DESAIN PROTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
Oleh YUSUF ANDRIANA F34103022
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
YUSUF ANDRIANA. F34103022. Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi Untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis Kering. Di bawah bimbingan : Khaswar Syamsu dan Ade Iskandar. 2008 RINGKASAN Maltodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri di Indonesia. Penggunaan maltodekstrin didasarkan pada nilai dextrose equivalent (DE) produk tersebut. Maltodekstrin dengan nilai DE tertentu digunakan untuk kepentingan tertentu pula. Sampai saat ini kebutuhan maltodekstrin nasional sebagian besar masih dipenuhi dari impor. Di sisi lain produksi singkong nasional yang cukup tinggi, menjadikan sumber pati ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi maltodekstrin dalam skala besar. Untuk menuju arah itu, keberadaan mesin pengolah pati singkong (tapioka) menjadi maltodesktrin adalah sangat penting. Maltodekstrin dapat diproduksi dengan memodifikasi pati singkong. Terdapat berbagai cara untuk memodifikasi pati, namun yang sering dipakai adalah hidrolisis. Hidrolisis dengan enzim kurang cocok dikembangkan di Indonesia karena harga enzim yang mahal dan harus diimpor. Hidrolisis asam cara basah membutuhkan banyak air dalam produksinya sedangkan hidrolisis asam cara kering membutuhkan sedikit air. Dilihat dari banyaknya air yang digunakan, biaya produksi maltodekstrin dengan cara basah lebih tinggi jika dibandingkan dengan cara kering. Namun demikian, hidrolisis kering mempunyai kelemahan yaitu homogenitas pencampuran pati-HCl tidak sehomogen hidrolisis basah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut mesin yang mampu mencampur pati-HCl dengan homogenitas yang lebih baik sangat diperlukan. Tujuan penelitian ini yaitu : (1). Merancang prototipe mesin untuk produksi maltodekstrin berbahan baku tapioka, (2). mengetahui kemampuan prototipe mesin yang dirancang dalam memproduksi maltodekstrin dengan melihat kisaran nilai dextrose equivalent (DE) produk yang dihasilkan, (3). membuat persamaan matematis sederhana untuk menghasilkan nilai DE tertentu pada maltodekstrin yang diproduksi, dan (4). mengetahui karakteristik mutu beberapa maltodekstrin yang diproduksi Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pembuatan prototipe mesin, tahap pembuatan produk, dan tahap analisis produk. Tahap pembuatan prototipe mesin dilakukan dengan menyeleksi alternatif solusi desain yang diperoleh berdasarkan analisis komparatif. Kemudian satu solusi desain ini dikembangkan secara mendetail dan dilakukan analisis teknis untuk pembuatan prototipe mesin. Pembuatan dan analisis produk dilakukan dengan menentukan kondisi operasi prototipe mesin yang ditentukan melalui penelitian pendahuluan. Kemudian dilakukan uji coba produksi dengan menggunakan kondisi operasi yang telah ditetapkan menggunakan tiga faktor percobaan yaitu waktu hidrolisis (0,30,45,60,75,90,105,120 menit), konsentrasi HCl (0,0 N, 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, dan 0,4 N) dan volume HCl (1000 ml, 1500 ml, 2000 ml, 2500 ml) dengan dua kali ulangan.
Nilai DE dihitung untuk setiap sampel dan dibuat persamaan matematis dengan eliminasi bertahap pada taraf dari faktor percobaan tertentu. Taraf dari faktor percobaan terpilih diplotkan untuk mengetahui hubungannya dengan nilai DE produk yang dihasilkan sehingga didapatkan pesamaan matematis. Persamaan matematis ini digunakan untuk memproduksi maltodekstrrin dan dilihat penyimpangan nilai DE dari nilai DE yang diinginkan. Dilakukan analisis karakteristik mutu untuk mengetahui mutu maltodekstrin yang dihasilkan dan hasil analisis karakteristik mutu ini dibandingkan dengan mutu maltodekstrin pada standar nasional indonesia. Dari tahap pembuatan prototipe mesin, dipilih desain silinder berotasi yang dilengkapi dengan sirip pengaduk, pemanas dan penyemprot larutan HCl. Prototipe mesin ini kemudian dibuat berdasarkan perancangan secara mendetail menggunakan file Computer Aided Design (CAD). Setelah itu ditentukan kondisi operasi prototipe mesin. Dari penentuan kondisi operasi didapatkan kondisi operasi yaitu suhu 60 oC dan kecepatan putar bejana 50 rpm. Sudut semprot nosel yang digunakan adalah 10 o dengan penyemprotan dilakukan secara langsung. Setelah dilakukan uji coba produksi diperoleh rentang nilai DE yaitu pada nilai 1,27 % sampai 13,73 %. Dari eliminasi bertahap yang dilakukan untuk menentukan persamaan matematis, didapatkan persamaan matematis untuk mendapatkan nilai DE tertentu adalah : DE (%) = - 0,001496 (Waktu(menit))2 + 0,2795 (Waktu (menit)) + 0,082 Penyimpangan terhadap nilai DE maltodekstrin yang dihasilkan berdasarkan persamaan matematis tersebut adalah sebesar 0,636 sampai 1,088 untuk produksi maltodekstrin dengan perkiraan nilai 10 sampai 12. Berdasarkan analisis mutu beberapa sampel maltodekstrin, diketahui bahwa hampir semua sampel memenuhi Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989).
YUSUF ANDRIANA. F34103022. Machine Prototype Design of Rotated Cylinder Type for Tapioca Based Maltodextrin Production Using Dry Hydrolysis Method. Supervised by : Khaswar Syamsu and Ade Iskandar. 2008. SUMMARY Maltodextrin is one of modified starch which is used in many kind industry in Indonesia. The use of maltodextrin is based on dextrose equivalent (DE) of maltodextrin itself. Maltodextrin with specified DE value is used for specified purpose. To the present time, national need for maltodextrin is mostly fulfilled by import. On the other side national cassava production which is quite high, makes this starch source very potential to converted into maltodextrin in a big scale. To achieve it, the existence of maltodextrin producing machine is very important. Maltodextrin can be produced by modifying cassava starch. There are many ways to modify starch, but one that often used is hydrolysis. Hydrolysis by enzyme is not suited to develop in Indonesia because of the expensive enzyme price and it must be imported. Wet acid hydrolysis method requires lots of water while dry hydrolysis requires less water. Viewed from the use of water, the maltodextrin production cost of wet method is more expensive than dry method. However, dry hydrolysis method has a weakness that the mixing of starchHCl is not as homogeneous as wet hydrolysis. To reduce the weakness, a machine that can make starch-HCl mixture more homogeneous is needed. The objective of this research was: (1) To design a machine prototype to produce maltodextrin from tapioca, (2) to find out the designed machine prototype ability in producing maltodextrin by examining the product range value of dextrose equivalent (DE), (3) to formulate a simple mathematic formula to get specified DE value for produced maltodextrin, and (4) to identify the characteristics of quality for several produced maltodextrin. The research was done in three phases, that is machine prototype constructing phase, maltodextrin producing phase, and product analyzing phase. The machine prototype constructing phase was done by selecting design solution alternatives which obtained by comparative analysis. And then the chosen design solution was developed in detail and technical analysis to construct machine prototype was done. The producing and analyzing product was done by determining the operation condition of machine prototype which constructed in previous research with the operation condition estimation gained from literature. And then production trial were done by using decided operation condition with three experiment factors which were hydrolysis time (0,30,45,60,75,90,105,120,135,and 150 minutes), HCl concentration (0,0 N, 0,2 N, 0,3 N) and 0,4 N) and HCl volume (1000 ml, 1500 ml, 2000 ml, and 2500 ml) with twice repetition. DE value were calculated for every sample and formulated into mathematic formula using staged elimination on level from specified factor. Then the level from chosen factor was plotted to determine the correlation with DE so the mathematic formula could be obtained. The mathematic formula was used to produce
maltodextrin and examined the deviation from estimated DE value. After that quality characterization from several samples were done to find out the quality of produced maltodextrin and compared with maltodextrin quality in Standar Nasional Indonesia. From constructing machine prototype phase, design of rotated cylinder with stirring blade, heater and HCl liquid sprayer was chosen. This machine prototype was constructed based on detailed design using file Computer Aided Design (CAD). After that the operation condition of machine prototype was determined. From the determination of operation condition, it was obtained an optimum operation condition which were temperature of 60°C and cylinder rotation speed of 50 rpm. The angle of nozzle sprayer used was 10° with direct injection. After the production trial were done the range value of DE was obtained which was 1,27% to 13,37%. From staged elimination which was done to determine the mathematic formula, it was obtained a mathematic formula to get specified DE value as follows: DE (%) = - 0,001496 (Waktu(minute))2 + 0,2795 (Waktu (minute)) + 0,082 The deviation of produced maltodextrin DE value from the estimation by mathematic formula was 0,636 to 1,088 for maltodextrin production with DE value 10 to 12. Based on the quality analysis of several maltodextrin sample, it was found that almost every sample met Standar Nasional Indonesia (1992 and 1998).
DESAIN PROTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YUSUF ANDRIANA F34103022
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DESAIN PROPTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YUSUF ANDRIANA F34103022 Dilahirkan pada tanggal 15 September 1984 Di Grobogan Tanggal Lulus : 30 Januari 2008 Menyetujui, Bogor, 30 Januari 2008
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St Dosen Pembibing I
Ir. Ade Iskandar, M.Si Dosen Pembibing II
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan senguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Q.S. 94 : 6-8)
Kupersembahkan karya kecil ini untuk Ibu, Ayah, Kakak-kakakku tercinta serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan material dengan tulus…..
PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “ Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka Dengan Metode Hidrolisi Kering ” ini adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2008 Yang membuat pernyataan,
YUSUF ANDRIANA F34103022
RIWAYAT HIDUP YUSUF ANDRIANA dilahirkan pada tanggal 15 September 1984 di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara pasangan suami istri Hasan Adiyatna dan Sugiarti. Penulis menempuh pendidikan dasar dan menengah di TK YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Purwodadi (19891991), SD N XIV Purwodadi (1991-1997), SLTP N I Purwodadi (1997-2000), dan SMU N I Purwodadi (2000-2003). Pada tahun 2003 penulis berkesempatan untuk mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima menjadi mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis tercatat sebagai anggota dan pengurus berbagai organisasi antara lain HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri), Koperasi Mahasiswa IPB, dan PERMADI (Perhimpunan Mahasiswa Purwodadi di Bogor). Penulis juga pernah tercatat sebagai asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar untuk mahasiswa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) selama dua periode dan asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Unit Produksi gula PG. Tasikmadu Karanganyar Jawa Tengah dengan judul “Mempelajari Terknologi Proses Produksi Gula Kristal Putih di PG. Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah“. Pada akhir masa studinya penulis melakukan penelitian berjudul “ Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi Untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis Kering ” sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Desain Proptotipe Mesin Tipe Silinder Berotasi untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis Kering”. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan masukan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, saran dan kritik dalam penelitian dan penulisan skripsi. 2. Ir. Ade Iskandar selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran dan kritik dalam penelitian dan penulisan skripsi. 3. Ir. Faqih Udin, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat berguna untuk penulisan skripsi ini. 4. Kantor Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas bantuan dana penelitian melalui Riset Intensif untuk Riset Terapan. 5. Karyawan CV. Mitra Niaga Indonesia yang telah membantu penulis dalam melaksakan penelitian. Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2008 Yusuf Andriana
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................vi DAFTAR ISI..........................................................................................................vii DAFTAR TABEL..................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ........................................................................... 1 B.TUJUAN PENELITIAN ......................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4 A. PROSES PERANCANGAN .................................................................. 4 B. KOMPONEN MESIN UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN ..... 5 C. PATI DAN SIFAT FISIKO KIMIANYA.............................................. 8 D. TAPIOKA .............................................................................................10 E. MODIFIKASI PATI..............................................................................11 F. MALTODEKSTRIN .............................................................................13 G. HIDROLISIS KERING ........................................................................15 II. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................19 A. BAHAN DAN ALAT ...........................................................................19 B. METODE PENELITIAN ......................................................................19 III. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................26 A. PEMBUATAN PROTOTIPE MESIN ..................................................26 B. PEMBUATAN PRODUK.....................................................................37 C. ANALISIS KARAKTERISTIK MUTU PRODUK..............................50 IV. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................59 A. KESIMPULAN .....................................................................................59 B. SARAN .................................................................................................59 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................60 LAMPIRAN...........................................................................................................66
DAFTAR TABEL
halaman Tabel 1. Pengelompokan mesin pengering ............................................................... 7 Tabel 2. Komposisi amilosa dan amilopektin ........................................................... 9 Tabel 3. Produksi tanaman pangan kedua di Indonesia .......................................... 10 Tabel 4. Nilai impor pati termodifikasi di Indonesia .............................................. 13 Tabel 5. Jenis pati termodifikasi dan penggunannya .............................................. 14 Tabel 6. Parameter mutu dan nilai standar mutu dekstrin....................................... 15 Tabel 7. Matriks percobaan produksi maltodekstrin............................................... 21 Tebel 8. Perbandingan alternatif solusi desain 1, desain 2, dan desain 3 .............. 31 Tabel 9. Kondisi operasi yang digunakan pada prototipe mesin silinder berotasi.. 40 Tabel 10. Tahapan eliminasi pada penentuan persamaan matematis........................ 48 Tabel 11. Hasil uji nilai DE dari persamaan matematis............................................ 50 Tabel 12. Kode sampel yang dilakukan analisis karakteristik mutu......................... 50 Tabel 13. Nilai derajat putih beberapa sampel.......................................................... 51 Tabel 14. Kadar air pada beberapa sampel ............................................................... 52 Tabel 15. Prosentase kelolosan beberapa sampel ..................................................... 52 Tabel 16. Warna sampel dalam lugol........................................................................ 53 Tabel 17. Prosentase kadar abu pada beberapa sampel............................................. 54 Tabel 18. Nilai kadar serat dari beberapa sampel ..................................................... 55 Tabel 19. Nilai kelarutan beberapa sampel dalam air dingin.................................... 55 Tabel 20. Nilai derajat asam dari beberapa sampel................................................... 56 Tabel 21. Nilai viskositas beberapa sampel .............................................................. 57 Tabel 22. Nilai pH dari beberapa sampel.................................................................. 58
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Kelompok pencampur tipe silinder dan variasinya .................................... 6 Gambar 2. Kelompok pencampur tipe pengaduk bergerak dan wadah diam .............. 6 Gambar 3. Beragam tipe spray nozzle ......................................................................... 8 Gambar 4. Struktur molekul amilosa dan amilopektin ................................................ 9 Gambar 5. Reaksi pada modifikasi dengan cara subsitusi ......................................... 12 Gambar 6. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang............................ 12 Gambar 7. Mekanisme reaksi hidrolisis asam............................................................ 16 Gambar 8. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 1 ............................ 27 Gambar 9. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 2 ............................ 27 Gambar 10. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 3 ........................... 28 Gambar 11. Detail prototipe mesin tipe silinder berotasi ........................................... 30 Gambar 12. Konstruksi mesin tipe silinder berotasi ................................................... 32 Gambar 13. Skema prinsip kerja prototipe mesin tipe silinder berotasi ..................... 33 Gambar 14. Komponen sistem pengadukan ............................................................... 34 Gambar 15. Rangkain sistem penyemprot .................................................................. 35 Gambar 16. Kompor gas, selenoid pengatur gas, dan sensor panas ........................... 36 Gambar 17. Kontrol panel, kontrol suhu, dan tabung gas........................................... 36 Gambar 18. Tangki HCl sebelum dan sesudah perbaikan .......................................... 37 Gambar 19. Hasil pewarnaan menggunakan penyemprotan ...................................... 40 Gambar 20. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 1000 ml ........................ 41 Gambar 21. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 1500 ml ........................ 43 Gambar 22. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 2000 ml ........................ 44 Gambar 23. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 2500 ml ........................ 46 Gambar 24. Diagram alir reaksi karamelisasi ............................................................. 47 Gambar 25. Hasil pengeplotan data untuk memeperoleh persamaan matematis........ 49
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1. Prosedur analisis total gula dan gula pereduksi.................................. 67 Lampiran 2. Prosedur analisis mutu dekstrin.......................................................... 69 Lampiran 3.
Gambar kerja menggunakan file computer aided design (CAD) ....... 72
Lampiran 4.
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Duncan test............................... 78
Lampiran 5.
Penentuan volume dan bobot bejana .................................................. 80
Lampiran 6.
Penentuan energi pengadukan, daya motor, dan pengukuran sebenarnya dilapangan ....................................................................... 82
Lampiran 7.
Perhitungan energi panas dan pengukuran sebenarnya di lapangan... 85
Lampiran 8.
Perhitungan energi penyemprotan dan pengukuran sebenarnya di lapangan ....................................................................... 87
Lampiran 9. Standar mutu dekstrin SNI 1992 dan 1989, Shandong Perusahaan Baolingbao Biotechnology Co. Ltd, Well-Being Enterprice Co. Ltd, dan Can Am Ingredient, Inc ................................ 89 Lampiran 10. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 1000 ml ....................................................... 90 Lampiran 11. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 1500 ml ........................................................ 91 Lampiran 12. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 2000 ml ....................................................... 92 Lampiran 13. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 2500 ml ....................................................... 93
.
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Maltodekstrin adalah salah satu jenis pati termodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri di Indonesia. Bahan ini cukup penting karena sangat luas penggunaannya terutama dalam industri pangan dan sampai saat ini sebagian besar kebutuhan akan bahan ini masih dipenuhi dari impor. Nilai impor pati termodifikasi (termasuk maltodekstrin) di Indonesia mencapai 80 juta ton per tahun (Deperindag, 2006). Menurut Tjahyono (2004) jika dinilai dengan uang, nilai impor maltodekstrin ini mencapai 150 juta dollar Amerika per tahun. Di sisi lain, produksi singkong nasional yang mencapai kisaran 19 juta ton per tahun (BPS, 2006) menjadikan sumber pati ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi maltodekstrin pada skala besar. Untuk menuju arah itu, keberadaan mesin pengolah pati singkong (tapioka) menjadi maltodekstrin adalah sangat penting. Maltodekstrin dapat dibuat dengan memodifikasi pati singkong secara hidrolisis. Whistler di dalam Inglett (1970) menyebutkan bahwa maltodekstrin dapat dihasilkan dengan cara hidrolisis parsial dengan enzim, hidrolisis asam pada media encer (hidrolisis basah), dan pemanasan dengan atau tanpa bahan kimia tambahan (hidrolisis kering). Hidrolisis dengan enzim tidak cocok dikembangkan di Indonesia karena harga enzim α-amilase yang sangat tinggi (1 gr enzim α-amilase yang mengandung 1500 - 1800 unit per mg protein dijual dengan harga US $1.034,00 (Elastin Products Company, Inc., 2007)). Selain itu sebagian besar kebutuhan enzim Indonesia masih dipenuhi dari impor. Somaadmadja (1970) menyebutkan pada hidrolisis kering, air tidak perlu ditambahkan sebelum penambahan asam. Sedangkan Jati (2006) menyebutkan air yang digunakan pada hidrolisis basah sebelum penambahan asam mencapai 70%. Dilihat dari banyaknya air yang digunakan maka biaya produksi pada hidrolisis kering jauh lebih rendah dibandingkan hidrolisis basah.
Namun demikian, terdapat kelemahan pada metode hidrolisis kering, yaitu homogenitas HCl dengan pati tidak sehomogen pada hidrolisis basah (dikarenakan pati tidak disuspensikan terlebih duhulu dalam air). Keadaaan ini akan mempengaruhi proses hidrolisis sehingga mempengaruhi juga nilai dextrose equivalent (DE) (kandungan gula pereduksi per total gula) dari suatu produk modifikasi pati. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dibutuhkan suatu mesin yang mampu mencampur pati dan HCl dengan kerataan yang lebih baik. Mesin yang diperkirakan mampu melakukan pencampuran pati dan HCl menjadi lebih homogen adalah mesin yang menggunakan prinsip pencampuran partikel padat. McCabe et. al (1999) menyebutkan prinsip pencampuran partikel padat adalah dengan mengangkat dan menjatuhkan partikel padat secara berulang-ulang serta menggelindingkannya sampai mempunyai kesamaan penyebaran. Silinder berotasi yang dilengkapi sirip pengaduk merupakan salah satu mesin yang menerapkan prinsip pencampuran partikel padat pada pengoperasiannya. Mengingat sangat pentingnya nilai dextrose equivalent (DE) pada penggunaan maltodekstrin, penggunaan mesin yang dimaksud haruslah mampu menghasilkan nilai DE tertentu. Dengan menetapkan kondisi operasi tertentu dan mengatur waktu hidrolisis, konsentrasi HCl, serta volume HCl pada produksi maltodekstrin, diharapkan didapatkan persamaan matematis yang dapat digunakan untuk menghasilkan nilai DE tertentu pada produk maltodekstrin yang dihasilkan. B. TUJUAN PENELITIAN 1. Merancang prototipe mesin untuk produksi maltodekstrin dari tapioka dengan metode hidrolisis kering. 2. Melakukan
uji
kinerja
prototipe
mesin
yang
dirancang
dalam
memproduksi maltodekstrin dengan melihat kisaran nilai dextrose equivalent (DE) yang dihasilkan. 3. Membuat persamaan matematis sederhana untuk menghasilkan nilai DE tertentu pada produksi maltodekstrin menggunakan prototipe mesin yang dirancang. 2
4. Mengetahui karakteristik mutu dari beberapa maltodekstrin yang dihasilkan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PROSES PERANCANGAN Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang rekayasawan (insinyur) dan melibatkan kegiatan kreatif. Ciri utama perancangan menurut Mangunwidjaja dan Suryani (1999) adalah berawal dari masalah yang umum, luas, tidak terdefinisikan dan diupayakan menjadi pernyataan atau masalah yang jelas. Fakta dan keterangan yang mendukung diperlukan dan dipilih berdasarkan arti pentingnya. Berdasarkan keterangan yang dihimpun selanjutnya diciptakan masalah yang lebih khusus. Masalah khusus inilah yang ditindak lanjuti secara rekayasa. Khandani (2005) dan Norton (1993) menyebutkan terdapat beberapa tahap dalam proses perancangan mesin, yaitu: 1. Mendefinisikan Masalah Tahap ini adalah tahap awal dalam melakukan proses perancangan dimana permasalahan yang ada haruslah jelas, sehingga masalah harus didefinisikan. Definisi masalah ini biasanya menyangkut kebutuhan konsumen, fungsi, dan fitur mesin yang akan dibuat. 2. Mengumpulkan Informasi Informasi yang relevan tentang mesin yang akan dibuat dan spesifikasi fungsional dari mesin yang akan dibuat sangatlah dibutuhkan. 3. Membuat Alternatif Solusi Ketika detail suatu desain mesin telah teridentifikasi, dibuat alternatifaternatif solusi yang memungkinkan pencapaian tujuan dari mesin yang dirancang. Alternatif solusi ini berdasarkan ide-ide yang dikembangkan. 4. Menganalisis dan Memilih Alternatif Solusi Setelah dibuat alternatif-alternatif solusi, dipilih alternatif solusi yang paling memungkinkan memenuhi keberhasilan mesin yang akan dibuat
berdasarkan kriteria tertentu. Analisis yang sering dipakai pada tahap seleksi adalah analisis komparatif (perbandingan). 5. Desain Secara Mendetail Dalam tahap ini harus telah diperoleh detail gambar atau file Computer Aided Design (CAD) untuk setiap bagian dalam desain. 6. Pembuatan Prototipe dan Pengujian Model atau prototipe tidak dapat dinilai atau dikoreksi kelayakannya sampai dibuat dan diuji sehingga pembuatan model fisik prototipe harus dilakukan. Menurut Syukri (1988), ada beberapa macam jenis pengujian terhadap alat atau mesin baru, namun tidak semua mesin yang baru dibuat menjalani uji-uji tersebut. Macam pengujian yang biasa dilakukan yaitu: a. Uji Fungsional Uji ini bertujuan untuk melihat apakah semua mekanisme yang bekerja pada alat atau mesin dapat berjalan sesuai dengan rancangan. Jika tidak sesuai maka jika mungkin dilakukan perubahan-perubahan atau perbaikan. b. Uji Verifikasi Uji ini bertujuan untuk mencocokkan spesifikasi dari alat atau mesin dengan yang sebenarnya. Uji ini terutama dilaksanakan terhadap alat atau mesin yang sudah diproduksi oleh pabrik atau pengrajin. c. Uji Unjuk Kerja Uji ini bertujuan untuk melihat kemampuan yang sebenarnya dari alat atau mesin untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan fungsinya, antara lain mengenai kapasitas kerja, kualitas pekerjaan, dan kebutuhan tenaga. d. Uji Pelayanan Uji ini bertujuan untuk melihat tingkat kemudahan dalam mengoperasikan alat atau mesin tersebut. e. Uji Sosial-Ekonomi Uji sosial bertujuan untuk melihat apakah alat atau mesin yang akan diintroduksikan tidak mengganggu stabilitas sosial. Uji ekonomi
5
bertujuan untuk melihat apakah alat atau mesin yang baru dibuat menguntungkan secara ekonomi. f. Uji Adaptasi Uji lapang ini bertujuan untuk melihat apakah alat atau mesin yang baru dibuat dapat diterima oleh masyarakat. 7. Produksi Tahap ini merupakan tahap akhir proses desain yang dilakukan. Penggandaan skala dari prototipe yang dihasilkan pada tahap ini dibutuhkan untuk menghasilkan skala yang sebenarnya. B. KOMPONEN MESIN UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN Terdapat tiga fungsi utama yang dibutuhkan dalam pembuatan prototipe mesin untuk produksi maltodekstrin, yaitu fungsi pengadukan, fungsi penyemprotan, dan fungsi pemanasan. 1. Komponen Pengadukan (Pencampuran) Pada dasarnya tujuan dari dilakukannya pencampuran pati dan HCl adalah bergabungnya pati dan HCl yang sedapat mungkin mempunyai kesamaan penyebaran yang sempurna sehingga hidrolisis pati terjadi secara merata. Pendekatan rancangan komponen pencampur dapat diadopsi dari prinsip mesin pencampur partikel padat. Menurut McCabe et. al. (1999), prinsip pencampuran partikel padat adalah dengan mengangkat dan menjatuhkan
partikel
padat
secara
berulang-ulang
serta
menggelindingkannya sampai mempunyai kesamaan penyebaran. Terdapat dua kelompok besar alat pencampur yang menggunakan prinsip kerja berdasarkan kaidah pencampuran partikel padat. Clarke di dalam Syarif (1981) menyebutkan tipe pertama dari alat ini adalah alat pencampur dengan pengaduknya bergerak sedangkan wadahnya diam. Tipe kedua adalah alat pencampur dengan pengaduknya diam sedangkan wadahnya bergerak.
