2
Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai materi yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi sel bahan bakar, Solid oxide fuel cell, perovskit, metoda sol gel, difraksi sinar-X, analisis dengan mikroskop elektron dan konduktivitas elektron.
2.1
Sel Bahan Bakar
Jika elektrolisis air akan menghasilkan hidrogen dan oksigen dengan bantuan energi listrik, maka dalam sel bahan bakar dengan memasukkan gas hidrogen dan oksigen sebagai bahan bakar serta dengan bantuan elektrolit dan elektroda dapat dihasilkan energi listrik. Sel bahan bakar adalah alat yang mengubah energi, tanpa pembakaran, dari bahan bakar (metana, propana, hidrogen) dan oksigen menjadi energi listrik, air dan panas. Alat ini terdiri dari dua elektroda (anoda bermuatan + dan katoda bermuatan –) yang mengapit elektrolit pada bagian tengah. Elektrolit ini membawa partikel bermuatan dari salah satu elektroda ke elektroda lain. Pada berbagai jenis sel bahan bakar juga terdapat katalis yang memungkinkan reaksi pada elektroda berlangsung. Katalis yang digunakan pada awal perkembangan sel bahan bakar berupa logam mulia dan platina. Berbagai jenis katalis campuran logam telah dikembangkan untuk menggantikan platina sebagai katalis. Prinsip kerja sel bahan bakar ditemukan pertamakali oleh Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838 dan dipublikasikan pada tahun 1839. Sel bahan bakar mulai dikenal luas ketika Thomas Bacon membuat sel bahan bakar berdaya 5 kW pada tahun 1959. Bersama dengan rekannya Thomas Bacon mempatenkan produk untuk memasok energi listrik pada pesawat antariksa.(Priyanto, 2007) Prinsip kerja sel bahan bakar menyerupai baterai, yaitu dihasilkannya energi listrik dari reaksi kimia. Namun pada baterai bahan bakarnya terdapat di dalam baterainya sendiri atau bisa disebut sistem tertutup. Sedangkan pada sel bahan bakar, bahan bakarnya diperoleh dari luar sel. Jika baterai telah habis bereaksi atau berubah bentuk menjadi senyawa kimia lain yang tidak dapat diubah kembali, maka baterai tersebut tidak dapat digunakan lagi.
Hidrogen merupakan bahan bakar dasar dari sel bahan bakar. Bahan bakar lain yang digunakan pada sel bahan bakar adalah senyawa-senyawa hidrokarbon yang dapat diubah menjadi hidrogen. Komponen yang terdiri dari dua elektroda dan elektrolit disebut satu unit sel tunggal. Satu unit sel ini hanya menghasilkan sejumlah kecil arus searah (DC), sama dengan sel kering (Priyanto, 2006). Untuk dapat menghasilkan energi dalam skala besar maka sel tunggal ini dihubungkan secara
seri/paralel. Kumpulan sel ini disebut stack. Stack ini kemudian
dihubungkan pada inverter agar dapat menghasilkan arus bolak-balik (AC). Secara umum pada sel bahan bakar, bahan bakar berbentuk gas dialirkan secara terus menerus pada satu sisi dari elektroda dalam ruangan terpisah melalui media elektrolit, dan oksidan seperti oksigen dari udara dialirkan secara terus-menerus pada bagian elektroda lainnya. Reaksi elektrokimia terjadi pada elektroda untuk menghasilkan sejumlah elektron yang bergerak dari satu elektroda ke elektroda yang lain, elektron yang bergerak inilah yang menjadi energi listrik. Secara umum dapat reaksi total yang terjadi pada sel bahan bakar adalah Anoda
: 2H2
4H+ + 4e-
Katoda : 4e- + 4H+ + O2 Reaksi sel : 2H2 + O2
2H2O 2H2O
Hasil samping yang dibentuk dari proses tersebut berupa air dan panas. Bahan bakar yang digunakan akan memiliki efisiensi tinggi dalam penghasilan listrik bila bahan bakar yang digunakan dapat merata pada seluruh permukaan elektroda. Peningkatan efisiensi ini dapat dicapai melalui permodelan dari segi bentuk stack cell dan dan laju alir gas yang dipakai. Salah satu kelebihan lain dari sel bahan bakar adalah dalam tingkat kebisingannya. Dibandingkan dengan generator listrik yang lain, sel bahan bakar memiliki tingkat kebisingan paling kecil. Hal ini dikarenakan tidak adanya komponen yang bergerak (Zogg, 2006). Secara umum hal ini juga menguntungkan bagi waktu hidup sel. Semakin sedikit sel bergerak semakin sedikit gesekan yang terjadi, dan semakin kecil jumlah kehilangan material akibat gesekan.
