1
DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION (HI) DAN REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)
DWI DESMIYENI PUTRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
2 SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Deteksi Virus Avian Influenza (H5N1) pada Unggas Air di Propinsi Lampung dengan Uji Haemagglutination Inhibition (HI) dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Sumber informasi dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterb itkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2006
Dwi Desmiyeni Putri B053040011
3
ABSTRAK DWI DESMIYENI PUTRI. Deteksi Virus Avian Influenza (H5N1) pada Unggas Air di Propinsi Lampung dengan Uji Haemagglutination Inhibition (HI) dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Dibimbing oleh Retno D Soejoedono dan Ekowati Handharyani Avian Influenza (AI) atau lebih dikenal oleh masyarakat sebagai “Flu Burung” adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Di Indonesia virus AI telah ditemukan sejak September 2003, dan menyebabkan kematian yang tinggi pada peternakan ayam komersil. Unggas air seperti itik, entok, dan angsa merupakan reservoir dari semua tipe influenza A, tetapi unggas yang terinfeksi oleh virus ini tidak menunjukkan gejala klinis. Lampung merupakan salah satu propinsi dimana semua Kabupaten/Kota di Propinsi ini berstatus sebagai daerah tertular AI. Pada tahun 2003 virus AI menyebabkan kematian 977.718 ekor unggas, dan pada tahun 2004 kasus kematian unggas karena AI meningkat menjadi 2 kalinya. Namun belum ada informasi mengenai keberadaan virus AI pada unggas air di Propinsi Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan antibodi terhadap virus Avian Influenza (H5) dan untuk mendeteksi dan menentukan subtipe virus AI (H5N1) pada unggas air di Propinsi Lampung dengan metode RT-PCR. Pada penelitian ini sampel yang digunakan berupa serum dan usap kloaka yang masing-masing berjumlah 673 sampel. Berdasarkan hasil uji serologis, antibodi terhadap AI (H5) ditemukan pada semua Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung dan pada semua jenis unggas air (itik, entok, dan angsa) yang diperiksa dengan persentase tertinggi ditemukan pada Kabupaten Tulang Bawang (69.41 %). Rata-rata titer antibodi terhadap virus AI (H5) masih rendah, yaitu dibawah 24 (kecuali Lampung Selatan), dan rata-rata titer antibodi paling rendah ditemukan pada Kabupaten Tulang Bawang (2 0.92). Pada pemeriksaan keberadaan materi genetik virus H5N1 secara individu tidak ditemukan virus AI subtipe H5N, tetapi ditemukan virus AI dengan subtipe H5Nx dan HxN1 pada unggas air di Propinsi Lampung. Kata Kunci : Avian Influenza, RT-PCR, Haemagglutination Inhibition
4
DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION (HI) DAN REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)
DWI DESMIYENI PUTRI
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sains Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
6
Judul Tesis
: Deteksi Virus Avian Influenza (H5N1) pada Unggas Air di Propinsi Lampung dengan Uji Haemagglutination Inhibition (HI) dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Nama : Dwi Desmiyeni Putri NIM : B053040011 Program Studi : Sains Veteriner
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. drh. Retno D Soejoedono, M.S. Ketua
Dr. drh. Ekowati Handharyani, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Sains Veteriner
Dr. drh. Bambang Pontjo P, M.S.
Tanggal Ujian : 23 Agustus 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus :
7
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Deteksi Virus Avian Influenza (H5N1) pada Unggas Air di Propinsi Lampung dengan Uji Haemagglutination Inhibition (HI) dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr. drh Retno D Soejoedono, M.S. selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. drh. Ekowati Handharyani, M.S. selaku anggota komisi pembimbing, atas waktu, saran, kesempatan, nasehat, serta bimbingannya. 2. Dr. drh. Bambang Pontjo P, MS selaku Ketua Program Studi Sains Veteriner. 3. Dr. drh. Agus Setiyono, M.S. selaku dosen penguji luar. 4. drh. Sri Murtini, M.S. dan Ir. Etih Sudarnika M.S. atas saran dan informasinya. 5. Teman-teman Program Studi Sains Veteriner. 6. Teman-teman grup AI dan IgY (mb santi, okti, mas rizal, ika) 7. Orang tua dan keluarga, atas segala doa dan perhatiannya. 8. Anak -anak (Faatih dan Nabil) serta suami tercinta atas kesempatan, doa dan kasih sayangnya. . Bogor, Agustus 2006
Dwi Desmiyeni Putri
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjungkarang, 5 Desember 1973 dari ayah Kamaruddin BN dan ibu Dra. H. Emmy Alidar. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar sampai menengah atas di kota Tanjungkarang. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di jenjang S1 di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut pertanian Bogor dan kemudian melanjutkan pendidikan Profesi Dokter Hewan di tempat yang sama pada tahun 1997. Pada tahun 1999 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai pengajar di Politeknik Negeri Lampung di Bandar Lampung. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Sains Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
9
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
x
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………………….. Tujuan Penelitian ……………………………………………………...
1 3
TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A,B,C ………………………………………………… Virus Avian Influenza ………………………………………………… Prevalensi Virus Avian Influenza …………………………………….. Kejadian Avian Influenza di Propinsi Lampung ……………………… Virus Avian Influenza pada Unggas Air ……………………………… Faktor Virulensi Virus AI …………………………………………….. Perjalanan Virus Influenza Intraseluler ……………………………….. Penularan Virus Avian Influenza ……………………………………... Gejala Klinis AI pada Unggas ………………………………………… Perubahan Patologis Anatomis ……………………………………….. Diagnosis Avian Influenza …………………………………………….
4 7 8 9 10 11 12 14 15 15 16
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………... Metode Penelitian ……………………………………………………... Pengumpulan Sampel …………………………………………... Uji serologis ……………………………………………………. Ekstraksi RNA virus …………………………………………… Amplifikasi Gen Virus …………………………………………. Analisa DNA hasil RT-PCR ……………………………………
18 18 18 18 19 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Serologis …………………………………………………………... Deteksi Virus AI (H5N1) dengan RT-PCR …………………………...
22 25
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………
32
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….
33
LAMPIRAN .....................................................................................................
37
10
DAFTAR TABEL Halaman 1
Fungsi protein Virus Influenza A …………………………………........
7
2
Distribusi jumlah sampel pada tiap kabupaten/kota di Propinsi Lampung …………………………………
22
3
Distribusi hasil serologis menurut wilayah dan jenis ternak …………...
24
4
Nilai rata-rata titer antibodi terhadap H5 virus Avian Influenza ………
25
5
Hasil pemerikasaan materi genetik dengan RT-PCR pada pool sampel unggas air serologis positif ………………………….
28
Hasil pemeriksaan materi genetik pada sampel serologis positif pool 14 secara individu ……………………...
30
Hasil pemerikasaan materi genetik dengan RT-PCR pada pool sampel unggas air serologis negatif …………………………
38
6
7
11
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Virus Influenza Tipe A, B, dan C ……………………………………….
4
2
Ilustrasi antigenic drift virus influenza ………………………………….
6
3
Ilustrasi antigenic shift virus influenza …………………………………
6
4
Replikasi virus influenza ………………………………………………...
13
5
Contoh hasil RT-PCR pada gen HA dielektroforesis pada gel agarose 1,5 %, diwarnai dengan ethidium bromide …………...
27
Contoh hasil RT-PCR pada gen H5 dielektroforesis pada gel agarose 1,5 %, diwarnai dengan ethidium bromide …………...
27
Contoh hasil RT-PCR pada gen N1 dielektroforesis pada gel agarose 1,5 %, diwarnai dengan ethidium bromide …………...
29
6
7
12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Alur Penelitian …………………………………………........................... 37
2
Hasil Pemeriksaan Materi Genetik dengan RT-PCR pada Sampel Unggas Air Serologis Negatif ……………………………...
38
13 PENDAHULUAN
Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau lebih dikenal oleh masyarakat sebagi “Flu Burung” adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi di Italia lebih dari 100 tahun yang lalu, kini muncul di seluruh dunia (Capua et al. 1999). Seluruh unggas diketahui rentan terhadap infeksi AI, walaupun beberapa spesies lebih tahan terhadap virus ini dibandingkan dengan yang lain. Infeksi oleh virus AI dapat menyebabkan gejala yang sangat bervariasi pada unggas, mulai dari gejala yang ringan hingga ke penularan yang sangat tinggi dan cepat menjadi penyakit yang fatal (Murphy et al. 1999; Swayne dan Suarez 2000). Avian Infuenza telah meresahkan dunia karena penyakit in i menyebar sangat cepat dan mengakibatkan kematian unggas dalam jumlah yang sangat besar. Di Asia, wabah virus AI mulai merebak sekitar tahun 90-an di Hongkong, dan selanjutnya virus ini telah menyebar ke beberapa negara yaitu Thailand, Malaysia, China, Korea, Kamboja, Jepang, Vietnam, dan termasuk Indonesia (OIE 2005; Meines et al. 2005). Di Indonesia virus AI telah ditemukan sejak September 2003, dan secara resmi baru diumumkan pemerintah pada 25 Januari 2004. Penyakit ini menyebabkan kematian yang tinggi pada ayam komersial petelur di Indonesia (6.2 juta ekor). Kerugian lain yang ditimbulkan adalah efek psikologis masyarakat, yang secara nyata mengimbas perekonomian negara, khususnya yang berkaitan dengan unggas dan produk-produk asal unggas. Unggas yang terserang pada umumnya adalah ayam petelur, pedaging, bebek dan puyuh (Soejoedono dan Handharyani 2005) Virus influenza A merupakan virus yang menyebar luas dan menginfeksi banyak spesies hewan. Inang alami dari virus influenza A adalah unggas air, dimana pada inangnya tersebut virus ini berada dalam keadaan seimbang dan tidak menimbulkan penyakit (Webster et al. 1992). Secara periodik virus influenza
disebarkan/ditularkan
ke
inang
lain,
termasuk
mamalia,
dan
menyebabkan infeksi yang sifatnya sementara dan kadang-kadang menimbulkan kematian (Whittaker 2005).