6
Tipe pencampur pada kelompok pertama yang paling sering digunakan menurut Leniger dan Baverlo (1975) adalah tipe silinder yang variasinya dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan kelompok kedua menurut Raymond dan Donald di dalam Syarif (1981) serta Pery dan Green (1997) antara lain helical blender (pencampur tipe pita), screw mixer (pencampur berbentuk skrew), Change-cane mixer, dan Double-arm kneader mixer (Gambar 2).
Silinder horisontal
Silinder diagonal
Kerucut ganda
Twin shell (shell ganda)
Piring bersudut
Gambar 1. Kelompok pencampur tipe silinder dan variasinya.
Helical blender
Change-cane mixer
Double-arm kneader mixer
Screw mixer
Gambar 2. Kelompok pencampur tipe pengaduk bergerak dan wadah diam. 2. Komponen Pemanas Pemanas digunakan sebagai sumber energi untuk memotong rantai polimer pati menjadi molekul-molekul dengan rantai glukosa yang lebih pendek. Selain itu, efek dari pemanasan ini adalah perubahan fase cairan yang terkandung dalam pati ke fase uap. Prinsip dasar komponen pemanas
7
yang akan digunakan dapat diadopsi dari prinsip dasar mesin pengering. Adapun pengelompokan mesin pengering sendiri dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengelompokan mesin pengering (Mujumdar dalam Devahastin, 2001) Kriteria
Jenis
Mode operasi
Curah atau kontinyu*
Jenis masukan panas
Konveksi*,
konduksi,
elektromagnetik,
pindah
radiasi, panas
medan kombinasi:
intermitten dan kontinyu*, adiabatik, dan nonadiabatik Keadaan bahan dalam Diam atau bergerak (diaduk, disebar) mesin pengering Tekanan operasi
Vakum* atau tekanan atmosfir
Media pengeringan
Udara* atau uap super-jenuh atau gas-gas pemanas
Suhu pengeringan
Dibawah suhu didih*, diatas suhu didih, dan dibawah titik beku
Gerak
nisbi
antara Searah atau berlawanan arah atau campuran
media pengering dan padatan
yang
dikeringkan Jumlah tahapan
Tunggal* atau multi tahap
Waktu bahan dalam Singkat (< 1 menit) atau sedang (1-60 menit) mesin pengering
atau panjang ( > 60 menit)
* paling umum digunakan Menurut Utomo (1984), terdapat tiga cara perpindahan panas yang mekanismenya sama sekali berlainan, yaitu : (1) Secara molekuler, disebut konduksi, (2) secara aliran, disebut konveksi, dan (3) secara gelombang elektromagnet, disebut radiasi. Konduksi terjadi ketika panas berpindah karena getaran molekul, dari satu molekul ke molekul lainnya. Konveksi terjadi ketika panas terbawa masa fluida yang bergerak sebagai aliran. Radiasi terjadi ketika panas dipindahkan secara gelombang elektromagnet
8
antara dua permukaan yang berbeda temperatur dan tidak diperlukan zat antara sebagai media pindah panas. 3. Komponen Penyemprot Seperti sistem penyemprotan pada umumnya, penyemprot HCl pada prototipe mesin yang akan dirancang menggunakan spray nozzles. Berikut ini diberikan beberapa alternatif spray nozzle yang akan digunakan dalam desain prototipe mesin yang dirancang (Gambar 3).
Gambar 3. Beragam tipe spray nozzle (Bode dan Miller dalam Srivasta, et. al. 1993). C. PATI DAN SIFAT FISIKO KIMIANYA Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang tersebar luas di alam. Bahan ini disimpan sebagai cadangan makan bagi tumbuh-tumbuhan di dalam biji buah (padi, jagung, gandum, juwawut, sorgum, dan lain-lain), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, uwi, talas, kentang, dan lain-lain), dan pada batang (aren, sagu, dan lain-lain) (Tjokroadikoesoemo, 1986). Sifat fisiko kimia pati antara lain: 1. Granula Pati Granula pati merupakan susunan dari molekul yang berstruktur linier dan bercabang membentuk radial dalam sel yang konsentrik dan membentuk cincin atau lamela. Penampakan cincin atau lamela pada granula pati diduga sebagai akibat adanya pelapisan molekul-molekul pada granula (Banks di
9
dalam Beich dan Green, 1973). Granula pati bersifat semi kristal yang terdiri dari bagian kristal dan bagian amorf. Bagian kristal dari granula pati lebih tahan terhadap degradasi baik oleh enzim maupun asam, sedangkan bagian amorf sangat labil terhadap degradasi oleh enzim atau asam (Hood di dalam Inglett dan Munck, 1981). 2. Struktur Molekul Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yaang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 2002). Struktur molekul amilopektin dan amilosa dilihat pada Gambar 4 (a) dan (b). Sedangkan komposisi amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 2.
1,6 linkage
n 1,4 linkage
(a)
(b)
Gambar 4. Struktur molekul (a) amilosa dan (b) amilopektin (Swinkels di dalam Roels dan Beynum, 1985). Tabel 2. Komposisi amilosa dan amilopektin (Pomeranz, 1991) Karakteristik
Amilosa
Amilopektin
Struktur ikatan
Lurus
Bercabang
Ikatan
α-1,4
α-1,4 dan α-1,6
Panjang rantai
~103
20-25
Derajat polimerisasi
~103
104-105
Kompleks dengan iod
Biru (~650 nm)
Ungu coklat (~550 nm)
Produk hidrolisis
Maltotriosa, glukosa,
Gula pereduksi (sedikit)
maltosa,
Oligosakarida (dominan)
oligosakarida
10
3. Gelatinisasi Pati Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi sifat ini tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas (Winarno, 2002). 4. Retrodegradasi Retrodegradasi merupakan fenomena penggabungan polimer-polimer barantai (amilosa) membentuk kristal yang tidak larut pada saat pendinginan pasta pati (Glicksman, 1969). D. TAPIOKA (PATI SINGKONG) Pati singkong (Manihot utilissima) adalah pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong. Pati ini dikenal dengan nama tapioka. Pati diperoleh dengan cara mengekstraknya dari singkong dengan menggunakan air untuk kemudian diendapkan. Hasil endapan tersebut yang disebut pati (Anonim, 2006). Produksi singkong nasional yang cukup tinggi dibandingkan dengan
2002
Jagung (ton) 9.654.105
Singkong (ton) 16.913.104
Ubi Jalar (ton) 1.771.642
2003
10.886.442
18.523.810
1.991.478
2004
11.225.243
19.424.707
1.901.802
2005
12.523.894
19.321.183
1.856.969
Tahun
2006* 12.136.798 19.907.304 1.805.431 tanaman produksi tanaman pangan kedua lainnya (Tabel 3) menjadikan sumber pati ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi maltodekstrin. Tabel 3. Produksi Tanaman Pangan Kedua (Palawija) di Indonesia * Peramalan ketiga Sumber : (Biro Pusat Statistik, 2007)
Granula pati tapioka berwarna putih dengan ukuran diameter yang bervariasi antara 5 - 35 µm dengan rata-rata 17 µm. Granula ini sering
11
berbentuk mangkuk (cup) dan sangat kompak tetapi selama pengolahan granula tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur bentuknya (Breutlecht, 1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17% dan dalam pemanasan tapioka akan memiliki gel yang lunak (Tjokroadikoesoemo, 1986). Pati tapioka memiliki kisaran suhu gelatinisasi antar 58,50C – 700C, sedangkan pati kentang dan pati jagung berturut-turut adalah 560C - 660C dan 620C - 710C (Balagopalan et al., 1988). E. MODIFIKASI PATI Modifikasi pati dirancang untuk mengubah karakteristik gelatinisasi, hubungan antara padatan dan kekentalan, kecenderungan pembentukan gel pada dispersi pati, sifat hidrofilik, kekuatan menahan air pada dispersi pati saat suhu rendah, ketahanan dispersi terhadap penurunan kekentalan oleh asam, maupun perusakan secara fisik dan memasukkan sifat ionisasi pati asal (Tjokroadikoesoemo, 1986). Modifikasi yang biasa digunakan untuk memodifikasi pati yaitu hidrolisis, oksidasi, subsitusi, dan ikatan silang (Luallen, 1985). 1. Metode Oksidasi Proses oksidasi adalah memasukkan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke dalam rantai lurus maupun rantai cabang dari molekul pati sehingga membuka struktur cincin glukosa dan membengkokkan cincin glukosa yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai molekul. Proses ini tergantung pada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith & Bell, 1986). 2. Subsitusi Penggunaan pati dalam produk makanan adalah sebagai pengental dan sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan amilosa telah diketahui menentukan sifat makanan yang dihasilkan. Molekul amilosa cenderung untuk berada dalam posisi sejajar sehingga gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal ini menyebabkan molekul pati berbentuk kristal agregat dan sukar larut dalam air. Oleh karena itu pati yang mengandung amilosa tinggi sukar mengalami
12
proses gelatinisasi sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas (Wuzburg & Szymanski di dalam Furia, 1970). Masalah tersebut dapat diatasi dengan mensubsitusikan gugus anion ke seluruh granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang. Salah satu cara pensubsitusian ini adalah dengan akilasi pati (Gambar 5). OH StOH + CH2-CH-CH3
StOH-CH-CH3
O StOH = senyawa pensubsitusi
Gambar 5. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subsitusi Modifikasi pati dengan metode ini menyebabkan sifat kepolarannya berubah dan kejernihannya meningkat. Kestabilan terhadap pembekuan juga meningkat (Smith & Bell, 1986). 3. Ikatan Silang Amilopektin
mempunyai
rantai
bercabang
maka
gugus-gugus
hidroksilnya lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu, amilopektin mudah mengalami proses gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil (Katzbeck, 1972). Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pereaksi yang bersifat polifungsional (Anonim, 1983). Menurut O’Dell (1971), pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium trimetafosfat, epiklorohidrin, dan asam adipat. Menurut Smith & Bell (1986), pereaksi yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan natrium trimetafisfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor oksiklorida paling tidak stabil dan mudah terurai dalam air (Whitaker, 1984). Reaksi yang mungkin terjadi pada ikatan silang diperlihatkan pada Gambar 6. ONa 2 StOH + Na3P3O9
StO-P-Ost + Na2H2P2O7 O
StOH : senyawa pereaksi ikatan silang
Gambar 6. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang
14
4. Metode Hidrolisis Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan asam atau enzim yang mampu menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai mendapat kekentalan yang diinginkan (Anonim, 1983). Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah kekentalnnya. Pati yang dimodifikasi dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan daya lekatnya yang tinggi. Pati jenis ini banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil, dan perekat (Smith & Bell, 1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada pembuatan gum candy (Smith di dalam Leneback dan Inglet, 1982). F. MALTODEKSTRIN Maltodekstrin
didefinisikan
sebagai
produk
hidrolisis
pati
yang
mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan dextrose equivalkent (DE) kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Kennedy et al. di dalam Kearsley dan Diedzic, 1995). Devidek et al. (1990) mendefinisikan maltodekstrin sebagai turunan pati yang dihsilkan dari degreadasi rantai amilosa dan amilopektin secara kimia atau enzimatis menjadi dekstrin (<62 %), maltosa (>6%), glukosa (>6 %) dan mempunyai nilai dextrose equivalent (DE) 3-20. Sampai saat inisebagian besar kebutuhan maltodekstrin masih dipenuhi dari impor. Nilai impor pati termodifikasi (termasuk maltodekstrin) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai impor pati termodifikasi di Indonesia Tahun
Jumlah impor (kg)
2002
80.319.465
2003
78.752.720
2004
77.720.843
2005
77.122.297
Sumber : (Departemen Perindustrian, 2006)
15
Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan Derajat Polimerisasi (DP) dimana DP dinyatakan sebagai jumlah unit monomer dalam satuan molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wuzburg dan Syimanski dalam Furia, 1970). Maltodekstrin diklasifikasikan berdasarkan Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin dengan DE terentu digunakan untuk kepentingan tertentu. Penggunaan pati termodifikasi berdasarkan nilai DE tertentu dapat dilihat pada Tabel 5. Mutu maltodekstrin di Indonesia ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 2-20. Parameter mutu dekstrin dan nilainya menurut DSN (1992 dan 1989) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Jenis pati termodifikasi dan penggunaannya Jenis Pati Termodifikasi Maltodekstrin
Nilai DE (%) 1-5
Pengganti lemak susu di dalam makanan pencuci mulut, yogurt, produk bakeri dan eskrim (Strong, 1989)
5
Bahan tambahan margarin (Summer dan Hesser, 1990)
9-12
Chesscake filling (Wilson dan Steensen, 1986) Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et al., 1988)
15-20 Thin Boilling Starch
Oligosakarida
Contoh Kegunaan
20
Sekitar 50
Kembang gula, pastiles dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk di dalam Imelson, 1992) Pemanis (Wuzburg dan Syimanski di dalam Furia, 1970)
16
Tabel 6. Parameter mutu dan nilai standar mutu dekstrin (DSN, 1992 dan 1989) Aplikasi
Parameter mutu Warna (Visual)
Pangan
Non Pangan
Putih sampai kekuningan
Putih sampai kekuningan
Warna dalam lugol
Ungu sampai kecoklatan
Ungu
sampai
kecoklatan Kadar air (% b/b)
Maksimum 11
Maksimum 11
Kadar abu (%b/b)
Maksimum 0,5
Maksimum 0,5
Serat kasar (%b/b)
Maksimum 0,6
-
Bagian yang larut dalam Minimum 97 air (%) Kekentalan (cP) 3-4
3-4
Dekstrosa
Maksimum 5
Maksimum 7
N Maksimum 5
Maksimum 6
Derajat asam (0,1 NaOH/100 gr bahan) Kehalusan (100 mesh)
Minimum 80
Minimum 90 (lolos)
G. HIDROLISIS KERING Prinsip pembuatan dekstrin adalah memotong rantai panjang pati dengan suatu enzim atau asam menjadi molekul-molekul rantai pendek (oligisakarida), dengan jumlah glukosa 4 - 10 unit (Harper et al., 1979) atau 6 - 10 unit (Soemaadmadja, 1970). Dekstrin dapat dihasilkan dari modifikasi pati dengan cara pemanasan dengan atau tanpa bahan kimia tambahan (hidrolisis kering), hidrolisis asam pada media encer (hidrolisis basah), serta hidrolisis parsial dengan enzim dan perlakuan dengan enzim khusus yaitu siklodekstrin glikosil transferase (CGTase) yang dihasilkan oleh Bacillus macerans (Whistler di dalam Inglet, 1970; Satterwaite & Iwinski di dalam Whistler , 1973). Namun yang akan dibicarakan disini hanyalah hidrolisis dengan asam secara kering. Pati termodifikasi asam memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan pati alamiah. Pati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisis pati dengan
18
asam di bawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 125 oF (52 oC). Reaksi dasar meliputi pemotongan ikatan α-1,4-glikosidik dari amilosa dan α-1,6-Dglikosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta untuk membentuk gel (Glicksman, 1969). Menurut Satterwaite & Iwinski di dalam
Whistler (1973), bermacam-
macam asam dapat digunakan sebagai katalis, seperti trikloro asetat, asam hipoklorid, dan asam klorida, tetapi asam klorida (HCl) lebih sering digunakan karena HCl merupakan asam kuat, lebih mudah berdispersi dalam granula pati dan cenderung menguap selama proses dekstrinasi. Reaksi hidrolisis pati dengan asam dapat dilihat pada Gambar 7. Prinsip pembuatan dekstrin dengan cara hidrolisis kering adalah dengan menggunakan kemampuan asam untuk melakukan pengguntingan pada ikatan α-D-glikosidik pada pati sehingga didapatkan polimer-polimer glukosa. Menurut Satterwaite & Iwinski di dalam Whistler (1973), penambahan asam sebagai katalis pada proses dekstrinasi cara kering dapat dilakukan secara terpisah (sebelum pati dipanaskan) atau dapat secara bersama-sama yaitu dengan cara menyemprotkan larutan asam selama pati dipanaskan. CH 2 OH
CH 2 OH H O
O
OH
+
H
H
H3O+
O
OH
OH
OH
O
OH
CH 2 OH
CH 2 OH O
H+
OH
OH
CH 2 OH
O
O
H OH
O
O
H
OH
CH 2 OH
CH 2 OH
O
O
OH2
OH
H
H 2O OH
OH
H
H+
OH
O
OH OH OH
H 2O
OH
CH 2 OH O
H3O+
H
+ OH
OH
OH OH
Gambar 7. Mekanisme reaksi hidrolisis asam (Humprey di dalam Kearsly dan Diedzic, 1979)
19
1. Pembuatan Dekstrin Cara Kering Dengan Menambahkan Katalis Asam Pada Pati Terlebih Dahulu Sebelum Dipanaskan Proses pembuatan dekstrin cara kering dengan katalis asam yang digunakan ditambahkan secara terpisah, menurut Acton di dalam Radley (1976), Puspawardhani (1988), serta Amelia (1989) adalah tepung pati ditambah larutan HCl sehingga terbentuk pasta tepung pati; HCl yang digunakan adalah 0,1 % dari bobot tepung kering (tepung pati dengan kadar air 11%). Selanjutnya HCl tersebut dibuat dalam bentuk larutan HCl agar diperoleh campuran tepung pati-HCl yang merata; selanjutnya untuk mengurangi kadar air pasta tepung dilakukan penjemuran; setelah kering dilakukan penghancuran dan pengayakan; kemudian hasil dari pengayakan tersebut dipanaskan pada suhu 1100C dalam suatu wadah yang terbuat dari stainless steel yang dilengkapi dengan alat pengaduk otomatis. Untuk mengetahui waktu terbentuknya dekstrin dilakukan dengan cara uji iod, Dekstrin telah terbentuk apabila dengan uji iod menghasilkan warna merah kecoklatan. 2.
Pembuatan Dekstrin Cara Kering Dengan Memanaskan Pati Terlebih Dahulu Sebelum Penambahan Katalis Asam Menurut Soemaadmadja (1970), proses pembuatan dekstrin secara kering pisah adalah mula-mula tepung pati dipanaskan dalam suatu wadah yang tebuat dari stainless steel sambil diaduk; setelah suhu mencapai 110 oC – 120 o
C, larutan HCL 0,05-0,1 N disemprotkan pada pati sambil terus diaduk untuk
mencegah agar tepung tidak gosong dan agar pencampuran asam dengan tepung pati menjadi homogen, sehingga hidrolisis terjadi merata; sementara itu suhu diusahakan agar tetap 110 oC – 120 oC; pemanasan dilakukan selama 2 4 jam tergantung pada jumlah tepung pati yang digunakan; selama proses pemanasan tersebut terjadi hidrolisis yaitu pemotongan rantai unit glukosa dari pati menjadi molekul-molekul dengan rantai glukosa lebih pendek. Untuk mengetahui bentukan dekstrin, maka setelah pemanasan selama 2 jam, dilakukan uji iodium dengan cara mengambil sedikit contoh yang dipanaskan dan ditetesi dengan larutan iodium. Proses telah berakhir bila uji dengan larutan iodium menghasilkan warna merah-kecoklatan.
20
3. Pembuatan Dekstrin Cara Kering Dengan Penambahan Katalis Asam dan Pemanasan Secara Bersama Menurut Jati (2006) dan Sari (1992), pembuatan dekstrin cara kering dapat dilakukan dengan menyemprotkan 200 ml asam dengan konsentrasi tertentu ke dalam pati sebanyak 500 gram di atas wadah tertentu yang disangrai sambil dilakukan pengadukan. Penyangraian dilakukan selama 3 jam. Penambahan asam dilakukan pada 30 menit pertama. Selanjutnya
menurut
Jati
(2006),
suhu
yang
digunakan
dalam
penyangraian adalah 60-70 oC. Suhu ini merupakan rentang suhu gelatinisasi tapioka. Batas konsentrasi asam yang digunakan adalah 0 N-0,4 N dan waktu penyangraian selama 3 jam, didapatkan adanya penurunan nilai DE pada menit ke-90. Dengan mengeplotkan nilai DE dengan metode regresi berganda diperoleh persamaan interaksi konsentrasi HCl dan lama penyangraian terhadap nilai DE adalah sebagai berikut : DE (%) = -0,279 + 1,39 Konsentrasi (N) + 0,0111 waktu (menit) Dekstrin yang dihasilkan dengan hidrolisis asam atau pemanasan kering (roasting) disebut pirodekstrin (Satterwaite & Iwinski di dalam Wishtler, 1973) dan pirodekstrin ini merupakan jenis dekstrin yang paling banyak dipakai dan diperjualbelikan (Mc Cready di dalam Joslyn, 1970). Dari penelitian terdahulu diketahui dengan menggunakan hand sprayer sebagai penyemprot larutan HCl, gelas piala dan sudip sebagai pengaduk, serta penangas sebagai sumber panas, konsentrasi HCl, waktu hidrolisis, dan suhu hidrolisis terbaik untuk menghasilkan dekstrin putih dan dekstrin kuning dengan hidrolisis kering berturut-turut adalah 0.3 M, 30 menit, 60 oC dengan kelarutan 36.1 % dan 0.3 M, 180 menit, 90 oC dengan kelarutan 32.18 % (Azez, 2005). Sedangkan dengan menggunakan wajan penyangraian, hand sprayer, kompor pemanas, pengaduk dan termometer, pada konsentrasi HCl 0-0.4 N, waktu hidrolisis 180 menit, dan suhu 60-70 oC diperoleh nilai dextrose equivalent (DE) tertinggi sebesar 2,1 % pada menit ke-90 dengan nilai kelarutan 0,16 % (Jati, 2006).
