DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FT USU
Statika 2 Prof . Dr.Ing. Johannes Tarigan
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
1
Bab I : Pendahuluan 1.1.
Hukum alam-Ilmu Pengetahuan-Teknik-Mekanika
Hukum alam Dalam sejarah manusia umumnya sangat banyak belajar dari alam dan melalui kulturnya masing-masing telah mempelajari hukum alam dan ini dibuktikan dengan bangunan-bangunan yang terjadi seperti candi Borobudur dibawah ini. Belajar dari Borobudur bahwa manusia telah belajar Hukum alam, seperti gaya gravitasi.
Secara ilmu pengetahuan Hukum alam tadi dikemas dalam ilmu pengetahuan oleh Archimedes yakni disebut hukum Archimedes yakni jika suatu benda dimasukkan kepada air maka air itu akan pindah sebesar benda yang dimasukkan. Demikian juga oleh Galilei, maupun Newton. Dan dalam ilmu pengetahuan ada juga digunakan hypotesa untuk tujuan penelitian. Dan dengan hypotesa dikembangkan diskusi pendekatan terhadap penelitian. Teknik pada awalnya diterapkan pada jenis yang dibuat dari pekerjaan tangan. Baru kemudian berdasarkan kreatifitas teknik pun berkembang secara pesat dari pekerjaan yang dilakukan dengan menjadi dengan mekanisasi. Contohnya membuat besi, baja, beton dll. Sedangkan Mekanika dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan kearah material yang digunakan demikian juga beban-beban yang terjadi seperti beban statik maupun dinamik. Mekanika dapat dikatagorikan sbb: Mekanika Sterio, Mekanika Elastis, Mekanik Plastis dan untuk material yang cair adalah Mekanika Fluida, Mekanika Hidro dan Mekanika Aero. Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
2
1.2 Perkembangan Ilmu Statika Pada tahun 1700 an sampai dengan 1800 an perkembangan ilmu pengetahuan ilmu statika berkembang pesat dimulai di Eropah dalam membangun Kanal, Pabrik, Bangunan bertingkat dan Jembatan di Eropah. Terutama Insinyur dari Perancis Charles Auguste Coulomb pada tahun 17361806 dan Louis Marie Henri Navier tahun 1785-1836 banyak mengembangkan pengetahuan ilmu statika yang dapat dipakai hingga sekarang. Coulomb telah banyak mrencanakan, menghitung dan membangun. Dia boleh dikatakan yang pertama kali menemukan perhitungan statika dan ilmu kokoh. Sedangkan Navier pada tahun 1821 pada mahasiswanya mengajarkan Ecole des ponts et chausees yakni ilmu tegangan sesuai dengan sufat material dan bagaimana merencanakan secara ekonomis. Dalam ilmu kokoh yang dikembangkan oleh Navier adalah tentang menghitung lendutan, Tekuk, dan demikian juga statis tak tentu. Setelah itu Otto Mohr (1835-1918), Karl Culman, Wilhel Ritter 1847-1906, Heinrich Muller Breslau sangat berperan mengembangkan ilmu statika.
1.3 Peraturan, Standart Pada tahun 1800 an para insinyur membangun berdasarkan hitungan maupun experimen serta pengalaman mereka. Sedangkan saat ini kita membangun harus berdasarkan hitungan dan Standart. Setiap negara sekarang menerapkan Standart dan di Indonesia dikenal dengan sebelumnya peraturan muatan indonesia, PBI (peraturan Beton Indonesia), PKKI (peraturan konstruksi baja Indonesia), PKBI (peraturan konstruksi baja Indonesia) dll dan sekarang ini semuanya dituangkan dalam SNI (standart nasional Indonesia).
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
3
Bab II: Gaya dan Beban 2.1 Gaya Pengertian gaya mulai diuraikan oleh Aristoteles pada tahun 350. Saat itu dari ilmu fisika diartikan gaya itu adalah gerak. Akan tetapi Gaya tidak bisa segera terukur. Dari tahun 350 sampai 1700 pengertian gaya masih didefinisikan sebagai gerak. Pada Galileo Galilei (1564-1642) mengadakan experimen bahwa ada hubungan gaya dengan percepatan. Dan pada saat ini penertian gaya mulai benar. Dan Isaac Newton (1643-1727) menyatakan dalam hukumnya yang kedua adalah sbb: Besarnya gaya yang besarnya proporsional terhadap waktu dan terjadi dalam arah gaya. ..
..
