TESIS
DEPRESI BERKORELASI DENGAN RENDAHNYA KUALITAS HIDUP PENDERITA PARKINSON
LUSSY NATALIA HENDRIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TESIS
DEPRESI BERKORELASI DENGAN RENDAHNYA KUALITAS HIDUP PENDERITA PARKINSON
LUSSY NATALIA HENDRIK NIM. 0914068102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDY BIOLOGI MOLEKULER PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
DEPRESI BERKORELASI DENGAN RENDAHNYA KUALITAS HIDUP PENDERITA PARKINSON
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Study Biologi Molekuler Program Pascasarjana Universitas Udayana
LUSSY NATALIA HENDRIK NIM. 0914068102
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDY BIOLOGI MOLEKULER PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii
Lembar Persetujuan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 17 September 2013
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. DPG.Purwa Samatra, SpS(K) NIP 19550321 198303 1 004
Dr. dr. Thomas Eko P. SpS (K) NIP 19540420 198211 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And NIP 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi Sp.S (K) NIP 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal, 17 September 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. : 1717/UN 14.4 /HK/2013 Tanggal, 16 Sept 2013
Ketua
: Dr. dr. DPG.Purwa Samatra, Sp.S(K)
Sekretaris
: Dr. dr. Thomas Eko P. Sp.S (K)
Anggota
:
1. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH,Ph.D 2. dr. AAB Ngurah Nuartha, Sp.S (K) 3. dr. IGN. Purna Putra, Sp.S (K)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis mendapatkan hikmah pengetahuan dalam menyelesaikan karya akhir dengan judul “Depresi berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup penderita Parkinson”, yang merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Biomedik - Program Pendidikan Dokter Spesialis-I di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar. Pada kesempatan ini saya mengucapkan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada guru-guru saya atas segala bantuan dan bimbingannya, selama menempuh pendidikan ini. Pertama-tama ucapan terimakasih saya haturkan kepada yang terhormat Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) selaku Rektor Universitas Udayana Bali saat dilakukan penelitian ini beserta jajarannya yang telah memberi ijin bagi penulis untuk menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis-I di Bagian Ilmu Penyakit Saraf dan Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana. Yang saya hormati Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Udayana Bali Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD
v
Kepada Bapak Direktur RSUP Sanglah
Dr. I Wayan Sutarga, MPHM serta
Bapak Prof. Dr. dr. Wempie Pangkahila, Sp.And. FAACS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana dan juga Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi Sp.S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam menempuh pendidikan ini. Yang terhormat Dr. dr. DPG. Purwa Samatra, Sp.S (K) saat penelitian ini selaku Ketua Bagian / SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar dan dr. Made Oka Adnyana, Sp.S (K) selaku Ketua Bagian / SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat mengikuti pendidikan spesialisasi dan senantiasa memberikan nasehat, bimbingan dan dukungan moril selama ini. Kepada yang terhormat Bapak Dr. dr. DPG. Purwa Samatra, Sp.S (K) selaku Dosen Pembimbing I dan kepada Bapak Dr. dr. Thomas Eko Purwata . Sp.S (K) selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses penyusunan Tesis ini. Kepada yang terhormat dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S selaku sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Saraf yang telah memberikan bimbingan dan dukungan moril selama saya menempuh pendidikan ini.
vi
Kepada yang terhormat Bapak dan Ibu guru saya, dr. I Wayan Kondra, Sp.S(K), dr. AABN. Nuartha, Sp.S(K), dr. IGN. Purna Putra, Sp.S(K), dr. IGN. Budiarsa, Sp.S, dr. Anna Maritha Gelgel, Sp.S(K), dr. AAA. Laksmidewi, Sp.S(K), dr. AA. Mediari SpS , dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. Desak Kt. Indrasari Utami, Sp.S,
dr. I Putu Eka Widyadharma, Sp.S, dr. Kumara Tini Sp.S, dr. Ketut
Widyastuti, Sp.S, dr. Ni Made Susilawati, Sp.S, dr. Ni Ketut Candrawati Wiratmi, Sp.S, dan dr. Ketut Sumada, Sp.S yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan ilmu selama saya mengikuti program pendidikan spesialisasi ini. Ucapan terima kasih kepada dr. Deddy Andaka dan dr. Roy Gerald atas bantuan dalam pengumpulan sampel sebagai bahan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada semua rekan residen Neurologi yang telah memberi bantuan dan petunjuk dalam pelaksanaan penelitian kami serta seluruh paramedis di poliklinik Saraf RSUP Sanglah maupun RSUD Wangaya kota Denpasar. Pasien-pasien yang selama ini menjadi subyek dalam penelitian kami , atas ketulusan dan kerjasama yang diberikan, saya ucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya. Kepada Ayahanda Hermanus Hendrik (Alm) dan Ibunda Agnes, serta Bapak Mertua M. Sihombing dan ibu mertua H. br. Panggabean beserta seluruh kakakkakak dan adik adik, saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya atas vii
doa, dorongan dan segala bantuan baik moril maupun material serta pengertiannya dalam meraih cita cita dan pengharapan saya. Ucapan yang tulus terutama juga penulis sampaikan kepada suami tercinta Mayor Laut Ridho Sihombing, SH, MH dan anak kami tersayang Asinandar Meilan Sihombing dan Grace Christalia Sihombing atas cinta kasih, pengorbanan, semangat, dorongan, serta motivasi dalam menyelesaikan karya akhir ini. Saya
menyadari sepenuhnya
bahwa tulisan ini
masih
sangat
banyak
kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikannya. Akhirnya dari lubuk hati yang paling dalam saya menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak, bila dalam proses pendidikan maupun dalam pergaulan sehari-hari ada tutur kata dan sikap yang kurang berkenan dihati. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan petunjukNya kepada kita semua. Amin. Denpasar ,
Agustus 2013 Penulis
Dr. Lussy Natalia Hendrik
viii
DEPRESI BERKORELASI DENGAN RENDAHNYA KUALITAS HIDUP PENDERITA PARKINSON Lussy Natalia Hendrik ABSTRAK Latar Belakang: Depresi memiliki hubungan yang erat dengan penyakit Parkinson, kondisi yang kronis dan pengobatan jangka panjang dapat mempengaruhi morbiditas dan kepatuhan dalam pengobatan. Pengobatan penyakit Parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala motorik dan memperlambat progresivitas penyakit. disamping terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi kualitas hidup penderita penyakit Parkinson. Peningkatan kualitas hidup adalah penting sebagai tujuan pengobatan pada penyakit kronis. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran depresi dan kualitas hidup serta hubungan antara keduanya. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional secara cross sectional. Pengambilan data dari semua pasien Parkinson yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan RSUP Sanglah dan RSUD Wangaya kota Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi. Variabel bebas adalah, depresi, jenis kelamin, Jenis pengobatan, lamanya sakit, umur saat onset dan stadium penyakit Parkinson sedangkan variabel tergantung skor PDQ-39. Hasil:. 60 pasien yang mengikuti penelitian, terdapat hubungan antara depresi dengan kualitas hidup penderita Parkinson dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,455 dan nilai p = 0,027. Simpulan: Depresi berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup penderita penyakit Parkinson. Kata kunci: Penyakit Parkinson – Depresi-PDQ-39 – Kualitas Hidup.
ix
DEPRESSION CORRELATES WITH THE LOW QUALITY OF LIFE OF THE PARKINSON PATIENTS Lussy Natalia Hendrik ABSTRACT Background : Depression has a close relationship with Parkinson’s disease, a chronic condition and long-term treatment may affect morbidity and the patients’ adherence to treatment. The current treatment of Parkinson’s disease aims to reduce motor symptoms and to slow the progression of the disease; in addition there are the effects of long-term drug therapy. This of course affects the quality of life of patients with Parkinson’s disease. The study aims to find the description of depression and quality of life as well as the relationship between the two. The Research Methods : This research is a cross-sectional observational study. The data collection was taken from all patients who were treated at Parkinson outpatient installation of Sanglah Public Hospital and Wangaya Hospital of Denpasar city who met the inclusion criteria. The independent variables are depression, gender, type of treatment, duration of illness, age at onset and the stage of Parkinson’s disease while the variables depend on the score of the PDQ39. Result : 60 patients entering the study, there is a relationship between depression and quality of life of patients of Parkinson with the correlation coefficient (r)= 0,455 and p value = 0.027 Conclusions : Depression is correlated with the poor quality of life of patients with Parkinson’s disease. Keyword : Parkinson’s Disease-Depression-PDQ-39-Quality of Life
x
RINGKASAN
Penyakit Parkinson (PP) merupakan penyakit neurodegeneratif progresif dan merupakan penyakit neurodegeneratif yang paling lazim setelah penyakit Alzheimer. Salah satu penyakit degeneratif yang sering disertai depresi adalah PP . Insiden depresi pada PP berkisar antara 20% sampai 70% , Patofisiologi depresi pada PP belum diketahui secara pasti , tetapi diduga berhubungan dengan perubahan metabolisme serotonin . kondisi yang kronis dan pengobatan jangka panjang dapat mempengaruhi morbiditas dan kepatuhan dalam pengobatan. Yang akan mempengaruhi kualitas hidup .PDQ-39 (Parkinson’s disease questionnaire39) merupakan instrumen pengukur kualitas hidup pada penderita PP. Mengukur perspektif penderita terhadap PP, berisi domain fisik, sosial dan berkarya. aspek hubungan keluarga, hubungan dengan teman .penelitian ini dgn menggunakan , hasil penelitian ini menunjukan bahwa depresi mempunyai korelasi dengan kualitas hidup yang rendah pada PP, didapatkan juga bahwa faktor jenis kelamin, stadium penyakit, usia saat diagnosis, lama sakit, dan jenis pengobatan tidak mempengaruhi kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup adalah penting sebagai tujuan pengobatan. Pencapaian keberhasilan dalam bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat, tidak hanya pada penurunan jumlah penderita tetapi lebih ditekankan pada kualitas penanganannya, baik secara preventif maupun kuratif. Kualitas hidup sebagai manifestasi dari kesejahteraan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan. xi
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM…………………………………………………………. PRASYARAT GELAR…………………………………………………….. LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………... PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………………... UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………….. ABSTRAK………………………………………………………………….. ABSTRACT………………………………………………………………… RINGKASAN………………………………………………………………. DAFTAR ISI ………………………………………………………………. DAFTAR TABEL………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. DAFTAR SINGKATAN ………………….……………………………….. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
i ii iii iv vi ix x xi xii xvii xviii xix xxi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………... 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………….. 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 1.3.1 Tujuan Umum ……………………………………………………… 1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………... 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………… 1.4.1 Manfaat Akademis ………………………………………………… 1.4.2 Manfaat Praktis …………………………………………………….
1 1 4 4 4 4 5 5 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..…………………………………………. 2.1 Penyakit Parkinson …………………………………………………… 2.1.1 Definisi ……………………………………………………………. 2.1.2 Jenis-jenis Parkinsonism…………………………………………… 2.1.3 Diagnosis ………………………………………………………….. 2.1.4 Patofisiologi ……………………………………………………….. 2.1.5 Patogenesis ………………………………………………………… 2.1 Gambaran Klinis …………………………………………………... 2.1.7 Pengobatan Penyakit Parkinson …………………………………… 2.2 Depresi ……………………………………………………………….. 2.2.1 Definisi ……………………………………………………………. 2.2.2 Gejala-gejala Depresi………………………………………………. 2.2.2.1 Gejala Fisik……………………………………………………….. 2.2.2.2 Gejala Psikis……………………………………………………… 2.2.2.3 Gejala Sosial …………………………………………………….. 2.2.3 Faktor Risiko ………………………………………………………. 2.2.3.1 Jenis Kelamin …………………………………………………….. 2.2.3.2 Usia……………………………………………………………….. 2.2.3.3 Status Perkawinan ………………………………………..............
6 6 6 6 7 8 11 13 17 18 18 19 19 20 20 21 21 21 21
xii
2.2.3.4 Geografis …………………………………………………………. 2.2.3.5 Riwayat Keluarga ………………………………………………… 2.2.3.6 Kepribadian ………………………………………………………. 2.2.3.7 Stresor Sosial ……………………………………………………... 2.2.3.8 Dukungan Sosial …………………………………………………. 2.2.3.9 Tidak Bekerja …………………………………………………….. 2.2.4 Etiologi ……………………………………………………………... 2.2.4.1 Faktor Biologi ………………………………………………......... 2.2.4.2 Faktor Genetik …………………………………………………… 2.2.4.3 Faktor Psikososial ……………………………………………….. 2.2.5 Diagnosis …………………………………………………………... 2.3 Depresi Dan Kualitas Hidup Pada Penyakit Parkinson ……………… 2.3.1 Frekuensi …………………………………………………………… 2.3.2 Korelasi Klinis Depresi Dan Kualitas Hidup Pada Penyakit Parkinson………………………………………………………….. 2.3.2.1 Usia Dan Lamanya Sakit ………………………………………… 2.3.2.2 Jenis Kelamin ……………………………………………………. 2.3.2.3 Gejala Depresi …………………………………………………… 2.3.2.4 Derajat Depresi ………………………………………………….. 2.3.2.5 Pengaruh Depresi Terhadap Gangguan Motorik ……………….. 2.3.2.6 Pengaruh Depresi Terhadap Kognitif …………………………… 2.3.3 Patofisiologi Depresi Pada Penyakit Parkinson …………………. 2.4 Kualitas Hidup ………………………………………………………
21 22 22 22 22 23 23 23 25 25 27 28 28 29 29 29 29 30 30 31 31 33
BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………………………………………………………………. 3.1 Kerangka Pikir ……………………………………………………….. 3.2 Kerangka Teori……………………………………………………….. 3.3 Kerangka Konsep ……………………………………………………. 3.4 Hipotesis Penelitian …………………………………………………..
36 36 37 38 38
BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………………... 4.1 Jenis Penelitian ………………………………………………………. 4.2 Subjek Penelitian …………………………………………………….. 4.3 Jumlah Sampel ……………………………………………………….. 4.4 Identifikasi Variabel …………………………………………………. 4.5 Alur Penelitian ……………………………………………………….. 4.6 Tempat Dan Waktu Penelitian ……………………………………….. 4.7 Peralatan ………………………………………………………………. 4.8 Analisis Data ………………………………………………………….. 4.9 Etika Penelitian ………………………………………………………..
39 39 39 40 41 44 45 46 46 46
BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………………. 5.1 Karakteristik Subjek……………………………………………………. 5.2 Nilai sensitifitas dan spesifisitas PDQ-39………………………………
48 48 50
xiii
5.3 Korelasi depresi dengan kualitas hidup penderita Parkinson.………….. 5.4 Korelasi faktor jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan lama pengobatan dengan kualitas hidup penderita penyakit Parkinson………………………..……………………….
51
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………… 6.1 Karakteristik subjek…………………………………………………….. 6.2 Korelasi Depresi dengan kualitas hidup penderita Parkinson …………. 6.3 Faktor Jenis Kelamin, Stadium Penyakit, Umur saat Diagnosis, Lama Sakit dan Jenis Pengobatan dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson………………………………………………………………. 6.4 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………..
53 53 55 58
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………………………..
