Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
LAPORAN KASUS
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
CEPHALOPELVIC DISPROPORTION
OLEH :
Wahyuni Balisa 0808015048
Pembimbing dr. Prima Deri Pella Todingbua, Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2013
0
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .............................................................................................
1.2
Tujuan ...........................................................................................................
BAB II LAPORAN KASUS BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1
Definisi ....................................................................................................
3.2
Anatomi dan Ukuran Panggul ..................................................................
3.3
Antropometri, Presentasi, dan Posisi Janin ....................................
3.4
Panggul Sempit ..................................................................
3.5
Pelvimetri Radiologis ..................................................................
3.6
Luas bidang, Kapasitas, dan Daya Akomodasi Panggul ....................
3.7
Tatalaksana ........................................................................................
3.8
Komplikasi ............................................................................
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................................... BAB V PENUTUP ..................................................................................................... BAB VI DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kehamilan dan melahirkan merupakan keadaan yang dapat menimbulkan resiko
kesehatan bagi setiap perempuan. Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung aman, namun sekitar 15% menderita komplikasi berat yang mengancam jiwa ibu. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung dengan pola penyebab yaitu perdarahan 25%, infeksi dan sepsis 15%, hipertensi dalam kehamilan 12%, distosia 8%, abortus 13%, dan sebab langsung yang lain 8%. Angka kematian perinatal, angka kematian bayi, kematian maternal merupakan parameter dari keadaan kesehatan, pelayanan kebidanan dan kesehatan serta mencerminkan keadaan sosial ekonomi dari suatu negara. Salah satu tantangan dalam mencapai derajat kesehatan adalah masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia. 1 Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan kelainan jalan lahir (passage).2 30% ibu dengan persalinan berkepanjangan mengalami disproporsi sefalopelvik, sedangkan kelainan ini didiagnosis pada 45% ibu yang mengalami gangguan kemacetan persalinan. Pengetahuan yang baik tentang CPD ini sepatutnya dimiliki oleh setiap dokter muda sebagai bekal dalam praktek kedokteran umum agar dapat mengambil keputusan dan penatalaksanaan yang tepat. Sebab, penatalaksanaan yang tepat terhadap CPD dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada ibu maupun janin
2
1.2
Tujuan Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai cephalopelvic
disproportion (disproporsi sepalopelvik) terkait alur diagnosis hingga penatalaksanaannya.
3
BAB II LAPORAN KASUS Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu, 7 September 2013 di ruang VK Mawar RSUD AW.Sjahranie Samarinda. 2.1
Anamnesis Identitas Pasien Nama
: Ny. J
Usia
: 31 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Jl. P. Antasari gg. 2
MRS
: 7 September 2013 pukul 11.30 WITA
Identitas Suami Nama
: Tn. H
Usia
: 60 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Tukang Parkir
Alamat
: Jl. P. Antasari
Keluhan Utama: Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat penyakit sekarang Pasien mengeluhkan keluar air-air pada pukul 09.00 pagi, sekitar 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Air yang keluar berbau amis, keluar tanpa disadari dan tidak bisa ditahan, dan membasahi seluruh celananya. Sesaat sebelumnya pasien juga merasakan 4
perutnya kencang dan mulas. Pasien mengatakan tidak mengalami keluhan yang mengganggu selama kehamilannya dan mulai merasakan pergerakan janinnya sejak usia kehamilan 5 bulan hingga sekarang.
Riwayat penyakit dahulu Pasien mengaku tidak sedang menderita penyakit apapun, tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama.
Riwayat penyakit keluarga Pasien mengaku tidak adanya penyakit yang diderita dalam keluarga
Riwayat menstruasi
menarche usia 12 tahun
siklus haid 30 hari, teratur
lama haid 5 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
hari pertama haid terakhir: 10 - 12 - 2012
taksir persalinan 17 - 9 - 2013
Riwayat perkawinan Perkawinan pertama, umur menikah 26 tahun, dan lama menikah 2 tahun
Riwayat obstetrik 1. 2013. Hamil ini
Ante Natal Care Pasien sudah 3 kali memeriksakan kehamilannya di puskesmas di wilayah tempat tinggal pasien. Pasien tidak pernah USG.
Kontrasepsi Pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi apapun.
5
2.2 Pemeriksaan Fisik Antropometri
: Berat badan : 48 kg, tinggi badan : 142 cm
Keadaan Umum : Baik Kesadaran
: Compos Mentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 140/100 mmHg
Frekuensi Nadi
: 96x /menit, regular isi cukup, kuat angkat
Frekuensi Nafas
: 22x /menit, regular
Suhu
: 36,9oC, aksiler
Status Generalis
Kepala
: normocephali
Mata
: konjunctiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor (3
mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung
: deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga
: gangguan pendengaran (-)
Mulut
: bibir sianosis (-)
Leher
: deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks Paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran ICS (-) Palpasi
: Gerakan dada simetris.
