Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi
DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG Oleh : Dewi Hamidah Abstrak : Observasi ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah desain pembelajaran penjumlahan bilangan 1-20 berdasarkan pendekatan PM RI di Sekolah Dasar. Subjek pada observasi ini adalah siswa kelas 1A SD Negeri 117 Palembang yang dilaksanakan pada bulan September 2011. M etode yang digunakan yaitu metode penelitian desain riset dengan pendekaan PM RI. Pada pembelajarannya, siswa belajar menjumlahkan bilangan 1-20 diawali dengan permasalahan kontekstual yaitu dengan menghitung banyaknya alat tulis (pensil, buku, dan sebagainya) yang dimiliki. Siswa bekerja dalam kelompok sehingga terjadi diskusi dan kolaborasi antar anggota kelompok. Kemudian siswa melanjutkannya dengan menghitung jumlah benda yang lebih banyak, disini guru menggunakan sedotan sebagai manipulative (alat peraga). Setelah itu, siswa diminta menuliskan bilangan banyaknya benda (sedotan) yang mereka hitung serta guru memperkenalkan simbol penjumlahan (+) dengan menyilangkan jari-jari telunjuk dan simbol sama dengan (=) mensejajarakn jari-jari telunjuknya. Dari pembelajaran yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat tulis dan sedotan sebagai alat peraga dalam materi penjumlahan bilangan 1-20 sangat membantu siswa untuk memahami konsep penjumlahan. Siswa juga terlihat antusias dan memberikan respek yang baik selama pembelajaran berlangsung. Akhirnya siswa telah mampu menjumlahkan bilangan 1-20 bahkan sampai pada permasalahan yang formal. Kata Kunci : Penjumlahan Bilangan 1-20, PM RI
diperlukan sebuah metode pembelajaran
PENDAHULUAN
yang
menarik
agar
siswa
mampu
Penjumlahan bilangan 1-20 merupakan
membangun
salah satu materi wajib
yang harus
memahami permasalahan yang diberikan.
diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas 1
Dalam hal ini, pendekatan pembelajaran
semester 1. Kebanyakan guru mengajarkan
yang akan dilakukan adalah Pendidikan
materi
Realistik M atematika Indonesia (PM RI).
ini
langsung
pada
contoh
idenya
sendiri
untuk
bilangannya yang menyebabkan siswa
PM RI
tidak
pembelajaran yang sangat sesuai bagi para
memahami konsep
penjumlahan
merupakan
pendekatan
dengan baik atau bahkan siswa hanya
siswa
menghafalkannya sehingga saat diberikan
utamanya bagi siswa sekolah dasar, oleh
masalah lainnya yang lebih kompleks,
karena
mereka tidak mampu menyelesaikannya.
matematika adalah saat siswa di sekolah
Oleh karena itu diperlukan sebuah metode
dasar. Konsep PM RI menjelaskan bahwa
pembelajaran
pada pembelajaran matematika, siswa
Hal : 16
untuk
mempelajari
penanaman
matematika
konsep
dasar
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi pada
pembelajaran matematika, siswa
untuk
mempermudah
siswa
harus aktif dan pembangunan ide harus
mengingatnya.
dilakukan oleh siswa sendiri, guru hanya
diharapkan siswa mampu menjumlahkan
sebagai
bilangan
fasilitator.
Sesuai
dengan
pernyataan Hadi (2005) yaitu diantara peran guru adalah sebagai fasilitator dan guru
harus
kepada
memberikan
siswa
untuk
kesempatan secara
aktif
menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil. Sejalan dengan itu, pada observasi ini peneliti merancang pembelajaran
matematika
menggunakan
sedotan sebagai media bagi siswa agar mereka
dapat
menghitung
dan
mempraktekkan untuk menjumlahkannya secara
langsung.
M enurut
Wahyudin
Diakhir
dalam
secara
aktivitas,
formal
(menggunakan
notasi-notasi matematika). Tujuan
dari
observasi
ini
adalah
menghasilkan sebuah desain pembelajaran penjumlahan bilangan 1-20 berdasarkan pendekatan PM RI di Sekolah Dasar. Diharapkan
dengan
adanya
desain
pembelajaran tersebut, guru kelas lain dapat
menggunakannya
ketika
mengajarkan materi yang sama. Selain itu dengan pembelajaran yang menarik, siswa menjadi
termotivasi
matematika
dalam
khususnya
pada
belajar materi
penjumlahan bilangan 1-20.
