RANCANG BANGUN GENERATOR THERMOAKUSTIK UNTUK MENDUKUNG KINERJA TANGKI PENYIMPAN ENERGI TERMAL STRATIFIKASI Sugiyanto1)., Soeadgihardo siswantoro 2), Adhika Widyaparaga 3) 1), 2)
3)
Departemen Teknik Mesin, Sekolah Vokasi, UGM. Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Tangki PET stratifikasi merupakan jenis tangki yang saat ini banyak digunakan pada sistem kogenerasi karena pengoperasiannya sederhana, hemat biaya dan unggul dalam unjuk kerja termal. Faktor penting dalam penentuan unjuk kerja tangki PET stratifikasi adalah mekanisme pemisahan antara air dingin dan air panas. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan stratifikasi secara alami yaitu pemisahan karena perbedaan massa jenis antara air panas dan air dingin. Penelitian ini dilakukan dengan cara menggabungkan hasil kinerja thermoakustik dengan tangki PET untuk mendapatkan unjuk kerja stratifikasi tangki PET yang semakin meningkat, terutama semakin tipisnya thermoklin. Sebagai sumber energi thermoakustik digunakan waste heat yang bisa didapat dari berbagai sumber. Penggabungan thermoacoustic refrigerator dengan tangki PET stratifikasi dapat memperbaiki faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja tangki PET, salah satu diantaranya distribusi temperatur pada tangki, sehingga berefek pada semakin tipisnya thermoklin pada tangki PET. Hal tersebut merupakan tujuan dari kegiatan PUPT ini dengan muara berupa prototipe tangki PET stratifikasi hibrid dengan teknologi thermoacoustic yang lebih unggul dibandingkan dengan tangki PET stratifikasi yang sudah ada saat ini. Kata kunci: Tangki PET stratifikasi, , Thermoacoustic Refrigerator, Waste Heat, Hibrid Tangki PET I. PENDAHULUAN Pada pembangkit konvensional untuk setiap 100 unit bahan bakar, sekitar 67 unit akan dilepas sebagai waste heat dan 3 unit akan hilang pada sistem distribusinya, sehingga yang efektif hanya 30 unit daya terkirim ke konsumen (www.recycled-energy.com). Kondisi ini yang mendasari kenapa waste heat pada sistem pembangkit sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi lain yang lebih berguna dibandingkan apabila dibiarkan hanya terbuang percuma ke lingkungan yang justru berkontribusi pada polusi lingkungan. Sebagai contoh sumber waste heat di sektor industri manufaktur adalah gas panas hasil pembakaran yang terbuang di atmosfer, berkisar 20 % - 50 % dari konsumsi energi industri (Johnson dkk, 2008). Besarnya distribusi temperatur waste heat di sektor manufaktur lebih dari 50 % ditempati oleh distribusi temperatur antara 450 oF (232 o C) - 1400 oF (648 oC) (Elson dkk, 2015) Pemanfaatan waste heat merupakan alternatif mengganti energi yang berasal dari bahan bakar fosil ataupun energi listrik yang lebih rendah emisi dan lebih murah. Pada industri yang menggunakan furnace, pemanfaatan waste heat pada prosesnya dapat meningkatkan efisiensi sebesar 10 % sampai maksimal 50 %. Di sektor pemenuhan kebutuhan sistem pengkondisian udara untuk industri terutama di negara-negara tropis juga sudah memanfaatkan waste heat ini. Sistem ini memanfaatkan waste heat dari turbin gas yang nilai energi panas buang ini masih besar, sebagai contoh adalah panas buang yang dihasilkan turbin gas 1000 kW dapat menghasilkan kurang lebih 750 RT 7 oC air dingin atau setara 2.2 ton/jam 8 bar uap air. (Thirakomen, 2001). Energi dari panas buang turbin gas lebih dari cukup untuk
