DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
Disusun oleh Nama Peneliti/Pengkaji I NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: : : :
Acwin Hendra Saputra 198311212006021001 Penata Muda Tk. I / III/b Kepala Seksi Penyelenggaraan
Nama Peneliti/Pengkaji II NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: : : :
Rizki Novalia Purnamasari 198212022009012006 Penata Muda Tk. I / III/b Pelaksana
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN JAKARTA 2014
i
Determinan Besaran Underground Economy: Studi Kasus Negara Pilihan Abstrak Tujuan dilakukannya kajian akademis ini adalah untuk menganalisis determinan atau faktor kunci dari underground economy melalui 4 (empat) kelompok determinan utama, yaitu: aspek perpajakan, performa pemerintahan, intensitas regulasi, serta aspek penegakan hukum dan korupsi pada negara-negara BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) sebagai pembanding. Dengan mengetahui determinan underground economy maka besaran dan pertumbuhannya dapat dicegah dengan perumusan kebijakan tertentu terkait determinannya. Kajian ini menggunakan metode regresi data panel dengan country weights dan diagonal correction of standard errors untuk heteroscedasticity dan autocorrelation (menggunakan metodologi dari White). Hasil analisis data panel akan memberikan perkiraan determinan utama underground economy untuk kemudian dapat digunakan sebagai perbandingan antar negara untuk mendapatkan perkiraan performa masing-masing negara. Kajian ini membuktikan bahwa 4 (empat) kelompok determinan utama, yaitu: aspek perpajakan, performa pemerintahan, intensitas regulasi, serta aspek penegakan hukum dan korupsi mempunyai pengaruh yang signifikan pada besaran underground economy. Kata kunci : underground pemerintahan, hukum, korupsi
economy,
ii
pajak,
tax
ratio,
regulasi,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i ABSTRAK ................................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv DAFTAR BAGAN ....................................................................................... vi DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. C. D. E.
RumusanMasalah .............................................................................. 4 Ruang Lingkup .................................................................................. 4 Tujuan ............................................................................................... 5 Manfaat ...................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 7 B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 18 C. Hipotesis .................................................................................. 20
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS A. Jenis Penelitian ............................................................................... 21 B. Definisi Operasional Variabel........................................................... 21 C. Instrumen Penelitian ........................................................................ 26 D. Metode Analisis Data ............................................................... 27
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis ............................................................................................ 36 B. Pembahasan............................................................................. 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...................................................................................... 47 B. KeterbatasanPenelitian.................................................................... 48 C. Saran ....................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51 RIWAYAT HIDUP PENELITI
iii
DAFTAR TABEL
Tabel.2.1 Relevansi Penelitian Sebelumnya ............................................... 9 Tabel.2.2 Metode Pengukuran Estimasi Besaran Underground Economy 15 Tabel.3.1 Deskripsi Variabel...................................................................... 23 Tabel.4.1 Hasil Uji Kausalitas ................................................................... 38 Tabel.4.2 Hasil Regresi Tiga Model Data Panel ........................................ 39 Tabel.4.3 Regresi FEM Cross Section Weights ........................................ 40 Tabel.4.4 Posisi Performa Indonesia ......................................................... 45
iv
DAFTAR BAGAN Bagan.2.1
Kerangka Non Observed Economy (NOE) ................................ 8
Bagan.2.2
Kerangka Pemikiran ................................................................ 19
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik.1.1.
Estimasi Underground Economy ..............................................37
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perlambatan
pertumbungan
ekonomi
dunia
pada
beberapa
tahun
belakangan ini menimbulkan tuntutan lebih dari masyarakat kepada pemerintah untuk melakukan pengembangan potensi ekonomi yang lebih luas guna menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi baru. Namun pengembangan perekonomian ini tentu saja membutuhkan dukungan dari tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga pada akhirnya akan menciptakan sebuah institusi
pemerintahan
Pengelolaan
yang
perekonomian
andal
suatu
dalam
negara
pengelolaan tidak
hanya
perekonomian. bertumpu
pada
pengelolaan sektor ekonomi formal, karena terdapatnya sektor ekonomi informal yang membutuhkan perhatian khusus. Eksistensi ekonomi informal yang dalam beberapa literatur disebut dengan "Underground Economy", "Unofficial Economy" atau "Shadow Economy" pada skala tertentu pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan sektor ekonomi formal itu sendiri, karena akan mendorong para pelaku ekonomi formal untuk turut serta dalam aktivitas underground economy sehingga tidak akan tercatat dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Semua negara di dunia pasti mengalami permasalahan dalam mengelola underground economy. Schneider dan Enste (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mengetahui siapa saja yang terlibat, frekuensi dan besaran underground economy akan sangat berguna bagi suatu negara. Sebuah data yang akurat terkait keseluruhan alokasi sumber daya negara yang terlibat dalam kegiatan
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
underground economy akan menjadi penting terutama saat suatu negara akan mengambil sebuah kebijakan ekonomi, karena semakin besar eksistensi underground economy pada suatu negara akan membuat indikator-indikator statistik ekonomi pada sektor ekonomi formal menjadi kabur, tidak lengkap dan akan membuat kebijakan ekonomi yang diambil menjadi tidak tepat dan tidak efektif. Namun dalam kenyataan mendapatkan informasi yang akurat terkait keberadaan dan besaran underground economy pada suatu negara menjadi sangat sulit untuk didapatkan karena semua pihak yang terlibat di dalamnya memang tidak ingin teridentifikasi (hidden nature). Tidak tercatatnya aktivitas underground economy dalam perhitungan PDB akan merugikan negara dilihat dari sisi potensi penerimaan pajak yang hilang dan adanya upaya sistematis penghindaran pajak. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan underground economy tidak hanya dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara dari sisi PDB, melainkan dapat meningkatkan defisit anggaran negara yang berimbas pada kenaikan tarif pajak untuk mengimbangi kenaikan defisit yang terjadi. Dampaknya perekonomian akan mengarah pada bad equilibrium yang berimbas pada pengambilan kebijakan publik yang tidak tepat sasaran serta tidak efektif karena tidak tersedianya akses informasi yang terukur akan keberadaan dan besaran underground economy. Terdapat banyak penelitian empirik mengenai penyebab, efek dan determinan dari underground economy. Mayoritas dari penelitian tersebut pada dasarnya mempertimbangkan variabel-variabel seperti income per capita, unemployment, tax burden, government spending, regulatory cost, openess to international trade dan juga beberapa karakteristik institusional dan kultural seperti disebutkan dalam penelitian (Johnson, dkk. 1997, 1998; Friedman, dkk.
2
BAB I PENDAHULUAN
2000; Torgler dan Schneider, 2007; Elgin, 2010). Terdapat pula penelitian yang secara khusus berfokus pada pembahasan efek dari underground economy pada kualitas pengambilan kebijakan di bidang fiskal (Cicek dan Elgin, 2011); efek underground economy pada kebijakan penetapan jaring pengaman sosial serta perilaku dari partisipasi angkatan kerja (Schneider dan Enste, 2000); efek underground economy pada distribusi pendapatan (Hatipoglu dan Ozbek, 2011); efek underground economy pada efek pada besarnya siklus bisnis (Elgin, 2012); efek underground economy pada basis moneter (Tanzi,1983); D'Erasmo dan Moscoso Boedo (2012) yang meneliti efek underground economy pada besaran total factor productivity (TFP); dan juga beberapa penelitian mengenai determinan underground economy yang dilakukan oleh De Soto (1989), Dreher dan Schneider (2006) serta Singh, dkk. (2012). No-Wook Park (2005) menyebutkan paling tidak terdapat dua hal kenapa underground economy menjadi penting untuk diperhatikan: (1) kemungkinan menuju bad equilibrium di mana setiap individu dan perusahaan yang melakukan aktivitas underground economy secara sengaja melakukan penghindaran pajak yang akan mengurangi pendapatan pajak dan kontribusi jaminan sosial. Hal ini akan memicu kenaikan defisit anggaran dan tarif pajak yang berimbas pada melemahnya perekonomian secara keseluruhan; (2) Underground economy juga akan membuat kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah menjadi tidak andal karena tidak semua potensi dan sumber daya yang dimiliki dapat digunakan secara maksimal. Penelitian mengenai determinan underground economy dengan model analisis data panel sebelumnya telah dilakukan oleh Mustafa Sevgin (2009) dengan obyek banyak negara serta Manolas, dkk. (2013) untuk obyek negara
3
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
Yunani. Adapun penelitian ini akan mengambil obyek negara-negara BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura). Berbeda dengan dua penelitian sebelumnya dalam penelitian ini determinan underground economy akan di bagi dalam empat kelompok besar yang meliputi determinan yang terkait aspek perpajakan, performa pemerintah, intensitas regulasi, serta penegakan hukum dan korupsi. B. Rumusan Masalah Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) tidak mencakup adanya aktivitas underground economy. Tidak tercakupnya aktivitas underground economy dalam perhitungan PDB terutama karena sulitnya menghitung besaran underground economy yang memiliki karakteristik hidden nature serta belum diketahuinya determinan atau faktor kunci yang mempengaruhi dan memicu eksistensi underground economy. Dengan mengetahui determinan dari underground economy, pemerintah sebagai pembuat regulasi dalam perekonomian dapat mengambil formulasi kebijakan perekonomian yang tepat dan efektif sehingga semua potensi perekonomian dalam suatu negara dapat dikembangkan dengan lebih maksimal. C. Ruang Lingkup Penelitian ini tidak berupaya untuk menghitung besaran underground economy pada negara-negara BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) sebagai pembanding. Penelitian ini tidak mengukur besaran underground economy pada negara-negara tersebut, namun hanya
4
BAB I PENDAHULUAN
akan mengulas determinan apa saja yang secara signifikan mempengaruhi perkembangan dan besaran underground economy pada BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura). D. Tujuan Menganalisis determinan atau faktor kunci dari underground economy merupakan salah satu tantangan untuk dapat mengurangi dampak dan mencegah terjadinya aktivitas tersebut. Dengan mengetahui determinan underground economy maka besaran dan pertumbuhannya dapat dicegah dengan
perumusan
kebijakan
tertentu
terkait
determinannya.