14 Unggas air adalah unggas yang biasa atau dapat hidup di air. Namun pada penelitian ini yang dimaksud dengan unggas air adalah unggas yang biasa hidup di air dan dipelihara bersamaan dengan ayam, seperti itik, entok, dan angsa. Unggas air yang hidup berdamp ingan dengan ayam diduga sebagai reservoir virus AI yang dapat menjadi sumber penularan bagi ayam dan dapat berakibat fatal. Pada Januari 2004, di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Bali, Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ternak ayam yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut diduga disebabkan karena virus Newcastle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung atau AI. Departemen Pertanian menyatakan bahwa, sepanjang tahun 2004 telah dimusnahkan sekitar 5 juta ekor ayam yang diidentifikasi terserang flu burung. Selain beberapa propinsi di Pulau Jawa dan Kalimantan yang telah menjadi daerah tertular AI, beberapa propinsi di Sumatra juga telah menjadi daerah tertular. Lampung merupakan propinsi yang letaknya di ujung selatan Pulau Sumatra.
Daerah ini merupakan tempat yang menjadi lalu lintas
perdagangan ternak dari Pulau Sumatra ke Jawa atau sebaliknya.
Sehingga
berbagai agen penyakit sangat mungkin dan mudah sekali untuk masuk ke daerah ini termasuk virus AI. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, AI pertama kali di temukan pada bulan September 2003 dan menyebabkan kematian 977 718 ekor unggas (ayam dan puyuh) dan pada tahun 2004 tingkat kematian meningkat menjadi dua kali lipat. Belum ada data yang menyebutkan adanya kematian pada unggas-unggas air yang disebabkan oleh virus tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi virus AI pada unggas air di Propinsi Lampung. Untuk mengidentifikasi subtipe HA dan NA dari virus AI dapat menggunakan Uji Haemagglutination Inhibition (HI) dan Uji Neuraminidase Inhibition (NI) (Lee et al. 2001). Namun sekarang sudah dikembangkan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang merupakan salah satu pilihan metode yang cepat dan akurat untuk mendeteksi dan subtiping virus AI.
15 Metode ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan prosedur konvensional lainnya (Daum et al. 2002 ; Poddar 2002 ; Stockton et al. 1998).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui keberadaan antibodi terhadap virus Avian Influenza (H5) pada unggas air di Propinsi Lampung dengan uji serologis. 2. Mendeteksi dan menentukan subtipe virus AI (H5N1) pada unggas air di Propinsi Lampung dengan metode RT-PCR
16 TINJAUAN PUSTAKA
Virus Influenza A, B dan C Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand RNA. Virus ini terdiri atas tiga tipe yaitu A, B, dan C. Virus Influenza tipe A dan B memiliki 8 segmen RNA, tetapi virus influenza tipe C hanya memiliki 7 segmen (Murphy et al. 1999) (Gambar 1).
Gambar 1 Virus influenza tipe A, B dan C
Virus influenza A merupakan virus yang menyebar luas dan menginfeksi banyak spesies hewan seperti babi, kuda, kucing, harimau, macan tutul, mamalia laut serta jenis unggas; dan termasuk manusia. Virus tipe A dibagi atas beberapa subtipe yang disusun berdasarkan dua (2) jenis glikoprotein pada permukaannya. Protein ini disebut Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) (Lipatov et al. 2004; Murphy et al. 1999). Terdapat 16 subtipe HA (Fouchier et al. 2005) dan 9 sub tipe NA, dan berbagai kombinasi dari kedua jenis protein ini dapat ditemukan. Hanya beberapa Virus Influenza tipe A yang umumnya saat ini menyerang manusia, yaitu H1N1, H1N2, dan H3N2. Sedangkan beberapa subtipe umumnya terdapat pada hewan,
17 misalnya H7N7 dan H3N8 yang menyebabkan penyakit flu pada kuda (Murphy et al. 1999). Virus Influenza tipe B umumnya ditemukan di manusia. namun, infeksi virus influenza B baru-baru ini ditemukan pada anjing laut. Tidak seperti Virus tipe A, Virus ini tidak diklasifikasi berdasar subtipe. Virus influenza tipe B belum memberikan susunan HA dan NA yang sama dan merupakan populasi minor pada peredaran virus influenza pada manusia. Virus Influenza tipe C secara umum hanya menyebabkan gangguan sedang pada saluran pernafasan manusia dan tidak menyebabkan epidemi atau pandemi. Virus influenza tipe C tidak memiliki protein permukaan HA dan NA seperti yang dimiliki oleh virus influenza A dan B akan tetapi kedua segmen tersebut digantikan oleh glikoprotein tunggal yang disebut dengan haemagglutinin-esterase-fusion (HEF) (Sturm-Ramirez et al. 2004). Antigen permukaan yang dimiliki virus influenza tersebut dapat berubah secara periodik yang lebih dikenal dengan istilah antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan secara periodik yang terjadi akibat mutasi genetik struktur protein permukaan virus sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut (Munch et al. 2001).
Antigenic shift merupakan
perubahan genetik virus yang memungkinkan munculnya strain baru dan kemampuan virus untuk menginfeksi secara lintas spesies (Gambar 2 dan 3) (Murphy et al. 1999). Munculnya strain baru virus pada populasi manusia terjadi melalui transmisi dari spesies hewan terutama burung, melalui host intermedier seperti babi. Strain virus influenza manusia hanya dapat menginfeksi manusia dan strain virus influenza unggas juga hanya mampu menginfeksi unggas, babi dapat terinfeksi oleh kedua tipe virus influenza tersebut dan berperan sebagai “mixing vessel” untuk transmisi virus strain unggas ke manusia (Webster et al. 1992). Menurut Dharmayanti et al. (2004), strain virus influenza manusia dapat berasal dari unggas setelah berevolusi pada hospes mamalia perantara.
Pada
mamalia perantara ini, terjadi reassortment (antigenic shift) yang menyebabkan gen strain manusia digantikan gen alelik dari strain unggas atau sebaliknya (Whittaker 2005).
18
Gambar 2 Ilustrasi antigenic drift virus influenza (Anonim 2005).
Gambar 3 Ilustrasi antigenic shift virus influenza (Anonim 2005).
19 Virus Avian Influenza Avian Influenza atau “Fowl Plaque” dis ebabkan oleh virus influenza tipe A dengan diameter 90 sampai 120 nm (Murphy et al. 1999). Virus ini memiliki 8 segmen RNA negatif-sense yang menghasilkan 10 protein dengan fungsi yang berbeda.
Kedelapan segmen genom tersebut berturut-turut menyandi protein
polimerase B2 (PB2; segmen 1), polimerase B1 (PB1; segmen 2), polimerase A (PA; segmen 3), hemaglutinin (HA; segmen 4), nukleoprotein (NP; segmen 5), neuraminidase (NA; segmen 6), protein matriks (M1 dan M2; segemen 7) serta protein non struktural (NS1 dan NS2; seg men 8). Tabel 1 menunjukkan fungsi dari 10 protein yang dihasilkan oleh virus influenza A. Semua virus Influenza mempunyai komponen internal (PB1, PB2, PA, NP, M1 dan NS) yang serupa, tetapi komponen amplopnya sangat bervariasi (Whittaker 2005).
Tabel 1 Fungsi protein dari virus influenza A PROTEIN
FUNGSI
PB1 PB2 PA HA (Hemaglutinin)
Transkrip tase Endonuklease Replikasi RNA virus ; aktivitas proteolitik Attachment virus pada reseptor sel inang ; fusi amplop virus ; netralisasi virus berperantara antibodi NP (Nukleoprotein) Transport RNP virus dari sitoplasma ke inti ; sintesis RNA virus full legth ; target bagi limfosit T sitotoksik NA (Neurominidase) Enzim yang melepaskan ikatan v irus dengan reseptor sel inang; netralisasi virus berperantara antibodi M1 (Matrix 1) Berperan dalam proses budding ; mencegah RNP virus kembali ke inti M2 (Matriks 2) Ion channel NS1 (Non Struktural 1) Menghambat proses mRNA sel inang ; meningkatkan translasi RNA virus ; menghambat interferon pathways NS 2 (Non struktural 2) Keluar dari inti Virus AI dapat diklasifikasi ke dalam virus yang Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Pembagian ini berdasar bentuk genetik virus. Pada umumnya strain virus AI ada dalam bentuk LPAI dan umumnya menyebabkan gejala klinis ringan atau bahkan tidak
20 memperlihatkan gejala klinis. Angka kematian hewan yang terinfeksi virus LPAI sangat kecil bila tidak terjadi infeksi sekunder. Beberapa strain LPAI mampu bermutasi dibawah kondisi lapang menjadi virus HPAI. Virus HPAI bersifat sangat infeksius dan fatal pada unggas dan dapat menyebabkan kematian hingga 90 sampai 100% dalam waktu yang cepat dengan atau tanpa memperlihatkan gejala klinis, dan ketika ini terjadi, maka penyakit dapat menyebar dengan cepat antar flock (Swayne dan Suarez 2003). Pada bulan April 1983 di Pennsylvania, USA terjadi wabah AI yang disebabkan oleh virus LPAI subtipe H5N2 dengan angka kematian antara 0 sampai 15%. Namun demikian pada bulan Oktober 1983 wabah tersebut menjadi HPAI
dengan
angka
kematian
sangat
tinggi.