18
Elektrolit pada sel bahan bakar berguna sebagai jembatan penghantar ion-ion yang dihasilkan pada elektroda dan bersifat tidak menghantarkan elektron. Elektrolit ini memiliki jenis yang bermacam-macam. Salah satu hal yang membedakan sel bahan bakar satu dengan yang lain adalah dari segi jenis elektrolitnya. Jenis sel bahan bakar menurut elektrolitnya dibagi menjadi empat, sel bahan bakar elektrolit membran polimer, lelehan karbonat, oksida padat, dan asam fosfat.
2.2
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
Hal yang membedakan sel bahan bakar oksida padat (SOFC) dengan sel bahan bakar yang lain adalah dalam hal elektrolitnya yang berwujud padatan oksida. Elektrolit ini bersifat tidak berongga dan hanya memungkinkan terjadinya difusi ion oksigen (lihat Gambar 2.1). Karena sifat fisiknya sudah keras, maka SOFC tidak membutuhkan cetakan sebagai penyangga. Pada SOFC yang memiliki susunan planar, aliran gas oksida dan hidrogen terpisah dengan tiap sel tunggal dihubungkan dengan interconnect. SOFC memiliki efisiensi yang tinggi, sekitar 5070 %. Produk samping yang berupa gas pada temperatur tinggi dapat digunakan untuk menggerakkan turbin penghasil listrik, sehingga bila diakumulasikan efisiensi kerja dari SOFC bisa mencapai 85 % (lihat Gambar 2.2)
Gambar 2.1.
Penampang sel tunggal SOFC tipe planar. Elektrolit dalam SOFC berupa oksida padatan. (Haldor, 2007)
19
Gambar 2.2.
Skema kerja SOFC yang dihubungkan dengan turbin sebagai penghasil tenaga sekunder. Efisiensi kerja yang dihasilkan dapat mencapai 85%. (Zogg, 2006)
SOFC bekerja pada temperatur sangat tinggi berkisar antara 600-1000 oC. Temperatur kerja ini memungkinkan untuk menghilangkan katalis logam yang biasa digunakan pada sel bahan bakar yang lain. Hal ini juga berarti pengurangan ongkos produksi. Temperatur tinggi memungkinkan terjadinya proses reforming dari bahan bakar hidrokarbon dari dalam sel tanpa perlu menambahkan reformer pada sistem. SOFC juga merupakan sel bahan bakar yang paling tahan terhadap kontaminan sulfur. Berbagai jenis SOFC yang telah dikembangkan sekarang telah dapat bertoleransi terhadap kontaminan sulfur pada tingkat tertentu. Terhadap gas CO pun SOFC tidak mengalami penurunan kinerja, dalam hal ini gas CO dapat digunakan sebagai bahan bakar juga. Hal ini memungkinkan SOFC menggunakan batubara cair sebagai bahan bakar. Jenis bahan bakar batubara yang digunakan adalah jenis tar batubara. Seperti halnya sel bahan bakar yang lain, SOFC menggunakan hidrogen sebagai bahan bakarnya. Pada bagian katoda, oksigen akan diubah menjadi ion oksigen dan menghasilkan dua elektron. Ion oksigen ini kemudian berdifusi melalui elektrolit menuju permukaan anoda. Pada sisi luar anoda, hidrogen akan diubah menjadi ion hidrogen dan berdifusi menuju permukaan antara anoda dan elektrolit. Pada permukaan inilah terjadi reaksi
20
elektrokimia antara ion hidrogen dengan ion oksigen dan dua elektron menghasilkan air serta panas.
Gambar 2.3.
