JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
Desain dan Simulasi Single Stage Boost-Inverter Terhubung Jaringan Satu Fasa Menggunakan Sel Bahan Bakar Mochammad Reza Zakaria, Dedet Candra Riawan, dan Mochamad Ashari Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Perkembangan teknologi yang berkaitan dengan pembangkitan menggunakan energi alternatif kini menjadi topik utama sebagai sumber energi pada sistem pembangkitan tersebar. Salah satu jenis dari sumber energi yang digunakan pada sistem pembangkitan tersebar adalah Multiple Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC). Sejalan dengan perkembangan teknologi tentang energi terbarukan dan pembangkitan tersebar diperlukan pengembangan teknologi pendukung berupa Power Conditioning System (PCS). Power Conditioning System berfungsi mengubah output dari PEMFC yang berupa tegangan DC menjadi AC sesuai yang diinginkan sebelum terhubung dengan grid. Pada tugas akhir ini, dibahas mengenai topologi single-stage boost-inverter sebagai interface antar fuel cell dengan sistem jaringan satu fasa. Single-stage boost inverter berfungsi mengubah tegangan output dari PEMFC yang berupa tegangan DC menjadi tegangan AC pada sistem grid-connected dengan tegangan 220 volt. Topologi dan kontrol pada single-stage boost inverter yang digunakan lebih sederhana dibandingkan dengan topologi inverter konvensional. Pada topologi single-stage boostinverter dikontrol dengan menggunakan sliding mode controller. Hasil simulasi pengujian inverter diperoleh tegangan rata-rata sebesar 219.58 volt dan error tegangan rata-ratanya adalah 0,27%. Untuk mengatur daya yang disuplai oleh inverter dapat dilakukan dengan mengubah nilai sudut δ. Dari hasil simulasi didapatkan daya nominal yang disuplai oleh inverter terhadap grid sebesar 1030 W dengan sudut δ sebesar 10o. Kata Kunci— Fuel cell, PCS, Single stage boost inverter, Connected to grid
U
I. PENDAHULUAN
ntuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan diiringi dengan adanya isu tentang krisis energi fosil mengakibatkan manusia saling berlomba untuk menghasilkan energi alternatif. Energi alternatif tersebut nantinya akan digunakan sebagai sumber energi listrik yang diaplikasikan pada sistem pembangkit tersebar atau yang lebih dikenal dengan distributed generation system. Perkembangan teknologi yang berkaitan dengan pembangkitan menggunakan energi alternatif kini menjadi topik pembahasan utama sebagai sumber energi yang digunakan pada sistem pembangkitan tersebar. Salah satu energi alternatif yang banyak dikembangkan adalah Fuel Cell (Sel Bahan Bakar). Fuel cell merupakan sebuah peralatan yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui proses elektrokimia. Fuel cell memiliki karakteristik output tegangan yang rendah dan arus yang tinggi, oleh karena itu untuk terhubung pada grid diperlukan Power Conditioning System untuk menghasilkan energi listrik sesuai seperti yang diinginkan. Power Conditioning System merupakan sebuah alat yang
mampu mengubah arus DC yang dihasilkan oleh Fuel Cell menjadi arus AC dengan tegangan 220 volt agar dapat dihubungkan dalam suatu jaringan sistem tenaga listrik. Terdapat beberapa jenis PCS yang dapat digunakan untuk mengubah tegangan DC yang dihasilkan oleh fuel cell menjadi tegangan AC, diantaranya menggunakan two-stage inverter. Pada two-stage inverter terdapat dua tahap konversi listrik. Pada topologi ini digunakan DC-DC converter untuk meningkatkan tegangan DC dari fuel cell. Fungsi dari DC-DC converter adalah meningkatkan tegangan DC yang dihasilkan oleh