21
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan pembuatan prototipe mesin, bahan pembuatan produk, dan bahan analisis produk. Bahan pembuatan prototipe mesin terdiri dari plat besi dengan ketebalan 1,5 mm, besi kanal U, besi kanal L, motor listrik, manometer, kompresor, nosel semprot, tabung gas, kompor gas, dan solenoid pengatur suhu. Bahan pembuatan produk adalah tapioka yang ada dipasaran yang diproduksi dalam batch yang sama (dilihat pada kode produksi) dan larutan HCl teknis. Bahan yang digunakan untuk analisis produk adalah pereaksi DNS, fenol, H2SO4 untuk analisis nilai dextrose equivalent (DE) serta bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis mutu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini juga meliputi alat untuk pembuatan prototipe mesin, alat untuk pembuatan produk, dan alat yang digunakan untuk analisis produk. Alat untuk pembuatan prototipe mesin yang digunakan adalah peralatan bengkel seperti las listrik, gerinda, bor dan lain lain. Alat yang digunakan untuk pembuatan produk adalah prototipe mesin yang dirancang dan alat untuk analisis produk, yaitu spektrofotometer, pH meter, viscosimeter, dan lain-lain. B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tiga tahapan utama yaitu pembuatan prototipe mesin, pembuatan produk, dan analisis produk. 1. Pembuatan Prototipe Mesin a. Identifikasi Kebutuhan Komponen Prototipe Mesin Tahap ini merupakan tahap awal dimana komponen prototipe mesin yang dibuat ditentukan berdasarkan kebutuhan proses hidrolisis kering. Parameter yang harus diketahui atau ditetapkan antara lain: -
kapasitas prototipe mesin
-
metode pada hidrolisis yang digunakan
-
waktu proses
-
suhu, pH, dan tekanan
b. Pengembangan Alternatif Solusi Desain Tahap ini merupakan tahap dimana dikembangkannya alternatif solusi desain berdasarkan identifikasi kebutuhan komponen prototipe mesin secara menyeluruh. c. Seleksi Alternatif Solusi Desain Setelah dibuat alternatif-alternatif solusi, dipilih alternatif solusi yang paling memungkinkan memenuhi keberhasilan mesin yang akan dibuat berdasarkan kriteria tertentu. Pemilihan alternatif solusi desain mesin dilakukan berdasarkan analisis komparatif (perbandingan) antara satu alternatif solusi desain dengan alternatif solusi desain lainnya. d. Desain Secara Mendetail Dalam tahap ini harus telah diperoleh detail gambar atau file Computer Aided Design (CAD) untuk setiap bagian prototipe mesin. Detail gambar diperoleh dengan bantuan perangkat lunak AutoCad. e. Pembuatan Prototipe Mesin Setelah file Computer Aided Design (CAD) diperoleh, kemudian dibuat prototipe mesin yang dimaksud berdasarkan gambar kerja yang diperoleh. f. Evaluasi Kinerja Prototipe Mesin Berdasarkan Fungsi Kerja Komponen Mesin Dilakukan pengujian masing-masing fungsi kerja pada prototipe mesin yang dirancang. Jika ada fungsi kerja yang kurang baik maka dilakukan perbaikan-perbaikan sampai fungsi kerja setiap komponen dapat berjalan dengan baik.
23
2. Pembuatan Produk a. Penelitian Pendahuluan untuk Menetapkan Kondisi Operasi Prototipe Mesin Kondisi operasi yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan proses hidrolisis pada tahap identifikasi kebutuhan komponen prototipe mesin, belum tentu sesuai dengan kondisi prototipe mesin yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk menetapkan kondisi proses hidrolisis pada prototipe mesin yang telah dibuat. b. Perlakuan dengan Tiga Faktor Percobaan (Waktu Hidrolisis, Konsentrasi HCl, dan Volume HCl) Perlakuan dengan tiga faktor dilakukan setelah kondisi operasi diperoleh
berdasarkan
penelitian
pendahuluan.
Sejumlah
pati
dimasukkan ke dalam prototipe mesin yang telah mencapai suhu tertentu, kemudian HCl dengan konsentrasi 0,0 – 0,4 N sebanyak 1000 - 2500 ml (konsentrasi, volume, dan suhu berdasarkan penelitian Jati (2006)) disemprotkan melalui nosel dengan kondisi penyemprotan sesuai penetapan sebelumnya (penelitian pendahuluan). Pengadukan dan pemanasan dilakukan selama 150 menit (modifikasi Jati (2006)) dan diambil sampel setiap 15 menit selama sepuluh kali. Dilakukan pengulangan sebanyak dua kali (Tabel 7). Tabel 7. Matriks percobaan produksi maltodekstrin Konsentrasi
Waktu
Volume HCl (ml)
(N)
(menit)
1000
1500
2000
2500
0,0
10 taraf
x
x
x
x
0,1
10 taraf
x
x
x
x
0,2
10 taraf
x
x
x
x
0,3
10 taraf
x
x
x
x
0,4
10 taraf
x
x
x
x
24
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan-perlakuan di atas dan interaksi antar perlakuan digunakan rancangan percobaan acak lengkap tiga faktor dengan dua kali ulangan. Model perancangan tersebut menurut Montgomery (2001) adalah sebagai berikut : Yijkl = µ + τi + βj + γk + (τβ )ij + (τγ)ik + (βγ)jk + (τβγ)ijk +εijkl dimana : Yijkl = Nilai pengamatan ke l (l = 1, 2) untuk taraf ke-i (i = 1, 2,…, 10) perlakuan lama hidrolisis, taraf ke-j (j =1, 2, …, 5) perlakuan perbedaan konsentrai asam klorida, dan taraf ke-k (k = 1, 2,…, 4) perlakuan perbedaan volume asam klorida
µ = Nilai rataan umum τi = Efek taraf ke-i untuk perlakuan waktu hidrolisis βj = Efek taraf ke-j untuk perlakuan perbedaan konsentrasi HCl γk = Efek taraf ke-k untuk perlakuan perbedaan volume HCl (τβ )ij
= Efek interaksi antara τi dan βj
(τγ)ik
= Efek interaksi antara τi dan γk
(βγ)jk
= Efek interaksi antara βj dan γk
(τβγ)ijk
= Efek interaksi antara τi , βj dan γk
εijkl
= Galat berupa efek acak dalam pengamatan ke-l untuk taraf ke–i perlakuan lama waktu hidrolisis, taraf ke-j perlakuan B, dan taraf ke-k perlakuan perbedaan volume HCl Untuk mengetahui taraf waktu hidrolisis, konsentrasi HCl, dan
volume HCl yang mana yang berpengaruh terhadap nilai DE digunakan uji rata-rata Duncan dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan program statistik Minitab dan SAS.
25
c. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) Maltodekstrin yang Diproduksi (Modifikasi dari Haryati 2004) Pengujian nilai DE dilakukan dengan memasukkan 2 ml contoh ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi DNS. Tabung reaksi tersebut diletakkan ke dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan sampai suhu kamar. Blangko juga ditetapkan dengan cara yang sama tetapi sebagai pengganti contoh digunakan aquades. Sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm (jumlah gula pereduksi dinyatakan sebagai A). Dari contoh yang sama, kemudian diambil 2 ml contoh ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 5% dan ditambahan 5 ml H2SO4 atau HCl pekat. Sampel didiamkan selama 10 menit. Kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm (jumlah total gula dinyatakan sebagai B). Prosedur analisis dextrose equivalent (DE) dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai DE = A/B x 100% d. Penetapan Persamaan Matematika untuk Mendapatkan Nilai DE Tertentu Penentuan persamaan matematika untuk mencari nilai DE tertentu dilakukan dengan eliminasi bertahap terhadap faktor dan taraf percobaan. Faktor faktor percobaan yang dimaksud adalah konsentrasi HCl, volume HCl, dan waktu hidrolisis. Eliminasi Tahap 1 Berdasarkan pengamatan pada saat proses produksi dilihat kondisi pengadukan yang terjadi (ada tidaknya gumpalan dan menempel atau tidaknya pati ke dinding bejana). Jika ada taraf dari faktor perlakuan yang banyak gumpalan dan menempel di dinding, maka taraf perlakuan tersebut dieliminasi dari penentuan persamaan matematika yang dibuat.
26
Eliminasi Tahap 2 Berdasarkan pengamatan pada saat proses produksi dilihat perubahan warna yang terjadi. Jika muncul warna kuning yang dapat terlihat nyata pada taraf dari faktor perlakuan tertentu maka taraf dari faktor tertentu tersebut dieliminasi dari penentuan persamaan matematika. Eliminasi Tahap 3 Berdasarkan nilai DE yang dihasilkan pada taraf dari faktor tertentu maka taraf dari faktor tertentu tersebut dieliminasi jika menghasilkan DE tidak pada rentang 2 - 20. Eliminasi Tahap 4 Berdasarkan eliminasi tahap 1, 2, dan 3 kemudian dipilih yang menghasilkan nilai DE tertinggi dan biaya terendah (dilihat dari penggunaan bahan kimia dan energi). Dari eliminasi bertahap tersebut didapatkan satu taraf faktor perlakuan konsentrasi HCl dan satu taraf faktor perlakuan volume HCl kemudian data tersebut diplotkan untuk mengetahui hubungan waktu dengan nilai DE menggunakan perangkat lunak minitab. e. Percobaan
Produksi
Maltodekstrin
dengan
Persamaan
Matematika yang Diperoleh Persamaan matematika yang diperoleh kemudian digunakan untuk memproduksi maltodekstrin dan dilihat ketepatan persamaan matematika tersebut terhadap nilai DE yang dihasilkan dengan melihat seberapa jauh penyimpanganya dari nilai DE tujuan. 3. Analisis Karakteristik Mutu Produk Analisis mutu dilakukan dengan sampling beberapa maltodekstrin yang dihasilkan, pada nilai DE yang sering digunakan dipasaran. Pengujian karakteristik mutu yang dilakukan adalah sesuai karakteristik Dewan Standar Nasional tahun 1992 dan 1989, yaitu derajat putih, kehalusan,
27
warna dalam lugol, kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kelarutan dalam air dingin, derajat asam, dan viskositas serta ditambah karakteristik mutu dekstrin yang sering dipakai dipasaran, yaitu pH. Karaktreristik mutu yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar mutu DSN (1992 dan 1989) dan standar mutu dekstrin komersial. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran 2.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN PROTOTIPE MESIN 1. Identifikasi Kebutuhan Komponen Prototipe Mesin Kebutuhan komponen prototipe mesin didasarkan pada kebutuhan proses hidrolisis kering untuk produksi maltodekstrin. Proses hidrolisis kering sendiri membutuhkan tiga faktor utama yaitu pemanasan, pencampuran, dan penyemprotan. Prototipe mesin yang dirancang haruslah mempunyai ketiga fungsi tersebut. Sehingga kebutuhan komponen prototipe mesin didasarkan pada fungsi-fungsi tersebut. 2. Pengembangan Alternatif Solusi Desain Pengembangan alternatif solusi desain didasarkan pada kriteria fungsi komponen
prototipe
mesin
dengan
kriteria
utama
adalah
fungsi
pencampuran. Fungsi pencampuran dijadikan dasar pada pengembangan alternatif desain dikarenakan proses pencampuran menentukan kerataan pati dan
HCl
yang
mempengaruhi
proses
hidrolisis
pada
pembuatan
maltodekstrin. Terdapat dua kelompok alat pencampur partikel padat yaitu pencampur dengan pengaduknya bergerak sedangkan wadahnya diam. Tipe kedua adalah alat pencampur dengan pengaduknya diam sedangkan wadahnya bergerak. Berdasarkan hal tersebut, alternatif solusi desain yang digunakan adalah blender tipe pita (mewakili kelompok pencampur wadah diam dan pengaduk bergerak) serta silinder berotasi horisontal dan silinder berotasi dimiringkan pada kemiringan tertentu (mewakili wadah bergerak dan pengaduk diam). Alternatif solusi alat pencampuram tersebut dikembangkan untuk digunakan sebagai alternatif solusi desain secara menyeluruh dengan menambahkan alat penyemprot HCl dan pemanasan.
a. Alternatif Solusi Desain 1 Alternatif solusi desain pertama yaitu dengan menempatkan dua nosel semprot dibagian atas bejana berbentuk helical blender (ribbon blender) dengan sistem pemanas adalah jaket pemanas dimana air dimasukkan kedalam jaket lalu dipanaskan menggunakan heater listrik. Kontrol panas dilakukan dengan menggunakan termostat yang diletakkan pada jaket pemanas (Gambar 8).
Gambar 8. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 1 Pemilihan sistem pemanasan menggunakan water jaket sangat dimungkinkan pada bentuk ini karena wadah yang statis dan pengaduk bergerak. Nosel yang digunakan adalah nosel tipe full cone dengan jumlah dua buah ditempatkan diatas bejana yang diam. b. Aleternatif Solusi Desain 2
Gambar 9. Skema prototipe mesin pada alternatif desain 2 Alternatif solusi desain kedua yaitu dengan menempatkan dua buah nosel pada poros statis dengan bejana berbentuk silinder berotasi yang dilengkapi sirip-sirip pengaduk. Sistem pemanasan yang dipilih pada alternatif solusi desain kedua adalah pemanasan dengan kompor gas. Hal
30
ini dikarenakan konstruksi silinder yang bergerak tidak memberikan banyak pilihan pada sistem pemanasan. Kontrol suhu dilakukan dengan menggunakan selenoid pengatur gas yang sensitif terhadap panas. Ketika mencapai suhu tertentu selenoid akan menutupi jalan keluar gas sehingga gas yang keluar akan berkurang yang mengakibatkan api pada kompor gas akan mengecil (Gambar 9). Dengan memberikan pelapis panas dalam ruang pemanasan diharapkan efisiensi panas dapat lebih baik. c. Alternatif Solusi Desain 3
Gambar 10. Skema prototipe pada alternatif solusi desain 3 Hampir sama dengan alternatif solusi desain kedua, alternatif solusi desain ketiga menggunakan satu nosel semprot yang ditempatkan diujung bejana pengaduk. Bejana pengaduk berbentuk silinder bersirip berotasi yang dimiringkan pada sudut tertentu (Gambar 10). Sistem pemanas yang digunakan adalah pemanasan dengan kompor gas. Kontrol suhu dilakukan dengan menggunakan selenoid pengatur gas yang sensitif terhadap panas. Ketika mencapai suhu tertentu selenoid akan menutupi jalan keluar gas sehingga gas yang keluar akan berkurang yang emngakibatkan api pada kompor gas akan mengecil.
Dengan
memberikan pelapis panas dalam ruang pemanasan diharapkan efisiensi panas dapat lebih baik.
31
3. Seleksi Alternatif Solusi Desain Seleksi dari alternatif-alternatif solusi desain yang tersedia dilakukan dengan analisis perbandingan antara solusi desain. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan alternatif solusi desain yang akan diimplementasikan dalam bentuk prototipe adalah sebagai berikut : a. Dipilih yang paling memungkinkan meratakan partikel yang diaduk (kemudahan
penempatan
nosel
dan
kemungkinan
hasil
kerja
pencampuran). b. Dipilih kontrol suhu yang paling mudah c. Dipilih konstruksi yang paling mudah (menyangkut biaya pembuatan prototipe mesin) d. Dipilih biaya operasi yang paling rendah (menyangkut biaya produksi maltodekstrin) Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut diatas dipilih alternatif solusi desain tertentu. Perbandingan antar solusi desain diperlihatklan pada Tabel 8. Setelah dilakukan perbandingan antara solusi-solusi desain yang ada maka dipilih alternatif desain yang ketiga karena alternatif ini memenuhi kriteria-kriteria yang digunakan untuk pengambilan keputusan. 4. Desain Secara Mendetail Desain secara mendetail dilakukan dengan membuat gambar kerja setiap kompoenen yang dibutuhkan pada prototipe mesin. Dengan bantuan perangkat lunak Autocad gambar kerja desain secara mendetail dapat dilakukan. Berikut disajikan gambar kerja pada prototipe mesin yang akan dibuat (Gambar 11). Desain secara mendetail setiap komponen pada file computer aided design (CAD) dapat dilhiat pada Lampiran 3.
32
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 11. Detail prototipe mesin tipe silinder berotasi (a) Tampak samping, (b) tampak depan, (c) tampak belakang, (d) NW isometrik, (e) NE isometrik, dan (f) SE isometrik
33
Tabel 8. Perbandingan alternatif solusi desain 1, solusi desain 2, dan solusi desain 3 Alternatif Solusi Desain 1
Alternatif Solusi Desain 2
Sistem pencampuran masih memungkinkan Sistem pencampuran memungkinkan kerataan adanya partikel yang tidak terangkat karena yang lebih baik dari alternatif 1 karena wadah ada jarak antara pengaduk dengan bejana berputar sehingga partikel dimungkinkan untuk terangkat semua
Alternatif Solusi Desain 3 Sistem pencampuran memungkinkan kerataan yang lebih baik dari alternatif 1 karena wadah berputar sehingga partikel dimungkinkan untuk terangkat semua
Penempatan nosel sangat mudah karena Penempatan nosel sulit karena diletakkan pada Penempatan nosel mudah karena bejana statis poros yang diam, sedangkan wadah bergerak dilletakkan diluar bejana yang bergerak Pemanasan (kontrol suhu) mudah karena Kontrol suhu sedikit sukar namun dapat Kontrol suhu sedikit sukar namun dapat digunakan selenoid dengan sensor panas untuk digunakan selenoid dengan sensor panas menggunakan air yang dipanaskan mengatur banyak sedikitnya LPG yang keluar untuk mengatur banyak sedikitnya LPG yang keluar Kecepatan putar pengaduk tinggi
Kecepatan putar rendah
Kecepatan putar rendah
Konstruksi sulit karena tidak boleh ada Konstruksi mudah kebocoran air pemanas
Konstruksi mudah
Energi untuk memanaskan air sebanyak 1 Penggunaan energi pemanasan pada 187,560 liter pada suhu 25-70 o C cukup tinggi kJ hanya menggunakan LPG sebesar 3,6 gr ( 1 (sebesar 187,560 kJ) (1 kg. 4168 J/kg o C. kg LPG setara dengan 51120,265 kJ) 45 oC)
Penggunaan energi pemanasan pada 187,560 kJ hanya menggunkan LPG sebesar 3,6 gr ( 1 kg LPG setara dengan 51120,265 kJ)
34
5. Konstruksi Prototipe Mesin Berdasarkan gambar kerja yang telah dibuat maka gambar kerja siap diimplementasikan pada pembuatan prototipe mesin sebenarnya. Hasil pembuatan prototipe mesin dapat dilihat pada gambar 12. (7) (1)
(8)
(2)
(9) (10)
(3) (4)
(11)
(5) (12)
(6)
Gambar 12. Konstruksi prototipe mesin silinder berotasi Keterangan : 1. Motor listrik 2. Tangki HCl 3. Sensor panas 4. Nosel semprot 5. Kompor pemanas 6. Kompresor
7. Inverter pengatur rpm 8. Kontrol panel pengatur suhu 9. Stir untuk loading dan unloading 10. Bejana pengaduk 11. Selenoida pengatur debit gas 12. Tabung gas
a. Prinsip Kerja Prototipe Mesin Silinder Berotasi Prinsip kerja prototipe mesin silinder berotasi ini adalah mencampur pati dan HCl disertai pemanasan pada suhu terkontrol. Larutan HCl disemprotkan melalui nosel ke dalam bejana pengadukan yang telah berisi pati disertai pemanasan dalam kurun waktu tertentu (Gambar 13).
35
G C E
B
A
H
D F
Gambar 13. Skema prinsip kerja prototipe mesin silinder berotasi Keterangan : A. Kompresor B. Tangki HCl C. Nosel semprot D. Api pemanas
E. Sensor panas F. Kompor pemanas G. Motor Listrik H. As pentransmisi gerak
Pencampuran pati dan HCl pada prototipe mesin silinder berotasi ini menggunakan bejana berputar berbentuk silinder yang dilengkapi tiga sirip pengaduk yang berfungsi mengangkat pati dalam bejana, menjatuhkan, serta menggelindingkannya secara berulang ulang. Pemanasan
dilakukan
untuk
melakukan
proses
hidrolisis.
Pemanasan pada prototipe mesin silinder berotasi ini menggunakan kompor gas disertai selenoid pengatur gas yang sensitif terhadap panas. Api langsung mengenai badan bejana tujuannya adalah memanaskan udara dalam bejana untuk proses hidrolisis. Sensor panas selenoid pengatur gas ditempatkan dalam bejana sehingga bila tercapai suhu tertentu maka secara otomatis gas yang keluar akan mengecil sehingga apipun mengecil. b. Komponen Utama Prototipe Mesin Silinder Berotasi Terdapat tiga komponen utama dalam prototipe mesin silinder berotasi yaitu komponen sistem pengadukan, komponen sistem penyemprotan, dan komponen sistem pemanasan.
36
Komponen Sistem Pengadukan Komponen sistem pengadukan yang digunakan terdiri dari silinder berputar yang dilengkapi dengan sirip-sirip pengaduk. Silinder terbuat dari plat baja eser dengan tiga buah sirip yang ditempatkan dalam silinder pada kemiringan tertentu. Energi gerak diperoleh dari motor listrik.
Energi
gerak
ditransmisikan
melalui
sabuk
V
dengan
perbandingan puly adalah 3:8. Hal ini dilakukan untuk mereduksi kecepatan putar motor listrik dari 1690 rpm menjadi kecepatan putar sesuai dengan keinginan. Selain menggunakan puly, inverter digunakan untuk mengkonversi kecepatan putar. Gambar komponen utama sistem pengadukan dapat dilihat pada Gambar 14.
(a)
(b)
(c)
Gambar 14. Komponen sistem pengadukan (a). Bejana pengaduk berbentuk silinder berotasi, (b) puly pentransmisi energi gerak dari motor listrik, dan (c) inverter pengkonversi kecepatan putar dengan mengkonversi arus listrik Komponen Sistem Penyemprotan Penyemprotan yang digunakan adalah sistem hidro pneumatic sprayer dimana mekanisme penyemprotannya yaitu dengan memberikan tekanan pada udara di atas cairan. Tekanan diberikan oleh kompresor udara yang digerakkan motor listrik. Udara menekan larutan HCl dalam tabung yang kemudian dikeluarkan melalui nosel. Sistem penyemrotan secara keseluruhan dapat dilihat dilihat pada Gambar 15. Komponen utama dari sistem penyemprotan antara lain tangki HCl, kompresor dan nosel. Tangki HCl berfungsi untuk menampung larutan HCl yang akan digunakan untuk hidrolisis. Tangki ini dilengkapi dengan 37
manometer sebagai pengukur tekanan sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan debit HCl yang akan disemprotkan. Kompresor berfungsi untuk menekan HCl dalam tangki HCl, penekanan dilakukan dengan menggunakan udara yang berasal dari kompresor. Karena tekanan udara inilah larutan HCl akan keluar dari tangki dipecah menjadi butiran-butiran halus oleh nosel.
(2) (1) (3)
Gambar 15. Rangkaian sistem penyemprot , (1) Tangki HCl, (2), kompresor, dan (3) nosel semprot Komponen Sistem Pemanas Komponen sistem pemanasan yang digunakan adalah kompor gas yang dilengkapi solenoid pengatur gas. Gas diatur berdasarkan suhu yang dihasilkan dalam proses pemanasan oleh solenoid yang sensitif terhadap panas. Dalam hal ini kontrol suhu menjadi penting dikarenakan energi panas yang terus menerus diberikan akan dapat mengakibatkan reaksi pencoklatan pada pati yang disangrai sehingga merusak kualitas maltodekstrin yang dihasilkan. Sensor panas solenoid ditempatkan ke dalam bejana pengadukan. Dengan mengeset suhu sensor panas pada kondisi suhu tertentu maka suhu di dalam ruangan pengadukan akan sesuai dengan suhu yang diinginkan.
