Deri Prabudianto
Satu Ahuan sebal sekali. Selfie selalu membuatnya malu, apalagi hari ini ia dibentak oleh Cetepe. Hal ini akan membuat penilaian Chang Lao terhadapnya jatuh setingkat. Semua ini gara-gara Selfie. “Kamu bodoh sekali. Semua rencanamu ketahuan. Memalukan!” omel Ahuan saat motor sudah berjalan. “Kamu sih, tak mau membantuku!” Selfie balas mengomel. “Membantumu gimana? Masak melepas kecoak aja nggak bisa? Pakai suruh Diso yang melakukan sampai barang ditukar orang kamu tak tahu?” serang Ahuan. “Diso yang tak becus sampai kecoaknya ditukar orang dia tak tahu!” Selfie melempar kesalahan ke Geisha. Ia tak suka disalahkan, apalagi oleh Ahuan. “Kamu kira aku tak tahu omongan Sherli? Kamu menyerahkan tasmu ke tangan Sellin sehingga ketahuan kamu membawa kecoak. Pakai lempar kesalahan ke Diso.
1
Berenang dalam Lumpur
Dari datang Diso duduk di situ diam saja. Sendiri tak becus pakai menyalahkan orang lain,” omel Ahuan. “Aku istrimu, seharusnya kamu membelaku, kenapa malah membela Diso?” ucap Selfie tak senang. “Jelas-jelas kamu yang teledor sampai ketahuan, masih juga menyalahkan orang lain. Kalau aku, aku tak perlu menyuruh Diso memegangnya, tas juga takkan kuberikan pada orang lain, akan kujaga dengan baik sampai tamu hadir semua baru kecoak dilepas. Kamu ceroboh!” “Kamu semakin membela Diso, kamu kira aku tak tahu kamu suka menatap Diso? Ayo mengaku, ada apa di antara kamu dan Diso!!!” Selfie sudah kepepet, semua kemungkinan digunakan untuk membela diri. Ahuan pucat mukanya. Untung ia berada di depan sehingga wajahnya yang berubah warna tidak kelihatan oleh Selfie. Ia tak menyangka Selfie mengamati tingkahnya selama di pesta. Jangan-jangan Selfie mencium perselingkuhannya dengan Geisha. “Mana ada!” “Jangan pura-pura! Selama di pesta aku melihat kok ekspresimu. Setiap kamu menatap Diso, tatapanmu berubah lembut, tapi jika menatap orang lain kamu berubah bengis. Kamu kira aku tak tahu! Tunggu aja, lain kali kutangkap kalau kalian sedang saling menatap!” Ahuan kaget sekali. Ternyata Selfie betul-betul mengamatinya. Sejauh mana Selfie tahu hubungannya dengan Geisha? “Diso juga suka menatapmu dengan wajah kepengin, kamu kira aku tak tahu!” tambah Selfie. 2
Deri Prabudianto
Jantung Ahuan berdebar kencang. Ternyata Selfie memerhatikan segalanya. Hatinya mulai kebat-kebit. Andai ia ketahuan berselingkuh dengan kakak ipar kedua, orang pertama yang akan dihadapi adalah Cetepe, kedua papanya, ketiga cibiran masyarakat. Tamat riawayatnya andai perselingkuhannya ketahuan. Ia pasti dicoret dari daftar ahli waris dan diusir dari keluarga bersama Geisha. Andai diusir dari keluarga Chang, tanpa warisan, apa yang bisa dilakukannya? Apakah ia harus mengawini Geisha? Geisha memang asyik diajak bercumbu di atas ranjang, tapi kalau menikahi Geisha, ia tak sudi! Menikah dengan keluarga Wu meningkatkan gengsinya, menikahi mantan istri abangnya akan menjatuhkan martabatnya. Apa kata orang nanti? Menikah dengan barang bekas? Ia ingat cibiran orang terhadap Bai Gi Tong. Ia tak sudi diejek seperti Bai Gi Tong. “Aku menatap Diso karena kasihan padanya. Badan kayak kerbau, punggung lecet, anak sudah tiga, tapi Cetepe tak sayang padanya.” “Dari mana kamu tahu Cetepe tidak sayang istrinya?” serang Selfie. “Kamu lihat sendiri. Punggung istrinya terluka, tapi Tepe diam saja. Kalau punggung istriku yang terluka, pasti sudah kularang ke pesta. Sungguh menyedihkan nasib Diso mendapat suami secuek itu.” Selfie terhibur mendengar omongan Ahuan. “Betul nih, kamu sayang padaku? Andai punggungku terluka, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Selfie. Ahuan bukan membayangkan punggung Selfie, ia membayangkan punggung Geisha yang sudah dielusnya 3