fuel cell. Output dari DC-DC converter selanjutnya di ubah menjadi tegangan AC menggunakan full bridge inverter. Tegangan AC yang dihasilkan oleh full bridge inverter lebih rendah dibandingkan dengan tegangan inputnya. Inverter full bridge tidak dapat menghasilkan tegangan AC yang lebih besar dari tegangan inputnya. Selain two-stage inverter, terdapat jenis konverter yang dapat digunakan dalam sistem fuel cell adalah single-stage boost inverter. Topologi single-stage boost inverter lebih sederhana apabila dibandingkan dengan sistem inverter konvensional. Single-stage boost inverter berfungsi mengubah tegangan output dari PEMFC yang berupa tegangan DC dengan batas tegangan dari 39 hingga 69 volt menjadi tegangan AC pada sistem grid-connected dengan tegangan 220 volt. Dengan demikian pada topologi single-stage boost-inverter tidak dibutuhkan konverter DC-DC yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan dari fuel cell. II. DESAIN DAN PEMODELAN PEMBANGKIT TERSEBAR MENGGUNAKAN SEL BAHAN BAKAR Sistem pembangkit tersebar (Distributed Generation System) telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai macam sumber energi alternatif. Diantara energi alternatif yang telah mendapat perhatian khusus dalam pemenuhan energi adalah sel bahan bakar (fuel cell).Fuel cell memiliki karakteristik output tegangan yang rendah dan arus yang tinggi, sehingga diperlukan sebuah Power Conditioning System (PCS) sebelum terhubung ke sebuah jaringan sistem tenaga listrik. Dalam tugas akhir ini, akan didesain dan disimulasikan PCS yang digunakan untuk menghubungkan fuel cell ke sistem tenaga listrik. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software. Konfigurasi PCS tersebut terdiri dari fuel cell, back-up capacitor, Single-stage Inverter dan terhubung dengan jaringan 1 fasa, seperti yang terlihat pada Gambar 1 [1,2]. Sebelum terhubung dengan jaringan satu fasa, Tegangan DC output fuel cell yang rendah perlu dinaikkan menjadi tegangan AC sesuai dengan tegangan yang diinginkan..
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
2
Gambar 3. Kurva karakateristik V-I rangkaian ekivalen fuel cell Gambar 1. Konfigurasi sistem.
Gambar 2. Rangkaian ekivalen fuel cell A. Pemodelan Multiple Proton Exchange Membrane Fuelcell Dalam tugas akhir ini, diperlukan sebuah pemodelan rangkaian ekivalen yang memiliki karakteristik mendekati karakteristik fuel cell sebenarnya. Pemodelan fuel cell ini ditentukan berdasarkan karakteristrik V-I dari sebuah fuel cell. Terdapat beberapa referensi yang menggunakan jenis rangkaian ekivalen untuk memodelkan fuel cell [3]. Dalam tugas akhir ini, fuel cell dimodelkan menggunakan rangkaian ekivalen seperti gambar 2. Mengingat bahwa fuel cell memiliki karakteristik perubahan respon pada arus dan tegangan yang perlahan, oleh karena itu diperlukan kapasitor untuk memenuhi daya yang dibutuhkan oleh sistem sebelum fuel cell berada pada kondisi kerjanya. Kapasitas pada kapasitor yang digunakan sebesar 125 mF dengan tegangan inisial sebesar 55V. Untuk membuktikan bahwa rangkaian ekivalen dari fuel cell yang digunakan pada tugas akhir ini, maka diperlukan pengujian pada rangkaian fuel cell yang digunakan. Simulasi rangkaian ekivalen dari fuel cell dilakukan dengan mengubah nilai tahanan dari 0.4 hingga 50 Ω. Arus dan tegangan dari hasil simulasi rangkaian ekivalen fuel cell dapat dilihat dari tabel 4.1. Setelah didapatkan nilai dari tegangan, arus, dan daya dari masing-masing pembebanan yang berbeda, maka data tersebut diplot dalam sebuah kurva V-I dan P-I seperti yang terdapat pada gambar 3 dan 4. B. Desain dan Pemodelan Single Stage Boost Inverter Pada tugas akhir ini akan dibahas tentang VSI menggunakan topologi baru yang menggunakan dc-dc boost converter. Fungsi dari inverter ini adalah mengubah tegangan DC menjadi tegangan AC dengan tegangan yang lebih besar dari inputnya. Cara ini tidak didapatkan apabila menggunakan VSI konvensional. VSI konvensional dapat dikatakan sebagai buckinverter, ini berarti inverter konvensional hanya mampu membangkitkan tegangan AC pada sisi output yang lebih