Penelitian
mengenai determinan underground economy hendaknya dilakukan dengan metode ilmiah dan didukung oleh data yang andal dan dapat diperbandingkan. Dengan latar belakang hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk: a. Menganalisis pengaruh aspek perpajakan terhadap besaran underground economy. b. Menganalisis
pengaruh
performa
pemerintahan
terhadap
besaran
underground economy; c.
Menganalisis pengaruh intensitas regulasi terhadap besaran underground economy;
d. Menganalisis pengaruh aspek penegakan hukum dan korupsi terhadap besaran underground economy. E. Manfaat Sesuai dengan permasalah yang dikemukakan di atas, maka peneliti ingin mencapai tujuan penelitian ini, yaitu untuk melakukan analisis terhadap determinan underground economy pada negara-negara BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) pada periode tahun 2002-2008.
5
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai perangsang penelitian lain terkait determinan ataupun keberadaan dan besaran underground economy, serta dapat menjadi bahan masukan bagi para pembuat kebijakan di dalam merumuskan langkah-langkah kebijakan atau regulasi yang akan dibuat terkait permasalahan underground economy. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai determinan underground economy untuk kemudian dapat diambil berbagai kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi pertumbuhan dan besaran underground economy. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi tambahan terkait kajian underground economy di Indonesia.
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Definisi Underground economy Banyak penelitian yang berusaha untuk mengukur estimasi besaran underground economy mengalami kesulitan untuk menentukan definisi yang tepat terkait underground economy. Definisi yang paling umum dipakai adalah semua aktivitas perekonomian yang tidak terdaftar atau tercatat namun memiliki kontribusi pada perhitungan resmi Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun Hart (2008) mendefinisikan underground economy sebagai seperangkat kegiatan ekonomi yang terjadi di luar kerangka birokrasi publik dan sektor swasta perusahaan. Pada penelitian lain Ihrig dan Moe (2004) mendefinisikan underground economy sebagai suatu sektor yang memproduksi barang-barang legal, tetapi tidak sesuai dengan ketentuan/peraturan pemerintah. Pada beberapa penelitian dari Frey dan Pommerehne (1984), Loayza (1996), Johnson, dkk (1997), Johnson, Kaufmann dan Zoido-Lobaton (1998a, 1998b), Thomas (1999), Fleming, dkk (2000), Schneider dan Enste (2000, 2004), Dell'Anno and Schneider (2004), Schneider (2005) menggunakan definisi yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Walaupun sulit untuk mendapatkan definisi umum yang tepat terkait underground economy, dalam penelitian ini akan diadopsi nomenklatur non observed economy (NOE) seperti yang dijabarkan oleh OECD (2002) untuk mendefinisikan underground economy. Di mana NOE terdiri dari kegiatan semua produk yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang berikut: produksi bawah
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
tanah, produksi informal dan produksi ilegal. Untuk lebih jelasnya diagram di bawah ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan terstruktur. Bagan 2.1. Kerangka Non Observed Economy (NOE)
sumber: OECD (2002) Edgar L. Feige (1990) membuat empat kategori tentang underground economy yaitu: (1) ekonomi illegal, yaitu aktivitas ekonomi yang tidak sah yang terkandung dalam pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan yang melanggar undang-undang. Kegiatan penyediaan jasa seperti prostitusi atau perjudian serta transaksi-transaksi obat bius dan narkotika yang jelas-jelas merupakan tindakan melanggar hukum; (2) pendapatan yang tidak dilaporkan (unreported economy), yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan dengan maksud menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak; (3) pendapatan yang tidak tercatat (unrecorded economy), yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah tetapi tidak tercatatkan, akibatnya terjadi perbedaan antara jumlah pendapatan
8
BAB II LANDASAN TEORI
atau pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi dengan nilai pendapatan dan pengeluaran yang sesungguhnya. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Relevansi Penelitian Sebelumnya
Indikator
George Manolas,et al. 2013
Mustafa Sevgin. 2009
Maurizio Bovi. 2003
Kanniainen, et la. 2004
Fokus
Mengkaji berbagai faktor penentu sebagai determinan dari besaran shadow economy dengan sampel negaranegara OECD.
Menguji hipotesis bahwa atas burde, regulator burden, korupsi dan kelemahan penegakan hukum yang akan mendorong pelaku ekonomi untuk berpartisipasi dalam underground economy.
Menganalisis korelasi diantara besaran underground economy dengan determinannya pada negara-negara OECD.
Mengembangkan mekanisme teoritis dan determinan terkait perkembangan besaran shadow economy.
Metode
Menggunakan Analisis Panel EGLS dengan pembobotan negara dan diagonal correction of standard errors untuk heteroscedascity dan autocorrelation (menggunakan metodologi White).
Menggunakan Regresi Ordinary Least Squares (OLS) untuk menguji hubungan diantara besaran underground economy dengan atas tax burden, regulator burden, dan lingkungan hukum.
Menggunakan Model Panel Regresi
Menggunakan Prosedur Statistik DYMMIMIC.
Relevansi
Model yang digunakan dalam penelitian ini akan dimodifikasi untuk menentukan determinan dari underground economy.
Beberapa variabel dari penelitian ini akan digunakan sebagai dependen dan independen variabel dari penelitian ini.
Memberikan pemahaman mendasar mengenai hubungan di antara shadow economy dengan variabelvariabel penyebab dan indikatornya.
Memberikan gambaran mengenai bagaimana pengaruh determinan dengan besaran shadow economy.
Determinan Underground Economy Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya, besaran dan pertumbuhan underground economy dalam suatu negara. Secara garis besar faktor-faktor kunci/determinan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua jenis kategori, yaitu: faktor ekonomi murni dan faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan psikologi masyarakat, administrasi dan lainnya.
9
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
Aspek Perpajakan Keterkaitan antara aspek perpajakan (tax revenues) bersandar pada hipotesis bahwa penurunan substansial pada underground economy akan memicu kenaikan penerimaan pajak secara signifikan (Nikopour, dkk 2008). Hipotesis ini dibuktikan oleh beberapa peneliti, anatar lain Schneider dan Enste (2004) yang menyatakan bahwa tingginya tarif pajak (pajak langsung dan pajak tidak langsung) pada sektor ekonomi formal akan berkaitan langsung dengan pertumbuhan underground economy. Ketika seseorang bisa menghasilkan pendapatan dari underground economy maka efek substitusi akan lebih besar dari efek pendapatan sehingga orang akan cenderung beralih dari sekor ekonomi formal (Schneider 2003). Beberapa penelitian empirik pada beberapa negara telah membuktikan bahwa beban pajak memiliki pengaruh pada underground economy, seperti Cebula (1997) menyatakan bahwa setiap terdapat kenaikan tarif pajak pendapatan pribadi sebesar 1 persen di Amerika Serikat maka akan meningkatkan besaran underground economy sebesar 1.4 persen, ceteris paribus. Sementara itu penelitian serupa di Italia yang dilakukan oleh Chianini, dkk. (2008) mendapati bahwa peningkatan sebesar 1 persen dari penghindaran pajak akan meningkatkan tarif pajak sebesar 0,3%, sementara sebaliknya dalam jangka panjang akan meningkatkan penghindaran pajak 0,48 persen. Pajak juga akan mempengaruhi biaya tenaga kerja dan juga menstimulasi penyedia tenaga kerja dalam underground economy, atau sektor ekonomi tidak berpajak (untaxed). Semakin besar perbedaan antara total biaya tenaga kerja dalam ekonomi formal dan penghasilan setelah pajak, semakin besar pula insentif untuk mengindari perbedaan ini dan turut mengambil bagian dalam
10
BAB II LANDASAN TEORI
praktek underground economy. Ketika perbedaan ini tergantung secara luas terhadap sistem jaminan sosial dan keseluruhan beban pajak, maka perbedaan ini menjadi fitur kunci bagi keberadaan dan peningkatan underground economy. Penelitian dari Schneider (1994b, 2000) dan Johnson, Kaufman, dan ZoidoLobaton (1998a,b) menunjukkan bukti empiris bahwa pajak yang tinggi memiliki korelasi yang positif pada underground economy. Performa Pemerintah Negara memiliki peran atas besar kecilnya ukuran underground economy, terutama dari kemampuannya dalam mendeteksi, mencegah dan membatasi penghindaran pajak serta bagaimana memenangkan tingkat kepercayaan masyarakatnya akan kemampuan negara dalam mengelola sektor ekonomi, khususnya sektor perpajakan. Kemampuan suatu negara dalam mengurangi potensi penghindaran pajak bergantung pada efektivitas pelayanan pajak, struktur sistem pajak yang digunakan dan metode penghitungan pendapatan nasionalnya. Meskipun jika besaran underground economy pada suatu negara adalah kecil, namun pengaruhnya terhadap pengambilan kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah akan beragam dan signifikan karena tidak hanya melibatkan faktor ekonomi namun juga faktor-faktor non ekonomi. Sebuah negara yang dikelola dengan tidak profesional tanpa good governance akan memberikan persepsi bahwa pemerintah negara tersebut tidak akan mampu memberikan kesejahteraan kepada warganya, sehingga akan memberikan insentif untuk terlibat dalam sektor underground economy. Tingkat dan penanganan korupsi pada suatu negara juga akan mempengaruhi besaran underground economy, di mana negara dengan tingkat korupsi yang tinggi akan memiliki sebaran underground economy yang lebih luas dibandingkan negara-
11
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