Skema sel bahan bakar padatan. Aliran elektron dari anoda ke katoda menghasilkan energi listrik. (http://www.nasa.gov/vision/earth/technologies/18mar_fuelcell.html)
Temperatur kerja yang terlalu tinggi dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah yang pertama adalah waktu yang dibutuhkan sel untuk mencapai temperatur kerja. Setelah mencapai temperatur kerjanya, sel pun harus ditahan pada temperatur tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan pula semacam pelindung panas yang dapat mempertahankan panas sel. Hal ini dapat dilakukan pada aplikasi untuk kebutuhan besar seperti generator listrik, tapi tidak untuk aplikasi portabel. Pada pemilihan anoda SOFC, terdapat beberapa kriteria sifat calon material yang harus dipenuhi. Kriteria tersebut antara lain hantaran elektron yang tinggi, kemampuan penghantaran ion hidrogen yang baik, serta ketahanan calon material terhadap kontaminan seperti sulfur. Dari segi ketahanan, material ini harus memiliki nilai koefisien termal yang menyerupai koefisien termal dari elektrolit. Semakin kecil selisih nilai koefisien termal antara anoda dan elektrolit, maka pergerakan dan gesekan yang terjadi antar keduanya semakin sedikit.
21
2.3
Perovskit
Perovskit berasal dari nama ahli menerologi berkebangsaan Rusia L.A. Perovski. Perovski meneliti struktur mineral CaTiO3 yang memiliki rumus umum ABO3 (muatan netto A dan B 6+). Ukuran dari kation A umumnya lebih besar dari kation B. Koordinasi kation B adalah 12 dengan bentukoktahedral dan kation A adalah 12 dengan bentuk kuboktahedral. Sel satuan perovskit dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4.
Sel satuan SrTiO3. Struktur perovskit berpola ABO3.
(http://www.princeton.edu/~cavalab/tutorials/public/structures/perovskites.html)
Dasar dari struktur perovskit ganda dihasilkan dengan menyisipkan ion lain (B’) pada sebagian dari posisi atom B, sehingga menghasilkan perovskit ganda dengan rumus struktur A2BB’O6. Penelitian tentang perovskit ganda mulai berkembang sekitar tahun 1998 ketika senyawa Sr2FeMoO6 diketahui memiliki sifat magnetoresistive di atas temperatur ruang. Perovskit ganda memiliki unit sel yang berjumlah dua kali dari perovskit biasa. Struktur perovskit ganda dapat dilihat sebagai pengaturan sudut oktahedra BO6 dan B’O6 dengan kation besar A menempati kekosongan antara oktahedra tersebut. Tergantung pada ukuran relatif kation B dan B’ terhadap kation A, struktur kristal dapat berupa kubik (Fm3m), tetragonal (I 4/m), atau monoklin (P 21/n). Kation B pada umumnya akan menentukan sifat fisik dari perovskit lapis ganda. Contoh struktur perovskit ganda, yakini Sr2FeMoO6 diberikan pada Gambar 2.5.
22
Gambar 2.5.
Struktur ideal perovskit ganda Sr2FeMoO6 dan Ca2FeReO6
(http://www.princeton.edu/~cavalab/tutorials/public/structures/perovskites.html) (http://www.fy.chalmers.se/cmp/research/ projects/oxides/doubleperovskites.xml)
2.4
Metoda Sol Gel
Sol adalah dispersi dari partikel koloid dalam cairan, sedangkan gel merupakan dimensi submikrometer dan rantai polimer yang terhubung secara internal, memiliki jaringan yang kaku dengan pori. Metoda sol gel adalah metoda sintesis yang melibatkan perubahan fasa dari larutan menjadi sol lalu membentuk gel.