Perkusi
: sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), Suara Nafas (+) Jantung Inspeksi
: Ictus cordis tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba
Perkusi
: batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra, batas
jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen
Inspeksi
: membesar arah memanjang, linea nigra (+)
6
Palpasi
: Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan perut kanan bawah (-)
Perkusi
Auskultasi : bising usus (+) normal
: timpani
Ekstremitas
Superior
: Hangat (+), edema (-)
Inferior
: Hangat (+), edema (-)
Status obstetri
Inspeksi
: membesar arah memanjang, linea nigra (+)
Palpasi
: tinggi fundus uteri 32 cm
Leopold I : teraba bokong Leopold II : teraba punggung disebelah kanan ibu Leopold III : teraba kepala Leopold IV : belum masuk PAP
DJJ
: 138 x/ menit, reguler
His
: 1 x 10’ 15”
Taksir berat janin : (32-13) x 155 = 2945 gram
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, portio tebal dan lunak, pembukaan 1 cm (1 jari longgar), , presentasi kepala, penurunan hodge , ketuban merembes warna jernih (lakmus: pH=7), lendir dan darah (+)
Pemeriksaan panggul dalam Promontorium : tidak teraba Spina ischiadica agak menonjol Distansia intertuberosum : 7 cm (kurang dari 1 kepalan tangan)
2.3 Diagnosis kerja sementara di ruangan G1P0A0 gravid 38-39 minggu + janin tunggal hidup + presentasi kepala + in partu kala 1 fase laten + Preeklamsia ringan
7
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin Leukosit
: 7.000 /mm3
Hemoglobin
: 9,6 gr/dl
Hematokrit
: 29 %
Trombosit
: 194.000 /mm3
Bleeding Time
: 3 menit
Clotting Time
: 10 menit
Kimia Darah GDS
: 81 mg/dl
Serologi HbsAg
: -
Anti HIV
: non reaktif
2.5 Pemeriksaan EKG
8
Follow Up di Ruang VK
Tanggal/Jam
Follow Up
7 September 2013
Menerima pasien dari IGD dan melakukan anamnesis dan
11.30
pemeriksaan fisik. Diagnosis: G1P0A0 gravid 38-39 minggu + janin tunggal hidup + presentasi kepala + in partu kala 1 fase laten + preeklamsi ringan
12.00
Lapor dr. SpOG, advis:
Infus RL 28 tetes/ menit
Injeksi Cefotaxime 1gr/ 8 jam/ iv
Gastrul ¼ tab/ vaginam ( 1x)
Injeksi epidosin 1 ampul/ 4 jam ( 2x)
Evaluasi lalu lapor kembali pukul 17.00
12.15
Memasukkan gastrul/ vaginam
13.30
Melakukan skin test cefotaxime dan pemasangan infus
13.45
Melakukan injeksi cefotaxime 1 gr/ iv
14.15
Injeksi epidosin 1 ampul/ im
14.45
TD : 140/ 100 mmHg Nadi : 96 x/ menit RR : 20 x/ menit DJJ : 150x/ menit, reguler HIS : 2 x 10’ 30 – 35” VT : vulvovagina normal, portio lunak, , pembukaan 2 cm, kepala di Hodge 1, ketuban (-), pelepasan lendir-darah.
9
17.00
Tekanan Darah 140/ 80 mmHg Nadi : 92 x/ menit His 2x 10’ 30 – 35” Lapor dr.Sp.OG : Gastrul ¼ tab/ vaginam 1 kali lagi. Evaluasi pukul 22.00 lalu lapor ulang. Injeksi Epidosim 1 ampul/ im
17. 30
VT : vulvovagina normal, portio lunak, pembukaan 4 cm, ketuban (-), bagian terdepan kepala, penurunan hodge 1, pelepasan lendir dan darah (+).
21.30
VT : vulvovagina normal, portio lunak, pembukaan 5 cm, ketuban (-), bagian terdepan: kepala, penurunan hodge 2, pelepasan lendir dan darah (+). DJJ 130 x / menit His : 4 x 10’ 30-35”
21. 45
Injeksi Cefotaxime 1 gr/ iv
22.10
Lapor dr. Sp.OG, advis:
23.00
-
Observasi
-
Jam 07.00 besok lapor ulang
VT : vulvovagina normal, portio lunak, pembukaan 8 cm, ketuban (-), bagian terdepan: kepala, penurunan hodge 2, pelepasan lendir dan darah (+). His : 4x 10’ 30 - 35” DJJ : 146 x/ menit
23.45
His 4 x 10’ 45 – 50” DJJ 153 x/menit
10
Tanggal 8/ 9/ 2013 00.15
His 5x 10’ 45-50” DJJ 120 x/ menit, pasang O2 5 liter/ menit, miring kiri Tekanan darah 180/ 100 mmHg -
00.30
Extra nifedipine 10 mg sub lingual
VT : vulvovagina normal, portio lunak, pembukaan 10 cm, ketuban (-), bagian terdepan kepala, caput (+), penurunan hodge 2, pelepasan lendir dan darah (+).