Gambar 4. Kurva karakateristik V-I rangkaian ekivalen fuel cell rendah dibandingkan dengan tegangan DC pada sisi inputnya.. Boost inverter yang diajukan pada tugas akhir ini mampu menghasilkan tegangan output AC yang lebih besar dari tegangan output DC dengan cara memasang beban secara seri yang terhubung dengan dua dc-dc boost converter seperti yang terdapat pada gambar 5. Persamaan tegangan output dengan perubahan duty cycle sesuai dengan persamaan berikut: 𝑉𝑜 = 𝑉1 − 𝑉2 = 𝑉𝑜 𝑉𝑖𝑛
=
𝑉𝑖𝑛 1−𝐷
−
𝑉𝑖𝑛 𝐷
2𝐷−1
(1) (2)
𝐷(1−𝐷)
Nilai dari output tegangan pada masing boost converter merupakan tegangan unipolar yang berbentuk sinus dengan dc bias. Tegangan pada masing-masing boost converter dapat dirumuskan sebagai berikut: 1
𝑉𝐴 = 𝑉𝑑𝑐 + 𝐴1 . sin 𝜃 2
1
(3)
𝑉𝐵 = 𝑉𝑑𝑐 + 𝐴1 . sin(𝜃 − 𝜋)
(4)
𝑉𝑜 = 𝑉𝐴 − 𝑉𝐵 = 𝐴0 . sin 𝜃
(5)
2
𝑉𝑑𝑐 > 𝑉𝑖𝑛 +
𝐴0 2
(6)
VA merupakan tegangan yang dihasilkan oleh dc-dc boost converter A, VB merupakan tegangan yang dihasilkan oleh dcdc boost converter B, Vo merupakan tegangan yang terdapat pada beban, A1 merupakan rentang tegangan peak to peak dari gelombang AC pada VA dan VB, dan Vdc merupakan tegangan DC offset yang terdapat pada VA dan VB. Blok A dan blok B pada gambar 5 merepresentasikan dc-dc boost converter. Setiap dc-dc boost converter menghasilkan tegangan sinusoidal unipolar. Perbedaan sudut dari tegangan pada masing-masing converter sebesar 180o dengan converter lainnya. Beban terhubung seri dengan kedua boost converter, sehingga tegangan yang terbangkitkan pada beban berupa tegangan AC murni. Untuk mempermudah memahami prinsip kerja dari konfigurasi sistem yang terdapat pada gambar 1,
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
3
Gambar 5 Topologi dasar single stage boost inverter
Gambar 7 Rangkaian sliding mode kontrol Gambar 6 Topologi single stage boost inverter [5] rangkaian dari single stage boost inverter yang digunakan pada tugas akhir ini dapat diubah seperti pada gambar 6. Untuk menghasilkan respon yang baik pada kondisi yang dinamis pada tegangan output, diperlukan adanya permukaan luncur pada sliding mode control. Rangkaian sliding mode control yang digunakan untuk mengatur tegangan kapasitor pada setiap boost konverter dapat dilihat pada gambar 7. Permukaan luncur terdiri dari variabel eror yang didefinisikan sebagai berikut: 𝑆(𝑖𝐿1 , 𝑉1 ) = 𝐾1 𝜀1 + 𝐾2 𝜀2 = 0
(7)
Dimana 𝐾1 dan 𝐾2 merupakan faktor pengali, 𝜀1 merupakan respon eror dari arus, dan 𝜀2 merupakan respon eror dari tegangan. 𝜀1 dan 𝜀2 didefinisikan sebagai berikut:
Gambar 8 sinyal dari S(x) –δ hingga +δ (Ṡ > 0). Dan pada saat Δt2 nilai 𝑆(𝑥) akan terus menurun dari +δ hingga –δ (Ṡ < 0). Hubungan antara parameter kontrol dan besarnya nilai L dan C pada rangkaian single stage boost inverter dapat di tuliskan sebagai berikut: 𝐾1 𝐿1
[𝑉𝑖𝑛 − 𝑅𝑎 𝑖𝐿𝑟𝑒𝑓 ] +
𝐾2 𝐶1 𝑅1
[𝑉2 − 𝑉𝑟𝑒𝑓 ] > 0
(11)
𝜀1 = 𝑖𝐿1 − 𝑖𝐿𝑟𝑒𝑓
(8)
Dengan mengasumsikan bahwa tidak terdapat perubahan pada peridode penyalaan, maka frekuensi penyalaan dapat dituliskan sebagai berikut:
𝜀2 = 𝑉1 − 𝑉𝑟𝑒𝑓
(9)
𝑓𝑠 =
