PERBANDINGAN STANDAR DESAIN JEMBATAN PRATEKAN UNTUK JALAN RAYA Marcela Merelin Setiadi 1, Irpan Hidayat2 Student Civil Engineering (Candidate),
[email protected] Lecture Civil Engineering Departement,Binus University. Indonesia,
[email protected]
Abstrak Jembatan pratekan adalah jembatan yang mengalami tegangan internal sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal. Jembatan pratekan memiliki bentang memanjang 35m (114,835ft) dan bentang melintang 12,4m(40,68ft) dengan tinggi Girder 2100 mm (82,67in) dengan tipe Girder-I Standar WIKA. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menghitung nilai lendutan dan tegangan dengan standar perencanaan Bina Marga, AASHTO dan British Standard. Hasil perhitungan nilai tegangan untuk standar Bina Marga, AASHTO dan British Standard pada kondisi awal serat atas yaitu 1,68MPa,0,27ksi(1,86MPa) dan -1,98MPa. Sedangkan nilai tegangan pada kondisi awal serat bawah yaitu -19,72MPa,-2835ksi(-19,55MPa), dan 19,44MPa. Nilai tegangan pada kondisi setelah kehilangan gaya pratekan untuk standar Bina Marga, AASHTO dan British Standard pada kondisi serat atas yaitu -11,78MPa, -2,242ksi(-15,462MPa),dan -24,7MPa, pada kondisi serat bawah yaitu 1,03MPa,0,01ksi(0,068MPa) dan -1,5 MPa. Nilai lendutan untuk Bina Marga, AASHTO dan British Standard yaitu 16,196 mm, 0,5114in (13,055mm) dan 13,698mm, dimana nilai batas yang diijinkan untuk setiap perencanaan yaitu kurang dari 43,75mm,1,72in (43,75mm), dan 140mm. Persentase kehilangan gaya pratekan untuk standar Bina Marga, AASHTO dan British Standard yaitu 17,67%,18,93% dan 19,5%. (mms) Kata Kunci : jembatan, girder, prategang, lendutan,tegangan,losses
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Jembatan Beton prategang adalah jembatan yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal. Dalam merencanakan sebuah jembatan beton pratekan bentang panjang harus memperhatikan karakteristik, sifat dan fungsi. Salah satu fungsi dari jembatan beton pratekan adalah untuk jalur kereta api dan jalan raya. Perencanaan pembebanan untuk jembatan pratekan kereta api dan jalan raya pada dasarnya harus memperhatikan faktor–faktor berikut yaitu beban mati, beban kejut, beban horizontal, beban angin dan beban gempa, semua pembebanan tersebut harus diperhitungkan dengan benar agar tidak terjadi permasalahan struktur dalam perencanaan jembatan. Setiap Negara memiliki standar yang berbeda-beda dalam menghitung dan merencanakan sebuah jembatan pratekan untuk jalan raya ataupun untuk kereta api. Indonesia memiliki standar Bina Marga, Inggris memiliki British Standard, dan Amerika memiliki AASHTO.
1.2
Identifikasi Masalah Perencanaan dan perhitungan jembatan tipe concrete bridge for highway dengan menggunakan standar perencanaan dari beberapa Negara, yaitu SNI, AASHTO dan BS dengan bentang 35m, terbagi menjadi beberapa girder. Tahapan pertama yang dilakukan yaitu dengan menghitung pembebanan, kemudian perencanaan jembatan pratekan dalam kondisi Batas Layan dan Batas Kekuatan Terfaktor, girder yang digunakan yaitu girder I dimana masing-masing potongan girder tersebut akan dihitung nilai lendutan,tegangan, posisi tendon pada setiap titik dan momen kapasitas sesuai standar dari masing-masing negara.
1.3
1.4
2.