⎯⎯→ d (m. v) dv F = =m = m. a dt dt
⎯⎯→
Dengan demikian gaya adalah massa dikali dengan percepatan. Kemudian Galilei pada tahun 1590 menetapkan gravitasi di Equator 9,781 m s 2 sedangkan di kutub adalah 9,832 m s 2 , dan pada pertengahan anatar kutub dan equator gaya gravitasi adalah 9,80665 m s 2 . Maka untuk berat sendiri dan beban mati dapat dihitung dengan ⎯⎯→
⎯⎯→
G = m. g
2.2.Satuan Internasional Dalam satuan Internasional ditetapkan sbb: 1 Newton adalah massa 1 kg dengan percepatan 1 m 2 s 1.N = 1.kg. m
s2
= 100000dyn
Dengan demikian untuk berat sendiri berlaku G = m.g n
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
4
Berat sendiri adalah Massa x Gravitasi dimana untuk 1 kg massa mempunyai besar G(1kg ) = 1kg.9,80665 m
s2
= 9,80665 N
Sebagai pendekatan dalam hitungan dapat digunakan G(1kg ) = 1kg.10 m
s2
= 10 N = 0,001kN ( Kilonewton )
Sedangkan 10 6 N = 10 3 kN = 1MN ( Meganewton)
2.3 Perhitungan berat Dalam bangunan untuk menentukan berat sendiri dapat dihitung terlebih dahulu berdasarkan volume (V) yang satuannya adalah m3 dan kemudian berdasarkan berat jenis γ kg 3 dapat dihitung massa sebesar m
m = γ .V Maka berat dapat dihitung G = m.g = γ .V .g Secara umum untuk material bangunan mempunyai berat jenis sbb No
Material
γ (kN / m 3 )
1 2 3 4 5
Beton Baja Dinding tembok bata Kayu Mortar
24-25 78,5 22 4 s/d11 21
Secara lengkap dapat dilihat di DIN 1055.
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
5
Bab III Lengkung 3 Sendi Konstruksi lengkung 3 sendi adalah termasuk dalam katagori statis tertentu. Dalam perhitungannya tetap masih menggunakan teori keseimbangan oleh Coulomb yakni ∑ M = 0, ∑ H = 0, ∑ V = 0 Soal 1:
Mencari Reaksi
∑M
1
=0
− Z 5 * 10 + 10 * 10 * 5 = 0 maka didapat Z5 = 50 Kn
∑M
5
=0
Z 1 * 10 − 10 * 10 * 5 = 0 maka didapat Z1 = 50 Kn
∑M
kiri 3
∑M
kanan 3
=0
Z 1 * 5 − X 1 * 10 − 10 * 5 * 2,5 = 0 maka didapat X1=12,5 Kn
= 0 − Z 5 * 5 + X 5 * 10 + 10 * 5 * 2,5 = 0 maka didapat X5=12,5 Kn
Cara lain untuk menghitung gaya horizontal adalah: Mo X1 = dimana Mo adalah Momen di sendi akibat balok diatas 2 tumpuan dan h 1 1 h adalah tinggi portal. Pada konstruksi diatas Mo = pl 2 = 10.102=125, maka 8 8 X1=12,5 kN. Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
6
Mencari Momen M1=0 M2= - 50*10= - 500 kN M 3= 0 M4 =+50*10=500kN
500
500
-
-
-
Gaya Lintang Batang 12 Q1: 12,5 kN Q2: 12,5 kN Batang 23 Q2: 50 KN Q3: 0 kN Batang 34 Q3=0kN Q4= 50kN Batang 45 Q4=Q5=12,5kN
50
12,5
+ -
12,5 50 -
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
+
7
Normal Batang12 N1=N2=50kN Batang 23 dan 34 N1=N2=N3=12.5 kN Batang 45 N4=N5=50kN
12,5
12,5 -
50
-
-
50
Soal 2:
40kN
2
6.25 m 4
f=2.5 m
X1 1
Z1
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
25 m
3 X3 Z3
8
Pada lengkung 3 sendi diambil f=1/10L.
secara praktis f/L=1/10 s/d 1/12, dalam soal diatas
∑M
1
= 0 maka didapat –Z3*25 + 40*6.25 = 0 Z3=10 kN
∑M
3
= 0 maka didapat Z1*25 - 40*18.75 = 0 Z1=30kN
∑M
kiri 2
= 0 didapat -X1*2.5+Z1*12.5-40*6.25=0
-X1*2.5+10*12.5-40*6.25=0 X1=50kN
∑M
kanan 2
= 0 didapat X3*2.5 - Z3*12.5=0
X3*2.5 - 10*12.5=0 X3=50kN
Mo , Mo adalah f momen pada sendi dengan menganggap balok diatas 2 perletakan dan f adalah tinggi busur.