02.15
Tekanan darah 160/80 mmHg Nadi : 92 x/ menit DJJ : 130x /menit
04.00
DJJ 140 x/ menit
05.00
DJJ : 143 x/ menit Tekanan darah 160/ 80 mmHg
05.30
DJJ 124 x/ menit Tekanan darah 160/ 90 mmHg Memberikan injeksi cefotaxime 1 gr/ iv
06.15
TD 130/ 70 mmHg Nadi 94x/ menit DJJ : 133x/ menit
06.50
TD 140/ 90 mmHg Temperatur 36,8 C Nadi 86 x/ menit DJJ 134x/ menit
11
07.00
Lapor dr. Sp.OG , advis Bila tidak partus sampai dengan jam 11.00 rencanakan SC, lapor anestesi, lapor OK IGD. Observasi lanjut
10.00
DJJ 130x/ menit Lapor dr. Anestesi: Setuju operasi, puasakan pasien.
10.30
DJJ 144x/ menit
PERSIAPAN SEBELUM OPERASI Informed consent Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita. Menerangkan kepada pasien tentang tindakan operasi yang akan dilakukan: garis besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat tindakan. Puasa
Laporan Operasi Tanggal operasi
: 8 -9 - 2013
Waktu Operasi
: 13.20 pm – 13.55 pm
Diagnosa pre-operatif
: G1P0A0 gravid 38-39 minggu + in partu kala II + CPD
Diagnosa post-operatif
: P1Ao , partus aterm, CPD (letak puncak)
Macam operasi
: Seksio Caesarea Transperitoneal Profunda
Langkah-Langkah Operasi: 1. Pasien disiapkan diatas meja operasi, dilakukan anestesi spinal 2. Pasien diposisikan berbaring 3. Dilakukan desinfektan dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan duk steril 4. Dibuat insisi vertikal sepanjang 12 cm, dari atas simpisis pubis sampai bawah umbilicus, secara tumpul dibuka lapis demi lapis (kulit- subkutis- lemak- fasia
12
transfersa dibuka secara tajam- m. Oblique ekstrernus- m. Rectus abdominis- m. Piramidalis- m. Obliqus interna- m. Transversus – peritonium) 5. Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah plika vesikouterina, dibuka perlahan-lahan (diperlebar dengan kedua jari operator). 6. Kepala anak didorong dari arah vagina ke arah abdomen. 7. Anak dilahirkan mulai dari kepala, badan, kaki per abdominal. Dilakukan suction kemudian dilakukan pemotongan tali pusat. Disuntikkan oksitosin 10 iu pada uterus, lalu plasenta dikeluarkan secara manual. Membersihkan sisa sisa darah dan jaringan plasenta pada cavum uteri. 8. Menjahit luka irisan pada segmen bawah rahim dengan monocryl no 1.0 9. Menjahit lapisan dinding abdomen lapis demi lapis a. Peritoneum dan otot dengan catgut 2.0 b. Fasia dengan vycril 1.0 c. Lemak dengan catgut 2.0 d. Subcutan dan cutis dengan vycril 3.0 10. Permukaan abdomen debersihkan dengan NaCl 0,9 % 11. Luka ditutup dengan tule, kassa, dan di plester. 12. Eksplorasi ke dalam vagina untuk mengeluarkan sisa darah. 13. Operasi selesai.
Laporan Kelahiran Bayi: Bayi lahir jenis kelamin laki-laki dengan Apgar score 8/10, berat badan 2.800 gram dan panjang badan 47 cm, anus ada dan tidak didapatkan kelainan yang lain.