Tujuan Dalam penelitian pemodelan prestressed concrete bridge for railway terdapat beberapa tujuan,yaitu : a. Mengetahui besarnya nilai tegangan pada masing-masing gelagar jembatan. b. Mengetahui besarnya nilai lendutan pada gelagar jembatan dengan menggunakan peraturan yang berbeda c. Membandingkan besarnya nilai lendutan dengan standart code pembebanan yang berbeda-beda. Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa ruang lingkup atau batasan masalah, yaitu : a. Jembatan yang akan dibahas pada bagian superstruktur yaitu deck atau geladak, system lantai, dan rangka utama berupa gelagar atau girder. b. Girder yang akan dibahas adalah interior girder. c. Peraturan Jembatan untuk jembatan pratekan yang digunakan berdasarkan standart code koefisien pembebanan yang berbeda dari beberapa Negara. d. Berdasarkan bahan konstruksinya adalah jembatan beton prategang, post tension, girder I, dengan L= 35 m e. Dalam pembahasan akan dibahas bagian interior jembatan. f. Dalam penelitian ini akan dibahas nilai tegangan pada masing-masing gelagar dan nilai lendutan maksimum dengan data girder yang sama, serta bentang, spesifikasi girder sama, tetapi dengan standar perencanaan pembebanan menggunakan peraturan yang berbeda. g. Standar yang digunakan yaitu RSNI T –02-2005 (Standar Pembebanan Untuk Jembatan), dan 021/BM/2011(Perencanaan Struktur Beton Pratekan Untuk Jembatan sesuai dengan Peraturan Bina Marga), AASHTO LRFD,sedangkan untuk British Standard yaitu BS 5400-4:1990 (Steel,Concrete and Composite Bridge),BD 44/95 Vol. 3,Section 4,Part 14(The Assement of Concrete Highway Bridges and Structures), BD 37/01 Section 3,Part 14(Loads for Highway Bridges), BD 21/01 Part 3, Volume 3 Section 4 (The Assess of Highway Bridges and Structures), BS 8110-1997, BA 19/85. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan membaca buku yaitu standar perencanaan mengenai pembebanan untuk jembatan dan mengenai beton prategang berdasarkan stadar perencanaan yang berbeda-beda dari setiap Negara, yaitu Bina Marga, AASHTO LRFD, dan British Standard, serta jurnal ilmiah, dan proceeding.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Perbandingan Berdasarkan Ketentuan Standar Perencanaan
I. Berdasarkan Ketentuan Standar Perencanaan TOPIK BINA MARGA AASHTO Standar Bina Marga(021/BM/2011) AASHTO LRFD Perencana RSNI (T-02-2005) an SNI (T-12-2004)
• • • • • •
Standar Tendon Standar IGirder Jenis Tulangan Prategang
Freyssinet Concrete Company WIKA, H-210
Freyssinet Concrete Company WIKA, H-210
7-wire super grade, diameter 15,2 mm ,luas 143 mm2 7-wire super grade,diameter 12,7 mm, luas 100 mm2
7-wire super grade, diameter 15,2 mm ,luas 143 mm2 7-wire super grade,diameter 12,7 mm, luas 100 mm2
BRITISH STANDART BS 5400-4:1990 (Steel,Concrete and Composite Bridge) BD 44/95 Vol. 3,Section 4,Part 14 (The Assement of Concrete Highway Bridges and Structures) BD 37/01 Section 3,Part 14(Loads for Highway Bridges) BD 21/01 Part 3, Volume 3 Section 4 (The Assess of Highway Bridges and Structures) BS 8110-1997 BA 19/85