Dengan menggabungkan persamaan 3.15 dan 3.16 kedalam persamaan 3.14 didapatkan 𝑆(𝑖𝐿1 , 𝑉1 ) = 𝐾1 (𝑖𝐿1 − 𝑖𝐿𝑟𝑒𝑓 ) + 𝐾2 (𝑉1 − 𝑉𝑟𝑒𝑓 ) = 0
(10)
Untuk mempertahankan nilai 𝑆(𝑖𝐿1 , 𝑉1 )mendekati nol pada permukaan luncur dapat menggunakan blok hysterisis. Selain itu, blok hysterisis juga digunakan untuk mengatur status penyalaan 𝛾. Untuk mempertahankan sinyal 𝑆(𝑥) pada sliding mode control yang ideal maka diperlukan frekuensi penyalaan tanpa batas. Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakan blok histerisis untuk mengatur penyalaan pada saklar untuk membatasi frekuensi maksimal dari sistem. Blok histerisis akan mempertahankan sinyal 𝑆(𝑥) berada diantara +δ dan –δ seperti yang terdapat pada gambar 8. Karakteristik dari blok histerisis menyebabkan sinyal kontrol 𝑆(𝑥) tetap bernilai 0. Dengan demikian maka sinyal kontrol akan berada diantara +δ dan -δ. Pada gambar 8 dapat dilihat bahwa pada saat Δt1 nilai 𝑆(𝑥) akan terus meningkat dari
1
(12)
Δt1 +Δt2
Dimana nilai dari Δt1 adalah waktu S1 aktif, dam Δt 2 adalah waktu ketika S2 aktif. Nilai dari Δt1 dan Δt 2 dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut. Δt1 = 𝐾1 𝐿1
Δt 2 = 𝐾1 𝐿1
2𝛿 𝐾2 [𝑉 −𝑉𝑟𝑒𝑓 ] 𝐶1 𝑅1 2
[𝑉𝑖𝑛−𝑅𝑎 𝑖𝐿𝑟𝑒𝑓 ]+
−2𝛿 𝐾2 [𝑉 −𝑉𝑟𝑒𝑓 +𝑅𝑎 𝑖𝐿𝑟𝑒𝑓 ] 𝐶1 𝑅1 2
[𝑉𝑖𝑛−𝑅𝑎 𝑖𝐿𝑟𝑒𝑓 −𝑉𝑟𝑒𝑓 ]+
(13) (14)
Nilai maksimum dari frekuensi penyalaan dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑓𝑠 (𝑚𝑎𝑥) =
𝐾1 .𝑉𝑖𝑛 2𝛿.𝐿1
(1 −
𝑉𝑖𝑛 𝑉𝑟𝑒𝑓𝑓(𝑚𝑎𝑥)
)
(15)
Duty cycle didefinisikan sebagai perbandingan antara Δt1 dengan periode penyalaan (Δt1 + Δt 2 ). Duty cycle dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝑑(𝑡) =
Δt1 Δt1 +Δt2
(16)
Perbandingan tegangan output dan input pada sliding mode controller bervariasi mengikuti kondisi kerjanya, maka
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
4
perbandingan antara tegangan output dan input dapat didefinisikan sebagai berikut: 𝑉1 (𝑡) 𝑉𝑖𝑛
=
1
(17)
1−𝑑(𝑡)
Arus yang mengalir pada induktor terdiri dari dua kompunen, yaitu arus dengan frekuensi pada sistem dan riak arus dengan frekuensi tinggi. Arus maksuimum yang dapat melewati induktor dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝑖𝐿1 (max) =
2𝐷𝑚𝑎𝑥 −𝐺𝑚 ′(1−𝐷𝑚𝑎𝑥 ) (1−𝐷𝑚𝑎𝑥 )2
(18)
dimana, 𝐷𝑚𝑎𝑥 = 1 − ′ 𝐺𝑚 =
𝑉𝑖𝑛
(19)
1
𝑉𝑑𝑐 + 𝐴1 2 2(𝑉𝑑𝑐 −𝑉𝑖𝑛)
(20)
𝑉𝑖𝑛
𝐷𝑚𝑎𝑥 adalah duty cycle maksimal. Besarnya riak arus pada induktor dapat dituliskan dengan persamaan berikut: ∆𝑖𝐿1 (𝑡) =
(𝑉𝑖𝑛 −𝑅𝑎 𝑖𝐿1 (𝑡))∆𝑡1 𝐿1
(21)
Sliding mode controller mengatur penyalaan pada saklar sehingga nilai dari output tegangan pada kapasitor (V_1 (t)) mampu mengikuti tegangan referensi yang diberikan. Pada tegangan output V_1 (t) terdapat riak tegangan yang dapat didefinisikan dengan persamaan berikut: ∆𝑣𝑐 (𝑡) = [
𝑉2 (𝑡)−𝑉1 (𝑡) 𝐶1 𝑅1
] ∆𝑡1
(22)
Pada simulasi single stage boost inverter dipilih nilai L = 250uH, C=70uF, K1=0.3 K2=0.19. C. Desain dan Pemodelan Sistem Pembangkit Fuel cell menggunakan single stage boost Inverter Setelah dilakukan pemodelan untuk masing-masing rangkaian diatas, langkah selanjutnya adalah mengintegrasikannya ke dalam satu kesatuan sistem pembangkit fuel cell dan single stage boost inverter. Rangkaian fuel cell dihubungkan ke dalam sistem tenaga listrik. Konfigurasi sistem tersebut ditunjukkan pada Gambar 1. Tegangan DC dari fuel cell dengan tegangan 65 volt tersebut diubah oleh inverter menjadi tegangan AC 220 volt dengan frekuensi 50 Hz. Tegangan pada single stage boost inverter perlu diatur supaya konstan. Karena nilai tegangan pada inverter sangat berpengaruh terhadap daya yang disuplai ke jala-jala. Setelah tegangan DC diubah menjadi tegangan AC,