dimanfaatkan sebagai energi pemanasan di district heating maupun energi pendinginan di distric cooling. Pemanfaatan energi ini akan lebih optimal apabila ditambahkan tangki penyimpan energi termal (PET) pada pengoperasian district heating maupun district cooling (Ataer, 2006). Khan, dkk (2004) menyebutkan bahwa adanya PET pada cogenerated chilled water dapat menurunkan kebutuhan beban puncak hingga 23 %, dan menghemat konsumsi energi hingga 21 %, dan internal rate-of-return (IRR) lebih dari 25 %. Penghematan energi dengan adanya tangki PET pada cogenerated chilled water diperoleh dengan cara menyimpan energi termalnya pada saat beban rendah dan menggunakannya saat beban puncak (Zurigat, 2001). Waste heat pada sistem pembangkit yang dibuang melalui cerobong dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber energi lain, salah satunya dengan teknologi thermoacoustic. Energi suara sebagai hasil konversi panas oleh thermoacoustic generator dapat diaplikasikan pada sistem ini dikarenakan kelebihannya, antara lain : tidak ada bagian yang bergerak untuk siklus termodinamikanya, sangat ramah terhadap lingkungan, menggunakan bahan-bahan yang tidak memerlukan spesifikasi khusus dan secara komersial tersedia di pasaran. (Tijani, 2001). Selanjutnya energi suara ini dapat dimanfaatkan sebagai mesin pendingin menggunakan thermocoustic refrigerator untuk digunakan membantu kinerja dari tangki PET khususnya untuk diaplikasikan sebagai district cooling, yaitu menjaga thermocline pada
mekanisme pemisahan antara air dingin dan panas pada tangki PET Tujuan penelitian ini adalah rancang bangun generator thermoakustik untuk mendukung kinerja Tangki PET melalui pemanfaatan waste heat yang terbuang ke lingkungan sebagai sumber energi thermoakustik. Tujuan akhirnya adalah untuk memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tangki PET. II. PEMBAHASAN A. Kajian Pustaka Sistem kogenerasi merupakan langkah efisiensi penggunaan energi. Metode sistem kogenerasi umumnya dengan mengkombinasikan beberapa sumber energi menjadi suatu sistem, misalnya mengkombinasikan energi termal dan energi listrik pada suatu pembangkit listrik. Kogenerasi dilakukan dengan memanfaatkan energi terbuang dari cerobong turbin gas pada suatu sistem pembangkit listrik. Listrik dihasilkan dari gerak mekanis turbin, sedangkan energi termal diperoleh dengan memanfaatkan panas gas buang dari cerobong turbin gas. Keuntungan menggunakan kogenerasi ini adalah pemanfaatan energi terbuang dari cerobong turbin gas untuk menghasilkan energi panas untuk memenuhi kebutuhan energi di pabrik. Penggunaan sistem kogenerasi dapat menghemat kurang lebih 35% biaya listrik karena pemanfaatan panas yang didapatkan secara gratis (Kolanovski, 2008). Keuntungan lain dari kogenerasi yaitu dapat mengurangi emisi lingkungan dan pengoperasiannya lebih ekonomis. Sistem kogenerasi dapat dimanfaatkan untuk aplikasi di district cooling dan district heating. Pada daerah beriklim tropis kogenerasi berfungsi sebagai district cooling yaitu digunakan sebagai pendingin ruangan. Energi pendingin dihasilkan oleh mesin pendingin pelayanan uap yang dihasilkan oleh HRSG (Heat Recovery Steam Generator) dengan memanfaatkan panas terbuang dari cerobong turbin gas yang diaplikasikan di absorption chiller untuk mendapatkan energi pendingin. Pada district heating, air panas disuplai dari pemanas dan dialirkan untuk memenuhi kebutuhan pemanasan di pabrik, selain itu district heating sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan pemanas ruangan di negara-negara beriklim dingin. Pada pengoperasiannya di district cooling maupun di district heating tersebut memerlukan tangki PET stratifikasi yang digunakan untuk sistem pengaturan penyimpanan energi termal. Dengan kemampuan menyimpan air panas, tangki PET stratifikasi sangat efisien untuk pengaturan beban energi. Energi termal disimpan di dalam tangki PET stratifikasi saat beban rendah dan digunakan saat beban puncak. Selain dapat mengatasi permasalahan pada pemenuhan kebutuhan energi, tangki PET juga lebih efisien dalam menurunkan ukuran peralatan pendukung dan pengoperasiannya (Dincer dan Rosen, 2001). Tangki PET pada awalnya dimanfaatkan oleh pabrik selama bertahun-tahun sebagai district heating untuk mengatur pemenuhan energi panas. Hal ini memberikan keuntungan dengan kemampuannya dalam menyimpan energi panas pada periode beban rendah dan
