DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA B CURAH CAIR PELINDO I DI PELABUHAN DUMAI, RIAU Shinta Ayuningtyas Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganeca No. 10, Bandung 40132 email:
[email protected] Kata kunci: dermaga, desain, perpanjangan struktur, deck on pile
PENDAHULUAN Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia. Provinsi Riau merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki area perkebunan kelapa sawit paling luas. Luasnya area perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau menghasilkan sumber daya kelapa sawit yang terus meningkat. Meningkatnya produksi kelapa sawit ini berdampak pada turut meningkatnya jumlah ekspor CPO (crude palm oil), yang merupakan produk kelapa sawit, melalui Pelabuhan Dumai, Riau. Meningkatnya kebutuhan Provinsi Riau untuk ekspor CPO melalui Pelabuhan Dumai mengakibatkan terjadinya penambahan jumlah kapal yang akan tambat dan berlabuh di Dermaga B curah cair. Pehitungan menunjukkan bahwa dengan jumlah kapal tersebut, apabila bongkar muat satu kapal berlangsung selama satu hari, BOR (berth occupancy ratio) Dermaga B curah cair eksisting Pelabuhan Dumai pada tahun 2020 akan menyentuh angka 75%, sedangkan pada keadaan ideal, suatu dermaga yang beroperasi memiliki BOR sebesar 60%. Untuk menurunkan BOR Dermaga B hingga mencapai nilai ideal, perlu diadakan perpanjangan dermaga.
Gambar 1 Lokasi Perpanjangan Dermaga B Pelabuhan Dumai
Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah menentukan desain dan melakukan analisis struktur pada perpanjangan Dermaga B curah cair dengan tipe deck on pile di Pelabuhan Dumai, Riau yang direncanakan.
TEORI DAN METODOLOGI Penentuan desain struktur perpanjangan Dermaga B dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan kriteria-kriteria desainnya. Kriteria desain meliputi data lingkungan (pasang surut, peta batimetri, data tanah, gelombang, arus, angin), data kapal rencana yang akan dilayani, dimensi (kedalaman perairan minimum, elevasi dermaga, panjang dermaga, lebar dermaga), serta material yang akan digunakan pada struktur dermaga. Pada Tugas Akhir ini, data lingkungan yang digunakan merupakan data sekunder. Data kapal rencana ditentukan dengan merujuk pada Rencana Induk Pelabuhan Dumai. Dimensi struktur dermaga ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi eksisting Dermaga B, fasilitas yang beroperasi di atas dermaga, dan kebutuhan jumlah sandar kapal agar nilai BOR bersifat ideal. Material yang digunakan dipilih dengan mempertimbangkan rekomendasi SNI 03-2847. Langkah desain yang selanjutnya dilakukan adalah penentuan geometri dan perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada struktur dermaga. Geometri yang ditentukan terdiri dari ukuran komponen-komponen dermaga (tiang pancang, balok, pile cap, plat) serta konfigurasinya. Gaya-gaya yang bekerja pada struktur dermaga adalah gaya berthing, gaya mooring, bebanbeban mati (berat fasilitas di atas dermaga dan berat sendiri), beban-beban hidup (berat fasilitas kendaraan dan aliran minyak), serta beban lingkungan (gaya gelombang, gaya arus, gaya gempa). 1
Perhitungan gaya berthing ditentukan dengan besarnya energi berthing yang pada prinsipnya adalah energi kinetik kapal saat bersandar. Rumus energi berthing adalah sebagai berikut. (
Keterangan: = energi berthing kapal (kN-m) = massa kapal (T) = kecepatan berthing (m/s) = faktor eksentrisitas = faktor virtual mass = faktor softness (nilai standar = 1) = faktor berth configuration (nilai = standar = 1) Gaya mooring dihitung atas pengaruh arus dan angin. Perumusan gaya mooring akibat angin ditunjukkan dengan rumus berikut.
Keterangan: = gaya angin longitudinal (kN) = gaya angin transversal (kN) = koefisien gaya angin = longitudinal = koefisien gaya angin = transversal = massa jenis angin ( ) = luas proyeksi longitudinal = kapal di atas air ( ) = kecepatan angin (m/s)
Keterangan: = gaya arus longitudinal (kN) = gaya arus transversal (kN) = koefisien gaya arus = longitudinal = faktor koreksi kedalaman gaya = arus longitudinal = koefisien gaya arus transversal = faktor koreksi kedalaman gaya = arus transversal = massa jenis air laut ( ) = length between perpendicular
= (m) = draught kapal (m) = kecepatan arus (m/s)
Beban mati dan beban hidup berupa fasilitas ditentukan berdasarkan beratnya yang diketahui. Beban lingkungan berupa gaya gelombang dan gaya arus ditentukan dengan gaya Morison, serta beban lingkungan berupa gaya gempa ditentukan dengan menggunakan data sekunder berupa spektral gempa.