Hasil
tes
laboratorium
mengidentifikasi bahwa wabah tersebut disebabkan oleh virus HPAI, subtipe H5N2 sebagai hasil mutasi dari virus LPAI. Demikian juga wabah AI di Meksik o pada tahun 1994 diawali dengan LPAI, kemudian mutasi menjadi HPAI yang menimbulkan angka kematian tinggi dan disebabkan oleh virus AI subtipe H5N2 (Li 2005). Dengan demikian potensi terjadinya mutasi dari virus LPAI menjadi HPAI atau sebaliknya yang masih dalam satu subtipe sangat mungkin terjadi pada virus AI. Unggas yang menderita AI dapat mengeluarkan virus dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 0C dan lebih dari 30 hari dalam suhu 30 0C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada pemanasan 60 0C selama 30 menit (Soejoedono dan Handharyani 2005).
Prevalensi Avian Influenza Prevalensi subtipe virus AI pada unggas bervariasi tergantung umur, musim dan spesies. Umur merupakan faktor utama penentu infeksi oleh virus AI. Prevalensi infeksi virus AI lebih tinggi terjadi pada unggas usia muda dari pada unggas dewasa terutama pada musim panas dan semi (Weaver 2005). Survei pada pasar ternak di Hongkong pada bulan Desember 1997 menggambarkan virus AI H5N1 sudah menyebar luas terutama pada ayam (19.5%), itik (2.4%) dan angsa (2.5%). Virus AI subtipe H5 ditemukan pada
21 2.4% dari sampel, H9 0.9%, dan virus AI selain H5 dan H9 sebanyak 2.7% (Shortridge 1997).
Pada pasar ternak di Nanchang, Cina pada tahun 2000
menunjukkan virus AI ditemukan hanya pada 1% dari 6360 sampel, virus paling banyak dijumpai pada itik (1.3%), ayam (1.2%), puyuh (0.8%) dan merpati (0.5%) (Liu et al. 2003). Penelitian tentang keb eradaan virus AI pada itik di Maryland Amerika Serikat tahun 1998 menunjukkan bahwa virus hanya dapat ditemukan pada itik pada periode yang sangat singkat yaitu dari pertengahan Juli sampai akhir Agustus. Subtipe virus yang diisolasi adalah H2, H3, H6, H9, dan H12 sebanyak 13.9% dari 209 sampel usap klo aka (Slemonts et al. 2003). Prevalensi virus HPAI H5 (0.4%), H7 (0.7%) dan H9 (0.4%) lebih kecil jika dibandingkan dengan virus H3, H4, dan H6 yang mencapai 63.8% (Weaver 2005). Phuong (2005) berhasil mengisolasi virus AI subtipe H12 dari 587 usap kloaka yang berasal dari pasar unggas di Propinsi Thai binh, Vietnam. Namun keberadaan antibodi terhadap H5, H3 dan H12 ditemukan dengan prevalensi yang tinggi. Prevalensi antibodi terhadap H5 paling tinggi dijumpai pada itik yang mencapai 77.63%.
Avian Influenza di Propinsi Lampung Kasus AI pertama di Propinsi Lampung ditemukan pada bulan September 2003 di Kabupaten Tulang Bawang. Kasus menyebar ke kabupaten/kotamadya lainnya dan menyebabkan kematian 977 718 ekor unggas. Pada tahun 2004 kasus AI sudah ditemukan di 9 kabupaten/kotamadya (kecuali Way kanan) dan menyebabkan 1 853 218 ekor unggas mati.
Pada tahun 2005 dilakukan
pemeriksaan terhadap 4 013 sampel dengan hasil 46 sampel positif AI (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung 2006). Populasi unggas di Propinsi Lampung mencapai 40 juta ekor yang terdiri dari ayam ras pedaging (24 902 989 ekor), ayam buras (12 777 348 ekor), ayam ras petelur (1 653 219 ekor), dan itik (648 805) (Direktorat Jenderal Peternakan 2006).
Program
vaksinasi AI di Propinsi Lampung sampai dengan bulan Juni 2005 telah merealisasikan 4 132 000 dosis vaksin di 10 kabupaten/kota. Hasil pemeriksaan terhadap 234 serum babi di kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang pada
22 bulan Mei 2005 menunjukkan hasil yang negatif terhadap virus AI (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung 2006).
Virus Avian Influenza pada Unggas Air Unggas air terutama yang termasuk dalam orde Anseriformis (bebek dan angsa) dan Caridiformis (burung camar dan burung-burung pantai) merupakan inang alami dari semua subtipe virus influenza A. Beberapa spesies unggas domestik seperti ayam, kalkun, puyuh dan merak rentan terhadap infeksi dari virus Avian Influenza. Virus Influenza A biasanya tidak menimbulkan penyakit pada inang alami, dimana pada hewan tersebut
virus berada dalam keadaan
seimbang dan tidak menimbulkan penyakit (Webster 1992; Fouchier 2003). Virus bereplikasi di gastrointestinal itik, sehingga shedding virus bersama feses ditransmisikan ke unggas atau mamalia lain melalui fecal-oral (Sturm-Ramirez et al. 2004). Secara periodik virus influenza disebarkan ke inang lain, termasuk mamalia, dan menyebabkan infeksi yang sifatnya sementara dan kadang-kadang menimbulkan kematian. Jarang sekali, virus influenza ditularkan ke spesies lain dan menimbulkan infeksi terus-menerus yang permanen pada inang tersebut. Namun demikian, infeksi permanen dari virus influenza dapat terjadi pada manusia, babi, kuda dan unggas domestik (Nguyen et al. 2005). Virus H5N1 pertama kali di deteksi pada unggas air di Hongkong pada November 2002, yang menyebabkan kematian pada angsa (Sturm-Ramirez et al. 2004). Namun HPAI H5N1 juga dapat diisolasi dari itik yang sehat di Cina dari tahun 1999 sampai 2002 (Chen et al. 2004). Penelitian menunjukkan bahwa 15% itik dan 2% angsa merupakan reservoir virus AI, selain unggas air, burung liar juga dilaporkan sebagai reservoir virus AI (Khawaja et al. 2005). Itik dianggap sebagai sumber virus H5N1 pada outbreak di Cina tahun 2000-2004 (Li et al. 2004). Outbreak H5N1 di Hongkong tahun 2001 juga berasal dari reservoir itik dan angsa yang mengalami reassortment dengan virus AI lainnya sehingga muncul virus yang bersifat patogen pada unggas darat (SturmRamirez et al. 2004). Strain patogenik H5N1 hanya menyebabkan gejala klinis ringan pada itik, tetapi secara “silently” dapat mempropagasi virus pada unggas lain (Sturm-Ramirez et al. 2005).
23 Pada bulan Mei 2001, virus Avian Influenza diisolasi dari daging itik yang diimport oleh Korea Selatan dari Cina. Berdasarkan analis a filogeni pada gen HAnya
menunjukkan
bahwa
virus
tersebut
satu
cluster
dengan
H5
Goose/Guandong/1/96 dan memiliki urutan basa yang identik pada HA cleavage site-nya dengan virus yang diisolasi pada manusia di Hong Kong tahun 1997 (Tumpey et al. 2002).
Itik yang terinfeksi oleh virus AI biasanya akan
mengeluarkan virus dalam jumlah besar pada feses, sekresi hidung, dan salivanya. Shedding virus terjadi dalam 2 minggu post infeksi. Puncak shedding biasanya terjadi sesudah hari ke-3 post infeksi (WHO 2006). Dari beberapa isolat virus H5N1 yang diinokulasi pada itik, walaupun itik tidak menunjukkan gejala klinis namun virus dapat dideteksi pada paru-paru pada hari ke-2 dan ke-4 post infeksi, usap kloaka (sesudah hari ke 5 post infeksi) dan usap orofaring pada hari ke 2 post infeksi. Isolat DK/Anyang /AVL-1/01 dapat juga dideteksi pada otot dan otak itik (Tumpey et al. 2002).
Faktor Virulensi Virus AI Faktor virulen virus AI yang paling berperan adalah hemaglutinin (HA) yang tersusun dari 560 asam amino. Asam amino yang menyusun regio cleavage site sangat menentukan keganasan virus ini. Virus HPAI memiliki multi basic amino acid (arginin dan lisin) pada cleavage site-nya sedangkan virus avirulen hanya memiliki arginin tunggal (Whittaker 2005; Capua et al. 2004). Proses cleavage virus dipengaruhi oleh keberadaan enzim protease. Pada virus LPAI, proses cleavage hanya terbatas pada keberadaan enzim protease ekstraseluler seperti trypsin-like enzyme (saluran pernafasan dan saluran pencernaan). Sedangkan proses cleavage virus HPAI dapat dipicu oleh keberadaan enzim protease yang tidak spesifik seperti furin yang terdapat di apparatus golgi pada semua sel. Hal ini menyebabkan cleavage site dari virus HPAI dapat mengalami proses proteolitik yang tidak terbatas dan menyebabkan infeksi sistemik yang fatal pad a hewan yang rentan (Whittaker 2005).