menggunakannya pada periode beban tinggi, sehingga pengaturan penggunaan energi panas untuk memenuhi kebutuhan panas menjadi lebih efektif. Kemudian tangki PET dikembangkan penggunaanya pada awal tahun 1980an dan berkembang dengan pesat akhir-akhir ini karena keunggulannya dalam meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan energi. Faktor penting pada tangki PET adalah mekanisme pemisahan antara air dingin dan air panas (Macki dan Reeves, 1988). Ada dua metode pemisahan air panas dan air dingin pada tangki PET yaitu metode pemisah dan metode pemisahan secara alami. Metode pemisah diterapkan dengan memasangkan labirin dan membran sedangkan metode pemisahan alami dilakukan dengan sistem stratifikasi termal. Pada metode pemisah, pemisahan air panas dan dingin diterapkan dengan mekanisme yang rumit, sedangkan metode stratifikasi secara alami diterapkan dengan berdasarkan konsep perbedaan massa jenis antara air panas dan air dingin (Zurigat dan Ghajar, 2002). Dibandingkan dengan tangki yang menggunakan pemisah, penggunaan tangki PET stratifikasi lebih sederhana, murah dan memiliki unjuk kerja termal yang lebih baik, karenanya tangki PET stratifikasi lebih banyak digunakan untuk desain tangki PET. Desain tangki PET biasanya berbentuk silinder dengan dua nosel di bagian atas dan bagian bawah tangki. Pada ujung nosel-nosel tersebut dipasang difuser untuk mengurangi olakan pencampuran yang berlebih antara air panas dan air dingin.
Gambar 1. Profil temperatur dan thermocline pada tangki PET (Wang, 2001) Area pencampuran yang selanjutnya disebut tangki stratifikasi yang tinggi, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Penggabungan thermoacoustic refrigerator dengan tangki PET stratifikasi dapat memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tangki PET, salah satu diantaranya distribusi temperatur
pada tangki, sehingga berefek pada semakin tipisnya thermoklin pada tangki PET. B. Landasan Teori dan Hipotesis 1. Landasan teori Secara umum mesin thermoacoustics didifinisikan sebagai peralatan yang mengubah energi panas menjadi energi bunyi atau mengkonversi energi bunyi menjadi energi kalor. Energi bunyi yang dapat menyebabkan perbedaan suhu yang biasa disebut thermacoustics refrigeration atau perbedaan suhu yang dapat menghasilkan energi bunyi yang biasa disebut thermoacoustic heat engine. Energi bunyi hanya dilihat sebagai osilasi tekanan dan gerak, namun pada saat yang bersamaan energi bunyi juga terjadi osilasi suhu dalam yang menyebabkan terjadinya gradien suhu. Gambar 3. Tahapan thermoacostic refrigeration ( Agustina, 2013) Dari tahapan tersebut terlihat bahwa prinsip kerja dari thermoacoustic refrigeration berbeda dengan prinsip kerja sistem refrigerasi kompresi uap yang memerlukan beberapa peralatan diantaranya kompresor, kondenser, katup ekspansi dan evaporator. . Gambar 2. a. Skema dasar thermoacoustics refrigeration, b. Skema dasar thermoacoustics heat engine (Rossing et al, 2007) Prinsip dasar tentang thermoacustic dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2a. merupakan skema thermoacoustic refrigeration sedangkan pada gambar 2b. merupakan skema thermoacoustic heat engine. Pada thermoacoustic refrigeration proses yang terjadi yaitu apabila bunyi merambat melalui kanal-kanal kecil yang mengakibatkan panas