Berikut
disajikan
gambar
komponen
utama
sistem
pemanasan. Konpor gas diletakkan di bawah silinder pengaduk yang
38
dilengkapi dengan plat penyekat agar panas dari kompor gas tidak cepat menghilang (Gambar 16 dan 17).
(a)
(b)
(c)
Gambar 16. (a) Kompor gas, (b) solenoid pengatur gas, dan (c) sensor panas
(b)
(a)
(c)
Gambar 17. (a) Kontrol panel, (b) pengontrol suhu, dan (c) tabung gas 6. Evaluasi
Kinerja
Prototipe
Mesin
Berdasarkan
Fungsi
Kerja
Komponen Mesin Evaluasi kinerja prototipe mesin yang dimaksud disini adalah evalusi kinerja berdasarkan fungsi kerja masing-masing sistem. Perbaikan dilakukan jika ada sistem yang bekerja kurang baik. Setelah dilakukan tes secara fungsional, ternyata ada satu kompoenen sistem yang perlu diperbaiki yaitu pada sistem penyemprotan. Oleh karena itu dilakukan penambahan kran udara pada bagian atas tangki HCl (Gambar 18). Hal ini dilakukan untuk mengurangi debit larutan HCl yang dikeluarkan.
39
(a)
(b)
Gambar 18. (a) Tangki HCl sebelum perbaikan dan (b) Tangki HCl setelah perbaikan
B. PEMBUATAN PRODUK 1. Penelitian Pendahuluan untuk Menetapkan Kondisi Operasi Prototipe Mesin Kondisi operasi yang akan digunakan pada prototipe mesin silinder berotasi ini akan sangat menentukan hasil maltodekstrin yang akan diperoleh. Kondisi operasi berdasarkan literatur pada proses hidrolisis kering mungkin menghasilkan hasil yang berbeda jika diterapkan pada prototipe mesin ini. Oleh karena itu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan kondisi operasi yang sebenarnya pada prototipe mesin silinder berotasi ini dengan mengambil kisaran nilai kondisi operasi berdasarkan literatur. Berdasarkan penelitian Azez (2005) diketahui bahwa suhu terbaik untuk menghasilkan dekstrin putih pada proses hidrolisis kering adalah 60o C.
Sedangkan Jati (2006) melakukan modifikasi pati cara kering
menggunakan suhu 60-70 oC. Dari kedua penelitian tersebut ditetapkan kisaran suhu yang akan digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah 60 o
C, 70o C, dan 80 oC. Hal ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa jika suhu
yang digunakan terlalu tinggi maka proses perubahan warna pada saat dekstrinasi akan semakin cepat. Prototipe
silinder
berotasi
merupakan
model
mesin
yang
menggunakan sistem pengadukan berdasarkan pada pengangkatan dan penjatuhan partikel padat secara berulang-ulang. Sistem pengadukan seperti
40
ini telah banyak dikembangkan untuk tujuan lain. Erisman (1995) melaporkan bahwa kecepatan putar penyangrai dedak yang menggunakan prinsip pencampuran seperti ini adalah sebesar 50 rpm. Berdasarkan penelitian tersebut ditetapkan kisaran kecepatan putar yang akan digunakan adalah sebesar 50 rpm, 75 rpm dan 100 rpm. Kapasitas pati yang digunakan ditetapkan sebesar 5 kg hal ini berdasarkan asumsi bahwa semakin sedikit pati yang digunakan maka kerja pencampuran akan semakin baik dikarenakan pengangkatan dan penjatuhan partikel padat akan lebih mudah jika dibandingkan dengan kapasits yang besar. Pertimbangan kedua mencakup biaya penelitian karena semakin banyak pati yang digunakan maka biaya penelitian akan semakin tinggi. Dengan ditetapkannya kapasitas pati yang akan dimodifikasi sebesar 5 kg maka volume bejana yang digunakan hanyalah 16,42 % kapasitas total (densitas
kamba
maltodekstrin
DE
10
=
608,64
kg/m3
(www.canamingredient.com) sedangkan volume bejana 50 liter). Hal ini dirasa telah cukup karena model pencampuran seperti ini menurut Erisman (1995) mempunyai kapasitas tidak lebih dari 25 % kapasitas bejana. Dengan ditetapkannya kapasitas pati adalah 5 kg maka volume HCl yang digunakan didasarkan pada modifiksi penelitian Jati (2006) yaitu pada rentang 1000 sampai 2500 ml, sedangkan konsentrasi HCl adalah 0,0 N sampai 0,4 N. Konsentrasi 0,0 N digunakan sebagai kontrol. Sedangkan untuk waktu hidrolisis ditetapkan berdasarkan modifikasi penelitian Jati (2005) dan Sari (1992) yaitu selama 150 menit. Penentuan Kecepatan Putar Bejana Dilakukan dengan mencampur pati dalam bejana pada kecepatan putar 50 rpm, 75 rpm, dan 100 rpm. Setelah dilakukan pengamatan pemilihan terhadap kejatuhan pati karena daya angkat sirip silinder dipilih kecepatan putar 50 rpm karena hanya pada kecepatan ini pati jatuh dengan persebaran yang baik. Untuk 75 rpm pati yang terangkat sedikit karena kecepatan tinggi, sedangkan untuk 100 rpm pati bahkan ikut berputar bersama bejana dan tidak terjatuh sama sekali karena kecepatan yang tinggi.
41
Penentuan Suhu yang Digunakan Suhu yang digunakan didasarkan pada saat penyangraian pati pada tahap penelitian pendahuluan. Sebanyak 5 kg pati dimasukkan kedalam bejana pencampur dan dipanaskan dengan suhu 60 oC, 70 oC, dan 80 oC. Setelah dilakukan pengamatan pada suhu 70 oC, dan 80 oC perubahan warna pati menjadi kekuningan, kecoklatan, dan kehitaman lebih cepat terjadi dibandingkan pada suhu 60 oC oleh karena itu suhu yang digunakan adalah 60 oC. Penentuan Kondisi Penyemprotan yang Digunakan Untuk mengetahui sudut semprot yang memungkinkan pencampuran pati-HCl lebih merata dilakukan dengan meyemprotkan 1500 ml air yang telah diberi pewarna makanan dengan konsentrasi tertentu ke dalam bejana yang berisis 5 kg pati yang dipanaskan. Tujuan dari pemberian warna ini untuk membantu proses pengamatan yang digunakan dalam mengambil keputusan. Penyemprotan dilakukan dengan membuka penuh kran tangki HCl (debit ±16,67 ml/detik dihitung dari awal waktu penyemprotan sampai air habis). Berdasarkan pengamatan penyemprotan dengan sudut besar (60o) mengakibatkan air menempel kedinding bejana sehingga pati sedikit tergenangi air. Hal ini tidak terjadi ketika penyemprotan dilakukan dengan sudut kecil (10o). Dengan demikian sudut semprot yang ditetapkan adalah 10 o. Penyemprotan langsung dengan membuka penuh kran tangki HCl (debit ±16,67 ml/detik) menyebabkan pati sedikit tergenangi air sehingga mengakibatkan banyaknya gumpalan namun ketika hal yang sama dilakukan dengan mebuka kran tangki HCl setengah penuh (debit ±1,4 ml/detik) gumpalan yang ditimbulan sedikit dan pewarnaan cenderung merata. Mode penyemprotan langsung diatas jika dibandingkan mode penyemprotan bertahap (disemprot 30 menit sekali dengan lama waktu pembukaan keran setengah penuh adalah 2 menit) hasil pewarnaan yang diperoleh pada secara visual tidak jauh berbeda. Gambar 19 menunjukkan hasil dari penyemprotan langsung dan tak langsung. 42
(a)
(b)
Gambar 19. Hasil pewarnaan menggunakan penyemprotan langsung dan tak langsung. Dengan debit ±1,4 ml/detik penyemprotan langsung menghabiskan waktu semprot 17,8 menit sedangkan penyemprotan tak langsung menghabiskan waktu penyemprotan 300 menit (setiap dua menit volume berkurang 168 ml berarti 9 kali penyemprotan dengan selang waktu 30 menit sekali dimana volume air yang disemprotkan adalah 1500 ml). Mengingat semakin lama waktu penyemprotan semakin tinggi biaya operasi maka dipilih penyemprotan secara langsung. Kondisi operasi prototipe mesin tipe silinder berotasi pada saat dilakukan pembuatan produk dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kondisi operasi yang digunakan pada prototipe mesin silinder berotasi Kondisi Operasi Keterangan Jumlah pati yang digunakan Konsentrasi HCl Volume HCl Mode produksi bahan umpan Waktu hidrolisis Suhu hidrolisis Jumlah tahap produksi Kecepatan putaran bejana Mode penyemprotan Debit larutan HCl Tekanan pada kompresor Tekanan pada tangki HCl Pola semprot nosel Sudut semprot nosel
5 kg 0-0,4 N 1000-2500 ml batch 150 menit 60 o C tunggal 4,7 Hz pada inverter setara dengan 50 rpm Penyemprotan langsung (sekaligus habis) 1,4 ml/detik 6-8 bar 8 bar Full cone 10 o
43
2. Perlakuan dengan Tiga Faktor Percobaan dan Analisis Nilai DextroseEequivalent (DE) Perlakuan menggunakan tiga faktor percobaan yang dimaksud disini adalah waktu hidrolisis, konsentrasi HCl, dan volume HCl. Taraf yang digunakan dalam metode hidrolisis kering ini adalah konsentrasi asam 0,0 N, 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, dan 0,4 N, volume larutan HCl 1000 ml, 1500 ml, 2000 ml, dan 2500 ml serta waktu pengambilan sampel adalah pada menit ke-0, 30, 45, 60, 75,90, 105, 120, 135, dan 150 Berikut disajikan perubahan nilai DE yang didapat selama pengambilan sampel pada volume tertentu. Perubahan Nilai DE Pada Volume HCl 1000 ml Pati yang dihidrolisis menunjukkan perubahan warna dan penurunan kandungan air selama proses hidrolisis berlangsung. Hal ini dilihat dari penampakan visual yakni perubahan warna dari putih menjadi kekuningan. Tidak terjadi begitu banyak gumpalan ketika HCl disemprotkan dan hanya sedikit pati yang menempel di dinding bejana bagian belakang.. HCl disemprotkan habis pada menit ke 12,8 atau setara dengan debit ± 1,4 ml/det. Pati yang menempel pada bagian dinding belakang akan teraduk seiring waktu pemanasan berlangsung. Berikut disajikan grafik perubahan
Dextrose Equivalent (%)
DE pada volume HCl 1000 ml (Gambar 20).
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0,0 N 0,1 N 0,2 N 0,3 N 0,4 N
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
Waktu (menit)
Gambar 20. Perubahan Nilai DE untuk volume larutan HCl 1000 ml
44
Dari grafik terlihat semua konsentrasi menunjukkan nilai DE tertinggi adalah pada menit ke 90. Pada menit ke 30 terjadi peningkatan yang sangat tajam pada nilai DE. Hal ini menandakan telah terjadi reaksi hidrolisis, namun setelah itu tidak terjadi peningkatan secara tajam dan setelah menit ke-90 cenderung terjadi penurunan. Pada konsentrasi asam 0,0 N nilai DE tidak setinggi pada penambahan asam. Nilai DE tertinggi pada konsentrasi 0,0 N dan volume HCl 1000 ml adalah 2.51 %. Pada konsentrasi 0,0 reaksi hidrolisis hanya dipercepat dengan adanya pemanasan. Tanpa adanya HCl reaksi berjalan lambat. Terjadi lonjakan yang sangat besar pada nilai DE setelah ditambah asam. Namun nilai DE dari beberapa penambahan konsentrasi asam tidak begitu mencolok seperti sebelum ditambah asam. Nilai DE tertinggi pada masing-masing konsentrasi asam 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, 0,4 N adalah berturutturut 8,21 %, 9,22 %, 9,86 %, dan 10, 45 %. Pada perlakuan 0,0 N HCl perubahan warna dalam proses hidrolisis tidak begitu terlihat, berbeda dengan setelah dilakukan penambahan beberapa level konsentrasi asam. Secara umum perubahan warna terjadi dari putih menjadi kekuningan sampai kecoklatan berdasarkan bertambahnya waktu hidrolisis. Namun perubahan warna yang sangat cepat terjadi pada konsentrasi asam 0,4 N hal ini dikarenakan reaksi hidrolisis akan berlangsung cepat ketika konsentrasi pereaksi semakin tinggi. Pada volume HCl 1000 ml tampak kerataan perubahan warna secara visual tidak begitu merata. Terlihat ada bagian-bagian pati yang masih berwarna putih menandakan penyemprotan tidak mengenai semua pati yang diaduk. Hal ini menandakan volume HCl yang disemprotkan kurang. Perubahan Nilai DE Pada Volume HCl 1500 ml Pada Volume HCl 1500 ml HCl habis pada menit ke-20 (setara dengan debit ± 1,4 ml/det) sehingga pengambilan sampel untuk menit ke-15 tidak dilakukan agar pengambilan sampel sama antar perlakuan penambahan asam. Grafik perubahan nilai DE pada volume HCl 1500 ml disajikan pada gambar 21.
45
Hampir sama dengan perubahan nilai DE pada volume HCl 1000 ml, semua konsentrasi mencapai nilai puncak DE tertinggi pada menit ke 90. Terjadi peningkatan nilai DE yang sangat tajam pada menit ke 30 namun setelah itu peningkatan tidak begitu tajam dan menurun setelah mencapai menit ke-90. Berbeda pada perlakuan dengan volume HCl 100 ml, pada volume HCl 1500 ml nilai DE sedikit lebih tinggi. Pada puncak nilai DE yaitu menit ke 90 dapat dilihat pada grafik pada kionsentrasi 0,0 N , 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, 0,4 N adalah berturut-turut 2,84 %, 10,53 %, 13,09 %, 13,20 %, dan
Dextrose Equivalent ( %)
13,41%.
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0,0 N 0,1 N 0,2 N 0,3 N 0.4 N
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
Waktu (menit)
Gambar 21. Perubahan Nilai DE untuk volume larutan HCl 1500 ml Secara umum perubahan warna terjadi dari putih menjadi kekuningan sampai kecoklatan selama hidrolisis berlangsung. Seperti pada volume HCl 1000 ml, pada 1500 ml perubahan warna tercepat adalah pada konsentrasi 0,4 disusul berturut-turut 0,3 N, 0,2 N, 0,1 N, dan 0,0 N. Pada perlakuan volume 1500 ml terlihat secara kasat mata hampir seluruh pati mengalami perubahan warnan yang merata. Hal ini menandakan bahwa bertambahnya volume HCl akan menambah kerataan perubahan warna pada proses hidrolisis.
46
Perubahan Nilai DE Pada Volume HCl 2000 ml Pada Volume HCl 2000 ml HCl yang disemprotkan habis pada menit ke-23 (setara dengan debit ± 1,4 ml/det ) sehingga pengambilan sampel untuk menit ke-15 juga tidak dilakukan. Grafik perubahan nilai DE pada volume HCl 2000 ml disajikan pada Gambar 22. Pada konsentrasi 2000 ml secara umum nilai tertinggi DE terjadi pada menit ke 90 sama halnya dengan volume 1000 dan 1500. Namun pada konsentrasi 0,3 N nilai DE tertinggi terjadi pada menit ke 105. Secara umum peningkatan yang sangat tajam pada perubahan nilai DE juga terjadi pada menit ke 30 namun setelah itu peningkatan tidak begitu tajam dan menurun setelah mancapai menit ke-90. Nilai DE pada puncak kurva sedikit lebih tinggi dari Volume 1000 dan 1500 ml untuk konsnetrasi 0.1 dan 0,4 N yaitu berturut-turut untuk pada konsentrasi 0,0 N , 0,1 N, 0,3 N, 0,4 N adalah berturut-turut 2,98 %, 10,97 %, 10,64 %, 11,89 %, dan 13, 73% . Untuk konsentrasi 0,1 dan 0,2 N nilai DE lebih rendah dan pada konsentrasi 0,3 N puncak nilai DE terjadi pada menit ke-105. Terjadi penyimpangan kurva puncak DE pada volume ini 0,2 N. Puncak DE terlihat pada menit ke-60 yaitu sebesar 10,64 % nilai yang
Dextrose Equivalent (%)
lebih rendah dari puncak DE pada konsentrasi 0,1 pada volume yang sama.
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0,0 N 0.1 N 0,2 N 0,3 N 0,4 N
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
Waktu (menit)
Gambar 22. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 2000 ml Perubahan warna terjadi dari putih menjadi kekuningan sampai kecoklatan selama hidrolisis berlangsung. Perubahan warna tampak jelas
47
ketika konsentrasi semakin tinggi. Sama halnya pada volume HCl 1000 ml pada 1500 ml perubahan warna tercepat adalah pada konsentrasi 0,4 disusul berturut-turut 0,3, 0,2 ,0,1, dan 0,0 N. Pada perlakuan volume 2000 ml terlihat secara kasat mata hampir seluruh pati kerataan perubahan warnanya merata. Namun terdapat sedikit pati yang menempel pada bejana pada awal penyemprotan. Terjadi gumpalan-gumpalan sebesar kedelai yang semakin berkurang seiring berjalanya hidrolisis. Semakin banyak volume larutan HCl yang digunakan maka gumpalan-gumpalan akan semakin banyak terjadi. Perubahan Nilai DE Pada Volume HCl 2500 ml Pada Volume HCl 2500 ml HCl habis pada menit ke-29 (setara dengan debit 1,4 ml/det ) sehingga pengambilan sampel untuk menit ke-15 juga tidak dilakukan agar pengambilan sampel sama antar perlakuan penambahan asam. Grafik perubahan nilai DE pada volume HCl 2500 ml disajikan pada Gambar 23. Sama halnya dengan volume 1000, 1500, dan 2000 ml. Semua konsentrasi mencapai nilai puncak DE tertinggi pada menit ke 90, terjadi peningkatan yang sangat tajam perubahan nilai DE pada menit ke 30 namun setelah itu peningkatan tidak begitu tajam dan menurun pada menit ke-90. Secara umum perubahan warna terjadi dari putih menjadi kekuningan sampai kecoklatan selama hidrolisis berlangsung. Seperti pada volume HCl 1000, 1500 dan 2000 ml perubahan warna tercepat adalah pada konsentrasi 0,4 disusul berturut-turut 0,3 N, 0,2 N, 0,1 N, dan 0,0 N. Perbedaan dengan volume 1000, 1500, dan 2000 ml adalah pada nilai DE. Nilai DE pada puncak sedikit lebih tinggi dari volume 1000, 1500, dan 2000 ml, namun pada perlakuan volume 2500 ml terlihat gumpalangumapalan yang lebih banyak terjadi di awal penyemprotan yang menandakan volume HCl terlalu banyak.
48
Dextrose Equivalent (%)
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0,0 N 0,1 N 0,2 N 0,3 N 0,4 N
0
15
30
45
60
75
90
105 120 135 150 165
Waktu (menit)
Gambar 23. Nilai perubahan DE untuk volume larutan HCl 2500 ml Dari hasil ananlisis ragam (lampiran 4) diketahui bahwa efek perlakuan lama hidrolisis, perbedaan konsentrasi HCl, dan perbedaan volume HCl menghasilkan perbedaan sangat nyata terhadap nilai DE yang dihasilkan. Untuk interaksi antar perlakuan juga menghsilkan perbedaan sangat nyata. Namun interaksi antar ke tiga faktor tidak berbeda nyata. Untuk mengetahui taraf-taraf perlakuan yang manakah yang menghasilkan perbedaan nilai DE yang sangat nyata maka digunakan uji rata-rata Duncan (lampiran 4). Dari hasil uji Duncan diketahui bahwa volume HCl 1000 ml, 1500 ml, 2000 ml, dan 2500 ml menghasilkan nilai DE yang berbeda nyata satu dengan yang lain. Untuk perlakuan pebedaan konsentrasi HCl, konsentrasi HCl 0,0 N berbeda nyata dengan 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N dan 0,4 N. Konsentrsi 0,1 N berbeda nyata dengan 0,2 N, 0,3 N dan 0,4 N, sedangkan 0,2 N, 0,3 N, dan 0,4 N tidak berbeda nyata. Untuk perlakuan waktu hidrolisis perbedaan nyata hanya terjadi pada waktu hidrolisis ke 0 dan ke 30. Perubahan warna selama berjalanya proses hidrolisis terjadi akibat reaksi karamelisasi yang menghasilkan produk degradasi gula berwarna coklat. Menurut Eskin et al. (1971), proses karamelisasi meliputi tiga tahap reaksi yaitu, tahap 1,2 enolasi, tahap dehidrasi atau tahap fisi, dan tahap pembentukan pigmen. Pada tahap 1,2 enolasi gula mengalami enolasi menghasilkan senyawa 1,2-enol. Reaksi ini terjadi lebih cepat dalam kondisi basa daripada asam. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi atau fisi. Pada tahap
49
ini 1,2-enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-hidroksimetil-2furfuraldehid yang merupakan salah satu precursor pigmen warna coklat. Berikut ini disajikan diagram alir reaksi karamelisasi (Gambar 24). Gula
1,2-enol Panas 5-hidroksimetil-2-furfuraldehid
Pigmen coklat
Gambar 24. Diagram alir reaksi karamelisasi (Eskin et al. (1971)) 3. Penentuan Persamaan Matematis Penentuan
persamaan
matematis
ini
sangat
penting
untuk
memperkirakan nilai DE dari hasil maltodekstrin yang dibuat pada prototipe mesin tipe silinder berotasi. Nilai DE sangat penting artinya karena nilai DE diperlukan untuk mengklasifikasikan maltodekstrin, serta digunakan sebagai dasar penggunaan maltodekstrin dengan tujuan tertentu. Hasil
dari
eliminasi
bertahap
yang
dilakukan
berdasarkan
pengamatan adalah sebagai berikut : Eliminasi Tahap 1 Eliminasi tahap 1 dilakukan terhadap taraf faktor yang menyebabkan terjadi gumpalan dan penempelan pati kedinding bejana. Hal ini terjadi pada taraf faktor volume HCl 2500 ml sehingga taraf faktor ini dieliminasi. Eliminasi Tahap 2 Eliminasi tahap 2 dilakukan berdasarkan perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna kuning yang terlalu cepat pada taraf faktor tertentu adalah parameter eliminasi tahap ini. Dari pengamatan diketahui bahwa taraf 0,4 N pada faktor konsentrasi mengalami perubahan warna kuning yang cepat sehingga taraf 0,4 N dieliminasi. Pada volume HCl 1000 ml walaupun
50
perubahan warna kuning tidak terlalu cepat dari pengamatan terlihat pencampuran tidak terlalu rata (dilihat dari warna) sehingga taraf ini juga dieliminsi. Eliminasi Tahap 3 Eliminasi tahap 3 berdasarkan rentang nilai DE yang dihasilkan. Konsentrasi HCl 0,0 N tidak sesuai dengan rentang nilai DE maltodekstrin sehingga taraf ini dieliminasi. Eliminasi Tahap 4 Berdasarkan eliminasi tahap 1, 2, dan 3 dipilih yang memungkinkan mendapatkan nilai DE tinggi dan biaya rendah maka dipilih konsentrasi 0,2 N dan volume HCl 1500 ml. Berikut disajikan tabel tahap eliminasi (Tabel 10). Tabel 10. Tahapan eliminasi pada penentuan persamaan matematis Konsentrasi
Waktu
(N)
(menit)
0,0
Nilai DE Tertinggi (%) Volume HCl (ml) 1000
1500
2000
2500
10 taraf
2,51
2,84
2,98
3,2
0,1
10 taraf
8,21
10,53
10,97
11,8
0,2
10 taraf
9,2
13,09
13,13
13,14
0,3
10 taraf
9,8
13,2
11,8
13,3
0,4
10 taraf
10,24
13,41
13,73
11,79
Keterangan : = eliminasi tahap 1
= eliminasi tahap 3
= eliminsi tahap 2
= eliminsi tahap 4
Dari eliminasi tahap 1,2 dan 3 diperoleh kemungkinan taraf pada faktor tertentu yang akan dijadikan persamaan matematis, yaitu volume 1500 dan 2000 serta konsentrasi 0,1 sampai konsnetrasi 0,3 N. Eliminasi tahap 4 dilihat dari pencapaian nilai DE dan biaya. Terlihat dari eliminasi ke 1, 2, dan 3 nilai DE untuk konsentrasi 0,1 samapi 0,3 N maka dicari nilai DE yang mencapai nilai 12 karena nilai DE ini sering digunakan dalam industri sehingga tersisa 3 kemungkinan yaitu
51
volume 1500 konsentrasi 0,2 N dan 0,3 N , volume 2000 ml konsentrasi 0,2 N. Dengan alasan semakin banyak volume HCl semakin tinggi biaya maka ditetapkan volume 1500 ml dan konsentrasi HCl 0,2 N yang digunakan dalam persamaan matematis. Setelah ditentukan volume dan konsentrasi yang akan digunakan untuk persamaan matematis, maka data yang diperoleh diplotkan terhadap waktu dan dicari persamaan matematis dengan melihat pola yang ditimbulkan kurva. Kemudian ditentukan persamaan matematis dengan melihat pola kurva yang terbentuk dengan pendekatan persamaan matematis tertentu misalnya persamaan garis lurus, kuadratik, kubik, kurva pangkat n, hiperbola, eksponensial, geomeris dan lain-lain. Data yang diplotkan digunakan dengan selang waktu sampai menit ke-105 karena setelah menit tersebut warna yang dihasilkan kekuningkuningan. Dari hasil pengeplotan data diperoleh hasil mendekati kurva kuadratik (Gambar 25).