Freyssinet Concrete Company WIKA, H-210 7-wire super grade, diameter 15,2 mm ,luas 143 mm2 7-wire super grade,diameter 12,7 mm, luas 100 mm2
Jenis Tendon
A1=A2 , 12 K15 ø 95 A3=A4, 12 K13 ø 84
A1=A2 , 12 K15 ø 95 A3=A4, 12 K13 ø 84
A1=A2 , 12 K15 ø 95 A3=A4, 12 K13 ø 84
Tabel 2 Perbandingan Berdasarkan Data Gelagar II. Berdasarkan Data Gelagar Topik
Bina Marga
AASHTO
Dimensi
British Standart
31,4''
Girder
2,75''
800mm 80 mm
800mm
4,14'' 7,87'' 4,724''
70mm
80 mm
70mm 200mm 120mm
200mm 120mm
50,4'' 82,67'' 200mm
200mm
1280 mm
1280 mm 250mm
9,8'' 250mm
250mm
9,8''
250mm 700 mm
27,55'' 700 mm
Bentang
35 m
114,835ft (35m)
35 m
Jumlah
4 lajur
3 lajur
3 lajur
Lajur Mutu
f’c = 60MPa,f’ci = 51 MPa
f’c = 8,608 ksi, f’ci = 7,317ksi
f’cu = 75MPa,f’cui = 60 MPa
fpu
= 1.860MPa
fpu
fpu
Beton Nilai Tegangan
Nilai Gaya Prategang
= 270 ksi (1.862MPa)
= 1.860MPa
fpj (0,75 fpu)
= 1.395MPa
fpj (0,75 fpu) = 202,5 ksi(1.396MPa)
fpj (0,75 fpu)
= 1.395MPa
fpi (0,7fpu)
= 1.302MPa
fpi (0,7fpu)
= 189 ksi (1.303MPa)
fpi (0,7fpu)
= 1.302MPa
fpe(asumsi)
= 1.160,7MPa
fpe(asumsi)
= 167,4 ksi(1.54,4MPa)
fpe(asumsi)
= 1.160,7MPa
Pj = Ap ×fpj
Pj = Ap ×fpj
= 8.135.640 N Pi = Ap × fpi
Pj = Ap ×fpj
= 1.830,276 kips (8.141.797N) Pi = Ap × fpi
= 7.593.264 Pe (asumsi) = Ap × fpe
=1.708,257 kips(7.599.000N) Pe (asumsi) = Ap × fpe
= 6.411.042 N Batas
σcs = 0,45 f’c = -27 Mpa
Tegangan
σci = 0,6 f’ci = -30,6 MPa
Ijin
σts =
= 3,872 Mpa
σti =
= 1,78 Mpa
= 8.135.640 N Pi = Ap × fpi
=1.492,337kips(6.638.509N) σcs = -0,45 f’c
= 7.593.264 N Pe (asumsi) = Ap × fpe = 6.618.700N σcs = -0,45f’cu = -30MPa
= -3,87 ksi (-26,68MPa) σci = -0,6 f’ci
σci = -0,5f’cui = -30MPa σts = 1MPa/0
= -4,39ksi (-30,27MPa)
σtsi = 1 MPa / 0
σts = = 0,55ksi (3,793MPa) σti = = 0,51 ksi (3,517MPa) Batas Nilai Lendutan
L< L < 43,75 mm
L< L< 1,72 "
L< L < 140mm
Tabel 3 Perbandingan Berdasarkan Perencanaan Pembebanan III. Berdasarkan Perencanaan Pembebanan Topik Beban Mati
Bina Marga •
AASHTO
British Standard
Berat Girder(qDL)
Beban Permanen DC:
Beban Mati Permanen :
=18,35kN/m
•
•
Beban Sendiri(Girder)
Girder
:
: 19,084
kN/m
1,291 kips/ft(18,83kN/m) •
Beban Slab (230mm) :11,04kN/m
0,747 kips/ft
Beban Mati Tambahan
•
Beban Slab :
•
(11,96kN/m)
Beban Slab (qSDL) = 11,04 kN/m
•
Beban Mati Tambahan:
Plat Beton Bertulang(qSDL) = 2,284 kN/m
Beban Permanen DW : •
0,1545kips/ft •
Plat Antar Girder : 2,284 kN/m
•
Aspal
(2,25kN/m)
Aspal Beton(qSDL) =3,3kN/m
•
Beban Plat 2,75" :
•
: 3,3 kN/m
Beban Aspal 3" : 0,2296 kips/ft (3,35kN/m)
Beban Hidup
Beban Hidup “D”:
Beban Transien (LL):
Beban Hidup terdiri dari (LL) :
• Beban Terbagi Rata:
• Lane Load
• HA Loading:
16,8 kN/m
= 0,64×6,56×0,3048
- UDL (Nominal Uniformly
= 1,278 kips/ft • Beban Garis :
Distributed Load) : 17,942kN/m -
KEL(Nominal Knife Edge Load) : 69,39 kN
137,2 kN • Beban Truk dan Tandem (AASHTO)
Beban Rem
135,1 kN
9,1kips (40,48kN)
414,7 kN
Tabel 4 Perbedaan Berdasarkan Batas Layan IV. Perencanaan Berdasarkan Batas Layan Topik Nilai Eksentrisitas (Mid Span)
Bina Marga e = hgirder – Yt – 230 = 776,2 mm
AASHTO e = hgirder – Yt – 9,0551ft = 30,559 ft (716,19mm)
British Standart e = hgirder – Yt – 230 = 776,2 mm