Berenang dalam Lumpur
beberapa kali. Punggung Geisha halus sekali, enak mengelusnya. Lain dengan Selfie, mengelus punggung Selfie selalu tersentuh tulang, tak ada enaknya sama sekali. “Andai punggungmu terluka, aku akan mengoleskan salep, dan supaya cepat sembuh, aku akan menjaga di sampingmu, melarangmu bekerja. Aku akan menghembus punggungmu supaya dingin, sambil mengusap bagian yang tak terluka, membelai dengan mesra agar kamu merasa terangsang sehingga melupakan kesakitan yang kamu derita.” Ahuan membayangkan tangannya sedang mengelus punggung Geisha, seketika celananya menyempit. Apalagi membayangkan mengelus bokong Geisha, seketika nafsunya membludak. Tapi ia sedang berada di atas motor, tak mungkin menyalurkan hasratnya. Menyalurkan ke Selfie pasti tak puas berhubung Selfie melarangnya bertindak brutal gara-gara sedang hamil. Selfie merasa terbuai. Seketika ia terangsang. “Sampai di rumah belai aku ya!” tuntutnya. “Aku kepengin!” Ahuan ingin mengelak, tapi tak ada alasan. Dengan sangat terpaksa ia mengiyakan. “Kita harus menunggu Tepe,” kata Ahuan. Ia ingin mengelak dari keharusan membelai Selfie. Ia malas membelai istrinya. Tak ada enaknya. Lebih baik ia mengulur waktu agar Selfie melupakan rasa kepenginnya. “Kenapa harus menunggu Dihia? Lebih baik kita masuk saja,” kata Selfie. “Kamu lupa tadi kamu berulah di rumah keluarga Wu. Andai Tepe melapor pada Papa, aku pasti diomelin Papa, dan kamu mendapat angka minus di mata Papa. Kita bisa kehilangan kepercayaan Papa yang selama ini selalu plus,” 4
Deri Prabudianto
alasan Ahuan. Selfie merasa omongan suaminya beralasan. Terpaksa mereka berlambat-lambat pulangnya. Menjelang tiba di rumah mereka berhenti menunggu Cetepe dan Geisha. Ahuan ingin menatap Geisha. Dengan menatap Geisha, jika nanti Selfie masih menuntut, ia bisa membayangkan meraba Geisha ketika sedang meraba istrinya. Keduanya menunggu hampir 2 jam barulah Cetepe pulang bersama Geisha. Keduanya segera mengejar Cetepe. “Dihia, aku ingin meminta tolong. Tentang kekacauan tadi yang dilakukan Selfie di pesta, tolong jangan laporkan pada Papa. Selfie sedang hamil, kasihanilah,” rayu Ahuan. Cetepe memandang Selfie. Selfie memperlihatkan wajah memelas. “Dihia, Selfie mengaku bersalah, tolong jangan mengadu pada Papa mertua.” Selfie berusaha membuat wajahnya terlihat memelas. (Dihia, abang kedua, Selfie harus ikut suaminya memanggil Cetepe abang.) “Aku tidak melapor andai Papa tidak bertanya, tapi jika Papa bertanya, aku akan berterus terang,” kata Cetepe dengan sikap biasa-biasa saja. “Tolong dong. Sekali ini saja. Anggaplah aku berutang terhadap Dihia. Nanti kalau Dihia berbuat salah aku pasti membalas dengan membantu Dihia kembali,” rayu Selfie. Cetepe berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Ahuan menggunakan kesempatan itu untuk menatap Geisha, membayangkan Geisha sedang berada di kamar mandi di saat pertama mereka melakukan hal itu. Kontan celananya terasa sempit. 5
Berenang dalam Lumpur