(2008, hal. 10) bahwa pada kanak-kanak dan kelas I suatu himpunan dikembangkan dengan objek-objek yang nyata. M aka pembelajaran kontekstual
dimulai pada
dari
KAJIAN LITERATUR
masalah
keseharian
mereka
Pendidikan
M atematika
dengan menghitung jumlah alat tulis atau
Indonesia
buku-buku
acuan dalam observasi ini. Selain itu, akan
yang
mereka
miliki.
(PM RI)
Realistik
Abdurrahman, M .
(2003, hal. 261)
dijelaskan
mengatakan
anak
literatur penjumlahan bilangan.
kesulitan
bahwa belajar
mengalami
matematika
sering
mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan
simbol-simbol
dalam
matematika seperti +, -, =, <, > dan lain sebagainya. Dalam observasi ini, simbolsimbol langsung
matematika sebagai
diberikan
secara
pengenalan
secara
digunakan
singkat
sebagai
mengenai
M atematika dianggap momok bagi sebagia besar
siswa oleh karena selama ini
pembelajarannya
dilakukan
dengan
metode konvensional. Siswa diajarkan langsung
menggunakan
simbol-simbol
matematika tanpa mengetahui bagaimana mengaplikasikan penggunaannya terutama
menggunakan jari-jari siswa dengan tujuan Hal : 17
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya
menjadi lima karateristik PM RI adalah (1)
siswa kurang menghayati dan memahami
menggunakan masalah kontekstual, (2)
konsep matematika yang diajarkan. PM RI
menggunakan
merupakan
pendekatan
ragam jawaban dan kontribusi siswa, (4)
matematika
yang
berorientasi
kehidupan sehai-hari. mengemukakan M atematika merupakan
pembelajaran pada
Zulkardi (2002)
bahwa
Pendidikan
Realistik
Indonesia
suatu
pendekatan
dengan
paradigma meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia yang idenya berasal dari RM E (Realistic Mathematics Education). RM E adalah sebuah teori pembelajaran
yang
dikembangkan
di
Belanda sejak tahun 1970-an oleh Hans Freudhental. Dalam PM RI, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika. Istilah realistik
dalam
hal
ini tidak hanya
mengacu pada situasi dengan berbagai persoalan
yag
sering
ditemukan
di
kehidupan sehari-hari tetapi juga situasi persoalan harus benar-benar nyata secara pengalaman bagi siswa (Wijaya, 2008).
model,
(3)
menghargai
interaktivitas), dan (5) terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. Bilangan
merupakan
konsep
dasar
matematika yang sangat penting untuk dikuasai oleh anak-anak. Bilangan adalah kumpulan banyaknya benda. Sedangkan untuk
menyatakan
disebut
angka.
lambang
bilangan
Penjumlahan
bilangan
sampai 20 merupakan Kompetensi dasar yang ketiga pada kurikulum KTSP 2006. Oleh karena operasi bilangan merupakan materi
dasar
matematika
dalam
maka
untuk
pembelajaran mengajarkan
konsep ini kepada anak-anak baiknya menggunakan konsep dari yang konkret ke abstrak. Dengan memulai dari hal yang konkret,
siswa
dapat
menjadikan
matematika sebagai cara berfikir, cara berkomunikasi dan sebagai pemecahan masalah.
M enurut Freudhental dalam Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip dalam RM E yang kemudian di adopsi menjadi prinsip utama PM RI, yaitu : Penemuan terbimbing dan
bermatematika
Fenomena
mendidik;
pengembangan Gravemeijer
secara
progresif;
dan
mandiri. menyebutkan
M odel
Selain
itu,
pula
lima
karateristik RM E yang juga diadopsi
Hal : 18
METODOLOGI Penelitian
ini
menggunakan
metode
penelitian desain riset dengan pendekatan PM RI. Ada 3 tahap dalam pelaksanaan desain riset (Gravemeijer dan Cobb dalam Akker, 2006), yaitu : preparing for the experiment,
teaching
experiment,
dan
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi retrospective
analysis.