24 Perjalanan Virus Influenza Intraseluler Tipe sel target dari virus influenza adalah sel-sel pada lapisan epitel mukosa saluran pernafasan, yang merupakan epitel yang terpolarisasi (memiliki permukaan apikal dan basoleteral). Virus yang terhirup dari udara akan masuk sel epitel saluran pernafasan dari permukaan apikal. Setelah bereplikasi pada sel virus dapat dikeluarkan melalui permukaan apikal sel, hal ini yang dapat menyebabkan penyebaran virus ke individu lain. Namun virus juga dapat menembus permukaan basolateral sel dan menyebabkan penyebaran secara sistemik dari sel ke sel (Whittaker 2005). Pada saat virus masuk ke tubuh inang, virus mengawali perlekatannya ke reseptor pada permukaan sel. Virus influenza pada manusia akan melekat pada bagian yang mengandung 5-N-acetyl neurominic acid (asam sialik) pada permukaan sel inang, namun pada babi dan kuda N-glycolyl neurominic acid dapat digunakan. Beberapa virus lebih menyukai menempel pada terminal asam sialik yang berisi α-(2,6), dan yang lainnya lebih menyukai melekat pada asam sialik α -(2,3) (Chu dan Whittaker 2004). Spesifisitas perlekatan reseptor berhubungan dengan asam amino spesifik pada posisi 226 pada HA. HA yang memiliki leusin pada posisi 226 secara selektif melekat ke α -(2,6) asam sialik, dan terjadi paling banyak pada strain manusia. Namun HA yang mempunyai glutamin pada posisi 226, spesifik untuk α-(2,3) asam sialik, dan terjadi hampir sebagin besar pada strain unggas dan kuda (Zhou et al. 1999). Baik asam sialik yang berhubungan dengan α-(2,6) dan α-(2,3) terdapat pada trakhea babi, yang menyebabkan babi dapat diinfeksi dengan strain manusia dan strain unggas (Whittaker 2005) dan berperan sebagai “ mixing vessel” untuk transmisi dari unggas ke manusia (Webster et al. 1992). Informasi terakhir manyatakan bahwa babi bukanlah satu-satunya hewan yang memiliki kedua reseptor tersebut, burung puyuh dan ayam juga memiliki reseptor α-(2,6) dan α-(2,3). Hal ini memungkinkan burung puyuh dan ayam dapat juga berfungsi sebagai “ mixing vessel” virus influenza strain manusia dan unggas (Wan dan Perez 2005). Setelah melekat pada reseptor inang virus akan masuk ke dalam endosom (vesikel sitoplasma), pada pH lingkungan yang rendah akan menggertak fusi virus
25 dan melakukan uncoating. Ribonukleoprotein (RNP) virus yang sudah uncoating kemudian masuk ke inti dari sel inang untuk melakukan replikasi,
Sesudah
replikasi virus, ribonukleoprotein meninggalkan inti dan pindah ke membran sitoplasma bergabung dengan glikoprotein virus sebelum akhirnya budding dan dilepaskan. Pelepasan virus dari permukaan sel terinfeksi didasarkan pada aktivitasi dari NA virus. NA (sialidase) berperan sebagai enzim yang merusak reseptor, dengan memindahkan asam sialik dari permukaan sel inang. Tanpa tahapan ini partikel virus yang baru dibentuk akan kembali melekat pada reseptornya dan tidak dapat dilepaskan ke ekstraseluler (Gambar 4) (Whittaker 2005).
Gambar 4 Replikasi Virus Influenza.
26 Penularan Virus Avian Influenza Virus AI dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas, namun penularan virus AI dari unggas ke unggas lain dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu, strain virus, strain unggas, dan faktor lingkungan (Wetsbury at al. 1981). Sumber penularan virus AI adalah ekskreta yang berasal dari hidung, mulut, dan konjungtiva serta feses unggas yang menderita. Virus AI dikeluarkan dari hidung, konjungtiva, dan kloaka unggas yang terinfeksi ke lingkungan karena virus bereplikasi di saluran pernafasan, pencernaan, ginjal, dan/atau organ reproduksi (Swayne dan Suarez 2000). Namun bahan-bahan lain seperti litter, pakan, air minum, peralatan, atau kendaraan yang tercemar virus AI dapat menjadi sumber penularan virus tersebut. Penularan virus AI dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi melalui kontak antara unggas yang peka dengan unggas yang terinfeksi virus AI melalui pernafasan. Penularan virus secara tidak langsung dapat terjadi secara oral melalui pakan dan air minum yang terc emar oleh virus AI (Soejoedono dan Handharyani 2005). Air danau atau sungai dapat juga menjadi sumber virus AI.
Menurut
Web ster et al. (1978), itik yang terinfeksi AI dapat mencemari air danau dengan mengeluarkan virus lebih dari 108.7 EID per gram feses.
Berdasarkan hasil
observasi kasus AI di Vietnam pada tahun 2004, munculnya wabah AI terjadi pada Propinsi yang memiliki banyak populasi itik seperti di Long An, Tien Giang, dan Vietnam Selatan. Pemeliharaan berbagai spesies unggas domestik secara bersama-sama serta kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap burung migrasi merupakan faktor utama munculnya wabah AI di Vietnam pada tahun 2004 (Phuong 2005). Virus AI dapat menular ke manusia. Pola penularan virus AI ke manusia dapat melalui 2 cara, yaitu melalui inang perantara (babi, puyuh) yang memiliki reseptor untuk virus AI dan virus influenza manusia (Tumpey et al. 2002), dan penularan secara langsung dari unggas ke manusia, seperti yang terjadi di Hongkong tahun 1997-1998. Hal ini merupakan kasus pertama, dimana infeksi H5N1 langsung menular pada manusia tanpa terlebih dahulu beradaptasi pada inang perantara (Tumpey et al. 2002; Sturm-Ramirez at al. 2004).
27 Gejala Klinis AI pada Unggas Masa inkubasi virus AI berlangsung beberapa jam sampai 3 hari. Masa inkubasi virus AI tergantung pada jumlah virus, subtipe virus dan spesies unggas yang terserang (Elbers et al. 2005). Sebagian besar infeksi oleh virus AI (LPAI) pada unggas liar tidak menimbulkan gejala klinis (Capua dan Mutinelli 2001). Berdasarkan hasil penelitian pada itik mallard infeksi oleh virus LPAI akan menekan fungsi sel T dan menyebabkan penurunan produksi telur (Takizawa et al. 1995). Pada unggas-unggas domestik seperti ayam dan kalkun, gejala klinis yang dapat diamati berupa bersin, batuk serta produksi air mata yang berlebihan. Namun beberapa strain LPAI separti H9N2, dapat beradaptasi pada unggas dan dapat menimbulkan gejala yang lebih nyata dan juga mengakibatkan kematian (Li 2005).
Infeksi LPAI H7N1 tahun 1999 di Italia yang menyerang peternakan
kalkun menimbulkan gejala klinis seperti batuk, bersin, kebengkakan pada sinus infraorbitalis, menurunnya produksi telur (30% sampai 80%) serta kematian 5% sampai 20% dari populasi (Capua et al. 2003). Infeksi oleh Virus AI yang patogenitasnya tinggi (HPAI) pada burung dan unggas air hanya menyebabkan sedikit gejala klinis. Hal ini disebabkan karena pada spesies hewan tersebut replikasi virus menjadi terbatas (Swayne dan Halvorson dalam Phuong 2005). Pada unggas domestik seperti ayam dan kalkun, gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi virus HPAI menggambarkan replikasi virus dan kerusakan pada berbagai organ pencernaan, jantung dan pembuluh darah serta sistem syaraf. Gejala klinis yang dapat diamati berupa jengger dan pial yang berwarna biru keunguan, pembengkakan disekitar kepala dan muka, cairan yang keluar dari hidung dan mata, pendarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki dan telapak kaki, batuk, bersin, dan ngorok (Soejoedono dan Handharyani 2005).
Perubahan Patologis Anatomis Perubahan patologis anatomis yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi tergantung spesies hewan, patogenitas virus, serta keberadaan dari infeksi sekunder.
Infeksi virus AI patogenesitas rendah (LPAI) pada unggas
dewasa dapat menyebabkan edema subkutaneus pada kepala dan leher, kongesti
28 yang kadang-kadang disertai dengan ptechie pada konjungtiva, dapat ditemukan eksudat (serues sampai kaseus) pada trakhea, serta airsacculitis yang bersifat fibrinous sampai fibrinopurulen (Swayne dan Halvorson dalam Phuong 2005). Pada infeksi HPAI dapat ditemukan berbagai perubahan patologis anatomis. Pada ayam dapat ditemukan kebengkakan pada kepala, wajah, leher bagian atas, dan kaki sebagai akibat dari adanya edema subkutan yang dapat diikuti dengan ptechie sampai hemoragi. Fokal nekrotik, hemoragi dan sianosis juga dapat dijumpai pada kulit yang tidak ditumbuhi bulu seperti pada pial dan jengger. Fokal nekrotik juga dapat dijumpai pada pankreas, limpa, dan jantung, dan kadang-kadang juga dijumpai pada ginjal dan hati. Pada paru -paru dapat ditemukan pneumonia interstesialis dan edema (Swayne dan Halvorson dalam Puong 2005). Diagnosis Avian Influenza Penyakit Avian Infuenza memberikan gambaran gejala klinis dan perubahan patologik yang bervariasi, oleh karena itu diagnosa definitif dari penyakit ini didasarkan atas isolasi dan identifikasi virus. Pemeriksaan serologis dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi terhadap virus AI yang dapat diamati pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca infeksi. Pemerikasaan serologis yang sering digunakan adalah uji Haemagglutination Inhibition (HI) untuk mengetahui keberadaan antibodi terhadap hemaglutinin. Seekor ayam dapat dinyatakan kebal terhadap penyakit AI jika memiliki titer antibodi HI serendah-rendahnya 4 (log2) (Darminto 2006).
Selain untuk
mengetahui keberadaan antibodi terhadap hemaglutinin, uji HI juga dapat digunakan untuk identifikasi HA dari virus AI dengan menggunakan serangkaian antibodi terhadap 16 subtipe HA (Lee et al. 2001).
Namun sekarang sudah
dikembangkan suatu teknik yang cepat dan akurat untuk identifikasi virus AI yaitu dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (WHO 2003; OIE 2005) Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik untuk memperbanyak molekul DNA yang sangat spesifik dengan menggunakan sepasang oligonukleotida yang terhibridisasi pada utas DNA yang berlawanan dan
29 mengapit sekuen DNA target. PCR merupakan salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus Influenza walaupun gen virus ada dalam jumlah sed ikit pada suatu sampel (Poddar 2002; Payungporn 2004). Karena genom virus influenza merupakan RNA utas tunggal, perlu dilakukan sintesis copy DNA (cDNA) yang bersifat komplementer terhadap RNA viral. Enzim Reverse Transcriptase (RT) merupakan enzim polimerase yang digunakan untuk mensintesa cDNA (WHO 2003).