Penatalaksanaan Post Operasi:
Infus RL: D5% = 1:1 = 28 tetes/menit
Cefotaxime 1 gr/ 8 jam/ iv
Antrain 1 ampul/ 8 jam/ iv
Ranitidin 1 ampul/ 8 jam/ iv
Kaltrofen II supp/ rectal
13
Follow Up di Ruang Nifas Tanggal/Jam 09- 09-2013
Post Operasi Hari 1 Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran
: composmentis
Keluhan
: tidak ada keluhan, ASI (+)
Tanda-tanda vital : TD = 160/100 mmHg, N = 86 x/menit, RR = 20 x/menit, T = 36,3 oC Konjungtiva pucat : (-/-) Abdomen
:
luka post operasi (+), perban (+),
rembesan (-), dehisensi (-), Bising umum (+) Buang air besar
: belum
Buang air kecil
: 50cc/ jam/ kateter
Penatalaksanaan : Cefotaxime 1gr/ 8 jam/ iv SF tablet 3x 1 Asam mefenamat tablet 3x 1 Aff kateter Konsul jantung 10 - 09-2013
Post Operasi Hari ke 2 Keadaan umum : baik Kesadaran : komposmentis Keluhan
: tidak ada keluhan, ASI (+)
Tanda-tanda vital : TD = 180/90 mmHg, N = 90 x/menit, RR = 20 x/menit, T = 36,3 oC Konjungtiva pucat : (-/-) Abdomen
: luka post operasi (+), perban (+), rembesan
(-), dehisensi (-), Bising umum (+) Buang air kecil
: tidak ada keluhan 14
Buang air besar
: +
Penatalaksanaan : Cefotaxime 1gr/ 8 jam/ iv SF tablet 3x 1 Asam mefenamat tablet 3x 1 Amlodipine 10 mg / oral (1-0-0) Bisoprolol 5 mg/ oral (0-0-1) 11- 09-2013
Post Operasi Hari ke 3 Keadaan umum : baik Kesadaran : komposmentis Keluhan
: tidak ada keluhan, ASI (+)
Tanda-tanda vital : TD = 140/90 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, T = 36,3 oC Konjungtiva pucat : (-/-) Abdomen
:
luka post operasi (+), perban (+),
rembesan (-), dehisensi (-), Bising umum (+) Buang air kecil
: tidak ada keluhan
Buang air besar
: +
Penatalaksanaan : Cefadoxil tab 2x1 SF tablet 3x 1 Asam mefenamat tablet 3x 1 Amlodipine 10 mg / oral (1-0-0) Bisoprolol 5 mg/ oral (0-0-1) Aff infus Pasien boleh pulang
15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.3, 8 3.2
Anatomi Panggul dan Ukuran Panggul
3.2.1 Anatomi Panggul Jalan lahir dibagi atas (1) bagian tulang, terdiri atas tulang-tulang panggul dengan persendiannya (artikulasio), (2) bagian lunak, terdiri atas otot, jaringan dan ligament.1,2 Panggul/pelvis terdiri dari 4 tulang yaitu: (1) sacrum (2) coccygis (3) duatulang inominata (os coxae) yang mrp gabungan dari ilium, ischium, dan pubis.
Secara
fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis minor oleh bidang aperture pelvis superior (disebut juga PAP). PAP dibentuk oleh: promontorium os sacrum di bagian posterior, linea illiopectinea (linea terminalis dan pectin os pubis) di lateral, dan symfisis os pubis di posterior. 1,2 Rongga panggul ialah pelvis verum/pelvis minor. Bentuk pelvis minor ini meyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu carus) sampai dekat H III sumbu itu lurus, sejajar sacrum, untuk seterusnya melengkung ke depan. 2
16
a. PAP : pintu masuk rongga panggul. Disebut juga aperture pelvis superior. PAP dibentuk oleh: promontorium os sacrum di bagian posterior, linea illiopectinea (linea terminalis dan pectin os pubis) di lateral, dan pinggir atas symfisis os pubis di posterior. Terdapat 4 diameter pada PAP yaitu: diameter anteroposterior, diameter transversa, dan 2 diameter oblikua. 1,2
17
1. Diameter anteroposterior (konjugata vera, panjang ± 11cm ): jarak antara promontorium os sacrum sampai ke tepi atas simfisis os pubis. Tidak dapat diukur secara klinik pada pemeriksaan fisik. Secara klinik dapat diukur konjugata diagonalis, jarak antara promontorium os sacrum dengan tepi bawah simfisis os pubis. CV = CD-1,5. (normal konjugata vera ≥10 cm) ingat bila kita tidak dapat meraba promontorium maka pasti ukuran konjugata vera itu normal. 2. Diameter transversa: diameter terpanjang kiri-kanan PAP. (panjang ±12,5-13 cm) 3. Diameter oblikua: jarak dari sendi sakroiliaka satu sisi sampai tonjolan pektineal sisi kontralateralnya (panjang ±13 cm).
18
Dalam obstetric dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy, 1933) yang mempunyai ciri2 PAP sebagai berikut:1,2,6 1. Jenis ginekoid panggul baik untuk perempuan. Ditemukan pada 45% perempuan. Panjang diameter AP hampir sama dengan diameter transversa 2. Jenis anthropoid: Ditemukan pada 35% perempuan, Bentuk lonjong seperti telur dengan panjang diameter AP lebih besar dari pada diameter transversa. 3. Jenis android: bentuk panggul pria. Ditemukan pada 15% perempuan. Bentuk segitiga dimana panjang diameter AP hampir sama dengan diameter transversa, diameter transversa terbesar terletak di posterior dekat sacrum, sedangkan bagian depannya menyempit ke depan. 4. Jenis platipeloid: ditemukan pada 5% perempuan. Panjang diameter AP lebih kecil daripada diameter transversa.
Pelvimetri radiologic hanya dilakukan pada indikasi tertentu, misalnya adanya dugaan ketidak seimbangan antara janin dan panggul (fetopelvic disproportion), adanya riwayat trauma atau penyakit tuberculosis pada tulang panggul, bekas seksio sesar yang akan direncanakan partus pervaginam, pada janin letak sungsang, presentasi muka atau kelainan letak lainnya. 2
19
b. Cavum pelvis (bagian tengah panggul): seperti telah dikemukakan bahwa, ruang panggul di bawah pintu atas panggul mempunyai ukuran paling luas.
