DESAIN TAMAN MASJID RAYA BOGOR UNTUK MENDUKUNG EKOARSITEKTUR
FERBIANSYAH HAFIDZ
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Desain Taman Masjid Raya Bogor untuk Mendukung Ekoarsitektur” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka skripsi ini.
Bogor, Desember 2012 Ferbiansyah Hafidz A44050676
RINGKASAN FERBIANSYAH HAFIDZ A44050676. Desain Taman Masjid Raya Bogor untuk Mendukung Ekoarsitektur. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Wahju Qamara Mugnisjah) Taman sebagai fasilitas pendukung pada Masjid Raya Bogor sangatlah diperlukan untuk menunjang kebutuhan kenyamanan pengunjung maupun untuk menambah estetika masjid, taman yang dirancang pada Kompleks Masjid Raya meliputi taman di atas permukaan tanah, dan taman di atas atap masjid (roof garden) didukung dengan komponen vegetasi (softscape), dan komponen penunjang taman seperti lampu taman, papan penunjuk arah (signage), serta komponen hardscape lainnya. Mengingat Masjid Raya Bogor merupakan pusat pengembangan Islam di Kota Bogor. Letak kawasan yang strategis dan aksesibilitas Masjid Raya Bogor merupakan potensi karena besarnya jumlah pengunjung yang datang pada kawasan. Dengan demikian, peluang pengembangan kawasan sangat diperlukan untuk meningkatkan citra Kota Bogor mengingat banyaknya aktivitas warga dalam kota dan dari luar kota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei, pemodelan 2D dengan AutoCad, dan simulasi 3D dengan 3D Studio Max. Tahapan kerjanya meliputi tahap persiapan penelitian, survei pendahuluan, pemodelan 2D dengan AutoCad dan Photoshop (pembuatan peta dasar), survei lanjutan, analisis (potensi-potensi dan kendala-kendala yang ada pada tapak), sintesis (rekomendasi konsep perancangan), dan simulasi 3D dengan 3D Studio Max, dan Photoshop untuk memberikan tampilan visual yang lebih jelas mengenai rekomedasi konsep taman yang telah dibuat. Penelitian ini bertujuan merancang Kompleks Masjid Raya Bogor menjadi suatu kawasan yang berbasis ekoarsitektur sebagai kawasan hijau yang selaras antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan dengan bangunan masjidnya yang menjadi objek utama sebagai landmark daerah Baranangsiang, Bogor.
Desain pada tapak berupa kawasan masjid yang meliputi bangunan masjid dan plaza, masing-masing sebagai zona inti, dan zona pendukung. Zona inti adalah kawasan perencanaan yang diutamakan pengembangannya. Zona pendukung meliputi bangunan lembaga keislaman, jalur sirkulasi, tempat parkir, jalan raya, dan pedestrian. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa permasalahan pada tapak, seperti kegiatan pedagang kaki lima di sepanjang pedestrian, penataan taman yang kurang teratur, kurangnya penerangan, dan masalah sistem drainase pada tapak. Ekoarsitektur merupakan konsep yang hendak ditambahkan pada bangunan masjid, dan fasilitas pendukung masjid
namun tetap mempertahankan identitas
bangunan dengan karakter arsitektur islam. Menambahkan taman atap (roof garden) merupakan cara yang digunakan untuk
membentuk bangunan dengan konsep
ekoarsitektur. Selain menambahkan taman pada atap (roof garden) pada banguan masjid dan bangunan pendukung yang terdapat pada Kompleks Masjid Raya Bogor, pada rancangan desain plaza masjid dilakukan modifikasi struktur lantainya untuk memperbaiki sistem drainase dan aerasi pada plaza guna menambah kenyamanan pengunjung dan menambah ketahanan struktur lantai terhadap pemuaian akibat panas matahari dan kerusakan struktur lantai akibat genangan air saat hujan. Untuk taman diatas permukaan tanah digunakan vegetasi dan komponen hardscape untuk mendukung konsep ekoarsitektur bangunan dengan pertimbangan fungsi ekologi, estetika, dan kesesuaian tema dengan bangunan (unity), dengan tetap memperhatikan kesesuaian sifat morfologi dan fisiologi tanaman, dengan tujuan agar taman dapat bertahan lama, dan mudah dalam perawatannya.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini Dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
DESAIN TAMAN MASJID RAYA BOGOR UNTUK MENDUKUNG EKOARSITEKTUR
FERBIANSYAH HAFIDZ
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Desain Taman Masjid Raya Bogor untuk Mendukung Ekoarsitektur Nama
: Ferbiansyah Hafidz
NRP
: A44050676
Departemen
:
Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M. Agr. NIP 19491105 197403 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus :.............
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1987 di Kota Bogor. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Muchaery dan Ibu Aisyah. Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak pada tahun 1994 di TK Raudhatul Adfal Persis No 89, Bogor. Pada tahun yang sama penulis memasuki SD Negeri Pabrik Gas IV, Bogor, dan tamat pada tahun 2000. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 8, Bogor, dan tamat pada tahun 2003. Setelah menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Bogor, pada tahun 2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis berhasil menyelesaikan program TPB IPB dan diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama masa perkuliahan di Program Studi Arsitektur Lanskap penulis aktif sebagai anggota Himaskap (Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap). Pada tahun 2009 penulis terlibat sebagai tim desain dalam proyek perencanaan taman yang dilaksanakan oleh PEMDA Jakarta untuk Taman Jagakarsa, dan lanskap Situ Babakan. Pada tahun 2010 sampai 2011 penulis pernah bekerja sebagai supervisor untuk proyek roof garden di hotel dan apartemen Green Central, Jakarta Pusat. Pada tahun 2011 pernah terlibat sebagai pelaksana untuk pekerjaan lanskap perumahan Serang City di Kota Serang dan rumah tinggal di Lippo Karawaci, Provinsi Banten. Pada Tahun 2012 penulis bekerja sebagai freelancer untuk anggota tim desain lanskap di Lippo waterboom Makassar, Hotel Mariot di Seminyak Bali, dan Sekolah Alam Depok.
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Allah Swt. atas segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancangan Lanskap Masjid Raya Bogor Berbasis Ekoarsitektur”. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini: 1.
Bapak, Mama, Ervina Dian Aprilia, Ayah, dan Ibu atas dorongan, doa, dan kasih sayangnya;
2.
Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis;
3.
Para dosen Departemen Arsitektur Lanskap, yang telah banyak berjasa memberikan pelajaran yang berguna sebagai bahan pemikiran dan konsep dasar dalam pembuatan skripsi ini;
4.
Ir. Beny, yang telah banyak memberikan pengarahan dan pengetahuan struktur bangunan, serta saran-saran sebagai bahan skripsi ini;
5.
Ir. Andri Pujiawan, yang telah mengajarkan desain grafis untuk rancangan arsitektur;
6.
PT Wastu Graha Kencana, atas bantuan dan masukannya;
7.
Pengurus Masjid Raya Bogor, atas dukungan dan kerja samanya;
8.
Pemerintah Kota Bogor yang telah banyak mendukung dan memberikan data yang diperlukan sebagai bahan penyusunan skripsi ini;
9.
rekan-rekan ARL 42: Rahmat, Fajar, Manda, Kalla, Chandra, Hudi, Hadrian, atas persahabatan dan dukungannya;
10. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Bogor, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xii DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2 1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3 1.4 Kerangka Pikir ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desain dan Perancangan ............................................... 5 2.2 Kota dan Permasalahannya .............................................................. 5 2.3 Pengertian Ekologi dan Desain Ekoarsitektur ............................... 6 2.4 Atap Bertanaman sebagai Bagian dari Desain Ekoarsitektur .......... 7 2.5 Iklim Kota dan Iklim Desa ............................................................... 9 2.6 Desain Ekoarsitektur sebagai Solusi Masalah Lingkungan Kota.. .. 10 2.7 Penerapan Teknik Sipil Untuk Desain Ekoarsitektur....................... 12 2.8 Pemodelan Digital ............................................................................ 12
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu .......................................................................... 13 3.2 Batasan Studi.................................................................................... 13 3.3 Metode Penelitian ............................................................................ 14 3.3.1 Persiapan Awal ........................................................................ 15 3.3.2 Inventarisasi ............................................................................. 15 3.3.3 Analisis Sintesis ....................................................................... 16 3.3.4 Desain ...................................................................................... 16
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi dan Analisis ................................................................ 17 4.1.1 Lokasi, Batas, dan Aksesibilitas Tapak ........................................ 17 4.1.2 Tata Guna Lahan ........................................................................... 18 4.1.3 Iklim .............................................................................................. 20 4.1.4 Kondisi Fisik dan Landuse Kawasan Masjid Raya Bogor ............ 21 4.1.4.1 Bangunan Masjid Utama ...................................................... 22 4.1.4.2 Plaza Masjid ......................................................................... 23 4.1.4.3 Koridor Masjid ..................................................................... 23 4.1.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor ..................... 24 4.1.4.5 Area Ground floor ................................................................ 25 4.1.4.6 Taman dan Taman Kanak- Kanak (TK Ibnu Hajar) ........... 25 4.1.4.7 Welcome Area ...................................................................... 26 4.1.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung ................................. 27 4.1.4.8.1 Pedestrian .................................................................. 27 4.1.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran ................................................. 28 4.1.4.8.3 Markaz Islam Bogor .................................................. 29 4.1.5 Kualitas Lingkungan ...................................................................... 29 4.1.5.1 Kualitas Visual ..................................................................... 30 4.1.5.2 Kualitas Udara ..................................................................... 33 4.1.5.3 Kualitas Suara ...................................................................... 33 4.1.5.4 Kualitas Keamanan .............................................................. 33 4.1.5.5 Kualitas Penerangan ............................................................ 34 4.1.5.6 Kualitas Iklim Mikro ........................................................... 35 4.1.6 Tata Hijau....................................................................................... 36 4.1.7 Karakter Arsitektur ........................................................................ 37 4.1.8 Data Sosial ..................................................................................... 38 4.2 Sintesis .............................................................................................. 41 4.2.1 Aksesibilitas Tapak ........................................................................ 41 4.2.2 Tata Guna Lahan ............................................................................ 41 4.2.3 Iklim ............................................................................................... 42 4.2.4 Kondisi Fisik dan Landuse Kawasan Masjid Raya Bogor ............ 43
ix
4.2.4.1 Bangunan Masjid Utama ...................................................... 43 4.2.4.2 Plaza Masjid ......................................................................... 44 4.2.4.3 Koridor Masjid ..................................................................... 45 4.2.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor .................... 45 4.2.4.5 Area Ground Floor .............................................................. 45 4.2.4.6 Taman dan Taman Kanak- Kanak (TK Ibnu Hajar) ........... 45 4.2.4.7 Welcome Are ........................................................................ 46 4.2.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung ................................. 46 4.2.4.8.1 Pedestrian .................................................................. 47 4.2.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran ................................................. 48 4.2.4.8.3 Markaz Islam Bogor .................................................. 48 4.2.5 Kualitas Lingkungan ...................................................................... 48 4.2.5.1 Kualitas Visual ..................................................................... 48 4.2.5.2 Kualitas Udara ..................................................................... 49 4.2.5.3 Kualitas Suara ...................................................................... 50 4.2.5.4 Kualitas Keamanan .............................................................. 50 4.2.5.5 Kualitas Penerangan ............................................................ 51 4.2.5.6 Kualitas Iklim Mikro ........................................................... 51 4.2.6 Tata Hijau....................................................................................... 52 4.2.7 Karakter Arsitektur ........................................................................ 53 4.3 Konsep Perancangan .......................................................................... 54 4.3.1 Konsep Ekoarsitektur .............................................................. 54 4.3.2 Konsep Arsitektur Masjid ....................................................... 55 4.3.3 Konsep Pedestrian Walk ......................................................... 55 4.3.4 Konsep Tata Hijau .................................................................. 55 4.3.4.1 Konsep Roof Garden ...................................................... 56 4.3.4.2 Konsep Penanaman pada Lahan Terbuka ...................... 59 4.3.4.2.1 Vegetasi Peneduh ................................................ 59 4.3.4.2.2 Vegetasi dengan Fungsi Screening ..................... 59 4.3.4.2.3 Vegetasi Pengarah ............................................... 59 4.3.4.2.4 Vegetasi Pembatas .............................................. 59 4.3.5 Konsep Irigasi ......................................................................... 60
x
4.3.6 Konsep Tempat Parkir ............................................................ 62 4.3.7 Konsep Penerangan Malam .................................................... 62 4.3.8 Konsep Program Informasi ..................................................... 64 4.4 Rancangan .................................................................................. 66 4.4.1 Rancangan Segmen A ............................................................ 66 4.4.2 Rancangan Segmen B (Plaza) ................................................ 68 4.4.3 Rancangan Segmen C (Sebelah Barat dan Utara Masjid) ...... 69 4.4.4 Rancangan Segmen D (Area Sebelah Timur Masjid) ............ 70 4.4.5 Rancangan Segmen E (Area Sebelah Timur Masjid) ............ 71 4.4.6 Rancangan Segmen F (Area Markaz Islam Bogor) ............... 72 4.4.7 Rancangan Segmen G (Pedestrian Line) ............................... 72 4.4.8 Rancangan Segmen H (Jalan Raya Pajajaran) ....................... 73 4.4.9 Detil Konstruksi ...................................................................... 74 4.4.10 Perhitungan Kekuatan Konstruksi untuk Menahan Beban ... 75 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan .................................................................................... 76 5.2 Saran .......................................................................................... 76 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77 LAMPIRAN .................................................................................................... 80
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pikir........................................................................
4
2. Peta Lokasi Penelitian ............................................................
13
3. Diagram Tahapan Penelitian ..................................................
14
4. Tata Guna Lahan ....................................................................
19
5. Bangunan Masjid Raya Bogor ...............................................
22
6. Kondisi Area Plaza Masjid .....................................................
23
7. Area Koridor Masjid ..............................................................
24
8. Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor .......................
24
9. Area Ground Floor.................................................................
25
10. Area di Utara Bangunan Masjid .............................................
26
11. Area di Sebelah Timur Bangunan Masjid .............................
26
12. Area Pintu Masuk Utama .......................................................
27
13. Kondisi Pedestrian..................................................................
28
14. Kondisi Jalan Raya Pajajaran .................................................
29
15. Kondisi Markaz Islam Bogor .................................................
29
16. View Gunung Salak ................................................................
30
17. Bad View Akibat Pedagang Kaki Lima .................................
31
18. Bad View Akibat Penempatan Fasilitas yang Tidak Tepat ....
31
19. Kualitas Visual .......................................................................
32
20. Kondisi Penerangan di Dalam Kompleks Masjid .................
34
21. Kualitas Penerangan Malam di Sekitar Masjid Raya Bogor ..
35
22. Tata Hijau pada Tapak ...........................................................
39
23. Kondisi Sirkulasi Kendaraan dan Manusia ............................
40
24. Irigasi Tetes Pancang Benam .................................................
61
25. Irigasi Melingkar pada Pohon ................................................
62
26. Simulasi Pencahayaan pada Jalan Raya .................................
63
27. Simulasi Pencahayaan pada Kubah Masjid ............................
64
28. Simulasi Pencahayaan pada Pedestrian ..................................
64
29. Segmen Daerah Perancangan .................................................
65
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data ..........................................
15
2. Kondisi Iklim Kota Bogor pada Tahun 2008 .......................
20
3. Persyaratan Ukuran Lebar Trotoar atau Jalur Pedestrian Berdasarkan Lokasi....................................
47
4. Jenis dan Fungsi Vegetasi ....................................................
58
5. Jenis, Jarak Tanam, dan Jumlah Vegetasi untuk Lahan Terbuka............................................................
60
6. Pembagian Segmen yang Ingin Ditampilkan di Setiap Lokasi ....................................................................
66
7. Hard Material dan Soft Material Segmen A ........................
68
8. Hard Material dan Soft Material Segmen B ........................
69
9. Hard Material dan Soft Material Segmen C ........................
70
10. Hard Material dan Soft Material Segmen D ........................
71
11. Hard Material dan Soft Material Segmen E ........................
71
12 Hard Material dan Soft Material Segmen F .........................
72
13. Hard Material dan Soft Material Segmen G ........................
73
14. Hard Material dan Soft Material Segmen H ........................
74
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Inventarisasi ...................................................................
80
2. Peta Analisis dan Sintesis ......................................................
81
3. Schematic Plan ......................................................................
82
4. Planting Plan.........................................................................
83
5. Site Plan ................................................................................
84
6. Site Plan (Render) .................................................................
85
7. Blow Up Site Plan 1 ..............................................................
86
8. Blow Up Site Plan 2 (Area Parkir) ........................................
87
9. Blow Up Site Plan 3 (Plaza dan Koridor) ..............................
88
10. Titik Lampu ..........................................................................
89
11. Gambar Tampak ....................................................................
90
12. Detil Penanaman Pohon pada Atap .......................................
91
13. Detil Penanaman Semak pada Atap ......................................
92
14. Penanaman Semak pada Atap Koridor .................................
93
15. Detil Penanaman Pohon, Semak, dan Groundcover ............
94
16. Detil Penanaman Rumput ....................................................
95
17. Detil Pedestrian ....................................................................
96
18. Detil Lampu Taman, Lampu Jalan, dan Lampu Pathway ...................................................................
97
19. Detil Lampu Taman ..............................................................
98
20. Detil Lampu Jalan .................................................................
99
21. Detil Ruang Pompa ...............................................................
100
22. Detil Signage ........................................................................
101
23. Detil Pemasangan Paving pada Plaza ...................................
102
24. Perspektif Mata Burung ........................................................
103
25. Suasana Tampak ...................................................................
104
26. Hitungan Kelayakan Beban pada Bangunan Masjid Berdasarkan Dimensi Kolom ...................................
105
xiv
xv
xvi
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Meningkatnya pembangunan yang pesat khususnya di perkotaan, selain
memberikan dampak positif dari segi perekonomian, juga memberikan dampak negatif, yaitu penurunan kualitas lingkungan di perkotaan. Pembangunan fisik kota cenderung mengarah pada dominasi struktur bangunan sehingga seringkali menggeser ruang terbuka hijau (RTH). Aktivitas manusia pada pembangunan, perekonomian, sosial, dan politik dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Buruknya kualitas lingkungan hidup di perkotaan berakibat pula pada penurunan kualitas hidup masyarakat perkotaan dan sering mengakibatkan berbagai bencana yang berakibat jatuhnya korban jiwa seperti banjir, pohon dan reklame yang tumbang, kadar karbondioksida yang tinggi pada udara yang dihirup, serta pemanasan global dalam skala yang lebih luas. Daerah perkotaan pada umumnya mempunyai suhu udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perdesaan. Fenomena ini seringkali dinamakan fenomena pulau pemanasan perkotaan (urban heat island (UHI)). Efek pemanasan perkotaan ini terutama disebabkan oleh proses penyerapan radiasi panas matahari oleh gedung atau bahan bangunan lainnya yang terdapat di area perkotaan dan juga dipengaruhi oleh proses radiasi baliknya ke lingkungan sekelilingnya. Perkotaan juga biasanya mempunyai vegetasi tanaman yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan daerah tepian kota, sebagai hasilnya proses pendinginan dengan cara penguapan (evaporatif cooling) juga lebih sedikit di daerah perkotaan. Semua faktor di atas turut membawa pengaruh pada efek pulau pemanasan perkotaan. Naiknya suhu udara diperburuk oleh adanya pencemaran udara (polusi) yang dapat menyebabkan terjadinya lingkungan yang tidak sehat, yang tidak hanya merusak keseimbangan alam, tetapi juga sangat membahayakan kesehatan manusia sebagai penghuni kota. Di sisi lain, perkotaan sering miskin penghijauan dan keanekaragaman hayati (bio-diversity), tetapi dengan konsep desain ekoarsitektur pada fisik bangunan, kekurangan tersebut dapat diatasi sebagian. Kebijakan untuk mendirikan ruang terbuka hijau secara khusus dengan menggeser
2
struktur bangunanan yang sudah ada juga akan menimbulkan konsekuensi tersendiri yang membuat hal tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan perkotaan tersebut diperlukan adanya solusi pembangunan yang sejalan atau bersinergi antara kebutuhan pembangunan di perkotaan dengan kelestarian lingkungan kota itu sendiri. Solusi tersebut meliputi aturan pemerintah yang tegas mengenai kebijakan tata ruang perkotaan dan desain fisik bangunan yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan sehingga antara kebutuhan pembangunan dan kelestarian lingkungan tidak saling mengalahkan satu dengan lainnya. Desain fisik bangunan dengan konsep ekoarsitektur adalah salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Dalam hal ini, Masjid Raya Bogor menjadi contoh desain bangunan dengan konsep ekoarsitektur. Tidak hanya manusia saja yang dapat menikmati bangunan dengan konsep ekoarsitektur, tetapi konsep ekoarsitektur pada bangunan dapat meningkatkan kekayaan alam dengan memberi ruang hidup satwa di perkotaan yang terancam punah di pedesaan, yaitu burung yang mengeram dan sebagainya. Dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat mengenai perlunya menjaga kelestarian alam agar tidak menimbulkan bencana di kemudian hari, desain bangunan dengan konsep ekoarsitektur telah menjadi sebuah kecenderungan (trend) dalam bidang arsitektur untuk mengatasi berbagai isu lingkungan belakangan ini. 1.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan merancang Kompleks Masjid Raya Bogor
menjadi suatu kawasan yang berbasis ekoarsitektur sebagai kawasan hijau yang selaras antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan dengan bangunan masjidnya yang menjadi objek utama sebagai landmark daerah Baranangsiang, Bogor. Melalui pengaturan tata ruang, perencanaan, aktivitas beribadat, aktivitas rekreasi, jaringan sirkulasi, penataan tata hijau, serta pengadaan fasilitas pendukung, diharapkan konsep rancangan ekoarsitektur pada Masjid Raya Bogor dapat menjadi acuan dalam pembanguan pada bangunan lainnya, khususnya bangunan di perkotaan, guna mengurangi berbagai dampak negatif yang merugikan lingkungan yang mengganggu ekosistem perkotaan.