Mencari gaya horizontal X1 dapat dilakukan dengan X 1 =
X1 =
Mo 30 *12.5 − 40 * 6.25 = = 50kN f 2.5
Bidang Momen M1=0 M4=30*6.25 – 50*f4 =187.5 – 50*f4
4f x( L − x) dimana untuk menghitung f4=z dengan x=2.5, L2 4 * 2.5 z= 6.25(25 − 6.25) = 1.875m 25 2 z=
Maka M4=187.5 – 50*1.875 =187.5-93.5=93.5 kNm M3=30*12.5 – 50*2.5-40*6.25 = 250 kNm Untuk batang 14 berlaku Mx=30*x-50*z=30*x-50*
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
4f 4 * 2.5 x( L − x) =30*x-50* x(25 − x) =10x+0.8x2 2 2 25 L
9
Momen x (m) 10.8 1 23.2 2 37.2 3 52.8 4 70 5 88.8 6 93.75 6.25
Pada batang 42 dan 23 berlaku Mx=30*x-50*z-40*(x-6.25)=30*x-50* = 30*x-50*
4f x( L − x) -40(x-6.25) L2
4 * 2.5 x(25 − x) - 40(x-6.25)=+0.8x2-30x+250 2 25
Momen x(m) 93.75 6.25 79.2 7 61.2 8 44.8 9 30 10 16.8 11 5.2 12 0 12.5 -4.8 13 -13.2 14 -20 15 -25.2 16 -28.8 17 -30.8 18 -31.2 19 -30 20 -27.2 21 -22.8 22 -16.8 23 -9.2 24 0 25
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
10
2 4
1
3
Gaya Lintang Batang 14 Q(x)=Z1.cosα – X1.sinα = 30 cosα -50.sinα
z=
4f 10 dz x( L − x) z = x(25 − x) = 0.4x-0.016x2 maka = tan α =0.4-0.032x 2 dx 625 L
x(m) 1 2 3 4 5 6 6.25
tan α α (radian) cosα sinα 30*cosα 50*sinα Qx 0.368 0.35 0.94 0.35 28.15 17.27 10.89 0.336 0.32 0.95 0.32 28.44 15.93 12.51 0.304 0.30 0.96 0.29 28.70 14.54 14.16 0.272 0.27 0.96 0.26 28.95 13.12 15.83 0.24 0.24 0.97 0.23 29.17 11.67 17.50 0.208 0.21 0.98 0.20 29.37 10.18 19.19 0.2 0.20 0.98 0.20 29.42 9.81 19.61
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
11
Batang 42 dan 23 Q(x)=(Z1-40).cosα – X1.sinα = -10 cosα -50.sinα x(m) tan α 6.25 0.2 7 0.176 8 0.144 9 0.112 10 0.08 11 0.048 12 0.016 12.5 0 13 -0.016 14 -0.048 15 -0.08 16 -0.112 17 -0.144 18 -0.176 19 -0.208 20 -0.24 21 -0.272 22 -0.304 23 -0.336 24 -0.368 25 -0.4
α (radian) cosα sinα 10*cosα 50*sinα Qx 0.20 0.98 0.20 29.42 9.81 -39.22 0.17 0.98 0.17 29.55 8.67 -38.21 0.14 0.99 0.14 29.69 7.13 -36.82 0.11 0.99 0.11 29.81 5.57 -35.38 0.08 1.00 0.08 29.90 3.99 -33.89 0.05 1.00 0.05 29.97 2.40 -32.36 0.02 1.00 0.02 30.00 0.80 -30.80 0.00 1.00 0.00 30.00 0.00 -30.00 -0.02 1.00 -0.02 30.00 -0.80 -29.20 -0.05 1.00 -0.05 29.97 -2.40 -27.57 -0.08 1.00 -0.08 29.90 -3.99 -25.92 -0.11 0.99 -0.11 29.81 -5.57 -24.25 -0.14 0.99 -0.14 29.69 -7.13 -22.57 -0.17 0.98 -0.17 29.55 -8.67 -20.88 -0.21 0.98 -0.20 29.37 -10.18 -19.19 -0.24 0.97 -0.23 29.17 -11.67 -17.50 -0.27 0.96 -0.26 28.95 -13.12 -15.83 -0.30 0.96 -0.29 28.70 -14.54 -14.16 -0.32 0.95 -0.32 28.44 -15.93 -12.51 -0.35 0.94 -0.35 28.15 -17.27 -10.89 -0.38 0.93 -0.37 27.85 -18.57 -9.28