negara yang memiliki mekanisme dan sistem penanganan korupsi yang baik. Keterkaitan korupsi pada suatu negara dengan underground economy telah dibuktikan oleh penelitian dari Andvig, dkk. (2000) serta Dreher dan Schneider (2010). Secara umum negara dengan tingkat government effectiveness dan control of corruption yang baik akan memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan underground economy. Intensitas Regulasi Intensitas regulasi adalah salah satu penyebab penting lainnya dari timbulnya underground economy. Regulasi memiliki tujuan untuk melakukan pengaturan pasar dengan menerapkan seperangkap peraturan dan pembatasan. Regulasi bisa dalam bentuk peraturan perundangan atau peraturan lainnya yang biasanya berkaitan dengan peraturan tenaga kerja dan perburuhan (termasuk pembatasan tenaga kerja asing), peraturan di bidang ekspor impor, dan lain sebagainya Sebagai dampak dari diberlakukannya berbagai regulasi dalam perekonomian maka akan membatasi pilihan-pilihan individu dalam ekonomi formal atau dengan kata lain peningkatan intensitas regulasi akan mengurangi kebebasan atau membatasi individu untuk terlibat dalam sektor ekonomi formal (Schneider dan Enste 2000). Secara umum, peningkatan intensitas regulasi juga dapat memicu peningkatan biaya tenaga kerja secara substansial pada sektor ekonomi formal. Namun karena kenaikan biaya tenaga kerja ini dapat dengan mudah dialihkan kepada tenaga kerja maka regulasi akan memberikan insentif kepada tenaga kerja untuk turut serta dalam aktivitas underground economy sebagai upaya menghindari beban biaya tersebut. Dampak regulasi pada underground economy telah diteliti secara empiris dengan model dari Johnson, Kaufmann, dan Shleifer (1997) yang
12
BAB II LANDASAN TEORI
menunjukkan negara-negara dengan intensitas regulasi yang tinggi akan memiliki besaran underground economy yang lebih besar. Demikian pula dampak regulasi tenaga kerja terhadap underground economy telah dibuktikan secara empiris oleh Johnson, Kaufmann, dan Zoido-Lobaton (1998b). Aspek Hukum dan Korupsi Penggunaan berbagai variabel yang terkait dengan aspek hukum dan korupsi telah lama digunakan dan bersandar pada teori bahwa korupsi memiliki korelasi yang positif dengan besaran underground economy. Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnson, dkk (1998) disimpulkan bahwa ketidakdisiplinan birokrasi dan kelemahan penegakan hukum bisa menimbulkan pengambilan keputusan-keputusan yang bertujuan untuk menguntungkan individu secara ekonomi karena tidak efektifnya peran pengawasan. Kondisi demikian akan memicu terjadinya korupsi, dan dalam keadaan seperti itu maka akan mendorong perusahaan-perusahaan dan individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan underground economy. Dreher dan Schneider (2006) melakukan penelitian spesifik terkait pengaruh aktivitas underground economy pada korupsi dan sebaliknya untuk 120 negara dengan panel data pada 70 negara untuk periode 1994-2002. Kesimpulan dari penelitian ini adalah korupsi dan underground economy memiliki efek subtitusi pada negara-negara berpenghasilan tinggi dan bersifat komplemen pada negara-negara berpenghasilan rendah. Efek Underground Economy Keberadaan
underground
economy
tidak
serta
merta
hanya
menghasilkan dampak negatif saja. Underground economy memiliki efek yang saling bertolak belakang terhadap perekonomian itu sendiri. Pada satu sisi
13
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
keberadaannya akan menimbulkan inefisiensi pada pasar barang dan tenaga kerja serta menimbulkan kompetisi yang tidak sehat di antara pelaku pasar. Underground economy juga akan menimbulkan insentif bagi para pekerja sektor informal untuk turut di dalamnya sehingga akan berada diluar deteksi perhitungan PDB sehingga akan mengurangi pendapatan negara dan sebagai akibatnya pemerintah mengalami kekurangan pendanaan dalam membiayai pengeluaran publiknya (seperti, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, penelitian, dll). Di pihak lain pertumbuhan underground economy dapat menciptakan nilai tambah (added value) bagi sektor ekonomi formal. Karena seperti dinyatakan oleh Schneider dan Enste (2000) diperkirakan dua per tiga pendapatan dari underground economy akan dibelanjakan pada sektor ekonomi formal. Underground economy juga dianggap oleh Smith (2002) dapat meningkatkan distribusi pendapatan di masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk memiliki pekerjaan sampingan. Dari beberapa hal tersebut tampak jelas sisi positif dari underground economy yang harus dapat ditangkap oleh para pembuat kebijakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan publik, bukan dengan melakukan upaya represif tetapi merangkul sektor-sektor informal beralih menuju sektor ekonomi formal. Pengetahuan dan pemahaman mengenai besaran, distribusi, dan pokok-pokok penyebab timbulnya underground economy dapat digunakan sebagai pondasi penyusunan kebijakan publik yang lebih baik. Metode Pengukuran Underground Economy Besaran dan pertumbuhan underground economy selalu meningkat dari waktu ke waktu. Banyak sekali penelitian baik yang dilakukan secara individual, tim maupun negara yang berusaha untuk melakukan estimasi besaran
14
BAB II LANDASAN TEORI
dan pertumbuhan underground economy dalam banyak negara secara bersamaan menjadi gagal. Berbagai pendekatan dalam mengukur besaran dan pertumbuhan underground economy akan berbeda aplikasinya, terutama karena baik penyebab ataupun indikator underground economy antar satu negara dengan negara lainnya (negara maju dan negara berkembang) adalah tidak mutlak bisa disamakan. Analis dan para pembuat kebijakan harus mengetahui fakta bahwa estimasi besaran underground economy pada suatu negara dapat bervariasi tergantung pada metode estimasi yang digunakan. Kondisi ini menjadikan pembahasan mengenai berbagai metode dalam mengestimasi besaran dan pertumbuhan underground economy menjadi penting untuk ditelaah. Tidak ada satu metode yang sempurna dalam usaha melakukan estimasi besaran underground economy karena setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Schneider dan Enste (2002) mengklasifikasikan tiga pendekatan yang biasa digunakan untuk mengukur besaran underground economy seperti dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Metode Pengukuran Estimasi Besaran Underground Economy
No 1
Metode
Keterangan
Pendekatan Langsung (Direct Approaches) Sample Survey
Pengukuran
estimasi
besaran
underground economy menggunakan data survei. Survei disusun sedemikian rupa agar
bisa
mendapatkan
umpan
balik
mengenai sampel yang aktif berkecimpung dalam underground economy.
15
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
No
Metode Tax Audit
Keterangan Metode sampling audit perpajakan dapat digunakan
untuk
melakukan
estimasi
besaran underground economy dengan membandingkan selisih antara pendapatan yang dilaporkan untuk keperluan pajak dengan pendapatan yang didapatkan dari random sampling audit. 2
Pendekatan Tidak Langsung (Indirect Approaches) National Accounting Statistics
Pada perhitungan pendapatan nasional jumlah pendapatan nasional dari produk domestik bruto (PDB) secara teori harus sama dengan jumlah pengeluaran nasional dalam PDB. Dalam hal terdapat selisih antara
national
expenditure
dengan
income statistic maka dapat digunakan sebagai indikator terdapatnya underground economy dalam suatu negara. Labor Force Statistics
Saat total angkatan kerja adalah konstan, penurunan tingkat partisipasi tenaga kerja pada
sektor
digunakan
ekonomi
sebagai
formal
indikator
dapat adanya
underground economy. Transactions
Menggunakan keseluruhan
data transaksi
pada moneter
volume dalam
perekonomian untuk menghitung jumlah nominal (tidak resmi ditambah resmi) GDP, kemudian memperkirakan ukuran ekonomi bayangan dengan mengurangi GDP resmi dari total PDB nominal.
16
BAB II LANDASAN TEORI
No
Metode
Keterangan
Currency Demand
Perkiraan ukuran besaran underground economy dari permintaan uang tunai, dengan asumsi transaksi underground economy
dilakukan secara tunai dan
bahwa peningkatan besaran underground economy akan meningkatkan permintaan uang tunai. Physical
Inputs
(Electricity Perkiraan estimasi underground economy
Consumption)
dari
konsumsi
bahwa
listrik,
konsumsi
satunya
dengan
listrik
indikator
fisik
asumsi
adalah
satu-
ideal
untuk
mengukur keseluruhan aktivitas ekonomi dengan mengurangi tingkat pertumbuhan PDB resmi dengan tingkat pertumbuhan total konsumsi listrik . 3
MODELS Model
Structural
Model
(SEM)
Equation Pendekatan
model
ekonometri
untuk
-
Multiple mengukur besaran underground economy
Indicators
Multiple
Causes bersandar pada teori statistik mengenai
(MIMIC)
Latent
Variable unobservable
Approach
variable,
yang
mempertimbangkan banyak bagian dari penyebab dan indikator dari fenomena yang akan diukurnya. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Frey dan WeckHannemann (1983)
17
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
No
Metode
Keterangan
4
MODELS A
Two-Sector
Dynamic Model ini diadopsi dari model penelitian
General Equilibrium Model
dari Roca, Moreno and Sanchez (2001), Ihrig and Moe (2004), and Busato and Chiarini (2004) yang bersandar pada 3 model persamaan: a. The
formal
technology
follows
a
standard Cobb-Douglass specification; b. Household's law of motion for capital; c. Household's time constraint. Model di atas kemudian diklibrasi untuk dicocokkan
dengan
makroekonomi
berbagai
sehingga
variabel
didapatkan
estimasi besaran underground economy dari model dikalibrasi tersebut.
B. Kerangka Pemikiran Tinjauan pustaka dijadikan dasar bagi penelitian ini. Penelitian ini akan berfokus untuk mengetahui determinan underground economy yang memiliki pengaruh pada besaran dan keberadaan underground economy. Untuk model dan metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model ekonometrik analisis data panel. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini akan dimulai dengan perumusan masalah yang kemudian akan menjadi dasar bagi penetapan tujuan penelitian. Untuk selanjutnya tinjauan pustaka maupun penelitian terdahulu akan digunakan untuk membangun hipotesis dari penelitian ini. Langkah selanjutnya
18
BAB II LANDASAN TEORI
adalah melakukan analisis hipotesis yang telah dibangun menggunakan model ekonometrik. Pada bagian akhir dari penelitian ini akan memberikan kesimpulan dan saran hasil penelitian serta pernyataan atas keterbatasan penelitian agar penelitian selanjutnya dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, desain penelitian ini akan dijelaskan melalui bagan 2.2 berikut ini: Bagan 2.2 Kerangka Pemikiran
19
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
C.