3
1.3
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pihak-pihak
berikut: 1) pemerintah
Kota
Bogor
yang
akan
melakukan
pembangunan
dan
pengembangan areal Kompleks Masjid Raya Bogor; 2) perusahaan kontraktor dalam menyediakan sarana dan membangun Masjid Raya Bogor; 3) peneliti dan masyarakat agar mempertimbangkan rancangan Kompleks Masjid Raya Bogor sebagai desain acuan lanskap dan bangunan ditinjau dari sisi ekoarsitektur di kota Bogor dan kota besar lainnya. 1.4
Kerangka Pikir Penyusunan kerangka pikir dibuat berdasarkan teori ilmiah dan variabel
yang akan diteliti, kerangka pikir dibuat dalam bentuk bagan yang disusun secara sistematis dan logis sebagai acuan dalam penyusunan skripsi. Variabel yang diteliti berupa kondisi dan permasalahan pada tapak yang harus dibuat solusinya. Pada Kompleks Masjid Raya Bogor variabel yang diteliti adalah kondisi fisik bangunan, kondisi lanskap, dan aspek sosial. Variabelvariabel ini didapatkan berdasarkan survei tapak, dan konsep ekoarsitektur menjadi
teori
pendukung
dalam
memperlihatkan kerangka pikir tersebut.
penyusunan
skripsi
ini.
Gambar
1
4
Lanskap Masjid Raya Bogor
`Kondisi Fisik Bangunan Karakter Arsitektur Bangunan
Kondisi Lanskap
Aspek Sosial
1. Tata Guna Lahan
1. Land Use
2. Iklim
2. Intensitas
3. Kondisi Fisik
Pengunjung
4. Tata Hijau 5. Kualitas Lingkungan
Prinsip Ekoarsitektur 1. Sinergi dengan Alam 2. Efisien dalam Penggunaan Energi 3. Kelestarian Lingkungan
4. Teknologi Tepat Guna
Analisis
Sintesis
Konsep Ekoarsitektur
Desain Taman Masjid Raya Bogor untuk Mendukung Ekoarsitektur
Gambar 1 Kerangka Pikir
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desain dan Perancangan Van Dyke (1990) mengemukakan bahwa desain atau perancangan merupakan suatu bentuk pemecahan masalah dengan beberapa tahapan dan mengacu pada ide-ide desain yang direncanakan. Desain yang baik harus dapat memecahkan masalah dengan konsep yang baik dan merupakan hasil dari proses yang saling berhubungan dari tahapan desain. Selain itu, desain juga berfungsi untuk mengambil keputusan yang berorientasi pada kepentingan masa yang akan datang, serta menciptakan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang bersifat dinamis, berkelanjutan, dan fleksibel. Perancangan adalah sebuah proses kreatif yang mengintegrasikan aspek teknologi, sosial, ekonomi, dan biologi, serta efek psikologis dan fisik yang ditimbulkan dari bentuk, bahan, warna, ruang, dan hasil pemikiran yang saling berhubungan (Simonds, 1983). Lebih lanjut dikemukakan bahwa perancangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, antara lain perancangan dapat mengakomodasi sarana yang kuno dengan yang baru. Perancangan merupakan kombinasi ilmu dan seni yang berfokus pada penggabungan manusia dengan aktivitas di ruang luar (Booth, 1983). 2.2 Kota dan Permasalahannya Kota adalah pusat dari suatu daerah karena kota merupakan pusat informasi dan infrastruktur yang terdapat di perkotaan lebih lengkap daripada di pedesaan sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih untuk tinggal di kota daripada di desa. Hal ini merupakan penyebab semakin bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan yang mengakibatkan permukiman di perkotaan semakin padat. Definisi kota berdasarkan Pasal 1 Permendagri No. 2 Tahun 1987 adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan (Hardjasoemantri, 2000). Menurut Apsari (2007), kota memiliki berbagai komponen yang terdiri dari komponen yang secara fisik terlihat dan yang tidak dapat terlihat. Komponen
6
yang secara fisik terlihat, antara lain, adalah berupa bangunan dan infrastruktur lainnya, sedangkan komponen yang secara fisik tidak dapat terlihat berupa kekuatan politik dan hukum yang mengarahkan kegiatan kota. Karakteristik masyarakat yang terdapat di kota adalah heterogen, bertingkat-tingkat, dan secara umum memiliki kecenderungan individual dan materialistis yang tinggi. Menurut Karyono (2001), kota-kota besar di Indonesia menghadapi permasalahan suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi di kota-kota besar tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor alami dan faktor sosial. Faktor alami tersebut, antara lain, bangunan-bangunan tinggi di kota-kota besar yang menghalangi kecepatan angin dan radiasi sinar matahari akibat minimnya jumlah pepohonan di kota-kota besar, sedangkan faktor sosial, antara lain, peningkatan aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi peningkatan suhu kota dan dibukanya lahan-lahan alami bervegetasi menjadi lahan terbangun. Faktor sosial lainnya, yaitu jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar fosil dan listrik, jumlah kendaraan bermotor, jumlah bangunan, serta permukiman yang relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Saat ini bangunan-bangunan dirancang sedemikian rupa dan diperkeras, tetapi tanpa cukup diberi peneduh pohon sehingga tidak akan nyaman tanpa pengkondisian udara. Kondisi tersebut mengakibatkan peningkatan suhu udara kota yang semula sudah tinggi akibat pemanasan aspal, beton, serta pembuangan panas oleh mesin-mesin pengkondisian udara itu sendiri. Selain itu, suhu udara kian bertambah panas akibat kendaraan bermotor yang menggunakan AC. Persoalan tersebut kemudian terakumulasi sehingga kebergantungan manusia yang tinggal di kota pada penggunaan energi semakin tinggi (Karyono, 2001). 2.3 Pengertian Ekologi dan Desain Ekoarsitektur Istilah “ekologi” pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi antara segala jenis makhluk hidup dan lingkungannya. Arti kata bahasa Yunani oikos adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal, dan logos bersifat ilmu atau ilmiah. Jadi, ekologi berarti ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup. Ekologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Frick dan Suskiyatno, 2007).
7
Selanjutnya menurut Frick dan Suskiyatno (2007), persoalan tentang wawasan lingkungan pada masa ini berkembang pada rasa tanggung jawab terhadap lingkungan hidup dan mendorong kedudukan ekologi dari segi akademis menjadi perhatian umum. Hal ini mengakibatkan ekologi di samping menjadi bidang keilmuan, juga ilmu lingkungan yang mengandung pengetahuan dan pengalaman kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi dan politik. Arsitektur sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan alam maupun kepentingan manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal-balik dengan lingkungan alamnya dinamakan ekoarsitektur atau arsitektur ekologis (Frick dan Suskiyatno, 2007). Desain ekoarsitektur adalah desain yang memperkuat hubungan alam dan budaya manusia. Desain ekoarsitektur berhubungan dengan arsitektur dalam hal dengan permasalahan struktur, bentuk, dan estetika serta segi teknik sipil dalam hal keamanan dan efisiensi. Aspek tersebut kemudian diolah menurut desain ekoarsitektur, untuk kelangsungannya dalam jangka panjang demi kelestarian lingkungan dan makhluk hidup (Van der Ryn dan Cowan, 1996). Dengan kata lain, desain ekoarsitektur adalah setiap bentuk desain yang meminimalkan dampak yang merusak lingkungan dengan mengintegrasikan diri dengan prosesproses hidup. 2.4 Atap Bertanaman sebagai Bagian dari Desain Ekoarsitektur Perkembangan pembangunan fisik yang pesat di perkotaan telah menyebabkan perubahan wajah kota menjadi semakin kaku, tetapi secara manusiawi manusia yang tinggal di dalamnya tetap mempunyai keinginan untuk senantiasa berdekatan dengan alam (Branch, 1995). Menurut Ambarwati (2005), dengan menghadirkan suasana alami di lingkungan sekitar tempat tinggal atau kerja, manusia akan senantiasa didorong berdekatan dengan alam sehingga akan tercipta kondisi yang nyaman di lingkungan tempat tinggal atau kerja tersebut. Suasana udara yang nyaman serta pemandangan yang indah dapat memberikan rasa tenang sehingga produktivitas kerja dapat meningkat. Dengan demikian, dari latar belakang tersebut, kemudian timbul suatu cabang lanskap yang dinamakan roof landscape.
8
Menurut Pramukanto (2006), roof landscape atau lebih dikenal dengan green roof, rooftop garden, atau roof garden merupakan salah satu pemberdayaan potensi ruang yang tidak termanfaatkan, yaitu pada atap bangunan menjadi sebuah ruang hijau yang dapat memberikan banyak manfaat baik dalam skala mikro maupun skala kota. Pengembangan ruang hijau vertikal ini mempunyai peran ekoarsitektur dalam meningkatkan keragaman biologis di perkotaan. Green roof atau yang lebih dikenal dengan nama roof garden (taman atap) mempunyai pengertian ruang hijau di atas atap yang memanfaatkan vegetasi hidup (Voogt, 2004). Dengan kata lain, roof garden adalah taman yang berada di atap bangunan dengan semua unsur tanaman yang terdapat di dalam taman tersebut diupayakan berada di atap. Pembentukan roof garden yang paling sederhana adalah berupa penambahan fasilitas bak tanaman yang dipasang di tepian beranda dan ditanami dengan tanaman hias pot ataupun tanaman rambat. Menurut Apsari (2007), konsep taman atap telah menjadi inspirasi sejak enam abad sebelum masehi, yaitu dibangunnya Taman Gantung Babylonia yang bertujuan menciptakan tiruan alam di istana. Salah satu dari tujuh keajaiban ini dibangun oleh raja Kaldea, Nebupalassar, dan dilanjutkan oleh puteranya Nebuchadnezar. Taman ini berupa teras-teras bertingkat pada dinding kota seluas dua hektar dengan 3500 kaki di atas permukaan laut. Pada abad ke 19 daerah perbukitan di Islandia menjadi sumber inspirasi bentuk roof garden selanjutnya, disana para petani menanami atap rumahnya dengan rumput. Penghijauan atap era modern dimulai di Jerman, Swiss, Austria, dan negara Skandinavia pada tahun 1960-an. Sampai tahun 1996 lebih dari 3.2 juta m2 ruang hijau dibangun di atap bangunan-bangunan di Jerman. Setelah Eropa, Amerika dan Kanada juga mengembangkan roof garden. Begitu pula dengan beberapa negara di Asia, seperti Singapura, Hongkong (China), Jepang, dan Korea (Sukaton et al., 2004; Pramukanto, 2006). Menurut Paramukanto (2006), roof garden dapat berimplikasi terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Roof garden dapat berperan sebagai lingkungan hidup yang menyediakan habitat untuk satwa liar terutama burung dan hewan kecil lainnya. Tanaman yang terdapat di roof garden dapat menjadi filter alami untuk mengurangi polusi udara dan debu karena tanaman dapat meningkatkan kadar oksigen di udara sehingga akan mengurangi karbondioksida. Selain itu,
9
tanaman yang terdapat di roof garden juga dapat menurunkan tingkat transfer bising dan proses fotosintesis yang dialami oleh tanaman dapat meningkatkan biomassa kota. Dengan demikian, secara garis besar manfaat roof garden dapat dikategorikan menurut fungsi ekoarsitektur, ekonomi, dan estetika. Roof garden adalah salah satu sistem modifikasi atap yang dapat menurunkan intensitas pulau pemanasan kota dengan menyediakan bayangan dan melalui evapotranspirasi yang melepaskan air dari tanaman ke udara di sekelilingnya sehingga kelembaban udara meningkat dan udara akan menjadi lebih segar. Keberadaan roof garden dapat menurunkan akumulasi panas dari bangunan dan menurunkan emisi polutan dari AC dan gas rumah kaca (Voogt, 2004). Kehadiran roof garden pada suatu bangunan dapat menciptakan keindahan visual karena fungsi tanaman yang dapat melembutkan struktur bangunan yang kaku. Selain itu, pemanfaatan roof garden yang meluas dapat melembutkan horizon kota yang monoton sehingga predikat kota sebagai “hutan beton” dapat diminimalkan. Atap bertanaman dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 50 dB. Lapisan tanah setebal 12-20 cm dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 4046 dB (Feriadi dan Frick, 2008). Menurut US EPA (2006), roof garden dapat diaplikasikan pada fasilitas industri, permukiman, perkantoran, serta fasilitas komersial lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bentuk bangunan. Pengembangan roof garden di perkotaan perlu diupayakan untuk membuka peluang terciptanya kawasan hijau bersifat alami yang merupakan bagian dari penataan ruang kota sebagai kawasan hijau. 2.5 Iklim Kota dan Iklim Desa Secara umum kondisi iklim tropis di kota (misalnya di Jakarta, Surabaya, dan Bogor) turut berperan penting dalam menentukan kebutuhan sistem penanaman dan jenis tanaman, serta memberi pertimbangan desain yang menentukan keberhasilan gagasan desain kawasan lanskap berbasis ekoarsitektur. Tiap atap bertanaman mempunyai keunikan karakter kondisi iklim mikro yang berhubungan dengan lokasi dan dipengaruhi oleh faktor orientasi bangunan, kondisi bangunan sekitarnya, pola pergerakan angin, dan fasilitas infrastruktur lingkungan yang perlu dipelajari selama fase desain (Feriadi dan Frick, 2008).
10
Selanjutnya menurut Feriadi dan Frick (2008), kondisi iklim mikro berubah seiiring dengan berubahnya ketinggian suatu tempat. Suhu udara ekstrem dan angin yang bertiup lebih keras perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya. Bangunan sekitar akan mempengaruhi pola pergerakan angin (seperti efek terowongan angin), membentuk bayangan atau memantulkan cahaya. Dengan demikian, kajian menyeluruh mengenai atap bertanaman dalam kaitannya dengan bangunan sekitarnya sangat diperlukan. Dalam beberapa segi tertentu, faktor yang kurang baik seperti angin dan kelebihan sinar matahari dapat diatasi oleh perencanaan yang matang. Orientasi atap bertanaman dapat mempengaruhi jumlah angin dan sinar matahari yang diperoleh. Bayangan yang disebabkan oleh bangunan sekitar turut menentukan jenis tanaman yang ditanam. Angin yang berlebihan dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pengguna, merusak tanaman atau merobohkan pohon sehingga dalam penerapannya pelindung angin dan pengikatan tanaman dengan jangkar khusus mungkin diperlukan (Feriadi dan Frick, 2008). 2.6 Desain Ekoarsitektur sebagai Solusi Masalah Lingkungan Kota Menurut Feriadi dan Frick (2008), perbandingan antara lingkungan buatan dan lingkungan alam yang melewati ambang batas tertentu menimbulkan “iklim kota”. Peningkatan suhu iklim kota tersebut rata-rata 1 – 2 OC dan pada waktu malam dapat mencapai 6 OC. Ditambah dengan pencemaran yang meningkat, beban atau risiko atas kesehatan manusia meningkat pula. Tingkat kehangatan suhu dalam iklim kota pada siang hari naik di pusat kota, membubung di situ dan memadatkan partikel debu dan sebagainya. Dengan demikian, udara tercemar membentuk semacam kanopi kabut atau asap yang mengurangi sinar matahari langsung dan cahaya alamiah. Udara tercemar tersebut kemudian turun di pinggiran kota. Pada malam hari kanopi kabut tersebut mengurangi pemantulan suhu permukaan bumi ke angkasa, mengakibatkan meningkatnya suhu sampai 6 OC, dan menghalangi angin sejuk masuk ke dalam kota (Feriadi dan Frick, 2008). Selanjutnya menurut Feriadi dan Frick (2008), kanopi kabut/asap dan peningkatan suhu di dalam kota terjadi berdasarkan argumentasi/penalaran berikut:
11
1) kapasitas penyimpanan panas oleh gedung dan jalan yang seharusnya dipantulkan pada waktu malam terganggu oleh pencemaran udara; 2) penerimaan radiasi panas sinar maahari diperburuk oleh bahan pemantulan (kaca, kendaraan, dsb) dan oleh warna gelap (jalan aspal hitam dsb); 3) kurangnya tanaman dan pepohonan yang memberi bayangan pada siang hari, sedangkan sebenarnya pepohonan berpotensi dapat menurunkan suhu di sekitarnya hingga 3 - 4 OC; 4) aliran air hujan yang melewati atap, jalan, saluran, dan sebagainya, biasanya langsung ke roil kota (saluran pembuangan) sehingga tidak dapat menguap di tempat yang sekaligus dapat menurunkan suhu setempat. Untuk mengurangi efek kanopi kabut dan iklim kota yang juga mempengaruhi kesehatan, penghuni harus mengusahakan hal-hal berikut: 1) mencegah emisi (pengaruh pencemaran udara, bahan pengotor, kebisingan, radiasi, dsb.,atas manusia, hewan, dan tanaman); 2) memungkinkan gerakan (sirkulasi) udara dalam lingkungan kecil; 3) menciptakan taman kota, hutan kota, dan permukaan penyerapan air yang cukup luas; 4) menambah penghijauan di sekitar gedung (lahan parkir dihijaukan dengan rumput, menanam tanaman peneduh, menghijaukan dinding luar (kebun vertikal)), dan menggunakan konstruksi atap bertanaman. Penghijauan di lingkungan kota akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam kota karena manusia dapat hidup erat dengan alam (melihat tumbuhnya tanaman, burung, dan binatang lain, serta dapat mengerti fungsi ekosistem). Menurut Sasmita (2009), kota yang memiliki keteduhan dengan banyaknya pohon yang rindang dapat mengurangi secara tidak langsung lalu lintas kendaraan bermotor (karena penduduk lebih bersedia berjalan kaki, serta kurang berkehendak untuk keluar kota atau ke tempat hiburan). Di samping hal-hal tersebut, penghijauan di lingkungan kota meningkatkan produksi oksigen yang mendukung kehidupan sehat bagi manusia, mengurangi pencemaran udara, dan meningkatkan kualitas iklim mikro. Air hujan yang turun diserap oleh tanah, kemudian menguap kembali. Dengan demikian, tanaman ikut mengelola air hujan dan melindungi lereng terhadap tanah longsor.
12
2.7 Penerapan Teknik Sipil untuk Desain Ekoarsitektur Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan infrastruktur, tetapi juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia. Salah satu cabang dari ilmu teknik sipil yang diperlukan dalam merancang suatu kawasan ekoarsitektur adalah teknik sipil struktural, yaitu cabang yang mempelajari masalah struktural dari materi yang digunakan untuk pembangunan. Sebuah bentuk bangunan mungkin dibuat dari beberapa pilihan jenis material, seperti baja, beton, kayu, kaca, atau bahan lainnya. Setiap bahan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing. Ilmu bidang struktural mempelajari sifat-sifat material itu sehingga pada akhirnya dapat dipilih material mana yang cocok untuk jenis bangunan tersebut
Dalam bidang ini dipelajari
lebih mendalam hal yang berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan, jalan, jembatan, green roof, terowongan dari pembangunan pondasi, hingga bangunan siap digunakan. 2.8 Pemodelan Digital Piranti lunak (software) berfungsi sebagai alat bantu untuk keperluan gambar teknik agar suatu gambar lebih cepat dan mudah dikerjakan, lebih akurat, dan lebih baik kualitas gambarnya secara visual. Ada dua jenis gambar teknik yang umum digunakan, yaitu gambar dua dimensi (2D) yang berfungsi sebagai gambar kerja (panduan pelaksana) dengan piranti lunak AutoCad, PhotoShop, atau CorelDraw. Jenis yang kedua adalah gambar tiga dimensi (3D). Gambar jenis ini bersifat memiliki kedalaman ruang sehingga walaupun hanya dalam bentuk gambar pada bidang kertas, gambar tersebut memudahkan dalam visualisasi bentuk dan ruang dari berbagai arah, bahkan dari dalam ruangan (Thabrani, 2007). Piranti lunak dalam pemodelan 3D yang dapat digunakan adalah 3D Studio Max, SketchUp, Maya, Bryce, dan Piranesi. Pilihan bergantung pada kebutuhan dan keahlian pengguna software, tetapi yang umum dan popular digunakan dalam pemodelan tiga dimensi adalah piranti lunak 3D StudioMax. Kemampuan piranti lunak 3D StudioMax tidak hanya untuk keperluan pemodelan 3D, juga terdapat material, pencahayaan, serta membuat simulasi gerakan (animasi) sehingga model dapat dipresentasikan secara foto (Thabrani, 2007).