Fitted Line Plot DE = 0.082 + 0.2795 Waktu - 0.001496 Waktu**2 14
S R-Sq R-Sq(adj)
12
1.07845 96.6% 94.9%
10
DE
8 6 4 2 0
0
15
30
45
60 Waktu
75
90
105
120
Gambar 25. Hasil pengeplotan data untuk persamaan matematis Persamaan yang terbentuk adalah persamaan kuadratik yaitu : DE (%) = - 0,001496 (Waktu(menit))2 + 0,2795 (Waktu (menit)) + 0,082 Percobaan dilakukan untuk menguji keakuratan persamaan diatas yaitu untuk mengetahui deviasi dari hasil yang akan di dapat. Maka dilakukan
52
percobaan untuk menghasilkan nilai DE tertentu dan diukur mutunya. Percobaan dilakukan dua kali ulangan. DE yang ingin dihasilkan adalah DE 10,11, dan 12 %. Maltodekstrin dengan DE selang ini biasanya digunakan sebagai pengisi cake keju. Oleh karena itu perlu ditentukan waktu hidrolisis berdasarkan persamaan matematis untuk menghasilkan DE tersebut. Dari pecobaan yang dilakukan didapatkan penyimpangan 0,63 sampai 1,08 (Tabel 11). Tabel 11. Hasil uji nilai DE (%) dari persamaan matematis DE (%) Tujuan
Waktu hidrolisis
Nilai DE (%) ulangan ke-1
Nilai DE (%) ulangan ke-2
rata ± deviasi (µ ± σ)
10 11
47,6 menit 55,6 menit
9,32 10,19
10,22 11,44
9,77 ± 0,636 10.81 ± 0.883
12
65,8 menit
11,05
12,59
11.82 ± 1.088
C. ANALISIS KARAKTERISTIK MUTU PRODUK Faktor mutu merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu produk. Demikian halnya dengan maltodekstrin yang dihasilkan dari prototipe mesin tipe silinder berotasi ini. Oleh karena itu perlu dilkukan pengujian terhadap mutu maltodekstrin yang dihasilkan. Uji mutu hanya dilakukan berdasarkan sampling yaitu diuji beberapa sampel pada konsentrasi 0,2 N dan volume 1500 ml. Berikut kode sampel yang dilakukan analisis karakteristik mutu (Tabel 12). Tabel 12. Kode sampel yang dilakukan analisis karakteristik mutu Kode
Volume
Konsentrasi
Waku
Dextrose
Sampel A B C D E
HCl (ml) 1500 ml 1500 ml 1500 ml 1500 ml 1500 ml
HCl (N) 0.2 N 0.2 N 0.2 N 0.2 N 0,2 N
(menit) 55,6 60 75 90 105
Equivalent (%) 10.810175 12.502110 12.535940 13.096290 12.902130
53
a. Derajat Putih Derajat putih adalah ukuran yang digunakan untuk membedakan warna putih suatu bahan. Semakin putih warna suatu bahan semakin besar pula derajat putihnya. Biasanya dalam pengukuran derajat putih digunakan bahan pembanding
warna
putih.
Bahan
yang
sering
digunakan
untuk
membandingkan nilai derajat putih adalah Ba2SO4. Tabel 13 menunjukkan nilai derajat putih dari beberapa sampel yang dipilih. Data nilai derajat putih beberapa sampel menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis maka derajat putih akan menurun. Hal ini disebabkan karena reaksi pencoklatan yang menyebabkan perubahan warna pada pati termodifikasi. Nilai derajat putih beberapa sampel sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Tabel 13. Nilai derajat putih beberapa sampel
Sampel Tapioka A B C D E
Warna visual Putih Putih Putih Putih Putih kekuningan Putih kekuningan
Memenuhi standar
Derajat Putih (%)
1
2
3
4
92,34 % 89,43 % 88,22 % 83,87 %, 78,07 % 69,74 %
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + -
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
b. Kadar Air Kadar air menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan. Kadar air pada sampel berhubungan dengan lama pemanasan pada saat proses modifikasi. Semakin lama pemanasan maka semakin banyak air yang diuapkan. Nilai kadar air dari beberapa sampel yang diuji ditunjukkan
54
pada Tabel 14. Nilai kadar air beberapa sampel menunjukkan sesuai dengan beberapa standar antara lain memenuhi SNI. Tabel 14. Kadar air pada beberapa sampel Sampel
Kadar air (% b/b)
Tapioka A B C D E
3,98 % 5,94 % 5,76 % 4,54 % 3,83 % 3,77 %
Memenuhi standar 1
2 + + + + +
3 + + + + +
4 + +
+ + + + +
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
c. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) Kehalusan produk maltodekstrin dilakukan dengan menyaring sampel pada ayakan 100 mesh. Prosentase kelolosan dari beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 15.
Kehalusan pada maltodekstrin yang diproduksi
tergantung dari banyak tidaknya gumpalan pada saat proses produksi. Tabel 15. Persentase kelolosan beberapa sampel Memenuhi standar Sampel Persen lolos (%) 1 2 3 4 Tapioka
98,7 %
A
90,1 %
+
x
x
+
B
90,1 %
+
x
x
+
C
91,5 %
+
x
x
+
D
92,1 %
+
x
x
+
E
93,2 %
+
x
x
+
55
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
d. Warna dalam Lugol Warna dalam lugol menunjukkan kandungan pati yang ada dalam sebuah produk. Jika terdapat warna ungu berarti pada suatu produk masih mengandung pati. Jika suatu produk mengandung gula pereduksi maka akan menghasilkan warna kuning sampai kecoklatan. Hasil pengamatan warna dalam lugol beberapa sampel yang diuji dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Warna sampel dalam lugol Sampel Tapioka
Warna dalam lugol
Memenuhi standar 1
2
3
4
++++++
A
+++---
+
-
-
x
B
+++---
+
-
-
x
C
++----
+
-
-
x
D
++----
+
-
-
x
E
+-----
+
-
-
x
Keterangan = ++++++ = ungu +++++- = ungu kebiruan +++--- = ungu sedikit kekuningan ++---- = ungu kekuningan +----- = ungu kecoklatan + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
56
e. Kadar Abu Kadar abu menyatakan prosentase kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar abu ditentukan dengan memanaskan bahan pada tanur dengan suhu 600 oC. Bahan lain selain mineral akan terbakar dan menguap sedangkan yang tertinggal adalah abu atau mineral. Prosentase kadar abu dari beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Prosentase kadar abu pada beberapa sampel Memenuhi standar
Sampel
Kadar abu (% b/b)
Tapioka
0,13 %
A
0,25
+
+
-
x
B
0,18
+
+
-
x
C
0,22
+
+
-
x
D
0,19
+
+
-
x
E
0,26
+
+
-
x
1
2
3
4
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
f. Kadar Serat Kasar Kadar serat tergantung bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan adalah pati yang kandungan terbesarnya adalah karbohidrat sehingga pada beberapa sampel kandungan seratnya hampir tidak ada. Nilai dari kadar serat pada beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 18.
57
Tabel 18. Nilai kadar serat dari beberapa sampel Sampel
Kadar serat kasar (%)
Memenuhi standar 1
2
3
4
Tapioka
0,027
A
0,024
+
x
x
x
B
0,012
+
x
x
x
C
0,008
+
x
x
x
D
0,042
+
x
x
x
E
0,036
+
x
x
x
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
g. Kelarutan dalam Air Dingin Kelarutan dalam air dingin menyatakan prosentase bahan yang dapat larut di dalam air pada suhu kamar. Pati tenggelam dalam air sedangkan oligosakarida akan larut dalam air. Semakin banyak rantai yang pendek pada pati termodifiksi maka akan semakin larut dalam air. Nilai kelarutan dalam air dingin pada beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai kelarutan beberapa sampel dalam air dingin Sampel
Kelarutan dalam air dingin (%)
Memenuhi standar 1
2
3
4
Tapioka
0,05
A
56
-
x
x
x
B
60
-
x
x
x
C
85
+
x
x
x
D
72
-
x
x
x
E
52
-
x
x
x
58
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
h. Derajat Asam Derajat asam menunjukkan berapa besar kandungan asam yang yang terkandung dalam suatu bahan. Semakin tinggi kandungan asam maka pH yang dihasilkan akan semakin kecil. Nilai pH tergantung pada kandungan HCl pada bahan. Pada saat dekstrinasi HCl cenderung menguap sehingga semakin lama waktu hidrolisis kandungan asam akan semakin kecil. Nilai dari derajat asam beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai derajat asam dari beberapa sampel Sampel Tapioka
Derajat Asam (%)
Memenuhi standar 1
2
3
4
0,0069
A
0, 197 %
+
x
x
x
B
0, 195 %
+
x
x
x
C
0, 189 %
+
x
x
x
D
0,171 %
+
x
x
x
E
0,171 %
+
x
x
x
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
59
i. Viskositas Pati mempunyai viskositas tingi karena cenderung membentuk gel jika disuspensikan ke dalam air. Penurunan daya viskositas pati terjadi ketika pati tersebut dipotong melalui hidrolisis. Semakin rendah nilai viskositas pada pati yang termodifikasi berarti kandungan rantai pendek pada pati tersebut semakin banyak. Nilai viskositas beberapa sampel dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai viskositas beberapa sampel Sampel Tapioka
Viskositas (cp)
Memenuhi standar 1
2
3
4
9,5
A
2
+
x
x
x
B
2,5
+
x
x
x
C
2,5
+
x
x
x
D
1,8
+
x
x
x
E
2
+
x
x
x
K eterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
j. Nilai pH Nilai pH menggambarkan kekuatan suatu asam yang ada pada suatu bahan. Semakin rendah nilai pH maka kekuatan asamnya akan semakin tinggi. Pada produksi maltodekstrin pH tergantung pada kekuatan asam yang digunakan dan berapa banyak volue asam yang digunakan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Nilai pH dari beberapa sampel pada konsentrasi sampel 10 % (b/v) disajikan pada Tabel 22.
60
Tabel 22. Nilai pH dari beberapa sampel Sampel
pH
Memenuhi standar 1
2
3
4
Tapioka
6,81
A
3,84
x
-
-
x
B
3,98
x
-
-
x
C
4,01
x
+
-
x
D
4,12
x
+
-
x
E
4,99
x
+
-
x
Keterangan : + = memenuhi standar - = tidak memenuhi standar x = tidak digunakan dalam standar 1 = Standar Nasional Indonesia (1992 dan 1989) 2 = Standar Baolingbao Biotechnology, Corp.,Ltd (China) 3 = Standar Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA) 4 = Standar Can Am Ingredient, Inc.(USA)
61
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Prototipe mesin tipe silinder berotasi dapat digunakan untuk produksi maltodekstrin dengan menggunakan tiga sistem utama yaitu pemanasan, pencampuran (pengadukan), dan penyemprotan. Prototipe mesin tipe silinder berotasi mampu menghasilkan pati termodifikasi pada selang nilai dextrose equivalent (DE) 1,27 % sampai 13,73%. Selang nilai DE ini masuk pada selang nilai DE maltodekstrin (DE 220). Sehingga dapat disimpulkan bahwa prototipe mesin tipe silinder berotasi mampu memproduksi maltodekstrin namun DE yang dihasilkan hanya mencapai 13,73 %. Dari eliminasi bertahap yang dilakukan untuk menentukan persamaan matematika, didapatkan persamaan matematika untuk mendapatkan nilai DE tertentu adalah sebagai berikut : DE (%) = - 0,001496 (Waktu(menit))2 + 0,2795 (Waktu (menit)) + 0,082 Pada produksi maltodekstrin dengan menggunakan persamaan matematika tersebut, didapatkan penyimpangan terhadap nilai DE maltodekstrin tujuan adalah sebesar 0,636 sampai 1,088 untuk produksi maltodekstrin dengan nilai DE 10 sampai 12. Berdasarkan analisis mutu beberapa sampel maltodekstrin, diketahui bahwa hampir semua sampel memenuhi Standar Nasional Indonesia, namun t belum sesuai dengan standar beberapa perusahaan maltodekstrin di luar negeri. B. SARAN 1. Untuk memproduksi maltodekstrin dengan persamaan matematika yang telah ditentukan, sebaiknya ditetapkan waktu hidrolisis di bawah menit ke90. Hal ini dilakukan agar karakteristik warna pada maltodekstrin yang dihasilkan sesuai standar.
2. Perlu dilakukan modifikasi tertentu agar prototipe mesin tipe silinder berotasi ini mampu menghasilkan nilai DE lebih tinggi khususnya kondisi operasi. 3. Perlu diperhatikan penggunaan material konstruksi jika prototipe mesin silinder berotasi ini akan di besarkan skalanya.
62
DAFTAR PUSTAKA
Acton. 1979. The Manufactur of Dextrin and British Gums. Di dalam: J.A. Radley. Starch Production technology. Applied Sci. Publ. Ltd., London. Amelia, M. 1990. Mempelajari Kinetika Hidrolisis Pati Sagu (Metroxylon Sp.) Dengan HCl Sebagai Katalis Pada Pembuatan Dekstrin Secara Kering Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 1983. Corn Starch. Corn Reiners Association Inc. Connecticut, New York. Anonim. 2004. http ://www/carestar.com/product/method.php Anonim. 2006. http: //www.wikipedia.org/search/tapioca Apriyantono, A., Dedi Ferdiaz, Ni Luh Puspitasari, Sendarnawati, Slamet Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratoriu analisis Pangan. IPB. Presss. Bogor. Azez, O. S. 2005. Production Dextrin from Cassava. Leonardo Journal Science. Juli- Desember halaman 9-16 Balagopalan, C., G. Padmaja, S.K. Nanda, dan S.N. Mouthy. 1988. Cassava in Food, Feed, and Industry. CRC Press Inc. Boca Raton Florida. Banks, W., C.T. Greenwood, dan D.D. Muir. 1973. The Structure of Starch. Di dalam: G.G. Beich dan L.F Green. Molecular Strustur and Function of Food Carbohydrate. Applied Science, Publ. Ltd, London. Biro Pusat Statistik. 2007. Food Crops Statistic: Production of Secondary Crop in Indonesia. www.bps.go.id. Bode, L.E.dan B. J. Butler. 2001. The Three D’s of Droplet Size : Diameter, Drift, and Deposit. ASAE Paper No. AA-81-004. St. Joseph, MI : ASAE. Di dalam: A. K. Srivasta, C. E. Goering, R. P. Rohrbach, Editor. Engineering Principles of Agriculture Machines. Pamela De-Vore-Hansen Information Publishing Group. St. Joseph, Michigan. Brautlecht, C.A. 1953. Starch, Its Sources Production and Uses. Devision Reinhold publishing Corporation. New York. CanAm Ingredient Company. 2007. Product asp. www.canamingredient.com. Clarke, E.P. 1981. Material and Processes in Manufacturing. Di dalam : Syarif, Achid. Desain dan Uji Performansi Alat Pencampur Repung Tenaga Pedal. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Departemen Perdagangan dan Perindustrian.2006. Impor pati termodifikasi Devidek, J., J Velisek, J. Pokorni. 1990. Chemical Canges During Food Processing. Elsevier, New York, Tokyo. Dewan Standarisasi Nasional. 1989. Dekstrin untuk Industri Non Pangan. Jakarta. -----------------------------------. 1992. Dekstrin untuk Industri Pangan. Jakarta.
Dubois M, K.A. Gilles, J.K. Hamilton, P.A. Rebers, Fred Smith. 1956. Colorimetric Methods for determination of Sugar and Related Subtances. Ana. Chem. 28 : 350-355 Elastin Company. 2007. Elastin Product https://www.elastin.com/newcatalog
Company
Incorporation.
Erisman. 1995. Rancang Bangun dan Perekayasaan Penyangrai Dedak Untuk Ekstraksi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Eskin, N. A. M, H. M. Handerson dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Food. Academic Press. New York. Gliksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press. New York. Harper, H. A., V. W. Rodwell dan P. A. Mayes. 1979. Biokimia (Review of Phisiological Chemistry). Penerbit Buku Kedokteran E. G. C., Jakarta. Harper, J.M. 1981. Extrution of Food. Vol. I dan II. CRC Press. Inc. Florida. Haryati, A. 2004. Produksi Maltodekstrin dari Pati Umbi Minor Secara Enzimatis. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakults Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hood, L.F. 1981. Advance in Maize Carbohydrat. Di dalam: G.E. Inglett dan L. Munck. Cereal for Food and Beverage. Recent Prograss in Cereal hemistry. Acad, New York. Humprey, A. E. 1979. The Hidrolysis of Cellulois Material of Useful Product. Di dalam: Kearsly M.W.J. dan S.Z. Diedzic, Editor. Handbook of Starch Hidrolysis Product and Their Derivates. Blackie Academic & Profesional. Jati, Parmadi W. 2006. Pengaruh Waktu hidrolisis dan Konsentrasi HCl Terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dam Karakterisasi Pati Termodifikasi Dari Pati Tapioka dengan Metode Hodrolisis Asam. Skripsi. Fakultas Tekonogi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Katzbeck, W.1972. Phosphate Crossbondounded Waxy Corn Starches Solve Many Food Application Problems. Food Tech. 26(3) : 32-34. Kennedy, J. F., C. J. Knill dan D. W. Taylor. 1995. Maltodekstrins. Di dalam: Kearsley, M. W. J. Dan S. Z. Diedzic, editor. Handbook of Starch Hidrolysis Products and Their Derivatives. Blackie Academic & Profesional. Khandani, Sayyed. 2005. Engineering Design Process. Solectron Corporation. California Leniger, H.A. dan Beverlo. 1975. Food Process Engineering. D. Reidel Publishing Company, Boston. Luallen, T.E. 1985. Starch as a Function Ingredient. Food Tech 39(1):59-63. Mangunwidjaja, J. dan Ani Suryani. 1999. Dasar Rekayasa Proses. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fateta. Institut Pertanian Bogor. Bogor
64
McCready, R. M. 1970. Starch and Dekstrin. Di dalam : M.A. Joslyn, Editor. Method in Food Analysis. Academic Press. New York. McCabe, W.L., Julian C. Smith, dan Peter Harriot. 1999. Unit Operation Of Chemical Engineering. Mc Graw Hill, Inc. New York. Montgomery, D.C. 2001. Design And Analysis Of Experiments. John Wiley & Sons, Inc. NewYork Mujumdar, A.S., Editor. 1995. Handbook of Industrial Drying. 2nd ed. Marcell Dekker. New York. Di dalam: Sakamon Devahastin, editor. Panduan Praktis Mujumdar Untuk Pengeringan Industrial. A. H. Tambunan, D. Wulandani, E. Hartulistiyoso, dan L.O. Nelwan, Penerjemah. Bogor: IPB Press. Terjemahan dari: Mujumdar’s Practical Guide to Industrial Drying. Mulyatno, Gangsar Condro. 2005. Rancangbangun dan Uji Kinerja Prototipe Alat Pencampur Pupuk Portable Dengan Agitator Tipe Helical Ribbon.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.Institt Pertanian Bogor Norton, Robert .L. 1992. Design Of Machinery : An Introduction To The Synthesis And Analysis Of Mechanisms And Machine. Mc Graw Hill, Inc. New York. O’Dell, J. 1971. The use of Modified Starch in the Food Industry. Di dalam: J.M.V. Blanshard dan J.R. Mitchel, editor. Polysaccharides in Food. Butterworths. London. Halaman 172-177. Pery, R.B. dan Green.D.W. 1999. Perry’s Chemical Enginer’s Handbook. McGraw Hills Companies. New York Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. 2nd ed. Academic press. Inc. San Diego, California. Puspawardhani, L. 1989. Dekstrinasi Pati Sagu ( metroxylon Sp.) Secara Kering dengan Katalis HCL. Skripsi. Fakultas Teknolgi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Purwadaria, Hadi K. dan Suroso. 1991. Termodinamika dan Pindah Panas. Proyek PeningkatanPerguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rapaille, A. Dan J. Vanhemelrijck. 1992. Modified Starch. Di dalam: A. Imelson, editor. Thickening and Gelling Agents For Food. Blackie Academic & Profesional, Madras. Raymond, E. K. dan F. O. Donald. 1962. Encyclopedia of Chemical Technology. Di dalam : Syarif, Achid. Desain dan Uji Performansi Alat Pencampur Tepung Tenaga Pedal. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sari, Z. 1992. Modifikasi Pati Jagung (Zea mays L. ) dengan Hidrolisa Asam (HCl) dan Enzim alpha-amilase. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Satterwaite, R.W. dan D.J. Iwinski. 1973. Starch Dextrins. Di dalam: R.L. Wishtler. Industrial Gums Polysacharides and their Derivative. Academic Press. London.
65
Shandong Baolingbao Biotechnology Corporation. 2007. Product Specification. www. blb-cn.com Smith, P.S. 1982. Starch Derivative and the Use in Food. Di dalam: D.R. Leneback dan G.E. Inglet, editor. Food Carbohydrates. AVI Publ. Co. Inc. Westport, Connecticut. Smith, P. S. dan H. Bell. 1986. New Starches for Food Application. Cereal Food Wood 36(10):724-726. Soemaadmadja, D. 1970. Pengolahan Jagung. Balai Penelitian Kimia Bogor. Bogor. Soemaadmadja, D., Atih, S.H., dan Tjiptadi. 1983. Konsultasi Teknik Pemanfaatan Sumber Daya Alam Sub-Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian dengan Pusbangtepa/FTDC, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Strong, M. J. 1989. Dairy Food Subsitues. PTC-International_Patent Application. Melkridge. Sydney. Australia. Summer, K. B. dan M. Hesser. 1990. Fat Subsitute Up To date. Food Technol. 44 (3) 92 Swinkels, J.I.N. 1985. Source of Starch, its Chemistry and Physics. Di dalam: J.A. Roels dan G.M.A.V. Beynum, editor. Starch Conversion Technology. Marcel Dekker Inc. New York dan Basel. Syarif, Achid. 1981. Desain Dan UJi Performans Alat Pencampur Tepung Tenaga Pedal. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Syukri, M. 1988. Mempelajari Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian di Pusat Engineering Pertanian, Serpong. Tangerang. Laporan PL. Fateta. IPB Tjahyono, A. E. 2004. Grand Strategy of The Development of Starch based Agro Industries. Symposium Direction of Starch Innovation, Bandung 26 Januari 2004. Tjokroadikoesoemo, Soebijanto. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Utomo, Tjipto. 1984. Teori Dasar Fenomena Transpor. Bina Cipta. Bandung Vorwerg, W., F. scierbaum, G. Reimer. Dan B. gringmuth. 1998. Process for Manufacture of Food Preparation. German-Democratic-Republic-Patent. Academic der Wissenschaften. Well-Being Enterprice Gredman.com
Croporation.2007.