“Oke, kamu berutang satu kali padaku.” Cetepe tersenyum. “Terima kasih, Dihia.” Selfie senang rayuannya berhasil. Ahuan sengaja berdiri di belakang Geisha, takut ketahuan sedang menatap iparnya dengan ganas. Andai tak ada orang, ingin sekali ia meremas bokong Geisha yang padat berisi. Ia menahan hasratnya setengah mati. Tangannya seakan akan ingin bergerak ke depan, sedapat mungkin ditahannya. Geisha tak berani menatap Ahuan karena Cetepe sedang menatap ke arahnya. “Ayo masuk!” ajak Cetepe. Ajakan Cetepe menghilangkan nafsu yang membara di dada Ahuan. Selfie menggandeng tangan Ahuan agar terlihat mesra. Ahuan langsung melempem kayak kerupuk yang masuk angin sudah 3 bulan. Malam itu Selfie tak melupakan keinginanan. Ia meminta Ahuan membelainya. Ahuan membayangkan membelai punggung, betis, dan semua yang berada di balik baju Geisha, berhasil juga ia mengeyahkan bayangan tak sedap yang sedang berbaring di depannya. Selfie senang sekali dibelai. Ia terhanyut sampai meleleh sendirian, sementara Ahuan juga meleleh gara-gara membayangkan sedang bercumbu dengan Geisha yang tubuhnya padat berisi. *** Penjara Bengkalis tidak terlalu menyeramkan bagi napi maupun pengunjung. Kebanyakan napi yang dikurung di sini terkait kasus judi, penyelundupan, penganiayaan. Melarikan diri tak ada gunanya berhubung Bengkalis di keliling laut. 6
Deri Prabudianto
Jalan satu satunya hanya lewat kapal. Tak ada napi yang berusaha melarikan diri. Paling berbaik-baik dengan penjaga agar diizinkan melakukan bebarapa hal yang disukai secara sembunyi-sembunyi. Ahun memegang besi jeruji dengan kedua tangannya. Sejak tadi ia menunggu Pak Kasman. Pak Kasman penjaga yang dikenalnya, sering diminta membelikan makanan, sering dibelikan rokok oleh Ahun. Begitu melihat kedatangan Pak Kasman, wajah Ahun berseri-seri seakan-akan kekasih yang menyambut gembira kedatangan orang yang dicintainya. Ahun berbicara dengan suara pelan ke telinga Pak Kasman. Pak Kasman manggut-manggut. Napi lain maklum-maklum saja melihat pemandangan seperti itu. Mereka tak menyangka sekarang Ahun punya banyak uang untuk berbelanja. Tapi tak heranlah, bukankah anaknya menikah dengan anak Tuan Wu yang terkenal kaya? Chang Lao sudah hampir 60 tahun. Walau sudah tua, ia tak ingin duduk diam saja. Setiap hari ia masih bekerja membersihkan liur walet dari kotoran di kamar kerjanya. Dengan menggunakan penjepit, berkacamata tebal, ia menjepit bulu yang tersangkut di liur walet, kadang-kadang ada batu atau tanah, ini harus dibuang supaya sarang waletnya bermutu prima dan tinggi harganya. Pagi ini jam 9 pagi, saat ia sedang bekerja, menantu tertua mengetuk pintu kamar kerjanya. “Papa Mertua, Simpu* meminta maaf karena mengganggu ketenangan Papa Mertua. Tuan Wu mengirim makanan untuk Papa Mertua. Ketika hendak kuterima, pengantarnya mengatakan harus diterima langsung oleh 7
Berenang dalam Lumpur
Papa Mertua. Maafkan ketidakbecusan Simpu.” (Simpu = menantu perempuan). Mimi berkata dengan hormat. “Wah, sungguh beretiket besan yang satu ini. Semalam anaknya menikah. Tahu aku tak bisa datang ia mengirim makanan untukku. Sungguh mengagumkan.” Chang Lao meletakkan penjepit, membuka kacamatanya, dan berdiri. Mimi mengikuti ketika mertuanya berjalan keluar. Ia penasaran, apa sih makanan yang dikirim bapaknya Selfie? Papanya tak pernah mengirim apa-apa untuk papa mertuanya. Ia sering merasa tersindir gara-gara kemiskinan keluarganya. Seseorang lelaki berpakaian hijau tua agak cokelat, mirip tukang becak, memegang 2 rantang, berdiri dengan sikap menghormat saat Chang Lao menemui pengantar itu. “Pak Chang, ini ada kiriman makanan dari Tuan Wu. Mohon diterima.” Chang Lao menerima kedua rantang dan mengucapkan terima kasih, setelah itu masuk ke ruang tamu. Ia duduk dengan wajah berseri-seri. Ia meletakkan kedua rantang di atas meja. Tutup rantang bergambar kapal layar, lambang perusahaan keluarga Wu. Pengusaha memang repot, harus rajin berpromosi agar bisnisnya laku. Tidak seperti bisnis sarang walet yang hanya perlu duduk menunggu walet datang mengantar uang. Diulurkan tangan membuka rantang pertama. Seketika wajahnya pucat. Tercium bau busuk yang menyengat hidung. Mimi yang ikut menyaksikan langsung perutnya mual dan lari ke kamar mandi. “Makanan busuk! Kenapa Wu Se Kong mengirim makanan busuk padaku?! Kurang ajar!” Emosi Chang Lao 8