Topik
Bina Marga
AASHTO LRFD
British Standard
σb=0
σb=0
σb=0
Menentukan
=
=
=
Nilai Peasumsi Peff = Pe = 6.411.042 N
N
Pe = 1.492,3379 kips = 6.638.513 N
Menentukan
Aperlu=
Aperlu=
Nilai Aperlu
Aperlu =
= 8,9148 sq.in
= 5832 mm2
(5.751,48mm2) Menentukan
Ap tendon = jumlah strand x
Ap tendon = jumlah strand x
Nilai Aptendon
luas
luas = 5.832 mm
2
Ap tendon = jumlah strand x luas = 5.832 mm2
= 9,0384 sq.in = 5.831 mm2
Batas Minimum
= 345,38mm
= 345,38mm
Resultan 14,95" ( 379,73 mm)
Tendon Menentukan
=Yb-(Kb+345,38)
=Yb-(Kb+14,95")
=Yb-(Kb+345,38)
daerah aman
= 153,22 mm (Aman)
= 4,684" (Aman)
= 153,22 mm (Aman)
kabel
= 118,97 mm
Posisi Tendon
A1 = 624,71 mm
A1 = 24,59in (624,58mm)
A1 = 624,71 mm
Tumpuan
A2 = 924,71 mm
A2 = 36,405in (924,68mm)
A2 = 924,71 mm
A3 = 1.199,71 mm
A3 = 47,232 in
A3 = 1.199,71 mm
A4 = 1.434,71 mm
(1.199,695mm)
A4 = 1.434,71 mm
A4 = 56,484in (1.434,69mm) Posisi Tendon
A1= 143,58 mm
A1= 5,652 in(143,56mm)
A1= 143,58 mm
di Tengah
A2 =143,58 mm
A2 = 5,652 in(143,56mm)
A2 =143,58 mm
Bentang
A3 = 283,58 mm
A3 = 11,164 in(283,56mm)
A3 = 283,58 mm
A4 = 423,58 mm
A4 = 16,676 in (423,57mm)
A4 = 423,58 mm
= 1,68MPa
= 0,27 ksi (1,86MPa)
Tegangan Pada Kondisi
= -1,98MPa
Pj
= -19,72 MPa
= -2,836 ksi (-
= -19,44 MPa
19,55MPa)
Tegangan Pada Kondisi Pe (setelah
= -11,78 MPs
= -2,242 ksi
= -24,7 MPa
= (-15,462 MPa)
losses)
= 1,03 MPa
= -1,5 MPa = 0,01 ksi (0,068MPa)
Topik
Bina Marga
Menghitung
Lendutan Awal :
Nilai
•
Camber akibat Prestress
AASHTO Lendutan Awal :
British Standard Camber Pada saat Transfer
1 Camber Akibat Pratekan:
Lendutan
=57,881mm ( (-54,40mm) •
Defleksi akibat beban
:28,69mm ( )
2 Akibat Berat Sendiri:
sendiri
camber awal (26,61mm) Total Camber : 1,827 inch
= 57,881-28,698 =29,183 mm ( Defleksi
Jangka
Pendek
dengan Beban Layan Total = 25,4 mm (
= 40,633mm ( )
= 8,734 mm ( )
= 2,402 mm ( Total beban = 40,633 + 8,734+2,402 = 51,769 mm ( Total beban = 26,369 mm ( Defleksi Jangka Pendek Akibat Beban Permanen
= 25,4 mm ( Total Beban Permanen Beban Merata ((19.084+11.040+3300+2284) N/m = 35.708 N/m
Defleksi Jangka Panjang
= 27,044 mm ( )
Akibat deck Defleksi jangka panjang :
= Lendutan Akhir :
×
= 8,734 mm ( )
= 0,559 inch (14,19mm) Akibat Slab lantai kerja dan
Total Lendutan Akibat Beban Permanen 35,778 mm ( )
aspal
•
Jadi
= - 25,4 + 35,778 = 10,378 mm ( )
×
=
Defleksi
= 0,159 inch (4,038mm)
•
Jangka
Panjang
Akibat Beban Total
Final Chamber = 1,109 inch (28,168mm) Ltotal= Lbebanmerata+
Lbeban
Defleksi Akibat Beban
= 43,80 mm (
Hidup = 0,595 inch
hidup titik
akibat permanen load :
(15,113 mm) Total Defleksi
Cek :
= 0,514 inch (13,055mm) < 43,75 mm
Cek : Total Lendutan Long Term: -23,049+26,369+10,378 < =13,698 mm ( ) < 140 mm (OK)
Tabel 5 Perbedaan Perencanaan Berdasarkan Batas Ultimate V. Perencanaan Berdasarkan Batas Ultimate Topik
Bina Marga
Menentukan
f’c ≤ 30 MPa, maka β1 = 0,85
Nilai β1
f’c ≥ 55 MPa, maka β1 = 0,65
AASHTO
British Standart
30 f’c55,Maka β1=[0,85-0,008(f’c-30)] Karena f’c = 60 MPa , maka nilai β1 = 0,65
Menentukan
•
Lebar Stress Blok Pada Beton
• T = Aps × fpbbal + As×fs
•
= 9.682,35 kN.