Kata gel menyangkut berbagai macam
kombinasi dari subtansi yang dapat dikelompokan menjadi 4 bagian (1) struktur berlapis dengan susunan teratur; (2) jaringan kovalen polimer yang tidak teratur; (3) jaringan polimer yang terbentuk akibat agregasi secara fisik; (4) struktur tidak beraturan. Sol gel adalah suspensi koloid yang memadat membentuk padatan (Hench dan West, 1990). Dalam prosesnya, gel yang terbentuk dapat dimurnikan dari senyawa pengotor dengan cara pembakaran pada temperatur tinggi menghasilkan material oksida dengan kemurnian sangat tinggi. Gel ini dapat dimodifikasi dengan berbagai macam atom sisipan untuk mendapatkan sifat yang berbeda-beda. Keunggulan dari penggunaan metoda sol gel adalah dalam hal kemurnian dan homogenitas produk serta temperatur kerja yang rendah dalam pembentukan gelnya dibandingkan dengan metoda reaksi kimia padatan (Hench dan West, 1990). Metoda sol gel menggunakan pengikatan komponen target dan membentuk gel sehingga dapat dipisahkan dengan pengotor 23
lainnya yang terlarut. Temperatur yang digunakan pada metoda sol gel relatif rendah, hal ini dikarenakan proses pembentukan gel hanya membutuhkan suhu aktivasi pembentukan kompleks dan suhu pemekatan larutan. Kelebihan lain dari metoda ini adalah dalam hal pencetakan elektroda yang dapat disesuaikan. Pada pembuatan anoda, sol yang telah disintesis dilapiskan pada elektrolit dengan menggunakan kuas atau menggunakan sprayer. Ketika lapisan ini terbentuk, komponen ini dipanaskan pada temperatur diatas 1000°C untuk menghilangkan komponen organik yang dipakai, kemudian dilanjutkan dengan sintering. Pelapisan dilakukan berulang hingga didapatkan tebal dan bentuk yang sesuai. Melalui metode sol gel ini akan terbentuk lapisan yang berpori kecil dengan konduktivitas yang dapat meningkat akibat kerapatan material (Klein, 2002). Proses pembentukan gel pada pementukan logam oksida membutuhkan suatu senyawa yang dapat membentuk gel dari larutan atau biasa disebut dengan agen pengkhelat. Khelat berasal dari bahasa latin yang artinya adalah capit. Khelat pada hal ini berarti pembentukan ikatan reversibel atau kompleks yang terbentuk dari suatu ligan, atau agen pengkhelat terhadap ion logam membentuk kompleks metal. Salah satu contoh agen pengkhelat yang biasa digunakan adalah senyawa etilendiamin tetraasetat (EDTA). Senyawa ini membentuk ikatan kompleks dengan ion logam dalam larutan. Umumnya EDTA sebagai ligan pengkompleks membentuk ligan heksadentat atau pentadentat.
Gambar 2.6.
EDTA sebagai agen pengkhelat. Ion logam terkhelat dalam molekul EDTA dengan koordinasi 6.
24
2.5
Difraksi Sinar-X Serbuk
Difraksi sinar-X merupakan metoda yang banyak digunakan untuk penentuan posisi atom dalam molekul dan padatan secara tepat (Dann, 2000). Penggunaan metoda spektroskopi seperti NMR, IR dan spekroskopi massa umumnya hanya terbatas untuk molekul organik. Sinar-X adalah sebuah bentuk radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek (1Å). Panjang gelombang yang dihasilkan berada pada daerah antara sinar gamma (γ) dan ultraviolet. Ketika elektron berkecepatan tinggi mengenai sebuah elektron pada logam, elektron tersebut akan mengalami eksitasi. Terjadinya eksitasi ini menyebabkan terjadi kekosongan elektron, selanjutnya elektron pada tingkatan yang lebih tinggi akan mengisi kekosongan tersebut dan memancarkan sinar-X, Gambar 2.7.
Gambar 2.7.
Elektron berkecepatan tinggi yang mengenai elektron pada orbital 1s (kulit K) menyebabkan elektron tereksitasi sehingga terjadi kekosongan (□) pada orbital 1s, elektron pada orbital 2p mengisi kekosongan tersebut yang menyebabkan terjadinya pancaran sinar-X
Penggunaan metoda difraksi sinar-X bersifat terbatas untuk senyawa yang memiliki keberulangan yang besar. Struktur dari padatan kristal dan oksida logam memiliki distribusi atom yang berulang secara teratur dalam kisi ruang serta memiliki jarak antar atom yang ordenya sama dengan panjang gelombang sinar-X. Akibatnya bila seberkas sinar-X ditembakkan pada suatu material kristalin maka sinar tersebut akan menghasilkan pola difraksi yang khas. Menurut pendekatan Bragg, kristal dapat dipandang terdiri atas bidang-bidang datar (kisi kristal) yang masing-masing berfungsi sebagai cermin. Jika sinar-X ditembakkan pada tumpukan bidang datar tersebut, maka sebagian sinar-X tersebut akan dipantulkan oleh 25
bidang tersebut dengan sudut pantul yang sama dengan sudut datangnya, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8, sedangkan sisanya akan diteruskan menembus bidang.
Gambar 2.8.