67
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
68
LAMPIRAN …………………………………………………………………
75
xiv
52
58 65
DAFTAR TABEL 5.1 Karakteristik Subjek berdasarkan jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama diagnosis dan lama pengobatan……………………………………………… 5.2 Korelasi depresi dengan kualitas hidup penderita penyakit Parkinson …………………...…………………………………… 5.3 Korelasi faktor jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama diagnosis dan lama pengobatan dengan kualitas hidup………………………………...
xv
49 51
52
DAFTAR GAMBAR 2.1 2.2 3.2 3.3 4.1 4.2 5.1
Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung..................................................................................... Patogenesis penyakit Parkinson……………………………… Kerangka Teori………………………………………………. Kerangka Konsep…………………………………………….. Rancangan Penelitian………………………………………… Alur Penelitian……………………………………………….. Kurva ROC……………………………………………………
xvi
10 12 37 38 39 45 51
DAFTAR SINGKATAN ADL ATP BDI COP COMT CRH DA DM DNA DSM-IV D1 D2 GABA GPe GPi HDRS HIAA HPA HRQL HVA MAO-B MMSE MPGH MPTP OHDA PDQ-39 PGK PINK 1 PP PVN QOL ROS SNc SNr STN
: Activity of Daily Living : Adenosine Triphosphate : Beck’s Depression Inventory : Cut of Point : Catechol-0-Methyltransfarase : Corticotropin – Releasing Hormonal : Dopamin Agonist : Diabetes Militus : Deoxyribonucleid Acid : Diagnostik Manual Statistik IV : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik : Gaba-Aminobutryc Acid : Globus palidus pars eksterna : Globus palidus pars interna : Hamilton Depression Rating Scale : Hydroxyindoleacetic Acid : Hypothalamic-Pituitary-Adrenal : Health Related Quality of Life : Homovanilic Acid : Mono Amine Oxidase : Mini Mental State Examination : Methoxy Hydroksi Phenil Glikol : Methyl Phenyl Tetrahydroprydine : Oxidopamine Hydroxydopamine : The Parkinson’s Disease Questionnaire : Penyakit Ginjal Kronis : Parkin Expression Arrest the Movement of Neuronal Mitochondria : Penyakit Parkinson : Paraventriculer nucleus : Quality of Life : Reactive Oxigen Species : Substansia nigra pars compacta : Substansia nigra pars retikulata : Subthalamic nucleus
xvii
UCH-L1 UPDRS UPS VL WHO
: Ubiquitin Carboxyl-terminal Hydrolase Isozym L1 Precusor : Unified Parkinson’s Disease Rating Scale : Ubiquitia Proteansome System : Ventrolateral thalamus : World Health Organization
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Informasi Pasien Lampiran 2 : Formulir Persetujuan tertulis Lampiran 3 : Lembaran Pengumpulan Data Lampiran 4 : Skala Depresi Hamilton Lampiran 5 : Mini Mental State Exam (MMSE) Lampiran 6 : PDQ-39 Lampiran 7 : Analisi data Lampiran 8 : Sampel Penelitian
xix
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Penyakit Parkinson (PP) merupakan penyakit neurodegeneratif progresif
yang disebabkan karena proses degeneratif spesifik neuron-neuron dopaminergik ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Badan Lewy). PP adalah tipe tersering dari suatu keadaan Parkinsonism, lebih kurang 80% dari seluruh kasus (Rowland, 2005). PP adalah penyakit neurodegeneratif yang paling lazim setelah penyakit Alzheimer, dengan insiden di Inggris kira-kira 20/100.000 dan prevalensinya 100160/100.000. Prevalensinya kira-kira 1 % pada umur 65 tahun dan meningkat 45% pada usia 85 tahun (Thomson, 2001; Stephen, 2003). Pada umumnya PP muncul pada usia 40-70 tahun, rata-rata diatas usia 55 tahun, lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2. Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi PP terjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%, menengah terdapat pada ras Asia 0,018% dan prevalensi terendah terdapat pada ras kulit hitam di Afrika 0,01% (Tan, 2004; Rowland, 2005). PP diperkirakan menyerang sekitar 876.665 orang Indonesia dari total jumlah penduduk saat itu sebesar 238.452.952 (Noviani dkk, 2010), untuk angka dan karakteristik penderita PP di propinsi Bali hingga saat ini belum ditemukan data secara pasti.
1
2
PP terdapat 4 manifestasi gejala utama motorik : tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia (berkurang atau lambatnya suatu gerakan), dan instabilitas postural (Fahn, 2003). Selain itu pada PP juga terdapat gejala non motorik yang termasuk didalamnya adalah gangguan sensoris dan otonom serta gangguan neurobehavioral (neuropsikiatri) seperti depresi, ansietas, dan psikosis (Fahn, 2003). Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai. Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau golongan, maupun jenis kelamin (Kaplan, 2010). Salah satu penyakit degeneratif yang sering disertai depresi adalah PP (Schrag, 2001; Pasquale dkk, 2008; Kleiner-Fisman, 2010). Insiden depresi pada PP berkisar antara 20% sampai 70% (Quelhas, 2009), dengan berbagai studi. Para ahli memandang depresi merupakan suatu reaksi terhadap disabilitas fisik yang berhubungan dengan penyakitnya (Kleiner-Fisman, 2010), namun kenyataannya sedikit sekali hubungan antara beratnya disabilitas motorik dengan depresi (Scalzo, 2009). Bahkan peneliti lain mengatakan tidak ada hubungan antara beratnya gangguan motorik dengan depresi (Quelhas, 2009). Depresi pada PP cenderung mengenai usia yang lebih muda (Schrag, 2001; Scalzo, 2009) dan lebih sering pada perempuan (Schrag, 2001). Patofisiologi depresi pada PP belum diketahui secara pasti (Schrag, 2001), tetapi diduga berhubungan dengan perubahan metabolisme serotonin ( Marsh Laura, 2005; Pasquale, 2008) dan norefinefrin (Marsh Laura, 2005). Penurunan 50% kadar serotonin telah diamati di ganglia basalis dan bagian korteks serebri
3
lain pada pasien PP, hal ini menyokong pendapat bahwa sistem serotonergik ascending rusak sebagian pada PP (Marsh Laura, 2005). Depresi memiliki hubungan yang erat dengan PP, kondisi yang kronis dan pengobatan jangka panjang dapat mempengaruhi morbiditas dan kepatuhan dalam pengobatan (Schrag, 2001). Meskipun depresi merupakan penderitaan tambahan pada PP, namun usaha untuk mengatasinya terutama intervensi psikososial, hanya sedikit mendapat perhatian tenaga medis. Sampai saat ini masih sedikit penelitian di Indonesia yang mengkaji kualitas hidup penderita PP khususnya yang mengalami depresi, kewaspadaan dan minat praktisi kesehatan untuk melihat aspek psikis/kejiwaan masih kurang terutama dalam keterkaitannya terhadap kualitas hidup pasien (Wijaya, 2005). Pengobatan PP saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala motorik dan memperlambat progresivitas penyakit disamping terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi kualitas hidup penderita PP. Peningkatan kualitas hidup adalah penting sebagai tujuan pengobatan. Pencapaian keberhasilan dalam bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat, tidak hanya pada penurunan jumlah penderita tetapi lebih ditekankan pada kualitas penanganannya, baik secara preventif maupun kuratif. Kualitas hidup sebagai manifestasi dari kesejahteraan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan. PDQ-39 (Parkinson’s disease questionnaire-39) merupakan instrumen pengukur kualitas hidup pada penderita PP. PDQ-39 mengukur perspektif penderita terhadap PP, berisi domain fisik, sosial dan berkarya. PDQ-39 memiliki
4
aspek hubungan keluarga, hubungan dengan teman dan dalam hal berkarya (Marinus dkk, 2002 ; Silitonga 2007). Oleh karena uraian di atas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran depresi dan kualitas hidup serta hubungan antara ke duanya pada penderita PP. 1.2
Rumusan masalah Berdasarkan uraian tersebut, apakah terdapat korelasi antara depresi dengan rendahnya kualitas hidup penderita PP?.
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan umum Mengetahui korelasi antara depresi dengan rendahnya kualitas hidup penderita PP.
1.3.2
Tujuan khusus
a.
Mengetahui proporsi depresi pada penderita PP
b.
Mengetahui derajat kualitas hidup penderita PP
c.
Mengetahui apakah terdapat korelasi antara depresi dengan rendahnya kualitas hidup penderita PP.
5
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat akademis Dengan mengetahui hubungan antara depresi dengan kualitas hidup pada penderita PP maka akan dapat menambahkan khasanah keilmuan dalam menentukan prognosis penderita PP.
1.4.2
Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai sumber rujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam usaha memperbaiki kualitas hidup penderita PP.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Penyakit Parkinson
2.1.1
Definisi Penyakit
Parkinson
merupakan
penyakit
neurodegeneratif
sistem
ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang gejala utamanya adalah tremor waktu istirahat, kekakuan (rigidity), melambatnya gerakan (akinesia) dan instabilitas postural (postural instability) (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013). 2.1.2
Jenis-Jenis Parkinsonism
Berdasarkan penyebabnya Parkinsonism dibagi atas 4 jenis: a. Idiopatik (primer) Penyakit Parkinson, genetic Parkinson's disease b. Simptomatik (Sekunder) Akibat dari: Infeksi, obat, toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor, hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif. c. Parkinsonism plus (Multiple system degeneration) Parkinsonism plus sindrom adalah Parkinsonism primer dangan gejalagejala tambahan. Termasuk demensia Lewy bodies, progresif supranuklear 6
7
palsi, atrofi multi sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi olivopontoserebelar, sindrom Shy-Drager, degenerasi kortikobasal, kompleks Parkinsonism demensia ALS (Guam), neuroakantositosis. d. Parkinsonism herediter Penyakit Wilson, penyakit Huntington's disease, penyakit Lewy bodies (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013) 2.1.3
Diagnosis Diagnosis PP berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik
utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (PERDOSSI, 2013) : • Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama 1.Tremor istirahat 2. Rigiditas 3. Bradikinesia 4. Kegagalan refleks postural • Probable : Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan refleks postural) alternatif lain: tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris atau bradikinesia asimetris sudah cukup. • Definite : Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak asimetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama, asimetris.
8
Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian. Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (PERDOSSI, 2013) yaitu: a. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman). b. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu. c. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang . d. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya. e. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachcactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu. (Joesoef, 2001; Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013)
9
2.1.4
Patofisiologi Secara umum dapat dikatakan bahwa PP terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di SNC sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada PP adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuro melanin di dalam batang otak, khususnya di SNc, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur langsung (direk) reseptor D1 dan jalur tidak langsung (indirek) berkaitan dengan reseptor D2. Selama masukan jalur langsung dan jalur tidak langsung seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan. Pada penderita PP, terjadi degenerasi kerusakan SNc dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala PP
belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur langsung dengan neurotransmitter GABA (Gaba-Aminobutryc Acid) (inhibitorik) tidak teraktivasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur tidak langsung dari putamen ke globus palidus segmen eksterna yang GABA ergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus
10
segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABA ergik dari globus palidus segmen ekstena ke nukleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi. Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus /substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah talamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah GABA ergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.
Gambar 2.1 Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung (Joesoef , 2001;Husni , 2002)
11
2.1.5
Patogenesis Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan oksidatif
dalam
patogenesis
PP,
kerusakan
oksidatif
pada
lipid,
protein,
dan
Deoxyribonucleid Acid (DNA) dapat diamati pada SNc otak pasien PP sporadik. Peningkatan metabolisme dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan Reactive Oxygen Species (ROS), peningkatan besi reaktif, dan gangguan jalur pertahanan anti oksidan (Moore dkk, 2005). Penurunan
sebesar
30-40%
aktivitas
komplex-I
rantai
respirasi
mitokondria (Olanow, 2005; Zorniak, 2007). Defek komplex-I menyebabkan degenerasi neuron pada PP melalui penurunan sintesis Adenosine Triphosphate (ATP) (Moore dkk, 2005; olanow, 2005; Zorniak, 2007). Beberapa studi epidemiologi memperlihatkan pestisida dan toksin dapat menghambat komplex-I (Sherer dkk, 2002). MPTP menghambat komplex-I dan menimbulkan gejala Parkinson pada manusia dan model binatang (Dauer & Przedborski, 2003: Moore dkk, 2005; Olanow, 2005). Bukti terbaru menunjukkan cacat pada ubiquitin proteasome system (UPS) dan protein yang salah peran juga mendasari patogenesis molekuler PP. Agregasi α-synuclein secara jelas menurun dari inhibisi komplex-I dan agregasi semacam itu bisa juga menghambat fungsi proteasomal (Moore dkk, 2005) Rangkaian kejadian yang dipicu oleh agregasi α-synuclein, peningkatan stress oksidatif, dan defisit sintesis Adenosine Triphosphate (ATP), semuanya itu bisa mengganggu fungsi normal UPS. Inhibisi terhadap UPS akan menghasilkan
12
akumulasi protein dan beberapa diantaranya bersifat sitotoksik. Parkin, Ubiquitin Carboxyl-terminal Hydrolase Isozym L1 Precusor (UCH-L1). (UCH-L1), dan DJ1 terlibat dalam pemeliharaan fungsi UPS, sementara PINK1, bersama dengan parkin dan DJ1, akan meregulasi fungsi normal mitokondria, penyakit terkait mutasi dalam gen ini akan mengarah pada sekelompok kejadian yang mengawali kematian neuron Dopamin Agonis (DA). Jalur kejadian ini selain mengakibatkan inhibisi proteasomal tetapi dapat juga bolak-balik mengganggu fungsi mitokondria (Moore dkk, 2005; Zorniak, 2007).
Gambar 2.2. Patogenesis PP (Moore dkk, 2005) : garis merah menandakan efek inhibisi : panah hijau menandakan sebab : garis putus-putus biru potensial mempunyai pengaruh
13
2.1.6 Gambaran klinis Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegalpegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita parkinson (Gilroy, 2000; Widjaja , 2003; Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013) a. Tremor Biasanya merupakan gejala pertama pada PP dan bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain juga akan turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur. b. Rigiditas Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan lebih berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.
14
c. Bradikinesia Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakangerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang (hipofonia). d. Hilangnya refleks postural Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium PP gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita PP yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh. e. Wajah Parkinson Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut. f. Mikrografia Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
15
g. Sikap Parkinson Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada PP. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan. h. Bicara Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada PP. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban. i. Disfungsi otonom Disfungsi otonom pada pasien PP memperlihatkan beberapa gejala seperti disfungsi kardiovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal (gangguan dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual (impotensi atau hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau dingin). Disfungsi otonom ini mungkin terlihat sebagai gejala dini PP namun lebih spesifik dikaitkan dengan stadium lanjut PP. Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18% . Patofisiologi disfungsi otonom pada PP diakui akibat degenerasi dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary lainnya seperti medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus rafe kaudal.
16
j. Gerakan bola mata Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu. k. Tanda Myerson Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda “Myerson” l. Demensia Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari (Asosiasi Alzaimer Indonesia, 2003). Kelainan ini berkembang sebagai konsekuensi patologi PP disebut kompleks parkinsonism demensia. Demensia pada PP mungkin baru akan terlihat pada stadium lanjut, namun pasien PP telah memperlihatkan perlambatan fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Gangguan fungsi kognitif pada PP yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses penuaan normal. Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%. m. Depresi Sekitar 40% penderita PP terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara
17
anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra (Hermanowicz, 2001; Wolters , 2007). 2.1.7
Pengobatan Penyakit Parkinson Pengobatan PP dapat dikelompokkan, sebagai berikut : a. Bekerja pada sistem dopaminergik b. Bekerja pada sistem kolinergik c. Bekerja pada glutamatergik Dari ketiga macam pengobatan tersebut diatas, mempunyai tujuan yang
sama yaitu mengurangi gejala motorik dari PP. Sesuai dengan penyakit degeneratif lainnya, obat akan terus digunakan seumur hidup. Hal ini akan menimbulkan efek samping penggunaan obat jangka panjang yang merugikan dan akan mempengaruhi kualitas hidup penderita PP (Hristova dkk, 2000; Misbach, 2003). Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama levodopa mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan jangka panjang. Fahn (2003) membuktikan bahwa levodopa bersifat toksik dan menambah progesifitas dari PP. Efek samping ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia dan gangguan neuropsikiatrik. Gejala yang timbul pada tahap lanjut dan tidak berespon terhadap terapi levodopa sering menyebabkan penderita mudah jatuh, gangguan postural, “freezing “, disfungsi otonom, dan demensia. Gejala yang timbul pada tahap lanjut
18
ini sering dijumpai pada penderita usia muda dan jarang didapatkan pada penderita yang mulai mendapatkan terapi levodopa pada usia diatas 70 tahun. Pada obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi jangka panjang berupa gangguan kognitif. Efek samping ini dapat berupa halusinasi dan gangguan daya ingat. Sedangkan pada obat yang bekerja pada glutamatergik dapat mempunyai efek terapi jangka panjang berupa halusinasi, insomnia, konfusi dan mimpi buruk (Jankovic, 2002; Misbach , 2003: Helme, 2006). 2.2
Depresi
2.2.1
Definisi Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi sering kali berhubungan dengan berbagai masalah psikologis lain, seperti serangan panik, penyalahgunaan zat, disfungsi seksual dan gangguan kepribadian (Davison dkk, 2006). Depresi sebagai suatu gangguan suasana hati yang dicirikan dengan tidak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu kegiatan, tidak mampu untuk berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba untuk bunuh diri (Lubis, 2009). Episode depresi biasanya berlangsung selama kurang
19
dari 9 bulan, tetapi pada 15 - 20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih. 2.2.2
Gejala-gejala depresi
2.2.2.1 Gejala fisik Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi (Lumongga, 2009). Adapun gejalanya adalah: -Gangguan pola tidur, misalnya sulit tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit. -Menurut tingkat aktivitas pada umumnya orang dengan depresi menunjukan
perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak
melibatkan orang lain. -Menurunnya efisiensi kerja, penyebab jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada satu hal atau pekerjaan. -Menurunnya produktivitas kerja, orang dengan depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjannya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasaan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula.