= •
= 562,688kN
•
= 144 m
9,14 inch(232,15mm)
•
•
a = 9.682,35 : 47.268,5 = 204,84 mm
= 5,941 ±6 inch (152mm)
Menentukan
fpb = 0,87 fpu = 1.618,2 N/mm2
Nilai fps = 261,55 ksi
=
= 1.803,793 kN Cek Momen
Mu = 14.212,76 kN.m
Ultimate
Mu = 12.250,493 kN.m
Mubal=Aps×fpbbal(dp-
= 15.098,55 kN.m
)+Asbal×fsbal(dp - )
= 24.106,38 kN.m
= 16.855.531,44 kN.m > Mmax (OK)
= 16.307,697 kips.ft = (22.109,13kN.m)
Cek :Mu <
Mu < Mn,
, dimana
<16.307,697kip.
14.212,76 kN.m < 24.106,38 kN.m (OK)
Geser
ϕVn≥Vu
12.250,493kN.m <16.855.531,44kN.m
ft (OK)
Cek Gaya
Mu < Mubal, = 1,15
=1
ϕVn≥Vu
ϕVn≥Vu Vcr=
0,37×b×d×
Ultimate
+
Vu = 13,896 kN Vni = 437,99 kN
Vu = 21,26kips(94,57kN) Vni(Vc+Vs) = 217,00 kips(965,3kN)
Cek : Vu<
Vni,
= 0,75
13,896 kN < 437,99 kN(OK)
Cek Vu<
Vni,
Cek Vu < Vcr ,
= 0,9
21,26 kips < 217 kips
Tabel 6 Perbedaan Perencanaan Berdasarkan Kehilangan Gaya Pratekan VI. Perencanaan Berdasarkan Kehilangan Gaya Pratekan (Losses) Short-term: Topik
Bina Marga
AASHTO
British Standard
Friksi = 67,20 MPa
Slip
= 9,92 ksi (68,41MPa)
= 83,0025 MPa
= 82,89 ft (25,26mm)
Angkur =
mm = 14,325 ksi (98,793MPa)
Pemendeka n Beton = 32,35 MPa = 4,14 ksi (28,55MPa)
= 11,07 MPa • Ditarik per 2 tendon: jumlah penarikan
= 32,16 MPa • Ditarik tiap 1 tendon : jumlah penarikan
= 32,16 MPa • Ditarik 4 tendon : jumlah penarikan
= 1,15
94,84 kN < 1.005,393 kN
=0
Long term Topik Susut
BINA MARGA
AASHTO
Berdasarkan SNI T-12-2004,
• Awal Pengecoran
kehilangan gaya prategang
British Standard Losses Akibat Creep dan Shrinkage
Shrinkage Deformation (
Creep
akibat susut dapat dilihat pada persamaan dan hasil berikut:
λcs λcs Khs
= Kds
Kss
Kfs
Kbs
= 0,899
= 86,79 MPa
Kscs
= 33,5 MPa
kips.ft
• Pengecoran deck kdf = 1,247
= 6,73 kip (29,93kN) Total kehilangan gaya prategang akibat susut yaitu 7,86 kips (34,96kN) Rangkak
Berdasarkan SNI T-12-2004,
Beton
kehilangan gaya prategang
= 15,86 ksi (109,37MPa)
akibat rangkak dapat dilihat pada persamaan dan hasil berikut: cc = Khc Kdc Kgc Kfc Kacc Kto c
= 110,49 MPa Topik Relaksasi
Bina Marga
AAHTO
British Standard
o Tahap I : Saat transfer gaya prategang (18 hari setelah pengecoran)
= 25,975 MPa o
Tahap II : Saat beban superimposed diletakan (hari 30)
= 75,215 MPa =3,825ksi (26,379MPa)
= 12,356 MPa o
Tahap III : Setelah 2 tahun beban superimposed diletakkan