Pada
tahap
siswa lebih mudah memahami konsep
preparing for the experiment, observer
penjumlahan.
mengkaji dari berbagai literatur mengenai
diperkenalkan dengan notasi penjumlahan
materi
(+) dan samadengan (=) sebagai langkah
penjumlahan,
kemampuan
awal
mendesain
lalu siswa,
kemudian
pembelajaran
mengenal,
siswa
menulis
dan
pembelajaran
menggunakan notasi-notasi matematika.
menggunakan pendekatan PM RI. Tahap
Sebelum diberikan Lembar Kerja Siswa
selanjutnya yaitu teaching experimenti,
(LKS),
desain pembelajaran yang dirancang pada
menggunakan sedotan sesuai instruksi
tahap pertama, diujicobakan kepada siswa
guru lalu menuliskannya dalam bentuk
di kelas. Setelah itu observer bersama guru
formal yang mengandung angka-angka dan
kelas melakukan retrospective analysis
notasi. Di akhir kegiatan, siswa diberikan
terhadap
pembelajaran yang dirancang
LKS untuk dikerjakan secara berkolompok
dengan pembalajaran sesungguhnya yang
dengan tujuan melatih siswa bekerja sama
terjadi di kelas.
dan berargumentasi dalam menyelesaikan
Berikut
sebuah
meneliti
Selanjutnya
penjelasan
rancangan
desain
pembelajaran penjumlahan bilangan 1-20. Observasi ini menggunakan konsep PM RI pada pembelajarannya, oleh karena itu seminggu dilakukan,
sebelum observer
pembelajaran bersama
guru
berdiskusi merancang pembelajaran pada pertemuan ini. M elalui pendekatan PM RI, pertama siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang tiap kelompoknya terdiri dari 4 orang. Diawali dengan kegiatan
siswa
permasalahan.
LKS
dilatih
juga
berhitung
digunakan
sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang diajarkan. LKS ini dibuat sedemikian rupa dengan banyak gambar agar siswa tidak bosan
dan
lebih
mudah
memahami
pertanyaan yang diberikan seperti yang kita ketahui bahwa kebanyakan anak-anak merupakan pembelajar visual. Iceberg dari pembelajaran penjumalahan bilangan 1-20 dapat dilihat pada Gambar 1.
siswa menghitung banyak benda-benda yang mereka milliki (dalam kelompoknya) seperti : buku, dan pensil. Setelah itu, siswa
dibagikan
alat
peraga
berupa
sedotan-sedotan dengan tujuan siswa bisa secara
langsung
menghitung
dan
mengaplikasikannya di dunia nyata supaya
Hal : 19
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi memperoleh data yang valid, observer juga menggunakan instrumen yaitu pedoman observasi,
jurnal
dan
artikel
yang
berkaitan, textbook, KTSP, kamera, video recorder, lembar kerja siswa, lembar fieldnote,
dan
Doorman
pedoman
dalam
wawancara.
Wijaya
(2008)
menyatakan bahwa hasil dari sebuah penelitian desain adalah bukan desain yang bekerja tetapi prinsip -prinsip dasar yang Gambar 1. Iceberg dalam Pembelajaran Penjumlahan Bilanga 1-20
menjelaskan
bagaimana
dan
mengapa
desain tersebut bekerja. Oleh karena itu, setelah pembelajaran dilakukan, data yang diperoleh berupa data kualitatif dianalisis Observasi desain riset ini dilaksanakan
guna membandingkan desain pembelajaran
pada bulan September 2011 di Kelas 1A
yang telah dirancang dengan aktivitas
Sekolah Dasar Negeri 117 Palembang.
siswa selama proses belajar di kelas.
Teknik
pengumpulan
datan
melalui
observasi, wawancara, dokumen, serta lembar
kerja
siswa.