13
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kompleks Masjid Raya Bogor. Kawasan ini termasuk dalam
batas administrasi daerah Baranangsiang, Kecamatan Bogor
Timur, dan terletak di pusat Kota Bogor (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan sejak April 2009 hingga Maret 2011.
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 3.2 Batasan Studi Studi ini dibatasi sampai tahap perancangan lanskap Kompleks Masjid Raya Bogor. Tahap perancangan lanskap Kompleks Masjid Raya Bogor tersebut meliputi tata ruang, sirkulasi, fasilitas, utilitas, dan tata hijau, dengan penggambaran siteplan, perspektif 3D, potongan, gambar detil, dan tampilan akhir desain dalam program komputer.
14
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan yang terbagi menjadi beberapa tahapan berikut (gambar 3).
15
3.3.1 Persiapan Awal Persiapan awal ini meliputi studi pustaka, penetapan tujuan penelitian, penyusunan rencana kerja, kajian manfaat penelitian, pengumpulan informasi yang diperlukan untuk memulai penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3, dan penyusunan anggaran biaya. Siteplan yang didapatkan melalui pihak Masjid Raya Bogor dan Pemerintah Kota Bogor digunakan sebagai basemap awal, kemudian dilakukan validasi dengan survei lapang. Kompleks Masjid Raya Bogor merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan dengan konsep ekoarsitektur karena letaknya di pusat Kota Bogor dan merupakan pusat kegiatan keagamaan di Kota Bogor. Tabel 1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data Kondisi Kondisi Lanskap
Kondisi Bangunan
Jenis Data
Bentuk Data
Sumber Data
Iklim
Curah hujan, arah angin, suhu, dan kelembaban
BPS dan Statsiun Meteorologi
Hidrologi
Pola drainase dan pengendalian banjir
Bappeda dan Dinas Perairan
Land use
Pola penggunaan lahan
Observasi lapang, pustaka, dan wawancara
Elemen lanskap
Kualitas dan kuantitas elemen lanskap
Observasi lapang
Kualitas visual lanskap
Good view dan bad view
Observasi lapang
Struktur bangunan
Denah dan foto
Pemerintah Kota Bogor dan observasi lapang
Kualitas visual bangunan
Foto dan kesesuaian tema bangunan
Observasi lapang
3.3.2 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data. Data yang dikumpulkan pada tahap inventarisasi meliputi data primer dan sekunder. Data diperoleh melalui survei lapang, wawancara dengan pihak terkait, studi pustaka, penelusuran internet, serta permintaan data yang telah tersedia baik dari pemerintah Kota Bogor maupun dari pihak pengembang di lapangan (Tabel 1).
16
3.3.3 Analisis Sintesis Dalam tahapan ini, semua data yang sudah terkumpul dianalisis dan dicari sintesisnya. Analisis merupakan usaha untuk mengemukakan potensi dan kendala kawasan dalam hubungannya dengan usaha perancangan yang akan dilakukan, sedangkan sintesis adalah alternatif-alternatif dari solusi pada masalah yang ada dalam kawasan penelitian. Dari alternatif yang ada tersebut, dicarikan solusi yang terbaik dan paling tepat untuk diterapkan dalam kawasan penelitian. 3.3.4 Desain Tahap ini adalah tahap akhir dalam penelitian. Dari hasil sintesis, direncanakan konsep desain taman untuk mendukung ekoarsitektur yang meliputi konsep ekologi dan konsep arsitektur sebagai konsep dasar, serta konsep umum desain lanskap yang terdiri dari tata hijau, fasilitas dan utilitas, sirkulasi drainase. Produk hasil rancangan meliputi siteplan, detil konstruksi elemen, detil penanaman gambar potongan tampak, serta gambar perspektif tiga dimensi (3D). Tahapan proses dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi dan Analisis Bab ini memaparkan hasil pengumpulan data yang disertai dengan analisisnya. Data primer dan data sekunder diperoleh dengan cara survei lapangan, wawancara dengan instansi terkait, penelusuran internet, serta studi pustaka. Data yang terkumpul dibedakan menjadi beberapa subdata. Data yang telah diperoleh dianalisis. Analisis ini merupakan tahapan untuk mencari potensi dan kendala pada tapak yang berhubungan dengan tujuan penelitian,
yaitu
perancangan
Kompleks
Masjid
Raya
Bogor
berbasis
ekoarsitektur. Analisis yang dilakukan ini dipandang dari segi bidang Arsitektur dan Arsitektur Lanskap yang meliputi analisis tapak dan bangunan masjidnya untuk aktivitas beribadat dan rekreasi yang bernilai ekoarsitektur bagi lingkungan perkotaan. Lampiran 1 menyajikan peta inventarisasi Kawasan Masjid Raya Bogor. Hasil analisis atas potensi dan kendala tapak dilihat pada Lampiran 2. Detil inventarisasi dan analisis tapak disampaikan berikut ini. 4.1.1 Lokasi, Batas, dan Aksesibilitas Tapak Tapak penelitian adalah di Kompleks Masjid Raya Bogor, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur. Desain hanya dilakukan pada Kompleks Masjid Raya Bogor dan sebagian Jalan Pajajaran yang terkait dengan kawasan ini, dengan batas wilayah sebagai berikut: a. Jalan Sambu di sebelah utara; b. Markaz Islam Bogor di sebelah selatan; c. Jalan Riau dan kawasan permukiman di sebelah barat; d. Jalan Raya Pajajaran dan kawasan pertokoan di sebelah timur.
Tapak yang didesain tersebut berupa kawasan masjid yang meliputi bangunan masjid dan plaza, masing-masing sebagai zona inti dan zona pendukung.
Zona
inti
adalah
kawasan
perencanaan
yang
diutamakan
pengembangannya. Zona pendukung meliputi bangunan lembaga keislaman, jalur sirkulasi, tempat parkir, jalan raya, dan pedestrian. Aksesibilitas menuju Kompleks Masjid Raya Bogor tergolong mudah karena berada di pusat Kota Bogor yang strategis, dapat ditempuh dengan berbagai transportasi umum dan pribadi maupun dengan berjalan kaki.
18
Transportasi umum dapat berupa bus bertujuan di Terminal Baranangsiang, ojek, dan angkutan perkotaan (Angkot 09 dari Sukasari, Angkot 03 dari bubulak, Angkot 01 dari Ciawi, Angkot 06 dari Ciheuleut, dan Angkot 11 dari Pajajaran Indah), sedangkan transportasi pribadi dapat berupa mobil dan sepeda motor. Letak kawasan yang strategis dan aksesibilitas menuju kawasan yang mudah ini merupakan potensi karena besarnya jumlah pengunjung yang datang pada kawasan. Dengan demikian, peluang pengembangan kawasan sangat diperlukan untuk meningkatkan citra Kota Bogor mengingat banyaknya aktivitas warga dalam kota dan dari luar kota. 4.1.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan yang berada di Kompleks Masjid Raya Bogor sebagian besar merupakan perkerasan bangunan dan plaza serta sebagian kecil untuk lahan terbuka hijau (Gambar 4). Pemerintah Kota Bogor menetapkan kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor sebagai pusat pengembangan Islam di wilayah kota Bogor. Dalam rencana pengembangan luas Kompleks Masjid Raya Bogor adalah 8.165 m2. Dengan total luas tanah bangunan dan plaza 3.427 m2 (termasuk Markaz Islam Bogor), luas area untuk penghijauan 1908,18 m2 dan sisa luas tanah sebesar 2829,82 m2 akan dibuat perkerasan untuk tempat parkir dan jalur aspal. Dengan kata lain, sebesar 76,6 persen dari seluruh luas Kompleks Masjid Raya Bogor adalah perkerasan dan hanya ada 23,37 persen untuk lahan terbuka hijau. Tata guna lahan yang didominasi dengan perkerasan menyebabkan kawasan ini terasa panas pada siang hari dan berkesan masif. Daerah pendukung kawasan ini, antara lain, adalah jalan raya dan pedestrian di sebelah barat dan utara, tetapi penggunaannya tidak optimal karena sepanjang pedestrian pada kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor dipenuhi oleh pedagang kaki lima. Pedagang memanfaatkan pedestrian di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor dengan alasan lebih ramai pembeli.
19
20
4.1.3 Iklim Iklim merupakan faktor-faktor tidak tetap yang saling berhubungan yang meliputi suhu, radiasi matahari, curah hujan, serta kelembaban udara. Rancangan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi iklim yang sudah ada dengan mengambil aspek-aspek yang menguntungkan dan mengendalikan aspek-aspek yang merugikan. Kondisi iklim terutama iklim mikro turut menentukan tingkat kenyamanan bagi pengguna masjid. Oleh karena itu, pengendalian terhadap iklim mikro sangat penting. Iklim pada Kompleks Masjid Raya Bogor termasuk ke dalam iklim kota karena iklim alami sudah dipengaruhi oleh struktur bangunan dan aktivitas perkotaan. Kota Bogor terkenal dengan sebutan kota hujan. Hal tersebut menggambarkan kondisi iklim lokal Bogor secara keseluruhan. Kondisi iklim tersebut dapat dilihat secara numerik pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Iklim Kota Bogor pada Tahun 2008 Suhu Bulan
Hari Hujan
Kelembaban Nisbi (%)
Curah Hujan (mm)
Maksimum
Minimum
Januari
30,7
23,1
16
80,7
339
Februari
28,2
22,3
16
87
324
Maret
30,4
22,4
25
83,7
653
April
30,8
22,4
22
80,7
506
Mei
31,7
22,4
17
75,3
222
Juni
31,5
22,2
13
75,7
128
Juli
32,2
21,3
8
71
78
Agustus
31,4
21,9
13
77,7
151
September
32,3
22,2
15
71,3
474
Oktober
31,8
21,1
18
77
334
November
30,9
20,2
20
78
543
Desember
29,9
19,8
24
81
300
Jumlah
371,8
261,3
207
939
4052
31
21,8
17
78,3
337,7
Rata-rata
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga
21
Pada kolom curah hujan dapat terlihat bahwa curah hujan Kota Bogor ratarata pada bulan Maret tahun 2008 dapat mencapai 653 mm, sedangkan hari hujan selama tahun 2008 mencapai 207 hari. Dengan kata lain, lebih dari setengah tahun hujan turun. Hujan dapat menyebabkan struktur bangunan mudah mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas material bangunan sehingga diperlukan alat/upaya untuk mengantisipasi tingginya curah hujan agar tidak merusak struktur bangunan. Roof garden merupakan instrumen yang tepat untuk Kompleks Masjid Raya Bogor, mengingat sebagian besar lahannya berupa struktur bangunan beton. Roof garden berfungsi untuk nengendalikan kerusakan dan penurunan kualitas material akibat tingginya curah hujan agar struktur bangunan lebih awet sekaligus menambah nilai estetika dan mempertahankan kenyamanan termal. Iklim mikro di Kompleks Masjid Raya Bogor cenderung kurang nyaman pada siang hari karena kurangnya vegetasi dan struktur bangunan yang terlalu masif terutama pada bagian plaza masjid sehingga pada siang hari terik matahari langsung tidak terhalang. Oleh karena itu, suhu udaranya tinggi pada waktu-waktu tertentu yang berdampak pada minimnya aktivitas di daerah plaza. Posisi Kompleks Masjid Raya Bogor berada di antara lintasan matahari dan angin karena letak gedung yang berorientasi timur dan barat, serta tegak lurus terhadap arah angin yang dominan pada daerah tropis, yaitu angin yang bergerak dari tenggara ke timur laut pada musim kemarau dan dari timur laut ke tenggara pada musim hujan. Posisi yang demikian merupakan potensi yang baik untuk desain dengan konsep ekoarsitektur. 4.1.4 Kondisi Fisik dan Land Use Kawasan Masjid Raya Bogor Kondisi fisik yang diamati dan dianalisis untuk proses perancangan meliputi Kompleks Masjid Raya Bogor, yang terdiri dari bangunan masjid utama, plaza masjid, koridor masjid, kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor, taman masjid, tempat parkir, dan perkerasan pada halaman masjid. Selain Kompleks Masjid Raya Bogor, area pendukung, seperti pedestrian, jalan raya, dan Markaz Islam Bogor yang berhubungan dengan Masjid Raya Bogor menjadi area yang tidak dapat dipisahkan sebagai objek yang diamati dan dianalisis untuk proses perancangan.
22
4.1.4.1 Bangunan Masjid Utama Bangunan masjid utama terdiri dari ruang utama, pelataran berupa teras masjid, kantor Dewan Keluarga Masjid (DKM), dan pada lantai bawah dari bangunan masjid terdapat taman kanak-kanak (TK) Ibnu Hajar. Ruang utama masjid seluas 449,3 m2 digunakan sebagai ruang untuk salat, dan acara pengajian rutin sebagai pusat aktivitas keagamaan. Pelataran masjid merupakan ruang pendukung yang mengitari ruang utama masjid. Luas pelataran masjid adalah 657,7 m2. Fasilitas pada pelataran masjid adalah teras masjid yang digunakan pengguna (user) untuk istirahat dan sering digunakan sebagai tempat berbuka puasa pada hari Senin dan Kamis. Kegiatan buka puasa bersama juga rutin dilaksanakan setiap hari pada bulan Ramadhan. Pada pelataran masjid juga tersedia papan informasi kegiatan keislaman dan terdapat tempat penitipan barang. Kantor Dewan Keluarga Masjid (DKM) berada tepat di utara ruang utama masjid yang juga merupakan stasiun radio Wadah Dakwah Islam (WADI Fm) dengan luas 84,4 m2. Gaya arsitektur pada bangunan masjid pada saat ini mengadopsi bentuk arsitektur pagoda pada atapnya dengan bentuk limas segi empat yang bertingkat yang merupakan akulturasi bentuk arsitektur Hindu (gambar 5). Bentuk arsitektural masjid pada saat ini dinilai belum sesuai dengan kesatuan tema antara bangunan masjid, plaza, koridor masjid, dan kantor BAZ Kota Bogor yang bergaya arsitektur Islam.
Bangunan Masjid Raya Bogor Gambar 5 Bangunan Masjid Raya Bogor
23
4.1.4.2 Plaza Masjid Di sebelah selatan bangunan utama masjid terdapat plaza. Pada area plaza jarang terdapat aktivitas user di tengah plaza terutama pada siang hari, kegiatan user umumnya hanya berada di pinggir plaza pada sore hari antara pukul 15.30 dan pukul 18.00 WIB. Aktivitas terbanyak pada hari Jumat antara pukul 09.30 dan pukul 12.00 WIB karena banyaknya orang yang beristirahat sambil menunggu waktu salat Jumat. Pada daerah plaza tidak terdapat fasilitas drainase sehingga jika terjadi hujan terdapat genangan pada beberapa titik dan berakibat pada penurunan kualitas keramik pada plaza dengan ciri warna yang memudar selain akibat dari terik matahari langsung (Gambar 6). Plaza bergaya Islam dicirikan adanya motif dari keramik berbentuk bintang segi delapan di tengah-tengah plaza.
Gambar 6 Kondisi Area Plaza Masjid 4.1.4.3 Koridor Masjid Di sebelah barat plaza terdapat koridor masjid (Gambar 7) sepanjang 33,5 m dan lebar 3,4 m yang menghubungkan masjid dengan kantor BAZ Kota Bogor dan tempat wudhu di bawahnya. Aktivitas pengunjung pada area ini cukup tinggi karena di tempat ini pengunjung dapat mengakses pemandangan Gunung Salak, Umumnya, aktivitas yang dilakukan adalah duduk sambil menikmati Gunung Salak, bercengkrama, dan bersantai.
24
Gambar 7 Area Koridor Masjid Atap koridor menyatu dengan bangunan kantor BAZ dan bangunan masjid. Corak arsitektur Islam terlihat dari motif ukiran berupa barisan bintang persegi delapan pada atapnya dan jajaran pilar yang mencirikan bangunan bergaya Islam. 4.1.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor Kantor BAZ (Gambar 8) dengan luas 144 m2 dengan dua lantai berada di selatan koridor. Bangunan ini memiliki kesatuan desain yang serasi dengan koridor dan plaza dengan konsep bangunan bergaya Islam, yang dicirikan oleh menara adzan, desain jajaran pilar-pilar pada dindingnya, lengkungan setengah lingkaran sebagai fentilasinya, serta adanya kubah kecil di ujung menara yang memperkuat karakter dari bangunan Islam. Gedung ini berfungsi sebagai pusat administrasi zakat di Kota Bogor.
Gambar 8 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor
25
4.1.4.5 Area Ground floor Tepat di bawah kantor BAZ terdapat tempat wudhu yang berhubungan langsung dengan tempat parkir sepeda motor dan mobil. Tempat parkir berada tepat di barat tempat wudhu dan tepat di bawah plaza yang berfungsi juga sebagai atap tempat parkir seluas 760 m2. Tempat parkir ini hanya mampu menampung 13 unit mobil dan 60 unit sepeda motor. Fasilitas tempat parkir di area ground floor masih belum mampu menampung jumlah mobil terutama pada hari Jumat. Tempat wudhu dan tempat parkir termasuk dalam area ground floor (Gambar 9).
Tempat Whudu Masjid Raya
Tempat Parkir Kendaraan
Gambar 9 Area Ground floor 4.1.4.6 Taman dan Taman Kanak-kanak (TK Ibnu Hajar) Di dalam Kompeks Masjid Raya Bogor terdapat taman, tepatnya di utara masjid (Gambar 10). Kondisi taman kurang teratur dan tidak tepat guna mengingat fasilitas yang ada kurang mampu mengakomodasi pengunjung. Kondisi taman pada malam hari sangat gelap karena minimnya penerangan yang disediakan. Fasilitas yang tersedia di area taman adalah children playground yang biasa digunakan sebagai tempat bermain murid taman kanak-kanak yang berlokasi di bawah bangunan masjid.
26
Taman Masjid
TK Ibnu Hajar
Halaman TK Ibnu Hajar
Children Playground
Gambar 10 Area di Utara Bangunan Masjid 4.1.4.7 Welcome Area Di bagian timur taman terdapat toilet umum dan berbatasan langsung dengan pagar masjid dan pedestrian (Gambar 11). Toilet umum tersebut tidak tepat guna karena posisinya di depan masjid. Terdapat perkerasan di antara bagian selatan kamar mandi umum dan bagian barat bangunan masjid. Perkerasan ini dibuat dengan bahan paving block dan merupakan bekas tempat parkir sebelum dibangun tempat parkir pada ground floor (Gambar 11). Kondisinya masih cukup baik, tetapi cukup gelap pada malam hari karena kurangnya penerangan.
Toilet
Perkerasan
Gambar 11 Area di Sebelah Timur Bangunan Masjid
27
Pintu masuk utama terdapat di sebelah timur, berhubungan langsung dengan Jalan Raya Pajajaran dan pedestrian dengan gapura sebagai gerbang dan terdapat pos keamanan di sebelah utara gapura (Gambar 12). Kondisi gapura masih cukup baik sehingga perlu dipertahankan, tetapi pos keamanan yang merangkap kios dinilai tidak tepat guna penempatannya.
Gapura Masjid
Pos Keamanan
Gambar 12 Area Pintu Masuk Utama 4.1.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung Selain kompleks masjid,
kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya
Bogor juga didukung oleh infrastruktur dan fasilitas pendukung, seperti pedestrian dan jalan raya di sekitarnya. Fasilitas pendukung tidak dapat dipisahkan dengan Kompleks Masjid Raya Bogor karena kualitas desain dan fisiknya akan berpengaruh pada kualitas desain Kompleks Masjid Raya itu sendiri. 4.1.4.8.1 Pedestrian Di sebelah timur plaza terdapat pedestrian dengan lebar 2,5 m2 yang menggunakan material paving block, kondisi paving block pada pedestrian banyak yang rusak terutama di bagian selatan masjid (Gambar 13). Hal ini disebabkan oleh permukaan pedestrian yang tidak memiliki daerah resapan air sehingga genangan air mampu merusak lapisan permukaan paving dalam jangka waktu yang lama. Selain kondisi fisiknya yang kurang baik, sepanjang pedestrian dipenuhi oleh pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan secara bergantian siang dan malam (Gambar 13). Kebanyakan pedagang kaki lima berupa tenda warung makan dan
28
gerobak kios yang menjajakan makanan ringan, permen, dan rokok. Kegiatan pedagang kaki lima ini menyebabkan penyempitan pedestrian karena hanya menyisakan sedikit ruang untuk pejalan kaki. Aktivitas manusia yang menggunakan pedestrian cukup tinggi antara pukul 06.00 dan pukul 22.00 WIB.