= 13,718 MPa Tegangan
akhir
pratekan
setelah relaksasi
= 52,048 MPa
Losses Total Persentase
17,67 %
18,39 %
19,5 %
1.395 MPa
202,5 ksi (1.396,55MPa)
1.395 MPa
Losses fpj fpe
1.189,60 MPa
165,3 ksi (1.140MPa)
1.161,86 MPa
Pe act
6.937.753,51 N
1.494 kips (6.645.907,47N)
6.776.020 N
Berdasarkan tabel perbandingan berdasarkan standar perencanaan Bina Marga, AASHTO LRFD dan British Standard, terdapat beberapa pembahasan yang dinyatakan pada grafik di bahwah ini
Gambar 1 Grafik Lendutan Gambar 1 diatas adalah perbandingan nilai lendutan, grafik bewarna biru adalah hasil nilai lendutan untuk setiap standar perencanaan, sedangkan grafik bewarna orange adalah lendutan maksimum yang diijinkan. Untuk Bina Marga dan AASHTO lendutan maksimum adalah L/800 hal ini dikarenakan hanya beban hidup saja, sedangkan untuk British Standard adalah L/250 dikarenakan beban yang diperhitungkan yaitu beban mati dan beban hidup.
Gambar 2 Nilai Tegangan pada Initial Condition
Gambar 3 Nilai Tegangan Setelah Kehilangan Gaya Prategang Gambar 2 dan gambar 3 adalah nilai tegangan, tegangan terdapat 2 kondisi dimana intial atau kondisi awal, dan kondisi akhir setelah kehilangan gaya prategang. Setiap kondisi terdapat 2 bagian yaitu atas dan bawah, untuk garis bewarna orange menyatakan daerah atau serat bawah, sedangkan garis
bewarna biru menyatakan serat atas. Hasil dari nilai tegangan tersebut adalah dibawah batas yang ditentukan, sehingga dapat dikatakan nilai tegangan memenuhi criteria untuk setiap standar perencanaan.
Gambar 4 Kehilangan Gaya Prategang-Short Term
Gambar 5 Kehilangan Gaya Prategang-Long Term Gambar 4 dan gambar 5 di atas adalah nilai kehilangan gaya prategang, dimana terdapat 2 kondisi yaitu short term dan long term, apa short term terdapat 3 kondisi yaitu friksi, slip angkur dan pemendekan beton. Untuk long term terdapat 3 kondisi yaitu susut, rangkak dan relaksasi. Perbandingan nilai untuk ketiga standar perencanaan berdasarkan setiap tahapannya dapat dilihat pada grafik 4 dan grafik 5.
Gambar 6 Persentase Total Kehilangan Gaya Prategang Berdasarkan Grafik 4 dan 5 maka didapatkan nilai total kehilangan gaya prategang pada gambar 6, gambar 6 adalah persentase kehilangan gaya prategang secara total berdasarkan 3 standar perencanaan.
4.