Observasi
awal
HAS IL DAN PEMBAHAS AN
dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa agar desain pembelajaran yang akan dirancang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Wawancara kepada guru kelas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru dan normanorma
yang
terjadi
di
kelas
saat
pembelajaran berlangsung. Data dokumen diambil dari foto dan rekaman video yang nantinya akan membantu dalam proses analisis
data. Sedangkan lembar kerja
siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman
pembelajaran
Hal : 20
siswa
dilakukan.
setelah Untuk
Di awal pembelajaran, observer mengajak siswa kepada permasalahan kontekstual yaitu siswa diminta mengeluarkan alat tulis dan buku yang dimiliki. Kemudian siswa diminta menghitung jumlah pensil yang
mereka
miliki,
menjumlahkannya
lagi
teman
mereka. Para siswa
sebangku
dengan
lalu pensil
terlihat antusias menjawab saat ditanyakan mengenai berapa jumlah pensil setelah digabungkan
dengan
pensil
teman
sebangku mereka masing-masing. Sebelum melanjutkan
kegiatan,
terlebih
dahulu
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi siswa dibagi dalam beberapa kelompok,
diminta menjawab pertanyaan diberikan
masing-masing kelompok terdiri dari 4
secara oral. “Siapa yang bisa angkat
siswa. Siswa ditanya kembali, apabila
tangan ya anak-anak... Sembilan ditambah
pensil-pensil mereka digabungkan (dalam
enam, berapa ya?”, peneliti bertanya
satu kelompok), berapa jumlah pensil yang
kepada siswa. Sebagian besar langsung
dimiliki sekarang? Semua siswa mampu
mengacungkan jari telunjuk bahkan ada
menjawab dengan benar dan cepat dengan
siswa yang sangat antusias sambil berdiri,
cara menghitungnya satu per satu.
berteriak (saya!) dan melangkah maju, lalu
Setelah menghitung pensil-pensil setiap
peneliti
kelompok diberikan sedotan serta notasi
memintanya untuk maju ke depan untuk
penjumlahan (+) dan sama dengan (=).
menuliskannya
Sesuai
menjelaskannya kepada teman-temannya
intstruksi,
siswa
diminta
memilih
satu
di
papan
tulis
dan
serta
mengambil tujuh sedotan dan meletakkan
bagaimana
di
(Gambar 3) Beberapa siswa menjelaskan
meja
lalu
mengambil
memintanya
lima
sedotan
kembali dan
cara
cara
siswa
memperoleh hasilnya.
menyelesaikan
penjumlahan
dua
menjumlahkan seluruh sedotan yang ada di
bilangan adalah bilangan pertama diingat
meja mereka masing-masing (Gambar 2).
kemudian bilangan yang kedua dihitung.
Serentak siswa menjawab dua belas !.
Contoh : 9 + 6, siswa tersebut mengatakan
Kemudian guru bertanya, dimana harus
bahwa
diletakkan notasi penjumlahan (+) dan
ditambah
sama dengan (=) ? Semua kelompok
menghitung
mampu meletakkan posisi notasi-notasi
menunjukkan
tersebut di tempat yang benar. Ternyata
sepuluh,
pada pertemuan sebelumnya guru telah
empatbelas, limabelas.
sembilan 6,
diingat sambil
kemudian melanjutkan
jari-jarinya berjumlah
sebelas,
yang
enam, berarti
duabelas,
tigabelas,
mengajarkan penjumlahan bilangan serta notasinya kepada para siswa sehingga mereka dapat dengan mudah menjawab pertanyaan tersebut. Siswa pun telah mengenal
notasi
menyebutnya
(+)
dan
penjumlahan
mereka (sambil
menyilangkan jari-jari telunjuk). Begitu juga dengan notasi (=), siswa mengatakan
Gambar 2.
samadengan (sambil mensejajarkan jarijari telunjuk). Agar tidak bosan, siswa Hal : 21
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi siapa yang mau bermain sedotan, semua siswa serentak menjawab “saya”. Hal ini menunjukkan bahwa para siswa sangat senang apabila pembelajaran yang disertai dengan permainan. Ketika bekerja dalam kelompok, ada beberapa siswa masih terlihat pasif, namun pada kenyataannya Gambar 3.
setelah observer bertanya dan memintanya Di 15 menit terakhir jam pelajaran, siswa
untuk
diberikan lembar aktivitas (LKS) untuk
tersebut, mereka mampu menjawabnya
dikerjakan
dengan
secara
berkelompok.