20
-Mudah merasa letih dan sakit, jelas saja depresi merupakan perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif, maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaannya. 2.2.2.2 Gejala psikis Kehilangan rasa percaya diri, penyebabnya orang yang dengan depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Sensitif, orang dengan depresi suka mengaitkan sesuatu dengan dirinya. Perasaan sensitif sekali sehingga sering peristiwa yang terjadi dipandang berbeda oleh mereka dan bahkan salah diartikan. Akibatnya mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain, mudah sedih, murung dan lebih suka menyendiri. Merasa diri tidak berguna, perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama dibandingkan dengan lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Perasaan bersalah, perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang dengan depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagi suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka menjalankan tanggung jawab yang dilaksanakan. Perasaan terbebani, banyak orang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya, mereka merasa terbeban berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat. 2.2.2.3 Gejala sosial Masalah depresi yang berawal dari sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungannya orang dengan depresi merasa tidak mampu bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan
21
2.2.3
Faktor resiko
2.2.3.1 Jenis kelamin Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan karena wanita lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan dan ambangnya terhadap stressor lebih rendah bila dibandingkan dengan pria. 2.2.3.2 Usia Depresi lebih sering terjadi pada usia muda. Faktor sosial sering menempatkan seseorang yang berusia muda pada resiko tinggi. Faktor biologik seperti faktor genetik juga sering memberikan pengaruh pada seseorang yang berusia lebih muda. 2.2.3.3 Status perkawinan Gangguan depresi mayor lebih sering dialami individu yang bercerai atau berpisah bila dibandingkan dengan yang menikah atau lajang. Status perceraian menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi. Depresi lebih sering pada orang yang tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat lain. 2.2.3.4 Geografis Penduduk kota lebih sering menderita depresi dibandingkan dengan penduduk desa. Depresi lebih tinggi dalam institusi perawatan bila dibandingkan dengan didalam masyarakat. Depresi di pusat kesehatan masyarakat lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum.
22
2.2.3.5 Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi lebih tinggi pada subyek penderita depresi bila dibandingkan dengan kontrol. Begitu pula, riwayat keluarga bunuh diri dan menggunakan alkohol sering pada keluarga penderita depresi dari pada kontrol. Dengan perkataan lain, risiko depresi semakin tinggi bila ada riwayat genetik dalam keluarga. 2.2.3.6 Kepribadian Seseorang dengan kepribadian yang lebih tertutup, mudah cemas, hipersensitif dan lebih bergantung pada orang lain rentan terhadap depresi. 2.2.3.7 Stresor sosial Stresor adalah suatu keadaan yang dirasakan sangat menekan sehingga seseorang tidak dapat beradaptasi dan bertahan. Peristiwa-peristiwa kehidupan baik yang akut maupun yang kronik dapat menimbulkan depresi. Persepsi seseorang terhadap suatu stresor juga ikut menentukan pengaruh stresor terhadap orang tersebut. Akumulasi peristiwa yang tidak menyenangkan juga berperan dalam terjadinya depresi, misalnya peristiwa pertengkaran dalam keluarga, memulai pekerjaan baru, perubahan lingkungan kerja, menderita penyakit serius, kematian anggota keluarga dan penyakit serius pada anggota keluarga dapat mrnjadi predisposisi untuk menjadi depresi. 2.2.3.8 Dukungan sosial Faktor-faktor dalam lingkungan sosial yang dapat memodifikasi pengaruh stresor psikososial terhadap depresi telah menjadi perhatian dalam penelitian
23
psikiatri. Dukungan sosial terdiri dari empat komponen : jaringan sosial, interaksi sosial, dukungan sosial yang didapat dan dukungan instrumental. 2.2.3.9 Tidak bekerja Tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko terjadinya depresi. Suatu survai yang dilakukan terhadap wanita dan pria dibawah 65 tahun yang tidak bekerja sekitar enam bulan mengalami depresi tiga kali lebih dari pada yang bekerja (Nurmiati Amir, 2005). 2.2.4
Etiologi
2.2.4.1. Faktor biologi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol) di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri ditemukan adanya kadar serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Reserpin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti pada PP yang disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, dapat menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
24
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin yang terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld , 2004). Hipersekresi
Corticotropin – Releasing Hormonal (CRH) merupakan
gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi, seperti perasaan takut dan marah ini berhubungan dengan nukleus paraventrikular (NPV), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik sehingga menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik nigrostriatal terhadap neurotoksin seperti Methyl Phenyl Tetrahydroprydine (MPTP), 6 Oxidopamine Hydroxydopamine (OHDA) dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksi merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002). Terjadi kehilangan secara selektif sel-sel saraf sistem saraf pusat selama proses penuaan. Terjadi
25
degenerasi neuronal korteks pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan
umur
dengan
penurunan
aktivitas
dari
noradrenergik,
serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menjadi menurun setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60an tahun. 2.2.4.2. Faktor Genetik Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot. Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menghadapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik. 2.2.4.3 Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya
26
perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya (Sadock, 2010). Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya (Sadock, 2010). Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik menyatakan hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Dikatakan bahwa kemarahan pasien depresi ditujukan kepada diri sendiri yang disebabkan karena objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang (Sadock, 2010). Menurut penelitian dikatakan depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa (Tasman, 2008). Faktor ketidak berdayaan yang dipelajari dimana ditunjukkan dalam hewan percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada penderita depresi, dapat ditemukan hal yang sama dari keadaan ketidakberdayaan tersebut (Sadock, 2010).
27
Pada teori kognitif, menunjukkan gangguan kognitif pada depresi. Tiga pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai “triadkognitif”, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Sadock, 2010). 2.2.5
Diagnosis Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum
menurut Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV): (American Psychiatric Association, 2000) a). Perubahan fisik - Penurunan nafsu makan - Gangguan tidur - Kelelahan atau kurang energi - Agitasi - Nyeri, sakit kepala, otot kram dan nyeri tanpa penyebab fisik b). Perubahan pikiran - Merasa bingung, lambat berpikir - Sulit membuat keputusan - Kurang percaya diri - Merasa bersalah dan tidak mau dikritik - Adanya pikiran untuk membunuh diri
28
c). Perubahan perasaan - Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri. - Merasa sedih - Sering menangis tanpa alasan yang jelas. - Irritabilitas, mudah marah dan terkadang agresif. d). Perubahan pada kebiasaan sehari-hari - Menjauhkan diri dari lingkungan sosial -Penurunan aktivitas fisik dan latihan. - Menunda pekerjaan rumah. 2.3
Depresi dan kualitas hidup pada PP
2.3.1
Frekuensi Frekuesi depresi pada PP bervariasi antara 20 - 70% (Quelhas, 2009), rata-
rata 40 - 50% dengan berbagai studi (Scalzo, 2009).
Frekuensi terendah
didapatkan sebelum adanya standarisasi. Saat ini penilaian depresi dilakukan melalui wawancara atau dengan kriteria diagnostik yang berlaku umum (Schrag, 2001; Jones dkk, 2009; Quelhas, 2009). Instrumen yang banyak dipakai pada penelitian depresi pada PP adalah Beck’s Depression Inventory (BDI)/ Hamilton Depression Rating Scale (HDRS): / Zung Self Depression Scale (Pasquale, 2008; Scalzo, 2009) Instrumen ini digunakan untuk menilai kuantifikasi suasana perasaan pada PP dan menilai respon dari pengobatan anti depresan (Scalzo, 2009).
29
2.3.2
Korelasi klinis depresi dan kualitas hidup pada PP
2.3.2.1 Usia dan lamanya sakit Kebanyakan peneliti beranggapan tidak ada hubungan antara usia pasien saat ini atau usia saat onset PP dengan terjadinya depresi (Quealhas, 2009), Schrag dan Scalzo menemukan bahwa depresi cenderung terjadi pada mereka yang berusia lebih muda saat onset gejala Parkinson, lamanya PP diderita semula diduga dapat mempengaruhi kualitas hidup, pasien yang lebih muda onset penyakit memperlihatkan lebih sering kehilangan pekerjaan, masalah perkawinan dan stigma di bandingkan dengan onset yang lebih tua pasien dengan PP (Schrag, 2001; Scalzo, 2009). Namun nyatanya tidak ada kaitan antara lamanya PP dengan perubahan suasana perasaan atau afek (Quelhas, 2009). 2.3.2.2 Jenis kelamin Seperti halnya dengan depresi pada umumnya, depresi pada PP lebih sering ditemukan pada perempuan mungkin karena faktor risiko depresi pada perempuan lebih besar yang dihubungkan dengan kualitas hidup (Schrag, 2001). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin yang dapat menyebabkan timbulnya depresi (Queahas, 2009) 2.3.2.3 Gejala depresi Analisis Brown dkk. terhadap nilai Beck’s Depression Inventory mendapatkan adanya peningkatan disphoria, rasa pesimistik terhadap masa yang akan datang, sedih dan gagasan bunuh diri. Sedikit sekali ditemukan gejala menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tersiksa (Quelhas, 2009).
30
2.3.2.4 Derajat depresi Didapatkan depresi ringan sekitar 65% , sedangkan depresi sedang sampai berat sekitar 35% (Scalzo, 2009). Peneliti lain menemukan lebih dari separuh (54 %) pasien Parkinson menderita depresi berat, sisanya depresi ringan (Jones, 2009). Proporsi depresi mayor 17%, depresi minor 22% dan dysthymia 13% (Reijnders, 2007). Pasien dengan gejala depresi berat mempunyai skor PDQ-39 yang tinggi. (Scalzo, 2009). Hubungan antara depresi dengan PDQ-39 di dapatkan hubungan terhadap mobilitas, Activity of Daily Living (ADL), sosial, kognitif dan emosional, namun tidak berhubungan dengan stigma, komunikasi dan kenyamanan dari tubuh (Scalzo, 2009). 2.3.2.5 Pengaruh depresi terhadap gangguan motorik Penyakit Parkinson ditandai oleh adanya gejala motorik klasik berupa rigiditas, bradikinesia, tremor (Schrag, 2001). Huber dkk menemukan bahwa pasien PP dengan depresi memperlihatkan bradikinesia dan rigiditas yang lebih hebat daripada pasien tanpa depresi, sedangkan pasien Parkinson tanpa depresi tampak lebih tremor. Pasien dengan gangguan stabilitas sikap dan gangguan cara berjalan tampak lebih depresi dari pada pasien dengan tremor (Schrag, 2001). Pada umumnya para peneliti menganggap tidak ada hubungan antara abnormalitas suasana perasaan (mood) dengan abnormalitas motorik (Schrag, 2001), tetapi depresi mungkin lebih sering pada sindrom dengan perubahan gaya berjalan dan sikap tubuh. Di antara gejala PP, tremor adalah gejala yang paling tidak responsif terhadap dopamin sehingga depresi lebih sering pada sindrom Parkinson dengan gejala-gejala yang nyata responsif terhadap dopamin.
31
Depresi yang berat berhubungan dengan
skor Unified Parkinson’s
Disease Rating Scale (UPDRS), khususnya UPDRS I dan UPDRS II. Depresi juga berhubungan dengan ADL, namun depresi yang berat tidak berhubungan dengan UPDRS III dan stadium penyakit (Scalzo, 2009), berbeda dengan penelitian yang lain bahwa depresi tidak berhubungan dengan beratnya gejala motorik dan derajat disabilitas (Tumas, 2008; Quelhas, 2009). Kualitas hidup berhubungan dengan beratnya penyakit yang dinilai dengan menggunakan UPDRS, stadium penyakit dan ADL (Scalzo, 2009). 2.3.2.6 Pengaruh depresi terhadap kognitif Depresi berhubungan dengan kognitif, gejala gangguan kognitif seperti mengantuk, bekurangnya konsentrasi dan gangguan memori (Scalzo, 2009). 2.3.3
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson Patofisiologi depresi pada PP sampai saat ini belum diketahui pasti
(Schrag, 2001). Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin (Mars Laura, 2005; Pasquale, 2008) dopamin (Hermanowicz, 2001) dan noradrenalin (Hermanowicz, 2001; Wolters, 2007). Pada PP terjadi degenerasi sel-sel neuron (Marsh Laura, 2005; Pasquale, 2008)), yang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus rafe dorsal, lokus sereleus, nukleus sentral pontin dan ganglia otonom. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada
32
nukleus rafe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32% - 87% (Hermanowicz, 2001). Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis (Hermanowicz, 2001) serta 50% di ganglia basalis (Pasquale, 2008). Selain itu juga terjadi pengurangan neuropeptid spesifik seperti metenkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin. Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini berhubungan dengan proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan reinforcement (Schrag, 2001). Febiger (dalam Nurmiati, 2005), mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada PP akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi.
33
Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi sistem ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan
kehilangan
harga
diri.
Ketergantungan
terhadap
lingkungan
dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan ( Pasquale, 2009; Kaplan, 2010), regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi (Pasquale, 2008). Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi. 2.4
Kualitas hidup Menurut WHO kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu
sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka. Menurut Carr (2006) kualitas hidup merupakan
34
persepsi individu yang dipengaruhi oleh budaya dan nilai-nilai untuk mencapai tujuan hidup, standar dan harapan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality oflife/HRQOL) menggambarkan pandangan individu atau keluarganya tentang tingkat kesehatan individu tersebut setelah mengalami suatu penyakit dan mendapatkan
suatu
bentuk
pengelolaan.
Health-related
quality
of
life
menggambarkan komponen sehat dan fungsional multidimensi seperti fisik, emosi, mental, sosial dan perilaku yang dipersepsikan oleh pasien atau orang lain di sekitar pasien (Ridley dan Young, 2002). Secara umum terdapat 5 bidang (domain) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan. Walaupun
terjadi
perbedaan
mengenai
dimensi
kualitas
hidup,
kebanyakan ahli setuju ada empat sampai lima dimensi QoL yang diterima. Kelima dimensi tersebut yaitu : a. Dimensi fisik adalah kemampuan fungsional seperti tingkat aktivitas, kekuatan energi, perawatan diri dan kesuburan. b. Dimensi psikologis termasuk kepuasan hidup dan pencapaian tujuan hidup, stres, harga diri, mekanisme pertahanan diri, keinginan, depresi dan ketakutan. c. Dimensi sosial menunjukkan bagaimana seseorang menjalin hubungan dengan keluarga, teman, kolega pada pekerjaan, dan masyarakat umum termasuk kepuasan seksual.