berosilasi dan mengalir ke dan dari dinding kanal. Thermoacoustic refrigeration terdiri dari pembangkit akustik bisa dari piston maupun loudspeaker, stack terbuat dari kanal-kanal agar tercipta perbedaan temperatur sisi panas dan dingin, dan juga fluida kerja sebagai media penghantar gelombang akustik. Prinsip kerja dari thermoacoustic refrigeration terdiri dari 4 tahapan. Pada gambar 3 dapat dilihat tahapan kerja thermoacoustic refrigeration berdasarkan kondisi kenaikan dan penurunan tekanan dan suhu sebagai berikut (Agustina, 2013, Wetzel et al, 1997, Babei et al, 2008):
Gambar 4. Ilusrasi thermoacoustic refrigeration (Tijani et al 2002). Thermoacoustic refrigeration merupakan salah satu metode pendinginan yang saat ini mulai banyak dikembangkan, dengan alasan penggunaan komponen yang lebih sederhana, penggunaan energi relatif rendah dan yang paling penting adalah ramah lingkungan (Bao et al, 2006, Ishikawa et al, 1996). Pada dasarnya, thermoacoustic refrigeration merupakan fenomena perpindahan energi dari dingin ke panas yang dihasilkan dengan membangkitkan medan gelombang akustik sekitar batas benda padat yang diambil dari sebuah stack yang terbuat dari tumpukan benda paralel pada perangkat gelombang berdiri (Marx et al 2006). Dalam pengertian yang lebih mudah di pahami adalah gelombang bunyi yang dapat menyebabkan perbedaan suhu karena adanya udara yang melalui kanal-kanal kecil dalam perambatannya. Komponen-komponen yang digunakan pada
thermoacoustic refrigeration dapat dilihat skematis pada gambar 4 (Tijani et al, 2002). Komponen tersebut terdiri dari penghasil gelombang akustik yang biasanya menggunakan loudspeaker (Pengeras suara), resonator yang biasanya berbentuk silinder (tube) dan stack yang biasanya menggunakan tumpukan plat. Bentuk dan panjang dari resonansi ditentukan oleh frekuensi resonansi dan rugi-rugi minimal pada dinding tabung resonator. Panjang tabung resonator biasanya bervariasi terhadap panjang gelombang akustik yang dihasilkan, pada penelitian-penelitian sebelumnya ditentukan panjang resonator ada
3
Wire mesh Screen #20
Stack
4
Wire mesh Screen #150
Stack
5
Tembaga 2 inch
HHX CHX
4
Flange DN50 ss 304
Sambungan
et al 2002, Ortins et al 2012).
5
Blind Flange DN50 CS
Sambungan
Hipotesis Adanya thermoacoustic refrigerator diharapkan mempengaruhi distribusi temperatur tangki PET sehingga dapat mempertipis thermoklin seperti disajikan pada Gambar 5.
dan
2.
B. Prosedure Penelitian Pembuatan Standing Wave Generator, Komponen-komponen penyusun tersebut terdiri dari : 1. Hot Heat Exchanger (HHX) HHX secara keseluruhan terdiri dari core HHX, selonsong tabung, dan heater. Core HHX menggunakan material dari Tembaga. Selonsong tabung terbuat dari baja stainless steel dengan ulir agar bias dilepas dan dipasang pada rangkaian TA dengan mudah. Pada sisi luar selongsong ini dipasangkan glow plug heater sebagai sumber panas pada Thermoakustik.
Gambar 5. Pengaruh thermoacoustic refrigerator terhadap thermoklin III. CARA PENELITIAN A. Bahan dan alat yang digunakan
No
Material
Kegunaan
1
Pipa DN50 Sch 40 ss 304
Resonator
2
Pipa inchi
Co-axial pipe
2
Wire mesh Screen #10
DN50
0,5
Stack
Gambar 6. Selongsong tabung HHX dan HHX 2.
Cold Heat Exchanger (CHX) CHX menggunakan material dari tembaga yang ditempatkan pada selongsong tabung baja stainless steel. Sebagai media pendingin menggunakan air yang dialirkan melalui neplle pada sisi luar selongsong tabung ( Gambar 7).
Gambar 7. Cold Heat Exchanger
Gambar 10. Rangkaian HHX dengan Glow Plug Heater
3. Excess Pipe Tahapan berikutnya adalah merakit komponenkomponen menjadi generator thermoakustik tipe standing wave, seperti ditunjukkan pada Gambar 11
Gambar 8. Hot Excess Pipe 4.