Normal Batang 14 N(x)=-Z1.sinα – X1.cosα = -30 sinα -50.cosα α x(m) tan α (radian) cosα sinα 30*sinα 50*cosα Qx 1 0.368 0.35 0.94 0.35 10.36 46.92 -57.28 2 0.336 0.32 0.95 0.32 9.56 47.40 -56.95 3 0.304 0.30 0.96 0.29 8.73 47.84 -56.56 4 0.272 0.27 0.96 0.26 7.87 48.25 -56.12 5 0.24 0.24 0.97 0.23 7.00 48.62 -55.62 6 0.208 0.21 0.98 0.20 6.11 48.95 -55.06 6.25 0.2 0.20 0.98 0.20 5.88 49.03 -54.91
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
12
N(x)= (40-Z1)sinα – X1.cosα = 10 sinα -50.cosα x(m) tan α 6.25 0.2 7 0.176 8 0.144 9 0.112 10 0.08 11 0.048 12 0.016 12.5 0 13 0.016 14 0.048 15 -0.08 16 0.112 17 0.144 18 0.176 19 0.208 20 -0.24 21 0.272 22 0.304 23 0.336 24 0.368 25 -0.4
α (radian) cosα sinα 10*sinα 50*cosα Qx 0.20 0.98 0.20 1.96 49.03 -47.07 0.17 0.98 0.17 1.73 49.24 -47.51 0.14 0.99 0.14 1.43 49.49 -48.06 0.11 0.99 0.11 1.11 49.69 -48.58 0.08 1.00 0.08 0.80 49.84 -49.04 0.05 1.00 0.05 0.48 49.94 -49.46 0.02 1.00 0.02 0.16 49.99 -49.83 0.00 1.00 0.00 0.00 50.00 -50.00 -0.02
1.00
-0.02
-0.16
49.99
-50.15
-0.05 -0.08
1.00 1.00
-0.05 -0.08
-0.48 -0.80
49.94 49.84
-50.42 -50.64
-0.11
0.99
-0.11
-1.11
49.69
-50.80
-0.14
0.99
-0.14
-1.43
49.49
-50.91
-0.17
0.98
-0.17
-1.73
49.24
-50.98
-0.21 -0.24
0.98 0.97
-0.20 -0.23
-2.04 -2.33
48.95 48.62
-50.99 -50.95
-0.27
0.96
-0.26
-2.62
48.25
-50.87
-0.30
0.96
-0.29
-2.91
47.84
-50.75
-0.32
0.95
-0.32
-3.19
47.40
-50.58
-0.35 -0.38
0.94 0.93
-0.35 -0.37
-3.45 -3.71
46.92 46.42
-50.38 -50.14
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
13
Bab IV : Konstruksi Campuran Konstruksi campuran adalah kombinasi antara balok diatas 2 perletakan dengan batak tarik (rangka). Type 1:
q = 30 kN/m
2
1 3 Z1
5
4
6 3m
1.5m 7
1.5m
1.5m
Z2
3m
Type 2:
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
14
Bab V Garis pengaruh Cara menghitung Reaksi, Momen, Gaya Lintang dan Norma dapat digunakan beberapa cara, salah satu adalah dengan garis pengarus. Kadang kala dengan metode garis pengarus dapat dihitung lebih cepat gaya dalamnya dari pada metode lain. Metode garis pengarus dapat digunakan pada balok diatas dua perletakan, balok gerber, portal baik dalam kondisi statis tertentu maupun statis tak tentu. Garis pengaruh dibuat dengan beban berjalan satu satuan.
V.1 Garis pengarus Reaksi.
1
RA
RB
l
Gp RA
1
1
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
Gp RB
15
V 2. Garis pengaruh Momen 1
C RA
RB
l a
b
Gp Mc b
a
VII.3 Garis pengaruh Lintang
1
C RA
RB
l a
b
1 1
Gp Qc
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
16
Literatur: Gere&Timoshenko, 1987, (Terjemahan), Mekanika Bahan, Erlangga, Jakarta. Vazirani dkk, 2002, Analysis of structures, Khanna Publishers, Delhi Wagner/Erlhof , 1977, Praktische Baustatik, B.G. Teubner,Stuttgart. Yuri Petryana, 2006, Statik der Baukonstruksion, Technische Universitaet Berlin.
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
17