35
d. Dimensi somatik berhubungan dengan gejala penyakit dan efek samping perawatan. e. Spiritual adalah menunjukkan pada tujuan dan arti hidup seseorang. Pemilihan instrumen pengukur kualitas hidup berdasarkan atas konsep, keandalan, kesahihan dan kepraktisan instrumen tersebut. PDQ-39 mempunyai 39 pertanyaan, dengan 8 dimensi : mobilitas (10 item), aktivitas sehari-hari (6 item), kondisi emosi (6 item), stigma (4 item), dukungan sosial (3 item), kognisi (4 item) dan komunikasi (3 item). Nilai tertinggi menunjukkan kualitas hidup yang rendah. PDQ-39 memungkinkan untuk dapat dibandingkan dengan penyakit lain karena sifatnya lebih umum dan alami. Sedangkan instrumen spesifik walaupun dalam dimensi yang sama tetapi lebih terperinci pertanyaannya ditujukan pada kondisi yang diakibatkan penyakit tertentu. Hal ini memungkinkan lebih sensitif dalam mengukur perbedaan kualitas hidup dan kondisi tertentu dalam penyakit tersebut. Pada domain fisik PDQ-39 memiliki daftar pertanyaan yang banyak dan lengkap, 10 pertanyaan. Pada domain Sosial dan Berkarya, PDQ-39 memiliki aspek hubungan keluarga, hubungan dengan teman dan dalam hal berkarya (Marinus dkk, 2002)
36
BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1
Kerangka Pikir Berdasarkan uraian tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka pikir
pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Toxin
dapat
menyebabkan
disfungsi
mitokondria
melalui
defek
mitokondria kompleks-1, sedangkan kelainan genetik dapat mempengaruhi fungsi UPS
maupun
mitokondria
yang
menyebabkan
stress
oksidatif
yang
membahayakan integritas neuron sehingga dapat mempercepat degenerasi neuron. Faktor-faktor tersebut dapat merusak sel neuron di lokus sereleus, nukleus rafe dan nukleus substansia nigra. PP yang di tandai dengan hilangnya neuron dopaminergik pada substansia nigra disertai neuron serotonergik dan noradrenergik akan mengakibatkan deplesi neurotransmiter dopamin, serotonergik dan noradrenergik yang selanjutnya mendasari timbulnya gejala klinik motorik, disabilitas, depresi dan gangguan kognisi. Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini berhubungan dengan proses reward, mekanisme motivasi, respons terhadap stres, Penurunan reward mediation, ketergantungan terhadap lingkungan, dan respons terhadap stres yang tidak adekuat, apatis, rasa tidak berharga, rasa tidak berguna, tidak ada harapan dan putus asa. Hal ini pada
36
37
akhirnya di duga akan mempengaruhi kualitas hidup penderita di samping faktor umur, budaya dan dukungan sosial, seperti tergambar dalam skema. 3.2
Kerangka Teori
Disfungsi Mitokondria
Toksin
Kelainan Genetik
Stres Oksidatif Kerusakan UPS
Degenerasi sel-sel neuron substansia nigra
Penurunan Pe dopamin
Degenerasi sel-sel neuron nukleus rafe
Degenerasi sel-sel neuron lokus sereleus
Penurunan noradrenalin
Penurunan serotonin
PARKINSON
Gangguan Motorik
Disabilitas
Efek terapi jangka panjang
Gejala non motorik
Depresi
Kualitas hidup
Gambar 3.2 Kerangka Teori
Gangguan kognitif
-Usia -Jenis kelamin -Dukungan sosial -Budaya
38
3.3
Kerangka Konsep
PP
-Penderita Parkinson yang menderita gangguan psikiatri. -Penderita yang dalam perawatan rawat inap akibat penyakit lain (Penyakit ginjal kronis, penyakit hati yang kronis dan DM) -Peminum alkohol dan zat adiktif lainnya -Stroke, infeksi intrakranial, Neoplasma, trauma kepala -Gangguan kognitif -Obat-obat anti depresan
Depresi
Kualitas Hidup
-Jenis kelamin -Lamanya sakit -Umur saat onset -Stadium Penyakit -Jenis pengobatan
Faktor yang dinilai Faktor Pengganggu Gambar 3.3 KerangkaKonsep
3.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan tinjauan pustaka, maka disusun
hipotesis penelitian adalah : Depresi berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup penderita PP.
39
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancang penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan data primer dari semua pasien Parkinson yang dirawat di Instalasi Rawat Jalan RS Sanglah Denpasar dan RSUD Wangaya Kota Denpasar, dalam waktu yang bersamaan dan telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Qol tinggi
Depresi (+) Qol rendah
PP Qol tinggi
Depresi (-) Qol rendah
Dinilai pada satu periode waktu
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2 Subyek Penelitian Subyek penelitian diambil dari seluruh penderita Parkinson yang berobat di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah dan RSUD Wangaya kota Denpasar, dari bulan Maret 2013 sampai dengan Juli 2013 yang memenuhi kriteria inklusi. 39
40
Kriteria inklusi: a. Penderita Parkinson yang memenuhi kriteria definit dari Hughes. b. Pada saat di periksa penderita dalam keadaan sadar (GCS E4V5M6) dan kooperatif. c. Bersedia ikut serta dalam penelitian. Kriteria esklusi: a.
Penderita Parkinson yang menderita gangguan psikiatri.
b.
Penderita yang dalam perawatan rawat inap akibat penyakit lain (Penyakit Ginjal kronis, penyakit Hati yang kronis dan DM)
c.
Peminum alkohol dan zat adiktif lainnya.
d.
Stroke, infeksi intrakranial, Neoplasma, Trauma kepala.
e.
Gangguan kognitif
f.
Obat-obat anti depresi
4.3
Jumlah Sampel
n
= Z α2 PQ d2
(Sudigdo,2010)
n = jumlah sampel yang dibutuhkan Zα = 1,96 (α = 0,05). P = proporsi depresi pada Parkinson = 17% (Reijnders, 2008) Q = 1-P = 83% d = 10%
41
Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 53 orang 12,5%= 60 orang
4.4
Identifikasi Variabel Variabel bebas : Depresi, jenis kelamin, umur, jenis pengobatan, lamanya
sakit, umur saat onset, stadium PP. Variabel tergantung : kualitas hidup yang diukur dengan nilai PDQ-39. Batasan operasional dan variabel a. Kualitas Hidup adalah evaluasi subjektif tentang dampak dari penyakit dan pengobatannya dalam hubungan dengan tujuan nilai dan pengharapan penderita (Haan, 2007). Dinilai berdasarkan skor kuesioner PDQ-39. Skor kuesioner dianalisis dengan kurva ROC untuk menetukan nilai Cut of Point. 1) Kualitas hidup baik jika Skor PDQ-39 ≤ COP 2) Kualitas hidup buruk jika Skor PDQ-39 > COP b.
Umur adalah jumlah tahun sampai saat ini, sesuai dengan yang tercantum di KTP dan diukur dalam satuan tahun. Data berskala numerik.
c.
Jenis kelamin: ditentukan berdasarkan kartu tanda penduduk (dibagi menjadi laki-laki dan perempuan). Data berskala nominal.
d. Jenis pengobatan: berdasarkan obat yang diresepkan dokter poliklinik Saraf RSUP Sanglah dan RSUD Wangaya Denpasar; antara lain monoterapi Levodopa maupun kombinasi antara levodopa dengan antikolinergik atau dopa agonis maupun ketiganya. Data berskala ordinal.
42
e. Stadium penyakit : tingkat keparahan yang dinilai dari gejala dan kondisi yang didapat saat pemeriksaan, berdasarkan kriteria Hoehn-Yarh stadium di persepsi menjadi stadium 1,2,3,4 dan 5 (Schrag dkk, 2000). Data berskala ordinal. f. Depresi : Suatu penyakit yang mempunyai gejala antara lain perasaan bersalah, kesulitan merasa kesenangan dalam setiap kegiatan, emosi yang labil, gangguan tidur dan perasaan sedih (Lubis, 2009).
Dinilai dengan
menggunakan skala Hamilton, dimana depresi ringan dengan rentang skala 717, depresi sedang dengan rentang skala 18 - 24 dan > 24 untuk depresi berat (Scharg dkk., 2007; Mirani, 2009). Dinilai apakah ada depresi atau tidak ada depresi. Skala tersebut telah dilakukan uji validitas dan reabilitas di Indonesia. Data berskala nominal. g. Gangguan Kognitif : Gangguan yang terjadi pada salah satu domain fungsi kognitif yaitu domain bahasa, memori, atensi, visuspatial dan fungsi eksekutif (PERDOSSI, 2007). Penilaian fungsi kognitif dengan menggunakan MMSE dari Folstein. Rentang skor 0 - 30, 24 - 30 tidak ada gangguan kognitif, 17 - 23 probable gangguan kognitif, 0 - 16 definit gangguan kognitif. Dinilai apakah ada gangguan kognitif atau tidak ada gangguan kognitif. Data berskala nominal. h. Gejala motorik yang timbul adalah gejala motorik yang dialami penderita PP saat pemeriksaan, penilaian ya atau tidak untuk tiap gejala motorik tremor saat istirahat yang unilateral, tremor saat istirahat yang bilateral, gejala rigiditas
43
yang unilateral, gejala rigiditas yang bilateral, gejala bradikinesia, dan gejala ganguan postural. Data berskala nominal. i. Umur pertama kali muncul gejala adalah umur penderita PP saat pertama kali timbul gejala PP. Data dikategorikan <60 tahun dan ≥ 60 tahun. Data berskala nominal. j. Lama menderita PP adalah lamanya penderita PP menderita PP sejak pertama kali muncul gejala PP. Data dikategorikan dalam < 5 tahun dan 5 tahun. Data berskala nominal. k. Pengobatan yang diterima adalah jenis obat-obatan Parkinson yang dikonsumsi penderita PP saat pemeriksaan. Penilaian ya atau tidak untuk penggunaan Levodopa, antikolinergik, dopamin agonis, Mono Amine Oxidase (MAO)-B inhibitor, B adrenergic antagonis dan Catechol-0-Methyltransfarase (COMT) inhibitor. Data berskala nominal. l. Riwayat stroke yaitu apabila penderita pernah menderita serangan stroke sebelumnya. Data di dapat dari hasil wawancara, pemeriksaan klinis dan dari catatan rekam medik. m. Riwayat trauma kepala yaitu apabila penderita pernah mengalami trauma kepala yang menyebabkan kesadaran menurun/opname yang didapatkan dari wawancara dan status rekam medik. n. Riwayat tumor serebri ditentukan secara klinis dan radiologis, berdasarkan catatan rekam medik o. Riwayat Infeksi intrakranial yaitu apabila penderita pernah mengalami infeksi intrakranial berdasarkan anamnesis/heteroanamnesis, dan opname karena
44
penyebab tersebut. Data berdasarkan hasil wawancara dan catatan rekam medik. p.
Diabetes melitus (DM): Penderita dengan gejala klinis berupa poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang disertai salah satu dari kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau gula darah 2 jam postprandial ≥ 200 mg/dl, atau penderita dengan gejala tidak khas disertai dua kali pemeriksaan gula darah seperti tersebut pada sebelumnya (Sugondo dkk., 2006). Didapatkan dari hasil wawancara dan catatan rekam medik.
q. Penyakit ginjal kronis (PGK) ditandai oleh penurunan progresif LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) mencapai 10% dari fungsi normal (20 mL/menit) (Milner, 2003). Data didapat dari hasil pemeriksaan laboratorium berdasarkan catatan medik penderita. r. Obat anti depresan adalah thimoleptika atau psikis energizer. Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin) (Nurmiati Amir, 2005). Data didapatkan berdasarkan cacatan medik penderita dan hasil wawancara. 4.5
Alur Penelitian Penderita Parkinson yang datang ke poliklinik penyakit saraf
RSUP
Sanglah dan yang memenuhi kriteria eligibilitas diambil sebagai sampel secara consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik umum. Karakteristik penderita ditelusuri dari catatan medik.
45
Populasi target : Pasien dengan PP
Populasi terjangkau: Pasien dengan PP di poliklinik RSUP Sanglah dan RSUD Wangaya Kota Denpasar Informed Concent
Ekslusi
Inklusi Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)
Ada depresi
Tidak ada depresi
PDQ-39
PDQ-39
QoL Tinggi
Qol Rendah
QoL Tinggi
Qol Rendah
Analisis Statistik
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.6
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Saraf RS Sanglah Denpasar dan RSUD
Wangaya Denpasar dimulai bulan bulan maret 2013 sampai dengan Juli 2013 sampai dengan semua subyek penelitian diperiksa.
46
4.7
Peralatan Instrumen yang digunakan terdiri dari alat pengumpulan data berupa
kuesioner. Kuesioner dan lembar pengumpulan data digunakan untuk mencatat data dasar karakteristik penderita dan hasil pemeriksaan kualitas hidup penderita Parkinson. 4.8
Analisis data
Data dikumpulkan kemudian dilakukan analisis statistik dengan bantuan program computer SPSS 16,0 for window. 4.8.1
Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan karakteristik dasar dan
proporsi penderita Parkinson yang mengalami depresi. 4.8.2
Untuk menentukan korelasi antara depresi dan rendahnya kualitas hidup
penderita Parkinson di lakukan uji korelasi Lambda karena variabel depresi berskala nominal dan variabel kualitas hidup berskala nominal. Uji Lambda juga dilakukan untuk menilai korelasi faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi kualitas hidup. Dimana korelasi dikatakan bermakna jika p<0,05, kekuatan korelasi (r) diinterpretasi sebagai sangat lemah jika nilai r=0,00-0,199; lemah jika nilai r=0,2-0,399; sedang jika nilai r=0,40-0,599; kuat jika nilai r=0,600-0,799; sangat kuat jika nilai r=0,800-1,000, dengan arah korelasi positif atau negatif (Dahlan, 2009). 4.9
Etika penelitian
a. Sebelum melakukan penelitian dimintakan ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas
Kedokteran
UNUD/RS
Sanglah
Denpasar,
serta
ijin
dari
47
Kesbangpolimas Kota Denpasar untuk melakukan penelitian di RSUD Wangaya Kota Denpasar. b. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini, selanjutnya dimintakan persetujuan dari penderita (informed consent) secara tertulis setelah diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta prosedur penelitian. c. Data pribadi penderita dijamin kerahasiaannya. d. Untuk pengambilan data yang dibutuhkan peneliti, responden tidak dikenakan biaya.
48
BAB V HASIL PENELITIAN
Sebanyak 60 orang penderita PP yang berobat di poli klinik saraf RS Sanglah Denpasar dan RSUD Wangaya Kota Denpasar selama periode bulan Maret - July 2013 dijadikan sampel dalam penelitian merupakan
ini. Penelitian ini
penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional yang
bertujuan untuk mengetahui korelasi antara depresi dengan rendahnya kualitas hidup penderita PP. 5.1 Karakteristik Subjek Selama penelitian, 60 orang
penderita PP dijadikan sampel dalam
penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Rerata umur penderita Parkinson adalah 63,0±6,9 dengan umur termuda adalah 52 tahun dan tertua adalah umur 75 tahun. Karakteristik subjek yang meliputi jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan jenis pengobatan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak menderita PP yaitu 38(63,3%) orang, dibandingkan perempuan sebanyak 22(36,7%) orang. Berdasarkan pendidikannya, tingkat pendidikan terbanyak adalah tamatan perguruan tinggi yaitu 23(38,3%) orang, yang diikuti tamatan SMA sebanyak 16(26,7%) orang, tamatan SD sebanyak 11(18,3%) orang, dan paling sedikit adalah tamatan SMP sebanyak 10(16,7%) orang (tabel 5.1). 48
49
Tabel 5.1 Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan lama pengobatan Karakteristik Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 38 63,3 Perempuan 22 36,7 Pendidikan SD 11 18,3 SMP 10 16,7 SMA 16 26,7 PT 23 38,3 Pekerjaan Tidak bekerja 19 31,7 Bertani 11 18,3 Swasta 21 35,0 PNS 9 15,0 Stadium Penyakit 16 26,7 Stadium 1 21 35,0 Stadium 2 18 30,0 Stadium 3 5 8,3 Stadium 4 Umur saat diagnosis < 60 tahun 39 65,0 ≥ 60 tahun 21 35,0 Lama sakit < 5 tahun 42 70,0 18 30,0 ≥ 5 tahun Jenis Pengobatan Anti kolinergik Dopamin agonis dan antikolinergik Levodopa dan antikolinergik Dopamin agonis, antikolinergik dan levodopa Depresi Tidak depresi Depresi
2 7 26
3,3 11,7 43,3
25
41,7
38 22
63,0 37,0
50
Sedangkan berdasarkan pekerjaannya, penderita PP paling banyak bekerja di sektor swasta yaitu 21(35%), tidak bekerja sebanyak 19(31,7%) orang, bertani sebanyak 11(18,3%) orang, dan PNS sebanyak 9(15%) orang. Berdasarkan stadium PP didapatkan stadium 2 paling banyak yaitu 21(35%) orang, stadium 3 sebanyak 18(30%) orang, stadium 1 sebanyak 16(26,7%) orang, dan stadium 4 sebanyak 5(8,3%) orang. Berdasarkan umur saat diagnosis, penderita paling banyak adalah kurang dari 60 tahun yaitu 39(65%) orang dan
lebih
atau sama dengan 60 tahun, sebanyak 21(35%) orang.
Sedangkan berdasarkan lama sakit, penderita PP paling banyak kurang dari 5 tahun 42(70,0%) orang, lebih dari 5 tahun 18(30,0%) orang. Lama menjalani pengobatan yang paling banyak kurang dari 5 tahun sebanyak 45(75,0%) orang, lebih dari 5 tahun terdapat 15 (25,0%) orang. 5.2 Nilai sensitifitas dan spesifisitas PDQ-39 Dilakukan penghitungan untuk mencari cut off point dengan menggunakan kurva ROC, dari hasil penghitungan dengan menggunakan kurva ROC didapatkan cut off point 34,3 dengan sensitifitas sebesar 72,7% dan spesifisitas sebesar 84,2%. Dari cut off point ini maka ditentukan bahwa kualitas hidup yang rendah jika skor PDQ-39 lebih dari 34,3. Selanjutnya cut off point ini digunakan untuk menilai korelasi depresi dengan rendahnya kualitas hidup. Kurva ROC disajikan pada gambar dibawah ini.