Paving Pedestrian yang Rusak
Penyempitan Pedestrian oleh PKL
Gambar 13 Kondisi Pedestrian 4.1.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran Jalan Raya Pajajaran (Gambar 14) merupakan jalan nasional dengan fungsi jalan sebagai jalan arteri sekunder yang terhubung dari Warung Jambu sampai dengan daerah Sukasari. Jalan Raya Pajajaran merupakan bagian penting pada kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor dan merupakan akses utama menuju Kompleks Masjid Raya Bogor. Jalan Raya Pajajaran memiliki lebar 14 m, masing-masing 6 m pada kedua ruas jalan dan sekat pembatas berupa lahan terbuka hijau selebar 2 m. Kondisi pencahayaan pada malam hari di sepanjang jalan ini dinilai masih rendah akibat terdapat banyak lampu jalan yang tidak berfungsi karena rusak dan tertutupi oleh kanopi pohon. Aktivitas kendaraan bermotor di jalan raya ini sangat ramai mulai pukul 05.00 pagi sampai dengan pukul 22.00 WIB. Aktivitas akan meningkat pada akhir pekan dan hari libur.
29
Gambar 14 Kondisi Jalan Raya Pajajaran 4.1.4.8.3 Markaz Islam Bogor Di bagian ujung selatan Masjid Raya Bogor terdapat Markaz Islam Bogor (Gambar 15) yang merupakan Pusat Pengembangan Islam Kota Bogor (PPIB). Tempat ini digunakan sebagai tempat seminar ataupun diskusi Islam dan juga dapat disewa sebagai tempat resepsi pernikahan pada lantai atas, sebutan gedung ini sebelum bernama Markaz Islam Bogor adalah gedung PPIB, sedangkan pada lantai dasar digunakan sebagai kantor. Kondisi fisik pada bagian belakang dan samping Markaz Islam Bogor terasa kurang terawat dan kurang tertata rapi sehingga diperlukan penataan lanskapnya.
Gedung Markaz Islam Bogor
Sisi utara Markaz Islam Bogor
Gambar 15 Kondisi Markaz Islam Bogor 4.1.5 Kualitas Lingkungan Kualitas lingkungan di seluruh kawasan Masjid Raya Bogor perlu dianalisis untuk menjadi pertimbangan teknis dalam perancangan terutama dalam usaha peningkatan kenyamanan, keamanan, dan kualitas estetika bagi pengunjung.
30
Kualitas lingkungan ini dibagi menjadi lima aspek, yaitu kualitas visual, kualitas udara, kualitas suara, kualitas keamanan, kualitas penerangan, dan kualitas iklim mikro. 4.1.5.1 Kualitas Visual Secara umum kualitas visual dapat dikategorikan menjadi kualitas visual yang baik (good view) dan kualitas visual yang buruk (bad view). Di daerah sekitar Masjid Raya Bogor terdapat lokasi dengan view yang baik, tetapi banyak juga ditemukan kualitas visual yang buruk yang disebabkan oleh penyalahgunaan lahan dan penempatan infrastruktur yang tidak tepat guna. Kualitas visual yang baik dapat dilihat dari koridor masjid ke arah barat, yang memungkinkan pengunjung dapat mengakses view Gunung Salak (Gambar 16). Meskipun demikian jika pengunjung mengarahkan pandangannya ke bagian barat, kualitas visual yang berupa atap rumah di sebelah batas halaman belakang masjid ini tergolong jelek.
Gambar 16 View Gunung Salak Sebagian besar penyalahgunaan lahan berakibat pada kualitas visual yang buruk (bad view) di bagian timur dan utara (Gambar 17). Penyalahgunaan lahan oleh pedagang kaki lima yang berjualan di atas pedestrian sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor berakibat pada terganggunya kualitas visual masjid dan menutupi lanskap kompleks masjid sehingga kurang jelas terlihat dari jalan raya. Selain itu, buruknya kualitas visual pada bagian timur dan utara masjid diperparah
31
juga oleh sampah yang kerap berserakan dan saluran drainase terbuka yang kotor akibat aktivitas pedagang kaki lima, serta adanya tempat penitipan gerobak.
View Sebelah Timur Masjid
View Sebelah Utara Masjid
Gambar 17 Bad View Akibat Pedagang Kaki Lima
Toilet Umum
Penitipan Gerobak
Gambar 18 Bad View Akibat Penempatan Fasilitas yang Tidak Tepat Selain penyalahgunaan lahan, penempatan fasilitas yang tidak tepat juga berakibat pada rendahnya kualitas visual pada tapak (Gambar 18). Penempatan toilet umum di depan halaman masjid menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas visual. Gambar 19 menyajikan posisi kualitas visual yang baik dan yang buruk di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor.
32
33
4.1.5.2 Kualitas Udara Aspek kualitas lingkungan yang lain berupa kualitas udara. Kualitas udara pada Kompleks Masjid Raya Bogor tidak terlalu baik. Hal ini disebabkan oleh tingginya polusi kendaraan bermotor di jalan raya, terutama dari arah timur masjid, sedangkan kualitas udara di bagian utara masjid cukup baik karena adanya taman yang dipenuhi vegetasi. 4.1.5.3 Kualitas Suara Aspek berikutnya adalah kualitas suara pada Kompleks Masjid Raya Bogor. Di beberapa lokasi terutama lokasi yang padat kendaraan, kualitas suaranya sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya bising dari mesin kendaraan dan suara klakson mobil yang hampir terdengar setiap saat. Sumber kebisingan berupa bunyi kalkson berasal dari sebelah timur kompleks masjid, terutama di persimpangan jalan Pajajaran dan jalan Sambu karena sering terjadi kemacetan angkot yang transit. Kualitas suara yang baik dapat dinikmati di bagian barat masjid sekitar koridor dan bagian utara masjid karena adanya vegetasi tempat tinggal satwa, seperti burung gereja dan beberapa jenis serangga. Selain vegetasi atap masjid juga menjadi sarang bagi burung gereja. Kualitas suara yang baik adalah potensi pada tapak yang perlu dipertahankan, dan ditingkatkan. 4.1.5.4 Kualitas Keamanan Keamanan di lingkungan kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor memiliki kualitas yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh pedagang kaki lima yang sukar dikontrol di sepanjang pedestrian yang menyebabkan penyempitan jalan bagi pejalan kaki. Di samping itu, di samping pedestrian terdapat saluran drainase terbuka yang dapat membahayakan terutama pada malam hari karena kurangnya pencahayaan. Tidak adanya jembatan penyeberangan dengan lalu lintas yang padat juga dinilai dapat membahayakan pejalan kaki yang menyeberang di sekitar kawasan Kompleks Masjid Raya Bogor. Bahkan, kerusakan pada lantai pedestrian pun berpotensi membahayakan pejalan kaki di atasnya, terutama di malam hari.
34
4.1.5.4 Kualitas Penerangan Kualitas penerangan berhubungan langsung dengan kualitas visual dan kualitas keamanan pada malam hari. Berdasarkan Gambar 20 dapat dilihat bahwa secara umum kualitas penerangan pada Kompleks Masjid Raya Bogor masih rendah karena fasilitas penerangan di dalam kompleks masjid dirasa sangat kurang secara keseluruhan, terutama di area taman masjid, bagian timur masjid, dan bagian belakang gedung Markaz Islam Bogor.
Plaza Masjid
Gedung BAZ
Taman Masjid
Gambar 20 Kondisi Penerangan di Dalam Kompleks Masjid Selain kualitas penerangan di dalam kompleks masjid yang rendah, penerangan di luar kompleks masjid (Gambar 21) juga dinilai masih rendah karena banyaknya lampu jalan di sepanjang Jalan Pajajaran yang tidak berfungsi dan tertutupi oleh kanopi pohon. Selain itu, di sepanjang pedestrian juga tidak terdapat fasilitas penerangan. Penerangan hanya berasal dari lampu kendaraan dan lampu yang disediakan oleh pedagang kaki lima.
35
Jalan Raya Pajajaran
Pedestrian
Gambar 21 Kualitas Penerangan Malam di Kawasan Sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor 4.1.5.5 Kualitas Iklim Mikro Aspek kualitas lingkungan yang lain adalah kualitas iklim mikro. Iklim mikro di Kompleks Masjid Raya Bogor berkaitan dengan kenyamanan bagi pengunjung dalam melakukan aktivitas. Keadaan hawa dan cuaca yang dingin dapat mengakibatkan manusia kedinginan, bahkan sakit. Sebaliknya, iklim yang panas juga mengakibatkan gangguan keseimbangan termal dalam tubuh manusia. Beberapa lokasi pada tapak memiliki kualitas kenyamanan yang rendah karena kurangnya vegetasi, terutama vegetasi pohon peneduh. Kualitas lingkungan pada tapak dapat menjadi potensi sekaligus kendala pada tapak. Kondisi lingkungan yang baik dapat menjadi potensi yang dapat memberikan kenyamanan, keamanan, dan rasa keindahan pada pengunjung. Kondisi lingkungan tapak yang buruk dapat mengurangi tiga komponen tersebut. Sebagai akibatnya, aktivitas pengunjung menjadi terganggu sehingga perlu dicari solusinya. Kualitas iklim mikro yang buruk terdapat di sekitar plaza karena sama sekali tidak terdapat vegetasi dan tidak ternaungi sehingga terik matahari langsung terasa pada siang hari. Meskipun demikian, kualitas iklim mikro yang baik dapat dirasakan di seputar taman di sebelah utara masjid. Hal ini terjadi karena adanya tanaman peneduh vegetasi lainnya sehingga udara di tempat ini terasa cukup sejuk.
36
4.1.6 Tata Hijau Tata hijau (Gambar 22) pada Kompleks Masjid Raya Bogor masih dirasa kurang karena sebagian besar lanskapnya berupa perkerasan, lahan terbuka hijau yang tersedia hanya 23,37 persen dan terpusat di utara masjid. Usaha pemeliharaan tata hijau pada kawasan ini juga kurang karena penataannya tidak teratur.
37
Penataan tata hijau pada jalan raya di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor sudah cukup baik, terutama yang terletak di tengah jalan Pajajaran yang menjadi pemisah kedua ruas jalur. Namun, jarak tanam pohon masih belum teratur dan konsisten. Rata-rata pohon besar ditanam dengan jarak tanam 5 m, ini dinilai terlalu rapat karena kanopi pohon menutupi lampu jalan yang berakibat terganggunya penerangan malam hari. Jenis tanaman yang ditanam di Kompleks Masjid Raya Bogor adalah beringin (Ficus benyamina), pinus (Pinus mercusii), kayu manis (Cinamomun iners), jambu laut (Eugenia grandis), salam (Eugenia polyantha), kubis pohon (Andira
inermis),
mahoni
(Sweitenia
mahagoni),
teh-tehan
(Acalypha
macrophylla), palem ekor tupai (Arundinaria pumila), jakaranda (Jacaranda acutifolia), tanjung (Mimusops elengi), dan kersen (Prunus cerasus). Jenis pohon yang ditanam di sekitar jalan raya adalah gamal (Gliricidia sepium), kubis pohon (Andira inermis), dan angsana (Pterocarpus indicus). 4.1.7 Karakter Arsitektur Karakter bangunan Islam pada Kompleks Masjid Raya Bogor baru terlihat pada bagian plaza, koridor, dan gedung BAZ Kota Bogor, tetapi masih belum terlihat secara utuh dari bangunan masjidnya sendiri. Namun, pemerintah Kota Bogor berencana untuk merenovasi bangunan masjid sesuai dengan karakter arsitektur Islam. Kompleks Masjid Raya Bogor merupakan kawasan yang perlu memunculkan karakter Islam karena nilai ruangnya sebagai pusat kegiatan keislaman di Kota Bogor. Karakter Islam ini dapat dimunculkan dengan mencari karakter khusus pada bangunan Islam. Karakter
bangunan
Islam
menonjolkan
facade
bangunan
yang
mewah`dengan menggunakan pilar-pilar, bukaan arch, dan atap berbentuk dome. Facade bangunan Islam banyak didekorasi dengan berbagai macam pola geometris sebagai simbol keseimbangan, unity, serta tauhid. Dekorasi juga dapat berupa kaligrafi tulisan Arab yang merupakan modifikasi tulisan Allah, Nabi Muhammad Saw, ataupun ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, terdapat karakter kuat pada bangunan dan lanskap pada arsitektur Islam, yaitu penggunaan pola geometris dan atap berupa dome.
38
4.1.8 Data Sosial Data sosial diperlukan untuk mengetahui permintaan (demand), keinginan, aktivitas, dan persep+si pengunjung agar sesuai dengan usaha perancangan dan penyediaan suplai elemen lanskap dan bangunan. Selain itu, juga bermanfaat untuk mengetahui dan menentukan jenis dan elemen lanskap yang diperlukan untuk mengakomodasi keperluan pengunjung. Data sosial pengunjung yang diperlukan, antara lain, mengenai aktivitas pengunjung, jenis penggunaan tapak, serta karakteristik dan intensitas pengunjung. Berdasarkan survei yang dilakukan, aktivitas pengunjung di Kompleks Masjid Raya Bogor ramai pada sore hari mulai pukul 15.30 (waktu Ashar) dan terus meningkat sampai pukul 18.30 WIB (waktu Maghrib). Intensitas terbanyak pengunjung terjadi pada waktu salat Maghrib karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Intensitas pengunjung paling ramai terjadi pada hari Jumat mulai pukul 09.00 pagi sampai dengan pukul 12.30 WIB. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengunjung yang menunggu waktu salat Jumat dan adanya aktivitas pasar kaget sejak pagi hari sampai dengan selesainya salat Jumat. Meskipun demikian, di luar jam yang telah disebutkan, aktivitas pengunjung selalu ada setiap saat mulai dari waktu subuh sampai dengan malam hari pukul 22.00 WIB. Pengunjung berasal dari berbagai golongan umur dan kalangan mulai dari anakanak, siswa SMP, SMA, mahasiswa, pekerja, warga sekitar, pengunjung dari luar kota, pegawai negeri sipil (PNS), dan pedagang. Kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan selalu diadakan oleh Dewan Keluarga Masjid (DKM) yang mampu menarik pengunjung, antara lain pengajian yang dilakukan setiap sore mulai pukul 17.00 WIB sampai datangnya waktu salat Maghrib; buka puasa bersama yang rutin dilakukan setiap hari Senin dan Kamis, serta sebulan penuh pada bulan Ramadhan; kegiatan tabligh akbar pada peringatan hari besar Islam. Selain kegiatan keagamaan, di Kompleks Masjid Raya Bogor juga sering diadakan acara sosial yang menarik banyak pengunjung seperti bazar, pemeriksaan kesehatan gratis, dan pembagian sembako gratis. Zona inti Masjid Raya Bogor adalah bangunan masjid yang digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam sehingga aktivitas dan tujuan utama pengunjung adalah untuk beribadah terutama ibadah salat. Akan tetapi, di luar
39
waktu salat bangunan masjid digunakan untuk aktivitas dakwah, seperti pengajian dan kegiatan keagamaan lain, yang disiarkan langsung melalui stasiun Wadi Fm. Selain di dalam masjid, aktivitas pengunjung juga terlihat di pelataran masjid yang digunakan untuk beristirahat sambil duduk dan ada juga yang sambil berbaring. Aktivitas terbanyak selain di dalam masjid juga terlihat di sepanjang koridor masjid, yaitu bersosialisasi atau sekedar menikmati view Gunung Salak. Aktivitas pengunjung sangat minim di daerah pelataran plaza karena tempat ini tidak memiliki fasilitas yang dapat mengakomodasi kegiatan pengunjung. Perkerasan yang masif di pelataran plaza menimbulkan rasa kepanasan bagi penggunanya, khususnya bagi jamaah jumat yang tidak mendapatkan tempat di dalam masjid. Aktivitas hanya terlihat di pinggir plaza pada sore hari, yaitu kegiatan duduk-duduk saja dan sesekali ada juga yang berjalan melewati plaza. Dengan demikian, diperlukan adanya fasilitas yang mampu mengakomodasi kegiatan pengunjung. Pada area taman masjid hanya ada aktivitas dari murid TK Ibnu Hajar di daerah halaman TK dan children playgroud. Aktivitas tersebut hanya pada waktu jam sekolah sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB, sedangkan di luar waktu jam sekolah fasilitas taman tidak digunakan pengunjung, kecuali hanya digunakan sebagai jalur memotong menuju permukiman oleh masyarakat setempat dengan berjalan kaki. Aktivitas di luar kompleks masjid, antara lain, di Jalan Raya Pajajaran, hanya berupa lalu lintas kendaraan bermotor dan kegiatan orang menyeberang jalan melalui zebra cross. Akan tetapi, aktivitas melalui zebra cross dinilai masih belum efektif karena volume kendaraan yang tinggi dapat membahayakan bagi penyeberang jalan. Kondisi sirkulasi kendaraan dan manusia dapat dilihat pada Gambar 23. Aktivitas di sepanjang jalur pedestrian didominasi oleh aktivitas pedagang kaki lima. Aktivitas pedagang kaki lima ini dinilai sangat mengganggu pejalan kaki karena sebagian besar jalur ini digunakan untuk berjualan dan hanya menyisakan sedikit ruang bagi pejalan kaki. Aktivitas pedagang kaki lima akan meningkat pada hari Jumat dengan adanya pasar kaget pada pukul 09.00 sampai pukul 12.00 WIB.
40
41
4.2 Sintesis Sintesis adalah salah satu tahapan dalam perancangan. Pada tahapan ini dilakukan
pencarian
alternatif-alternatif
dari
solusi
permasalahan
atau
pemanfaatan potensi yang telah dikemukakan pada tahap inventarisasi dan analisis tapak. Alternatif solusi tersebut dipilih yang paling sesuai untuk diterapkan berdasarkan pertimbangan semua data tapak yang ada sehingga, rencana pengembangan kawasan dan penerapan teknologi terbaik dapat dilaksanakan. Secara ringkas, hasil sintesis yang diuraikan berikut ini disajikan dalam Lampiran 2. Penyajiannya sesuai dengan butir-butir analisis dari setiap objek pada tapak yang dipelajari. 4.2.1 Aksesibilitas Tapak Aksesibilitas menuju kawasan yang mudah dan strategis merupakan potensi besarnya jumlah pengunjung yang datang di Kompleks Masjid Raya Bogor. Oleh sebab itu, perancangan Kompleks Masjid Raya Bogor ini perlu mempertimbangkan jumlah dan intensitas pengunjung, serta fasilitas yang diperlukan untuk mengakomodasi keperluan pengunjung. Hal ini diperlukan untuk memaksimalkan fungsi dari fasilitas yang telah tersedia dan menghindari penyalahgunaan ruang. 4.2.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan di Kompleks Masjid Raya Bogor berbeda-beda. Sebagian besar merupakan perkerasan berupa struktur bangunan dan hanya sebagian kecil berupa lahan terbuka hijau. Tata guna lahan yang didominasi oleh perkerasan menyebabkan kawasan ini terasa panas pada siang hari dan berkesan masif. Untuk mengatasi kondisi tersebut diperlukan suatu bentuk rancangan yang dapat memperlunak kemasifan dari struktur bangunan dan bersinergi dengan konsep arsitektur Islam. Penempatan roof garden merupakan instrumen yang tepat dan efektif untuk memperlunak suasana yang masif pada struktur bangunan karena menambah lahan hijau pada Kompleks Masjid Raya Bogor tanpa harus memperluas wilayah untuk lahan terbuka hijau.