30 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai Juli 2006. Pengambilan sampel lapangan dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai Januari 2006, dan pemeriksaan laboratorium dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2006 di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat (IPHK), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian Pengumpulan Sampel Sampel usap kloaka (cloacal swab ) dan darah (serum) diperoleh dari unggas air (itik, entok, dan angsa) pada peternakan tradisional yang tidak divaksinasi di 6 kabupaten dan 2 kota di Propinsi Lampung meliputi Kabupaten Lampung Timur, Lampung Utara, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tulang Bawang, Tanggamus, Kota Bandar Lampung dan Metro. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Multistage sampling. Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan berdasarkan daerah di Propinsi Lampung yang sudah dinyatakan tertular AI.
Media Transport yang digunakan adalah PBS
gliserol (WHO 2003). Alur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Uji Serologis Uji serologis yang digunakan adalah uji HI (Haemagglutination Inhibition) cepat dan uji mikrotiter HI (Haemagglutination Inhibition) sesuai dengan prosedur standar yang berlaku. Sumur 1 – 12 dari microplate U bottom diisi dengan suspensi virus standar H5N1 (4 HAU) masing-masing 25 µ l dengan mikropipet kapasitas 10-100 µl.
Serum yang telah diencerkan dengan PBS
(perbandingan yang digunakan adalah 10µl : 80µl) diambil sebanyak 25 µl dan masukkan ke dalam sumur yang telah ditandai dengan nomor sampel uji.
31 Selanjutnya dilakukan pencampuran serum dengan suspensi virus dengan cara mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet (paling sedikit 5 kali). Campuran itu dikocok dengan menggoyang-goyangkannya microplate dan kemudian diinkubasikan pada suhu ruang selama 15 menit, dan kemudian ditambahkan 25 µl suspensi sel darah merah ayam 0.5 % ke dalam seluruh sumur. Tahap terakhir dilakukan pengocokan microplate dengan menggoyanggoyangkannya, kemudian diinkubasikan pada suhu ruang selama kurang lebih 30 menit. Pembacaan hasil uji dapat dilakukan apabila eritrosit pada tabung kontrol telah mengendap ke dasar sumur. Sampel dinyatakan positif apabila sel darah merah pada sumur sampel mengendap. Ekstraksi RNA virus Ekstraksi RNA dilakukan dengan menggunakan Qiagen RNAeasy TM Total RNA Isolation Kit (Qiagen, Jerman) dengan menggunakan metode sesuai instruksi pembuatan. Sebanyak 140 µl sampel dicampur dengan 560 µl buffer AVL (yang mengandung carrier RNA) ke dalam microtube 1,5 ml dan dicampur hingga homogen sebelum diinkubasi selama 10 menit dalam temperatur ruang. Setelah itu larutan disentrifus dengan kecepatan 6 000 g selama 1 menit dan kemudian ditambahkan etanol (96 – 100%) sebanyak 560 µl dan kemudian dicampurkan hingga homogen lalu kembali disentrifugasi dengan kecepatan 6 000 g selama 1 menit. Sebanyak 630 µl sampel + buffer + etanol dimasukkan ke QIAamp spin kolom (pada tabung koleksi 2 ml), kemudian sentrifus dengan kecepatan 6 000 g selama 1 menit. Sisa campuran sampel, buffer dan etanol pada microtube kembali dimasukkan ke QIAamp spin kolom (pada tabung koleksi 2 ml), kemudian sentrifus dengan kecepatan 6 000 g selama 1 menit. Selanjutnya pada
QIAamp spin kolom ditambahkan buffer AW1 sebanyak 500 µl, dan
kemudian disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 6 000 g. Setelah QIAamp spin kolom dipindahkan ke tabung koleksi ditambahkan 500 µl buffer AW2 dan disentrifus dengan kecepatan 20 000 g selama 3 menit. Setelah QIAamp spin kolom dipindahkan ke microtube 1.5 ml, ditambahkan 60 µl buffer AVE, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit dan disentrifus dengan kecepatan
32 6 000 g selama 1 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu -20 0C atau -70 0
C sampai akan digunakan.
Amplifikasi Gen Virus dengan RT-PCR Amplifikasi gen virus dilakukan dengan teknik Reverse Transcriptase – Polymerase Chain Reaction menggunakan GeneAmp PCR System 9700. Pada penelitian ini digunakan primer HAR, HA-1144F, dan H5-1735R (WHO 2003) serta primer CU-N1F dan CU-N1R (Payungporn et al. 2004) dengan urutan basa sbb : HAR
: ATA TCG TCT CGT ATT AGT AGA AAC AAG GGT GTT TT
HA-1144F
: GGA ATG ATA GAT GGN TGG TAY GG
H5-1735R
: GTG TTT TTA AYT MCA ATC TGR ACT MA
CU-N1F
: GTT TGA GTC TGT TGC TTG GTC
CU-N1R
: TGA TAG TGT CTG TTA TTA TGC C
RT-PCR dilakukan dengan SuperScriptTM III One-Step RT-PCR System dengan Platinum Taq (Invitrogen). Reaksi RT-PCR dibuat sebanyak 50 µl dengan komposisi : 25 µl 2X Reaction Mix, pasangan primer masing -masing (10 µM) 1 µl, 2 µl Superscript III RT/Platinum Taq Mix, 3 µl sampel RNA, dan distilated water RNAse free hingga volume 50 µl. Program RT-PCR yang digunakan adalah sebagai berikut 45 oC selama 60 menit (reverse transcription), 94 oC selama 5 menit (predenaturasi) dan kemudian 94 oC selama 30 detik (denaturasi), 54 oC selama 1 menit (annealing), 68 oC selama 1 menit (ekstensi). Siklus amplifikasi yang digunakan adalah 40 siklus dan selanjutnya 68 oC selama 5 menit (ekstensi final). Analisa DNA Hasil RT-PCR pada Agarose Gel Elektroforesis 1.5 % DNA hasil PCR yang diperoleh dianalisa dengan teknik elektroforesis menggunakan Agarose biologi molekuler (Bio rad) 1.5%. Sebanyak 1.5 gram dilarutkan dalam 100 buffer TBE 1x dengan cara dididihkan. Kemudian agarose dicetak dan dibiarkan sampai membeku dan dimasukkan ke bak elektroforesis (Biorad) yang telah diisi larutan buffer TBE 1x. DNA target sebanyak 5 µl
33 dicampur dengan 2 µl loading dye dan kemudian dimasukkan ke dalam sumursumur pada agarose. Kemudian dilalukan dengan tegangan 100 volt selama 120 menit. Selanjutnya agarose diwarnai dalam larutan ethidium bromide (0.5 µl/ml) selama 15 menit. Kemudian diamati diatas UV tranluminator (UV luminescence). Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pita berwarna jingga pada agarose.
34 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas lain (ayam). Unggas air (waterfowl) adalah anggota dari ordo Anseriformes seperti, itik, entok dan angsa yang dapat hidup baik di air maupun di darat (Blood dan Studdert 1988). Unggas air merupakan reservoir semua subtipe virus Influenza A, tetapi infeksi pada spesies ini secara umum tidak menunjukkan gejala klinis, namun unggas air dapat menularkan virus ke ayam dan menyebabkan akibat yang fatal (Tumpey et al. 2002). Sampel usap kloaka dan serum yang digunakan pada penelitian ini masing-masing berjumlah 673 yang terdiri dari 352 sampel itik, 267
sampel
entok dan 54 sampel angsa. Sampel unggas air d iperoleh dari 8 daerah tertular AI di Propinsi Lampung dengan distribusi jumlah sampel pada tiap- tiap daerah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Distribusi jumlah sampel pada tiap kabupaten/kota di Propinsi Lampung
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kabupaten Kabupaten Tulang Bawang Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Utara Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Tanggamus Kota Metro Kota Bandar Lampung Jumlah (ekor)
Jumlah Ternak (ekor) Itik Entok Angsa 140 29 1 34 22 27 96 76 7 11 59 6 12 53 4 45 21 5 4 3 10 4 4
Jumlah (ekor) 170 83 179 76 69 71 7 18 673
Uji Serologis (Uji HI) Uji serologis merupakan tahap uji pertama yang dilakukan pada penelitian ini. Teknik yang digunakan pada uji ini adalah uji Haemagglutination Inhibition (HI) cepat dan uji mikrotiter HI dengan menggunakan antigen H5 virus AI. Uji HI cepat bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap H5 virus AI pada
35 sampel serum yang diperoleh. Uji mikrotiter HI bertujuan untuk mengetahui titer antibodi pada serum yang diuji, dan selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui rata-rata titer antibodi pada suatu populasi. Hasil uji HI cepat juga digunakan untuk menentukan/mengelompokkan sampel yang berupa usap kloaka menjadi kelompok HI positif (seropositif) dan kelompok HI negatif (seronegatif). Dari uji HI cepat didapatkan hasil keberadaan antibodi terhadap H5 pada unggas air di Kabupaten Tulang Bawang adalah itik (67%), entok (75.86%) dan angsa (100%); untuk Kabupaten Lampung Selatan, itik (8.82%), entok (13.63%) dan angsa (11.11); untuk Kabupaten Lampung Timur, itik (16.67%), entok (21.05%) dan angsa (100%); untuk Kabupaten Lampung Utara, itik (45.45%), entok (1.69%) dan angsa (33.33%); untuk Kabupaten Lampung Lampung Tengah, itik (50%), entok (9.43%) dan angsa (50%); untuk Kabupaten Tanggamus, itik (8.88%), entok (14.28%), dan angsa (60%); untuk Kota Metro, itik (0%), entok (100%), dan angsa (0%); untuk Kota Bandar Lampung, itik (0%), entok (0%), dan angsa (25%) (Tabel 3). Persentase keberadaan antibodi terhadap H5 berdasarkan wilayah, yang paling tinggi terdapat di Kabupaten Tulang Bawang yaitu 69.41%.