Product
Spesification.
www.
Whistler, R.L. 1970. Industrial Uses of Corn Starches. Di dalam: E. Inglett, editor. Corn, Cultur, Processing, Product. The AVI Publ. Company Inc. WestportConecticut. Whitaker, J.R. 1984. Principles of Enzymology for the Food Sciences. 2nd ed. Marcel Dekker, Inc. New York-Basel-Hongkong.
66
Wilson, M.N. dan W. L. Steensen. 1986. Sugar Free Cheesecake Filling and Dry Mix for Preparation. United States Patent. Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wuzburg, O.B. dan C.D. Syimanski. 1970. Starch in Food Industry. Di dalam: F.E. Furia, editor. Hand Book of Food Additives. CKC Press. Cleveland, Ohio.
67
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur analisis total gula fenol-asam sulfat dan gula pereduksi DNS 1. Kadar Total Gula Metode Fenol-Asam Sulfat (Dubois et al., 1956) a. Penetapan Kurva Standar Sebanyak 1 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 mikrogram/ml glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml larutan fenol 5%. Sampel dikocok dengan vortex hingga homogen. Ke dalam masing-masing sampel kemudian ditambahkan 5 ml larutan H2SO4 pekat secara langsung pada bagian permukaan (tanpa menyentuh dinding tabung reaksi). Tabung reaksi didiamkan tanpa gangguan selama 10 menit sebelum dikocok kembali dengan vortex. Pembacaan nilai absorbansi dilakukan setelah 30 menit pada gelombang 490 nm. Selanjutnya kurva standar dibuat dengan memplotkan hubungan nilai absorbansi dengan konsentrasi glukosa. Berikut ini kurva standar total gula (Gambar 26).
1.6 y = 0.0131x + 0.062 R2 = 0.997
1.4 Absorbansi
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
Kadar total gula (mikrogram/ml)
Gambar 26. Kurva standar uji total gula. b. Penetapan Contoh Sampel sebanyak 2 ml (mengandung 10 - 100 µg total gula) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan 1 ml larutan fenol dalam air (5% b/v) dan dikocok dengan vortex agar seragam. Selanjutnya dilakukan penambahan asam sulfat pekat (konsentrasi 95%) secara langsung pada bagian permukaan tabung reaksi (tanpa menyentuh dinding). Reaksi didiamkan tanpa gangguan selama 10 menit sebelum
dikocok kembali dengan vortex. Pembacaan nilai absorbansi dilakukan setelah 30 menit pada gelombang 490 nm. 2. Kadar Gula Pereduksi Metode DNS (Miller, G.L. 1959 di dalam Apriyantono, et al. 1986) a. Penyiapan Pereaksi DNS Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5dinitrosalisilat dan 19,8 NaOH ke dalam 1416 ml air kemudian ditambahkan 306 g Na-K tartarat, 7,6 fenol yang telah dicairkan pada suhu 50 oC dan 8,3 g Na-K metabisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titrasi berkisar 5 - 6 ml dan bila kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N. b. Penetapan Contoh Sebanyak 1 ml contoh yang telah jernih dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah 3 ml pereaksi DNS dan dipanaskan dalam air mendidih selama ± 5 menit. Setelah dipanaskan contoh didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Pembacaan nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 550 nm. Blangko dipersiapkan dengan mengganti sampel dengan air. Cara yang sama seperti pada sampel dilakukan untuk membuat kurva standar menggunakan larutan glukosa standar dengan kisaran 100 - 350 µg/ml. Berikut disajikan kurva standar DNS untuk menentukan kadar gula pereduksi (Gambar 27) 1
y = 0.0039x - 0.2046 R2 = 0.9988
Absorbansi
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 Kadar gula pereduksi (mikrogram/ml)
Gambar 27. Kurva standar gula pereduksi.
Lampiran 2. Prosedur analisis karakteristik mutu.dekstrin (DSN 1992 dan 1989) 1. Derajat Putih Derajat putih diukur dengan kett whitenessmeter. Mula-mula alat dihidupkan dan dikalibrasi dengan standar warna putih (100% BaSO4). Kemudian contoh yang akan diukur dimasukkan dalam wadah pengukuran hingga penuh agar dapat terbaca. Nilai derajat putih sampel (%) terbaca pada angka yang ditunjuk oleh jarum pengukuran. 2. Kehalusan (Lolos Saringan 100 Mesh) Sejumlah produk pati termodifikasi (dinyatakan sebagai A) diayak dengan saringan 100 mesh. Sejumlah yang lolos ditimbang (dinyatakan sebagai B). Tingkat kehalusan dihitung sebagai Kehalusan = B/A x 100% 3. Warna dalam Lugol Sejumlah produk ditempatkan dalam plate, kemudian diteteskan larutan iod secukupnya. Warna yang terbentuk diamati. 4. Kadar Air (AOAC, 1998) Sebanyak 2 – 5 gram contoh dimasukkan ke cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan tersebut dipanaskan pada suhu 100 – 105 oC selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang sebagai air. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut. Bobot awal – bobot akhir Kadar air =
× 100% Bobot contoh akhir
5. Kadar Abu (AOAC, 1998) Cawan perabuan dibakar di dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 2 – 5 gram dimasukkan ke dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur perabuan sampai didapat abu. Perabuan dilakukan pada suhu 600 oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu di hitung dengan rumus sebagai berikut. Bobot cawan akhir Kadar abu =
× 100% Bobot contoh + cawan
6. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1998) Sekitar 1 gram contoh bebas lemak ditimbang. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambah 100 ml larutan H2SO4 0,325 N dan diotoklaf 105 oC selama 15 menit. Setelah dingin ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N dan diotoklaf kembali 105 oC selama 15 menit. Dalam keadaan panas, cairan dalam labu erlenmeyer disaring dengan corong buchner yang berisi kertas saring tak berabu whatman No. 41 yang telah diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan menggunakan 25 ml air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N, 25 ml air panas, dan 25 ml etanol 95%. Kertas saring beserta isinya diangkat dan dimasukkan kemudian dikeringkan pada oven suhu 105 oC selama 1 – 2 jam. Kertas saring kemudian diangkat dan didinginkan lalu ditimbang sampai bobotnya konstan. Perhitungannya adalah sebagai berikut. Kadar serat =
Bobot kertas saring akhir - bobot kertas saring awal × 100% Bobot sampel
7. Kelarutan dalam Air Dingin (DSN, 1992) Sebanyak 1 gram produk pati termodifikasi dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring (larutan A). Disiapkan cawan petri yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya (dinyatakan sebagai B1).
Sebanyak 10 ml larutan A dituangkan ke dalam cawan petri dan dikeringkan dalam oven. Timbang bobot akhirnya (dinyatakan sebagai B2). B2-B1 Nilai solubilitas =
× 100% A
8. Derajat Asam (DSN, 1992) Sebanyak 5 gram maltodekstrin ditambahkan 100 ml aquades. Larutan ditutup selama minimal 30 menit sambil digoyang sesekali. Larutan disaring dengan kertas saring. Sebanyak 50 ml larutan yang telah disaring dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein sampai terjadi perubahan warna. Derajat asam dihitung dengan rumus (ml titran-blagko) x Mr HCl x N NaOH Derajat Asam =
× 100 % 1000 x Bobot contoh
9. Viskositas Sebanyak 3 gram pati termodifikasi dilarutkan dalam 30 ml aquades kemudian diaduk selama 5 menit dalam penangas bersuhu 90 oC. Viskositas pasta diukur segera dengan viskosimeter Brookfield. 10. pH Sebanyak 10 g sampel dilarutkan dalam labu takar 100 ml. Larutan di kocok dan diukur pH nya menggunakan pH meter.
Lampiran 3. Gambar kerja menggunakan file computer aided design (CAD) pada rancangan secara mendetail prototipe mesin tipe silinder berotasi (ukuran sebenarnya tidak ditampilkan untuk mencegah plagiarisme)
tampak atas
tampak belakang
tampak bawah
tampak depan
tampak samping kiri
tampak samping kanan
SKALA : 1 :23 DIGAMBAR : YUSUF A. SATUAN : mm DETP/NRP : TIN/ F34103022 TANGGAL : 1 Mei 2007 DILIHAT : Gambar prototipe mesin silinder berotasi satu sudut Autocad 2005 pandang
PERINGATAN :
2007
A4
Keterangan : (a). NE isometrik (b). NW isometrik (c). SE isometrik (d). SW isometrik (a)
(c)
(b)
(d) SKALA : 1 :23 DIGAMBAR : YUSUF A. SATUAN : mm DETP/NRP : TIN/ F34103022 TANGGAL : 1 Mei 2007 DILIHAT : Gambar prototipe mesin silinder berotasi pandangan Autocad 2005 isometrik
PERINGATAN :
2007
A4
tampak atas
tampak belakang
tampak bawah
tampak depan
tampak samping kiri
tampak samping kanan
SKALA : 1 :23 DIGAMBAR : YUSUF A. SATUAN : mm DETP/NRP : TIN/ F34103022 TANGGAL : 1 Mei 2007 DILIHAT : Gambar prototipe mesin silinder berotasi satu sudut Autocad 2005 pandang (tanpa penyekat panas)
PERINGATAN :
2007
A4
Keterangan : (a). NE isometrik (b). NW isometrik (c). SE isometrik (d). SW isometrik
(a)
(c)
(b)
(d) SKALA : 1 :23 DIGAMBAR : YUSUF A. SATUAN : mm DETP/NRP : TIN/ F34103022 TANGGAL : 1 Mei 2007 DILIHAT : Gambar prototipe mesin silinder berotasi pandangan Autocad 2005 isometrik (tanpa penyekat panas)
PERINGATAN :
2007
A4
tampak atas
tampak belakang
tampak bawah
tampak depan
tampak samping kiri
tampak samping kanan
SKALA : 1 :23 DIGAMBAR : YUSUF A. SATUAN : mm DETP/NRP : TIN/ F34103022 TANGGAL : 1 Mei 2007 DILIHAT : Gambar prototipe mesin silinder berotasi satu sudut Autocad 2005 pandang (tanpa rangka)
PERINGATAN :
2007
A4
Keterangan : (a). NE isometrik (b). NW isometrik (c). SE isometrik (d). SW isometrik
(a)
(b)
(c)
(d) SKALA : 1 :23 DIGAMBAR : YUSUF A. SATUAN : mm DETP/NRP : TIN/ F34103022 TANGGAL : 1 Mei 2007 DILIHAT : Gambar prototipe mesin silinder berotasi satu sudut Autocad 2005 pandang (tanpa rangka)
PERINGATAN :
2007
A4
Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANOVA) Rancangan Acak Lengkap Faktorial menggunakan minitab dan Duncan Test menggunakan SAS. 1. Anova Rancangan Acak Lengkap Faktorial General Linear Model: DE versus Konsentrasi, Waktu, Volume Factor Konsentrasi Waktu Volume
Type fixed fixed fixed
Levels 5 10 4
Values 0.0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 0, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135, 150 1000, 1500, 2000, 2500
Analysis of Variance for DE, using Adjusted SS for Tests Source Konsentrasi Waktu Volume Konsentrasi*Waktu Konsentrasi*Volume Waktu*Volume Konsentrasi*Waktu*Volume Error Total
S = 1.00450
DF 4 9 3 36 12 27 108 200 399
R-Sq = 97.40%
Seq SS 3445.500 3027.043 263.293 462.433 148.072 81.146 139.851 201.804 7769.142
Adj SS 3445.500 3027.043 263.293 462.433 148.072 81.146 139.851 201.804
Adj MS 861.375 336.338 87.764 12.845 12.339 3.005 1.295 1.009
F 853.68 333.33 86.98 12.73 12.23 2.98 1.28
P 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.066
R-Sq(adj) = 94.82%
2. Uji Lanjut Duncan
Analysis of Variance Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: HASIL
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 383 MSE= 3.045579 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .5426 .5712 .5903 .6044 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
C
A A A A A B
9.6727
80
0.2
9.5570
80
0.4
9.2625 8.5419
80 80
0.3 0.1
C
1.9875
80
0
Analysis of Variance Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: HASIL NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 383 MSE= 3.045579 Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Critical Range .7673 .8078 .8348 .8548 .8704 .8831 .8938 .9028 .9107 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A A B A B A B A B B B B D D D D D E E E F
C C C C C C C
Mean 9.8778
N 40
W 90
9.6804
40 105
9.3719
40 120
9.0418
40 135
8.9102
40
8.6812
40 150
8.1580 7.2517
40 40
60 45
7.0705 0.0000
40 40
30 0
75
Analysis of Variance Procedure Duncan's Multiple Range Test for variable: HASIL NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 383 MSE= 3.045579 Number of Means 2 3 4 Critical Range .4853 .5109 .5280 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
V
A
8.5734
100 2500
B
8.0502
100 2000
C
7.5563
100 1500
D
7.0375
100 1000
Lampiran 5. Penentuan volume dan bobot bejana pengaduk.
c α e
β
a
d
f
h
g i
b
IV III
γ II
I
Gambar 28. Skema penentuan volue bejana Keterangan: a b c d
= 40 cm = 40 cm = 20 cm = 7,5 cm
e = 25 cm f = 49,55 cm g = 18,5 cm h = 10 cm
α = 22,5 o β = 67,5 o γ = 15 o I = silinder
II = kerucut besar III = kerucut kecil IV = silinder kecil i = 5 cm
Volume Bejana (VB) = VI + (VII – VIII) + VIv 1 1 = πR2T + ( π R2 T - π r2 t ) + πr2t 3 3 e e b 2 1 b 2 1 = π( ) a + ( π ( ) f - π ( )2 (f-g) ) + π( )2i 2 3 2 3 2 2 40 25 40 1 1 = π( )2 40 + ( π ( )2 49,55 - π ( )2 (49,55-18,5) ) 2 3 3 2 2 25 + π( )25 2 = 68.394,202 cm3 = 68 liter
Luas Selimut Bejana (LS) dan Luas Sirip (LB); LS
= Luas silinder I + Luas kerucutII + Luas kerucutIII + Luas silinderIV = (πR2 + 2 π RT) + (πR (R2 + H)1/2 ) - (πr (r2 + h)1/2 ) + (2 πrt) b b b b b b = (π( )2 + 2 π ( )a) + (π (( )2 + f2)1/2 ) - (π (( )2 + (f-g)2)1/2 ) 2 2 2 2 2 2 b + (2 π t) 2
= 8721,347 cm2 LB
= 3((ha) +
1 gd 2
= 1408,152 cm2 Bobot Wadah (BW) = Bobot Bejana (BB) + Bobot Sirip (BS) + Bobot As + Bobot Rel
= Volume Plat Bejana (VPL).Massa Jenis Plat + Volume Plat Sirip (VPS).Massa Jenis Plat + Bobot As + Bobot Rel = VPL ρplat + VPSρplat + Bobot As + Bobot Rel = (8721,347 cm2 x 0,15 cm x 7,8 gr/cm3) + (1408,152 cm2 x 0,15 cm x 7,8 gr/cm3) +2,5 kg + 7,8 kg = 15750,53 gr = 15,75 kg
Lampiran 6. Perhitungan energi pengadukan, kebutuhan daya motor listrik dan pengukuran daya sebenarnya di lapangan.
W2
1
r W+f
Keterangan : D = diameter bejana (40 cm) R = jari-jari puly besar (8 inchi) r = jari-jari puly kecil (3 inchi) f = friksi W1 = bobot bejana (15.2 kg)
f4
A
f3
P
R f1
= kecepatan putaran (50 putaran/menit = 5,238 rad/det) W2 = gaya pada motor listrik A = roller bearing g = gravitasi (10 m/det2) ηmotor listrik = 75 % h = ketinggian bejana (0,25 m)
v
h arah putaran Gambar 29. Analisis gaya pada silinder berotasi Kebutuhan daya motor
Daya motor menurut sistem di atas adalah daya yang digunakan untuk memutar bejana pada 50 putaran/menit, yaitu daya yang dibutuhkan untuk memutar bobot bejana + beban sejauh jarak tertentu per detik. Dengan mengabaikan friksi (roler diasumsikan sangat licin), maka daya yang dibutuhkan motor listrik dapat didekati dengan penggunaan energi mekanik sebagai berikut: Asumsi-asumsi: 1. Friksi diabaikan 2. Bejana tidak mempunyai energi kinetik translasi karena hanya berotasi ditempat 3. Momen inersia bejana berisi pati diasumsikan mendekati silinder berongga (I= MR2, dimana M= mbejana + mpati dan R = jari-jari bejana)
Daya yang dibutuhkan menggerakkan bejana = Emekanik bejana / waktu Daya yang dibutuhkan menggerakkan bejana (Pbejana) (Basis waktu = 1 detik)
Pbejana( 1 detik)= Emekanik bejana = EPbejana + EKbejana = EPbejana + ( EKrotasi + EKtranslasi )
¾ Daya untuk menggerakkan bejana tanpa beban (bejana tidak berisi pati) 1 1 Pbejana (1 detik)= Mgh + ( I ω2 + M v2 ) 2 2 1 = ( mbejana )gh + ( MR2 ω2+ 0 ) 2
1 2 = ((15,75 kg) 9,8 m/det2 0.25 m ) + 1 (15,75 kg) (0,2 m)2 (5,238 rad/det)2 2 = 47,23 Watt
= ( mbejana )gh + ( ( mbejana + mpati )R2 ω2)
Pbejana
Hasil pengukuruan Kuat arus = 0,2 A (ketelitian clampmeter 0,1 angka di belakang koma) Tegangan = 230 V Daya listrik = kuat arus x tegangan = 0,2 A x 230 V = 46 Watt (mendekati perhitungan) Kebutuhan daya motor dengan efisiensi motor 75 % =
Pmotor = Pbejana / 0,75 = 47,23 Watt / 0,75 = 63 Watt ¾ Daya untuk menggerakkan bejana dengan beban pati 5 kg Basis perhitungan (waktu = 1 detik) 1 1 Pbejana (1 detik)= Mgh + ( I ω + M v2 ) 2 2 1 = ( mbejana + mpati )gh + ( MR2 ω+ 0 ) 2 1 = ( mbejana + mpati )gh + ( ( mbejana + mpati )R2 ω) 2 = ((15,75 kg + 5 kg) 9,8 m/det2 0.25 m ) + 1 (15,75 kg + 5 kg) (0,2 m)2 (5,238 rad/det) 2 = 62,618 Watt
Kebutuhan daya motor dengan efisiensi motor 75 % =
Pmotor = Pbejana / 0,75 = 62,618 Watt / 0,75 = 83,491 Watt Hasil pengukuruan Kuat arus = 0,3 A (ketelitian clampmeter 0,1 angka dibelakang koma) Tegangan = 230 V Daya listrik = kuat arus x tegangan = 0,3 A x 230 V = 69 lebih sekian Watt
Spesifikasi motor listrik = 3 phase Daya = 0,75 kWh Efisiensi = 75 % Tegangan = 220/380 V
rpm Arus Listrik Frekuensi
= 1390/1670 = 2,0 A – 3,5 A = 50/60 Hz
Tabel 23. Konversi frekuensi inverter.
Keterangan
Konversi dari spesifikasi
Frekuensi Inverter (Hz)
Frekuensi motor
Kecepatan motor
Kecepatan bejana
Arus motor
(Hz)
(rpm)
(rpm)
4,7
4,7
130,817
49,056
Tegangan motor
(A)
Arus inverter (A)
0,274
0,274
230
(V)
Pengukuran (tanpa beban)
0,2…..*
230
Pengukuran (beban)
0,4….. *
230
* Pengukuran menggunakan clampmeter dengan tingkat ketelitian 1 angka dibelakang koma
Lampiran 7. Perhitungan energi pemanasan dan pengukuran energi sebenarnya di lapangan.
a c
T1 b
d e
T2
Gambar 30. Skema penentuan pindah panas Keterangan: a b c d
= 40 cm = 40 cm = 58,5 cm = api pemanas
e = kompor pemanas T1 = suhu dalam ruang bejana T2 = suhu dalam ruang pemanasan Ketebalan silinder = 0,015 m
Energi pemanasan yang dimaksud dalam sistem ini adalah panas yang dipindahkan dalam ruang pemanasan ke bejana dan kemudian diteruskan untuk memanaskan ruangan dalam bejana. Pendekatan yang digunakan adalah pindah panas secara konduksi melalui bejana yang berbentuk silinder. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Geometri bejana diasumsikan mendekati silinder sehingga pindah panasnya diidentikkan dengan pindah panas pada silinder. 2. Suhu dalam ruang bejana (T1) diasumsikan merata dalam ruang bejana. 3. Suhu dalam ruang pemanasan (T2) diasumsikan merata dalam ruang pemanasan. 4. Pindah panas merupakan perpindahan panas dari ruang pemanasan ke dalam ruang bejana melalui silinder dengan ketebalan tertentu. 5. Konduktivitas panas bejana mendekati konduktivitas panas pada besi yaitu sebesasar 120 W/m2K. 6. Karena dalam ruang bejana air diuapkan, maka koefisien pindah panas dalam ruangan mendekati koefisien pindah panas uap air. Dengan pendekatan tersebut energi yang digunakan untuk memanaskan bejana didekati dengan persamaan sebagai berikut (Purwadaria dan Suroso, 1991):
L(T2 – T1) Q = ---------------------------------------------------1 ln (D2/D1) 1 -------------- + -------------- + ---------------π D2 hudara 2 π kbejana π D1 huap air L T2 T1 D2 D1 kbejana hudara huap air
= panjang bejana = suhu dalam ruang pemanasan (930 C = 366 K ) = suhu dalam ruang bejana (600 C = 333 K) = diameter luar bejana silinder (D1 + 2.ketebalan silinder = 0,43 m) = diameter dalam silinder = konduktivitas panas besi (68,9 W/mK) = koefisien pindah panas udara pada suhu 930 C (90 W/m2K) = koefisien pindah panas uap air pada suhu 600 C (120 W/m2K)
Energi yang diperlukan untuk memanaskan ruang dalam bejana pada 600 C adalah (Basis 1 detik) 0,585 m (366 – 333)K Q (1 det) = ---------------------------------------------------1 ln (0,43 m /0,4) 1 ----------------------- + -------------------- + -------------------------π 0,43 m90 W/m2K 2 π68,9 W/mK π 0,43 m 120 W/m2K = 1326,32 Watt Panas per detik = 1326,32 J Tabel 24. Pengukuran penggunaan LPG Pengukuran Penggunaan LPG (150 menit)
Bobot LPG terpakai
Energi (J/detik)
Pengukuran 1
0,5
2840,01
Pengukuran 2
0,6
3408,01
Pengukuran 3
0.5
2840,01
Konversi = 1 kg LPG setara dengan 51120,265 KJ Energi yang dipakai Efisiensi pemanasan = ----------------------------- x 100% Energi yang dikeluarkan = 1326/2840 x 100 % = 46,6 % Lampiran 8. Perhitungan energi penyemprotan dan pengukuran energi sebenarnya di lapangan.