51
Gambar 5.1 Kurva ROC 5.3 Korelasi depresi dengan kualitas hidup penderita Parkinson Korelasi antara depresi dengan kualitas hidup dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Lambda. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Korelasi antara depresi dengan kualitas hidup penderita PP Kualitas Hidup Tidak Depresi
Depresi Depresi
Baik
Buruk
32
6
6
16
r
p
0,455
0,027
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa terdapat korelasi sedang antara depresi dengan kualitas hidup dengan nilai koefisien korelasi lambda (r) = 0,455 dan korelasi ini bermakna secara statistik (p = 0,027).
52
5.3 Korelasi faktor jenis kelamin, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan jenis pengobatan dengan kualitas hidup penderita PP Korelasi faktor jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan jenis pengobatan dengan kualitas hidup dianalisis dengan menggunakan uji Lambda. Hasil analisis kemaknaan disajikan pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 Korelasi faktor jenis kelamin, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan jenis pengobatan dengan Kualitas Hidup Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Stadium penyakit Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4 Umur saat diagnosis < 60 tahun ≥ 60 tahun Lama sakit < 5 tahun ≥ 5 tahun Jenis pengobatan Anti kolinergik Dopamin agonis dan antikolinergik Levodopa dan antikolinergik Dopamin agonis, antikolinergik dan levodopa
Kualitas Hidup Baik
Buruk
30 8
8 14
16 13 6 3
0 8 12 2
31 7
8 14
42 18
13 9
2 3
0 4
r
p
0,273
0,195
0,273
0,150
0,318
0,119
0,000
0,045 14 19
1,000
0,705
12 6
Berdasarkan Tabel 5.3 dengan uji korelasi Lambda didapatkan semua faktor-faktor risiko tersebut tidak berkorelasi dengan kualitas hidup (p >0,05).
53
BAB VI PEMBAHASAN
PP merupakan penyakit neurodegeneratif sistem ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di SNC yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang gejala utamanya adalah tremor waktu istirahat, kekakuan (rigidity), melambatnya gerakan (akinesia) dan instabilitas postural (postural instability) (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013). PP dapat ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 gejala sebagai berikut : tremor (resting tremor), rigiditas, bradikinesia dan refleks postural, dimana penyebab parkinsonism lain telah disingkirkan (Baldereschi dkk, 2000). 6.1 Karakteristik Subjek Sebanyak 60 orang penderita Parkinson yang berobat di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah Denpasar dan RSUD Wangaya Kota Denpasar dijadikan sampel dalam penelitian ini, setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Rerata umur penderita Parkinson adalah 63,0±6,9 dengan umur termuda adalah 52 tahun dan tertua adalah umur 75 tahun.
Ini menunjukan makin meningkatnya usia,
kemungkinan untuk timbulnya PP semakin besar. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa gejala PP mulai timbul diatas usia 55 tahun atau 65 tahun (Karin Windefeldt, 2011). Hal tersebut didukung oleh
53
54
penelitian lain yang menyatakan rata-rata usia mulai timbulnya gejala PP adalah diatas 60 tahun (Less dkk, 2009). Usia lanjut merupakan faktor risiko yang harus diperhatikan sebagai penyebab timbulnya PP (Wolters, 2008). Bertambahnya usia mengakibatkan paparan terhadap unsur-unsur seperti toksin atau infeksi atau gangguan sekunder lain lebih besar dengan durasi yang lebih panjang (McCullagh dkk, 2001). Usia sangat berkorelasi terhadap progresifitas kerusakan sel otak, akibat menurunnya mekanisme pertahanan atau protektif dari sel otak khususnya didaerah ganglia basalis yang berhubungan dengan jalur dopaminergik (Jankovic, 2008). Umur saat onset < 60 tahun ditemukan terbanyak sekitar 39(65%)orang, hal ini berbeda dengan studi-studi sebelumnya yang menyatakan bahwa rata-rata mulai timbul gejala PP diatas 60 tahun. Namun penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karin (2011), menyatakan bahwa onset PP lebih besar ditemukan pada golongan usia muda. Hal ini sangat mungkin dihubungkan dengan gaya hidup penderita khususnya penderita yang tinggal di daerah perkotaan. Akibat paparan terhadap toksin baik dari lingkungan secara langsung maupun tidak langsung mengkonsumsi makanan dan minuman yang sudah tercemar serta kurangnya mengkonsumsi antioksidan dan pola hidup dengan mengkonsumsi rokok dan alkohol dalam jumlah besar serta kurangnya olahraga, serta faktor-faktor lain antara lain riwayat infeksi atau trauma kepala sebelumnya dan riwayat PP pada keluarga meskipun insidennya sangat kecil (Karin Wirdefeldt dkk, 2011).
55
Pada penelitian ini ditemukan jenis kelamin laki-laki paling banyak sekitar 38(63,3%) orang, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Okubadejo dkk (2010), bahwa rasio PP lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dari perempuan. Hal ini mungkin diakibatkan karena laki-laki dengan pekerjaannya atau mobilitasnya lebih banyak terpapar dengan toksin-toksin, infeksi dan trauma kepala. Perbedaan jenis kelamin ini juga berhubungan dengan hormonal, dikatakan estrogen merupakan protektif terhadap penyakit degeneratif seperti PP (Karin Wirdefeldt, 2011). Pada sampel penelitian ini sebagian besar penduduk berdomisili didaerah perkotaan dengan jenis pekerjaan terbanyak adalah swasta 21(35%) orang, pensiunan/tidak bekerja 19(31,7%) orang, bertani 11(18,3%) orang, PNS 9(15%) orang, khusus bagi PP dengan profesi petani berhubungan dengan paparan pestisida. Pada penelitian ini didapatkan proporsi depresi pada penderita PP sebesar 22(37%) orang, sedangkan yang tidak depresi 38(63%) orang. Beberapa penelitian mendapatkan proporsi depresi pada PP sebesar 7-90% (Veazey dkk, 2005). Depresi dinilai dengan menggunakan skala depresi Hamilton ditemukan penderita dengan depresi sebesar 37% (tabel 5.1). 6.2 Korelasi depresi dengan kualitas hidup penderita Parkinson Korelasi antara depresi dengan kualitas hidup dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Lambda. Dengan menggunakan kurva ROC didapatkan nilai cut off point skor PDQ-39 sebesar 34,3 dengan sensitifitas sebesar 72,7% dan spesifisitas sebesar 84,2%. Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi yang
56
bermakna (p<0,05) dengan kekuatan korelasi sedang (r=0.455) serta arah korelasi yang positif antara depresi dengan rendahnya kualitas hidup pada PP. Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) akurat dalam mendiagnosis depresi pada PP dengan sensitifitas 83% dan spesifisitas 95% dibandingkan dengan Beck Depression Inventory (BDI) mempunyai sensitifitas 67% dan spesifisitas 88% (Pasquale, 2008). Depresi dihubungkan dengan reaksi emosional yang negatif, energi yang menurun, nyeri, isolasi sosial tetapi tidak mempunyai masalah dengan mobilitas fisik, depresi merupakan reaksi stres dari coping terhadap penyakit kronis dan progresifitas kecacatan (Schrag, 2001; Dodel dkk, 2001; Keranan, 2003; Pasquala, 2008). Disabilitas motorik dan depresi dapat menjadi faktor resiko rendahnya kualitas hidup (Schrag, 2001; Pasquala, 2008). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Quelhas (2009) yang menyatakan bahwa depresi pada PP tidak mempunyai hubungan dengan jenis kelamin, usia atau gambaran klinik PP, usia saat onset dan lamanya sakit, ini membuktikan bahwa depresi pada PP tidak mempunyai hubungan dengan beratnya gejala motorik atau derajat disabilitas, sehingga faktor psikologi merupakan prediktor depresi yang lebih dipercaya. Depresi diperkirakan akibat dari perubahan neurotransmiter yang merupakan konsekuensi dari penyakit neurodegeneratif. Penelitian ini didukung oleh adanya penurunan 5 HIAA pada cairan serebrospinal penderita PP yang mengalami depresi serta didapatkan adanya metabolisme yang tidak normal pada lobus frontal bagian kaudatus dan
57
inferior pada PET sken dibandingkan yang tidak depresi (Pasquala, 2008). Dengan melihat hasil uji korelasi tersebut dapat dikatakan bahwa makin besar nilai HDRS, semakin kuat hubungannya dengan depresi pada penderita PP maka semakin menurunnya kualitas hidup. Dikatakan bahwa rasa kehilangan baik pekerjaan, peran dalam keluarga dan teman-teman serta tingkat pendidikan yang rendah merupakan resiko utama untuk terjadinya depresi (Wijaya, 2005). Banyaknya aktifitas yang dilakukan sebelum menderita PP menjadi faktor yang sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien setelah menderita PP. Pada penelitian ini pasien di dominasi dengan profesi pensiunan PNS dan swasta, yang berarti intensitas kegiatan selama masa aktif cukup tinggi. Pasa saat menderita PP
mengakibatkan terhambatnya dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang seharusnya masih dapat dilakukan walaupun sudah pensiun. Adanya penurunan fungsi fisik yang diakibatkan PP secara tidak langsung akan berpengaruh pada keadaan psikologi seperti timbulnya cemas, depresi dan frustasi. Pada penelitian ini pasien di dominasi dengan profesi pensiunan PNS dan Swasta, yang berarti intensitas kegiatan selama masa aktif cukup tinggi. Hasrat tinggi untuk melaksanakan segala macam kegiatan namun terkendala oleh kondisi yang diakibatkan PP. Pasien merasa minder dan tidak berguna lagi. Perasaan frustrasi akibat ketidakberdayaan serta keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan adalah kondisi yang memperparah dan memperburuk kondisi kehidupan pasien yang sekaligus membuat semangat hidup makin melemah.
58
Perasaan tidak berguna lagi dan akan menjadi beban didalam keluarga dan masyarakat menjadi fenomena umum yang dijumpai dalam masyarakat terhadap seseorang aktifis yang tiba-tiba tidak bisa beraktifitas. Padahal sesungguhnya pasien masih bermanfaat secara pemikiran dan ide-ide, namun ketidaksiapan secara mental untuk menerima kondisi setelah menderita PP menjadikan rendahnya kualitas hidup. 6.3 Faktor jenis kelamin, stadium penyakit, umur saat diagnosis, lama sakit dan jenis pengobatan dengan kualitas hidup penderita PP Pada penelitian ini dengan menggunakan uji korelasi Lambda didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara penderita laki-laki dengan penderita wanita dengan kualitas hidup. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian kualitas hidup penderita PP yang di lakukan Schrag dkk (2000) dengan metode cross sectional dari 202 pasien, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin dalam persepsi sejahterah (well-being) dapat terjadi walaupun tidak pada semua dimensi pengukuran kualitas hidup. Keadaan ini lebih diakibatkan perbedaan jenis kelamin pada kejadian depresi (Scharg, 2001; Shulman, 2007). Perbedaan terjadi pada kejadian depresi, wanita lebih sensitif terhadap kondisi yang menimbulkan tekanan, terutama yang berhubungan dengan anak, rumah dan status perkawinan (Afifi, 2007). Sedangkan menurut Schrag dkk (2001) depresi pada penderita PP lebih sering ditemukan pada wanita mungkin karena faktor risiko depresi pada wanita lebih besar. Jhonson (2007) perbedaan
59
laki-laki dan wanita adalah multidimensi akibat faktor anatomi, fisiologi, genetik dan regulasi hormon. Hal ini disebabkan karena efek estrogen pada dopamin pathway (miller dkk, 2010).
Estrogen mempengaruhi banyak bagian otak.
Berbagai laporan, dengan rentang dari penelitian molekular hingga studi klinis, menunjukkan potensi estrogen dalam memodulasi fungsi otak dan implikasinya pada depresi. Di hipotalamus, estrogen mempengaruhi kadar neurotransmiter yang mengatur suhu tubuh dan tidur. Perubahan neurotransmisi dopaminergik, kolinergik, GABAergik, glutamatergik, dan serotonergik melalui mekanisme yang diperantarai estrogen telah ditegakkan secara konstan ( Douma dkk, 2005 ). Kemampuan
estrogen
untuk
memodulasi
fungsi
serotonergik
meningkatkan kemungkinan bahwa hormon ini berperan penting dalam mekanisme yang berhubungan dengan depresi dan terapinya. Hipotesis defisit serotonin masih menjadi teori biologis yang paling utama untuk etiologi depresi. Estrogen juga menstimulasi peningkatan signifikan pada kepadatan lokasi pengikatan 5-hydroxytryptamine 3A di korteks frontalis anterior, cinguli, dan olfaktori primer, dan pada nukleus accumbens, area-area otak yang berhubungan dengan kontrol mood, status mental, kognitif, emosi, dan perilaku. Ini dapat membantu menjelaskan efikasi estrogen dan penyekat ambilan 5hydroxytryptamine, seperti fluoxetine, dalam menurunkan gejala-gejala depresi dari sindrom premenstrusi. Estrogen dapat dikatakan sebagai psikoprotektan alami ( Douma dkk,2005 ). Estrogen dapat menurunkan kadar monoamine oxidase, suatu enzim yang memecah neurotransmitter seperti serotonin, dopamin, norepinefrin, dan opiat. Ketika kadar estrogen tinggi, lebih banyak dari senyawa-
60
senyawa kimia yang meningkatkan mood ini akan tersedia untuk bersirkulasi. Menurunnya kadar estrogen, rendahnya kadar neurotransmiter otak, seperti serotonin, sehingga dapat menginduksi depresi ( Douma dkk,2005 ). Wanita yang telah mengalami menopause mengalami masalah antara lain merasakan pergeseran dan perubahan-perubahan fisik dan psikis yang mengakibatkan timbulnya suatu krisis dan gejala psikologis antara lain adalah depresi, murung, mudah tersinggung dan mudah jadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan, insomia atau tidak bisa tidur karena sangat bingung dan gelisah yang akan mempengaruhi kualitas hidup pada wanita yang sudah memasuki masa menopause (Kasdu, 2004). Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan densitas tulang dari wanita yang dihubungkan dengan jatuh dan fraktur yang akan mempengaruhi mobilitas yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup (Hughes, 2001). Candra (2006) menyatakan perbedaan tingkat kecemasan antara pria dan wanita terhadap aspek kehidupannya dimana wanita dikatakan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan Komoliti (2000) bahwa wanita PP yang mengalami menstruasi memperlihatkan perubahan siklus pada kemampuan motorik yang diukur dengan UPDRS namun perubahan ini tidak dihubungkan dengan level serum estrogen dan pada wanita menopause dengan PP fluktuasi estrogen tidak berhubungan langsung dengan fungsi motorik. Desmita (2009) menyatakan integritas merupakan suatu keadaan dimana seseorang telah mencapai penyesuaian diri terhadap berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya. Dengan adanya penyesuaian diri terhadap berbagai
61
perubahan dalam aspek hidupnya, orang tua akan cenderung melakukan penerimaan terhadap keadaan dirinya. Penerimaan yang dilakukan orang tua akan berdampak pada kepuasaan terhadap dirinya, misalnya mengenai gambaran diri, harga diri, perasaan dan keadaan spiritual (Crain, 2007). Orang tua melakukan persembanyangan rutin dan beribadah bersama yang rutin, jenis kegiatan yang sama tersebut cenderung memberikan dampak yang sama pula terhadap kondisi psikologis. Greenfield (2009) menunjukan bahwa tingkat persepsi spiritual yang lebih tinggi memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Penderita PP merasa hidupnya lebih berarti dan mereka lebih menikmati hidupnya karena mereka masih bisa berkumpul dengan pasangannya, keluarganya dan tetap menjadi bagian dari masyarakatnya. Disamping itu fungsi kognitif pada penderita PP masih baik sehingga memungkinkan dirinya tetap aktif didalam masyarakat dan tetap memelihara interaksi dengan masyarakat. Pada penelitian ini penderita PP masih mampu beraktivitas dan bermobilisasi dengan baik, sehingga masih memungkinkan mereka untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari misalnya berpergian untuk mengikuti acara keagamaan dan berbelanja. Pada analisa korelasi antara stadium penyakit dengan kualitas hidup, hasil uji Lambda menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Scalzo (2009) yang menyatakan stadium penyakit yang lanjut mempengaruhi kualitas hidup. Disabilitas yang berat cenderung akan membuat keterbatasan yang lebih besar bagi penderita atau
62
membatasi kemampuan penderita untuk mobilitas fisik yang akhirnya berhubungan dengan kualitas hidup (Karlsen, 2000; Ray, 2006; Kleiner-Fisman, 2010; Leroi dkk, 2011).