dapat dilakukan analisis daya antara inverter dan jala-jala. Dalam sistem ini, tegangan dan frekuensi inverter diatur supaya konstan. Gambar 9 menunjukkan analisis aliran daya antara dua sumber tegangan dalam saluran transmisi AC. Sebuah sumber tegangan E1 dengan sudut fasa δ1, terhubung dengan sebuah sumber tegangan lain E2 dengan sudut fasa δ2. Jika kedua sumber tersebut terhubung melalui sebuah saluran transmisi yang terdapat induktansi X, maka akan mengalir arus (I) antar keduanya. Karena terdapat arus pada saluran tersebut, daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) juga akan mengalir diantara kedua sumber tersebut. Untuk mempermudah analisis aliran daya, dapat ditunjukkan pada Gambar 9. Jika E1 adalah nilai tegangan pada sumber 1, E2 adalah nilai tegangan pada sumber 2, δ merupakan beda fasa tegangan antara sumber 1 dan 2. Dalam pemodelan dan simulasi, parameter rangkaian yang digunakan sebagai berikut, E inverter =220 Volt, δ inverter=100, E grid=220 Volt, δ grid=00, X= 26.75 mH, dan Frekuensi = 50 Hz. Dari nilai parameter diatas nilai daya aktif dan reaktif dapat dihitung sebagai berikut 𝐸2 sin 𝛿 = 1000,096 𝑊 𝑋 𝐸1 − 𝐸2 cos 𝛿 = 87.497 𝑉𝐴𝑅 𝑄 = 𝐸1 𝑋 Penentuan nilai δ berdasarkan pada [4]. Untuk mengatur daya yang disalurkan pada grid dapat dilakukan dengan mengatur nilai δ.
𝑃 = 𝐸1
III. HASIL SIMULASI DAN ANALISIS A. Simulasi Performansi Single Stage Boost Inverter Pada sistem pembangkitan tersebar menggunakan fuel cell, kinerja dari single stage boost inverter sangat mempengaruhi sistem secara keseluruhan, maka performansi dari single stage boost inverter harus berada pada kondisi yang optimal. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui performansi dari single stage boost inverter yang digunakan untuk menghasilkan gelombang AC. Selain itu, pengujian ini juga
Gambar 10 Bentuk tegangan kapasitor pada boost converter
Gambar 9 Aliran daya antara dua sumber
Gambar 11 Bentuk arus induktor pada boost converter
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
Gambar 12. Respon daya output inverter terhadap perubahan beban
Gambar 13 Respon arus fuel cell terhadap perubahan beban
Gambar 14 Respon tegangan fuel cell terhadap perubahan beban bertujuan untuk menguji rangkaian performansi closed loop pada single stage boost inverter, yang berfungsi mengatur tegangan outputnya dalam kondisi konstan. Dalam pengujian, konverter diberi tegangan input DC sebesar 55 volt dan menghasilkan tegangan output AC 220 volt dengan frekuensi 50 Hz. Berdasarkan hasil simulasi pada gambar 10, dapat disimpulkan bahwa tegangan kapasitor pada DC-DC boost converter A dan B mampu mengikuti sinyal referensi yang telah diberikan. Gambar 11 menunjukkan arus yang terdapat pada induktor. Dapat dilihat bahwa arus yang dihasilkan pada sisi output dihasilkan oleh induktor L1 pada polaritas positif dan dihasilkan oleh induktor L2 pada polaritas negatif. Dengan demikian, output tegangan yang terdapat pada single stage boost inverter berupa gelombang sinus sesuai yang diinginkan. Selanjutnya, untuk mengetahui performansi dari kontrol loop tertutup yang digunakan dapat dilakukan pengujian dengan cara merubah beban yang terdapat pada inverter. Dengan memberikan nilai tahanan bervariasi antara 33.4 Ω hingga 63.4 Ω pada beban R. Tegangan rata-rata yang dihasilkan oleh single stage boost inverter adalah 219.58 volt pada saat dibebani antara 33.4 - 63.4 Ω. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem pengatur tegangan pada single stage boost inverter sudah dapat digunakan untuk mengatur tegangan output secara konstan.
