** T**
.911 .914 .923 .000 .787 .890 .873
M M M T M M M
-.911 -.914 -.923 1.000 -.787 -.890 -.873
a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases. b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.
Correlation Matrix Constant Step 1
x1
x2
Constant
1.000
-.010
x1
-.010
x2
-.384
x3 x4
x3
x4
-.384
-.813
.000
1.000
-.023
-.465
.000
-.023
1.000
.041
.000
-.813
-.465
.041
1.000
.000
.000
.000
.000
.000
1.000
commit to user
-3.206 -3.268 -3.471 75.499 -1.923 -2.840 -2.623
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Step number: 1 Observed Groups and Predicted Probabilities 40 ┼ ┼ │ │ │T │ F
│T
R
30 ┼T
E
│T
Q
│T
U
│T
E
20 ┼T
N
│T
C
│T
Y
│T
│ ┼ │ │ │ M
┼
M
│
M
│
M
│
M
┼
10 ┼T │T
T
MMM M M │ T T M T M M M MMMMM MMMM │ │TTT TT T TTT TTT TM T T M M M M M MM MMTMM MMMMM│ Predicted ─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─── ──────┼─────────┼─────────┼────────── Prob: 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 Group: TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTMMMMMMMMMMMMM MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM │T
TT
Predicted Probability is of Membership for Menjadi Anak Jalanan The Cut Value is .50 Symbols: T - Tidak Menjadi Anak jalanan M - Menjadi Anak Jalanan Each Symbol Represents 2.5 Cases.
commit to user