Hipotesis Bagian ini menjelaskan hipotesis yang disusun oleh peneliti apabila ada.
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori dan merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti, dan masih harus diuji kebenarannya. Dengan demikian, harus dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis empiris terhadap determinan underground economy. Untuk selanjutnya hipotesis dari penelitian ini adalah: a. aspek perpajakan negara berpengaruh secara negatif terhadap besaran underground economy; b. Performa pemerintahan di suatu negara berpengaruh negatif terhadap besaran underground economy; c. Intensitas regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah berpengaruh negatif terhadap besaran underground economy; d. Aspek penegakan hukum dan korupsi berpengaruh positif terhadap besaran underground economy.
20
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
A. Jenis Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah estimasi besaran underground economy dari Ceyhun dan Oguz (2012) untuk negara-negara BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) pada periode 2002-2008. Estimasi underground economy akan menjadi dependen variabel dari penelitian ini. Sedangkan
beberapa
faktor
yang
disinyalir
dapat
menjadi
determinan
(independen variabel) dari underground economy akan dianalisis hubungannya terhadap dependen variabelnya.
B. Definisi Operasional Variabel Estimasi Underground Economy Estimasi underground economy yang digunakan dalam penelitian ini merupakan time series data untuk periode 2002-2008 pada negara-negara BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) pada periode 2002-2008. Time series data untuk estimasi underground economy merupakan hasil penelitian estimasi besaran underground economy yang dilakukan oleh Ceyhun dan Oguz (2012) dengan menggunakan a two-sector dynamic general equilibrium model yang menghasilkan dataset/panel data estimasi underground
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
economy untuk 162 negara untuk kurun waktu 1950 – 2009. Estimasi underground economy merupakan dependen variabel dari penelitian ini. The Worldwide Governance Indicators (WGI) The Worldwide Governance Indicators adalah dataset penelitian yang merangkum pandangan terhadap kualitas pemerintahan yang diberikan oleh sejumlah besar responden survei dari perusahaan, warga dan ahli di negaranegara industri dan berkembang. Data ini dikumpulkan dari sejumlah survei lembaga, think tank, organisasi non-pemerintah, organisasi internasional, dan perusahaan swasta. WGI tidak mencerminkan pandangan resmi Bank Dunia, para direktur eksekutifnya, atau negara-negara yang mereka wakili. WGI tidak digunakan oleh Bank Dunia untuk mengalokasikan sumber daya. WGI berupa indikator agregat dari enam dimensi yang luas dari pemerintahan. Keenam indikator agregat berdasarkan 30 sumber data yang mendasari melaporkan persepsi tata kelola (governance) dari sejumlah besar responden survei dan penilaian ahli di seluruh dunia. Sumber data yang mendasari, metode agregasi, dan interpretasi indikator, dijelaskan dalam kertas metodologi WGI dari Kaufmann, Kraay dan Mastruzzi (2010). Variabel-variabel WGI terdiri dari voice and accountability, political stability and absence of violence, government effectiveness, regulatory quality, rule of law, dan control of corruption. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa negara dengan tata kelola pemerintahan yang baik akan lebih ketat dan tegas terkait keberadaan underground economy. Penjelasan lebih lanjut lihat tabel 3.1.
22
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
Tax Revenue (% of GDP). Penerimaan pajak mengacu pada transfer wajib kepada pemerintah pusat untuk kepentingan publik. Transfer wajib tertentu seperti denda, penalti, dan iuran jaminan social yang dikecualikan. Pengembalian dan koreksi dari penerimaan pajak yang keliru akan dikumpulkan dan diperlakukan sebagai pendapatan negatif.
Data tax revenue (% of gdp) yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari data yang dikumpulkan oleh World Bank untuk periode 2002-2008. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa semakin besar beban pajak yang harus ditanggung dalam suatu negara akan memberikan insentif untuk bergerak pada sektor underground economy. Economic Freedom of the World Economic Freedom of the World (EFW) merupakan laporan tahunan dari Fraser Institute yang menyediakan hampir semua data mengenai indeks regulasi dalam perekonomian. Sedangkan beberapa variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah credit market regulation, serta indeks kebijakan seperti: labor market regulations, bureaucracy costs, extra payments/bribes/favoritism, dan business regulations.
Tabel 3.1 Deskripsi Variabel
Underground Economy Underground Economy
EstimasiUnderground Economy Hasil (UE) merupakan hasil pengukuran penelitian besaran dalam
underground suatu
economy dari
Ceyhun
sebagai dan
Oguz
negara
persentase dari total GDP.
(2012)
23
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
Aspek Perpajakan Tax Revenue (% of GDP).
Tax Revenue (TR ) mengacu World Bank pada
transfer
pemerintah
wajib
kepada
pusat
untuk
kepentingan publik. Transfer wajib tertentu seperti denda, penalti, dan iuran
jaminan
sosial
yang
dikecualikan. Performa Pemerintahan Government Effectiveness
Government Effectiveness (GE) WorldBank mencerminkan persepsi kualitas Kaufmann, pelayanan pelayanan
publik, sipil
dan
independensinya politik,
dari
kualitas
implementasi
kualitas Kraay
dan
tingkat Mastruzzi tekanan (2010).
formulasi kebijakan,
dan dan
kredibilitas komitmen pemerintah terhadap kebijakan tersebut. Voice and Accountability
Voice and Accountability( VA) WorldBank mencerminkan
persepsi
sejauh Kaufmann,
mana warga suatu negara dapat Kraay berpartisipasi
dalam Mastruzzi
memilih/menentukan pemerintahan
(2010).
mereka,
kebebasan kebebasan
dan
serta
berekspresi, berserikat,
dan
kebebasan media. Political
Stability
Absence of Violence
and Political Stability and Absence WorldBank of Violence (PS) mencerminkan Kaufmann, persepsi atas kemungkinan bahwa Kraay pemerintahan akan stabil atau Mastruzzi digulingkan dengan cara yang (2010). inkonstitusional
24
atau
kekerasan
dan
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
(kudeta),
termasuk
kekerasan
bermotivasi politik dan terorisme. Intensitas Regulasi Regulatory Quality
Regulatory
Quality
mencerminkan kemampuan
(RQ)
persepsi
atas
pemerintah
untuk
merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan
peraturan
memungkinkan
yang dan
mempromosikan
pengembangan
sektor swasta. Credit Market Regulation
Credit Market Regulation (CMR) Laporan mengukur pengaruh dari suatu Tahunan kebijakan
pada
pasar
untuk Fraser
penawaran utang seperti yang Institute terlihat oleh investor dari obligasi, wesel dan kewajiban sekuritas seperti
collateralized
debt
obligations (CDOs). Labor Market Regulations
Labor Market Regulations (LMR) Laporan mengukur pengaruh dari suatu Tahunan kebijakan seperti upah minimum Fraser dan sejenisnya.
Business Regulations
Business mengukur yang
Institute
Regulations jangkauan
tidak
(BR) Laporan
kebijakan Tahunan
produktif
melakukan bisnis.
dalam Fraser Institute
Penegakan Hukum dan Korupsi Rule of Law
Rule of Law(ROL) mencerminkan WorldBank persepsi sejauh mana pemerintah Kaufmann, memenuhi ekspektasi masyarakat Kraay
dan
atas kualitas penegakan hukum, Mastruzzi hak milik, dan keadilan, serta (2010).
25
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
kemungkinan
kejahatan
dan
kekerasan. Control of Corruption
Control of Corruption (COC) WorldBank adalah agregasi berbagai indikator Kaufmann, yang mengukur persepsi sejauh Kraay mana
kekuasaan
dan
publik Mastruzzi
diselewengkan untuk kepentingan (2010). pribadi, baik dalam skala korupsi kecil maupun besar. Bureaucracy Costs
Bureaucracy
Costs
(BC) Laporan
mengukur biaya tambahan yang Tahunan harus dikeluarkan saat melakukan Fraser proses
perijinan
pada
instansi Institute
pemerintah untuk pendirian suatu usaha. Extra
Extra
Laporan
Payments/Bribes/Favoritism
Payments/Bribes/Favoritism
Tahunan
(EP)
mengukur
persepsi Fraser
mudahnya aparat dan instansi Institute pemerintah
untuk
disuap
atau
menerima tambahan pendapatan illegal untuk tujuan kemudahan bisnis
C. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data yang digunakan dalam penelitian ini beberapa merupakan hasil penelitian dari lembaga internasional ataupun pihak lain. Semua data terpublikasi secara online dan disediakan oleh berbagai organisasi internasional.