Sementara bagian tersempit panggul terdapat pada panggul tengah dimana terdapat penyempitan dalam ukuran melintang setinggi kedua spina iskiadika (diameter interspinosum N ≥10 cm).
karena pada bagian di bawah PAP mempunyai ukuran melintang yang lebar sementara menyempit pada bagian tengah panggul maka janin mengadakan penyesuaian dengan melakukan putaran paksi dalam.
Kemungkinan kepala janin dapat lebih mudah masuk ke ruang panggul jika sudut antara sacrum dan lumbal (inklinasi panggul atau sudut antara bidang yang melalui aperture pelvis superior dengan bidang horizontal) ialah normal atau lebih besar (600).
Untuk menentukan sampai dimanakah bagian terendah janin turun dalam panggul selama persalinan. Dapat digunakan bidang Hodge maupun station. 2
Bidang Hodge I: bidang datar yang dibentuk oleh promontorium, linea iliopectinea dan tepi atas simfisis pubis (PAP)
Bidang H II: sejajar H I, terletak setinggi tepi bawah simfisis
Bidang H III: sejajar H I, terletak setinggi kedua spina iskiadika. Merupakan bagian tersempit. Jadi disebut engaged atau masuk bila bagian ukuran terbesar melintang kepala janin (biparietal diameter) telah melewati H III. 20
Bidang H IV: sejajar H I, terletak setinggi os koksigeus.
c. Pintu bawah panggul: aperture pelvis inferior merupakan 2 segitiga yang bersekutu pada bagian alasnya (yakni garis antara kedua tuber os ischium): (1) trigonum urogenital: bidang yang dibentuk oleh alas dengan puncaknya di tepi bawah simfisis pubis, (2) trigonum anale: bidang yang dibentuk oleh alas dengan puncaknya di os koksigeus. Ukuran yang penting: 1. Sudut arkus pubis: pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut 900 atau lebih sedikit. Bila kurang, maka kepala janin akan susah dilahirkan. 2. Diameter anteroposterior PBP: jarak antara ujung os koksigeus sampai ke pinggir bawah simfisis os pubis. (N = 9,5-11,5 cm) 3. Diameter transversa PBP (distansia intertuberosum): jarak antara kedua buah tuberositas os ischium (N = 11 cm).
3.2.2 Ukuran luar panggul.2 a. Diameter spinarum: jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dekstra (24 cm-26 cm). b. Diameter kristarum : jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris pada Krista iliaka sinistra dan dekstra. (28 cm-30 cm)
21
c. Diameter oblikua eksterna: jarak antara spina iliaka posterior sinistra dengan spina iliaka anterior superior dekstra dan sebaliknya. (bila asimetrik maka ukuran kedua diameter oblikua akan jauh berbeda) d. Distansia intertrokanterika (±31 cm): jarak antara kedua buah trokanter mayor e. Konjugata eksterna (Boudeloque): jarak antara bagian atas simfisis ke prosesus spinosus L 5 (±18 cm/20 cm). 3.3
Panggul Sempit Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu: Kelainan kekuatan (power), Kelainan yang melibatkan janin (passenger), Kelainan jalan lahir (passage). 1,6 Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. 2 Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu: 2 1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi. 2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. 3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis. 4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki. Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya. 1,2,3,6
22
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 m kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas panggul), midpelvic (ruang tengah panggul), dan outlet (pintu dasar panggul).10 a. Pembagian tingkatan panggul sempit: Tingkat I
: C.V = 9-10 cm = borderline
Tingkat II
: C.V = 8 – 9 cm = relatif
Tingkat III
: C.V = 6 -8 cm = ekstrim
Tingkat IV
: C.V = < 6
= absolut
b. Pembagian menurut tindakan Conjugata vera 8-10 cm Konjugata vera 6- 8 cm Konjugata vera <6
= partus percobaan = SC primer = S.C mutlak
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesis. Dari anamnesis persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.2,3 Penyakit ataupun riwayat trauma
tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis,
dapat menyebabkan perubahan anatomis pada pelvis yang
memberikan manifestasi panggul sempit.2,7 Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. 7 Dwarfisme adalah tinggi badan kurang dari 147 cm setelah dewasa merupakan resiko seorang wanita memiliki panggul sempit.2 3.3.1 Penyempitan pintu atas panggul Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. 3 Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga 23
memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.3 Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit. 3 3.3.2 Penyempitan panggul tengah Kesempitan PTP pada dasarnya merupakan penyempitan bidang dengan ukuran terkecil, yakni bidang yang melalui apex dari arcus pubis, spina ischiadica, dan sacrum. Apabila distansia interspinarum kurang dari 9 cm, atau apabila distansia interspinarum (normal 10,5 cm) ditambah dengan diameter sagital posterior (normal 4,5 – 5 cm) kurang dari 13,5 cm maka kemungkinan ada kesempitan pintu tengah panggul. Untuk memperoleh ukuran yang pasti diameter-diameter ini diperlukan pelvimetri rontgenologis. Kecurigaan klinis kesempitan PTP timbul apabila pada pemeriksaan manual didapatkan spina ischiadica yang besar dan menonjol serta distansia intertuberosum kurang dari 8,5 cm.3 Kesempitan PTP merupakan sebab yang biasa dijumpai pada distosia dan tindakan operatif. Penanganannya lebih sukar daripada kesempitan PAP, sebab jika kepala janin sudah tidak dapat masuk PAP maka tidak ada keragu-raguan lagi bahwa persalinan harus diakhiri dengan sectio saesarea. Akan tetapi jika kepala dapat masuk kedalam panggul maka penolong segan untuk melakukan sectio saecarea oleh karena mengharap kepala akan turun sampai ketitik dimana dapat dilakukan extraksi dengan forceps.Kesempitan PTP dapat menghalang-halangi putaran paksi dalam.3 3.3.3 Penyempitan Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul 24
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.3 Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.3 3.4
Antropometri, Presentasi, dan Posisi Janin Kepala janin adalah bagian tubuh yang paling besar dan paling keras yang akan
dilahirkan. Besar dan posisi kepala janin akan sangat menentukan dan mempengaruhi jalannya persalinan. Kepala secara garis besar dapat dibagi menjadi tulang tengkorak (cranium), tulang dasar tengkorak (basis kranii) dan tulang muka. Ukuran diameter kepala bayi yang menentukan di antaranya: 2 1. suboksipito-bregmatikus (9,5 cm): pada presentasi belakang kepala. 2. Oksipito-frontalis (11,75 cm): pada presentasi puncak kepala 3. Oksipito mentalis (13,5 cm): pada presentasi dahi 4. Submento-bregmatikus (9,5 cm): pada presentasi muka 5. Biparietalis (9,5 cm): ukuran terbesar melintang dari kepala 6. Bitemporalis (8 cm): ukuran antara os temporal kiri dan kanan Bagian tubuh janin yang lain: lebar bahu (diameter biacromialis): 12 cm, lingkaran bahu: 34 cm, lebar bokong (diameter intertrokanterika): 12 cm, lingkar bokong: 27 cm. 2 Pemeriksaan diameter terbesar kepala janin yang pasti hanya dapat diperiksa dengan USG.
1,10
Jika tidak ada, maka yang digunakan untuk menentukan perkiraan
imbang sepalopelvik adalah dengan berdasarkan nilai taksir berat janin. 10 1. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus neagle) 2. Ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen (EBW). 3. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt 4. Rumus Johnson Toshack
25
Berdasarkan atas ukuran Mac Donald, yaitu jarak antara simpisis pubis dan fundus uteri melalui konveksitas abdomen: BBJ = (MD - ) x 155 gram BBJ = berat badan janin MD = ukuran Mac Donald dalam cm Kepala belum masuk Hodge 3 = ( MD – 13) Kepala di Hodge 3 = ( MD – 12) Kepala lewat Hodge 3 = (MD – 11) Bila ketuban sudah pecah ditambah 10%
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar. Namun ada pula referensi yang mengatakan bahwa makrosomia apabila berat janin > 4500 gram. Faktor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, obesitas (berat badan > 70 kg), postmaturitas, grande multipara, kenaikan berat badan selama hamil >20 kg. 3,6,8 Untuk mendapat kepastian suatu disproporsi sepalopelvik, maka harus dilakukan pemeriksaan radiologik dan/atau partus percobaan.5,6,7,9,11 Tanda-tanda yang mengarah pada DKP tercantum pada kotak. 5 Tanda-tanda CPD
Pemeriksaan abdomen Ukuran janin besar ( > 4 kg) Kepala janin diatas PAP
Pemeriksaan panggul Serviks mengecil setelah amniotomi Endema serviks Kaput tebal Molase berat Defleksi kepala (fontanelle anterior mudah dipalpasi) Asinklitismus (sutura sagital tidak tepat di tengah panggul) 26
Umumnya disproporsi juga disebabkan oleh malpresentasi dan malposisi janin. 9
5,6,
. Sikap janin yang fisiologis adalah badan dalam keadaan kifose, sikap fisiologis ini
menghasilkan sikap fleksi. Presentasi normal adalah vertex dengan presentasi belakang kepala dan posisi normal adalah occipitoanterior dimana ubun-ubun kecil berada di segmen depan sebagai penunjuk.2 Untuk berbagai malbagai malprestasi dan malposisi dapat di lihat tabel 5 Malpresentasi dan Malposisi Pemeriksaan abdomen Malposisi
Occiptoposterior
Pemeriksaan dalam
Bagian bawah perut
Fontanelle posterior
rata
mengarah ke sakrum.
Tungkai janin bisa
Fontanelle anterior mudah
dipalpasi dari
diraba karena adanya
anterior
defleksi kepala.