)
Perumusan gaya mooring akibat ditunjukkan dengan rumus berikut.
D
Dengan kriteria desain, geometri, dan gaya-gaya pada dermaga yang telah dihitung, langkah desain selanjutnya adalam memodelkan struktur dermaga dengan perangkat lunak SAP2000. Pengecekan kelayakan struktur ditentukan dengan menganalisis beberapa tinjauan output yang dihasilkan oleh perangkat lunak, seperti UCR (unity check ratio) tiang pancang, defleksi, dan kelangsingan tiang pancang. Output-output lain dari perangkat lunak seperti reaksi perletakan dan gaya dalam selanjutnya digunakan untuk merencanakan tulangan komponen beton. Perencanaan tulangan komponen beton dilakukan dengan perhitungan dan prosedur sistematis yang merujuk pada SNI 03-2847. Output perangkat lunak SAP2000 berupa gaya dalam digunakan untuk merencanakan tulangan lentur maupun geser. Output berupa reaksi perletakan digunakan sebagai parameter keruntuhan komponen beton akibat punching shear.
arus DASAR DESAIN DAN PEMODELAN Struktur perpanjangan Dermaga B berukuran panjang 200 meter dan lebar 18 meter. Struktur perpanjangan Dermaga B terdiri dari 4 modul dengan jarak dilatasi antar modul sebesar 5 centimeter. Pemodelan dengan perangkat lunak SAP2000 dilakukan terhadap satu modul dengan mempertimbangkan semua kondisi yang mungkin terjadi. Geometri modul yang dimodelkan adalah seperti ditunjukkan pada layout model pada Gambar 2 dan Tabel 1.
2
Material yang digunakan pada struktur dermaga adalah material beton dan baja sebagai berikut. -
Gambar 2 Layout Model Struktur Dermaga
material beton K-450 dengan kuat tekan 37,35 MPa material baja A36 untuk tiang pancang dan material baja dengan kuat tarik 𝑓 4 MPa untuk tulangan
Struktur perpanjangan Dermaga B direncanakan untuk dapat melayani kapal desain berupa tanker 25.000 DWT. Gambar berikut menujukkan tampak hasil pemodelan struktur dermaga.
Gambar 3 Potongan Melintang Model Struktur Dermaga
Gambar 4 Tampak Atas Modul Struktur Dermaga
Tabel 1 Geometri Struktur Model Dermaga 50 m Panjang 18 m Lebar 4,5 m (LLWL) Elevasi lantai -19,71 m Kedalaman fixity (LLWL) point Geometri komponen-komponen dermaga yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Geometri Komponen Dermaga Diameter 813 mm Tiang Tebal 11,9 mm pancang Panjang 24,21 m baja Penampang 600 mm × 800 mm Balok Penampang 1000 mm × 1200 beton mm Plat beton Tebal 40 cm 1500 mm × 1500 mm × 1500 mm 2000 mm × 2000 mm × 1500 Pile cap mm beton 3500 mm × 2000 mm × 3500 mm Fasilitas struktur perpanjangan Dermaga B yang digunakan untuk menahan beban akibat aktivitas kapal adalah - fender SCN 2000 E3.0 dari Fentek - bollard tee 80 T dari Trelleborg
Gambar 5 Tampak Samping Modul Struktur Dermaga
Gambar 6 Tampak Depan Modul Struktur Dermaga
3
HASIL DAN ANALISIS Analisis struktur dermaga tahap pertama adalah pengecekan hasil UCR yang terjadi pada tiang pancang baja. Hasil pengecekan UCR pada Gambar 3 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa modul struktur perpanjangan Dermaga B memenuhi keamanan karena nilai UCR tertinggi tidak lebih daripada 1.