42
4.2.3 Iklim Iklim di Kompleks Masjid Raya Bogor termasuk dalam iklim tropis yang memiliki suhu, curah hujan, dan kelembaban yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan perlunya pertimbangan terhadap pemilihan bahan elemen lanskap dan material dalam proses perancangan agar dapat mendukung kenyamanan dan keamanan pengunjung dalam beraktivitas. Elemen lanskap ini terdiri dari elemen soft material dan hard material. Pemilihan bahan elemen tersebut dapat ditentukan dari warna, tekstur, bobot material, dan daya tahannya dari elemen hard material serta bentuk morfologi, fungsi, bobot, dan bentuk arsitektural dari soft material. Kendala yang disebabkan oleh komponen iklim pada tapak berasal dari komponen curah hujan yang tinggi di Kota Bogor dan kelembaban yang tinggi di daerah tropis pada umumnya. Hal ini dapat mempercepat penurunan kualitas material bangunan, tetapi dapat diatasi dengan pembuatan saluran drainase yang baik, penggunaan paving dengan daya infiltrasi yang tinggi, serta pemilihan vegetasi yang mampu menahan curah hujan, antara lain, tanaman berkanopi yang dapat mengurangi air hujan yang jatuh sebanyak 20 persen, yaitu tanaman conifer. Dalam mengatasi tingginya curah hujan, selain pemilihan elemen yang yang tepat, juga diperlukan penerapan teknologi yang tepat guna demi terciptanya kualitas tapak yang estetis dan fungsional. Komponen iklim mikro yang menjadi kendala lainnya adalah suhu udara. Secara umum tapak memiliki suhu udara yang tidak terlalu panas. Berdasarkan pengamatan suhu udara rata rata pada tapak adalah 25,30 pada siang hari dan 23,80 pada malam hari, suhu udara akan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya ruang terbuka hijau akibat pembangunan. Suhu udara yang tinggi terjadi pada bulan-bulan tertentu saja. Namun, tetap diperlukan penanganan terhadap tingginya temperatur terutama pada area plaza masjid, agar kenyaman pengunjung tetap terjamin. Usaha untuk mengendalikan suhu , antara lain, dengan menempatkan vegetasi peneduh dengan kriteria vegetasi bertajuk lebar, pemilihan bahan dan warna yang mampu menyerap
panas,
serta
metode
pemasangan
memperhatikan sistem drainase dan aerasi.
struktur
perkerasan
harus
43
Potensi iklim yang harus dimaksimalkan pada tapak adalah potensi pergerakan angin. Standar kenyamanan ruang luar, misalnya pada tempat dudukduduk, kecepatan angin tidak lebih dari 14 km/jam. Keadaan ideal bagi kenyamanan manusia adalah udara yang tidak terperangkap dan tidak berupa angin kencang. Kondisi angin sepoi-sepoi yang nyaman berkisar antara 1,0-6 km/jam. Kecepatan angin rata-rata di daerah Baranangsiang adalah 2,2 knot dan masih termasuk kondisi sepoi-sepoi. Posisi bangunan masjid tegak lurus terhadap arah pergerakan angin dan lintasan matahari merupakan keuntungan bagi pencahayaan siang hari dan aliran udara yang baik. Pengaruh angin dan lintasan matahari terhadap bangunan dapat dimanfaatkan dengan gedung yang dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup diantara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Udara yang bergerak menghasilkan penyegaran terbaik karena dengan penyegaran tersebut terjadi proses penguapan yang menurunkan suhu pada kulit manusia. Dengan demikian, angin juga dapat digunakan untuk mengatur udara di dalam ruangan. 4.2.4 Kondisi Fisik dan Land Use Kawasan Masjid Raya Bogor Kompleks Masjid Raya Bogor berlokasi di kawasan yang cukup padat kendaraan dan lalu lalang orang. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dalam kegiatan beribadah. Selain sebagai tempat beribadah, kawasan ini digunakan sebagai pusat kegiatan keislaman dan tempat transit untuk beristirahat. Pemerintah Kota Bogor menetapkan kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor sebagai pusat kegiatan keislaman di Kota Bogor. Hal ini perlu ditunjang oleh desain fasilitas dan karakter bangunan yang mendukung identitas tapak (identity by design) pada kawasan ini sebagai pusat kegiatan keislaman di Kota Bogor. 4.2.4.1 Bangunan Masjid Utama Bangunan masjid utama merupakan zona inti pada kawasan ini. Bangunan ini perlu direnovasi karena pada beberapa tempat sudah mengalami penurunan kualitas material bangunan dan juga kerusakan, sebagai contoh, pilar pada masjid sebelah timur banyak yang retak, yang pada beberapa tempat kerusakannya cukup parah. Selain itu, bagian langit-langit masjid kualitasnya sudah kurang baik.
44
Kerusakan dan penurunan kualitas bangunan berakibat pada penurunan nilai estetika dan tingkat keamanan pengunjung. Penempatan kubah pada atap masjid dapat dijadikan ciri arsitektur Islam dan sebagai identitas bangunan masjid. Pemerintah Kota Bogor telah merencanakan renovasi bangunan Masjid Raya Bogor untuk periode mendatang dan menunjuk PT Wastu Graha Kencana sebagai konsultan pelaksananya. Dalam rencana desain yang telah dibuat, luas area bangunan untuk masjid tidak berubah, yaitu seluas 1383 m2, dibuat dengan dua lantai, dan beratap beton. Pada bagian atap beton terdapat ruang seluas 332,67 m2 pada atap lantai satu dan ruang seluas 590,74 m2 pada atap lantai dua yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk roof garden untuk menambah fungsi ekologi dan estetika dari bangunan dengan mempertimbangkan beban struktural dan pemilihan tanaman yang tepat. 4.2.4.2 Plaza Masjid Konstruksi pada plaza dinilai belum optimal, hal ini terlihat dengan adanya genangan air hujan pada beberapa titik plaza sesaat setelah hujan karena air tidak langsung hilang, hal sebagai indikasi sistem drainase yang kurang maksimal yang menyangkut kemiringan dan saluran drainase pada plaza. Selain permasalahan sistem drainase, pengendalian suhu pada plaza juga dirasakan cukup diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung dan mempertahankan keawetan material keramik pada plaza, mengingat kondisi plaza yang terbuka dengan menerima radiasi panas matahari langsung terutama pada musim kemarau. Di sekitar plaza pada Kompleks Masjid Raya Bogor perlu ditambah dengan elemen soft material berupa vegetasi peneduh untuk melunakan kesan masif dan monoton, selain itu berfungsi untuk mengurangi radiasi panas matahari yang mampu meningkatkan kenyamanan pengunjung dan menhindari kerusakan material keramik akibat panas matahari. Rusaknya material keramik akibat radiasi panas matahari bisa berdampak pada penurunan kualitas warna keramik, dan mampu menyebabkan keramik retak atau pecah dalam jangka waktu tertentu hal ini diakibatkan panas matahari membuat partikel keramik memuai, sehingga saling menekan satu sama lainnya, oleh karena itu pada konstruksi plaza diperlukan ruang untuk memfasilitasi pemuain partikel keramik.
45
4.2.4.3 Koridor Masjid Atap pada bagian koridor masjid seluas 154,6 m2 dapat dimanfaatkan sebagai atap bertanaman untuk menambah kualitas visual dan fungsi ekologi. Ditinjau dari segi arsitekturnya, bagian koridor sudah sesuai dengan konsep arsitektur Islam dengan ciri penggunaan pilar dan corak motif atap yang geometris sehingga perlu dipertahankan. 4.2.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor Atap pada gedung BAZ seluas 143 m2 yang berupa atap beton datar dapat dimanfaatkan sebagai roof garden untuk fungsi ekoarsitektur dan menambah fungsi estetika dengan menggunakan tanaman semak berbunga. Bangunan ini sudah sesuai dengan konsep arsitektur Islam karena menggunakan pilar, corak motif atap yang geometris, dan bentuk bangunannya yang menyerupai menara adzan dimana terdapat kubah di atasnya. Gedung BAZ memperkuat identitas kawasan Islami sehingga perlu untuk dipertahankan. 4.2.4.5 Area Ground floor Penempatan tempat wudhu dan kamar kecil pada area ini dinilai sudah tepat karena lokasinya tertutup dan cukup luas sehingga tidak menyebabkan antrian orang untuk berwudhu. Luas area pada tempat parkir dirasa masih kurang besar karena hanya mampu menampung paling banyak 13 unit mobil sehingga tidak mampu mengakomodasi kebutuhan parkir kendaraan pada hari Jumat sebab pada hari Jumat terjadi lonjakan pengunjung yang ingin melaksanakan solat Jumat. Solusinya harus ada penambahan area parkir pada kawasan masjid dan penambahan jalur untuk memisahkan jalur masuk dan keluar kendaraan. 4.2.4.6 Taman dan Taman Kanak-Kanak (TK Ibnu Hajar) Dalam rencana pengembangan Kompleks Masjid Raya Bogor oleh Pemerintah Kota Bogor, penempatan taman di belakang masjid akan dihilangkan menjadi jalur sirkulasi kendaraan keluar tapak. Dengan adanya jalur sirkulasi berupa perkerasan, di kawasan masjid diperlukan fasilitas pengganti taman sebagai area rekreasi dan penyedia vegetasi untuk menyamankan iklim mikro pada Kompleks Masjid Raya Bogor.
46
Pada dasarnya penempatan taman di belakang masjid memang dirasa kurang tepat karena posisisnya yang tersembunyi sehingga kualitas keamanan taman juga rendah. Solusi untuk relokasi taman yang terbaik adalah menempatkannya di depan masjid yang strategis sebagai area rekreasi. Dalam hal ini area plaza merupakan lokasi yang tepat digunakan sebagai taman. TK Ibnu Hajar yang berada di bawah mesjid sebaiknya direlokasi di tempat lain yang lebih terbuka. Hal ini disebabkan pada lokasi yang ada saat ini, bangunan TK tersebut terdapat di bawah bangunan masjid, cukup lembab, dan kurang fentilasi udara sehingga dinilai kurang baik bagi kenyamanan dan kesehatan. Namun, dengan kondisi vegetasi yang tumbuh pada saat ini, jika lahannya tidak terpakai untuk jalan keluar kendaraan dari tempat parkir bawah tanah, taman bermain TK Ibnu Hajar dapat didesain berisikan jenis-jenis permainan asli Indonesia. Oleh karena itu, konsep taman bermain tempat ini dapat dibangun di lahan relokasi. 4.2.4.7 Welcome Area Selain relokasi taman masjid dalam rencana pengembangan Kompleks Masjid Raya Bogor oleh Pemerintah Kota Bogor juga akan memperbaiki zonasi tapak yang ada saat ini, yaitu akan menghilangkan fasilitas toilet umum pada area welcome area menjadi tempat parkir mengingat masih kurangnya fasilitas untuk tempat parkir saat ini. Kebijakan untuk menghilangkan toilet umum pada zona welcome area dinilai sudah tepat karena penempatan toilet umum pada lokasi ini menyebabkan penurunan kualitas visual tapak dan nilai kepantasan. Dengan adanya fasilitas tempat parkir di masa datang, diperlukan adanya vegetasi peneduh pada area parkir untuk menaungi kendaraan dari terik matahari. Gapura yang ada pada welcome area saat ini tidak berada pada posisi yang tepat karena letaknya tidak pada pintu masuk sirkulasi kendaraan. Oleh sebab itu, sebaiknya posisi gapura diperlebar sampai dengan jalur pintu masuk utama. 4.2.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung Selain pada kompleks masjid, pemecahan masalah dan solusi juga diperlukan pada infrastruktur dan fasilitas pendukung pada kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor. Hal ini disebabkan oleh kondisi fisik dan desainnya yang akan mempengaruhi kualitas desain rancangan yang akan dibuat.
47
4.2.4.8.1 Pedestrian Aktivitas pedagang kaki lima di sepanjang pedestrian di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor menjadi permasalahan utama yang perlu dicarikan solusinya. Aktivitas pedagang kaki lima ini berakibat pada penyempitan jalur pedestrian yang mengganggu kenyamanan dan keamanan pejalan kaki dan juga mengakibatkan penurunan kualitas visual kawasan masjid karena menyebabkan kawasan ini terlihat kotor. Oleh karena itu, diperlukan penertiban pedagang kaki lima dengan merelokasi kegiatan mereka ke tempat lain. Permasalahan lain pada jalur pedestrian ini adalah paving pada pedestrian banyak yang sudah mengalami kerusakan akibat kegiatan pedagang kaki lima dan sistem infiltrasi air yang kurang lancar pada tapak yang mengakibatkan penurunan kualitas paving. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan perbaikan dan sistem pemasangan paving dengan daya infiltrasi yang tinggi, dengan pemilihan bahan yang tepat dan memperbaiki sistem drainasenya. Saluran drainase terbuka pada sisi barat pedestrian perlu ditutup bagian permukaannya tanpa mengganggu fungsinya karena saluran drainase terbuka dapat mengganggu keamanan pejalan kaki. Standar untuk lebar pedestrian ini sebaiknya mengikuti keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993 yang menyebutkan persyaratan ukuran lebar trotoar atau jalur pedestrian berdasarkan lokasi (Tabel 3). Tabel 3 Persyaratan Ukuran Lebar Trotoar atau Jalur Pedestrian Berdasarkan Lokasi Lokasi Trotoar
Lebar Trotoar Minimum
Jalan di daerah pertokoan atau kaki lima
4
meter
Daerah perkantoran utama
3
meter
Jalan primer
3
meter
Jalan akses
4
meter
Daerah Industri :
Di wilayah pemukiman Jalan primer
2,75 meter
Jalan sekunder
2
Sumber: Menteri Perhubungan (1993)
meter
48
4.2.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran Fungsi Jalan Raya Pajajaran sebagai jalan arteri dengan lalu lintas yang padat belum diimbangi dengan fasilitas yang memadai, terutama fasilitas keamanan bagi pejalan kaki yang berlalu lalang menyeberang keluar masuk Kompleks Masjid Raya Bogor. Fasilitas zebra cross yang tersedia belum cukup memberikan jaminan keamanan bagi penyeberang jalan karena posisi zebra cross tidak pada jarak pandang yang cukup bagi pengendara, ditambah pula dengan tidak adanya rambu lalu-lintas sehingga dapat meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan. Penempatan Zebra cross harus ditempatkan di lokasi dengan arus lalu lintas, kecepatan lalu lintas, dan arus pejalan kaki yang relatif rendah agar tidak mengganggu kenyamanan pengendara kendaraan bermotor. Alternatif lain untuk penyeberangan jalan adalah dengan menyediakan jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki karena lebih aman bagi pejalan kaki tersebut. 4.2.4.8.3 Markaz Islam Bogor Kurang termanfaatkannya lahan di bagian samping dan belakang gedung ini dinilai perlu diatasi dengan penataan lanskapnya, terutama penempatan vegetasi untuk mengisi kekosongan lahan. Penataan lanskap tersebut akan meningkatkan nilai estetika dan kenyamanan. 4.2.5 Kualitas Lingkungan Kualitas lingkungan tapak yang tinggi dapat menjadi potensi untuk kegiatan pengunjung. Akan tetapi, beberapa kualitas lingkungan yang buruk perlu dicarikan solusi dan alternatifnya untuk menunjang aktivitas pengunjung, terutama dalam beribadah dan rekreasi, agar identitas tapak tampak sebagai pusat kegiatan keislaman di Kota Bogor. 4.2.5.1 Kualitas Visual Koridor masjid memiliki potensi pemandangan yang baik (good view). Pemandangan Gunung Salak jelas terlihat dari area ini sehingga berakibat pada tingginya aktivitas pengujung. Namun, tingginya aktivitas pengunjung yang duduk-duduk dapat mengganggu fungsi awal dari koridor itu sendiri, yaitu sebagai jalur sirkulasi manusia yang berlalu-lalang dari area ground floor ke masjid atau
49
sebaliknya. Solusinya adalah harus disediakan fasilitas lain yang mampu memecah distribusi kegiatan pengunjung di area ini, yaitu dengan memberikan fasilitas tempat duduk pada area plaza. Upaya ini diharapkan mampu mengakomodasi kegiatan pengunjung untuk menikmati pemandangan Gunung Salak sebagai bentuk rekreasi tanpa mengganggu sirkulasi manusia di area koridor. Kualitas visual yang buruk (bad view) pada tapak terlihat di bagian barat dan utara akibat adanya aktivitas pedagang kaki lima. Untuk mengatasi bad view di sebelah barat dan utara Kompleks Masjid Raya dinilai perlu adanya tindakan penertiban pedagang kaki lima di sepanjang pedestrian pada kawasan ini dan perlu merelokasi tempat penitipan gerobak ke tempat lain. Selain tindakan penertiban dan relokasi gerobak pedagang kaki lima, juga diperlukan penataan lanskap kompleks masjid dengan menempatkan tanaman dengan fungsi screening untuk menutup view di sebelah barat Kompleks Masjid Raya Bogor, terutama di lahan bagian barat plaza. Permasalahan bad view tidak hanya diakibatkan oleh aktivitas pedagang kaki lima, tetapi juga diakibatkan oleh penempatan fasilitas toilet yang tidak sesuai. Rencana Pemerintah Kota Bogor untuk menghilangkan toilet umum di daerah dekat welcome area adalah keputusan yang tepat dan perlu didukung. 4.2.5.2 Kualitas Udara Tingginya tingkat polusi udara di lingkungan perkotaan terutama di pusat kota seperti daerah Baranangsiang, Kota Bogor, memerlukan adanya penataan dan rekayasa tapak yang sesuai untuk meminimalkan dampak negatif dari tingginya tingkat polusi tersebut. Solusi untuk permasalahan kualitas yang buruk di Kompleks Masjid Raya Bogor adalah dengan menempatkan vegetasi pada lanskapnya untuk menyerap CO2. Akan tetapi, kawasan ini tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk lahan terbuka hijau karena didominasi oleh perkerasan bangunan. Selain dengan memaksimalkan lahan terbuka hijau yang tersedia, kurangnya lahan terbuka hijau di kawasan ini dapat diatasi dengan penanaman pada atap bangunan (green roof). Atap bertanaman dapat memperbaiki kualitas udara secara langsung dengan cara menyaring dan mengikat partikel debu yang berterbangan di udara dengan daun dan dahannya (Feriadi dan Frick, 2008).
50
Menurut US Environment Protection Agency (2006), 1 m2 atap bertanaman rumput dapat mengikat 0,2 kg partikel udara per tahun. Berdasarkan penelitian di Frankfurt, Jerman, kawasan perkotaan yang tidak ditanami vegetasi mempunyai kadar polusi udara yang lebih tinggi, yaitu sekitar 10.000 sampai 20.000 partikel debu per liter udara, dibandingkan dengan kawasan yang mempunyai vegetasi, yaitu hanya 3.000 partikel debu per liter udara meskipun di wilayah yang sama. 4.2.5.3 Kualitas Suara Kompleks Masjid Raya Bogor memiliki kualitas suara yang sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya suara bising dari mesin kendaraan dan suara klakson kendaraan yang setiap saat terdengar karena letak kompleks masjid berdekatan dengan jalan raya yang ramai. Guna mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan penanaman pohon yang mampu menyerap suara bising di sekitar kompleks masjid dan sepanjang jalur jalan raya pada kawasan ini. Upaya penanaman pohon untuk menyerap suara bising dirasakan masih belum cukup, mengingat tingginya aktivitas di Jalan Raya Pajajaran dan sedikitnya ruang yang tersedia di Kompleks Masjid Raya untuk lahan terbuka hijau. Atap bertanaman (green roof) adalah instrumen yang tepat untuk mengurangi kebisingan pada Kompleks Masjid Raya Bogor. Lapisan tanah cenderung untuk meredam frekuensi rendah, sedangkan vegetasi mampu meredam frekuensi yang tinggi. Walaupun demikian, kemampuan atap bertanaman meredam kebisingan sangat dipengaruhi oleh kebocoran suara melalui lubang atap seperti lubang skylight dan atrium. 4.2.5.4 Kualitas Keamanan Kualitas keamanan di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor terutama di Jalan Raya Pajajaran dan pedestrian, dinilai masih rendah khususnya bagi pejalan kaki. Solusi bagi rendahnya kualitas keamanan di jalan raya sekitar kawasan ini adalah dengan menempatkan jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki dan penempatan rambu lalu lintas. Adanya aktivitas pedagang kaki lima dan drainase terbuka di sepanjang pedestrian juga berakibat pada rendahnya tingkat keamanan tapak karena hanya menyisakan sedikit ruang bagi pejalan kaki. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasinya adalah dengan menertibkan pedagang kaki lima dan menutup permukaan saluran drainase tanpa menghilangkan fungsinya
51
sebagai saluran sirkulasi air. Selain itu, minimnya titik lampu juga berakibat pada rendahnya kualitas keamanan pada malam hari sehingga diperlukan penambahan fasilitas penerangan yang cukup di sekitar kawasan ini demi keamanan dan kenyamanan pejalan kaki dan pengendara. 4.2.5.5 Kualitas Penerangan Secara keseluruhan kualitas penerangan di Kompleks Masjid Raya Bogor masih sangat rendah terutama di luar bangunan masjid. Hal ini dikarenakan minimnya fasilitas penerangan yang tersedia. Oleh karena itu, diperlukan penambahan dan perbaikan fasilitas penerangan lampu jalan di sepanjang jalan raya dan jalur sirkulasi kendaraan serta penempatan lampu taman di area plaza dan sepanjang pedestrian. Selain itu, untuk menambah estetika pada malam hari (night view), bangunan masjid dan kantor BAZ juga perlu menggunakan lampu sorot yang mengarah pada atap dan kubahnya. 4.2.5.6 Kualitas Iklim Mikro Permasalahan iklim mikro di lingkungan perkotaan seperti halnya di Kompleks Masjid Raya Bogor yang memiliki struktur bangunan dan perkerasan yang mendominasi dan hanya sedikit ruang terbuka hijau berakibat pada penurunan kenyamanan termal bagi pengunjung. Kondisi demikian dapat diatasi dengan penempatan roof garden pada area plaza serta memanfaatkan ruang pada atap beton sebagai lahan untuk vegetasi (green roof). Menurut Feriadi dan Frick (2008), hasil penelitian di Jepang memperlihatkan adanya pengaruh positif dari atap bertanaman terhadap bangunan melalui kemampuannya untuk memberikan perlindungan dari panas matahari dan meningkatkan kualitas udara dari lingkungan sekitarnya. Atap bertanaman dapat mengurangi panas akibat pemantulan kembali (re-radiation) dan hanya sekitar 20 persen dari energi matahari yang jatuh pada permukaan daun pepohonan yang akan dipantulkan kembali. Penghijauan pada atap bangunan tinggi dapat menciptakan keuntungan. Keuntungan tersebut dapat diukur secara kuantitatif, seperti keuntungan finansial yang diukur dengan uang, dan keuntungan kualitatif, seperti keuntungan dari aspek lingkungan, sosial, dan estetika.