Bunyi denyut jantung terdengar dari samping
Presentasi Dahi
Lebih dari setengah
Fontanelle anterior dan
bagian kepala di atas
lingkarannya teraba.
simfisis pubis Muka
Sungsang
Lekukan teraba
Muka dipalpasi, mulut
antara kepala dan
mudah dibuka. Dagu dan
punggung
tulang rahang,bisa dipaipasi.
Kepala teraba di
Pantat dan/atau kaki bisa
bagian atas perut
diraba. Mekonium kental
Sungsang teraba di
berwarna gelap pada
bibir panggul
sungsang bawah adalah
Bunyi denyut janin
normal.
terdengar lebih tinggi dari presentasi kepala Lintang
Kepala atau pantat
Bahu atau lengan biasanya
27
tidak bisa diraba
bisa diraba. Bahu bisa
pada simfisis pubis
dibedakan dari pantat
dan kepala biasanya
dengan cara meraba iga.
teraba di satu sisi 3.5
Pelvimetri Radiologis Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh
keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalam dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.2 Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.3 Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.1 Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan. Untuk pelvimetri dibuat 2 buah foto: 10 1. Foto pintu atas panggul Ibu dalam posisi setengah duduk (THOMS), sehingga tabung Rontgen tegak lurus diatas pintu atas panggul 2. Foto lateral Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horisontal pada trochanter mayor dari samping. Dari kedua foto tersebut dapat dilihat:10 28
-
Diameter transversa
-
Distansia interspinarum
-
Jenis pelvis
-
Conjugata diagonalis
-
Diameter AP pintu bawah
-
Diameter sagital posterior
-
Bentuk sacrum
3.6
Luas bidang, kapasitas, dan daya akomodasi panggul
3.6.1
Luas Bidang Panggul. Untuk menentukan luasnya suatu bidang panggul dipergunakan index MENGERT,
yaitu diameter AP dikalikan diameter transversa. Luas bidang panggul wanita indonesia, standartnya ialah: 10 1. Pintu atas panggul 10 x 12 = 120 cm2 2. Pintu tengah panggul
10x 11,5 = 115 cm2
Untuk tiap-tiap pangggul yang dibuat pelvimetri, diukur luas bidang menurut index mengert, kemuadian dibandingkan dengan luas standart tadi.
3.6.2
Kapasitas Panggul Perbandingan antara luas bidang yang didapat itu dengan luas standart dalam
persen dinamakan kapasitas daripada bidang: 10 Contoh: Pintu atas
: Konjugata vera 10 cm Diameter transversa 11 cm Luas bidang panggul = 10 x 11 cm = 110
Kapasitasnya = 110 : 120 cm2 = 92%
3.6.3
Daya Akomodasi Daya akomodasi suatu pelvis adalah volume dari bayi yang terbesar yang masih
dapat dilahirkan secara spontan dan normal melalui panggul yang dinyatakan dalam gram. Suatu panggul dengan kapasitas 100% harus dapat melahirkan bayi dengan beratnya 4000 gram. Daya akomodasi turun seimbang dengan kapasitasnya. 10 29
Contoh: Untuk panggul dengan kapasitas 92% dapat diperhitungkan daya akomodasi 92% x 4000 gram = 3680 gram 3.7
Penatalaksanaan Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan
dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.2 Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan.
2,3
Cara ini merupakan tes terhadap
kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu.2 3.7.1 Persalinan Percobaan Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.2, 11 Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam atau setelah anak lahir pervaginam.11 Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena test of labour baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Test of labor dikatakan berhasil 30
jika dalam 1 jam sesudahnya kepala turun sampai Hodge III.11 Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan komplikasi yang sering ialah infeksi, ruptur uteri, dan kematian anak yang tinggi sekitar 25%.3,11 Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak mampu melewati pintu atas panggul dalam 2 jam meskipun his baik. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.11 Partus percobaan dapat berlangsung 6 sampai 18 jam, jarang sampai 24 jam. Namun, lamanya partus percobaan yang pasti untuk kasus tertentu memerlukan pertimbangan dan hanya dapat ditentukan oleh ahli kebidanan dan konsulennya. 3 3.7.2 Seksio Sesarea Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.3,4 Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi. 3, 11 3.7.3 Simfisiotomi Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.2, 3 3.7.4 Kraniotomi dan Kleidotomi Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea. 2,3
31
3.8 Komplikasi 1,9 Komplikasi pada ibu 1. Fistula 2. Partus lama dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, serta infeksi intrapartum 3. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik yang dapat berakhir pada terjadinya ruptur uteri. 4. Post partum hemoragik hingga syok. Komplikasi pada janin 1. Meningkatkan kematian perinatal 2. Prolapsus funukuli 3. Perdarahan intrakrania bila janin lahir dengan mengadakan Moulage berat 4. Kejang 5. Asfiksia 6. Cedera fasial