5 B. Simulasi Performansi Sistem B.1 Simulasi Sistem Pembangkit Fuel cell terhadap Perubahan Beban pada Sistem Stand Alone Pada simulasi pembangkit fuel cell terhadap perubahan beban pada sistem stand alone, sistem pembangkit fuel cell akan dihubungkan dengan beban AC tanpa terhubung ke jaringan distribusi. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sistem dalam menyuplai daya dalam kondisi stand alone. Dalam pengujian ini sistem pembangkit fuel cell akan diberi beban secara bervariasi dan diamati perubahan daya yang mampu diberikan oleh sistem pembangkit tersebut. Hasil dari simulasi pengujian performansi sistem pembangkit fuel cell secara stand alone dapat dilihat pada tabel 2. Dari hasil simulasi pengujian performansi sistem pembangkit fuel cell secara stand alone dapat disimpulkan bahwa dengan berubahnya nilai beban yang diberikan pada inverter secara loop tertutup akan mengakibatkan semakin besarnya daya yang dihasilkan oleh fuel cell. Dari hasil simulasi didapatkan nilai rata-rata error tegangan pada sisi beban sebesar 0.69 %, dengan demikian dapat disimpulkan dengan berubahnya nilai beban, kontrol yang digunakan mampu mempertahankan tegangan output sebesar 220 volt. Dalam simulasi juga dapat diketahui saat inverter dibebani sebesar 48.4 Ω didapatkan nilai dari THD arus pada inverter sebesar 1.59%. Untuk mengetahui respon sistem terhadap perubahan beban dapat dilakukan dengan cara mengubah nilai tahanan sebesar 69.14 Ω, 48.4 Ω dan 37.23 Ω yang dipasang pada single stage boost inverter. Berdasarkan grafik pada gambar 12 dapat disimpulkan bahwa dengan berkurangnya nilai resistansi yang diberikan, maka daya yang dihasilkan oleh inverter semakin bertambah. Gambar 13 menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai arus pada fuel cell ketika diberi beban yang berbeda pada inverter. Semakin rendah nilai resistansi yang diberikan maka arus yang dihasilkan semakin bertambah besar. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari fuel cell. Semakin besar daya yang dihasilkan maka arus yang dihasilkan semakin meningkat. Gambar 14 menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai tegangan pada fuel cell ketika diberi beban yang berbeda pada inverter. Semakin rendah nilai resistansi yang diberikan maka tegangan yang dihasilkan semakin bertambah berkurang. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari fuel cell. Semakin besar daya yang dihasilkan maka tegangan yang dihasilkan semakin menurun. B.2 Simulasi Sistem Pembangkit Fuel cell terhadap Perubahan Sudut δ pada Sistem Terhubung Grid Simulasi performansi sistem yang dilakukan selanjutnya adalah dengan melakukan pengaturan dari nilai sudut δ yang terdapat pada inverter. Pemilihan sudut δ ini dilakukan berdasarkan kapasitas daya nominal dari inverter dan nilai induktor Lgrid yang telah didesain pada pembahasan sebelumnya untuk menghasilkan hasil yang optimal. Gambar 15 menggambarkan perbedaan tegangan antara tegangan yang dihasilkan oleh inverter dengan tegangan pada grid.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
6
Tabel 3 Hasil simulasi perubahan daya akibat perubahan sudut δ. Daya Daya Daya Sudut Faktor Aktif Reaktif Total δ (º) Daya (watt) (VAR) (VA) 6
788.62
67.539
791.5068
0.99
7
849.489
71.382
852.4828
0.99
8 9 10
920.228 977.33 1030.299
82.35 83.9 87.055
923.9053 980.9246 1033.97
0.99 0.99 0.99
Gambar 16 Respon daya output inverter terhadap perubahan sudut δ