Hasil
menjumlahkan
benar.
sedotan-sedotan
Begitu
menyelesaikan
terbatasnya waktu yang saat itu jam
kelompok, sedikit dari siswa yang pasif
pelajaran matematika telah habis. Terdapat
tetapi sekitar 90% siswa yang sangat aktif
sebuah
kerjasama
menyelesaikan lembar kerja tersebut. Ada
yang sangat baik. Kelompok yang terdiri
juga siswa yang tidak ingin bekerja
dari satu perempuan dan tiga laki-laki
bersama temannya karena dia merasa bisa
tersebut melakukan diskusi dengan cara
menyelesaikannya
siswa perempuan sebagai pemimpin dan
memintanya untuk memulai perhitungan
pemandu pertanyaan, sedangkan ketiga
dengan menjumlahkan gambar benda pada
siswa laki-laki mengitung bersama dan
lembar kerja satu per satu, siswa ini
salah
mengatakan,
satu
dari
memiliki
mereka
menuliskan
kerja
saat
kerja siswa tidak didiskusikan karena
kelompok
lembar
pula
sendiri.
“kenapa
dalam
Saat
harus
saya
dihitung
jawabannya di lembar kerja (Gambar 2.5).
menggunakan gambar sih bu? Kan bisa
Ada juga kelompok lainnya yang tidak
dihitung langsung 9 + 4 = 13”. Hal ini
mau bekerja sama dalam menyelesaikan
terjadi karena mereka belum terbiasa
soal-soal,
yang
belajar menggunakan konteks sehingga
memiliki kemampuan melebihi teman-
siswa yang merasa mampu tidak lagi
temannya, dia hanya ingin menyelesaikan
merasa
sendiri tanpa bantuan anggota kelompok
menghitungnya
lainnya.
Selain itu, para siswa belum terbiasa
terutama
pada
anak
bekerja Pada proses belajar mengajar, tampak semangat dan antusias para siswa dalam belajar matematika. Terutama saat ditanya
Hal : 22
membutuhkan dalam
secara
konteks
untuk
bentuk
formal.
berkelompok
sehingga
pengeerjaan lembar kerja siswa secara berkelompok
belum
begitu
maksimal.
Namun demikian pada umumnya semua
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225
Media Prestasi Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi kelompok mampu menyelesaikan lembar
kelas PM RI sebaiknya maksimal 25 orang
kerja siswa dengan benar (Gambar 4).
guna keefektifan proses belajar di kelas.
DAFTAR PUS TAKA Abdurrahman, M . (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Karya. Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip.
Gambar 4.
KES IMPULAN DAN S ARAN Dari proses pembelajaran dan analisis diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran : Pelengkap Untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Jakarta : IPA Abong.
penggunaan pensil dan sedotan sebagai alat peraga dalam materi penjumlahan bilangan 1-20 sangat membantu siswa untuk memahami konsep penjumlahan. Dalam hal ini, siswa sudah dapat mengerti suatu permasalahan dalam suatu masalah kontekstual. Untuk ke tahap masalah yang lebih formal pun, sebagian besar siswa sudah mampu menyelesaikannya dengan benar.
Wijaya, A. (2008). Design Research in Mathematics Education: Indonesian Traditional Games as Means to Support Second Graders’ Learning of Linear Mesurement. M aster Thesis of Utrecht University. The Netherlands: Utrecht University. Zulkardi. (2002). Developing a Learning Environment on Realistic Mathematics Education for Indonesian Student Teachers. Doctoral Dissertation.Enschede: University of Twente.
Dalam pelaksanaan PM RI di kelas sebaiknya dibutuhkan lebih dari satu orang guru untuk menangani siswa yang kurang paham atas instruksi guru di depan kelas dan agar guru dapat menilai secara langsung keaktifan dan kemampuan siswa saat menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Selain itu, jumlah siswa dalam
Hal : 23
Media Prestasi Vol. XI No.1 Juni 2013/iSSN 1979 - 9225