32
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Diagnosis
4.1.1. Anamnesis Teori
Riwayat
Obstetri:
mengalami
Kasus pernah
persalinan
lama,
pasien dengan usia kehamilan 38-
janin besar, CPD
Riwayat penyakit TB tulang
Riwayat trauma pelvis
Merupakan kehamilan pertama
39 minggu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit
TB
tulang
ataupun
kecelakaan
4.1.2. Pemeriksaan Fisik Teori Antropometri Ibu
Kasus Tinggi badan ibu 142 cm
- CPD dicurigai pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 158 cm. 7 -
Wanita dengan dwarfisme yaitu tinggi badan < 147 cm setelah dewasa, umumnya melahirkan dengan sectio sesarea dengan janin yang cukup besar yaitu 2.600 gram. 3
Pemeriksaan Abdomen
-
Ukuran janin > 4 kg
-
Kepala masih diatas PAP
Pada Palpasi didapatkan TFU= 32 cm Taksir berat badan janin: (32-13) x 155 = 2945 gram
33
Pemeriksaan leopold Leopold I
: teraba bokong
Leopold II
: teraba punggung
disebelah kanan ibu Leopold III : teraba kepala Leopold IV : belum masuk PAP
4.1.3 Pemeriksaan Dalam
Teori
Kasus
Kesempitan PAP, PTP, PBP pada
Pemeriksaan panggul dalam
pengukuran panggul dalam
Promontorium : tidak teraba
CV < 10
Spina ischiadica agak menonjol
Distansia Interspinarum < 9 cm
Distansia intertuberosum : 7 cm
atau spina ischiadika yang besar
(kurang dari 1 kepalan tangan)
dan menonjol
Distansia intertuberosum < 8 cm
Umumnya CPD juga disebabkan oleh
VT : vulvovagina normal, portio lunak,
malpresentasi dan malposisi janin
pembukaan 10 cm, ketuban (-), bagian terdepan kepala, caput (+), penurunan
Terbentuknya caput dan molase berat
hodge 2, pelepasan lendir dan darah (+).
4.1.4 Kemajuan Persalinan
Teori Distosia
adalah
Kasus
persalinan
yang Pasien sudah mengalami pembukaan
abnormal atau sulit dan ditandai lengkap sejak pukul 00.30 a.m. namum dengan terlalu lambatnya kemajuan belum melahirkan hingga pukul 11.00 persalinan.
30%
ibu
dengan a.m
persalinan berkepanjangan mengalami
34
disproporsi sefalopelvik.
4.1.3. Penunjang Diagnostik Teori
Diameter
Kasus
biparietal
ditentukan
janin
melalui
Kepastian dilakukan
CPD partus
kehamilannya,
care di puskesmas namun tidak pernah melakukan pemeriksaan
harus
USG
percobaan
dan pelvimetri radiologi untuk
4.2
masa
pasien rutin melakukan antenatal
pemeriksaan USG
Selama
Pada
pasien
tidak
dilakukan
mengukur kapasitas panggul
pemeriksaan pelvimetri radiologis
secara pasti
ataupun partus percobaan.
Tatalaksana
Teori
Partus Percobaan -
Trial of labor
-
Test of labor
Kasus Pada pasien dilakukan sectio sesarea
Seksio sesarea
35
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Pasien Ny. J, 31 tahun, datang dengan keluhan keluar air-air dan perut terasa mulas. Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan sudah sesuai dengan literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah bonam.
5.2.
Saran Agar diagnosis pada pasien ditegakkan secara baik lewat anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat maupun lewat pemeriksaan penunjang. Sehingga keputusan untuk penatalaksanaan yang tepat kedepannya sesuai dengan diagnosis yang tepat pula. Sebaiknya pasien yang ingin hamil, harus benar-benar melakukan konseling pra konsepsi yang baik menyangkut kehamilannya serta rutin melakukan pemeriksaan antenatal.
36
DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. 2010. Abnormal Labor in William’s Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka. 3. Oxorn, H & William R. Forte. 1990. Ilmu Kebidanan: patologi dan Fisiologi persalinan. Yogyakarta: Essentia Medica. 4. Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea & laparotomi kelainan adneksa. Jakarta: Sagung Seto. 5. Depkes RI. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif. Jakarta. 6. Decherney, Alan & Lauren Nathan. 2003. Current Obstetri and Gynecologic Diagnosis and Treatment, ninth Edition. Los Angeles: Mc-Graw hill. 7. Hamilton, Diana. 2004. Lecture Notes: Obstetrics and gynaecology, second edition. Australia: Blackwell. 8. Chan, Paul & Susan Johnson. 2004. Gynecology and Obstetrics 2004 Edition New ACOG Treatment Guidelines. California: Current Clinical Strategies. 9. Labour
and
Delivery
Care
HEAT
Module.
http://labspace.open.ac.uk/mod/oucontent/view.php?id=452296§ion=1.4. Di akses tanggal 22 September 2013 10. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. ECG: Jakarta 11. Martaadisoebrata, Djamhoer. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Edisi 2. ECG : Jakarta.
37