Deri Prabudianto
naik ke ubun-ubun. Ia merasa dihina oleh besannya. Mendengar makian Chang Lao, anggota keluarga lain keluar dari kamar dan merubungi meja tamu. Semua langsung menutup hidung. Tung Sing masih di rumah, Cetepe sudah pulang dari mengantar anak, Ahuan sudah keluar jam 8 tadi, Geisha masih belum berangkat. Orang yang terakhir keluar dari kamar adalah Selfie. “Ada apa ribut-ribut?” tanyanya bingung. “Ini kiriman dari ayahmu! Kurang ajar sekali ayahmu! Berani-beraninya mengirim makanan basi pada besannya! Ini penghinaan. Ini harus dibalas!” seru Chang Lao keras. Istrinya keluar dan langsung muntah. Cetepe menatap Selfie tanpa kedip. Ia menduga kejadian ini terkait peristiwa semalam. Wu Se Kiong marah terhadap Selfie, sekarang mengirim balasan dengan makanan busuk. Geisha ikut menatap Selfie, Tung Sing dan Mimi ikut menuntut jawaban darinya. Selfie merasa kepepet. Ia kenal rantang itu rantang keluarga Wu, gambarnya kapal layar. Ia tak menyangka papanya mengirim makanan busuk ke rumah mertuanya. “Betul, ini penghinaan, dan disengaja. Tadi sudah hendak kuterima, tapi pengantarnya mengatakan harus Papa Mertua yang menyambut kiriman Tuan Wu. Dia betulbetul ingin menghina Papa Mertua.” Mimi melihat ada kesempatan menyudutkan Selfie, kontan ikut memanaskan keadaan. Selama ini ia menilai Selfie sangat menghina dirinya, termasuk suaminya juga dianggap remeh. Selfie sama sekali tak menghormatinya sebagai tuaso.
9
Berenang dalam Lumpur
Yang lain tak tahu perisitiwa semalam, hanya Cetepe dan Geisha yang tahu, hanya keduanya yang menduga ini mungkin kerjaan Sherli atau Ping An, bukan Wu Se Kiong, terkait urusan kecoak dan darah ayam semalam, tapi yang lain, yang tidak datang ke pesta semalam, langsung menuduh Wu Se Kiong pelakunya. Cetepe terus menatap Selfie, berharap Selfie mengaku semalam ia berbuat ulah di rumah keluarga Wu, sekarang anak-anak keluarga Wu membalas perbuatannya, dengan demikian tidak terjadi perang sesama besan. Tapi Selfie diam saja. Selfie tak menyangka akan menerima pembalasan setelak ini. Ia hanya ingin mengganggu pesta Ping An, tak menyangka Ping An dan Acu mengirim makanan busuk untuk menghina mertuanya. Ia yakin ini perbuatan Ping An dan Acu, atau Sherli. Ia tak percaya ayahnya yang melakukan hal ini. Ia tahu Cetepe dan Geisha sedang menuduhnya menjadi penyebab datangnya kiriman makanan busuk ini. Ia tak ingin mengakui perbuatannya. Kalau ia mengaku, ia akan dihabisi Chang Lao, mungkin diusir dari keluarga Chang. Ini tak boleh terjadi. “Aku semalam masuk ke kamar pengantin. Ping An menuduhku menyabot pelanggan papanya di bisnis pelayaran. Ia marah besar, semalam ia mengancam akan membalas, ingin merusak kapal baru kita. Ini pasti perbuatan Ping An, bukan papaku!” jerit Selfie. Semua tertegun. Chang Lao ikut tak bersuara. “Mereka iri karena aku dan Ahuan berhasil menyaingi mereka, makanya mereka sengaja menghina kita. Aku akan membalas! Tunggu saja setelah aku melahirkan, akan kulibas mereka habis-habisan! Papa Mertua, serahkan urusan ini 10