52
4.2.6 Tata Hijau Perkerasan dan atap bangunan yang terdapat di Kompleks Masjid Raya Bogor memiliki potensi digunakan sebagai area penanaman. Area yng berpotensi untuk digunakan sebagai roff garden mencakup atap pada bangunan masjid, atap koridor dan atap pada bangunan kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor. Pada area plaza tidak diperlukan penambahan vegetasi mengingat fungsi plaza sebagai perluasan area masjid jika terjadi lonjakan pengunjung pada saat shalat jumat, hari besar Islam, maupun untuk kegiatan keislaman dan kegiatan sosial diluar masjid. Namun demikian kenyamanan pengunjung di area plaza harus tetap diperhatikan, dengan menempatkan pohon pelindung di area sekitar plaza dirasa mampu meningkatkan kenyamanan pengunjung, mengingat fungsi pohon pelindung dapat menghalau panas matahari secara langsung. Di lokasi dengan tata hijau yang buruk, sebaiknya dilakukan revegetasi untuk meningkatkan kualitas lingkungannya. Menurut Simonds (1983), secara umum masing-masing tanaman yang digunakan harus mempunyai tujuan dan seluruhnya dapat memberikan kontribusi fungsi dan nilai estetis bagi lanskap. Dalam perancangan tata hijau ini, jenis vegetasi yang diperlukan adalah vegetasi yang dapat memberikan keteduhan, vegetasi yang dapat menyerap polusi udara dan suara, serta vegetasi dengan tinggi tertentu yang dapat mendukung keamanan lingkungan, kenyamanan pengunjung beraktivitas, dan nilai estetika yang kesemuanya dapat mendukung tema Islam yang ingin ditampilkan pada Kompleks Masjid Raya Bogor. Penanaman vegetasi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan ruang pada atap dengan alasan sedikitnya ruang penanaman di tanah untuk lahan terbuka hijau di Kompleks Masjid Raya Bogor dan memanfaatkan lahan kosong yang tersedia secara optimal untuk penanaman. Penanaman vegetasi pada atap selain untuk tujuan fungsi ekologi dan estetika pada kompleks masjid, juga diperlukan untuk menambah ketahanan struktur bangunan atap dari terpaan panas matahari dan air hujan. Dalam jangka panjang keberadaan roof garden mampu menghemat biaya pendingin ruangan, dan biaya perbaikan atap masjid.
53
4.2.7 Karakter Arsitektur Secara umum karakter ruang dalam rencana pengembangan Kompleks Masjid Raya Bogor sudah sesuai dengan tema arsitektur bangunan Islam. Akan tetapi, saat ini terdapat ketidakserasian tema antara bangunan masjid utama dengan fasilitas plaza, koridor, dan gedung BAZ Kota Bogor. Karakter bangunan masjid merupakan bentuk akulturasi dari arsitektur bangunan pagoda dengan atap bertingkat. Guna menyesuaikan tema ruang, diperlukan rekonstruksi bangunan masjid dengan konsep arsitektur Islam serta penempatan kubah pada atapnya sebagai bagian identitas bangunan Islam. Solusi
untuk
kesesuian
arsitektur
bangunan
ada
pada
rencana
pembangunan masjid selanjutnya. Pada bangunan masjid akan terjadi perubahan bentuk arsitektur secara keseluruhan, bentukan masjid akan dibuat dengan konsep bangunan Asia barat dengan pola hypostyle, yaitu pola bangunan dengan dikelilingi serambi beratap yang ditopang dengan deretan tiang. Arsitektur bangunan akan menyatu dengan plaza, pada arsitektur Islam keberadaan plaza atau pelataran terbuka merupakan salah satu ciri dari bangunan Islam yang disebut shahn. Secara keseluruhan arsitektur bangunan masjid, koridor, plaza, dan gedung Badan Amil Zakat (BAZ) pada rencana pembangunan selanjutnya akan mengadopsi karakter arsitektur asli asia barat yang dikenal dengan gaya arabesque. Gaya arsitektur arabesque adalah gaya bangunan masjid yang paling familiar dan disukai dunia muslim sejak zaman Nabi Muhammad sampai dengan saat ini. Karakter arsitektur Islam harus didukung dengan penataan lanskap atau taman yang sesuai antara kebutuhan estetika masjid dan kebutuhan ekologis untuk kenyamanan pengunjung dengan pemilihan tanaman yang tepat, dan penambahan elemen pendukung ekoarsitektur seperti roof garden akan mampu memperkuat identitas lanskap yang asri dan islami pada kompleks Masjid Raya Bogor.
54
4.3 Konsep Perancangan Bab ini akan membahas mengenai konsep yang digunakan dalam perancangan. Konsep rancangan berbasis ekoarsitektur merupakan konsep dasar mengenai jenis, fungsi, desain, dan tema pada kawasan ini. Konsep desain ekoarsitektur ini mendasari konsep umum perancangan. Konsep umum perancangan merupakan dasar pengembangan bentuk arsitektural elemen lanskap yang mencakup bentuk bangunan serta dekorasi elemen lanskap yang dirancang. Konsep umum perancangan ini dijabarkan lagi dalam konsep ekoarsitektur, arsitektur masjid, pedestrian walk, tata hijau, irigasi, tempat parkir, penerangan malam, dan program informasi. 4.3.1 Konsep Ekoarsitektur Dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat mengenai perlunya menjaga kelestarian alam agar tidak menimbulkan bencana di kemudian hari, desain
bangunan
dengan
konsep
ekoarsitektur
telah
menjadi
sebuah
kecenderungan (trend) dalam bidang arsitektur. Hal ini akan bermanfaat untuk mengatasi berbagai isu lingkungan belakangan ini dan telah menjadi rekomendasi pemerintah di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan lain-lain, mengingat kondisi bumi saat ini sudah mengkhawatirkan akibat pemanasan global. Konsep ekoarsitektur dirancang untuk menampilkan suatu kawasan yang bersinergi antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan, khususnya di daerah perkotaan, seperti daerah Baranangsiang, Kota Bogor, yang didominasi oleh struktur bangunan. Perancangan akan terfokus pada pemanfaatan ruang perkerasan untuk atap bertanaman dan pemanfaatan ruang terbuka yang tersedia secara optimal dan tepat guna pada lanskapnya. Konsep ekoarsitektur yang dirancang akan disesuaikan dengan tema arsitektur Islam sehingga tidak menghilangkan identitas kawasan ini sebagai kawasan islami. Pemilihan elemen pada lanskap dirancang untuk mendukung fungsi ekoarsitektur dan pembentuk identitas kawasan islami, seperti pemilihan fasilitas penerangan, warna, pola, dekorasi, pemilihan vegetasi (Lampiran 4), sampai pada penerapan teknologi yang efisien dan fungsional. Elemen-elemen tersebut dirancang untuk aktivitas pengunjung pada siang dan malam hari.
55
4.3.2 Konsep Arsitektur Masjid Konsep untuk gaya arsitektur masjid pada kawasan ini adalah arsitektur bergaya Islam dengan menonjolkan facade bangunan yang mewah dan menggunakan pilar-pilar, bukaan arch, serta atap berbentuk dome. Pada area plaza akan dibuat taman atap dengan pola geometris dan formal yang mengadopsi desain taman Asia Barat. Untuk menunjang fungsi ekoarsitektur dan estetika, atap bangunan masjid, koridor, dan kantor BAZ akan dimanfaatkan sebagai green roof. Green roof akan menggunakan vegetasi jenis palem dan semak berbunga agar sesuai dengan tema taman Asia Barat. 6.3 Konsep Pedestrian Walk Pedestrian walk pada kawasan ini diperlukan baik untuk menunjang kegiatan pengunjung maupun sebagai jalur lalu sirkulasi umum untuk pejalan kaki di daerah Baranangsiang. Lebar jalan minimal 2 m serta bendungan (dam) menutup saluran drainase terbuka dengan plat baja berongga untuk mendukung kegiatan tersebut. Pedestrian walk berupa grass floor, yaitu lantai dengan paving berbahan batu andesit yang diberi space berupa penanaman rumput. Space atau jarak antar paving berfungsi untuk mempercepat proses infiltrasi air pada jalur ini sehingga akan lebih cepat kering jika terkena air hujan. Infiltrasi air yang lebih tinggi akan meningkatkan kualitas keamanan pada pedestrian karena paving terhindar dari keadaan yang licin. Pemilihan paving berbahan andesit karena dinilai tidak mudah berlumut dan relatif lebih awet. Pada Kompleks Masjid Raya Bogor pola paving sengaja dibuat berbeda untuk memperkuat identitas tapak dan menciptakan unity. Pada sepanjang jalur pedestrian walk dilengkapi dengan berbagai street furniture, seperti lampu taman, pagar, serta signage. Street furniture tersebut digunakan untuk menunjang aktivitas pengunjung dan pejalan kaki sepanjang jalur pedestrian walk. 4.3.4 Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau tapak mengikuti hasil sintesis, yakni vegetasi yang diperlukan terbagi menjadi beberapa macam. Vegetasi tersebut ditanam dengan memanfaatkan ruang pada atap dan di atas permukaan tanah. Penanaman pohon di
56
atap masjid menggunakan bak beton yang diberi sekat dengan mempertimbangkan struktur atap bangunan. 4.3.4.1 Konsep Roof Garden Konsep roof garden merupakan bagian dari konsep tata hijau pada Kompleks Masjid Raya Bogor. Pada bagian atap masjid, koridor, dan atap gedung BAZ konsep rancangan berupa atap bertanaman ekstensif, yaitu atap bertanaman yang direncanakan bukan untuk dipakai secara umum, melainkan dibangun semata-mata untuk keperluan estetika dan ekoarsitektur saja. Pada atap bertanaman ekstensif, tanaman ditanam pada bak beton yang diberi sekat. Jenis tata hijau ini menggunakan bobot yang ringan, yaitu 50-150 kg/m2, dengan lapisan tanah yang tipis. Jenis vegetasi yang ditanam pada atap bertanaman ekstensif ini adalah tanaman semak atau perdu berbunga yang mudah dirawat dan mudah untuk tumbuh kembali (Tabel 4). Selain itu, juga akan ditempatkan palem dengan tinggi maksimal 2 m. Pertimbangan-pertimbangan
untuk
desain
roof
garden
atau
atap
bertanaman selain bentukan pola dan pemilihan tanaman pada atap bangunan dan plaza adalah sebagai berikut: 1) Angin dan pergerakan udara Orientasi bangunan ditempatkan ditempatkan diantara lintasan matahari dan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari Timur ke Barat dan terletak tegak lurus terhadap arah angin, dengan menerapkan ventilasi silang, dan menempatkan pohon peneduh tanpa menghalangi pergerakan udara. 2) Beban struktural Bobot pada atap bertanaman ekstensif 50-150 kg/m2. Untuk bahan beton bertulang pada plaza dan bangunan, bobot lazimnya adalah 24 kN/m3. Bobot ini dapat bervariasi bergantung pada apakah struktur beton ini dalam keadaan basah atau kering. Beban hidup yang diperhitungkan untuk penggunaan adalah sekitar 1,5 kN/m3 denah. Berat dari tanah yang basah mencapai sekitar 22 kN/m3. Tanah pada atap bertanaman ini beratnya bervariasi bergantung pada ketebalan lapisan tanah yang dipakai. Sebagai gambaran umum, kedalaman lapisan tanah ini berkisar 0,3-0,5 m untuk jenis taman yang ditanami oleh rumput dan perdu dan berkisar 1-1,5 m untuk pohon pelindung yang berukuran kecil dan sedang.
57
3) Aspek konstruksi dan susunannya Atap pelat beton bertulang dibangun dengan plesteran finishing semen; lapisan kedap air menggunakan bahan geotexstile agar tahan pula terhadap akar tanaman;
lapisan
drainase
menggunakan
modular
versicell
berbahan
polypropylene; lapisan penyaring; lapisan media tanam menggunakan campuran humus dan kompos dengan komposisi 40 persen serta pasir dengan komposisi 60 persen; vegetasi (tanaman/pepohonan) menggunakan jenis groundcover, semak, dan pohon dengan spesifikasi tinggi tidak lebih dari 8 m. 4) Pelapisan kedap air Beton yang digunakan untuk atap pada dasarnya tidak kedap air sehingga diperlukan suatu lapisan guna menutupi permukaan beton tersebut dengan lapisan kedap air (water proofing) agar beton terhindar dari keretakan dan kebocoran. 5) Saluran pengeluaran air Permukaan atap harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah lubang saluran sehingga air dapat mengalir dengan lancar. Kemiringan untuk roof garden Cukup dibuat 3 persen ke arah saluran drainase. 6) Penjangkaran (pengikatan) Pohon mungkin perlu diikatkan langsung pada struktur atap beton untuk memastikan kestabilan pohon terutama pada saat angin bertiup kencang dan hujan deras. Spesifikasi dan jumlah jangkar yang diperlukan bergantung pada besarnya pohon yang akan diikat. Jangkar pengikat ini dapat dicor pada saat atap beton dibuat atau dapat pula dibuat kemudian dengan cara mengebor dan mengecor kembali pelat beton yang ada.
58
Tabel 4 Jenis dan Fungsi Vegetasi Jenis Vegetasi
Nama Lokal
Nama Latin
Fungsi
Pohon
Glirisidia
Glirisidia sepium
Peneduh dan pengarah
Flamboyan
Delonix regia
Peneduh dan estetika
Ekaliptus
Eucalyptus deglupta
Pembatas dan estetika
Damar
Agathis damara
Screening dan peredam bising
Batai laut
Pelthoporum pterocarpum
Peneduh dan estetika
Ki hujan
Samanea saman
Peneduh
Cemara sinensis
Juniperus chinensis
Pengarah, peredam polusi suara, dan penyaring polusi suara
Glodogan tiang
Polyalthea longifolia
Pengarah
Cemara tretes
Cupressus sempervirens
Screening, pengarah,
Palem mini
Phoenix robelinii
Estetika
Kurma
Phoenix dactylifera
Estetika, pengarah
Palem kenari
Phoenix canariensis
Estetika, pengarah
Sambang darah
Excoecaria cochinchinensis
Estetika, pengikat partikel debu
Akar dani
Quisqualis indica
Estetika, tanaman aromatik, dan shadowing untuk atap
Thunbergia
Thunbergia sp.
Estetika, pengikat partikel debu, dan shadowing untuk atap
Kock’s Bauhinia
Bouhinia kockkiana
Estetika, pengikat partikel debu, dan shadowing untuk atap
Rumput
Axonopus compresus
Penyerap panas, estetika, penahan rembesan air pada atap, dan pengikat partikel debu
Spathiphyllum
Spathiphyllum sp.
estetika
estetika
Palem
Tanaman semak, dan tanaman merambat
Ground cover
59
4.3.4.2 Konsep Penanaman pada Lahan Terbuka Elemen vegetasi merupakan unsur yang dominan pada lahan terbuka. Lahan terbuka ditanami vegetasi yang berbeda-beda, sesuai dengan fungsinya. 4.3.4.2.1 Vegetasi Peneduh Vegetasi peneduh merupakan vegetasi dengan tujuan memberi keteduhan untuk meningkatkan kenyamanan beraktivitas dan beribadah dengan karakter berupa vegetasi berbentuk dome. Vegetasi ini ditanam di area parkir outdoor sebelah timur masjid dan pada jalur sirkulasi manusia pada pedestrian walk dan sepanjang Jalan Raya Pajajaran. 4.3.4.2.2 Vegetasi dengan Fungsi Screening Vegetasi dengan fungsi screening merupakan vegetasi dengan tujuan menutupi bad view dan menyerap polusi udara dan suara, dengan karakter vegetasi berdaun indah, serta arsitektur tajuk (canopy) berbentuk kolumnar atau kerucut. Vegetasi ini ditanam di sebelah utara dan timur masjid, yaitu daerah yang berbatasan dengan Jalan Sambu dan Jalan Raya Pajajaran. 4.3.4.2.3 Vegetasi Pengarah Vegetasi pengarah merupakan vegetasi dengan tujuan mengarahkan sirkulasi kendaraan dan manusia, dengan arsitektur tajuk berbentuk kerucut atau menyerupai bentuk tiang memanjang seperti palem raja dan glodogan tiang. Vegetasi ini ditanam pada jalur sirkulasi kendaraan di dalam kompleks masjid. 4.3.4.2.4 Vegetasi Pembatas Vegetasi pembatas merupakan vegetasi dengan tujuan memberi batas tapak sebagai orientasi bagi pengunjung, dengan arsitektur tajuk columnar atau kerucut. Vegetasi ini ditanam pada perbatasan wilayah kompleks masjid terutama di sebelah selatan gedung Markaz Islam Bogor dan sebelah utara masjid yang berbatasan dengan Jalan Sambu. Vegetasi-vegetasi yang telah dijelaskan di atas memiliki jenis, jarak tanam, dan jumlah vegetasi yang berbeda-beda. Jenis, jarak tanam, dan jumlah vegetasi dari masing-masing vegetasi di atas terdapat pada Tabel 5.
60
Tabel 5 Jenis, Jarak Tanam, dan Jumlah Vegetasi untuk Lahan Terbuka Jenis Vegetasi
Nama Lokal
Nama Latin
Jarak Tanam antar Pohon (m)
Jumlah
Pohon
Glirisidia
Glirisidia sepium
12
11 Phn
Flamboyan
Delonix regia
-
1 Phn
Ekaliptus
Eucalyptus deglupta
5
31 Phn
Damar
Agathis damara
5
10 Phn
Batai laut
Pelthoporum pterocarpum
10
13 Phn
Ki hujan
Samanea saman
-
1 Phn
Cemara sinensis
Juniperus chinensis
3
40 Phn
Glodogan tiang
Polyalthea longifolia
8
8 Phn
Cemara tretes
Cupressus sempervirens
3
26 Phn
Palem mini
Phoenix robelinii
-
7 Phn
Palem kenari
Phoenix canariensis
5
5 Phn
Kurma
Phoenix dactylifera
-
2 Phn
Sambang darah
Excoecaria cochinchinensis
0,5
70 Pl
Akar dani
Quisqualis indica
0,5
70 Pl
Thunbergia
Thunbergia sp.
0,5
212 Pl
Kock’s Bauhinia
Bouhinia kockkiana
0,5
212 Pl
Rumput
Axonopus compresus Spathiphyllum sp.
-
600 m2
Palem
Tanaman merambat berbunga
Ground cover
Spathiphyllum
260 m2
Keterangan Phn : pohon Pl : polibag
4.3.5 Konsep Irigasi Irigasi adalah sesuatu yang penting untuk menjaga kondisi lanskap agar fungsi lanskap tetap optimal dan terjaga kualitas estetikanya. Walaupun Kota Bogor memiliki intensitas hujan yang tinggi, namun penerapan sistem irigasi tetap
61
diperlukan untuk mencegah kondisi tanaman menjadi layu atau kering karena terik matahari, terutama pada area atap bertanaman karena ketebalan lapisan tanah yang digunakan pada atap bertanaman lebih dangkal jika dibandingkan dengan tanah asli dan tidak adanya tanah permukaan (top soil) sehingga jumlah air yang disimpan oleh tanaman juga menjadi terbatas. Penyaluran air pada atap bertanaman sangat penting. Setinggi lapisan penyaluran air (5-10 cm), air dapat dibendung sebagai cadangan bagi tanaman. Penggunaan sistem irigasi tetes (drip irigation) adalah sistem yang sesuai untuk atap bertanaman. Tanaman semak dan perdu menggunakan drip irigation dengan sistem emitter berupa tabung berbentuk menyerupai paku yang dibenamkan (tubing stake) (Gambar 24), sedangkan pohon pada atap bertanaman menggunakan sistem tetes berupa tabung melingkar yang mengelilingi batang pohon (Gambar 25). Untuk irigasi pohon-pohon yang ditanam di tanah, cukup dengan memanfaatkan curah hujan atau dengan penyiraman manual jika diperlukan.
Gambar 24 Irigasi Tetes Pancang Benam
62
Gambar 25 Sistem Irigasi Tetes Melingkar pada Pohon 4.3.6 Konsep Tempat Parkir Untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir yang tinggi, perlu adanya penambahan ruang parkir di Kompleks Masjid Raya Bogor. Penambahan ruang parkir khusus untuk mobil akan ditempatkan di sebelah timur masjid, menggantikan posisi toilet umum yang ada saat ini. Tempat parkir dibuat memanjang, untuk masing-masing mobil diberi space area 2,5 x 4,3 m dengan total luas area parkir 321 m2, dan posisi tempat parkir mengapit jalan sirkulasi dengan lebar 3,4 m. 4.3.7 Konsep Penerangan Malam Penerangan harus senantiasa dilihat dari sisi kualitas dan kuantitasnya. Pencahayaan yang akan dibuat bukanlah sekedar menyediakan lampu dan terangnya, tetapi lebih kepada pembentuk suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi pengunjung. Jadi, pencahayaan bukan hanya sekedar masalah praktis untuk kebutuhan keamanan dan kenyamanan, tetapi juga estetis. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan bentuk, jenis, dan warna lampu serta peletakan yang
sesuai.
Konsep
pencahayaan
peletakannya, yaitu sebagai berikut.
untuk
lanskap
dibedakan
menurut
63
1) Sumber cahaya di atas mata manusia (moon lighting) Penerapan konsep moon lighting akan diterapkan pada penempatan lampu jalan di sepanjang Jalan Raya Pajajaran (Gambar 26), di sebagian tempat di belakang masjid, dan di taman.