26
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
D. Metode Analisis Data Data panel merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtun waktu (time series). Data panel memiliki dua dimensi, yaitu individu (misalnya: perusahaan, propinsi, negara) dan waktu (periode waktu tertentu). Secara sederhana data panel dapat dijelaskan bahwa pada data cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu. Menurut Gujarati (2004) dalam panel data, unit crosssection yang sama disurvei dalam beberapa waktu tertentu. Penggunaan analisa model ekonometrika data panel dalam penelitian ini berguna untuk menguji signifikasi
dan
mengukur
pengaruh
dari
variabel-variabel
yang
diduga
mempengaruhi estimasi besaran underground economy pada Brics Countries dan Indonesia dalam periode tahun 2002-2008. Hal tersebut dilakukan karena analisis dilakukan dalam unit-unit observasi (cross section berupa negara Brics Countries dan Indonesia) dan dari waktu ke waktu, yaitu dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 (time series). Sehingga model ekonometrika data panel paling tepat digunakan karena merupakan model ekonometrika kombinasi antara cross section dan time series. Menurut Hsiao (1986), penggunaan data panel dalam penelitian ekonomi akan memiliki tiga keunggulan mendasar dibandingkan data time series maupun data cross section. Keunggulan tersebut antara lain: (1) dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang lebih besar, meningkatkan degree of freedom (derajat kebebasan), data memiliki variabilitas yang besar dan mengurangi kolinieritas antara variabel penjelas, di mana dapat menghasilkan estimasi ekonometri yang efisien; (2) data panel dapat memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat diberikan hanya oleh data cross section atau time series saja;
27
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
(3) data panel dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi perubahan dinamis dibandingkan data cross section. Gujarati (2004) menyatakan beberapa keuntungan penggunaan data panel dibanding data time series dan data cross section, antara lain: (1) teknik estimasi menggunakan data panel akan menghasilkan keanekaragaman secara tegas dalam perhitungan dengan melibatkan variabel-variabel individual secara spesifik; (2) memberikan informasi yang lebih banyak, variabilitas yang lebih baik, mengurangi hubungan antara variabel bebas, memberikan lebih banyak derajat kebebasan, dan lebih efisien; (3) data panel lebih cocok digunakan jika akan melakukan studi tentang perubahan dinamis; (4) data panel dapat mendeteksi dan mengukur efek yang tidak bisa dilakukan oleh data time-series dan cross section; (5) data panel memungkinkan peneliti untuk mempelajari model perilaku yang lebih kompleks; (6) data panel dapat meminimalkan bias. Di samping berbagai keunggulan dimiliki model panel data tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang muncul dalam penggunaan data jenis panel, yaitu permasalahan autokorelasi dan heterokedastisitas. Sementara itu ada permasalahan baru yang muncul seperti korelasi silang (cross-correlation) antar unit individu pada periode yang sama. Metode Estimasi Ekonometrika Data Panel Di dalam ekonometrika, suatu model yang menyatukan antara data deret waktu (time series) dan data antar individu (cross sections) menghasilkan data yang disebut data panel atau data longitudinal. Sehingga dalam data panel terdapat jumlah observasi deret waktu T > 1 dan jumlah observasi antarN>1. Regresi dengan menggunakan data panel disebut model regresi data panel.Estimasi model panel data tergantung kepada asumsi yang dibuat peneliti
28
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
terhadap intersep/konstanta (intercept), koefisien kemiringan (slope coefficients) dan variabel error (error term). Namun Gujarati (2004) membagi estimasi model data panel menjadi 3 model, yaitu: a.
Koefisien Tetap Antar Waktu dan Individu ( Common Effect Model) Teknik yang paling sederhana untuk mengestimasi data panel adalah
dengan mengkombinasikan data time series dan cross sections tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu dan menggunakan metode ordinary least square (OLS). Metode ini mengasumsikan perilaku yang sama antar individu dalam kurun waktu yang berbeda. Merupakan penggabungan data time series (pool data) dan cross-section dengan metode OLS. Pada metode common effect model (CEM) sebelum membuat regresi kita harus menggabungkan data crosssection dengan data time series (pool data). Kemudian data gabungan tersebut akan diperlakukan sebagai satu kesatuan pengamatan untuk mengestimasi model dengan metode OLS. Pendekatan CEM ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu, karena intersep/konstanta (intercept) dan koefisien kemiringan
(slope
coefficients)
dianggap
sama
untuk
setiap
individu.
Diasumsikan bahwa perilaku data antar individu/obyek sama dalam berbagai kurun waktu. Secara singkat CEM dapat dijelaskan sebagai teknik regresi yang mengasumsikan bahwa data gabungan yang tersedia, menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Hasil dari analisis regresi dengan CEM dapat diterapkan untuk semua obyek pada setiap waktu. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut: Yit = β1 + β2X2it + β3X3it + … + uit
(pers. 1)
29
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
b.
Model Efek Tetap (Fixed Effect) Pada model efek tetap sudah memasukkan efek dimensi individu dan
waktu. Pembentukan model efek tetap (fixed effect) berangkat dari asumsi adanya perbedaan dalam intercept, dengan intercept yang bervariasi untuk individu dan konstan untuk waktu. Selain itu, metode ini mengasumsikan bahwa slope antara individu dan waktu adalah konstan. Efek tetap adalah setiap individu tetap konstan untuk berbagai periode/waktu, begitu pula untuk slope-nya. Dengan metode ini, perbedaan antara individu dapat diidentifikasi oleh perbedaan dalam intercept. Metode efek tetap mengestimasi data panel dengan menggunakan least square dummy variables (LSDV), yaitu dengan menambahkan dummy variabel untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda, baik antar periode maupun antar tempat. Pendekatan ini mengizinkan intercept bervariasi antar unit cross-section namun tetap mengasumsikan bahwa slope koefisien adalah konstan antar unit cross-section. Penambahan variabel boneka ini dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi koefisien dari parameter yang diestimasi.
Yit = β1i + β2X2it + β3X3it + … + uit (pers. 2) Yit = α1 + α2D2i + α3D3i + α4D4i + … + β2X2it + β3X3it + … + uit di mana α1
adalah intercept dari unit cross-section 1,α2, α3
,α4 ,…adalah
differential intercept coefficients. Perbedaan di antara intercept unit A dengan unit B,C, D, E, dan lainnya adalah dummy untuk cross-section/unit, D2i = 1 saat observasi adalah milik unit A, dan 0 adalah untuk sebaliknya. D3i = 1adalah saat
30
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
observasi adalah milik unit B, dan 0 adalah untuk sebaliknya. D4i = 1adalah saat observasi adalah milik unit C, 0 adalah untuk sebaliknya. Tidak ada dummy untuk E jika hanya terdapat 4 cross-section unit untuk menghindari dummyvariable trap. c.
Model Efek Random (Random Effect) Jika pada model efek tetap, perbedaan antar individu dan atau waktu
tercermin melalui intercept, maka pada model efek random, perbedaan tersebut diakomodasi menggunakan error term. Model ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross-section dan dapat diatasi dengan error component model atau juga sering disebut dengan random effects model. Yit = β1i + β2X2it + β3X3it + … + uit β1i = β1 + εi Yit = β1i + β2X2it + β3X3it + … + εi + uit Yit = β1i + β2X2it + β3X3it + … + ԝit
(pers. 3)
Di mana εi adalah error term untuk cross-section atau individual-specific; uit mengkombinasikan time series and cross-section error component; wi=εi+uit. Dari hasil regresi, dengan ketiga model untuk mengestimasi data panel, nantinya akan ditentukan pemilihan metode estimasi yang terbaik, apakah metode pooled least square (PLS)/common effect ataukah fixed effect ataukah random effect. Logika pemilihan tersebut dapat dilakukan secara teoritis. Pada model fixed effect, diasumsikan terdapat perbedaan di antara individu (unit), yang dilihat dari konstanta. Berbeda dengan fixed effect yang memiliki korelasi pada konstanta tiap individu dengan variabel independen dalam model, random effect mengasumsikan efek tiap individu tidak berkorelasi dengan variabel independen. Ada pun metode estimasi lebih lanjut untuk memilih model terbaik
31
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
di antara ketiga model pooled/common effect, fixed effect ataukah random efect adalah: a.
CEM dibandingkan dengan FEM Metode paling sederhana untuk memilih metode mana yang terbaik
antara CEM dengan FEM adalah dengan membandingkan signifikasi statistik dari estimated coefficients, nilai dari R2 dan nilai d pada Durbin-Watson test. Selain itu dapat pula digunakan uji restricted F (Chow test). Jika F hitung lebih besar daripada F tabel maka H0 ditolak sehingga model digunakan adalah fixed effect model. Sebaliknya jika F hitung lebih kecil daripada F Tabel maka H0 diterima sehingga model yang digunakan adalah common effect. Pengujian dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 : α1 = α2 =…=αn (common effect) H1 : α1 ≠ α2 ≠ … ≠ αn (fixed effect) F = (R2UR – R2R)/(n-1) (1-R2UR/(nt-n-k)
(pers. 4)
di mana nilai dari restricted R2 dan unrestricted R2 adalah dari masing-masing nilai dari model CEM dan FEM, sedangkan n adalah jumlah dari cross section, t adalah jumlah time series dan k adalah jumlah parameternya.
b.
FEM dibandingkan dengan REM Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Judge, dkk. (1982) seperti dikutip
dalam Gujarati (2004) menjelaskan alternatif untuk memilih model yang lebih baik, yaitu:
Jika T (the number of time series data) besar dan N (the number of crosssectional unit) adalah kecil, ada kemungkinan ada sedikit perbedaan dalam nilai-nilai parameter yang diestimasi dengan FEM dan REM. Oleh karena itu
32
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
pilihan di sini adalah dasar pada kenyamanan komputasi. Pada kondisi seperti ini, FEM mungkin lebih baik.
Ketika N besar dan T kecil, estimasi yang diperoleh dengan dua metode dapat berbeda secara signifikan. Jika unit cross-sectional dalam sampel tidak acak gambar dari sampel yang lebih besar, FEM tepat, sebaliknya jika yang dianggap sebagai gambar acak, maka REM adalah tepat, karena dalam hal inistatistik inferensi tidak bersyarat.
Jika individu melakukan kesalahan pada komponen εi dan satu atau lebih regressor’s berkorelasi, maka estimator REM bias, sedangkan yang diperoleh dari FEM adalah unbiased.
Jika N besar dan T kecil, dan jika asumsi yang mendasari REM terpenuhi, maka REM estimator lebih efisien daripada FEM estimator. Namun ada test formal untuk memilih metode yang lebih baik antara FEM
dan REM, yaitu Uji Hausman yang dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : Ada gangguan antar individu (random effect) H1 : Tidak ada gangguan antara individu (fixed effect) Penentuan dilakukan dengan membandingkan antara probabilitas hasil pengujian yang diperoleh dan tingkat kesalahan α. Jika probabilitas hasil pengujian kurang dari α, maka H0 ditolak sehingga digunakan model fixed effect. Jika probabilitas hasil pengujian lebih dari α maka H0 tidak ditolak (diterima) sehingga digunakan model fixed effect.
33
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
c.