Hal ini
menunjukkan bahwa unggas air yang telah terpapar oleh virus AI (H5) pada daerah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan 7 kabupaten/kota lainnya di Propinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang merupakan tempat pertama kali kasus AI ditemukan d i Propinsi Lampung yaitu pada bulan September 2003 (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung 2006). Berdasarkan data dari Kajian Seroepidemiologi Penyakit Avian Influenza serta Strategi Penanggulangannya di Sumatra dan Kalimantan (2005), keberadan antibodi terhadap H5 pada ayam kampung di Kabupaten Tulang Bawang paling tinggi diantara 7 daerah lainnya yaitu 57.29%, berarti adanya hubungan yang berbanding lurus pada antibodi terhadap H5 antara unggas air dan ayam kampung. Berdasarkan hasil observasi kasus AI di Vietnam pada tahun 2004, munculnya wabah AI terjadi pada Propinsi yang memiliki banyak populasi itik seperti di Long An, Tien Giang, dan Vietnam Selatan (Phuong 2005). Antibodi terhadap H5 virus AI tertinggi berdasarkan jenis unggas ditemukan pada itik yaitu 36.64%, diikuti oleh angsa dan entok berturut-turut
36 35.18% dan 19.85%. (Tabel 3). Hasil uji serologis tersebut mengindikasikan bahwa kelompok unggas tersebut pernah kontak dengan virus AI walaupun hewan tersebut tidak harus menunjukkan gejala klinis (sakit). Hasil ini akan lebih bermakna dan dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi AI, apabila dilakukan uji serologis ulangan yang dilakukan 3 minggu setelah uji pertama (WHO 2003). Tabel 3 Distribusi hasil serologis menurut wilayah dan jenis ternak Itik Entok Angsa % Total ** Kabupaten/Kota Total + % Total + % Total + % Tulang Bawang 140 95 67.0 29 22 75.8 1 1 100.0 69.4 Lampung Selatan 34 3 8.8 22 3 13.6 27 3 11.1 10.8 Lampung Timur 96 16 16.7 76 16 21.1 7 7 100.0 21.8 Lampung Utara 11 5 45.5 59 1 1.7 6 2 33.3 10.5 Lampung Tengah 12 6 50.0 53 5 9.4 4 2 50.0 18.8 Tanggamus 45 4 8.9 21 3 14.3 5 3 60.0 14.1 Metro 4 0 0.0 3 3 100 .0 0 0 0.0 42.8 Bandar Lampung 10 0 0.0 4 0 0.0 4 1 25.0 5.5 267 53 19.8* 54 19 35.2* 352 129 36.6* Keterangan : (*) Persentase sampel unggas air serologis positif dari sampel unggas air pada satu kabupaten/kota (**) Persentase sampel jenis unggas air tertentu serologis positif dari seluruh sampel unggas air sejenis di Propinsi Lampung
Dari kelompok serologis positif sebagian sampel diuji kembali dengan uji mikrotiter HI untuk mengetahui titer antibodi serum pada kelompok tersebut. Berdasarkan uji mikrotiter HI diperoleh hasil rata-rata titer antibodi pada Kabupaten Tulang bawang 0.9 (log 2); Kabupaten Lampung Selatan 4.6 (log 2); Kabupaten Lampung Timur 3.4 (log 2); Kabupaten Lampung Utara 2 (log 2); Kabupaten Lampung Tengah 1.5 (log 2); Kabupaten Tanggamus 2.1 (log 2); Kota Metro 3.3 (log 2); dan Kota Bandar Lampung 3 (log 2) (Tabel 4). Titer antibodi paling rendah ditemukan pada Kabupaten Tulang Bawang.
Dari hasil uji
mikrotiter HI tersebut dapat diketahui bahwa, kekebalan terhadap virus AI pada sampel di Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Tanggamus, Kota metro dan Kota Bandar Lampung masih rendah, kecuali di Kabupaten Lampung Selatan. Uji serologis HI sangat penting untuk memeriksa titer antibodi terhadap keterpaparan virus AI di lapang atau pada ayam yang telah melakukan vaksinasi
37 AI. Seekor ayam dapat dinyatakan kebal terhadap penyakit AI jika memiliki titer antibodi HI serendah-rendahnya 4 (log 2) (Darminto 2006). Dari hasil uji mikrotiter HI juga banyak ditemukan sampel yang positif HI cepat tetapi nilai titernya hanya 20. Hal ini disebabkan karena kandungan antibodi pada sampel serum tersebut sangat sedikit sekali.
Pada penelitian ini virus standar yang
dugunakan 4 HAU (setara dengan 4 x 106 partikel virus), jika antibodi yang ada pada serum tidak dapat menetralisir semua virus standar, maka virus yang tidak ternetralisasi akan mengaglutinasi sel darah merah sehingga pada sumur tersebut kita tetap akan menemukan sel darah merah yang teraglutinasi. Tabel 4 Nilai Rata-rata Titer Antibodi terhadap H5 Virus Avian Influenza
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kabupaten Kabupaten Tulang Bawang Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Utara Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Tanggamus Kota Metro Kota Bandar Lampung
Rata -rata Titer Antibodi (Log 2) Itik Entok Angsa 1.2 0.5 0 4.3 6.0 4.0 3.9 2.6 4.2 2.0 1.7 0.3 3.0 0 2.7 3.7 3.3 3.0
Total 0.9 4.6 3.4 2.0 1.5 2.1 3.3 3.0
Deteksi Virus AI (H5N1) dengan RT-PCR RT-PCR merupakan salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus Influenza walaupun gen virus ada dalam jumlah sedikit pada suatu sampel (WHO 2003).
Sampel yang digunakan untuk
mendeteksi adanya meteri genetik virus AI (H5N1) berupa usap kloaka. Menurut WHO (2003) spesimen asal hewan hidup yang dapat digunakan untuk diagnosis AI berupa usap pada traktus respiratorius bagian atas (usap hidung, usap trachea) atau usap kloaka, namun pada kondisi di lapang cara pengambilan usap klo aka merupakan cara yang paling cepat dan aman. Hampir sebagian besar subtipe virus influenza A selain bereplikasi pada saluran pernafasan juga bereplikasi pada saluran pencernaan (Tumpey et al. 2002)
38 Dari hasil uji serologis dapat diperoleh sebanyak 201 sampel HI positif dan 472 sampel yang HI negatif. Sampel usap kloaka, baik yang berasal dari HI positif dan HI negatif masing-masing di pool 10 sampai 11 sampel untuk diuji keberadaan materi genetik virus AI (H5N1) pada sampel tersebut.
Sehingga
diperoleh 64 pool yang terdiri dari 19 pool HI positif dan 45 pool HI negatif. Sampel usap kloaka yang berasal dari unggas air yang menunjukkan reaksi HI positif dan HI negatif d igunakan untuk mendeteksi keberadaan virus AI (H5N1). Deteksi dilakukan dengan teknik RT-PCR terhadap gen HA, H5 dan N1 dengan menggunakan rancangan primer HAR dan HA-1144F, HA-1144F dan H51735R , CU-N1F dan CU-N1R. Keberadaan virus AI (H5N1) dalam sampel akan ditunjukan dengan adanya pita fragmen yang berukuran ~600 bp untuk gen HA (universal), ~591 bp untuk gen H5 , dan ~131 bp untuk gen N1. Deteksi virus AI dilakukan secara bertahap, dari deteksi gen HA (universal), dan apabila menunjukkan reaksi yang positif maka dilanjutkan dengan penentuan subtipe dengan deteksi gen H5 dan N1. Dari 19 pool sample yang HI positif diperoleh 14 pool yang positif RTPCR terhadap gen HA, dan dari 14 pool yang positif HA tersebut hanya 1 pool yang menunjukkan reaksi RT-PCR yang negatif terhadap gen H5 (Tabel 5). Sampel dari HI positif dan RT-PCR positif gen H5 virus AI ditemukan pada jenis unggas itik, entok, dan angsa dari pool sampel yang berasal dari 7 kabupaten/kota di Propinsi Lampung (kecuali Metro) (Tabel 5). Hasil RT-PCR dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Tidak ditemukannya reaksi positif RT-PCR pada sebagian sampel unggas air yang HI positif dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain, 1) antibodi yang ada sebagai akibat unggas pernah terpapar dengan virus AI dan tidak menimbulkan sakit, atau terpapar virus pada waktu yang sudah lama sehingga virus tidak ditemukan lagi dalam feses, 2) jumlah virus yang ada pada usap kloaka sangat kecil sehingga tidak terdeteksi pada saat melakukan uji RT-PCR. Menurut Tumpey (2002), virus AI dapat ditemukan pada kloaka 1 minggu post infeksi, namun sangat sedikit virus yang dapat ditemukan dari usap kloaka. Dari hasil RT-PCR terhadap gen HA dan H5 (WHO 2003), ditemukan adanya pita-pita yang ukurannya berbeda dengan kontrol (H5N1) (Gambar 6).
39 Untuk diketahui dengan pasti urutan nukleotida pada daerah yang dapat teramplifikasi oleh primer spesifik tersebut perlu dilakukan sequensing terhadap sampel tersebut. M 1
2
3
4
5
2072 1500
600 bp (HA)
600
100
Gambar 5 Contoh hasil RT-PCR dielektroforesis pada gel agarose 1.5%, diwarnai dengan ethidium bromida. Hasil Positif ditunjukkan dengan adanya pita hasil amplifikasi fragmen gen HA sebesar ~600bp. M= Marker, 1: kontrol positif (HA), 2: swab entok Lampung Timur, 3 : swab itik Lampung Timur, 4: swab itik Lampung Utara.
M 1
2
3
4
5
2072 1500
600 591 bp (H5)
100
Gambar 6 Contoh hasil RT-PCR dielektroforesis pada gel agarose 1.5%, diwarnai dengan ethidium bromida. Hasil Positif ditunjukkan dengan adanya pita hasil amplifikasi fragmen gen H5 sebesar ~591bp. M= Marker, 1: kontrol positif (H5), 2: swab entok Lampung Timur, 3 : swab itik Lampung Timur, 4: swab itik Lampung Utara.