Gambar 8 Peta Defleksi Arah Sumbu-x
Gambar 7 Hasil UCR pada Tiang Pancang Baja Tabel 3 Rangkuman Hasil Pengecekan UCR Ekstrim Frame Section UCR Combination 168 Pile813mm 0,647402 COMBO3.9 137 Pile813mm 0,59862 COMBO3.9 206 Pile813mm 0,589723 COMBO3.7 191 Pile813mm 0,584812 COMBO3.9 138 Pile813mm 0,556714 COMBO3.9 Keterangan Load Case COMBO3.9: Beban Mati, Gaya Gelombang y-, Gaya Arus y-, Berthing 3 COMBO3.7: Beban Mati, Gaya Gelombang y-, Gaya Arus y-, Berthing 1
Tabel 4 Rangkuman Hasil Pengecekan Defleksi Ekstrim Arah Sumbu-x Defleksi Joint Combination (m) 149 0,043471 COMBO4.1 155 0,043345 COMBO4.1 148 0,043298 COMBO4.1 176 0,043298 COMBO4.1 152 0,043259 COMBO4.1 Keterangan Load Case COMBO4.1: Beban Mati, Gaya Gelombang x+, Gaya Arus x+, Mooring x+ SpL Hasil pengecekan defleksi arah sumbu-y pada Gambar 9 dan Tabel 5 menunjukkan bahwa modul struktur perpanjangan Dermaga B memenuhi keamanan karena besarnya defleksi tertinggi tidak lebih daripada defleksi izin yang diberikan oleh SNI 03-2847 berikut. 4
4 4
Analisis struktur dermaga tahap kedua adalah pengecekan besarnya defleksi yang terjadi pada ujung tiang pancang baja. Hasil pengecekan defleksi arah sumbu-x pada Gambar 8 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa modul struktur perpanjangan Dermaga B memenuhi keamanan karena besarnya defleksi tertinggi tidak lebih daripada defleksi izin yang diberikan oleh SNI 03-2847 berikut. 4
4 4
Gambar 9 Peta Defleksi Arah Sumbu-y
4
Tabel 5 Rangkuman Hasil Pengecekan Defleksi Ekstrim Arah Sumbu-y Defleksi Joint Combination (m) 174 -0,08903 COMBO3.9 172 -0,088966 COMBO3.9 173 -0,088961 COMBO3.9 175 -0,088615 COMBO3.9 33 -0,088615 COMBO3.9 Keterangan Load Case COMBO3.9: Beban Mati, Gaya Gelombang y-, Gaya Arus y-, Berthing 3 Tahap analisis yang selanjutnya dilakukan adalah pengecekan kelangsingan tiang pancang. Syarat kelangsingan yang harus dipenuhi adalah
Keterangan Load Case COMBO3.3: Beban Mati, Gaya Gelombang x+, Gaya Arus x+, Berthing 3 COMBO3.7: Beban Mati, Gaya Gelombang y-, Gaya Arus y-, Berthing 1 COMBO3.9: Beban Mati, Gaya Gelombang y-, Gaya Arus y-, Berthing 3 Tabel 7 Rangkuman Hasil Gaya Dalam Ekstrim pada Komponen Balok Jenis Balok
Balok Melintang
. Dengan mengetahui properti tiang pancang, maka nilai
dapat diketahui sebesar
4 √
⁄ 4( ⁄4 (
Balok Memanjang
) )
Selanjutnya, pengambilan output berupa reaksi perletakan dan gaya dalam dilakukan sebagai bahan input untuk perencanaan tulangan dan pengecekan punching shear komponen beton. Output berupa reaksi perletakan digunakan untuk mengetahui gaya-gaya yang terjadi pada perletakan jepit di ujung bawah tiang pancang. Gaya reaksi perletakan dalam arah sumbu-z (dalam perangkat lunak SAP2000 dinotasikan dengan F3) selanjutnya digunakan untuk mengecek punching shear pada pile cap. Output berupa gaya dalam pada balok ditinjau untuk menentukan desain tulangan lentur dan sengkang. Tabel 6 Ringkasan Hasil Pengecekan Reaksi Perletakan Ekstrim Arah Sumbu-z Rekasi Joint Perletakan Combination F3 (N) 18 1.998.659,3 COMBO3.9 18 1.894.223,5 COMBO3.3 26 1.838.290,93 COMBO3.7 1 1.809.430,94 COMBO3.9 192 1.780.317,28 COMBO3.7
Balok Berthing
Balok Kantilever
Jenis Gaya Dalam V2+ V2M2+ M2M3+ M3V2+ V2M2+ M2M3+ M3V2+ V2M2+ M2M3+ M3V2+ V2M2+ M2M3+ M3-
Nilai
Satuan
Kombinasi
534.304,73 534.304,73 753.251.980,00 761.940.760,00 232.124.900,00 365.364.070,00 679.716,75 679.716,75 629.957.380,00 888.980.930,00 495.142.570,00 702.247.510,00 720.222,11 388.549,10 527.086.230,00 529.573.730,00 1.021.769.090,00 1.407.074.530,00 192.917,31 192.917,31 1.037.900,00 1.037.900,00 15.064,37 96.458.660,00