CEM dibandingkan dengan REM Menggunakan Breusch-Pagan LM test, dengan hipotesis:
H0: jika diterima maka common effect digunakan H1: jika diterima maka random effect digunakan (pers. 5)
di mana N adalah jumlah dari cross section, T adalah jumlah time series dan Wit adalah residual dari CEM. Breusch-Pagan LM test didasari oleh distribusi chisquare dengan derajat kebebasan (degree of freedom) sama dengan satu (X2(1)). Hipotesis nol ditolak jika LM statistik lebih besar dari propabilitas chi-square, yang berarti model REM lebih baik digunakan dibandingkan dengan model CEM. Seperti diketahui terdapat tiga jenis teknik estimasi model regresi data panel, yaitu model dengan metode OLS (common effect model), model efek tetap dan model efek random. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi model dari Manolas, dkk. (2013) yang digunakan untuk mengestimasi determinan underground economy untuk obyek negara Yunani. Manolas, dkk. (2013) membagi modelnya menjadi dua; 1) individual governance indicators model dengan independen variabel, product market regulation (OECD), labor and capital market regulation (Fraser Institute), tax burden dan dua variabel terpenting dari governance indicators, yaitu control of corruption dan government effectiveness; 2) average of governance indicators model yang menggunakan rata-rata dari enam World Bank governance indicators untuk dapat menangkap efek dari keseluruhan performa pemerintah, kedua persamaan diestimasi menggunakan persamaan data panel dengan country weights dan diagonal correction of standard errors untuk heteroscedasticity dan autocorrelation
34
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
(menggunakan metodologi dari White). Terdapat beberapa modifikasi dalam model penelitian ini tanpa mengubah esensinya, hanya dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk dapat menangkap pengaruh aspek perpajakan, performa pemerintah, intensitas regulasi serta penegakan hukum dan korupsi terhadap underground economy, dengan model yang digunakan adalah sebagai berikut: % Underground Economy terhadap PDB = βo + β1TRit + β2GEit +
β3VAAit + β4PSit + β5RQit + β6CMRit + β7LMRit + β8BRit+ β9ROLit+ β10COCit+ β11BCit+ β12EPit Model ini diharapkan dapat menangkap pengaruh Aspek Perpajakan terhadap besaran Underground Economy, yaitu Tax Revenue (% of GDP) (TR), pengaruh Performa Pemerintah, yaitu Government Effectiveness (GE), Voice and Accountability (VAA), serta Political Stability and Absence of Violence (PS), pengaruh Intensitas Regulasi, yaitu Regulatory Quality (RQ), Credit Market Regulation (CMR), Labor Market Regulations (LMR), Business Regulations (BR), pengaruh Penegakan Hukum dan Korupsi, yaitu Rule of Law (ROL), Control of Corruption (COC), Bureaucracy Costs (BC), Extra Payments/Bribes/Favoritism (EP).
35
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis Pada bab ini akan di bahas mengenai pemilihan metode estimasi yang
terbaik, hasil estimasi dan penjelasan mengenai pengaruh dari keseluruhan independen variabel terhadap besaran underground economy pada BRICS Countries yang meliputi, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dari tahun 2002-2008. Besaran dan pertumbuhan underground economy suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, di mana faktor tersebut dapat berbeda-beda untuk setiap Negara, karena karakteristik Negara tidak dapat disamakan. Penelitian ini mencoba untuk mencari faktor-faktor kunci dari underground economy di Indonesia melalui perbandingan dari 8 (delapan) Negara yang memiliki karakteristik ekonomi yang hampir sama, yaitu Brazil, Rusia, India, Cina, Afrika Selatan, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Sebagai analisis awal, grafik berikut menjelaskan tentang estimasi underground economy di Indonesia dan rata-rata estimasi underground economy dari 5 negara BRICS Countries dan 3 negara ASEAN pada tahun 2002-2008.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Grafik 4.1 Estimasi Underground Economy Berdasarkan data estimasi besaran underground economy penelitian Ceyhun dan Oguz (2012), dapat diketahui bahwa besaran underground economy untuk Indonesia masih berada di bawah rata-rata estimasi underground economy pada BRICS Countries dan tiga negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura), sehingga guna mengurangi besaran underground economy di Indonesia, perlu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besaran underground economy. Besaran underground economy ini dapat dipengaruhi oleh banyak determinan, di antaranya adalah 4 (empat) kelompok determinan underground economy yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu aspek perpajakan, performa pemerintah, intensitas regulasi serta penegakan hukum dan korupsi. Pada aspek perpajakan terdapat dugaan adanya hubungan dua arah atau bahkan hubungan satu arah, di mana underground economy diduga yang mempengaruhi aspek perpajakan dan bukan sebaliknya, sehingga perlu dilakukan uji kausalitas untuk membuktikan bahwa hanya ada hubungan satu arah antara aspek perpajakan dengan underground economy, yaitu aspek perpajakan (variabel independen) mempengaruhi besaran underground economy
37
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
(variabel dependen). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Granger Causality Test pada software Eviews 6, dengan hipotesis sebagai berikut: (1) H1: aspek perpajakan mempengaruhi besaran underground economy (2) H1: underground economy mempengaruhi aspek perpajakan
Tabel 4.1 Hasil Uji Kausalitas Pairwise Granger Causality Tests Date: 11/16/14 Time: 14:28 Sample: 2002 2008 Lags: 4 Null Hypothesis: TR does not Granger Cause UE UE does not Granger Cause TR
Obs
F-Statistic
Prob.
24
5.87870 0.94475
0.0047 0.4653
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa terdapat bukti adanya hubungan satu arah antara aspek perpajakan dengan underground economy, yaitu aspek perpajakan, dalam hal ini adalah tax revenue mempengaruhi besaran underground economy dan bukan sebaliknya. Tindak lanjut analisis kausalitas pada penelitian ini adalah analisis regresi (hubungan satu arah) dengan menggunakan model yang diadopsi dari George Manolas, dkk (2013), seperti yang telah dijelaskan pada Bab III. Hasil regresi dari data panel dengan menggunakan software Eviews 6 dapat dilihat pada Tabel 4.1, dengan keterangan sebagai berikut: 1. Terdapat 3 (tiga) model regresi data panel, sesuai dengan penjelasan pada BAB III: Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM);
38
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2. Dalam menentukan model terbaik, ketiga model regresi data panel tersebut dibandingkan berdasarkan R-squared, Restricted F test (Uji Chow), Uji Hausman dan Uji Breusch-Pagan LM; 3. Berdasarkan hasil pengujian, FEM merupakan model terbaik. Hal tersebut dapat dilihat melalui hasil pengujian a. Restricted F test (uji Chow): menyatakan secara signifikan FEM model yang dipilih; b. Uji Breusch-Pagan LM: menyatakan secara signifikan REM model yang dipilih; c. Uji Hausman: Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero, di mana menurut Gujarati (2004): Jika individu melakukan kesalahan pada komponen εi dan satu atau lebih regressor’s berkorelasi, maka estimator REM bias, sedangkan yang diperoleh dari FEM adalah unbiased.
Tabel 4.2 Hasil Regresi Tiga Model Data Panel VARIABEL Tax Revenue
CEM -0.375 (-1.239)
FEM -0.279*** (-3.738)
REM -0.263*** (-3.553)
8.905 (1.613)
-2.246** (-2.356)
-2.173*** (-2.294)
Voice and Accountability
9.669*** (4.425)
-2.028** (-2.390)
-1.825*** (-2.175)
Political Stability and Absence of Violence
1.134*** (4.227)
0.605 -1.454
0.585 (1.408)
8.703 (1.116)
-0.538 (-0.618)
-0.540 (-0.621)
-1.062 (-1.170)
-0.009 (-0.092)
-0.016 (-0.165)
Government Effectiveness
Regulatory Quality
Credit Market Regulation
39
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
VARIABEL
CEM
FEM
REM
Labor Market Regulation
8.162*** (6.685)
-0.067 (-0.188)
-0.063 (-0.176)
Business Regulations
-3.995** (-2.560)
-0.378* (-1.729)
-0.362 (-1.664)
-3.567*** (-5.316)
0.709 (0.574)
0.454 (0.371)
-2.353 (-0.387)
1.542* (1.720)
1.451 (1.624)
Bureaucracy costs
1.238* (1.947)
0.052 (0.694)
0.051 (0.689)
Extra Payments/bribes/favoritism
0.962 (0.729)
0.224 (1.548)
0.225 (1.557)
Constant
0.065 (0.006)
3.048*** (10.056)
3.012*** (5.937)
R-squared Restricted F-test Chi-square Hausman test
0,8012 676.259***
0.9985
0.4395
Rule of Law
Control of Corruption
Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero. 4.667**
LM test
Keterangan: Tanda dalam kurung “()” berisi nilai t-stat; *** tingkat signifikan 1%, ** tingkat signifikan 5%, dan * tingkat signifikan 10%
Dalam rangka memperoleh estimasi regresi terbaik (BLUE: Best Linear Unbiased Estimator), maka model regresi panel terbaik dalam penelitian ini (FEM)
diuji
kembali
menggunakan
Cross-section
Weights,
sehingga
permasalahan heteroskedastisitas antar individu dalam panel data dapat diatasi. Tabel 4.3 Regresi FEM Cross-Section Weights Dependent Variable: UE Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 09/11/14 Time: 05:46 Sample: 2002 2008 Periods included: 7 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 56 Linear estimation after one-step weighting matrix
40
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C TR GE VA PSAV RQ CMR LMR BR ROL COC BC EP
29.08329 -0.214088 -1.403449 -0.927145 0.571445 -0.651615 0.010180 0.063833 -0.510377 0.382727 1.420894 0.094774 0.219119
2.131737 0.055655 0.737089 0.614589 0.326106 0.625886 0.062802 0.237115 0.150200 0.883593 0.584534 0.052993 0.095643
13.64300 -3.846671 -1.904045 -1.508560 1.752330 -1.041109 0.162089 0.269208 -3.397984 0.433149 2.430815 1.788425 2.291017
0.0000 0.0005 0.0649 0.1401 0.0882 0.3048 0.8721 0.7893 0.0017 0.6675 0.0202 0.0821 0.0279
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999171 0.998734 0.440064 2284.949 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
34.16177 20.74963 6.971628 1.035031
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
B.