Gambar 17 Respon arus fuel cell terhadap perubahan sudut δ Gambar 15 Perbandingan tegangan jala-jala dengan tegangan pada inverter ketika nilai sudut δ sebesar 10º Dari hasil simulasi diperoleh bahwa semakin besar nilai sudut δ diberikan, maka akan dihasilkan daya aktif yang semakin besar juga. Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa besarnya daya yang akan disuplai pada grid dapat diatur dengan cara mengatur sudut δ antara tegangan inverter dengan tegangan pada grid. Dalam simulasi juga dapat diketahui saat sudut δ sebesar 10º nilai dari THD arus pada inverter sebesar 3.46%. Untuk mengetahui respon sistem terhadap perubahan sudut δ dapat dilakukan dengan cara mengubah nilai tahanan sebesar 7º dan 10º yang dipasang pada single stage boost inverter dalam satu gambar. Pada simulasi selanjutnya akan dilakukan perubahan nilai sudut δ. Untuk waktu 0-0.3 detik akan diberikan sudut δ sebesar 7º dan selanjutnya untuk waktu 0.3-0.6 detik akan diberikan nilai sudut δ sebesar 10º. Berdasarkan grafik pada gambar 16 dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya perbedaan sudut δ antara tegangan pada inverter dan tegangan pada grid, maka daya yang dihasilkan oleh inverter semakin bertambah. Gambar 17 menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai arus pada fuel cell ketika diberi beban yang berbeda pada inverter. Semakin rendah nilai resistansi yang diberikan maka arus yang dihasilkan semakin bertambah besar. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari fuel cell. Semakin besar daya yang dihasilkan maka arus yang dihasilkan semakin meningkat. Gambar 18 menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai tegangan pada fuel cell ketika diberi beban yang berbeda pada inverter. Semakin rendah nilai resistansi yang diberikan maka tegangan yang dihasilkan semakin bertambah berkurang. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari fuel cell. Semakin besar daya yang dihasilkan maka tegangan yang dihasilkan semakin menurun. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari analisis hasil simulasi serta pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Gambar 18 Respon tegangan fuel cell terhadap perubahan sudut δ 1. Hasil pemodelan fuel cell dengan menggunakan rangkaian ekivalen diperoleh karakteristik V-I dan P-I yang mendekati dengan karakteristik fuel cell sebenarnya. 2. Tegangan output inverter rata-rata dari hasil pengujian sebesar 219.58 volt dengan error tegangan rata-ratanya adalah 0.27 %. 3. Daya aktif nominal yang dihasilkan sistem fuel cell saat sudut δ bernilai 10 pada inverter adalah 1030 watt dengan faktor daya sebesar 0,99 4. Pengaturan daya dari sistem pembangkit fuel cell dapat diatur dengan mengubah nilai sudut δ DAFTAR PUSTAKA [1] M. Jang, M. Ciobotaru, dan V. G. Agelidis, “GridConnected Fuel Cell System Based on a Boost-Inverter with a Battery Back-Up Unit”, 8th International conference On Power Electronics, Korea, 2011 [2] Minsoo Jang, Mihai Ciobotaru, dan Vassilios G. Agelidis, “A Single-Phase Grid-Connected Fuel Cell System Based on a Boost-Inverter”, IEEE Transactions On Power Electronics Vol. 28, No. 1, Korea, 2013 [3] Jong-Hoon Kim, Min-Ho Jang, and Bo-Hyung Cho, “An Experimental Analysis of the Ripple Current Applied Variable Frequency Characteristic in a Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell”, Journal of Power Electronics, Vol. 11, No. 1, Korea, 2011 [4] Rashid M.H, “Power Electronics Handbook”, Academic Press, 2001. [5] R. O. Caceres and I. Barbi, “A Boost DC–AC Converter: Analysis, Design, and Experimentation”, IEEE Transactions On Power Electronics Vol. 14, No 1, Brasil, 1999