Gambar 26 Simulasi Pencahayaan di Jalan Raya 2) Sumber pencahayaan di bawah mata manusia Penerapan konsep pencahayaan di bawah mata manusia dapat berupa up lighting atau untuk keperluan shadowing. Konsep penerangan up lighting digunakan untuk membentuk aksen pada kubah masjid dengan efek kulit kerang (scalopping). Teknik pencahayaannya diarahkan langsung ke kubah menggunakan lampu sorot yang diletakkan di bawahnya dengan kemiringan yang disesuaikan (Gambar 27). Selain digunakan untuk memberi aksen pada kubah, up lighting juga digunakan pada beberapa tanaman peneduh untuk menonjolkan karakter batang pohon untuk keperluan estetika. Penempatan lampu pathway dilakukan di pedestrian (Gambar 28) untuk fungsi keamanan dan membentuk axis.
64
Gambar 27 Simulasi Pencahayaan pada Kubah Masjid
Gambar 28 Simulasi Pencahayaan pada Pedestrian 6.8 Konsep Program Informasi Dengan cukup banyaknya fasilitas di Masjid Raya Bogor sebagai penunjang kegiatan keislaman, dirasa perlu menambahkan papan penunjuk (interpretasi) untuk memudahkan pengunjung mengidentifikasi fasilitas yang terdapat di Kompleks Masjid Raya Bogor.
65
4.4 Rancangan Bab ini membahas mengenai hasil dari proses perancangan yang telah dilakukan. Perancangan ini merupakan pengembangan dari konsep yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembahasannya meliputi jenis, letak bangunan, dan letak elemen lanskap. Rancangan ini mengacu pada pengembangan desain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bogor untuk dilaksanakan pada masa datang. Perancangan ini dilakukan per segmen yang ditujukan untuk memudahkan pemahaman hasil rancangan serta disesuaikan dengan karakteristik setiap segmen dan pengembangan yang ingin ditampilkan pada setiap lokasi. Perancangan per segmen tersebut dapat dilihat pada Gambar 29. Berdasarkan Gambar 29, terdapat perancangan per segmen. Pembagian segmennya dapat dilihat pada Tabel 6.
Keterangan Gambar : A. Bangunan Masjid, Koridor,dan Gedung BAZ B. Plaza C. Area Sebelah Barat dan Utara Masjid D. Area Sebelah Timur Masjid E. Area Sebelah Timur Plaza F. Area Sebelah Selatan Plaza, Markaz Islam Bogor G. Pedestrian H. Jalan Raya Pajajaran Gambar 29 Segmen Daerah Perancangan
66
Tabel 6 Pembagian Segmen yang Ingin Ditampilkan di Setiap Lokasi Segmen
Lokasi
Karakter
Pengembangan
A
Bangunan Masjid Koridor Gedung BAZ
Ruang pada atap tidak dimanfaatkan secara optimal, desain masjid tidak berkubah
Ruang atap dimanfaatkan untuk atap bertanaman, menggunakan desain bangunan masjid berkubah, karakter bangunan Islam.
B
Plaza
Sistem drainase kurang optimal
Instalasi keramik plaza menggunakan sistem interlock VerciPave dan menambah saluran drainase
C
Bagian sebelah barat dan utara masjid
Kurang terawat, penataan lanskap tidak teratur
Sirkulasi keluar kendaraan dari ground floor, penggunaan vegetasi pengarah
D
Bagian timur masjid
Penempatan fasilitas toilet yang kurang tepat
Fasilitas tempat parkir mobil yang dilengkapi pohon peneduh
E
Area sebelah timur plaza
Lahan terbuka hijau kurang tertata rapi
Tanaman pengarah untuk sirkulasi kendaraan
F
Bagian selatan plaza, sekitar gedung Markaz Islam Bogor
Lahan terbuka hijau kurang tertata rapi
Lanskap yang nyaman, dan tertata
G
Pedestrian
Penuh pedagang kaki lima (PKL), sebagian paving rusak
Pedestrian berkonsep grass floor, saluran drainase tertutup
H
Jalan Raya Pajajaran
Ramai, fasilitas penyeberangan kurang memadai
Fasilitas jembatan penyeberangan, penataan pohon yang ada saat ini
4.4.1 Rancangan Segmen A ( Bangunan Masjid, Koridor, dan Gedung BAZ) Dalam rencana rekonstruksi bangunan masjid yang telah dilakukan Pemerintah Kota Bogor, bangunan masjid akan diubah dengan gaya arsitektur Islam dengan atap berkubah. Rancangan untuk bangunan masjid, koridor, dan gedung BAZ dalam skripsi ini hanya akan menambahkan fasilitas atap bertanaman untuk mengisi ruang atap yang tidak termanfaatkan. Atap bertanaman pada bangunan masjid, koridor, dan gedung BAZ dibuat dengan tujuan estetika dan fungsi ekoarsitektur. Teknik pembuatannya adalah dengan menambahkan dinding beton bertulang setinggi 60 cm dengan tebal 5 cm pada sisi depan dan belakang sehingga membentuk ruang berupa bak beton. Media tanam yang digunakan adalah campuran bahan organik humus dan kompos sebanyak 40 persen dari total volume media tanam dan pasir nonorganik sebanyak 60 persen dari total volume media tanam. Komposisi bahan organik dibuat lebih
67
sedikit dengan pertimbangan bahan organik mudah menyusut karena proses pelapukannya lebih cepat. Bahan organik diperlukan karena kemampuannya menyerap air lebih baik dari bahan nonorganik. Pada bagian atas media tanam diberikan mulsa berupa jerami yang terpotong pendek. Pemulsaan bertujuan mengurangi panas berlebihan serta penguapan air dari media tanam, erosi, dan tumbuhnya ilalang. Selain itu, pembusukan mulsa dapat mengganti zat organik yang hilang dari media tanam. Pada lapisan bawah media tanam diletakkan geotextile fibre fabric sebagai saringan agar media tanam di atasnya tidak ikut turun bersama aliran air. Pada lapisan di bawah geotextile diletakkan lapisan penyaluran air dengan menggunakan VerciCell tipe 3050 berbahan polypropylene, penggunaan bahan ini dinilai lebih unggul jika dibandingkan dengan menggunakan batu kerikil yang biasa digunakan pada teknik konvensional. Keunggulannya, antara lain, sebagai berikut: 1) memiliki bobot yang ringan; 2) cepat mengalirkan air berlebih; 3) mampu mempertahankan kelembaban tanah saat kekurangan air; 4) mampu melindungi lapisan kedap air (water proofing membrane); 5) mudah dalam pemasangannya karena berupa modul rakitan; 6) tidak mengalami pelapukan karena tahan terhadap sifat kimia tanah dan bakteri; 7) dapat berfungsi sebagai bantalan penahan beban dari beban di atasnya. Untuk menghindari kerusakan mekanis atap yang diakibatkan oleh rembesan air (water absorption) dari atap bertanaman, bagian atas atap beton perlu dilapisi oleh lapisan kedap air (water proofing membrane). Lapisan kedap air tersebut berupa membran aspal (elastomerbitumen) dengan ketentuan minimal 3 kg/m2. Segmen A membutuhkan soft dan hard material. Tabel 7 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen A.
68
Tabel 7 Hard Material dan Soft Material Segmen A No.
Jenis Fasilitas*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
2. 3.
Kubah masjid utama
Kubah masjid pendukung Bak beton untuk tanaman merambat dan semak
d = 17,5 m dan t = 11 m
1 buah
p x l x t = 132 m x 0,55 m x 0,6 m
1 buah
p x l x t = 12,0 m x 0,55 m x 0,6 m p x l x t = 4,0 m x 4,0 m x 0,5 m
1 buah 2 buah
p x l x t = 48 m x 0,55 m x 0,6 m
1 buah
p x l x t = 64 m x 0,55 m x 0,6 m
2 buah
p x l x t = 9,8 m x 0,55 m x 0,6 m
4 buah 3 buah
4.
Bak beton untuk pohon
p x l x t = 1 m x 1 m x 0,75 m
5.
Sekat beton kecil bentuk “L”
p x l x t = 0,5 m x 0,175 m x 0,4 m
212 buah
6.
Sekat beton besar bentuk “L”
p x l x t = 0,5 m x 0,175 m x 0,6 m
212 buah
7.
Pasir nonorganik
-
100,45 m2
8.
Campuran humus dan kompos
-
67 m2
9.
Geotextile fiber fabric
-
749 m2
10.
VersiCell 3050 polypropilene
-
749 m2
11.
Water proofing membrane
-
749 m2
12.
Lampu sorot (up light)
p x t = 0,31 m x 0,1 m
12 buah
70 Pl
modules
Soft Material 1.
Akar dani
Quisqualis indica
2.
Thunbergia
Thunbergia sp.
212 Pl
3.
Kock’s Bauhinia
Bouhinia kockkiana
212 Pl
4.
Sambang darah
Excoecaria cochinchinensis
70 Pl
5.
Phoenix
Phoenix robelinii
12 Phn
6.
Rumput
Axonopus compresus
600 m2
Keterangan Phn : pohon
l : lebar
* untuk hard material
Pl
: polibag
t : tinggi
** untuk soft material
p
: panjang
d : diameter
4.4.2 Rancangan Segmen B (Plaza) Pemasangan paving di area ini dibuat berbeda, yaitu dengan tidak menyemen paving di atas beton, paving dipasang menggunakan modul VerciPave di atas permukaan beton yang telah dilapisi water proofing membrane (Lampiran 23). Penggunaan modul VerciPave ini bertujuan menghindari genangan pada lantai plaza karena air yang jatuh pada lantai akan langsung turun ke saluran
69
drainase melalui celah antar keramik. Dengan demikian, lantai plaza akan lebih awet karena terhindar dari kerusakan mekanis akibat air hujan dan terhindar dari keadaan lantai licin yang mampu mengurangi kualitas keamanan. Dengan tersedianya ruang aerasi di bawah permukaan lantai, penggunaan modul VerciPave ini mampu mengurangi suhu panas akibat radiasi panas matahari pada permukaan lantai sehingga memberikan kenyamanan termal bagi pengunjung. Tabel 8 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasi hard material yang dibutuhkan oleh Segmen B. Tabel 8 Hard Material Segmen B No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Keramik
p x l x t = 0,3 m x 0,3 m x 0,02 m
2425 buah (202 lusin)
VersiPave module
d = 162 mm dan t = 80 mm
4852 buah (405 lusin)
Water proofing membrane
-
242,42 m2
Keterangan p
: panjang
l : lebar
L = luas
t : tinggi d : diameter
4.4.3 Rancangan Segmen C (Sebelah Barat dan Utara Masjid) Pada sebelah barat dan utara masjid direncanakan pembuatan perkerasan untuk sirkulasi manusia sebagai akses untuk TK Ibnu Hazar, di sebelah utara Masjid sirkulasi berupa ramp karena adanya perbedaan ketinggian level tanah, pemilihan sistem ramp dinilai lebih aman dibandingkan menggunakan dengan tangga terutama bagi anak-anak. Jalur sirkulasi ini dibuat dengan beton bertulang dengan finishing keramik outdor dengan lebar 3,875 m dan panjang 35 m. Pada sisi jalur ini ditanam pohon ekaliptus (Eucalyptus deglupta) dan palem kenari (Phoenix canariensis) sebagai tanaman pengarah ,serta fasilitas penerangan jalan berupa lampu pathway. Pada sisi sebelah barat selain ditanam pohon pengarah, juga ditanam pohon untuk fungsi screening, yaitu untuk menutupi bad view dan meredam suara bising.
70
Segmen C membutuhkan soft dan hard material. Tabel 9 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen C. Tabel 9 Hard Material dan Soft Material Segmen C No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Lampu taman
p x l = 5 m x 0,52 m
2 buah
2.
Lampu sorot
p x l = 0,1 m x 0,31 m
4 buah
3.
Lampu pathway
p x l = 1 m x 0,15 m
12 buah
Soft Material 1.
Ekaliptus
Eucalyptus deglupta
26 Phn
2. 3.
Palem Kenari Cemara tretes
Phoenix canariensis Cupressus sempervirens
4 Phn 26 Phn
Keterangan Phn : pohon p
: panjang
l : lebar
* untuk hard material ** untuk soft material
4.4.4 Rancangan Segmen D (Area Sebelah Timur Masjid) Kebutuhan ruang parkir kendaraan terutama kendaraan roda empat dirasa masih kurang. Untuk mengatasi permasalahan ini, pada sisi timur masjid akan dibuat tempat parkir terbuka khusus mobil dengan kapasitas 25 mobil. Lahan parkir dibagi menjadi dua ruas dengan jalan sirkulasi kendaraan sebagai pemisahnya. Untuk setiap mobil disediakan ruang space area 2,5 x 4,3 m dengan total luas area parkir 321 m2. Lantai tempat parkir berupa beton yang dilapisi aspal. Sebagai vegetasi peneduh digunakan pohon batai laut (Pelthoporum pterocarpum) dengan pertimbangan tajuknya berbentuk dome dan kerapatan daunnya yang padat sehingga mampu menaungi kendaraan dari panas matahari. Selain itu, tanaman ini merupakan pohon berbunga kuning yang cocok untuk menambah estetika tempat parkir. Untuk fungsi peneduh pada bagian ruas lain juga ditanam pohon flamboyan (Delonix regia) dengan bunga berwarna merah. Segmen D membutuhkan soft dan hard material. Tabel 10 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen D.
71
Tabel 10 Hard Material dan Soft Material Segmen D No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Lampu taman
p x l = 5 m x 0,52 m
7 buah
2. 3.
Tempat parkir Lampu sorot
p x l = 0,1 m x 0,31 m
321 m2 2 buah
Soft Material 1.
Flamboyan
Delonix regia
1 Phn
2.
Batai laut
Pelthoporum pterocarpum
6 Phn
Keterangan Phn : pohon p
l : lebar
: panjang
* untuk hard material ** untuk soft material
4.4.5 Rancangan Segmen E (Area Sebelah Timur Masjid) Area ini dirancang sebagai welcome area. Gapura masjid akan dipertahankan, sedangkan untuk penataan lanskapnya dilakukan penanaman tanaman pengarah menggunakan glodogan tiang (Polyanthea longifolia) dan palem kenari (Phoenix canariensis) yang mengarahkan kendaraan ke area ground floor. Untuk sirkulasi manusia disediakan pintu masuk melalui plaza dari pedestrian. Segmen E membutuhkan soft dan hard material. Tabel 11 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen E. Tabel 11 Hard Material dan Soft Material Segmen E No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Lampu taman
p x l = 5 m x 0,52 m
4 buah
2.
Lampu sorot
p x l = 0,1 m x 0,31 m
3 buah
Soft Material 1.
Glodogan tiang
Polyalthia longifolia
5 Phn
2.
Palem kenari
Phoenix canariensis
3 Phn
Keterangan Phn : pohon p
: panjang
l : lebar
* untuk hard material ** untuk soft material
72
4.4.6 Rancangan Segmen F (Area Sebelah Selatan Plaza) Penataan lanskap untuk lahan ini dengan menanam tanaman pembatas pada area belakang (sebelah Barat gedung Markaz Islam Bogor) dengan menggunakan pohon glodogan tiang (Polyanthia longifolia). Selain itu, glodogan tiang juga digunakan sebagai tanaman pengarah di bagian depan gedung Markaz Islam Bogor. Untuk fungsi screening, ditanam Agathis dammara pada area sebelah Utara Markaz Islam Bogor. Untuk fungsi penerangan, diletakkan lampu taman di bagian belakang dan di sisi Utara Markaz Islam Bogor, sedangkan bagian depan masjid selain menggunakan lampu taman juga menggunakan lampu pathway sebagai pengarah. Segmen F membutuhkan soft dan hard material. Tabel 12 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen F. Tabel 12 Hard Material dan Soft Material Segmen F No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Lampu taman
p x l = 5 m x 0,52 m
8 buah
2.
Lampu pathway
p x l = 1 m x 0,15 m
3 buah
Soft Material 1.
Glodogan tiang
Polyalthia longifolia
3 Phn
2.
Cemara tretes
Cupressus sempervirens
9 Phn
3.
Ekaliptus
Eucalyptus camaldulensis
5 Phn
Keterangan Phn : pohon p
: panjang
l : lebar
* untuk hard material ** untuk soft material
4.4.7 Rancangan Segmen G (Pedestrian Line) Batas area untuk rancangan pedestrian hanya di wilayah sekitar Masjid Raya Bogor, yaitu pedestrian sepanjang 130 m mulai dari pedestrian di depan Gedung Markaz Islam Bogor sampai pada pedestrian di bagian ujung utara masjid yang dibatasi oleh jalan Sambu. Pedestrian akan dibuat dengan konsep grass floor, yaitu lantai dengan paving berbahan batu andesit yang diberi space berupa penanaman rumput. Konsep grass floor dibuat dengan pertimbangan daya infiltrasi air akan lebih cepat dengan grass floor jika dibandingkan dengan
73
menggunakan paving block. Lebar pedestrian walk yng direncanakan adalah 2,5 m dan menutup saluran drainase terbuka dengan plat baja berongga. Untuk fasilitas penerangan pada sepanjang jalur ini akan ditempatkan lampu pathway untuk pengarah bagi pejalan kaki dan bagi pengendara. Pada area ini juga akan disediakan signage penunjuk arah masuk kompleks masjid sebagai orientasi tapak. Sebagai pemisah antara jalan raya dan pedestrian
ditanam
tanaman pembatas, yaitu Juniperus chinensis. Penggunaan tanaman ini yang selain berfungsi sebagai pembatas, juga berfungsi untuk menyaring polusi udara dan polusi suara yang berasal dari jalan raya. Segmen G membutuhkan soft dan hard material. Tabel 13 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen G. Tabel 13 Hard Material dan Soft Material Segmen G No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Lantai andesit
pxl=1mx1m
2.
Lampu pathway
p x l = 1 m x 0,15 m
3.
Pagar
p x l x t = 120 m x 0,15 m x 1,4 m
4.
Signage
p x l = 1,45 m x 0,5 m
216 buah 17 buah 120 m 1 buah
Soft Material 1.
Rumput
Axonopus compresus
24 m2
2.
Cemara sinensis
Juniperus chinensis
40 Phn
Keterangan Phn : pohon
l : lebar
* untuk hard material
p
t : tinggi
** untuk soft material
: panjang
4.4.8 Rancangan Segmen H (Jalan Raya Pajajaran) Rancangan pada area ini berupa penataan lanskap jalan, yaitu penataan jarak antar-pohon, penempatan fasilitas penerangan, dan penambahan fasilitas jembatan penyeberangan. Seperti halnya pedestrian, batas area untuk rancangan lanskap jalan hanya di wilayah sekitar Masjid Raya Bogor, yaitu jalan raya sepanjang 130 m mulai dari depan Gedung Markaz Islam Bogor sampai pada bagian ujung utara masjid yang dibatasi oleh jalan Sambu.
74
Rancangan lanskap pada median jalan selebar 2 m tetap mempertahankan pohon yang kini ada, yaitu Gliricidia cepium dengan jarak tanam yang tepat, dan menempatkan
fasilitas
penerangan
dengan
jarak
yang
tepat
dengan
mempertimbangkan radius penerangannya. Segmen H membutuhkan soft dan hard material. Tabel 14 menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, berikut jumlah dan spesifikasinya sesuai dengan soft dan hard material yang dibutuhkan oleh Segmen H. Tabel 14 Hard Material dan Soft Material Segmen H No.
Jenis Fasilita*/Nama Lokal**
Dimensi*/Nama Latin**
Jumlah
Hard Material 1.
Lampu jalan
pxl=9mx4m
2.
Jembatan penyeberangan
p x l = 21,5 m x 1,5 m
11 buah 1 buah
Soft Material 1.
Glirisidia
Glirisidia sepium
11 buah
Keterangan Phn : pohon
l : lebar
* untuk hard material
p
t : tinggi
** untuk soft material
: panjang
4.4.9 Detil Konstruksi Detil konstruksi ini dicantumkan untuk mempermudah dalam pembuatan elemen lanskap yang telah dirancang. Detil konstruksi ini mencakup gambar tampak depan, tampak atas, potongan, dimensi elemen lanskap, dan bahan yang digunakan. Elemen yang ditampilkan pada detil konstruksi adalah penanaman pohon pada atap (Lampiran 12), penanaman semak pada atap (Lampiran 13), penanaman semak pada atap koridor (Lampiran 14), penanaman pohon, semak, dan groundcover (Lampiran 15), penanaman rumput (Lampiran 16), pedestrian (Lampiran 17), lampu taman, lampu jalan, lampu pathway (Lampiran 18), lampu taman (Lampiran 19), lampu jalan (Lampiran 20), ruang pompa (Lampiran 21), signage (Lampiran 22).
75
4.4.10 Perhitungan Kekuatan Konstruksi untuk Menahan Beban Atap bertanaman atau roof garden dianalisis dengan cara membandingkan dimensi kolom beton minimum untuk menahan beban tambahan akibat penempatan atap bertanaman dengan dimensi beton dalam perancangan. Perhitungan kelayakan beban pada bangunan masjid berdasarkan dimensi kolom terdapat pada Lampiran 26.