C T1
A
B
d e
T2
Gambar 31. Skema penentuan energi penyemprotan Keterangan = A = Tangki kompresor (volume 24 liter = 0,24 m3) B = Tangki HCl (volume 5 liter = 0,05 m3) C = Nosel (debit rata-rata HCl = 1,4 cm3/detik) Kondisi Penyemprotan: ¾
Tangki HCl diisi dengan HCl 1,5 liter = 0,015 m3
¾ Kompresor dinyalakan sampai tekanan 8 barr = 800 KPa keran HCl menuju
nosel ditutup sehingga tekanan pada tangki HCl 800 KPa (Pkompresor = Ptangki) dengan asumsi tidak ada kebocoran ¾ Nosel diletakkan pada ketinggian tertentu (hnosel = 0,5 m) ¾ Jari-jari pipa adalah 3 x 10-3 m dan jari-jari nosel 0,5 x 10 -3 m ¾ Kompresor menyala kembali ketika tekanan mencapai 6 bar (600 KPa)
Kebutuhan daya penyemprotan adalah kerja per waktu yang dilakukan motor listrik untuk menghasilkan tekanan 800 KPa pada volume tangki kompresor dan tangki HCl.
Asumsi-asumsi: ¾ Gesekan pada pipa diabaikan karena pipa pendek dan diasumsikan tidak ada
kebocoran. ¾ Tangki HCl telah diisi HCl 1,5 liter sehingga volume udara penekan adalah
0,275 m3. ¾ Qin = Qout (Debit HCl yang keluar = debit udara yang ditekankan) ¾ h1 = 0 (tangki HCl diletakkan di tanah) ¾ Jari-jari pipa 3 x 10-3 m (A = 0,0189 m2) dan jari-jari nosel 0,5 x 10 -3 m (A=
0,00157 m2).
1. Perhitungan daya yang digunakan untuk penyemprotan
Daya motor kompresor terpasang = 750 W Dengan mengasumsikan motor listrik hanya menyala sekali maka Pmotor = Usaha motor/waktu Usaha motor (Basis waktu 1 detik) = Pkompresor x Volume tabung = 800.000 N/m2 x 0,275 m3 = 220.000 Nm = 220.000 J 2. Pengukuran daya yang digunakan untuk menghidupkan kompresor
Pengukuran waktu kompresor menyedot udara pada proses pembuatan maltodekstrin volume HCl 1500 ml, konsentrasi 0,2 N, dan waktu 90 menit Tabel 25. Pengukuran waktu kompresor menyedot udara Waktu menyedot udara sebelum HCl disemprotkan
Waktu menyala kembali
Total waktu
1
4,8 menit
12,2 menit
17,0 menit
2
5,4 menit
10,4 menit
15,8 menit
3
5,1 menit
11,7 menit
16,8 menit
Pengamatan ke-
Rata-rata
16,5 menit
Energi yang dibutuhkan untuk menyalakan kompresor dihitung sebagai berikut Ekompresor = Daya motor x waktu penyedotan udara = 750 kW x 16,5 menit = 206,25 kWh Efisiensi motor listrik pada kompresor adalah 75 % Energi yang sebenarnya digunakan = 154,25 kWh 3. Perhitungan tekanan nosel
1 1 Ptabung penekan + ρVin2 + ρgh1 = Pnosel + ρVout2+ ρgh2 2 2
1 1 Qin 2 Qout 2 ρ( Ptabung penekan + ρ( ) + ρgh1 = Pnosel + ) + ρgh2 2 Apipa 2 Apipa 1 1 Qin 2 Qout 2 ρ( Pnosel = Ptabung penekan + ρ( ) + ρgh1 ) - ρgh2 2 Apipa 2 Apipa 1 Qin 2 1 Qout 2 ρ( = Ptabung penekan + ρ( ) ) - ρgh2 2 Apipa 2 Apipa 2
1,4 x 10-6 m3/detik
3
2
3
4 x 10-6 m3/detik
= 800000 N/m + 500 kg/m (------------------------) - 500kg/m (-------------------)2 0,0189 m2 0,00157 m2 3 2 + 1000 kg/m 10 m/det 0,5 m = 804999,99 N/m2
SNI Parameter Mutu Aplikasi
Pangan
Non Pangan
Organoleptik Warna (Visual) Kualitas Fisika dan Kimia
Putih sampai kekuningan
Putih sampai kekuningan
Shandong Baolingbao Biotechnology co, ltd (China)
Well-Being Enterprice Co., Ltd (USA)
Can Am Ingredient, Inc. (USA)
Putih sampai kekuningan
Putih tanpa pengotor
Putih sampai kekuningan
Lampiran 9. Standar mutu dekstrin DSN 1992 dan 1989, Shandong Baolingbao Biotechnology Co. Warna dalam lugol
Ungu sampai Co. Ungu Tidak ada Tidak warna Ltd, Well-Being Enterprice Ltd,sampai dan Can Am Ingredient, Inc.
Kadar air (% b/b) Kadar abu (% b/b) Serat kasar (% b/b) Bagian yang larut dalam air Kekentalan (cP) Dekstrosa Derajat asam (0,1 N NaOH/100 g bahan) Kehalusan (ayakan 100 mesh)
-
kecoklatan Maks. 11%
kecoklatan Maks. 11%
warna biru Maks. 6%
biru Maks. 4,1%
Maks. 0,5%
Maks. 0,5%
0,6%
Tidak ada
Maks. 0,6%
-
-
Maks. 0,13% -
Min. 97%
Min. 80%
Min. 98%
-
-
3-4 Maks. 5 Maks. 5
3-4 Maks. 7 Maks. 6
-
11,1% -
9% - 13% -
-
-
4,0-6,0 Maks. 0,5 Maks. 0,5
4,98-6,0 -
Min. 75% lolos pada 100 mesh Min. 80% Maks. 500 ppb Maks. 50
Min. 90 (lolos)
Maks. 6%
-
Derajat putih pH Timah (mg/kg) Arsen (mg/kg) Pb
-
-
-
-
Konduktivitas (mmhos @ 30% d.s.)
-
-
-
-
-
-
86 unit/g
Maks. 100 TPC/g
-
-
-
Tidak ada
-
-
Maks. 3000 cfu/g Maks 30 cfu/100g Tidak ada -
Tidak ada <30/100 g
Tidak ada 20/g
Kualitas Mikrobiologi Bacterium total E.coli Pathogen Coliform
-
Lampiran 10. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 1000 ml Konsentrasi HCl (N) 0.0
Konsentrasi HCl(N) 0.1
0.2
0.3
0.4
Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150
Absorbansi Uji DNS 10000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.107 0.179 0.229 0.282 0.479 0.417 0.542 0.514 0.559 0.528 0.367 0.493 0.390 0.321 0.271 0.322 0.225 0.232 Absorbansi Uji DNS 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.248 0.240 0.200 0.204 0.233 0.192 0.303 0.280 0.282 0.273 0.294 0.293 0.245 0.233 0.218 0.212 0.282 0.271 -0.205 -0.205 0.215 0.259 0.270 0.271 0.295 0.346 0.350 0.377 0.387 0.351 0.319 0.345 0.355 0.299 0.304 0.254 0.323 0.232 -0.205 -0.205 0.234 0.213 0.266 0.241 0.367 0.350 0.400 0.403 0.339 0.475 0.369 0.332 0.316 0.307 0.251 0.259 0.266 0.254 -0.205 -0.205 0.211 0.259 0.370 0.283 0.334 0.346 0.400 0.391 0.431 0.380 0.317 0.415 0.355 0.375 0.355 0.283 0.336 0.272
Kandungan Gula Pereduksi (µg) dalam 10000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 79.9143 98.3785 111.0890 124.8847 175.2271 159.3080 191.5635 184.3215 195.7678 187.9369 146.5430 178.7745 152.5518 134.7984 121.8581 134.9373 110.2195 112.0047 Kandungan Gula Pereduksi (µg) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 115.9290 113.9119 103.6306 104.7001 112.3156 101.6593 130.1047 124.2661 124.7910 122.3678 127.9615 127.7148 115.2651 112.2499 108.2357 106.7925 124.8012 121.8612 0.0000 0.0000 107.5661 118.7450 121.6698 121.8224 128.1262 141.2845 142.1612 149.1914 151.7647 142.4858 134.2022 140.8912 143.6143 129.1960 130.3519 117.6851 135.3511 111.8249 0.0000 0.0000 112.3648 107.0370 120.7448 114.1952 146.4905 142.2947 155.1434 155.6910 139.4855 174.3158 147.0593 137.6544 133.4228 131.2075 116.8886 118.8388 120.5748 117.5907 0.0000 0.0000 106.5825 118.8004 147.4217 124.9782 138.0742 141.2605 155.0234 152.5918 162.9571 149.7891 133.8134 158.7859 143.4296 148.6710 143.3758 125.0551 138.6960 122.2089
Absorbansi Uji Total Gula dalam 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.538 0.525 0.501 0.538 0.568 0.548 0.590 0.585 0.603 0.563 0.596 0.531 0.522 0.550 0.543 0.529 0.565 0.562 0.517 0.552 Absorbansi Uji Total Gula dalam 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.516 0.542 0.578 0.575 0.539 0.531 0.535 0.504 0.601 0.565 0.558 0.551 0.591 0.577 0.542 0.529 0.517 0.504 0.595 0.585 0.575 0.595 0.605 0.595 0.590 0.586 0.603 0.590 0.594 0.592 0.608 0.563 0.552 0.602 0.599 0.594 0.555 0.589 0.590 0.585 0.614 0.580 0.514 0.525 0.575 0.551 0.584 0.597 0.586 0.603 0.528 0.638 0.558 0.556 0.554 0.535 0.543 0.531 0.565 0.537 0.603 0.537 0.566 0.561 0.635 0.535 0.593 0.561 0.613 0.587 0.594 0.531 0.502 0.594 0.534 0.592 0.552 0.534 0.542 0.531
Kandungan Total Gula (µg/ml) per 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 36.3212 35.3072 33.5157 36.3098 38.6209 37.0634 40.3074 39.9093 41.3005 38.2142 40.7526 35.7642 35.1522 37.2642 36.7003 35.6143 38.3689 38.1429 34.7343 37.4129 Kandungan Total Gula (µg/ml) per 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 34.6602 36.6083 39.4207 39.1343 36.3857 35.8127 36.1065 33.7622 41.1600 38.4084 37.8775 37.3412 40.3842 39.3142 36.6376 35.6792 34.7091 33.7593 40.6718 39.9123 39.1387 40.6827 41.4770 40.6884 40.3022 39.9632 41.3154 40.3421 40.5924 40.4734 41.6508 38.2145 37.3929 41.2234 41.0165 40.6234 37.6501 40.2184 40.3330 39.9327 42.1371 39.5613 34.5268 35.3391 39.1245 37.2923 39.8582 40.8140 39.9969 41.2882 35.5984 43.9638 37.8846 37.7323 37.5739 36.0719 36.7354 35.8287 38.3907 36.2377 41.2827 36.2327 38.4596 38.0663 43.7033 36.1234 40.5342 38.0774 42.0364 40.1083 40.5891 35.8274 33.5802 40.6383 36.0682 40.4734 37.4040 36.0684 36.6188 35.8234
Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 10000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 7264.2430 7061.4450 6703.1350 7261.9550 7724.1770 7412.6750 8061.4830 7981.8650 8260.1070 7642.8470 8150.5280 7152.8400 7030.4410 7452.8470 7340.0530 7122.8570 7673.7780 7628.5720 6946.8560 7482.5740 Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 1386.4072 1464.3308 1576.8262 1565.3702 1455.4298 1432.5082 1444.2590 1350.4894 1646.4018 1536.3346 1515.1002 1493.6494 1615.3688 1572.5692 1465.5054 1427.1682 1388.3656 1350.3708 1626.8726 1596.4934 1565.5488 1627.3096 1659.0816 1627.5348 1612.0892 1598.5296 1652.6176 1613.6820 1623.6946 1618.9342 1666.0302 1528.5782 1495.7158 1648.9350 1640.6598 1624.9350 1506.0054 1608.7374 1613.3214 1597.3082 1685.4832 1582.4528 1381.0718 1413.5630 1564.9814 1491.6922 1594.3288 1632.5588 1599.8778 1651.5290 1423.9344 1758.5528 1515.3834 1509.2902 1502.9548 1442.8776 1469.4156 1433.1492 1535.6272 1449.5092 1651.3094 1449.3082 1538.3834 1522.6502 1748.1326 1444.9370 1621.3676 1523.0952 1681.4558 1604.3314 1623.5644 1433.0944 1343.2066 1625.5314 1442.7274 1618.9350 1496.1612 1442.7368 1464.7502 1432.9362
Dextrose Equivalent (%) Ulangan 1 0.000000 1.192193 1.438199 2.173634 2.319141 2.401903 2.084407 2.078347 1.587981 1.586610
Ulangan 2 0.000000 1.354711 1.684745 1.995874 2.411687 2.627445 2.398741 1.892477 1.768841 1.496874
Rata-rata 0.000000 1.273452 1.561472 2.084754 2.365414 2.514674 2.241574 1.985412 1.678411 1.541742
Dextrose Equivalent (%) Ulangan 1 0.000000 7.352049 7.120272 7.776695 7.902364 8.236487 7.921504 7.865212 7.795905 7.671232 0.000000 6.483475 7.547337 7.752926 8.755414 9.109363 8.972443 8.753446 8.655471 8.389594 0.000000 8.136060 7.715412 9.188227 9.697200 9.795782 9.704430 8.877363 7.954769 7.851828 0.000000 6.928216 8.433094 8.515911 9.219597 10.036995 9.962232 9.941562 9.582913 9.468918
Ulangan 2 0.000000 7.276993 7.308864 7.527591 8.088478 8.192541 8.121410 7.865218 7.908385 7.633052 0.000000 7.296005 7.620903 8.755414 9.215410 9.321457 8.544377 7.950844 7.315371 7.000834 0.000000 7.572140 7.655412 8.716053 9.427080 9.912458 9.120470 9.093457 8.292145 8.112452 0.000000 7.802212 8.649386 9.274571 9.511239 10.452145 9.768248 9.183258 8.667911 8.528564
Rata-rata 0.000000 7.314521 7.214568 7.652143 7.995421 8.214514 8.021457 7.865215 7.852145 7.652142 0.000000 6.889740 7.584120 8.254170 8.985412 9.215410 8.758410 8.352145 7.985421 7.695214 0.000000 7.854100 7.685412 8.952140 9.562140 9.854120 9.412450 8.985410 8.123457 7.982140 0.000000 7.365214 8.541240 8.895241 9.365418 10.244570 9.865240 9.562410 9.125412 8.998741
`
Lampiran 11. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 1500 ml. Konsentrasi HCl (N) 0.0
Konsentrasi HCl (N) 0.1
0.2
0.3
0.4
Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150
Absorbansi Uji DNS dalam 10000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.179 0.215 0.297 0.247 0.356 0.316 0.747 0.498 0.740 0.623 0.641 0.577 0.454 0.454 0.483 0.381 0.314 0.314 Absorbansi Uji DNS dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.319 0.334 0.334 0.351 0.307 0.314 0.295 0.299 0.302 0.308 0.289 0.297 0.273 0.292 0.286 0.353 0.283 0.327 -0.205 -0.205 0.178 0.399 0.204 0.463 0.729 0.736 0.731 0.754 0.788 0.777 0.756 0.749 0.696 0.665 0.690 0.615 0.694 0.666 -0.205 -0.205 0.175 0.433 0.156 0.425 0.266 0.520 0.750 0.767 0.803 0.814 0.776 0.785 0.747 0.775 0.738 0.719 0.733 0.694 -0.205 -0.205 0.331 0.411 0.559 0.622 0.591 0.703 0.747 0.766 0.824 0.849 0.809 0.833 0.795 0.801 0.750 0.798 0.704 0.780
Kandungan Gula Pereduksi (µg) dalam 10000 µg/ml Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 98.2507 107.5976 128.6803 115.7493 143.6969 133.4514 244.1007 180.2147 242.1299 212.2040 216.8246 200.2987 168.8077 168.8600 176.3093 150.1827 132.8638 133.0613 Kandungan Gula Pereduksi (µg) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 134.3702 138.0189 138.0779 142.5217 131.2622 132.8596 128.0020 129.0244 129.8104 131.3201 126.4394 128.5390 122.4879 127.3031 125.6687 143.0218 125.0428 136.2664 0.0000 0.0000 98.0097 154.8350 104.8530 171.1872 239.3518 241.2508 239.8444 245.9153 254.6218 251.6332 246.3366 244.5219 230.8984 222.9349 229.4759 210.1152 230.5216 223.2855 0.0000 0.0000 97.2218 163.5990 92.5126 161.5536 120.6138 185.7704 244.8312 249.1260 258.3633 261.2282 251.4316 253.7877 244.1271 251.2869 241.7441 236.8961 240.3476 230.3151 0.0000 0.0000 137.4261 157.8889 195.8591 212.0408 203.8985 232.5913 243.9648 248.9533 263.7017 270.2140 259.7756 265.9812 256.2129 257.9370 244.7755 257.0083 233.0533 252.4538
Absorbansi Uji Total Gula dalam 50 µg/ml Ulangan 1 Ulangan 2 0.523 0.534 0.525 0.519 0.544 0.529 0.515 0.524 0.619 0.585 0.608 0.561 0.561 0.551 0.559 0.546 0.607 0.551 0.570 0.531 Absorbansi Uji Total Gula dalam 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.524 0.520 0.514 0.510 0.522 0.520 0.500 0.488 0.462 0.465 0.467 0.469 0.470 0.474 0.467 0.474 0.482 0.531 0.503 0.520 0.603 0.585 0.581 0.579 0.635 0.627 0.694 0.689 0.694 0.699 0.699 0.691 0.683 0.687 0.644 0.635 0.654 0.619 0.693 0.670 0.646 0.656 0.555 0.585 0.519 0.577 0.651 0.653 0.677 0.684 0.706 0.707 0.707 0.704 0.708 0.700 0.710 0.697 0.713 0.697 0.686 0.560 0.513 0.538 0.659 0.668 0.705 0.703 0.716 0.715 0.717 0.711 0.709 0.712 0.710 0.710 0.713 0.710 0.712 0.713
Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 50 µg/ml Ulangan 1 Ulangan 2 35.1693 36.0661 35.3631 34.9058 36.7641 35.6206 34.5700 35.2584 42.5179 39.9109 41.7166 38.1093 38.1174 37.3114 37.9534 36.9582 41.6145 37.3109 38.8059 35.8226 Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 35.2414 34.9274 34.5011 34.2012 35.1426 34.9337 33.4715 32.4827 30.5538 30.7440 30.9020 31.0827 31.1327 31.4627 30.9383 31.4271 32.0831 35.7827 33.6459 34.9324 41.3106 39.9083 39.5962 39.4878 43.7359 43.1344 48.2253 47.8816 48.2520 48.6183 48.6285 48.0127 47.3820 47.7326 44.4276 43.7271 45.1721 42.4827 48.1844 46.3771 44.6093 45.3072 37.6262 39.9311 34.9158 39.2827 44.9490 45.1274 46.9505 47.4770 49.1659 49.2311 49.2669 48.9774 49.3439 48.7126 49.4787 48.4864 49.6746 48.4909 47.6420 37.9827 34.3993 36.3641 45.5413 46.2908 49.0467 48.9686 49.9303 49.8407 49.9629 49.5791 49.3665 49.6411 49.4930 49.4642 49.6612 49.4911 49.6537 49.7144
Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 2000 µg/ml Ulangan 1 Ulangan 2 7033.860 7213.224 7072.613 6981.157 7352.826 7124.128 6913.994 7051.688 8503.573 7982.175 8343.313 7621.855 7623.488 7462.274 7590.686 7391.644 8322.898 7462.184 7761.171 7164.511 Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 1409.6560 1397.0960 1380.0436 1368.0480 1405.7046 1397.3490 1338.8600 1299.3080 1222.1504 1229.7580 1236.0800 1243.3092 1245.3076 1258.5092 1237.5336 1257.0824 1283.3240 1431.3080 1345.8340 1397.2940 1652.4240 1596.3308 1583.8468 1579.5120 1749.4352 1725.3740 1929.0108 1915.2640 1930.0792 1944.7300 1945.1408 1920.5080 1895.2780 1909.3020 1777.1020 1749.0820 1806.8840 1699.3080 1927.3740 1855.0820 1784.3704 1812.2884 1505.0473 1597.2428 1396.6309 1571.3080 1797.9594 1805.0940 1878.0190 1899.0802 1966.6349 1969.2430 1970.6748 1959.0962 1973.7544 1948.5020 1979.1480 1939.4560 1986.9828 1939.6340 1905.6782 1519.3082 1375.9724 1454.5620 1821.6504 1851.6320 1961.8667 1958.7440 1997.2117 1993.6280 1998.5174 1983.1620 1974.6619 1985.6434 1979.7198 1978.5682 1986.4486 1979.6434 1986.1498 1988.5742
Dextrose Equivalent (%) Ulangan 1 0.000000 1.389171 1.750079 2.078349 2.870566 2.902083 2.844165 2.223879 2.118364 1.711904
Ulangan 2 0.000000 1.541257 1.624751 1.892475 2.257714 2.784152 2.684151 2.284471 2.012584 1.857228
Rata-rata 0.000000 1.465214 1.687415 1.985412 2.564140 2.843117 2.764158 2.254175 2.065474 1.784566
Dextrose Equivalent (%) Ulangan 1 0.000000 9.736665 9.822685 9.804028 10.473506 10.501778 10.153266 9.897747 9.792436 9.291098 0.000000 6.188080 5.993535 12.408006 12.426662 13.090150 12.997388 12.992975 12.700089 11.960396 0.000000 6.459715 6.623981 6.708372 13.036674 13.137327 12.758655 12.368665 12.214556 12.096108 0.000000 9.987559 10.751738 10.393088 12.215269 13.194866 13.155446 12.941877 12.322266 11.733926
Ulangan 2 0.000000 10.088749 10.199435 10.225412 10.491854 10.562142 10.213594 10.126873 9.992384 9.752162 0.000000 9.802712 9.921745 12.596214 12.645218 13.102430 12.806872 12.745825 12.364751 12.036424 0.000000 10.242587 10.281475 10.291454 13.118246 13.265413 12.954325 12.896415 12.214564 11.874152 0.000000 10.854741 11.451562 11.874512 12.487451 13.625414 13.395214 13.036547 12.982554 12.695214
Rata-rata 0.000000 9.912707 10.011060 10.014720 10.482680 10.531960 10.183430 10.012310 9.892410 9.521630 0.000000 7.995396 7.957640 12.502110 12.535940 13.096290 12.902130 12.869400 12.532420 11.998410 0.000000 8.351151 8.452728 8.499913 13.077460 13.201370 12.856490 12.632540 12.214560 11.985130 0.000000 10.421150 11.101650 11.133800 12.351360 13.410140 13.275330 12.989212 12.652410 12.214570
Lampiran 12. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 2000 ml Konsentrasi HCl (N) 0.0
Konsentrasi HCl (N) 0.1
0.2
0.3
0.4
120 Waktu 135 (menit) 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105
0.641Uji DNS dalam 0.543 Absorbansi 1000.635 00 µg/ml sampe0.598 l 0.598 0.542 Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.222 0.257 0.341 0.293 0.454 0.337 0.480 0.453 0.671 0.612 0.531 0.510 0.425 0.410 0.383 0.369 0.303 0.297 Absorbansi Uji DNS dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 -0.205 0.331 0.295 0.278 0.276 0.271 0.342 0.300 0.245 0.232 -0.205 0.291 0.247 0.231 0.336 0.654 0.678 0.618 0.590 0.612 -0.205 0.244 0.223 0.370 0.192 0.133 0.190 0.188 0.323 0.217 -0.205 0.165 0.182 0.242 0.442 0.604 0.555
Ulangan 2 -0.205 0.302 0.274 0.287 0.314 0.314 0.335 0.261 0.259 0.254 -0.205 0.346 0.355 0.386 0.600 0.663 0.666 0.579 0.566 0.607 -0.205 0.343 0.299 0.431 0.518 0.414 0.284 0.334 0.472 0.486 -0.205 0.428 0.433 0.405 0.551 0.617 0.546