0.998375 8.708946
Mean dependent var Durbin-Watson stat
24.62750 0.748989
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Aspek perpajakan mempengaruhi estimasi besaran underground economy dengan signifikan secara negatif, yang berarti bahwa ketika pendapatan atas pajak (tax revenue) meningkat, estimasi besaran underground economy mengalami penurunan. Untuk hipotesis pertama dari penelitian ini yang menyatakan bahwa beban pajak mempunyai hubungan yang positif dengan besaran underground economy terbukti dengan signifikannya hasil uji t untuk variabel tax revenue (TR). Pengenaan tarif pajak yang terlalu tinggi juga
41
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
dianggap dapat memberikan insentif kepada masyarakat untuk melibatkan diri dalam kegiatan underground economy karena masyarakat akan merasa terbebani. Jika penghasilan setelah pajak yang didapatkan pelaku ekonomi formal dirasakan kurang mencukupi (terbebani dengan pajak) maka hal ini akan menjadi insentif untuk menyebrang ke dalam underground economy untuk menghindari atau mengurangi beban pajaknya; 2. Dari tiga variabel pada aspek Performa Pemerintah, hanya satu variabel (voice and accountability) yang tidak signifikan mempengaruhi estimasi besaran underground economy, yang dapat dikarenakan masih kurangnya data Negara maupun periode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan penjelasan dari 2 (dua) variabel lainnya pada aspek Performa Pemerintah adalah sebagai berikut: a. Ada pengaruh yang berlawanan arah dari variabel Government Effectiveness terhadap besaran underground economy, dapat diartikan bahwa dengan tingkat persepsi masyarakat yang rendah pada kualitas pelayanan ataupun tingkat indepedensi dari tekanan politik yang rendah, dapat memicu estimasi besaran underground economy di suatu Negara meningkat, karena adanya ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan masyarakat terhadap Performa Pemerintah, para pelaku ekonomi formal dapat turut serta dalam pertumbuhan besaran underground economy; b. Besaran underground economy dipengaruhi secara positif oleh Political Stability and Absence of Violence, yang dapat diartikan bahwa apabila keyakinan/persepsi masyarakat atas kemungkinan pemerintahan akan digulingkan dengan cara yang inkonstitusional atau kekerasan (kudeta) semakin tinggi, maka dapat meningkatkan besaran underground
42
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
economy, karena kegiatan para pelaku ekonomi semakin banyak yang tidak teridentifikasi. 3. Aspek Intensitas Regulasi, signifikan mempengaruhi besaran underground economy hanya dari variabel Business Regulation secara negatif. Besaran underground economy menurun seiiring dengan semakin tingginya intensitas pengukuran
kebijakan
atas
ketidakproduktifan
suatu
bisnis.
Tidak
signifikannya 3 (tiga) variabel lain dari aspek Intensitas Regulasi dalam mempengaruhi estimasi besaran underground economy dapat dikarenakan masih kurangnya data Negara maupun periode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini; 4. Keempat variabel Aspek Penegakan Hukum dan Korupsi mempengaruhi besaran underground economy dengan penjelasan sebagai berikut: a. Kualitas penegakan hukum (Rule of Law) tidak mempengaruhi besaran underground economy secara signifikan, yang dapat dikarenakan masih kurangnya data Negara maupun periode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini; b. Persepsi akan penyelewengan kekuasaan politik (Control of Corruption) yang semakin tinggi akan dapat menurunkan kepercayaan para pelaku ekonomi dan mendorong mereka untuk turut serta dalam ekonomi informal sehingga besaran underground economy pun akan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian sejenis dengan fokus obyek negara Yunani dan 21 Negara OECD (Manolas, dkk, 2013) yang mendapatkan hasil pengujian control of corruption memiliki pengaruh pada besaran underground economy;
43
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
c. Apabila Bureaucracy Cost semakin rendah, maka dapat mendorong para pelaku ekonomi informal untuk mendaftarkan usahanya dan beralih menjadi pelaku ekonomi formal;
d. Para aparat pemerintah yang tidak mudah disuap atau menerima tambahan pendapatan illegal lainnya dari para pelaku ekonomi untuk kemudahan
bisnisnya
(Extra
payments/bribes/favouritism)
dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat lainnya dan dapat menurunkan besaran underground economy di Negara tersebut. Posisi Performa Indonesia terhadap BRICS Countries serta 3 (tiga) Negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) Berdasarkan hasil pengolahan data panel di atas, maka dapat diketahui determinan apa saja yang memiliki pengaruh signifikan terhadap underground economy pada BRICS Countries serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura). Determinan-determinan yang memiliki pengaruh signifikan pada underground economy kemudian dapat disimpulkan sebagai faktor-faktor potensial yang dapat digunakan untuk mengurangi besaran underground economy pada BRICS Countries serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura). Dalam penelitian ini performa variabel yang mempengaruhi
secara signifikan
terhadap
underground
economy
untuk
Indonesia dibandingkan dengan performa rata-rata dan performa terbaik Brics countries untuk kemudian dapat diketahui variabel mana saja yang harus mendapatkan perhatian lebih untuk mengurangi besaran underground economy di Indonesia.
44
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.4 Posisi Performa Indonesia
Variabel
Rata-rata semua Negara
Negara dengan Performa Terbaik
Performa Indonesia
Aspek Perpajakan 12,95 16,26 Tax Revenue (% of GDP) Performa Pemerintahan 0,38 2,12 Government Effectiveness -1,43 4,44 Voice and Accountability Political Stability and Absence of Violence
-0,38
12,40 -0,36 -1,54
1,14
-1,54
1,84 Regulatory Quality 9,74 Credit Market Regulation 7,65 Labor Market Regulations 8,22 Business Regulations Aspek Hukum dan Korupsi -0,03 1,64 Rule of Law 0,03 2,28 Control of Corruption 4,47 3,44 Bureaucracy Costs
-0,50 7,44 4,97 5,19
Intensitas Regulasi 0,22 7,82 6,04 5,60
Extra Payments/Bribes/Favoritism
6,06
9,31
-0,78 -0,83 4,91 4,20
(sumber: data diolah sendiri) Dalam tabel 4.4 kita membandingkan performa Indonesia terhadap BRICS Countries serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dengan fakta sebagai berikut: a. didapati dalam keseluruhan determinan underground economy yang ada Indonesia tidak pernah menduduki posisi sebagai best performing country, hal ini berarti menjadi peluang bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan perbaikan regulasi pada semua determinan underground economy. b. untuk variabel-variabel lainnya performa Indonesia masih berada di bawah rata-rata BRICS Countries serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia
45
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
dan Singapura). Hal ini sejalan dengan kondisi Indonesia sebagai negara berkembang yang menghadapi permasalahan dan isu-isu terkait korupsi, penyelenggaraan pemerintahan yang baik, permasalahan tenaga kerja, suap dan belum maksimalnya pengelolaan potensi pajak.
46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan/faktor-faktor kunci
yang mempengaruhi besaran underground economy pada BRICS Countries serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura). Hasil analisis panel data dapat digunakan membuktikan hipotesis penelitian ini, sebagai berikut: a.
aspek perpajakan
negara berpengaruh signifikan terhadap besaran
underground economy terbukti melalui pengujian t-test dari independen variabel tax revenue pada model penelitian ini adalah baik dan selalu memiliki pengaruh pada dependen variabel underground economy pada baik pada signifikasi statistik 1%, 5% maupun 10%; b.
Hipotesis bahwa performa pemerintahan di suatu negara berpengaruh signifikan terhadap besaran underground economy terbukti dengan hasil pengujian variabel Government Effectiveness dan Political Stability and Absence of Violence adalah signifikan.
c.
Hipotesis Intensitas regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah berpengaruh signifikan terhadap besaran underground economy yang dicerminkan oleh variabel terkait Business Regulations (BR) yang berpengaruh secara signifikan pada besaran underground economy secara umum terbukti dari kesesuaian model ini yang relatif bagus.
d.
Hipotesis Aspek penegakan hukum dan korupsi berpengaruh signifikan terhadap besaran underground economy terbukti dengan signifikannya hasil
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
pengujian
terhadap
variabel-variabel
Control
of
Corruption
(COC),
Bureaucracy Cost (BC), Extra Payments/Bribes/Favouritism. Dari hasil pengujian di atas dapat kita simpulkan bahwa keberadaan underground economy beserta determinan pendukungnya yang
bersifat
terselubung (hidden) memiliki banyak sekali implikasi baik secara ekonomi, politik maupun sosial. Eksistensi underground economy dalam suatu negara juga akan memiliki dampak tidak andalnya data indikator perekonomian utama seperti GDP yang akan berimbas pada kesalahan pengambilan kebijakan perekonomian secara keseluruhan. Terbuktinya hipotesis bahwa beban pajak (yang tercermin dari proxy tax ratio) mempengaruhi besaran underground economy memberikan penjelasan bahwa sektor fiskal merupakan sektor perekonomian yang paling utama terkena dampak dari keberadaan underground economy. Dengan eksistensi underground economy maka kebijakan fiskal menjadi tidak andal, karena semakin besar estimasi besaran underground economy di suatau negara maka akan mengurangi potensi penerimaan pajak pemerintah, yang berimbas pada menurunnya kemampuan pemerintah untuk membiayai pengeluaran publiknya (public expenditure). Penurunan kemampuan pemerintah ini akan menimbulkan defisit pada APBN yang pada akhirnya akan memicu disepakatinya hutang pemerintah (debt) untuk pembiayaan defisit. B.
Keterbatasan Penelitian Saran Penyataan keterbatasan penelitian ini bertujuan agar dapat
mendorong adanya penelitian lanjutan sebagai pengembangan penelitian ini dengan mengatasi faktor-faktor yang membatasinya sehingga akan didapatkan
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
hasil penelitian lanjutan yang lebih komprehensif. Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Periode penelitian ini adalah untuk tahun 2002-2008 di mana penelitian dilakukan pada tahun 2013, tidak up to date-nya periode tahun penelitian ini dipicu oleh data estimasi besaran underground economy untuk BRICS Countries serta 3 (tiga) negara ASEAN (Indonesia, Malaysia dan Singapura) yang terbatas sampai tahun penghitungan 2008; b. Data yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa data sekunder sehingga informasi yang dapat digali dalam penelitian ini menjadi kurang mendalam; c. Data independen variabel Tax Burden yang semula secara bebas (free of charge) disediakan oleh OECD pada saat penelitian dilakukan menjadi berbayar dan dilakukan penggunaan proxy data Tax Revenue Percentage of GDP/Tax Ratio yang disediakan oleh WorldBank; d. Penelitian ini hanya memasukkan variabel-variabel dari kelompok ekonomi, adapun variabel-variabel dari kelompok non-ekonomi seperti kondisi sosial dan psikologi masyarakat seperti Tax Ethics/Morale tidak disertakan karena alasan keterbatasan data; e. Data variabel Product Market Regulation (sumber OECD, 2008) diyakini akan mempengaruhi besaran underground economy namun karena data hanya tersedia untuk tahun 2008 sehingga diputuskan untuk tidak dimasukkan sebagai independen variabel dalam penelitian ini karena akan menimbulkan unbalanced panel data;
49
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
C.