Resonator Gambar 11. Assembly Thermoacoustic Generator
Gambar 9. Resonator Resonator yang digunakan berbahan stainless steel diameter 2 inchi dan panjang 60 mm. C. Pembahasan Komponen-komponen penyusun dari thermokustik dirakit sedemikian rupa menjadi thermoakustik yang lengkap. Pada penelitian tahap ini baru dibuat termoakustik generator dengan menggunakan sumber panas berupa busi pijar untuk menggantikan heater dari kawat nikelin. Dari pengujian heater busi pijar didapatkan temperatur 500 o C, yang merupakan temperatur target bagi sumber energi termoakustik. Rangkaian HHX dengan busi pijar ditunjukkan pada Gambar 10.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Generator thermoakustik dengan sumber panas dari busi pijar dapat bekerja dengan baik. Selanjutnya keluaran dari generator thermoakustik ini akan digunakan sebagai sumber energi refrigerasi thermoakustik yang akan diintegrasikan dengan tangki PET. Hasil integrasi ini diharapkan mampu memperbaiki kinerja tangki PET stratifikasi yang direperesentasikan berkurangnya ketebalan thermoklinnya. V. DAFTAR PUSTAKA [1] Agustina, D, 2013, Kinerja sistem pendingin termoakustik dengan variasi geometri stack dan rasio penggerak, Tesis Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. [2] Ataer, O.E, 2006, Storage of Thermal Energy, in Energy Storage Systems: Encyclopedia of Life Support System (EOLSS), Oxford: EOLSS Publishers [3] Bao, R., G. B. Chen., K. Tang., Z.Z. Jia., W. H. Cao., 2006, Effect of RC load on performance of thermoacoustic engine, International journal of Cryogenics Vol :46, p : 666 671. [4] Babaei, H., Siddiqui, K., 2008, Design and Optimization of thermoacoustic devices, Elsevier International Journal of Energy Conversion and
Management, vol: 49, p: 3585 3598. [5] Babaei, H. and K. Siddiqui, 2008, Design and optimization of thermoacoustic devices, Energy Conversion and Management, 49(12), pp. 3585-3598 [6] Energetic, Enviromental and Economic Aspects of Thermal Energy Storage System for Cooling Capacity Applied Thermal Engineering, vol 21, pp. 1105-1107. [7] Elson, A., Tidball, R., Hampson, A., 2015, Waste Heat to Power Market Assessment, ICF International, Fairfax, Virginia [8] Hariharan, N.M., Sivashanmugam, P., Kasthurirengan, S., 2013, Influence of operational and geometrical parameters on the performance of twin thermoacoustic prime mover, International Journal of Heat and Mass Transfer, vol : 64, p: 1183 - 1188 [9] Ishikawa, H., Hobson, P.A., 1996. Optimisation of heat exchanger design in a thermoacoustic engine using second law analysis, Int. Comm. Heat Mass Transfer, vol : 23, p: 325 334. [10] Johnso, I., Chaote, W., T., 2008, Waste Heat Recovery : Technology and Opportunities in U.S. Industry, Idustrial Technologies program, U.S. Departement of Energy. [11] Kolanovski, B.F., 2008, Small-scale Cogeneration Handbook, edisi ke tiga, Fairmont Press Inc. [12] Macki, E. dan Reeves, G., 1988, Stratified Chilled Water Storage Design Guide, Electric Power Research Institute. [13] Marx, D., Mao, X., Jaworski, A., J., 2006, Acoustic coupling between the loudspeaker and the resonator in a standing-wave thermoacoustic device, Elsevier International Journal of Applied Acoustics, vol: 67, p: 402 419. [14] Ortins, Buda, K.E., 2012, Prototype design for thermoacoutic flashover detector, Thesis faculty of the graduate school University of Maryland [15] Tijani, M.E.H., 2001, Loudspeaker-driven Thermoacoustic Refrigeration. Ph.D Thesis, thesis, Eindhoven University of Technology. [16] Tijani, M.E.H., J.C.H. Zeegers, and A.T.A.M. de Waele, 2002, Prandtl number and thermoacoustic refrigerators, Journal of the Acoustical Society of America, 112(1), pp. 134-143. [17] Thirakomen, K., 2001, Co-generation and the new era of absorbtion chiller, ASHRAE Thailand Chapter [18] Zurigat, Y.H. dan Ghajar, A.J., 2002, Heat Transfer and Stratification in Sensible Heat Storage System, in Thermal Energy Storage System and Applications, edisi ke satu. Dincer dan M Rosen: John Willey dan Sons. (http://www.recycled-energy.com/) diakses pada Mei 2016.