N N N-mm N-mm N-mm N-mm N N N-mm N-mm N-mm N-mm N N N-mm N-mm N-mm N-mm N N N-mm N-mm N-mm N-mm
COMBO2 COMBO2 COMBO3.8 COMBO3.8 COMBO3.9 COMBO3.9 COMBO2 COMBO2 COMBO3.7 COMBO3.7 COMBO4.1 COMBO4.1 COMBO3.9 COMBO4.4 COMBO3.8 COMBO3.8 COMBO3.9 COMBO3.9 COMBO2 COMBO2 COMBO8.1 COMBO8.1 COMBO3.9 COMBO2
Tabel 8 Rangkuman Hasil Gaya Dalam Ekstrim pada Komponen Plat Jenis Gaya
Nilai
Satuan
Kombinasi
Plat Tengah
M11
29558,83
N-mm/mm
COMBO3.9
M22
61537,65
N-mm/mm
COMBO3.9
Plat Tepi Memanjang
M11
29828,4
N-mm/mm
COMBO4.1
M22
36136,51
N-mm/mm
COMBO2
Plat Tepi Melintang
M11
26880,95
N-mm/mm
COMBO5.7
M22
55697,44
N-mm/mm
COMBO3.9
M11
22151,28
N-mm/mm
COMBO2
M22
26558,1
N-mm/mm
COMBO2
Jenis Plat
Plat Sudut
Dengan menggunakan gaya dalam yang terdapat pada Tabel 7 dan Tabel 8, maka penulangan komponen balok, plat, dan pile cap dapat dihitung dengan merujung pada SNI 03-2847 dan SNI 07-2052. Gaya-gaya dalam tersebut 5
merupakan beban ultimate yang selanjutnya dibandingkan terhadap beban nominal dari masing-masing penampang komponen beton. Rangkuman hasil perencanaan penulangan adalah sebagai berikut. a. Balok - Balok memanjang dimensi penampang: mm tulangan lentur atas: baja ulir φ25 mm, 2 buah tulangan lentur bawah: baja ulir φ25 mm, 5 buah tulangan geser: baja polos φ19 mm, spasi 200 mm Balok melintang dimensi penampang: 4 mm tulangan lentur atas: baja ulir φ25 mm, 2 buah tulangan lentur bawah: baja ulir φ25 mm, 4 buah tulangan geser: baja polos φ19 mm, spasi 300 mm - Balok berthing dimensi penampang: 4 mm tulangan lentur atas: baja ulir φ36 mm, 3 buah tulangan lentur bawah: baja ulir φ36 mm, 4 buah tulangan lentur samping: baja ulir φ36 mm, 4 buah tulangan geser: baja polos φ12 mm, spasi 400 mm - Balok kantilever dimensi penampang: mm tulangan lentur atas: baja ulir φ22 mm, 4 buah tulangan lentur bawah: baja ulir φ22 mm, 2 buah tulangan geser: baja polos φ6 mm, spasi 300 mm
b. Plat - Plat tengah dimensi penampang: 4 4 mm tulangan arah panjang: baja ulir φ22 mm, 7 buah, spasi 616 mm tulangan arah lebar: baja ulir φ22 mm, 11 buah, spasi 560 mm - Plat tepi memanjang dimensi penampang: 4 mm tulangan arah panjang: baja ulir φ16 mm, 16 buah, spasi 400mm tulangan arah lebar: baja ulir φ22 mm, 11 buah, spasi 560 mm - Plat tepi melintang dimensi penampang: 4 4 mm tulangan arah panjang: baja ulir φ22 mm, 7 buah, spasi 616 mm tulangan arah lebar: baja ulir φ16 mm, 3 buah, spasi 400 mm - Plat sudut dimensi penampang: 4 mm tulangan arah panjang: baja ulir φ16 mm, 3 buah, spasi 400 mm tulangan arah lebar: baja ulir φ16 mm, 3 buah, spasi 400 mm c. Pile cap - Pile cap 1 dimensi: mm tulangan arah panjang: baja ulir φ29 mm, 12 buah tulangan arah lebar: baja ulir φ29 mm, 12 buah - Pile cap 2 dimensi: mm tulangan arah panjang: baja ulir φ29 mm, 15 buah tulangan arah lebar: baja ulir φ29 mm, 15 buah - Pile cap 3 dimensi: 35 mm tulangan arah panjang: baja ulir φ36 mm, 24 buah 6
tulangan arah lebar: baja ulir φ36 mm, 42 buah tulangan praktis: baja polos φ32 mm, 32 buah