216.7196 191.7461 Kandungan Gula Pereduksi (µg) dalam 10000 µg/ml sampel 215.3904 205.7848 205.8191 191.4607 Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 109.4364 118.3445 139.8548 127.6803 168.7883 138.8288 175.4633 168.4906 224.4664 209.3362 188.7041 183.3031 161.3657 157.5034 150.6391 147.0941 130.1667 128.6918 Kandungan Gula Pereduksi (µg/ml) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 0.0000 137.2284 127.9934 123.8301 123.2157 122.0315 140.1391 129.4990 115.2198 111.9021 0.0000 127.0304 115.6916 111.6405 138.6776 220.0831 226.2433 210.9279 203.8264 209.4828 0.0000 115.0295 109.6070 147.3338 101.6495 86.4970 101.1536 100.7517 135.4014 108.0622 0.0000 94.6677 99.1982 114.4236 165.8319 207.3368 194.7017
Ulangan 2 0.0000 129.9426 122.8217 126.0183 132.8471 133.0447 138.4211 119.4814 118.7904 117.6147 0.0000 141.0877 143.4623 151.3692 206.4349 222.5864 223.3366 200.8817 197.5782 208.0859 0.0000 140.3350 129.1256 162.9216 185.2759 158.5346 125.3610 138.0441 173.4178 177.1774 0.0000 162.3221 163.5350 156.2892 193.7445 210.7190 192.5587
0.584 Uji Total0.531 Absorbansi Gula dal0.594 am 50 µg/ml sampel 0.581 0.576 0.554 Ulangan Ulangan 2 0.464 0.534 0.587 0.527 0.540 0.529 0.602 0.520 0.533 0.523 0.540 0.536 0.548 0.518 0.490 0.522 0.493 0.528 0.481 0.526 Absorbansi Uji Total Gula dalam 50 µg/ml sampel Ulangan 0.448 0.459 0.480 0.459 0.455 0.431 0.527 0.486 0.463 0.469 0.538 0.517 0.493 0.510 0.594 0.612 0.627 0.589 0.581 0.609 0.502 0.533 0.502 0.591 0.668 0.450 0.370 0.473 0.619 0.529 0.557 0.602 0.597 0.480 0.564 0.560 0.530
Ulangan 2 0.491 0.468 0.456 0.465 0.461 0.454 0.519 0.457 0.466 0.470 0.520 0.506 0.496 0.487 0.592 0.616 0.619 0.564 0.563 0.596 0.555 0.551 0.511 0.585 0.656 0.453 0.377 0.434 0.534 0.546 0.595 0.592 0.589 0.487 0.563 0.561 0.520
Kandungan Gula 39.8161 Total 35.8123 (µg/ml) 40.6016per 50 µg/ml 39.6149 sampel 37.5661 39.2508 Ulangan 1 Ulangan 2 30.6586 36.0583 40.0522 35.4592 36.5026 35.6143 41.2335 34.9834 35.9565 35.1733 36.5214 36.1771 37.1175 34.8109 32.6962 35.1292 32.8758 35.6083 31.9637 35.4577 Kandungan Total Gula (µg/ml) per 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 29.4839 32.7324 30.3151 30.9826 31.8770 30.1077 30.3003 30.7684 29.9752 30.4829 28.1809 29.9107 35.4708 34.9109 32.3425 30.1774 30.5741 30.8657 31.0468 31.1079 36.3330 34.9314 34.6947 33.9312 32.9212 33.1093 34.1769 32.4643 40.6045 40.4642 41.9662 42.3086 43.1576 42.4913 40.2622 38.2844 39.6118 38.2108 41.7207 40.7961 33.6143 37.6082 35.9414 37.3411 33.5985 34.2641 40.3913 39.9141 46.2618 45.3412 29.6014 29.8642 23.4930 24.0642 31.3841 28.3841 42.5182 36.0642 35.6273 36.9569 37.7904 40.6724 41.2152 40.4642 40.8080 40.2607 31.8869 32.4643 38.3006 38.2643 37.9926 38.1142 35.7233 34.9638
1592.6428 Kandungan Total Gula1432.4936 (µg/ml) d1624.0620 alam 10000 µg/ml sampel 1584.5968 1570.0318 1502.6438 Ulangan 1 Ulangan 2 6131.715 7211.655 8010.449 7091.845 7300.516 7122.854 8246.700 6996.674 7191.305 7034.665 7304.282 7235.422 7423.503 6962.177 6539.239 7025.843 6575.164 7121.658 6392.749 7091.547 Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 2000 µg/ml sampel
13.607544 13.385476 13.496510 Dextrose Equivalent (%) 13.262449 12.986571 13.124510 13.109234 12.741586 12.925410 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata 0.000000 0.000000 0.000000 1.366171 1.668741 1.517456 1.915684 1.792544 1.854114 2.046737 1.984211 2.015474 2.439937 2.395147 2.417542 3.073080 2.893214 2.983147 2.541982 2.632842 2.587412 2.467652 2.241772 2.354712 2.291032 2.065448 2.178240 2.036161 1.814721 1.925441
Ulangan 1 1179.3544 1212.6050 1275.0799 1212.0113 1199.0064 1127.2347 1418.8320 1293.6984 1222.9644 1241.8736 1453.3196 1387.7886 1316.8500 1367.0767 1624.1795 1678.6474 1726.3028 1610.4864 1584.4736 1668.8262 1344.5708 1437.6547 1343.9404 1615.6509 1850.4727 1184.0578 939.7209 1255.3626 1700.7268 1425.0912 1511.6158 1648.6074 1632.3201 1275.4756 1532.0252 1519.7058 1428.9309
Ulangan 1 0.000000 11.316828 10.038066 10.216907 10.276487 10.825737 9.877074 10.009984 9.421357 9.010747 0.000000 9.153437 8.785482 8.166366 8.538315 13.110740 13.105658 13.097158 12.863981 12.552701 0.000000 8.001194 8.155644 9.119160 5.493162 7.305134 10.764216 8.025708 7.961385 7.582828 0.000000 5.742282 6.077128 8.971053 10.824356 13.643217 13.625688
Ulangan 2 1309.2944 1239.3034 1204.3094 1230.7368 1219.3142 1196.4294 1396.4352 1207.0952 1234.6296 1244.3148 1397.2568 1357.2496 1324.3714 1298.5722 1618.5686 1692.3450 1699.6514 1531.3744 1528.4334 1631.8434 1504.3284 1493.6430 1370.5634 1596.5628 1813.6494 1194.5682 962.5692 1135.3642 1442.5692 1478.2752 1626.8950 1618.5682 1610.4280 1298.5702 1530.5702 1524.5690 1398.5500
Dextrose Equivalent (%) Ulangan 2 0.000000 10.485132 10.198514 10.239253 10.895233 11.120143 9.912458 9.898256 9.621543 9.452165 0.000000 10.395121 10.832482 11.656584 12.754165 13.152540 13.140142 13.117742 12.926843 12.751587 0.000000 9.395486 9.421352 10.204522 10.215642 13.271286 13.023584 12.158572 12.021457 11.985412 0.000000 10.028746 10.154752 12.035487 12.658324 13.821543 13.768452
Rata-rata 0.000000 10.900980 10.118290 10.228080 10.585860 10.972940 9.894766 9.954120 9.521450 9.231456 0.000000 9.774279 9.808982 9.911475 10.646240 13.131640 13.122900 13.107450 12.895412 12.652144 0.000000 8.698340 8.788498 9.661841 7.854402 10.288210 11.893900 10.092140 9.991421 9.784120 0.000000 7.885514 8.115940 10.503270 11.741340 13.732380 13.697070
Lampiran 13. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 2500 ml
Konsentrasi HCl (N) 0.0
Konsentrasi HCl (N) 0.1
0.2
0.3
0.4
135 Waktu 150 (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120
0.499Uji DNS dalam 0.495 Absorbansi 1000.371 00 µg/ml sampel 0.446 Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.355 0.379 0.358 0.439 0.549 0.589 0.808 0.719 0.792 0.809 0.781 0.698 0.690 0.701 0.657 0.610 0.457 0.608 Absorbansi Uji DNS dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 -0.205 -0.205 0.224 0.360 0.207 0.364 0.242 0.403 0.310 0.524 0.552 0.544 0.574 0.520 0.548 0.516 0.482 0.477 0.466 0.447 -0.205 -0.205 0.292 0.292 0.276 0.293 0.290 0.318 0.358 0.475 0.427 0.410 0.378 0.387 0.462 0.431 0.398 0.371 0.301 0.368 -0.205 -0.205 0.162 0.291 0.291 0.405 0.637 0.688 0.715 0.710 0.782 0.740 0.740 0.706 0.767 0.633 0.763 0.617 0.718 0.603 -0.205 -0.205 0.271 0.282 0.252 0.289 0.138 0.431 0.124 0.385 0.607 0.611 0.523 0.502 0.498 0.494
180.3463 Gula Peredu179.3317 Kandungan ksi (µg) dalam 10000 µg/ml sampel 147.6095 166.8642 Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 143.5555 149.5510 144.3352 165.0548 193.2180 203.3629 259.7059 236.8436 255.5061 259.9236 252.6850 231.5543 229.3778 232.2690 220.9053 208.9287 169.5660 208.3484 Kandungan Gula Pereduksi (µg) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 0.0000 0.0000 109.8431 144.6620 105.4131 145.7027 114.3926 155.8046 132.0020 186.8809 194.1169 192.0525 199.6767 185.6704 193.0278 184.7735 176.1132 174.6701 171.9701 166.9732 0.0000 0.0000 127.3643 127.3797 123.3027 127.5874 126.7855 133.8856 144.1460 174.2833 161.9379 157.6422 149.3654 151.7258 171.0103 162.8993 154.5990 147.6869 129.6638 146.7301 0.0000 0.0000 93.9175 127.1396 127.2006 156.2280 215.8933 228.7524 235.8931 234.4057 252.9264 242.1062 242.1328 233.3733 249.0453 214.8536 248.2107 210.7913 236.6173 206.9574 0.0000 0.0000 121.9509 124.6889 117.1785 126.5046 87.9228 163.0596 84.2231 151.1229 207.9761 209.0419 186.5982 181.2125 180.1373 179.0893
0.631 0.608 Absorbansi Uji Total Gula dalam 0.638 50 µg/ml sam0.595 pel Ulangan 1 Ulangan 0.583 0.587 0.601 0.599 0.569 0.561 0.611 0.597 0.613 0.600 0.576 0.595 0.599 0.585 0.605 0.628 0.624 0.616 0.555 0.616 Absorbansi Uji Total Gula dalam 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 0.569 0.602 0.601 0.587 0.577 0.583 0.604 0.600 0.610 0.616 0.590 0.603 0.611 0.597 0.609 0.595 0.588 0.582 0.585 0.590 0.519 0.463 0.482 0.479 0.467 0.474 0.477 0.480 0.524 0.520 0.466 0.454 0.436 0.448 0.495 0.487 0.477 0.456 0.484 0.463 0.684 0.585 0.559 0.557 0.670 0.660 0.710 0.703 0.671 0.655 0.676 0.665 0.654 0.651 0.652 0.642 0.668 0.638 0.651 0.638 0.577 0.620 0.659 0.638 0.646 0.644 0.532 0.534 0.480 0.491 0.638 0.644 0.599 0.587 0.600 0.594
41.7108 Kandu43.4005 ngan Total Gula (µg/ml) per 50 µg/ml samp40.6729 el 44.0025 Ulangan 1 Ulangan 2 39.7368 40.0787 41.1633 40.9824 38.7074 38.1093 41.9060 40.8088 42.0655 41.0592 39.2078 40.7088 41.0161 39.9584 41.4141 43.2143 42.9000 42.3148 37.6519 42.2593 Kandungan Total Gula (µg/ml) per 50 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 38.7076 41.2583 41.1126 40.1088 39.2927 39.7913 41.3785 41.0642 41.8079 42.3142 40.2888 41.3142 41.9060 40.8421 41.7327 40.6842 40.1154 39.7143 39.9469 40.2699 34.8509 30.6473 32.0351 31.8581 30.9053 31.4611 31.7001 31.8877 35.2648 34.9642 30.8493 29.9141 28.5529 29.4623 33.0244 32.4142 31.6805 30.1081 32.2082 30.6083 47.5087 39.9077 37.9425 37.7826 46.4170 45.6441 49.4356 48.9613 46.4743 45.2814 46.8879 46.0129 45.1889 44.9638 45.0107 44.2609 46.2945 43.9642 44.9645 43.9642 39.2921 42.6238 45.5778 43.9642 44.5468 44.4608 35.9010 36.0074 31.8790 32.7775 43.9442 44.4527 40.9614 40.1073 41.0727 40.5821
K1736.0200 andungan Total Gula1668.4308 (µg/ml) dalam 10000 µg/ml sampel 1760.1008 1626.9160 Ulangan 1 Ulangan 2 7947.350 8015.744 8232.666 8196.488 7741.488 7621.854 8381.202 8161.754 8413.097 8211.845 7841.562 8141.754 8203.226 7991.684 8282.828 8642.854 8579.993 8462.957 7530.374 8451.854 Kandungan Total Gula (µg/ml) dalam 2000 µg/ml sampel Ulangan 1 Ulangan 2 1548.3022 1650.3314 1644.5042 1604.3508 1571.7076 1591.6512 1655.1407 1642.5692 1672.3163 1692.5692 1611.5539 1652.5682 1676.2405 1633.6832 1669.3064 1627.3684 1604.6166 1588.5730 1597.8774 1610.7974 1394.0378 1225.8910 1281.4024 1274.3228 1236.2137 1258.4428 1268.0023 1275.5092 1410.5913 1398.5690 1233.9710 1196.5634 1142.1175 1178.4932 1320.9764 1296.5692 1267.2206 1204.3242 1288.3262 1224.3314 1900.3482 1596.3094 1517.7018 1511.3058 1856.6785 1825.7642 1977.4243 1958.4536 1858.9722 1811.2568 1875.5159 1840.5146 1807.5541 1798.5528 1800.4280 1770.4352 1851.7806 1758.5690 1798.5794 1758.5690 1571.6842 1704.9510 1823.1114 1758.5680 1781.8717 1778.4336 1436.0407 1440.2952 1275.1599 1311.0996 1757.7697 1778.1082 1638.4545 1604.2936 1642.9080 1623.2824
93
10.388494 10.748526 10.568510 Dextrose Equivalent (%) 8.386425 10.256475 9.321450 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata 0.000000 0.000000 0.000000 1.743730 1.824574 1.784152 1.864437 2.165547 2.014992 2.305373 2.491657 2.398515 3.086924 2.884170 2.985547 3.258357 3.192477 3.225417 3.080313 2.897441 2.988877 2.769317 2.687411 2.728364 2.574656 2.468744 2.521700 2.251761 2.465121 2.358441 Dextrose Equivalent (%) Ulangan 1 0.000000 6.679406 6.706915 6.911351 7.893361 12.045326 11.912178 11.563352 10.975408 10.762410 0.000000 9.939446 9.974219 9.998838 10.218836 13.123317 13.077934 12.945749 12.199850 10.064515 0.000000 6.188136 6.850976 10.917906 12.689435 13.485695 13.395607 13.832560 13.403896 13.155790 0.000000 6.689162 6.576146 6.122581 6.604901 11.831819 11.388673 10.964540
Ulangan 2 0.000000 9.016854 9.154187 9.485421 11.041257 11.621454 11.365142 11.354128 10.995412 10.365874 0.000000 9.995874 10.138513 10.496642 12.461542 13.174581 12.874562 12.563871 12.263050 11.984505 0.000000 8.412568 8.556856 11.680254 12.941605 13.154265 12.975613 12.135640 11.986524 11.768510 0.000000 7.090364 7.113258 11.321265 11.526423 11.756421 11.295467 11.032542
Rata-rata 0.000000 7.848130 7.930551 8.198386 9.467309 11.833390 11.638660 11.458740 10.985410 10.564142 0.000000 9.967660 10.056366 10.247740 11.340189 13.148949 12.976248 12.754810 12.231450 11.024510 0.000000 7.300352 7.703916 11.299080 12.815520 13.319980 13.185610 12.984100 12.695210 12.462150 0.000000 6.889763 6.844702 8.721923 9.065662 11.794120 11.342070 10.998541
Lampiran 14. Rata-rata nilai dextrose equivalent (DE) untuk semua taraf volume HCl 94 Konsentrasi HCl (N) 0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
Nilai Dextrose Equivalent (%) Volume HCl (ml)
Waktu (menit) 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150 0 30 45 60 75 90 105 120 135 150
Ulangan 1 0.000000 1.192193 1.438199 2.173634 2.319141 2.401903 2.084407 2.078347 1.587981 1.586610 0.000000 7.352049 7.120272 7.776695 7.902364 8.236487 7.921504 7.865212 7.795905 7.671232 0.000000 6.483475 7.547337 7.752926 8.755414 9.109363 8.972443 8.753446 8.655471 8.389594 0.000000 8.136060 7.715412 9.188227 9.697200 9.795782 9.704430 8.877363 7.954769 7.851828 0.000000 6.928216 8.433094 8.515911 9.219597 10.036995 9.962232 9.941562 9.582913 9.468918
1000 Ulangan 2 0.000000 1.354711 1.684745 1.995874 2.411687 2.627445 2.398741 1.892477 1.768841 1.496874 0.000000 7.276993 7.308864 7.527591 8.088478 8.192541 8.121410 7.865218 7.908385 7.633052 0.000000 7.296005 7.620903 8.755414 9.215410 9.321457 8.544377 7.950844 7.315371 7.000834 0.000000 7.572140 7.655412 8.716053 9.427080 9.912458 9.120470 9.093457 8.292145 8.112452 0.000000 7.802212 8.649386 9.274571 9.511239 10.452145 9.768248 9.183258 8.667911 8.528564
Rata-rata 0.000000 1.273452 1.561472 2.084754 2.365414 2.514674 2.241574 1.985412 1.678411 1.541742 0.000000 7.314521 7.214568 7.652143 7.995421 8.214514 8.021457 7.865215 7.852145 7.652142 0.000000 6.889740 7.584120 8.254170 8.985412 9.215410 8.758410 8.352145 7.985421 7.695214 0.000000 7.854100 7.685412 8.952140 9.562140 9.854120 9.412450 8.985410 8.123457 7.982140 0.000000 7.365214 8.541240 8.895241 9.365418 10.244570 9.865240 9.562410 9.125412 8.998741
Ulangan 1 0.000000 1.389171 1.750079 2.078349 2.870566 2.902083 2.844165 2.223879 2.118364 1.711904 0.000000 9.736665 9.822685 9.804028 10.473506 10.501778 10.153266 9.897747 9.792436 9.291098 0.000000 6.188080 5.993535 12.408006 12.426662 13.090150 12.997388 12.992975 12.700089 11.960396 0.000000 6.459715 6.623981 6.708372 13.036674 13.137327 12.758655 12.368665 12.214556 12.096108 0.000000 9.987559 10.751738 10.393088 12.215269 13.194866 13.155446 12.941877 12.322266 11.733926
1500 Ulangan 2 0.000000 1.541257 1.624751 1.892475 2.257714 2.784152 2.684151 2.284471 2.012584 1.857228 0.000000 10.088749 10.199435 10.225412 10.491854 10.562142 10.213594 10.126873 9.992384 9.752162 0.000000 9.802712 9.921745 12.596214 12.645218 13.102430 12.806872 12.745825 12.364751 12.036424 0.000000 10.242587 10.281475 10.291454 13.118246 13.265413 12.954325 12.896415 12.214564 11.874152 0.000000 10.854741 11.451562 11.874512 12.487451 13.625414 13.395214 13.036547 12.982554 12.695214
Rata-rata 0.000000 1.465214 1.687415 1.985412 2.564140 2.843117 2.764158 2.254175 2.065474 1.784566 0.000000 9.912707 10.011060 10.014720 10.482680 10.531960 10.183430 10.012310 9.892410 9.521630 0.000000 7.995396 7.957640 12.502110 12.535940 13.096290 12.902130 12.869400 12.532420 11.998410 0.000000 8.351151 8.452728 8.499913 13.077460 13.201370 12.856490 12.632540 12.214560 11.985130 0.000000 10.421150 11.101650 11.133800 12.351360 13.410140 13.275330 12.989212 12.652410 12.214570
Ulangan 1 0.000000 1.366171 1.915684 2.046737 2.439937 3.073080 2.541982 2.467652 2.291032 2.036161 0.000000 11.316828 10.038066 10.216907 10.276487 10.825737 9.877074 10.009984 9.421357 9.010747 0.000000 9.153437 8.785482 8.166366 8.538315 13.110740 13.105658 13.097158 12.863981 12.552701 0.000000 8.001194 8.155644 9.119160 5.493162 7.305134 10.764216 8.025708 7.961385 7.582828 0.000000 5.742282 6.077128 8.971053 10.824356 13.643217 13.625688 13.607544 13.262449 13.109234
2000 Ulangan 2 0.000000 1.668741 1.792544 1.984211 2.395147 2.893214 2.632842 2.241772 2.065448 1.814721 0.000000 10.485132 10.198514 10.239253 10.895233 11.120143 9.912458 9.898256 9.621543 9.452165 0.000000 10.395121 10.832482 11.656584 12.754165 13.152540 13.140142 13.117742 12.926843 12.751587 0.000000 9.395486 9.421352 10.204522 10.215642 13.271286 13.023584 12.158572 12.021457 11.985412 0.000000 10.028746 10.154752 12.035487 12.658324 13.821543 13.768452 13.385476 12.986571 12.741586
Rata-rata 0.000000 1.517456 1.854114 2.015474 2.417542 2.983147 2.587412 2.354712 2.178240 1.925441 0.000000 10.900980 10.118290 10.228080 10.585860 10.972940 9.894766 9.954120 9.521450 9.231456 0.000000 9.774279 9.808982 9.911475 10.646240 13.131640 13.122900 13.107450 12.895412 12.652144 0.000000 8.698340 8.788498 9.661841 7.854402 10.288210 11.893900 10.092140 9.991421 9.784120 0.000000 7.885514 8.115940 10.503270 11.741340 13.732380 13.697070 13.496510 13.124510 12.925410
Ulangan 1 0.000000 1.743730 1.864437 2.305373 3.086924 3.258357 3.080313 2.769317 2.574656 2.251761 0.000000 6.679406 6.706915 6.911351 7.893361 12.045326 11.912178 11.563352 10.975408 10.762410 0.000000 9.939446 9.974219 9.998838 10.218836 13.123317 13.077934 12.945749 12.199850 10.064515 0.000000 6.188136 6.850976 10.917906 12.689435 13.485695 13.395607 13.832560 13.403896 13.155790 0.000000 6.689162 6.576146 6.122581 6.604901 11.831819 11.388673 10.964540 10.388494 8.386425
2500 Ulangan 2 0.000000 1.824574 2.165547 2.491657 2.884170 3.192477 2.897441 2.687411 2.468744 2.465121 0.000000 9.016854 9.154187 9.485421 11.041257 11.621454 11.365142 11.354128 10.995412 10.365874 0.000000 9.995874 10.138513 10.496642 12.461542 13.174581 12.874562 12.563871 12.263050 11.984505 0.000000 8.412568 8.556856 11.680254 12.941605 13.154265 12.975613 12.135640 11.986524 11.768510 0.000000 7.090364 7.113258 11.321265 11.526423 11.756421 11.295467 11.032542 10.748526 10.256475
Rata-rata 0.000000 1.784152 2.014992 2.398515 2.985547 3.225417 2.988877 2.728364 2.521700 2.358441 0.000000 7.848130 7.930551 8.198386 9.467309 11.833390 11.638660 11.458740 10.985410 10.564142 0.000000 9.967660 10.056366 10.247740 11.340189 13.148949 12.976248 12.754810 12.231450 11.024510 0.000000 7.300352 7.703916 11.299080 12.815520 13.319980 13.185610 12.984100 12.695210 12.462150 0.000000 6.889763 6.844702 8.721923 9.065662 11.794120 11.342070 10.998541 10.568510 9.321450
95