Stadium lanjut berhubungan dengan kualitas hidup
karena bergantung pada kemampuan fisik (Ray, 2006). Higginson (2012) menyatakan stadium lanjut (stadium 3-5 Hoenh and Yahr ) berkorelasi dengan depresi yang berat, pelayanan paliatif dan mortalitas yang mempengaruhi kualitas hidup penderita PP. Pada penelitian ini penderita PP masih bisa beraktivitas sebagaimana biasanya dilakukan penderita sebelum menderita PP tetap dapat dilakukan dengan baik. Kegiatan berjalan di sekitar pekarangan sampai dengan jarak 500 meter dapat ditempuh tanpa hambatan berarti. Penderita pada umumnya tidak memiliki rasa rendah diri, dan bahkan cenderung terbuka akan penyakit yang dideritanya kepada masyarakat sekitar. Kondisi ini didukung dengan lingkungan hidup penderita yang tinggal di perkotaan yang sudah modern. Reaksi positif yang diperoleh dari masyarakat membuat semangat penderita PP untuk beraktifitas dan bersoasialisasi dengan lingkungan. Emosi penderita PP pada stadium ini tetap baik, stabil dan tidak menunjukkan degradasi berarti. Eksistensi pasien Penderita PP tetap terpelihara dalam masyarakat. Aktifitas sebagaimana lazimnya dilakukan masyarakat Bali dalam menjalankan kegiatan adat maupun kegiatan agama tetap berjalan normal. Kegiatan di banjar maupun di Pura tetap dapat dilaksanakan.
63
Pada penelitian ini stadium yang terbanyak adalah stadium 2 dan 1 sehingga distribusi sampel tidak merata, ini mungkin dapat berkontribusi pada hasil penelitian. Pada analisa korelasi Lambda antara umur saat diagnosis dengan kualitas hidup menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil yang didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Schrag dkk (2001) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia saat onset dengan kualitas hidup. Keadaan ini lebih diakibatkan bahwa penderita PP yang berusia lebih muda saat onset cenderung mengalami depresi (Scalzo, 2009). Orang muda yang menderita depresi kemungkinan mengalami kesulitan yang lebih besar beradaptasi dengan penyakit degeneratif kronis. Namun penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Schrag (2001) yang menyatakan bahwa depresi tidak berhubungan dengan kualitas hidup karena relative bagus kognitifnya, penurunan kognitif yang ringan tidak cukup berkontribusi terhadap kualitas hidup yang rendah. Usia yang lebih tua dari saat onset penyakit terkait dengan kecacatan (Higginson, 2012). Crain (2007) menyatakan usia diatas 60 tahun lebih dapat menerima terhadap apa yang dialaminya, orang tua biasanya akan membandingkan dirinya terhadap orang lain yang sebayanya dan menderita sakit dikarenakan penyakit kronik lainnya dan menerima keadaanya sekarang. Hasil analisa korelasi lambda lamanya sakit dengan kualitas hidup menunjukan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sharon dkk (2010) menemukan bahwa beratnya gangguan motorik
64
pada penderita PP rata-rata 5,8 tahun yang dinilai dengan menggunakan skors UPDRS. Gangguan motorik yang berat berhubungan dengan angka kejadian depresi, namun tidak mempengaruhi kualitas hidup (Scalzo, 2009). Namun pada penelitian lain menemukan bahwa depresi sebagai prediktor kualitas hidup pada penderita PP setelah kurun waktu 8 tahun (Sharon, 2010). Lamanya sakit semula diduga dapat mempengaruhi kualitas hidup, pasien yang lebih muda onset lebih sering kehilangan pekerjaan, masalah perkawinan dan stigma dibandingkan dengan onset yang lebih tua pasien dengan PP (Schrag, 2001; Scalzo, 2009). Lou (2003) menyatakan tidak ada hubungan kelemahan dengan beratnya PP dan lamanya sakit. Ray (2006) menyatakan lamanya sakit berkorelasi dengan kualitas hidup dihubungkan dengan fluktuasi motorik, hilangnya kemanjuran L-Dopa atau efek samping Dopa. Davidson (2004) menyatakan lamanya menderita penyakit kronis tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap harapan, keinginan dan motivasi. Pada 25-30% pasien dengan L-dopa akan memberikan komplikasi motorik ataupun non motorik, 50% akan timbul setelah 5 tahun dan 80% akan timbul setelah 10 tahun (PERDOSSI, 2013). Pada penelitian ini penderita PP tidak terasing dari pergaulan hidup kemasyarakatan. Jika dihubungkan dengan usia pasien yang sudah dalam masa pensiun dan sudah tidak aktif di kantor maupun pekerjaan lainnya, membuat pengaruh positif yakni dalam kesehariannya pasien, sebagian besar waktunya berada di lingkungan rumah dan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Ada korelasi yang signifikan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang tua (Risdianto, 2009).
65
Analisa uji Lambda pada jenis pengobatan didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Pada penelitian ini dapat saja terjadi akibat sebaran sampel didominasi oleh penderita stadium I dan II menurut Hoehn and Yahr. Selain hal tersebut, ditemukan juga bahwa sampel penelitian cenderung mendapat terapi kombinasi pada penderita stadium awal sehingga pola pengobatan tidak berbeda antara penderita stadium ringan dan stadium berat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Karlsen (2000) yang dilakukan selama 4 tahun menemukan hubungan yang tidak bermakna antara lamanya terapi dopaminergik dan dosis levodopa. Namun pada kasus tertentu, jenis pengobatan yang dilakukan penderita yang menggunakan obat dengan harga terjangkau cenderung membuat penderita lebih tenang dari rasa kuatir dan kecemasan. Kondisi ini wajar disebabkan kondisi keuangan penderita yang sudah tidak produktif yang hanya mengandalkan uang pensiun atau bahkan mengharapkan bantuan dari anak-anak dan sanak saudara yang perduli. Ketergantungan penderita terhadap jenis obat tertentu menjadikan pembelian obat menjadi pengeluaran rutin setiap bulannya. Dengan makin mahalnya obat yang harus dibeli membuat beban pemikiran penderita yang kemungkinan besar mengakibatkan terjadinya pesimisme dan penurunan kualitas hidup.
66
6.4 Keterbatasan penelitian Penelitian ini hanya melihat aspek psikososialnya saja dan melakukan penilaian sesaat sehingga hanya menggambarkan angka kejadian depresi dan gambaran kualitas hidupnya saat itu tanpa dapat membuktikan apakah depresi merupakan faktor risiko yang sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup penderita PP. Penilaian depresi pada penelitian ini tidak dikelompokan menjadi depresi ringan,sedang dan berat serta tidak dilakukan pemeriksaan klinis depresi.
67
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat dibuatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Proporsi depresi pada penderita PP didapatkan sebesar 37%. 2. Derajat kualitas hidup yang buruk didapatkan pada 37 % subjek sisanya memiliki kualitas hidup yang baik. 3. Depresi berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup penderita PP.
7.2 Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas maka dapat dibuatkan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian longitudinal untuk dapat mengetahui apakah depresi merupakan prediktor rendahnya kualitas hidup pada penderita Parkinson. 2. Deteksi dini gejala depresi perlu dilakukan dalam follow up penderita PP sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan depresi untuk mencegah perburukan kualias hidup penderita PP.
67
68
DAFTAR PUSTAKA Afifi, M. 2007. Gender differences in mental health. Singapore Med J ,48: 385-91. Baldereschi, M., Di Carlo, A., Rocca, W.A. 2000. Parkinson's disease and parkinsonism in a longitudinal study: two-fold higher incidence in men. ILSA Working Group. Italian Longitudinal Study on Aging. Neurology ;55(9):1358-63 Carlson, N.R. 2004. Neurotransmitters and Neuromodulators. Dalam: Physiology of Behavior, Edisi ke-8. Massachusetts, Pearson :112-128. Carr, J.A., Gibson, B., Robinson, Peter, G. 2006. Measuring Quality of Life. BMJ, 322 :1240-1243. Crain, W. 2007. Teori Perkembangan : Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Pustaka Pelajar Davison, Neale, & Kring. (2006). Psikologi Abnormal, edisi ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo. Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan . Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Douma, S.L., Husband, C., O’Donnell, M.E., Barwin, B.N., Woodend, A.K. 2005. Estrogen-related Mood Disorders Reproductive Life Cycle Factors, Advances in Nursing Sciencen. Vol. 28, No. 4, pp. 364–375. USA. Lippincott Williams & Wilkins Dodel, R.C. 2001. Health-related quality of life and healthcare necessity in patients with Parkinson’s disease. Pharmacoeconomics. 19: 1013-38
Fahn, S. 2003. Medical Treatment of Parkinson’s Disease and its Complications in Neurological Therapeutics Principles and Practice vol 2 part 2. Martin Dunitz. United Kingdom. p. 2447-2482 Galit Kleiner-Fisman, Matthew, B.S., David, N.F. 2010. Health-Related Quality of Life in Parkinson disease: Correlation between Health Utilities Index III and Unified Parkinson's Disease Rating Scale (UPDRS) in U.S. male veterans. Health and Quality of life out comes: 8-91. Gilroy, J. 2000. Movement disorders.In : Basic Neurology. Third edition. USA. McGraw- Hill. Co : 149 – 199 Greenfield, 2009. Do Formal Religious Participation and Spiritual Perceptions Have Independent Linkages with Diverse Dimensions of Psychological/ well-being?. J. Health Soc Bahav. June 50(2):196-212
69
Helme, R.,D. 2006. Movement Disorders .Dalam : Samuel MA. Manual of Neurologic Therapeutics , Edisi ke-5. London . Little Brown and Company: 327 – 354 Hermanowicz, N. 2005. Management of Parkinson′s Disease. Dalam: Postgraduate Medicine . Vol. 110 : 1 – 12 Higginson, I.J., Wei Gao, Saleem, T.Z.,Chaudhuri, R., Burman, R., Crone, P., Leigh,.P.N. 2012. Symptoms and quality of life in late stage Parkinson syndromes: A Longitudinal Community Study of Predictive Factors. Plos ONE 7(11):e 46327 Hristova, A., Koller, W. 2000. Treatment of early Parkinson′s Disease .In : Disease Management. Neurology Departement University of Miami , Florida: 167 – 177 Husni, A. 2002. PP , patofisiologi, diagnosis dan wacana terapi . Disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional I dan konferensi kerja III PERGEMI .Semarang . Hughes, V.A., Frontera, W.R., Wood, M., Evans, W.J., Dallal, G.E., Roubenoff, R., & Fiatrone Singh, M.A. 2001. Longitudinal muscle strength changes in older adults: Influence of muscle mass, physical activity and health. Journals of Gerontology A Biological Sciences, 56(5), B209-217. Jones, A., Sheri, L., Pohar, Scott, B., Patten. 2009. Mayor depression and health-related quality of life in Parkinson's disease. General Hospital Psychiatry. 31 :334-340. Jankovic, J.J. 2002. Therapeutic Strategies in Parkinson’s Disease. Dalam : Jankovic JJ, Tolosa E. Parkinson′s Disease and Movement Disorder. Edisi ke-4. Philadelphia, Lippincott Williams &Wilkins: 116 – 151. Jancovic, J. 2008. Parkinson’s Disease. Clinical Features and Diagnosis. J Journal Neurosurg Psychiatry; 79:368-376. Johnson, J. L., Greaves, L., & Repta, R. 2007. Better science with sex and gender: A primer for health research. Vancouver: Women’s Health Research Network Joesoef, A.A. 2001. Patofisiologi dan managemen PP. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V. Surabaya. FK. Unair: 27 – 53
70
Jennifer, S.A.M., Reijnders, M.A.,Vwo Ehrt, M.A., Wim E.J., Weber, Dag Aarisland, and Albert F.G., Leentjens. 2008. A systematic Review of Prevalence Studies of Depression in Parkinson Disease. Movement Disorders. Vol. 23:183189. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta. Bina Rupa Aksara : 113-129, 149-183 Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa Aksara Karlsen, K.H., Larsen, J.P., Tandberg, E., Maeland, J.G. 2005. Influence of clinical and demographic variables on quality of life in patients with Parkinson’s Disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 66: 431-35. Karlsen, K.H., Larsen, J.P., Tandberg, E., Arsland, D. 2000. Health related quality of life in Parkinson’s Disease: a prospective longitudinal study. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 69: 584-89. Kasdu, 2004. Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause. Jakarta. Gramedia. Keranen, T. 2003. Economic burden and quality of life impairment increase with severity of PD. Parkinsonism Relat Disorder.0:163-8 Kompoliti, K., Comella, C.L., Jaglin, J.A., Leurgans, S., Raman, R., & Goetz, C.G. 2000. Menstrual-related changes in motoric function in women with Parkinson’s disease. Neurology, 55(10), 1572-1575. Landefeld. 2004. Current Geriatric Diagnosis and Treatmet. USA : McGrow-Hill : 156-160 Lesler, Zayas, C. 2001. Comprehensive Geriatric Assessment. USA : McGraw Hill Companies: 465-475 Lees, A.J., Hardy, J., Ravest, T. 2009. Parkinson’s Disease. Lanset; 373: 2055-2066 Leroi, I. 2011. Behavioral disorders, disabilitas and quality of life in Parkinson’s disease. Age and Ageing. 40:614-621. Lou,J.S.,Kearns, G., Benice, T.B., Sexton, G.,& Nutt, J. 2003. Levodopa improves physical fatigue in Parkinson’s disease. Movement Disorders. 18(10). 1108-1114.
71
Lumbantobing, 2005. Gangguan Gerak. Jakarta. Fakultas kedokteran universitas Indonesia. Lubis, Namora Lumongga. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Karin Windefeldt, Hans, O.L., Philip, C., Dimitrios and Jack , M. 2011. Epidemiology and etiology of Parkinson’s disease: a review of the evidence. European Journal of Epidemiology. P(26):1-58
Kelompok Studi Gangguan Gerak PERDOSSI. 2003. Tatalaksanan PP. Jakarta. Edisi Revisi.