Sudut Pemantulan Sinar-X. Sudut pemantulan yang dihasilkan akan sefasa dengan sinar datang menghasilkan sudut bernilai 2θ. (pubs.usgs.gov/.../htmldocs/images/beam.jpg)
Komponen dasar dari difraktometer sinar-X adalah sumber radiasi monokromatik dan pendeteksi sinar-X yang dipasang pada lintasan yang melingkari sampel, Gambar 2.9. Celah divergen terletak diantara sumber sinar-X dan detektor. Pendeteksi sinar-X dan wadah sampel secara mekanik digabungkan dengan goniometer sehingga perputaran detektor bernilai dua kali derajatnya dari sudut awal.
26
Gambar 2.9.
Skema Difraktometer Sinar-X. Modifikasi dari Cullity (1956) (http://pubs.usgs.gov/of/2001/of01-041/htmldocs/images/xraydiff.jpg)
Pada tabung sumber sinar-X, sumber sinar-X dbentuk oleh logam tertentu seperti molibdenum, tembaga, besi dan krom. Kondisi operasi alat (arus dan tegangan) harus diatur agar dapat melebihi nilai energi ionisasi minimum dari sampel target yang akan dianalisis. Contohnya adalah untuk sampel logam Fe yang memiliki nilai energi ionisasi sebesar 7 keV digunakan logam Cu dengan kondisi operasi 40 kV dan arus 30 mA yang menghasilkan energi sinar-X sebesar 8,04 keV. Pada material kristal, terdapat bidang dengan jumlah yang tak terhingga dan dengan indeks Miller yang berbeda pula. Setiap bidang akan menghasilkan difraksi maksimum pada sudut tertentu. Dengan menggabungkan persamaan yang berhubungan dengan dhkl pada parameter kisi dan dengan menggunakan persamaan Bragg, hubungan antara sudut datang dengan parameter kisi kubus dapat diketahui. sin2 θ = λ2 (h2 + k2 + l2)/4α2
(Pers 2.1)
Analisis kualitatif data difraksi sinar-X dapat dilakukan dengan menggunakan program rietica melalui database PCPDFWIN (PDF, Powder Diffraction File) yang dikeluarkan oleh ICDD (International Centre for diffraction data). Dengan menggunakan metoda Rietveld, struktur kristal dapat ditentukan.
27
Nilai yang diperoleh dari refinentment dengan metoda Le Bail menggunakan program Rietica adalah nilai Rp dan Rwp yang menunjukkan tingkat kecocokkan data dengan perhitungan. Nilai ini bisa diterima jika ≤ 10% (Clegg, 1989).
2.6
Scanning Electron Microscope
Scanning Electron Microscope atau biasa disingkat dengan SEM adalah sebuah alat yang dapat menampilkan gambaran permukaan sampel dengan jelas. Berbeda dengan mikroskop biasa yang menggunakan sinar tampak, SEM menggunakan elektron sebagai sumber pembentukan gambar, Gambar 2.10. SEM memiliki keunggulan daripada mikroskop biasa. Resolusi yang besar memungkinkan perbesaran gambar pada tingkatan yeng lebih tinggi dari mikroskop biasa. Satu hal lain yang menjadi keuntungan dari SEM adalah pembentukan gambar yang jelas dari sampel.
Gambar 2.10.
Skema kerja SEM. Elektron ditembakkan pistol elektron melalui jalur vertikal kemudian diarahkan menuju sampel melalui lensa magnetik. (www.purdue.edu/REM/rs/graphics/sem2.gif)
Sebuah tembakan elektron dihasilkan pada bagian paling atas dari mikroskop oleh penembak elektron. Tembakan elektron kemudian mengikuti jalur vertikal melewati mikroskop yang 28
tersimpan dalam ruang vakum. Tembakan elektron ini kemudian melewati medan elektromagnetik dan lensa magnetik yang memfokuskan arah penembakan pada sampel. Ketika elektron mengenai sampel, elektron dan sinar-X dikeluarkan dari sampel, Gambar 2.11.
Gambar 2.11.