40 Dari 45 pool sampel usap kloaka yang HI negatif, terdapat 13 pool yang menunjukkan reaksi RT-PCR positif terhadap gen HA, dan dari 13 pool yang positif HA terdapat 1 pool yang negatif H5 (Lampiran 2). Ditemukannya materi genetik AI pada unggas yang HI negatif dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain, 1) materi genetik dari virus AI dapat dijumpai pada unggas sehat dan tidak harus menunjukkan respon pembentukan antibodi spesifik, sehingga hewan sehat potensial sebagai reservoir virus AI, 2) Awal infeksi. Dimana pada tahap ini belum terb entuk antibodi atau masih dalam jumlah yang sedikit. Menurut Bellanti (1993), antibodi dapat dideteksi empat sampai lima hari sesudah infeksi. Tabel 5 Hasil pemeriksaan material genetik dengan RT-PCR pada pool sampel unggas air serologis positif No.
Kode Sampel (Propinsi/Kabupaten)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TB1I (Lampung/Tulang Bawang) TB2I (Lampung/Tulang Bawang) TB3I (Lampung/Tulang Bawang) TB4I (Lampung/Tulang Bawang) TB5I (Lampung/Tulang Bawang) TB6I (Lampung/Tulang Bawang) TB7I (Lampung/Tulang Bawang) TB8I (Lampung/Tulang Bawang) TB9I (Lampung/Tulang Bawang) Angsa (Lampung/Tulang Bawang; Tanggamus; Lampung Selatan; Lampung Utara; Lampung Tengah; Bandar Lampung) TB1E (Lampung/Tulang Bawang) TB2E (Lampung/Tulang Bawang) LTI (Lampung/Lampung Timur) LTE (Lampung/Lampung Timur) LTA (Lampung/Lampung Timur) LSTgLTgI (Lampung/Lampung Selatan; Tanggamus;Lampung Tengah) LSTgLTgE (Lampung/Lampung Selatan; Tanggamus; Lampung Tengah) LUI (Lampung/Lampung Utara) LUME (Lampung/Lampung Utara; Metro)
11 12 13 14 15 16 17 18 19
Asal Hewan Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Angsa
Hasil RT-PCR UNIV H5 + + + + + + + + + + + + + + + +
N1 -
Entok Entok Itik Entok Angsa Itik
+ + + +
+ + + +
+ -
Entok
+
+
-
Itik Entok
+ -
-
-
41 Sampel yang menunjukkan hasil RT-PCR terhadap HA yang positif tetapi negatif terhadap gen H5 menunjukkan bahwa unggas tersebut terinfeksi atau terpapar oleh virus AI selain subtipe H5.
Unggas air dan burung pantai
merupakan reservoir untuk semua subtipe HA, tetapi infeksi pada spesies ini biasanya tidak menimbulkan gejala klinis (Tumpey et al. 2002). Balitvet (Balai Penelitian Veteriner) pernah mengisolasi virus Influenza A dari itik dan berbagai jenis burung, namun semua isolat yang diperoleh pada saat itu semuanya tergolong LPAI dengan subtipe H4N2 dan H4N6 (Ronohardjo diacu dalam Darminto 2006). Dari pool yang menunjukkan reaksi positif secara konsisten terhadap gen HA dan H5 dilanjutkan RT-PCR terhadap gen N1. Dari 13 pool yang HI positif dan menunjukkan reaksi positif terhadap gen HA dan H5, hanya ditemukan 1 pool yang positif terhadap N1 (Tabel 6). Hasil RT-PCR yang menunjukkan hasil positif gen H5N1 dilihat pada Gambar 7. Hasil N1 yang negatif pada pool yang positif gen HA dan H5 menunjukkan bahwa adanya H5 selain N1 yang terdapat pada unggas air tersebut. Pada pool yang menunjukkan hasil RT-PCR yang konsisten terhadap gen HA, H5, dan N1, dilanjutkan dengan pemeriksaan sampel secara individu terhadap gen H5 dan N1 (Tabel 6).
M 1 2 3
4
2072 1500
600
100
131 bp (N1)
Gambar 7 Contoh hasil RT-PCR dielektroforesis pada gel agarose 1.5%, diwarnai dengan ethidium bromida. Hasil Positif ditunjukkan dengan adanya pita hasil amplifikasi fragmen gen N1 sebesar ~131bp. M= Marker, 1: swab entok Lampung Timur (positif gen H5), 2, swab itik Lampung Utara, 3 : swab itik Lampung Timur (positif N1), 4: Kontrol positif N1.
42
Tabel 6 Hasil pemeriksaan material genetik dengan RT-PCR pada sampel serologis positif pool 14 secara individu No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kode Sampel (Propinsi/Kabupaten) LTE LTE LTE LTE LTE LTE LTE LTE LTE LTE LTE
no sampel 001 no sampel 002 no sampel 034 no sampel 084 no sampel 086 no sampel 100 no sampel 102 no sampel 124 no sampel 129 no sampel 131 no sampel 132
Asal Hewan Entok Entok Entok Entok Entok Entok Entok Entok Entok Entok Entok
Hasil RTPCR H5 N1 + + -
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa pada sampel unggas air di Propinsi Lampung ditemukan virus AI dengan subtipe H5 selain N1 dan N1 selain H5. Pada bulan Oktober virus AI subtipe selain H5N1, yaitu subtipe H5N2 menyebakan kematian yang tinggai pada unggas di Pennsylvania (Harimoto dan Kawaoka 2001). Pada tahun 1994 wabah AI yang juga disebabkan oleh virus AI subtipe H5N2 terjadi di Meksiko (Li 2005). Pada Oktober 1997 sampai Januari 1998, virus Influenza H5N2
menimbulkan wabah di Italia.
Influenza H5N9 juga diisolasi pada saat wabah tersebut.
Selain itu virus Analisis genetik
menunjukkan bahwa isolat H5N2 Italia ini secara antig enik mirip dengan virus H5N1 yang diisolasi di Hong Kong tahun 1997, dan berdasarkan analisa filogeni dari gen HA nya menunjukkan bahwa isolat H5N2 Itali satu cluster dengan strain Hong Kong (Donatelli et al. 2001). Virus H5N2 diisolasi dari ayam pada wabah AI d i Texas tahun 2004, namun pada wabah tersebut gejala klinis yang ditemukan sama gejala klinis pada ayam yang terinfeksi oleh virus H5N2 LPAI tahun 2002 (Lee et al. 2005). Virus AI subtipe H5N2 pada tahun 2006 ditemukan pada peternakan burung unta di Afrika Selatan (Cwhaan 2006). Berdasarkan hasil publikasi dari survey AI pada waterfowl diperoleh data bahwa keberadaan gen H5 pada unggas air hanya sekitar 0.4%, H7 (0.7%) dan H9 (0.4%), dan ini lebih
43 sedikit jika dibandingkan dengan keberadaan subtip e lain pada unggas air seperti H3, H4 dan H6 (63.8 %) (Weaver 2005).
44 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang deteksi keberadaan virus avian influenza pada unggas air di Propinsi Lampung disimpulkan : 1
Antibodi terhadap H5 virus Avian Influenza ditemukan pada semua jenis unggas air di 8 kabupaten/kota di Propinsi Lampung.
2
Materi genetik virus Avian Influenza (H5N1) tidak ditemukan pada sampel unggas air di Propinsi Lampung.
3
Materi genetik virus Avian Influenza H5Nx dan HxN1 ditemukan pada unggas air di Propinsi Lampung.
Saran 1
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan virus Avian Influenza selain subtipe H5N1 pada unggas Air .
2
Sampel yang menunjukkan hasil RT-PCR positif perlu di sequensing untuk mengetahui urutan nukleotida yang ada dan dapat menjawab pertanyaan mengenai kemunculan pita-p ita non-spesifik pada sampel tersebut.
45 DAFTAR PUSTAKA
[Anonim] 2005. Antigenic Drift and Antigenic http://www.niaid.gov/antigenic_drift-shift.html [15-10-2005]
Shift.
Bellanti JA. 1993. Imunologi III. Waholo AS penerjemah; Soeripto N editor. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Immunology III. Blood DC, Studdert VP. 1998. Bailliere’s Comprehensive Veterinary Dictionary. Bailliere Tindall. Philadelphia. Capua I et al. 1999. Outbreaks of highly pathogenic avian influenza (H5N2) in Italy during October 1997 to January 1998. Avian Pathol 28: 455-460. Capua I, Alexander DJ, 2004. Review article avian influenza: Recent developments.http://www.scielo.br/pdf/jpbneu/v31n5/en_27161 [07-022006] Capua I, Mutinelli F. Low pathogenicity (LPAI) and highly pathogenic (HPAI) avian influenza in turkeys and chicken. Avian Pathol 29: 537-543. Capua I, Marangon S, Pozza MD, Terregino C, Cattoli G. 2003. Avian influenza in Italy 1997-2001. Avian dis. 47:839-843. Chen H et al. 2004. The evolution of H5N1 influenza viruses in ducks in southern Chine. PNAS. 101: 10452-10457. Chu VC, Whittaker GR. 2004. Influenza viruses entry and infection require host cell N-linked glycoprotein. PNAS. 101: 18153-18158. Cwhaane
T. 2006. Bird Flu now is South http://www.mmegi.bw/2006/July/Friday7/.html [07-5-2006]
Africa.