76
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Taman sebagai fasilitas pendukung pada Masjid Raya Bogor sangatlah diperlukan untuk menunjang kebutuhan kenyamanan pengunjung maupun untuk menambah estetika masjid. Secara umum konsep ekoarsitektur dapat diterapkan pada Masjid Raya Bogor, hal ini ditunjang oleh luasnya permukaan atap beton datar yang dapat dimanfaatkan sebagai atap bertanaman atau roof garden. Penerapan
konsep
ekoarsitektur
berfungsi
untuk
meningkatkan
kualitas
lingkungan, memperbaiki kualitas visual, meningkatkan kenyamanan dan keamanan pengguna tapak, serta melindungi struktur bangunan dari kerusakan mekanis akibat curah hujan yang tinggi di Kota Bogor. Pada tapak ditemukan beberapa permasalahan, yaitu permasalahan visual yang rendah dan pelanggaran land use yang diakibatkan oleh pedagang kaki lima di sepanjang pedestrian, penempatan fasilitas toilet umum di depan masjid, dan penempatan penitipan gerobak di sekitar lingkungan masjid. Selain itu, kondisi penerangan malam yang rendah juga menjadi perhatian dalam perancangan untuk diperbaiki demi keamanan, kenyamanan, dan estetika tapak di waktu malam. Kegiatan perancangan pada Kompleks Masjid Raya Bogor dilakukan dengan mengoptimalkan potensi-potensi tapak dan memperbaiki kualitas tapak yang rendah. 5.2 Saran Konsep ekoarsitektur direkomendasikan untuk diterapkan pada lanskap Masjid Raya Bogor pada tahap renovasi masjid yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat oleh Pemerintah Kota Bogor mengingat posisi masjid tersebut yang terletak di pusat Kota Bogor dengan kondisi tingkat polusi suara dan udara yang tinggi. Kualitas penerangan perlu diperhatikan untuk keamanan, kenyamanan, dan estetika masjid. Dalam menetapkan kebijakan tata ruang, sebaiknya pemerintah Kota Bogor lebih tegas terhadap pelanggaran ruang publik, terutama yang dilakukan oleh pedagang kaki lima di sepanjang jalur pedestrian di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor.
77
DAFTAR PUSTAKA Ambarwati DO. 2005. Hubungan Penggunaan Lahan dan Ruang Terbuka Hijau dengan Suhu Udara Kota Cibinong Kabupaten Bogor. (Laporan Praktik Lapang). Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas MIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Apsari J. 2007. Upaya Mengatasi Fenomena Urban Heat Island (Studi Kasus: DKI Jakarta). [Skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Arnold HF. 1980. Trees in Urban Design. New York: Von Nostrand reinhold Co Inc. Booth NK. 1983. Basic Elements of Landscape Architecture Design. Illionis: Waveland Press Inc. Branch MC. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif (Terjemahan). Yogyakarta: Erlangga. Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plant In The Landscape. San Fransisco: W. H. Freeman and Co. Crowe S. 1981. Garden Design. London: Packard Publ. Ltd. Dinas
Pariwisata dan Budaya Kota Bogor. 1991. Toponimi Bogor. http://www.cikalbogor.20m.com/catalog.html. [24 Februari 2008].
Direktorat Bina Marga. 1991. Pemeliharaan Rutin Tanaman Jalan. http://www.pu.go.id/ditjen_prasarana%20wil/referensi/nspm/petunjuk17.p df. [21 Februari 2008]. Feriadi H, Frick H. 2008. Atap Bertanaman Ekologis dan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius. Frick H, Mulyani TH. 2006. Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius. Frick H, Suskiyatno FXB. 2007. Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius. Gold SM. 1980. Recreation Planing and Design. New York: Mc Graw-Hill Co. Handayani S. 2010. Lansekap dalam Arsitektur. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTU R/196609301997032-SRI_HANDAYANI/Bahan_Ajar_Mata_Kuliah_ Ars Lansekap_2.pdf. [15 April 2011]. Hardjasoemantri K. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
78
Haries CW, Dines NT. 1988. Time-Saver Standards for Landsape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Pedoman Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Johnston J, Newton J. 1996. Building: A guide for using plants on roofs, walls, and pavements. Illionis: American Hydrotech Inc. Karyono TH. 2001. Wujud Kota Tropis di Indonesia: Suatu Pendekatan Iklim, Lingkungan, dan Energi. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur 29(2): 41-146. Lynch K. 1981. Site Planing. Masschussetts: The M. I. T. Press Inc. Marbun BN. 1990. Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prosfek. Yogyakarta: Erlangga. Marsh WM. 1991. Landscape Planing, Environtmental Aplication. Canada: John Wiley&Sons. Nurisjah S, Pramukanto Q. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. (Tidak Dipublikasikan). Nurisjah S. 2007. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. (tidak Dipublikasikan). Porteus JD. 1977. Environment and Behavior. California: Addison-Wesley Inc. Pramukanto Q. 2006. Taman Atap, “Stepping Stone” Hijau Jejaring Ekologi Kota. http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0506/02/metro/1789613. htm. [15 April 2011]. Reid WG. 1993. From Concept to Form. New York: Van Nostrand Reinhold. Sasmita DF. 2009. Arahan Penataan Ruang Terbuka Hijau pada Koridor jalan Jenderal Sudirman Kota Singkawang. (Skripsi). Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik. Semarang: Universitas Diponegoro. Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Simonds JO. 1994. Garden Cities 21. New York: Mc Graw-Hill. Sukaton A, Jimmy S, dan Bambang S. 2004. Panduan Rancang Bangun. Jakarta: Dinas Pertamanan Jakarta Pusat. Sulistiyantara B. 2002. Sistem dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau Kota. Prosiding Pelatihan Ruang Terbuka Hijau. Studio arsitektur Lanskap Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
79
Thabrani, S. 2007. AutoCAD 2007 & 3D Studio Max Untuk Arsitektur. Jakarta: Mediakita. U.S. Environmental Protection Agency (EPA). 2006. Heat Island Effect. http://www.epa.gov/ heatisland. [15 April 2011] Van Dyke S. 1990. From Line to Design. New York: Van Nostrand Reinhold. Van der Ryn S, Cowan S. 1996. Ecological Design. Washington, D.C: Island Press. Voogt
JA. 2004. Urban Heat Islands: Hotter Cities. http://www.actionbioscience.org/environment/voogt.html. [15 April 2011].
105
Lampiran 26 Hitungan Kelayakan Beban pada Bangunan Masjid Berdasarkan Dimensi Kolom Pada perhitungan beban kolom diambil pada salah satu kolom yang dianggap memikul beban yang besar Tebal Plat = 56, 44 cm Tinggi kolom pada setiap tingkat : lantai dasar = 450 cm Lantai 1
= 500 cm
Lantai 2
= 400 cm
A.
Data Perencanaan Bobot Mati 1. Luas daerah yang dipikul satu kolom
= 34,78 m2
2. Tebal pelat
= 0,56 m
3. Massa jenis pelat
= 2.400 kg/m3
4. Beban penggantung
= 7 kg/m2
5. Beban plafon
= 11 kg/m2
6. Massa jenis balok
= 2.400 kg/m3
7. Beban spesi 3 cm
= 21 kg/m2
8. Massa jenis ubin 2 cm
= 2.400 kg/m3
9. Beban dinding setengah bata
= 250 kg/m2
10. Massa jenis balok anak
= 2.400 kg/m3
11. Beban plumbing irigasi
= 10 kg/m2
12. Beban sanitasi
= 20 kg/m2
13. Ukuran balok induk memanjang
= 30 x 40 cm
14. Ukuran balok induk melintang 9 m
= 50 x 70 cm
15. Tebal spesi
= 3 cm
16. Ukuran balok anak melintang bentang 9 m
= 40 x 50 cm
17. Ukuran balok anak memanjang bentang 5 m
= 20 x 30 cm
106
Lampiran 26 (Lanjutan)
B.
Bobot Mati Material Beton Lantai 1 dan Lantai 2
Rumus yang digunakan untuk menghitung bobot material beton adalah ∑ Mb = Mb1 + Mb2 + Mb3 +……..Mbn Mbx = L x t x ρ x n Dengan
Mbx
= Bobot material dari bahan beton (kg)
L
= Luas daerah yang dipikul (m2)
t
= Panjang pelat (m)
ρ
= Bobot jenis beton (kg/m3)
n
= Jumlah material yang digunakan
∑ Mb = Total bobot material dari bahan beton (kg)
Bobot Mati Beton Lantai 1 dan Lantai 2 Nama Material
(L) m
2
(t)
(ρ)
m
kg/m
(n) 3
(Mbx) kg
Pelat
34,78
0,56
2400
2
93.488,64
Balok induk melintang 1
0.135
2,5
2400
4
3.240
Balok induk melintang 2
0.35
4,25
2400
2
7.140
Balok induk memanjang
0.12
2,25
2400
2
1.296
Balok anak melintang
0.2
4,25
2400
4
8.160
Balok anak melintang
0.06
2,5
2400
4
1.440
Bobot ubin
34.78
0,02
2400
2
3.338,88
∑ Mb =
118.103,52
C.
Bobot Mati Material Selain Beton Pada Lantai 1 dan 2
Rumus yang digunakan menghitung bobot material selain beton adalah ∑Mm = Mm1 + Mm2 + Mm3 +………Mmn Mmx = L x Mx
107
Lampiran 26 (Lanjutan) ∑Mm = Total bobot material dari bahan selain beton (kg)
dengan
Mmx = Bobot material (kg) ρx
= Bobot jenis material (kg/m2)
L
= Luas material (m2)
Bobot Mati Material Selain Beton pada Lantai 1 dan lantai 2 (L)
(ρx)
(Mmx)
m2
kg/m2
kg
Plafon
69,56
11
765,16
Penggantung
69,56
7
486,92
Plumbing
15,67
10
156,7
Spesi
1,043
21
43,82
45
250
11.250
∑Mm =
12.702,6
Nama Material
Bobot tembok setengah bata
Bobot mati total lantai 1 dan 2 (∑Mbm1) ∑Mbm1 = ∑Mbx + ∑Mm = 118.103,52 kg + 12.702,6 kg = 130.806,12 D.
Lantai Atap
Data perencanaan 1. Luas daerah yang dipikul satu kolom
= 34,78 m2
2. Tebal pelat
= 0,56 m
108
Lampiran 26 (Lanjutan)
3. Massa jenis pelat
= 2400 kg/m3
4. Bobot penggantung
= 7 kg/m2
5. Bobot plafon
= 11 kg/m2
6. Bobot jenis balok
= 2400 kg/m3
7. Bobot spesi
= 21 kg/m2
8. Bobot aspal
= 14 kg/m2
9. Ukuran balok induk memanjang
= 30 x 45 cm
10. Ukuran balok induk melintang bentang 4,5 m
= 30 x 40 cm
11. Ukuran balok induk melintang bentang 9 m
= 50 x 70 cm
12. Ukuran balok anak melintang bentang 9 m
= 40 x 50 cm
13. Ukuran balok anak memanjang bentang 5 m
= 20 x 30 cm
14. Massa jenis aspal
= 1400 kg/m3
Bobot Mati Material Beton pada Lantai Atap (L)
(t)
(ρ)
m2
m
kg/m3
Pelat
34,78
0,56
2400
1
46.744,32
Balok induk memanjang
0.135
2,5
2400
2
1.620
Balok induk melintang 2
0.35
4,25
2400
1
3.570
Balok induk memanjang
0.12
2,25
2400
1
648
Balok anak melintang
0.2
0,75
2400
2
720
Balok anak melintang
0.06
2,5
2400
2
720
Aspal cair
34.78
0,02
1400
1
973.84
∑ Mb =
54.996,2
Nama Material
(n)
(Mbx) kg
109
Lampiran 26 (Lanjutan) E.
Bobot Mati Material Selain Beton Pada lantai atap
Rumus yang digunakan menghitung bobot material selain beton adalah : ∑Mm = Mm1 + Mm2 + Mm3 +………Mmn Mmx = L x Mx ∑Mm = Total bobot material dari bahan selain beton (kg)
dengan
Mmx = Bobot material (kg) ρx
= Bobot jenis material (kg/m2)
L
= Luas material (m2)
Bobot Mati Material Selain Beton pada Lantai Atap (L)
(ρx)
(Mmx)
m2
kg/m2
kg
Plafon
34,78
11
382,58
Penggantung
34,78
7
243,46
Plumbing
16,72
10
167,2
Spesi
1,043
21
21,90
Aspal
0.7
1400
980
∑Mm =
1.795,14
Nama Material
Bobot mati total pada atap (∑Mbm2) = ∑Mbx
+ ∑Mm
54.996,2 kg + 1.795,14 kg = 56.791,34 kg F.
Bobot Vertical Landscape
Data Perencanaan 1. Massa jenis pasir non organik (ρpn)
= 2650 kg/m3
2. Massa jenis bahan organic (ρbo)
= 670 kg/m3
3. Volum planter box untuk Bouhinia kockkiana (vb) = 0,1144 m3 4. Jumlah planter box untuk Bouhinia kockkiana (nb) = 154 5. Volum planter box untuk Thunbergia sp. (vt)
= 0,06125 m3
110
Lampiran 26 (Lanjutan)
6. Jumlah planter box untuk Thunbergia sp. (nt)
= 154
7. Volume media tanam untuk Bouhinia kockkiana (Vmb) vb x nb = 0,1144 m3 x 154
= 17,62 m3
8. Volume media tanam untuk Thunbergia sp. (Vmt) vt x nt = 0,06125 m3 x 154 = 9,4325 m3 9. Luas media tanam untuk rumput (Lmr)
= 298,69 m2
10. Tebal media tanam rumput (Tmr)
= 0.3 m
11. Volume media tanam untuk rumput (Vmr) Lmr x Tmr = 298,69 m2 x 0,3 m
= 89,6 m3
12. Volum planter box untuk Phoenix robelinii (vp)
= 0,43 m3
13. Jumlah planter box untuk Phoenix robelinii (np)
=8
14. Volume media tanam untuk Phoenix robelinii (Vmp) Vp x np = 0,43 m3 x 8 pohon
= 3,44 m3
Volume total media tanam (∑Vt) = Vmb + Vmt + Vmr + Vmp = 17,62 m3 + 9,4325 m3 + 89,6 m3 + 3,44 m3 = 120 m3 15. Massa jenis beton (ρb)
= 2400 kg/m3
16. Jumlah sekat beton besar (nsb)
= 154
17. Volume sekat beton besar (Vsb)
= 0,02125 m3
18. Bobot sekat beton besar (Msb) ρb x Vsb = 2400 kg/m3 x 0,02125 m3
= 51 kg
19. Total bobot sekat beton besar (∑Msb) nsb x Msb = 154 x 51
= 7854 kg
20. Volume sekat beton kecil (Vsk)
= 0,013125 m3
21. Jumlah sekat beton kecil (nsk)
= 154
22. Bobot sekat beton besar (Msk) ρb x Vsk = 2400 kg/m3 x 0,013125 m3
= 31,5 kg
23. Total bobot sekat beton kecil (∑Msk) nsk x Msk = 154 x 31,5 kg 24. Bobot versicell (Mv)
= 4851kg = 2,5 kg/m2
111
Lampiran 26 (Lanjutan)
25. Luas area penggunaan versicell (Lv)
= 476,78 m2
26. Bobot total vercicell (∑Mv) Mv x Lv = 2,5 kg/m2 x 476,78 m2
= 191,94 kg
27. Volume bak beton untuk pohon (Vp)
= 0,146 m3
28. Jumlah bak beton untuk pohon (np)
=8
29. Bobot bak beton untuk pohon (Mp) ρb x Vp = 2400 kg/m3 x 0,146 m3
= 350,4 kg
30. Bobot total bak beton untuk pohon (∑Mp) np x Mp = 8 x 350,4 kg
= 2803,2 kg
31. Jumlah tanaman Thunbergia sp (nt)
= 154 polibag
32. Bobot Thunbergia sp (Mt)
= 3 kg/ polibag
33. Bobot total Thunbergia sp ( ∑Mt) nt x Mt = 154 polibag x 3 kg/ polibag
= 462 kg
34. Jumlah tanaman Bouhinia kockkiana (nb)
= 154 polibag
35. Bobot Bouhinia kockkiana (Mb)
= 4 kg/ polibag
36. Bobot total Bouhinia kockkiana (∑Mb) nb x Mb = 4 kg/ polibag x 154 polibag
= 616 kg
37. Jumlah Phoenix robelinii (npr)
= 8 pohon
38. Bobot Phoenix robelinii (Mpr)
= 20 kg/ pohon
39. Bobot total Phoenix robelinii (∑Mpr) npr x Mpr = 20 kg/ pohon x 8 pohon 40. Bobot rumput (Mr)
= 160 kg = 3 kg/m2
41. Bobot total rumput (∑Mr) Mr x Lmr = 3 kg/m2 x 298,7 m2
= 896,1 kg
Untuk menghitung bobot media tanam untuk keperluan taman atap digunakan rumus
Mmt = Mpa + Mbo Mpa = 60% x ∑Vt x ρpn Mbo = 40% x ∑Vt x ρbo
Dengan
Mmt = bobot media tanam
(kg)
Mpa = bobot pasir nonorganik
(kg)
112
Lampiran 26 (Lanjutan) Mbo = bobot bahan organik
(kg)
∑Vt = volume total media tanam
(m3)
ρpn = Masa jenis pasir nonorganik ρbo = Masa jenis bahan organik
(2.650 kg/m3) (670 kg/m3)
= 60% x 120 m3 x 2650 kg/m3
42. Bobot pasir (Mpa)
= 190.800 kg 43. Bobot bahan organik (Mbo)
= 40% x 120 m3 x 670 kg/m3 = 32.160 kg
Total bobot untuk vertical landscape (∑Mvl) ∑Mvl = ∑Msb + ∑Msk + ∑Mv + ∑Mp + ∑Mt + ∑Mb + ∑Mpr +∑Mr + Mpa + Mbo = 7.854 kg + 4.851kg + 191,94 kg + 2.803,2 kg + 462 kg + 616 kg + 160 kg + 896,1 kg + 190.800 kg + 32.160 kg = 240.793,84 kg Maka total bobot atap (Mta) = ∑Mbm + ∑Mvl = 56.791,34 kg + 240.793,84 kg = 297.585,18 kg G.
Bobot Hidup 1. Atap
: 34,78 x 100 kg/m2
= 3478 kg
2. Lantai
: 34,78 x 250 kg/m2 x 2 lantai
= 16875 kg
Beban hidup total = 20.868 kg Koefisien reduksi beban hidup : 0,90 Jadi, total beban untuk beban hidup (LL) : LL=0,90 x 20868 kg = 18781,2
H.
Pengukuran Kelayakan Kekuatan Kolom Menahan Beban
Bobot lantai 1 dan lantai 2 W1,2
= (1,2 x ∑Mbm1) + (1.6 x (LL)
W1,2
=(1,2x130.806,12 kg )+(1,6 x 18.781,2 kg)
W1,2
= 156.976.34 kg + 30.049.92 kg = 187.026,26 kg
113
Lampiran 26 (Lanjutan) Bobot lantai 1
W1
= 187.026,26 kg / 2 = 93.513,13
Bobot lantai 2
W2
= 93.513,13
Bobot atap W atap = (1,2 x Mta) + (1,6 x 3.478 kg) W atap = (1,2 x 297.585,18 kg) + (1,6 x 3.478 kg) W atap = 357.102,217 kg + 5.564,8 kg W atap = 362.667 kg Jadi berat total yang digunakan adalah U = 1.4 x DL dengan
U
= kuat perlu
DL
= total beban mati dari tiap lantai
U1 = 1,4 x (130.806,12 kg + 297.585,18 kg) = 599.747,82 kg U2 = (1,2 x DL) + (1,6 x LL) + (0,5 x A) (SNI 03-2847-2002 Psl.11.2.(5)) Dengan
U
= kuat perlu
Dl
= total beban mati setiap lantai
LL
= total beban hidup dari setiap lantai
A
= beban atap
U2 = (1,2 x(130.806,12 kg + 297.585,18 kg) + (1,6 x 18781,2) + ( 0.5 x 3.478) = 545.858,48 U1 > U2 sehingga beban yang digunakan untuk menghitung kolom adalah U = 599.747,82 kg Untuk komponen struktur dengan tulangan spiral maupun sengkang ikat, maka ф = 0,7, tetapi ф tersebut hanya memperhitungkan akibat gaya aksial saja. Maka agar kolom juga mampu menahan gaya momen diambil ф = 0,3 Mutu beton yang digunakan : 35 Mpa = 350 kg/ cm2 ( 1 Mpa = 10kg/cm2) Dimensi :
114
Lampiran 26 (Lanjutan)
sehingga b2 = b
= 75,6 cm
b
≈ 76 cm
cm2
Dimensi kolom minimum yang dapat digunakan adalah 76/76 cm Diketahui bahwa dimensi kolom dalam rencana perancangan masjid adalah 85/85 cm Simpulan :
Vertical landscape dapat diterapkan pada masjid karena dimensi kolom pada masjid lebih besar dibandingkan dengan dimensi kolom minimum.
115
116