Saran a. Pengurangan besaran dan pertumbuhan underground economy dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas dari government effectiveness yang dilakukan melalui reformasi birokrasi/kelembagaan maupun perekrutan sumber daya manusia (PNS) sebagai penggerak roda pemerintahan
serta
penguatan
control
of
corruption
melalui
implementasi transparansi pengelolaan anggaran pemerintah dan transparansi sistem perpajakan dengan bantuan teknologi informasi; c.
Perbaikan
regulasi pemerintah
pada
berbagai
sektor
ekonomi
hendaknya dilakukan untuk mencegah dan mengurangi dampak serta besaran underground economy. Regulasi yang jelas, terstruktur dan tidak tumpang tindih serta meminimumkan biaya tambahan dalam perekonomian akan secara efektif mengurangi besaran underground economy; d. Reformasi sistem perpajakan harus terus dilanjutkan karena secara signifikan dapat mencegah eksistensi dari underground economy. Sistem perpajakan harus mampu sedini mungkin mendeteksi dan mencegah adanya pelanggaran terhadap peraturan perpajakan. Hal ini menjadi urgen karena sebagaian besar pelaku yang terlibat dalam underground economy memiliki tujuan penghindaran pajak. Untuk membuat para pelaku ini menjadi tercatat adalah dengan melakukan transparansi perpajakan, keadilan perpajakan baik dalam pengenaan beban pajak dan penegakan hukum bagi pelanggar pajak yang tegas dan memenuhi rasa keadilan pembayar pajak akan mengurangi besaran underground economy.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Mehnaz and Qazi Masood Ahmed,1995. "Estimation of the Black Economy of Pakistan through the Monetary Approach," The Pakistan Development Review, Pakistan Institute of Development Economics, vol. 34(4), pages 791-807. Bajada, Christopher and Friedrich Schneider., 2005. The shadow economies of the Asia-Pacific, Pacific Economic Review 10, 379-401. Cicek, D., Elgin, C., 2011. Cyclicality of fiscal policy and the shadow economy, Empirical Economics, 413, pages 725-737. D'Erasmo, P. N., Moscoso Boedo, H. J. 2012. Financial Structure, Informality and Development, Journal of Monetary Economics, forthcoming. Dell'Anno, R., Schneider, F. 2004. The Shadow Economy of Italy and other OECD Countries: What Do We Know? Linz: University of Linz, Department of Economics. Discussion Paper. Published in Journal of Public Finance and Public Choice. Dell’ Anno, Roberto., 2007. The shadow economy in Portugal: An analysis with the MIMIC approach, Journal of Applied Economics 10: 253-277. Dermawan, Mohammad Kemal., 2010. Underground Economy dan Kejahatan Birokrat, Jurnal Masyarakan dan Budaya, Volume 12 no. 2 Tahun 2010. De Soto, H., 1989. The other path: The invisible revolution in the third world, New York, Harper Collins Dreher, A., and Schneider, F., 2010. Corruption and the shadow economy: An empirical analysis, Public Choice, 144, 215-238. Elgin, C., 2010. Political Turnover, Taxes, and the Shadow Economy,Working Papers 2010/08, Bogazici University, Department of Economics. Elgin, C., 2012. Cyclicality of the Informal Economy, Working Papers 2012/02, Bogazici University, Department of Economics. Elgin, Ceyhun and Oguz Oztunali., 2012. Shadow Economies around the World: Model Based Estimates, Working Papers 2012/05, Bogazici University. Feige, Edgar L., 1990. "Defining and estimating underground and informal economies: The new institutional economics approach," World Development, Elsevier, vol. 18(7), pages 989-1002, July. Fleming, M.H., Roman, J., Farrel, G., 2000. The Shadow Economy. Journal of International Affairs, Spring 2000, No. 532: 64-89.
51
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
Frey, B. S., Pommerehne, W. W., 1984. The Hidden Economy: State and Prospect for Measurement, Review of Income and Wealth 30 3: 1-23. Friedman, E., Johnson, S., Kaufman, D., Zoldo-Lobaton, P., 2000. Dodging the Grabbing Hand: The Determinants of Unofficial Activity in 69 Countries, Journal of Public Economics 76 3: 459-493. Giles, David, E.A., 1998. The underground economy: Minimizing the size of government, Econometrics Working Paper 9801, Department of Economics, University of Victoria. Gujarati, Domar N., 2004, Basic Econometrics, 4th McGraw- Hill, USA.
edition, pp. 636-662,
Hart, K., 2008. Informal Economy, The New Palgrave Dictionary of Economics. Second Edition, Eds.Steven N. Durlauf and Lawrence E. Blume. Palgrave Macmillan. Hatipoglu, O., Ozbek, G., 2007. On the Political Economy of the Informal Sector and Income Redistribution, Working Papers 2007/11, Bogazici University, Department of Economics. Ihrig, J., Moe, K., 2004. Lurking in the shadows: The informal sector and government policy. Journal of Development Economics, 73, 541-77. Johnson, Simon; Kaufmann, Daniel and Pablo Zoido-Lobatón., 1998a. Regulatory discretion and the unofficial economy. The American Economic Review, 88/ 2, pp. 387-392. Johnson, Simon; Kaufmann, Daniel and Pablo Zoido-Lobatón., 1998b. Corruption, public finances and the unofficial economy. Washington, D.C.: The World Bank, discussion paper. Johnson, Simon, Daniel Kaufmann, and Andrei Shleifer., 1997. The unofficial economy in transition, Brookings Paper on Economic Activity, 2, 159221. Loayza, N.V., 1996. The economics of the informal sector: A simple model and some empirical evidence from Latin America. Carnegie-Rochester Conference Series on Public Policy 45 1: 129-162. Manolas, George, Kostas Rontos, George Sfakianakis and Ioannis Vavouras., 2013. The Determinant of the Shadow Economy: The Case of Greece, International Journal of Criminology and Sociology, Vol. 6, No. 1, 10361047. Park, No-Wook., 2005. Underground Economy: Causes and Size, Korean Institute of Public Finance. Schneider, Friedrich., 1994a. Measuring the size and development of the shadow economy. Can the causes be found and the obstacles be overcome? in:
52
DAFTAR PUSTAKA
Brandstaetter, Hermann, and Güth, Werner (eds.): Essays on Economic Psychology, Berlin, Heidelberg, Springer Publishing Company, pp. 193212. Schneider, Friedrich., 1994b. Can the shadow economy be reduced through major tax reforms? An empirical investigation for Austria, Supplement to Public Finance/ Finances Publiques, 49, pp. 137-152. Schneider F., Enste, D. H., 2000. Shadow Economies: Sizes, Causes and Consequences. Journal of Economic Perspectives, 38: 77-114. Schneider, F., and. Enste, D.H., 2004. The shadow economy: An international survey, Cambridge University Press, Cambridge Schneider, F., 2005. Shadow Economies Around the World: What do We Really Know?, European Journal of Political Economy, 21, 598-642. Schneider, Friedrich, Andreas Buehn, and Claudio E. Montenegro., 2010. New Estimates for the Shadow Economies all over the World, International Economic Journal, Vol. 24, No. 4, 443-461. Schneider, Friedrich., 2011. The Shadow Economy and Shadow Economy Labor Force: What Do We (Not) Know?. IZA PD No. 5769. Singh, A., Jain-Chandra, S., and Mohommad, A., 2012. Inclusive growth, institutions and the underground economy, IMF Working Paper, 47. Tanzi, V., 1983 The underground economy in the United States: annual estimates, 1930-80, IMF Staff Papers, 30 (2), 283-305. Thomas, J. J., 1999. Quantifying the Black Economy: Measurement without Theory Yet Again? The Economic Journal 109456: 381-389. Torgler, B., Schneider, F., 2007. Shadow Economy, Tax Morale, Governance and Institutional Quality: A Panel Analysis, IZA Discussion Papers, no. 2563.
53
DETERMINAN BESARAN UNDERGROUND ECONOMY: STUDI KASUS NEGARA PILIHAN
RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama
: Acwin Hendra Saputra
NIP
: 198311212006021001
Tempat/Tanggal Lahir
: Magelang, 21 November 1983
Unit Organisasi
: BDK Pekanbaru
Email
:
[email protected]
Riwayat Pekerjaan/Jabatan: 1. Pelaksana Pusdiklat Keuangan Umum (2006-2007) 2. Pelaksana Bagian Keuangan – Setban BPPK (2008-2014) 3. Kepala Seksi Penyelenggaraan BDK Pekanbaru (2014-sekarang) Riwayat Pendidikan:
1. D-III Akuntansi STAN 2. S1 Akuntansi Universitas Satya Negara Indonesia 3. S2 Magister Sains Ekonomi Universitas Gadjah Mada
54
RIWAYAT HIDUP PENELITI
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Nama
: Rizki Novalia Purnamasari
NIP
: 198212022009012006
Tempat/Tanggal Lahir
: Bandung, 2 Desember 1982
Unit Organisasi
: Sekretariat Badan
Email
:
[email protected]
Riwayat Pekerjaan/Jabatan: 1. Pelaksana Bagian Kepegawaian – Sekretariat Badan (2009-sekarang) Riwayat Pendidikan:
1. S1 Statistik Universitas Padjadjaran 2. S2 Magister Sains Ekonomi Universitas Gadjah Mada
55