Darminto. Mengenal penyakit Flu Burung dan strategi pengendaliannya. http://www.jatim.litbang.go.id/template/prosiding/flu%20burungpdf [075-2006] Daum LT et al. 2002. A rapid, single-step multiplex reverse transcription-PCR assay for detection of human H1N1, H3N2 and B influenza. J Clin Virol 25: 345-350. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung. 2006. Pengendalian Flu Burung d i Propinsi Lampung. http://www.disnakeswan lampung.go.id/node/95/html [24-02-2006]
46 Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. 2006. Populasi Unggas menurut Propinsi. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak/2005/popitik.htm. [24-02-2006] Donatelli et al. 2001. Characterization of H5N2 influenza viruses from Italian poultry. J Gen Virol. 2001: 635-640. Elbers AR, Koch G, Bouma A. 2005. Performance of clinical signs in poultry for detection of outbreaks during the avian influyenza A (H7N7) epidemic in Netherlands in 2003. Avian pathol 33: 418-422. Fouchier RA, Munster V, Wallensten A, Bestebroar TM. 2005. Characterization of a novel influenza A virus hemaglu tinin subtype (H16) obtained from black-headed gulls. J Virol. 79: 2814-2822. Fouchier RA, Olsen B, Bestebroer TM et al. 2003. Infuenza A virus surveilllance in wild birds in Northern Erophe in 1999 and 2000Avian Dis 47: 857860. Horimoto T, Kawaoka Y. 2001. Pandemic threat posed by avian influenza a viruses. Clinical Microbiology Reviews 14:129-149. Khawaja JZ, Naeem K, Ahmed Z, Ahmad S. 2005. Surveillance of avian influenza viruses in wild birds in areas adjacent to epicenter of an outbreak in federal capital territory of Pakistan. International Journal of Poultry Science 4: 39-43. Lee MS, Chang PC, Shien JH, Cheng MC, and Shieh HK. 2001. Identification and subtyping of avian influenza viruses by reverse transcription-PCR. J Virol Methods 97: 13-22. Lee CW, Swayne DE, Linares JA, Senne DA, Suarez DL. 2005. H5N2 avian influenza outbreak in Texas in 2004 : the first highly pathogenic strain in the United States in 20 years. J Virol 79: 11412-11421. Lipatov AS et al. 2004. Influenza: Emergence and control. J Virol 78: 89518959. Li Z et al. 2005. Molecular basis of replication of duck H5N1 influenza viruses in a mammalian mouse model. J Virol 76:12078-12086. Liu M et al. 2003. The quest of influenza A viruses for new host. Avian Dis 47:849-856. Maines TR et al. 2005. Avian influenza (H5N1) viruses isolated from human in Asia in 2004 exhibit increased virulence in mammals. J Virol 79: 11788-11800.
47 Murphy FA, Gibbs EP, Horzinek MC, Studdert MJ. 1999. Veterinary Virology. Academic Press. San Diego. California. Munch M, Neilsen LP, Handberg KJ, Jorgensen PH. 2001. Detection and subtyping (H5 and H7) of avian type A influenza virus by reverse transcription-PCR and PCR-ELISA. Arch Virol 146:87 -97. Nguyen DC et al. 2005. Isolation and characterization of avian influenza viruses, including highly pathogenic H5N1 from poultry in live bird markets in Hanoi, Vietnam, in 2001. J Virol 79: 4201-4212. Office international des Epizooties (OIE), 2005. Update on avian influenza in animals in Asia (type H5) http://www.oie.int/eng/en.index.htm [07-122005] Payungporn S et al. 2004. Singel step multiplex RT-PCR for influenza A virus subtype H5N1 detection. J Immunol 17: 588-593. Poddar SK. 2002. Influenza virus types and subtypes detection by single step tube multyplex reverse transcription-polymerase chain reactio n (RTPCR) and agarose gel electrophoresis. J Virol 99: 63-70. Puong DQ. 2005. Seroprevalence study on avian influenza in rural poultry of Thaibinh Province and characterization of the environmental survival of the agents involved [Thesis]. Vietnam. Department of Veterinary and Pathobiology. The Royal Veterinary and Agricultural University. Shortridge KF. 1999. Poultry and the influenza H5N1 outbreak in Hong Kong, 1997: abridged chronology and virus isolation. Vaccine 17:826-829. Slemons RD, Hansen WR, Converse KA, Senne DA. 2003. Type A influenza virus surveillance in free-flying, non-migratory ducks residing on Eastern Shore Maryland. Avian Dis 47:1107-1110. Soejoedono RD, Handharyani E. 2005. Flu Burung. Jakarta. Penebar Swadaya. Swayne DE, Suarez LD. 2000. High pathogenic avian influenza. Rev. Sci. Tech. 19: 463-482. Swayne DE, Suarez DL. 2003. Biology of avian Influenza especially the change of low pathogenicity virus to high pathogenicity. Proc Lathin American Poultry Congres. Stockton J et al. 1998. Multiplex PCR for typing and subtyping influenza and respiratory syncytial viruses. J Clin Microbiol 36: 2990-2995. Sturm-Ramirez KM. 2005. Are ducks contributing to the endemicity of highly pathogenic H5N1 infuenza virus in asia?. J Virol 79:11269-11279.
48 Sturm-Ramirez KM. 2004. Re-emerging H5N1 influenza viruses in Hong Kong in 2002 are highly pathogenic to ducks. J Virol 78:4892-4901. Takizawa T, Fukuda R, Miyawaki T, Ohashi K, Nakanishi Y. 1995. Activation of the apoptotic fast antigen-encoding gene upon influenza virus infection involving spontaneously produced beta-interferon. Virology 209:288296. Tim AI FKH IPB. 2006. Seroepidemiologi virus avian influenza serta strategi penanggulangannya di Sumatra dan Kalimantan. Laporan Akhir Penelitian Kerjasama Departemen Pertanian dan FKH IPB. Tumpey TM et al. 2002. Characterization of highly pathogenic H5N1 avian influenza A virus isolated from duck meat. J Virol 76:6344-6355. Wan H, Perez DR. 2005. Quail carry sialic acid reseptors compatible with binding of avian and human influenza viruses. http://amadeo.com/lit.php . [07-62006] Weaver T. 2005. Avian influenza surveys in waterfowl part I: The role wild and domestic waterfowl in avian influenza outbreaks in domestic poultry. NAHSS Outlook February 2005 www.aphis.usda.gov/vs/nsu/outlook Webster RG, Bean WJ, Gorman OT, Chambers TM, Kawaoka Y. 1992. Evolution and ecology of influenza A viruses. Microbiol Rev 56:152-179. Whittaker GR. Intracellular trafficking of influenza virus : Clinical implications for molecular medecine. http://www.expertreviews.org/ [08-02-2005] [WHO] World Health Organization. 2003. Technical Report Series – Recommendations for production and control of influenza vaccine (Inactivated). [WHO] World Health Organization. 2006. Review o f latest available evidence on risks to human health through potential transmission of avian influenza (H5N1) through water and sewage. Zhou NN et al. 1999. Genetic reassortment of avian, swine, and human influenza A viruses in American pigs. J Virol 73: 8851-8856
49 Lampiran 1 Alur Penelitian
PENGAMBILAN SAMPEL Serum
Uji HI cepat
Usap Kloaka
(+)
pool @ 10 sampel
(-)
pool @ 10 sampel
Uji mikrotiter HI
(+)
PCR Universal (gen HA)
PCR gen H5
(+)
PCR gen N1
(+)
Pemeriksaan sampel individu gen H5 dan gen N1
50 Lampiran 2 Tabel 7 Hasil pemeriksaan material genetik dengan RT-PCR pada pool sampel unggas air serologis negatif
No. Kode Sampel (Propinsi/Kabupaten) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
LT1I (Lampung/Lampung Timur) LT2I (Lampung/Lampung Timur) LT3I (Lampung/Lampung Timur) LT4I (Lampung/Lampung Timur) LT5I (Lampung/Lampung Timur) LT6I (Lampung/Lampung Timur) LT1E (Lampung/Lampung Timur) LT2E (Lampung/Lampung Timur) LT3E (Lampung/L ampung Timur) ME1I (Lampung/Metro) TB1I (Lampung/Tulang Bawang) TB2I (Lampung/Tulang Bawang) TB3I (Lampung/Tulang Bawang) TB4I (Lampung/Tulang Bawang) TB5I (Lampung/Tulang Bawang) TB6I (Lampung/Tulang Bawang) TB7I (Lampung/Tulang Bawang) TB8I (Lampung/Tulang Bawang) TB9I (Lampung/Tulang Bawang) TB1E (Lampung/Tulang Bawang) LTg1I (Lampung/Lampung Tengah) LTg2I (Lampung/Lampung Tengah) LTg1E (Lampung/Lampung Tengah) LTg2E (Lampung/Lampung Tengah) LTg3E (Lampung/Lampung Tengah) LTg4E (Lampung/Lampung Tengah) LTg5E (Lampung/Lampung Tengah) LTg6E (Lampung/Lampung Tengah) Tg1I (Lampung/Tanggamus) Tg2I (Lampung/Tanggamus) Tg3I (Lampung/Tanggamus) Tg4I (Lampung/Tanggamus) Tg1E (Lampung/Tanggamus) Tg2E (Lampung/Tanggamus) LS1I (Lampung/Lampung Selatan) LS2I (Lampung/Lampung Selatan) LS1E (Lampung/Lampung Selatan) LS2E (Lampung/Lampung Selatan)
Asal Hewan Itik Itik Itik Itik Itik Itik Entok Entok Entok Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Itik Entok Itik Itik Entok Entok Entok Entok Entok Entok Itik Itik Itik Itik Entok Entok Itik Itik Entok Entok
Hasil RT-PCR UNIV H5 N1 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
51
No. Kode Sampel (Propinsi/Kabupaten) 39 40 41 42 43 44 45 46
LSA (Lampung/Lampung Selatan) LU1I (Lampung/Lampung Utara) LU2I (Lampung/Lampung Utara) LU3I (Lampung/Lampung Utara) LU4I (Lampung/Lampung Utara) BL1I (Lampung/Bandar Lampung) BL1E (Lampung/Bandar Lampung) BLLUTgLTgA (Lampung/Bandar Lampung; Tanggamus; Lampung Tengah; Lampung Selatan
Asal Hewan Angsa Itik Itik Itik Itik Itik Entok Angsa
Hasil RT-PCR UNIV H5 N1 -
-
-