Konsensus
Kelompok Studi Neurobehavior Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2007. Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta. Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013. Buku Panduan Tatalaksana PP Dan Gangguan Gerak Lainnya.Jakarta Marinus, J., Ramaker, C., Hilten, J.J.V., Stiggelbout. 2002.Health related quality of life in Parkinson’s disease: a systematic review of disease specific instruments. J Neurol Neurosurg Psychiatry; 72:241-48. Marsh Laura. 2005. Psychosis in Parkinson’s Disease. Primary Psychiatry ;12(7):56-62 Mendlowicz, Mauro V., & Stein, M. B. 2000. Quality of Life in Individuals With Anxiety Disorders. Am J Psychiatry. 157, p. 669-682. McCullagh, C.D., Craig, D., McLlory, S.P. 2001. Risk Faktor for Demensia. Advance in Psychiatric Treatment. Vol 7, pp.24-31 Moore, D.J., West, A.B., Dawson, V.L., Dawson, T.M. 2005. Molecular Pathophysiology of Parkinson’s Disease. Annu Rev. Neurosci ; 28: 57-87. Miller, I.N., Cronin-Golomb, A. 2010. Gender differences in Parkinson’s disease: Clinical characteristics and cognition. Movement Disorders. 25(16):26952703. Noviani, E., Gunarto, U., Setyono, J. 2010. Hubungan antara Merokok dan PP di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala of Health. Vol. 4 (2): 81-86 Nurmiati Amir, 2005. Depresi “Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana”. FKUI. Jakarta
72
Olanow, C.,W., Tatton, W.G. 2005. Etiology and pathogenesis of parkinson′s disease. Annu.Rev. Neurosci; 22: 123 – 44. Okun, M.S., Watts, R.L. 2002. Depression associated with Parkinson’s Disease. Neurology. 58: 63-70. Okubadejo, N.U., Ojo, O.O., Oshinaike, O.O. 2010. Clinical profile of parkinsonism and Parkinson's disease in Lagos, Southwestern Nigeria. BMC Neurology. (cited 2011 Jun. 5). Available from:http://www.biomedcentral.com/1471-2377/10/1. Scalzo, P., Arthur, K., Francisco, C., Antonio, L.T. 2009. Depressive Symptoms and perception of quality of life in Parkinson's disease. Arq Neuropsiquiatr. 67(2-A):203-208. Ray, J., Gangopadhya, P.K., Roy, T. 2006. Quality of Life in Parkinson’s Disease Indian Scenario. JAPI. 54: 17-21 Rugerri, M., Warner, R., Bisoffi, G., & Fontecedro L. 2001. Subjective and Objective Dimensions of Quality of Life in Psychiatric Patients: A Factor Analytical Approach. British Journal of Psychiatr. 178. p.168-175. Remy, P., Doder, M., Lees, A., Turjanski, N., Brooks, D. 2005. Depression in Parkinson’s Disease: loss of dopamine and noradrenaline innervation in the limbic system. Brain. 128: 1314-1322. Riederer, P., Gerlach, M., Foley, P. 2002. Neurotransmitters and Pharmacology of th Basal Ganglia. Dalam: Parkinson’s Disease and Movement Disorders. 4 th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins : 23-35. Ridley, S., young, D. 2002. Classification and Measurement Problems of Outcomes after intensive care In: Griffiths, R.D., Jones, C., ed. Intensive care after care Oxford . Butterworth-Heinemann; 142-5 Ring, H.A., Mestres, J.S. 2002. Neuropsychiatry of the basal ganglia. JNNP.72: 12-21 Risdianto, 2009. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia Di Desa Kembang Kuning Cepoga Boyolali. (Thesis). Universitas Muhammadiyah. Surakarta Rowland, L.P. 2005. Merrit’s Neurology .11th. ed. Philadelphia: Lippincott Williams& Wilkins: 828-845
73
Rosa Quelhas and Manuela Costa. 2009. Anxiety, Depression, and Quality of Life in Parkinson's Disease. The Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences. 21:413-419. Schrag, A., Jahanshabi, M., Quinn, N. 2000. What contributes to quality of life in patien with Parkinson’s disease ?. Neurol Neurosurg Psychiatry. 69:30812. Silitonga R., 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita PP di Poliklinik Saraf RS Dr Kariadi. (Thesis). Semarang. Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta ; 301-330 Sharon, L., Naismith, Hickie, Simon, J.G. Lewis. 2010. The Role of Mild Depression in Sleep Disturbance and Quality of life in Parkinson’s Disease. The Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neuroscience; 22: 384-389 Shulman, L.M. 2007. Gender differences in Parkinson’s disease. Gender Medicine, 4(1), 8–18.
Sugondo, S., Rudianto, A., Manaf, A. 2006. Konsensus Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia 2006. PB Perkeni. Jakarta. Thomson, F., Muir, A., Stirton, J. 2001 . Parkinson′s Disease . The Parmaceutical Journal 267 : 600 – 612 Tan, L.C.S., Venketasubraniam, Hong, C.Y. 2004. Prevalence of Parkinsons Disease in Singapore. Neurology 62; 1999-2004 Unutzer, J., et al. 2002. Collaborative Care Management of Late Life Depression in The Primary Care Setting. Journal American Medical Association. Dec, 288: 2836-2845. Veazey, C., Aki, S.O., Cook, K. 2005. Prevalence and treatment of depression in Parkinson's disease. J Neuropsychiatry Clin Neurosci, 17(3), 310323. Stephen, K., Eeden, V.D., Caroline, M. 2003. Incidence of Parkinson’s Disease.Variationby Age, Gender, and Race/Ethnicity. Epidemiol . 157: 1015 – 22.
74
Widjaja, D. 2003. Pathophysiology and Pathogenesis of Parkinson′s Disease . Jakarta. Disampaikan pada Simposium A New Paradigm in The Management of Parkinson′s Disease. Wijaya, A. 2005. Kualitas Hidup pasien GGK yang mengalami Hemodialisis dan mengalami Depresi (Skripsi). Jakarta : FKUI Wolters, E.Ch., Van Laar, T., Berendse, H.W. 2008. Parkinsonism and Related Disorders. Second edition. Amsterdam. P:97-445. Zorniak, M. 2007. Mitochondrial Deficiencies and Oxidative Stress in Parkinson’s Disease. A Slippery Slope to Cell Death. Eukaryon . 3: 87-91.
75
Lampiran 1 INFORMASI PASIEN (INFORMED CONSENT)
Penulis mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. Lussy Natalia Hendrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi depresi dengan kualitas hidup penderita Parkinson. Secara keseluruhan 53 pasien PP yang kontrol ke poliklinik saraf RSUP Sanglah Denpasar dan RSU wangaya, termasuk Bapak/Ibu/Saudara yang ikut berperan serta pada penelitian ini. Dengarkan dengan seksama informasi yang penulis berikan sebelum Bapak/Ibu/Saudara memutuskan akan ikut serta berpartisipasi ataupun tidak. Jika ada hal yang belum dimengerti, mohon bertanya kepada penulis. Bila Bapak/Ibu/Saudara telah menyetujui sebagai partisipan, penulis mengharapkan kesediaannya untuk dilakukan wawancara dan pemeriksaan klinis sesuai bidang neurologi. Penelitian ini dikerjakan dengan oleh peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti. Tidak ada biaya tambahan yang harus Bapak/Ibu/Saudara keluarkan untuk penelitian ini. Data-data yang dikumpulkan akan disimpan dalam data komputer tanpa mencantumkan nama Bapak/Ibu/ Saudara dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian ini dapat dipublikasikan di forum ilmiah terbatas tanpa menyertakan identitas Bapak/Ibu/Saudara. Mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, dapat ditanyakan langsung kepada peneliti : dr. Lussy Natalia Hendrik, No. Telp : 081343099963.
76
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Telah membaca dengan seksama keterangan/informasi yang berkenaan dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti serta bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Nama
Tanda tangan
Pasien/Keluarga:...................................................
........................................
Saksi
:...................................................
.........................................
Peneliti
:...................................................
.........................................
77
Lampiran 3
LEMBARAN PENGUMPULAN DATA KORELASI DEPRESI DENGAN RENDAHNYA KUALITAS HIDUP PENDERITA PARKINSON Lengkapi tiap isian pertanyaan dan centang pada kotak hal yang mungkin di temukan. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Pemeriksa No. Urut Tanggal Pemeriksaan Nama Tanggal lahir/umur Alamat Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
: : : : : : : :
Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA S1 S2
: : : : : :
Pekerjaan Petani Swasta PNS TNI/POLRI
: : : :
10.
Anamnesa singkat
:
11.
Pemeriksaan fisik Tekana darah Nadi Suhu Respirasi
: : : :
9.
78
12.
VAS
:
Klinis neurologis Kesadaran (GCS) Rangsang meningeal Saraf Kranial Motorik Refleks Sensorik Vegetatif
: : : : : : :
13.
Klinis Parkinson Tremor saat istirahat Unilateral Bilateral Rigiditas Unilateral Bilateral Bradikinesia Gangguan postural
14.
Gejala klinis lain Gangguan sikap/cara berjalan Gerakan tubuh melambat Keseimbangan terganggu saat berdiri atau berjalan Berjalan hanya dalam jarak tertentu Tidak mampu berdiri sendiri / dengan bantuan orang lain Tidak mampu berjalan atau berdiri meski telah dibantu
15.
Stadium PP 1 2 3 4 5 Lama terdiagnosis Parkinson < 5 tahun ≥ 5 tahun
16.
17.
Gejala yang pertama kali muncul: Tremor saat istirahat Rigiditas Bradikinesia Gangguan postural
18.
Umur saat terdiagnosis Parkinson: < 60 tahun
79
≥60 tahun
19.
Pengobatan Parkinson yang telah diterima: Levadopa Antikolinergik Dopamine agonis MAO B inhibitor B adrenergic antagonis COMT inhibitor
20.
Lama pengobatan :
21.
Riwayat penyakit dahulu Stroke Infeksi intrakranial Tumor serebri Trauma kepala Kencing manis Penyakit ginjal kronis
22.
Hasil pemeriksaan Skala depresi Hamilton Tidak depresi Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat
23.
Hasil pemeriksaan MMSE - Definit gangguan kognitif - Probable gangguan kognitif - Tidak ada gangguan kognitif
80
Lampiran 4 Skala Deperesi Hamilton Nama
: ……………………
Tanggal
Umur
: ……………………
Skor
: ………………..........
Pemeriksa
: ………………..........
Jenis kelamin : ……………………
: ……………………..
1. Keadaan perasaan depresi (sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna) 0 = Tidak ada 1 = Perasaan ini hanya dinyatakan bila ditanya 2 = Perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi mukanya, bentuk suara, kecenderungan menangis. 3 = Pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara spontan. 2. Perasaan bersalah 0 = Tidak ada 1 = Menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab penderitaan seseorang lain 2 = Ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu. 3 = Sakit ini sebagai hukuman, delusi bersalah 4 = Suara-suara kejaran tau tuduhan-tuduhan dengan/ dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya. 3. Bunuh diri 0 = Tidak ada 1 = Merasa hidup tak ada gunanya 2 = Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah hal itu. 3 = Ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu. 4 = Percobaan bunuh diri. 4. Insomnia (initial) 0 = Tidak ada kesukaran mempertahankan tidur 1 = Keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya lebih dari setengahjam baru dapat tertidur 2 = Keluhan tiap malam sukar masuk tidur 5. Insomnia (middle) 0 = Tidak ada kesukaran untuk mempertahankan tidur 1 = Pasien mengeluh, gelisah, terganggu sepanjang malam 2 = Terjaga sepanjang malam (bangun dari tempat tidur, kecuali buang air) 6. Insomnia (late) 0 = Tidak ada kesukaran, atau keluhan bangun pagi
81
1 = Bangun di waktu fajar, tetapi tidur lagi 2 = Bila telah bangun, tak bisa tidur lagidi waktu fajar 7. Kerja dan kegiatan-kegiatannya. 0 = Tidak ada kesukaran 1 = Pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan ketidak mampuan, keletihan atau kelemahan-kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi. 2 = Hilangnya minat akan kegiatan-kegiatan, hobi atau pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang (merasa bahwa ia harus memaksa diri untukbekerja atau dalam kagiatan lainnya). 3 = Berkurang waktu untuk aktivitas sehari-hari atau kurang produktivitas sekurangkurangnya tiga jam sehari dalam kegiatan seharihari kecuali tugas dibangsal. 4 = Tidak bekerja karena sakinya sekarang. Dirumah sakit, bila pasien tidak bekerja sama sekali kecuali tugas-tugas dibangsal atau jika pasien gagal melaksanakan kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa bantuan. 8. Kelambanan (lambat berfikir dan berbicara, gagal berkonsentrasi, aktifitas motorik menurun). 0 = Normal dalam bicara dan berfikir 1 = Sedikit lamban dalam wawancara 2 = Jelas lamban dalam wawancara 3 = Sukar diwawancarai 4 = Stupor (diam sama sekali) 9. Kegelisahan 0 = Tidak ada 1 = Kegelisahan ringan 2 = Memainkan tangan, rambut dan lain-lain 3 = Bergerak terus, tidak bisa duduk dan tenang. 4 = Meremas-meremas tangan, menggigit kuku, menarik-narik rambut, menggigitgigit bibir. 10. Anxietas psikis 0 = Tidak ada kesukaran 1 = Ketegangan subjekstif dan mudah tersinggung 2 = Mengkhawatirkan hal-hal kecil 3 = Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya. 4 = Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya. 11. Anxietas somatik 0 = Tidak ada. Anxietan berhubungan physiologi seperti : 1 = Ringan – gastro ntestinal : mulut kering, diarhoe. 2 = Sedang – Cardiovaskuler : palpitasi, sakit kepala. 3 = Berat – pernafasan : frekuensi buang air kecil, berkeringat dan lainlain. 12. Gejala somatik gastrointestinal 0 = Tidak ada 1 = Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman. Merasa perutnya penuh.
82
2 = Sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-oabatan untuk saluran pencernaan. 13. Gejala somatik umum. 0 = Tidak ada. 1 = Anggota geraknya, punggung atau kepala terasa berat. Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan. 2 = Gejala-gejala diatas yang jelas. 14. Genital (gejala pada genital dan libido) 0 = Tidak ada. Misalnya : hilangnya libido dan gangguan menstruasi 1 = Ringan 2 = Berat 15. Hypochondriasis 0 = Tidak ada 1. Dihayati sendiri. 2 = Pre okupasi mengenai kesehatan sendiri 3 = Sering mengeluh, membutuhkan pertolongan dan lain-lain 4 = Delusi hypochondris 16. Kehilangan berat badan (pilih antara A atau B) A. Bila hanya riwayatnya. 0 = Tidak ada kehilangan berat badan. 1 = Kemungkinan berat badan berkurang berhubungan dengan sakit sekarang. 2 = Jelas (menurut pasien) berkurang berat badannya. 3 = Tidak terjelaskan lagi penurunan berat badan. B. Dibawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran. 0 = Kurang dari 0,5 kg seminggu 1 = Lebih dari 0,5 kg seminggu. 2 = Lebih dari 1 kg seminggu. 3 = Tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan 17. Insight/wawasan. 0 = Mengetahui sedang depresi dan sakit 1 = Mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab iklim, makanan, bekerja berlebihan, virus, perlu istirahat dan lain-lain. 2 = menyangkal depresi Total Skor:…………………
Penilaian skor: Tidak dijumpai depresi skor HDRS 0 – 6 Depresi ringan skor HDRS 7 – 17
83
Depresi sedang skor HDRS 18 – 24 Depresi berat skor HDRS > 24 Lampiran 5
MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE) (modifikasi FOLSTEIN) Nama Pasien :…………………..(Lk/Pr) Pendidikan :……...........……… Pemeriksa :…………………… tem 1 2
3
4
5 6 7 8 9 10 11
Umur :…………… Pekerjaan :........……… Tgl ………………
Tes ORIENTASI Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) REGISTRASI Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan ATENSI DAN KALKULASI Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai) MENGINGAT KEMBALI (RECALL) Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas BAHASA Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan ( pensil, arloji) Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau tetapi ” Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”. Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kiri anda” Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
Skor Total
Nilai maks.
Nilai
5 5
-----
3
---
5
---
3
---
2
---
1
---
3
---
1
---
1 1
-----
30
---
84
Penilaian skor:
0 – 16 17 – 23 24 – 30
: Definit gangguan kognitif : Probable gangguan kognitif : Tidak ada gangguan kognitif
Lampiran 6 The Parkinson’s Disease Questionnaire ( PDQ-39 ) Mohon lengkapi pertanyaan-pertanyaan berikut ini Berkaitan dengan PP, seberapa sering bulan lalu Anda… 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kesulitan melakukan kegiatan santai yang Anda suka lakukan? Mengalami kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah seperti emasak, membersihkan rumah, dll? Kesulitan membawa tas belanja? Kesulitan berjalan sejauh 500 meter? Kesulitan berjalan sejauh 100 meter? Kesulitan berjalan-jalan disekitar rumah yang biasanya mudah Anda lakukan? Kesulitan berada di keramaian? Memerlukan oranglain untuk menemani Anda ketika bepergian? Merasa takut dan khawatir terjatuh di tengah keramaian? Terpaksa berada didalam rumah lebih sering dari yang Anda suka? Kesulitan melakukan kegiatan seperti mencuci? Kesulitan berpakaian sendiri? Kesulitan mengikat tali sepatu sendiri? Kesulitan menulis dengan jelas? Kesulitan memotong bahan-bahan makanan seperti sayuran,daging,dll? Kesulitan mengangkat tempat minum tanpa menumpahkannya? Mengalami depresi (sedih, tertekan, murung,dll)? Merasa terasing dan sendiri? Menangis? Merasa marah atau kesal? Merasa panik? Khawatir tentang masa depan Anda? Merasa tidak ingin orang lain tahu tentang PP Anda? Menghindari situasi yang melibatkan makan atau minum di depan orangorang lain?