Penghamburan partikel elektron dan sinar-X oleh proses penembakkan elektron. Sampel menghasilkan hamburan elektron primer, elektron sekunder dan sinar-X. (www.purdue.edu/REM/rs/graphics/sem3.gif)
Detektor akan mengumpulkan sinar-X, elektron terpantulkan dan elektron sekunder. Kemudian detektor akan mengkonversi data tersebut dalam bentuk sinyal yang dikirimkan pada sebuah layar. Karena SEM menggunakan keadaan vakum, sampel haruslah dikondisikan terlebih dahulu. Sampel yang akan diteliti haruslah bebas dari kandungan air. Hal ini dikarenakan air akan teruapkan ketika sampel divakumkan. Sampel yang tidak bersifat logam harus ditutupi oleh lapis tipis material yang bersifat menghantarkan elektron.
2.7
Konduktivitas
Pada SOFC terdapat dua jenis konduktivitas yang terjadi. Pertama adalah konduktivitas ion akibat pergerakan ion oksigen dan yang kedua adalah konduktivitas elektron yang disebabkan proses reaksi redoks. Konduktivitas ion terjadi akibat perpindahan ion melalui kekosongan pada kisi kristal. Ion yang bersifat kation atau anion pada dasarnya dapat bergerak bebas melewati struktur kristal dengan bertindak sebagai pembawa muatan. Pergerakan ion pada material teraktivasi oleh panas yang diaplikasikan, oleh karena itu 29
konduktivitas ion dipengaruhi oleh temperatur. Nilai hantaran yang diberikan oleh pergerakan ion umumnya bernilai kecil pada anoda. Berbeda dengan hantaran ion, pada anoda SOFC terdapat hantaran elektron yang nilainya jauh lebih besar. Hantaran elektron ini dimungkinkan terjadi akibat jarak antar pita valensi yang berdekatan. Pengukuran hantaran elektron pada anoda SOFC dilakukan dengan menghitung nilai hataran total pada berbagai suhu. Pengujian hantaran dilakukan pada sel yang akan menghasilkan arus searah (DC), oleh karena itu metoda pengukuran hantaran yang dilakukan adalah metoda DC. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran tegangan (V) terhadap arus yang diaplikasikan pada berbagai temperatur
2.7.1
Metoda Empat Titik (Four Point Probes Methode)
Metode 4 titik (Four point probes method) merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan tahanan rata-rata dari suatu sampel. Metode 4 titik (four point probe method) terdiri dari 4 buah kawat yang dihubungkan pada sampel dengan ketebalan tertentu (lihat Gambar 2.12). Arus (I) mengalir pada 2 buah kabel yang berada di bagian luar dan tegangan yang dihasilkan mengalir pada 2 buah kabel lainnya yang terletak di bagian dalam pada rangkaian four point probes.
Gambar 2.12.
Rangkaian dalam metoda empat titik. Dua kawat pada bagian ujung dihubungkan pada sumber arus (I), pada dua kawat bagian dalam dihubungkan pada pengukur beda tegangan (V).
30
Pada sampel dengan ketebalan (w) dan jarak rata-rata (s) perhitungan konduktivitas menggunakan persamaan :
ρ = ρs ⋅ w =
V π ⎛ w⎞ ⋅w ⋅ f⎜ ⎟ ln 2 ⎝ s ⎠ I
(Pers 2.2)
Dengan dengan ρ adalah resistivitas sampel, π adalah tetapan (3,14), s adalah jarak antara elektroda-elektroda, V adalah tegangan, I adalah arus, w adalah tebal sampel, s adalah jarak rata-rata antar titik, dan f(w/s) adalah fungsi koreksi dari sampel. Tabel 2.1
Nilai fungsi Koreksi sampel pada metoda empat titik. w/s 0,400 0,500 0,556 0,625 0,714 0,833 1,000 1,111 1,250 1,429 1,667 2,000
2.7.2
f(w/s) 0,9995 0,9974 0,9948 0,9898 0,9798 0,960 0,9214 0,8907 0,849 0,7938 0,7225 0,6336
Metoda Dua Titik (Two Point Preobes Methode).
Pada metoda dua titik, sampel dihubungkan pada sumber teganggan yang kemudian dihubungkan langsung dengan pengukur hambatan. Hambatan dapat diukur dengan menggunakan persamaan : R=ρ
L A
(Pers 2.3)
dengan R = hambatan (Ω), ρ = kerapatan (Ω/cm), L = tebal anoda (cm), dan A = luas penampang elektroda (cm2), dan persamaan:
31
σ=
1
ρ
(Pers 2.4)
dengan ρ = kerapatan (Ω/m), dan σ = konduktivitas( S/cm )
32