STUDI RETROSPEKTIF PADA PASIEN POSITIF MALARIA DENGAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK SEDIAAN DARAH TEBAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA JANUARI-DESEMBER 2013 Made Indah Pradnya Paramita1, I Made Sudarmaja2, I Kadek Swastika2 1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Ilmu Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Indonesia ABSTRAK
Malaria merupakan penyakit parasitik yang masih menjadi permasalahan serius di seluruh belahan dunia terutama di negara beriklim tropis. Di Indonesia, khususnya provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah stratifikasi malaria tinggi dengan nilai Annual Parasite Insidence (API) tertinggi kedua setelah Papua Barat. Sumba Timur merupakan salah satu daerah endemis malaria di NTT yang ditandai dengan Annual Malaria Incidence (AMI) 411 per 1000 penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan kecenderungan karakteristik pasien malaria dengan pemeriksaan mikroskopis sediaan darah tebal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Umbu Rara Meha, Waingapu, Kabupaten Sumba Timur-NTT pada Januari-Desember 2013. Penelitian ini menggunakan desain studi retrospektif dengan pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Dari 683 data yang diperoleh, 616 pasien (90.2%) menunjukkan hasil tetes tebal positif dan 67 pasien (9.8%) dengan hasil negatif. Berdasarkan pemeriksaan tetes tebal, didapatkan frekuensi jenis, kepadatan dan stadium plasmodium terbanyak adalah Plasmodium falcifarum sebanyak 607 pasien (98.5%), kepadatan plasmodium +1 sebanyak 200 pasien (29.3%) dan stadium tropozoit sebanyak 539 pasien (87.5%). Kecenderungan karakteristik pasien meliputi usia 12-25 tahun sebanyak 230 pasien (33.7%), berjenis kelamin lakilaki sebanyak 380 pasien (55.6%) dan berasal dari Kecamatan Kota Waingapu sebanyak 379 pasien (55.5%). Kasus malaria di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur-NTT masih tergolong tinggi dan terjadi hampir setiap bulan, untuk itu upaya pencegahan dan edukasi kepada masyarakat masih sangat diperlukan. Kata Kunci: malaria, tetes tebal, karakteristik pasien, RSUD Umbu Rara Meha RETROSPECTIVE STUDY ON PATIENTS WHO POSITIVE MALARIA WITH THICK BLOOD SMEAR MICROSCOPIC EXAMINATION IN UMBU RARA MEHA GENERAL HOSPITAL FROM JANUARY TO DECEMBER 2013 ABSTRACT Malaria was a parasitic disease which remains a serious problem in all parts of the world, especially in tropical country. In Indonesia, especially in the province of East Nusa Tenggara (NTT) is a region of high malaria stratification with the value of the Annual Parasite Insidence (API) is the second highest after West Papua. East Sumba was one of malaria endemic areas in NTT was marked with Annual Malaria Incidence (AMI) 411 per 1000 population. The purpose of this study was to determine the
prevalence and trends of malaria patient characteristics by microscopic examination for malaria thick blood smear in the General Hospital Umbu Rara Meha, Waingapu, Sumba Timur Regency-NTT in January-December 2013. The design of this study was retrospective study with consecutive sampling. From the 683 data obtained, 616 patients (90.2 %) showed positive results and 67 patients (9.8 %) were negative. Based on the microscopic examination of thick blood smear, the highest frequency was 607 patients (98.5 %) for Plasmodium falcifarum, 200 patients (29.3 %) for +1 plasmodium density and 539 patients (87.5 %) for tropozoit staging. The tendency of the patient’s characteristics included 230 patients (33.7 %) was 12-25 years old, 380 patients (55.6 %) were male and 379 patients (55.5 %) came from the Kota Waingapu district. Malaria cases in Waingapu, Sumba Timur Regency-NTT still relatively high and occurs every month, so that prevention and education for the community is still needed. Keywords: malaria, thick blood smear, patient characteristics, general hospital Umbu Rara Meha PENDAHULUAN Malaria