Tidak pernah
Jarang
Beberapa kali
Sering
Selalu
85
25
26 27 28
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Merasa malu terhadap orang-orang lain karena PP yang Anda derita? Merasa khawatir tentang reaksi orang lain terhadap Anda? Mengalami masalah dengan hubungan pribadi Anda? Kurang dukungan dari pasangan yang anda butuhkan? (Kalau Anda tidak memiliki pasangan beri tanda X) Kurang dukungan dari keluarga atau teman-teman dekat Anda? Tertidur tiba-tiba di siang hari? Kesulitan berkonsentrasi misalnya ketika membaca atau menonton TV? Merasa sulit mengingat? Mengalami mimpi buruk? Kesulitan berbicara? Merasa sulit berkomunikasi dengan jelas? Merasa diacuhkan oleh orang lain? Mengalami kram otot? Mengalami sakit pada persendian tubuh Anda? Merasa panas atau dingin yang tidak nyaman?
Penilaian skor: 0 = Tidak Pernah 1 = Jarang 2 = Beberapa kali 3 = Sering 4 = Selalu
86
Lampiran 7
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Umur N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Depresi_Hamilton
60 63.02 6.900 .153 .153 -.128 1.186 .120
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
PDG_39
60 60 5.33 32.1763 5.925 1.03210E1 .280 .152 .280 .152 -.184 -.121 1.167 1.176 .132 .126
a. Test distribution is Normal.
Descriptive Statistics N
Minimum
Umur
60
Valid N (listwise)
60
Maximum
52
Mean
75
Std. Deviation
63.02
6.900
Jenis_kelamin Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki
38
63.3
63.3
63.3
Perempuan
22
36.7
36.7
100.0
Total
60
100.0
100.0
Pendidikan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
SD
11
18.3
18.3
18.3
SMP
10
16.7
16.7
35.0
SMA
16
26.7
26.7
61.7
87
S1
23
38.3
38.3
Total
60
100.0
100.0
100.0
Pekerjaan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak bekerja
19
31.7
31.7
31.7
Bertani
11
18.3
18.3
50.0
Swasta
21
35.0
35.0
85.0
PNS
9
15.0
15.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
Frequency Table Stadium_penyakit Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
stadium 1
16
26.7
26.7
26.7
stadium 2
21
35.0
35.0
61.7
stadium 3
18
30.0
30.0
91.7
stadium 4
5
8.3
8.3
100.0
60
100.0
100.0
Total
Umur_saat_diagnosis Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
< 60 tahun
39
65.0
65.0
65.0
>= 60 tahun
21
35.0
35.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
Lama_sakit Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
< 5 tahun
42
70,0
70,0
70,0
>= 5 tahun
18
30.0
30.0
100.0
88
Lama_sakit Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
< 5 tahun
42
70,0
70,0
70,0
>= 5 tahun
18
30.0
30.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
Lama_pengobatan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
< 5 tahun
45
75,0
75,0
75,0
>= 5 tahun
15
25,0
25,0
100.0
Total
60
100.0
100.0
Kat_depresi * Kualitas_hidup Crosstabulation Count Kualitas_hidup Baik Kat_depresi
Buruk
Tidak Depresi Depresi
Total
Total
32
6
38
6
16
22
38
22
60
Directional Measures Value Nominal by Nominal
Lambda
Asymp. Approx. Std. Errora Tb
Approx. Sig.
Symmetric
.455
.151
2.402
.016
Kat_depresi Dependent
.455
.157
2.218
.027
Kualitas_hidup Dependent
.455
.157
2.218
.027
89
Goodman and Kruskal tau
Kat_depresi Dependent
.324
.125
.000c
Kualitas_hidup Dependent
.324
.125
.000c
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Jenis_pengobatan * Kualitas_hidup Crosstab Count Kualitas_hidup Baik Jenis_pengobatan
Buruk
Total
Anti kolinergik
2
0
2
Dipamin agonis+anti kolinergik
3
4
7
Anti kolinergik+Ledova
14
12
26
Dipamin agonis+anti kolinergik+Ledova
19
6
25
38
22
60
Total
Directional Measures Value Nominal by Nominal
Lambda
Goodman and Kruskal tau
Asymp. Std. Approx. Errora Tb
Approx. Sig.
Symmetric
.107
.107
.956
.339
Jenis_pengobatan Dependent
.147
.156
.876
.381
Kualitas_hidup Dependent
.045
.117
.378
.705
Jenis_pengobatan Dependent
.036
.036
.096c
Kualitas_hidup Dependent
.086
.064
.167c
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
90
Lama_pengobatan * Kualitas_hidup Crosstab Count Kualitas_hidup Baik Lama_pengobatan
Buruk
Total
< 5 tahun
32
13
45
>= 5 tahun
6
9
15
38
22
60
Total
Directional Measures Value Nominal by Nominal
Lambda
Goodman and Kruskal tau
Asymp. Std. Approx. Errora Tb
Approx. Sig.
Symmetric
.054
.067
.778
.436
Lama_pengobatan Dependent
.000
.000
.c
.c
Kualitas_hidup Dependent
.136
.164
.778
.436
Lama_pengobatan Dependent
.025
.025
.217d
Kualitas_hidup Dependent
.106
.058
.099d
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero. Lama_sakit * Kualitas_hidup Crosstab Count Kualitas_hidup Baik Lama_sakit
Buruk
Total
< 5 tahun
29
13
42
> =5 tahun
9
9
18
38
22
60
Total Directional Measures
Value Nominal by
Lambda
Symmetric
.034
Asymp. Std. Approx. Errora Tb .066
.501
Approx. Sig. .616
91
Nominal
Goodman and Kruskal tau
Lama_sakit Dependent
.054
.105
.501
.616
Kualitas_hidup Dependent
.000
.000
.c
.c
Lama_sakit Dependent
.016
.023
.394d
Kualitas_hidup Dependent
.033
.047
.379d
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.
Umur_saat_diagnosis * Kualitas_hidup Crosstab Count Kualitas_hidup Baik Umur_saat_diagnosis
Buruk
Total
< 60 tahun
31
8
39
>= 60 tahun
7 38
14 22
21 60
Total Directional Measures Value Nominal by Nominal
Lambda
Goodman and Kruskal tau
Asymp. Std. Approx. Errora Tb
Approx. Sig.
Symmetric
.302
.169
1.574
.115
Umur_saat_diagnosi s Dependent
.286
.189
1.297
.195
Kualitas_hidup Dependent
.318
.172
1.558
.119
Umur_saat_diagnosi s Dependent
.209
.109
.000c
Kualitas_hidup Dependent
.209
.109
.000c
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. Stadium_penyakit * Kualitas_hidup Crosstab Count Kualitas_hidup
Total
92
Baik Stadium_penyakit
Buruk
stadium 1
16
0
16
stadium 2
13
8
21
stadium 3
6
12
18
stadium 4
3 38
2 22
5 60
Total Directional Measures
Value Nominal by Nominal
Lambda
Goodman and Kruskal tau
Asymp. Approx. Std. Errora Tb
Approx. Sig.
Symmetric
.213
.141
1.384
.166
Stadium_penyakit Dependent
.179
.163
1.008
.313
Kualitas_hidup Dependent
.273
.164
1.438
.150
Stadium_penyakit Dependent
.107
.040
.000c
Kualitas_hidup Dependent
.271
.076
.001c
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Jenis_kelamin * Kualitas_hidup Crosstab Count Kualitas_hidup Baik Jenis_kelamin
Buruk
Laki Perempuan
Total
Total
30
8
38
8
14
22
38
22
60
Directional Measures Value Nominal by
Lambda
Symmetric
.273
Asymp. Std. Approx. Errora Tb .169
1.438
Approx. Sig. .150
93
Nominal
Goodman and Kruskal tau
Jenis_kelamin Dependent
.273
.182
1.297
.195
Kualitas_hidup Dependent
.273
.182
1.297
.195
Jenis_kelamin Dependent
.181
.103
.001c
Kualitas_hidup Dependent
.181
.103
.001c
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. Group Statistics Kualitas_hi dup Umur
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Baik
38
60.63
5.654
.917
Buruk
22
67.14
7.026
1.498
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Um Equal variances ur assumed Equal variances not assumed
2.582
Sig. .114
t-test for Equality of Means
t 3.925
df
Std. Mean Error Sig. (2- Differen Differen tailed) ce ce
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
58
.000
-6.505
1.657
-9.822
-3.188
- 36.76 3.703 7
.001
-6.505
1.756 -10.064
-2.945
94
ROC Curve
Area Under the Curve Test Result Variable(s):PDG_39 Asymptotic 95% Confidence Interval Area
Std. Error .797
a
Asymptotic Sig.
.069
b
.000
Lower Bound .663
Upper Bound .932
The test result variable(s): PDG_39 has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased. a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5
95
Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):PDQ-39 Positive if Greater Than or Equal Toa 19.1000 20.1450 20.5350 21.0350 21.1950 21.6500 22.2500 22.5750 23.1250 23.7250 24.2250 24.9350 25.4350 25.9500 26.4500 26.8500 27.8700 29.1700 29.8750 30.2250 30.7000 32.5500 34.3000 34.9000 37.1500 41.0000 43.1600 44.8800 52.0200 57.6000 58.7000
Sensitivity 1.000 1.000 1.000 1.000 .955 .955 .909 .864 .864 .864 .864 .864 .864 .818 .818 .773 .727 .727 .727 .727 .727 .727 .727 .591 .591 .591 .455 .318 .182 .091 .000
1 - Specificity 1.000 .974 .921 .868 .868 .842 .842 .842 .763 .711 .684 .658 .605 .526 .500 .447 .421 .368 .316 .289 .263 .237 .158 .132 .079 .000 .000 .000 .000 .000 .000
The test result variable(s): PDG_39 has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. a. The smallest cutoff value is the minimum bserved test value minus 1, and the largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff values are the averages of two consecutive ordered observed test values.
96
Directional Measures Asymp. Approx. Approx. Value Std. Errora Tb Sig. Nominal by Nominal
Lambda
Goodman and Kruskal tau
Symmetric
.455
.151
2.402
.016
Kat_depresi Dependent
.455
.157
2.218
.027
Kualitas_hidup Dependent
.455
.157
2.218
.027
Kat_depresi Dependent
.324
.125
.000c
Kualitas_hidup Dependent
.324
.125
.000c
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kat_depresi (Tidak Depresi / Depresi) For cohort Kualitas_hidup = Baik For cohort Kualitas_hidup = Buruk N of Valid Cases
Lower
Upper
14.222
3.951
51.197
3.088
1.539
6.194
.217
.100
.472
60
97 Lampiran 8 No
Nama
Umur
JK
Alamat
TP
Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Ny.Nyoman S Tn.Made S Ny. Ketut N Tn.Putu MW Tn.IB Rai Ny.Wayan KA Ny.I.G.A Alit Tn.Oka K Ny.Nyoman A Tn.Sudiarta Tn.Gusti NS Tn.A.A Ketut G Ny.Ni KS Ny.A.A Adi W Tn.A.A Gede TK Tn.Nengah D Ny.Luh R Tn. Made S Tn. Nyoman S Tn.I Nengah S Tn.Nyoman N Tn.I Ketut PS Ny.Ni LuhW Tn.A.Agung O Tn.I Gusti NS Ny.Ni Made K Tn.I Ketut A Tn.I Gusti AS Tn. Bartolomeus Ny. Ni Komang Tn. I Made M Tn. Putu W Tn. I Putu S Tn. I Made S Tn. Made S Tn. Made M Tn. A. Agung T Ny. I Made K Tn. I Gusti W Tn. Ruji S Tn. I.B Putu P Tn. I. Ayu PM Tn. I Putu P Ny. Ni Nyoman S Ny. Made S Tn. Nyoman M Tn. I Nengah S Ny. Ni Luh S Ny. Ni Luh K Tn. I Wayan M Tn. Wayan S Tn. I Gusti AA Tn. Ketut S Ny. Ni Made S Tn. AA Adi W Tn. Pande NH Ny. Ni Nyoman S Ny. Nyoman A Ny. Ni Luh W Ny. I Made N
72 58 56 52 74 59 74 66 57 57 57 71 70 54 54 66 62 62 66 66 57 71 64 59 60 61 54 57 56 74 53 66 66 59 64 71 57 74 52 64 73 56 54 57 55 59 63 71 64 70 68 65 59 71 59 72 70 57 75 71
Wanita Pria Wanita Pria Pria Wanita Wanita Pria Wanita Pria Pria Pria Wanita Wanita Pria Pria Wanita Pria Pria Pria Pria Pria Wanita Pria Pria Wanita Pria Pria Pria Pria Pria Pria Pria Pria Pria Pria Pria Wanita Pria Pria Pria Wanita Pria Wanita Wanita Pria Pria Wanita Wanita Pria Pria Pria Pria Wanita Pria Pria Wanita Wanita Wanita Wanita
Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Badung Karangasem Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Tabanan Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Tabanan Denpasar Kekeran Denpasar Denpasar Karangasem Denpasar Denpasar Badung Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Badung Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Jimbaran Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Denpasar Batubulan Denpasar Denpasar
SD S-1 SD S-1 SMP S-1 SD S-1 S-1 S-1 S-1 SD SD SD S-1 S-1 SD S-1 SD S-1 SMP S-1 SMA S-1 SD SD SMA S-1 S-1 SMA SMP SD SMA SMA SMP SD S-1 SMA SMA S-1 SMA S-1 S-1 SMA SMA SMP SMA S-1 SMA SMP S-1 S-1 SMA SMP SD SMA S-1 SMA SMA SD
Swasta Tidak Tani PNS Tidak PNS Swasta Tidak PNS PNS Tidak Tidak Tani Swasta PNS Tidak Swasta Tidak Tidak Tidak Tani Tidak Swasta Swasta Swasta Tani Swasta Tidak Tidak Swasta Swasta Tani Tidak Swasta Tani Tani PNS Tidak Swasta Swasta Tidak PNS PNS Tidak Swasta Tani Swasta Tidak Swasta Tani Swasta PNS Swasta Tani Tani Swasta Tidak Swasta Swasta Tani
Depresi Hamilton Depresi ringan Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Depresi ringan Depresi ringan Tidak Depresi Depresi ringan Depresi ringan Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Tidak Depresi Tidak Depresi Depresi ringan Depresi ringan Depresi ringan Tidak Depresi
Tremor
Rigiditas
Bilateral Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Unilateral Unilateral Unilateral Unilateral Bilateral Unilateral Unilateral Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral
Bilateral Unilateral Tidak Tidak Bilateral Unilateral Tidak Tidak Unilateral Tidak Tidak Unilateral Tidak Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Bilateral Tidak Bilateral Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Bilateral Bilateral Tidak Tidak Tidak Bilateral Unilateral Tidak Unilateral Bilateral Bilateral Tidak Bilateral Unilateral Bilateral Bilateral Unilateral Bilateral Tidak Bilateral Tidak Bilateral Tidak Bilateral Unilateral Unilateral Bilateral Tidak Bilateral Tidak Unilateral Tidak Tidak Tidak Tidak
Gangg. Bradikinesia Postural Ada Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Tidak Ada Ada Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Ada Tidak Tidak Ada Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Umur saat onset 60 < 60 < 60 < 60 60 < 60 60 < 60 < 60 < 60 < 60 60 60 < 60 < 60 60 < 60 < 60 60 < 60 < 60 60 < 60 < 60 < 60 < 60 < 60 < 60 < 60 60 < 60 60 < 60 < 60 60 < 60 < 60 60 < 60 < 60 60 < 60 < 60 < 60 < 60 < 60 < 60 60 < 60 60 60 < 60 < 60 60 < 60 60 60 < 60 60 60
98 No
Levo
Anticol
Dopa AG
Lama sakit
Lama P’obatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th 5 th 5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th 5 th < 5 th
5 th 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th < 5 th
Stadium Penyakit 3 1 2 1 2 1 2 3 1 2 2 1 3 3 2 4 3 4 2 4 2 2 4 2 3 4 2 3 3 3 2 1 3 1 3 2 2 3 1 3 2 1 2 2 3 2 3 2 2 1 1 1 1 3 1 1 3 1 3 2
Gangg Kongnitf Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
PDQ-39 46,54 23,95 43,22 25,50 38,90 20,19 34,40 25,50 25,50 34,20 29,80 25,37 43,10 57,70 20,88 35,40 21,19 57,50 22,75 28,54 29,95 26,40 27,20 20,19 43,22 22,10 20,88 34,20 29,80 34,40 21,20 22,75 26,50 23,50 35,40 38,90 34,20 46,54 26,50 30,90 38,90 26,50 24,50 43,22 57,70 30,50 57,50 34,40 22,40 25,37 22,75 28,54 20,10 46,54 23,50 25,50 43,10 27,20 43,10 34,40