SIMPULAN • Nilai Load Combination Bina Marga, AASHTO dan British Standard terdapat perbedaan faktor, dikarenakan untuk Standar Bina Marga menggunakan kombinasi pembebanan primer (karena beban angin dan gempa tidak diperhitungkan sehingga hanya 1 traksi saja), untuk AASHTO LRFD menggunakan strength I (basic load combination, yang diperhitungkan yaitu beban mati, beban hidup dan beban rem), dan untuk British Standard menggunakan load combination class 1 (karena hanya beban mati, beban mati tambahan dan beban hidup yang diperhitungkan). • Perencanaan pada batas SLS (Serviceability Limit Stage) untuk posisi tendon pada supporting span ataupun pada tengah bentang adalah sama untuk standar Bina Marga, AASHTO dan British Standard, dikarenakan jumlah tendon yang dibutuhkan masih memenuhi jika digunakan 4 tendon, dengan ukuran diameter 12,7mm dan 15,2 mm. • Batas nilai lendutan dan hasil nilai lendutan untuk setiap negara berbeda-beda, untuk Bina Marga dan AASHTO LRDF adalah L/800, dan untuk British Standard L/250, dikarenakan pada Bina Marga dan AAHTO hanya diperhitungkan nilai lendutan untuk beban hidup saja, sedangkan British Standard dengan batasan L/250 dikarenakan nilai lendutan yang diperhitungkan adalah akibat beban mati dan beban hidup. • Perencanaan pada batas ULS (Ultimate Limit Stage) , dalam perencanaan batas ini dihitung nilai momen dan shear ultimate harus kurang dari momen dan shear kapasitas yang dikalikan dengan resistance factor, dimana resistance factor untuk setiap code berbeda-beda. Resistance factor momen untuk Bina Marga, AASHTO LRFD yaitu 0,8 dan 1, sedangkan untuk British Standard tidak memiliki resistance factor akan tetapi (material factor) γm sebesar 1,15. Pada perhitungan shear juga terdapat perbedaan pada resistance factor untuk Bina Marga dan AASHTO LRFD yaitu 0,75 dan 0,9 sedangkan sedangkan untuk British Standard tidak memiliki resistance factor akan tetapi (material factor) γm sebesar 1,15. • Persentase kehilangan tegangan(losses), pada tahap ini terdapat 2 term yaitu short term dan long term. Persentase untuk Bina Marga, AASHTO LRFD dan British Standard yaitu 17,67%, 18,39%, dan 19,5%. Perbedaan persentase tersebut dikarenakan pada fase short term kehilangan akibat pemendekan beton untuk standar Bina Marga tendon ditarik secara simultan sehingga nilai kehilangan gaya prategangnya adalah 0. Sedangkan pada kondisi long term untuk British Standard perhitungan creep dan shrinkage dihitung bersama-sama berbeda dengan Bina Marga dan AASHTO LRFD yang dihitung setiap fase nya. • Nilai tegangan terdapat 2 kondisi yaitu kondisi awal dan kondisi setelah kehilangan gaya prategang. Nilai dari tegangan untuk Bina Marga, AASHTO LRFD dan British Standard berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktor pembebanan atau Load Combination, karena setiap code memiliki batasan yang berbeda-beda untuk nilai pembebanan. Selain dipengaruhi oleh besar nya Beban Mati dan Beban Hidup, juga dipengaruhi oleh besarnya batasan yang diijinkan untuk setiap perencanaan. Untuk AASHTO LRFD dan Bina Marga terdapat hamper kesamaan tetapi berbeda dengan British Standard, dikarena kelas pembebanan adalah class I sehingga no tensile (atau tidak diijinkan adanya tarik).
5.
REFRENSI American Association of state Highway and Transportation Officials (2012).AASHTO LRFD Bridge Design specifications. Direktorat Jendral Bina Marga(2011).Perencanaan Struktur Beton Pratekan Untuk Jembatan 021/BM/2011. Hussein, Abdul (2006). Strength Design Requirements of ACI-318M-02 Code, BS 8110, and EuroCode2 for Structural Concrete: A Comparative Study. Journal of Engineering and Development, Vol.10, No.1, Maret (2006) Lin.T.Y(1963).Design of Prestressed Concrete Structure(2nd edition).New York:Wiley International Edition Sankar,B.Midhun.,& Jacob,A.Priya(2013).Comparison of Design Standarts for Steel Railways Bridges.Journal of Engineering Research and Aplications(IJERA),1131-1138. Standar Nasional Indonesia(2005).Standar Pembebanan Untuk Jembatan RSNI T-02-2005
6.
RIWAYAT PENULIS 1)
Marcela Merelin Setiadi, lahir di Semarang, 6 Mei 1989. Penulis menamatkan Pendidikan S1 di Binus University , Jurusan Teknik Sipil- Struktural Engineering. Saat ini bekerja sebagai Quantity Surveyor Overseas Building di SSangyong Engineering& Construction,Co.Ltd 2)
Irpan Hidayat, lahir di Jakarta, 29 November 1983. Penulis menamatkan Pendidikan S1 di Binus University,Jurusan Teknik Sipil-Struktural Engineering, dan S2 di Universitas Indonesia-Master Civil Engineering (Structural Engineering). Saat ini bekerja sebagai Kepala Jurusan dan Dosen di Binus University.