KESIMPULAN 1. Perpanjangan Dermaga B Pelindo I di Pelabuhan Dumai merupakan dermaga yang melayani bongkar muat curah cair komoditas CPO (crude palm oil), dengan kapal rencana berupa tanker 25.000 DWT. 2. Perpanjangan Dermaga B Pelindo I di Pelabuhan Dumai berukuran panjang 200 meter dan lebar 18 meter. Struktur perpanjangan Dermaga B terdiri dari 4 modul dengan jarak dilatasi antar modul sebesar 5 centimeter. Geometri masing-masing modul adalah sebagai berikut. - panjang: 50 m; - lebar: 18 m; - elevasi lantai: 4,5 m (LLWL); - kedalaman fixity point: -19,71 m (LLWL). 3. Struktur perpanjangan Dermaga B dirancang untuk dapat menahan kombinasi-kombinasi pembebanan yang bekerja, yang terdiri dari beban-beban berikut. - beban mati (berat sendiri struktur, berat pile cap, berat loading arm, berat sistem fender, berat bollard, berat pipe rack, berat pipa); - beban hidup (beban hidup tipikal, beban mobile crane, berat aliran minyak); - gaya berthing, yaitu gaya yang bekerja pada dermaga saat kapal menumbuk dermaga ketika berlabuh; - gaya mooring, yaitu gaya yang bekerja pada dermaga akibat tarikan kapal saat bertambat; - beban lingkungan (gelombang, arus, gempa). 4. Pengecekan nilai UCR ekstrim menunjukkan bahwa UCR terbesar adalah sebesar 0,647402 pada kombinasi pembebanan berthing.
5. Pengecekan defleksi arah sumbu-x menunjukkan bahwa defleksi terbesar adalah sebesar 0,043471 pada kombinasi pembebanan mooring. 6. Pengecekan defleksi arah sumbu-y menunjukkan bahwa defleksi terbesar adalah sebesar 0,08903 pada kombinasi pembebanan berthing. 7. Pengecekan perletakan arah sumbu-z menunjukkan bahwa perletakan terbesar pada fixity point terjadi sebesar 1998 kN pada kombinasi pembebanan berthing.
SARAN Perihal yang lebih dapat diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini: 1. Perlu dilakukan analisis terhadap daya dukung tanah agar mendapatkan hasil desain yang lebih akurat. 2. Perlu dilakukan analisis dan perhitungan dimensi penampang balok, tebal plat, panjang bentang balok, dan jumlah tiang pancang yang sesuai agar desain struktur lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA AISC Steel Construction Manual, 14th Edition ASCE Standard 7 2010, Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures (ASCE 7-10) British Standard, Maritime Structures – Part 1: Code of Practice for General Criteria (BS 6349-1 2000) British Standard, Maritime Structures – Part 4: Code of Practice for Design of Fendering and Mooring Systems (BS 6349-4 1994) Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983. Bandung: Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Fentek Marine Systems. 2000. Fentek® Marine Fendering Systems Catalogue. Hamburg: Fentek. 7
Goda, Yoshimi. 2010. Random Seas and Design of Maritime Structures, 3rd Edition. Singapore: World Scientific Publishing. Keputusan Menteri No. 39 Tahun 2006 tentang Rencana Induk Pelabuhan Dumai Kristensen, Hans Otto. 2012. Determination of Regression Formulas for Main Dimensions of Tankers and Bulk Carriers based on IHS Fairplay Data. ____: Technical University of Denmark. McCormac, Jack C. dan Russel H. Brown. 2014. Design of Reinforced Concrete, Ninth Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc. OCDI.
2002. Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan. Japan: OCDI.
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero). 2014. Adendum Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Pelabuhan Dumai. Medan: PT Pelabuhan Indonesia I (Persero). Standar
Nasional Indonesia, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002)
Thoresen, Carl A. 2014. Port Designer’s Handbook, Third Edition. London: ICE Publishing. Tomlison, Michael, et al. 2008. Pile Design and Construction Practice, 5th Edition. London dan New York: Taylor & Francis. Trelleborg. 2007. Safe Berthing and Mooring, Trelleborg Marine Systems. ____: Trelleborg. Triatmodjo, Bambang. 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset. World
Meteorogical Organization. 1995. Manual on Codes, Volume I.1, Part A – Alphanumeric Codes (WMO-No. 306). Geneva: WMO.
8