merupakan
penyakit
2008 di 14 provinsi di Indonesia
infeksi parasit yang disebabkan oleh
menunjukkan bahwa provinsi dengan
protozoa
genus
kasus positif tertinggi adalah Nusa
Plasmodium dan biasanya ditularkan
Tenggara Timur (32.321 orang) serta
melalui
Anopheles
Maluku (23.754 orang) dan kasus
betina yang terinfeksi (mosquitos-borne
malaria pada ibu hamil yang terbanyak
disease). Penyakit ini dapat bersifat
adalah Nusa Tenggara Timur (624
fatal jika tidak ditangani secara optimal
orang), kemudian Maluku (455 orang).6
karena dapat menimbulkan komplikasi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
sistemik yang berat hingga mengancam
(Rikesdas) Provinsi NTT Tahun 2008,
nyawa.1-3
Sumba Timur termasuk dalam empat
obligat
gigitan
Menurut
intrasel
nyamuk
data
World
Health
kabupaten dengan prevalensi malaria
Organization (WHO), estimasi insiden
tinggi
malaria di dunia pada tahun 2010
Kabupaten Sumba Barat, Lembata dan
mencapai
Manggarai
215
juta
kasus
dengan
antara
19,0-45,1%
Barat
dan
termasuk
persentase
estimasi kematian sebesar 655 ribu
masyarakat yang minum obat sesuai
jiwa.4,5 Angka kesakitan dan kematian
program pengobatan malaria masih
kasus malaria di
dibawah 60%.7
Indonesia masih
tergolong tinggi khususnya di Papua
Pemeriksaan laboratorium malaria
Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
yang
merupakan
gold
standard
Hasil Mass Blood Survey (MBS) tahun
pemeriksaan sesuai dengan kebijakan
kementrian kesehatan adalah berupa
NTT khususnya Kabupaten Sumba
pemeriksaan
sediaan
Timur, penulis tertarik untuk meneliti
darah, baik sediaan darah tebal maupun
dan menelaah lebih lanjut mengenai
tipis. Dengan pemeriksaan darah tebal
prevalensi dan kecenderungan pasien
jumlah darah yang diperiksa lebih
suspect malaria yang meliputi usia,
banyak, sehingga pada infeksi ringan
jenis kelamin, tempat tinggal, kepadatan
kemungkinan untuk menemukan parasit
parasit,
lebih
dengan
plasmodium, yang sudah dilakukan
digunakan
pemeriksan mikroskopik sediaan darah
untuk menentukan jenis plasmodium
tebal di Laboratorium RSUD Umbu
dengan melihat morfologinya yang
Rara Meha pada Januari-Desember
khas.
2013.
mikroskopik
besar.
pemeriksaan
Sedangkan darah
Selain
tipis
pemeriksaan
dengan
serta
jenis
dan
stadium
sediaan darah dapat pula dilakukan pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan tes serologi seperti Indirect Fluorescent
Antibody
Penelitian ini menggunakan desain
(IFA),
studi retrospektif untuk mengetahui
Indirect Hemaglutination Test (IHA)
prevalensi hasil positif dan negatif pada
dan Enzyme Linked Immunosorbent
pasien suspect malaria yang melakukan
Assay
biasanya
pemeriksan mikroskopik sediaan darah
digunakan pada kasus gawat darurat dan
tebal di Laboratorium RSUD Umbu
Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria di
Rara Meha serta karakteristik pasien
daerah terpencil yang tidak memiliki
tersebut
fasilitas laboratorium. Sedangkan tes
kelamin dan alamat tempat tinggal.
(ELISA).
Test
METODE
RDT
serologi tidak dapat digunakan pada
yang meliputi
Data
yang
usia,
digunakan
jenis
dalam
kasus infeksi malaria akut namun bagus
penelitian ini berupa data sekunder hasil
untuk studi epidemiologi. Kedua tes ini
pemeriksaan mikroskopik sediaan darah
cenderung menghabiskan biaya yang
tebal pasien yang diperoleh dari bagian
lebih mahal sehingga lebih jarang
Rekam Medik RSUD Umbu Rara
digunakan.
1,6,8
Meha.
Berdasarkan permasalahan
di
latar atas
belakang dan
masih
tingginya angka kejadian malaria di
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik consecutive
sampling.
Peneliti
mengambil
seluruh
pasien
suspect
pemeriksaan mikroskopik sediaan
malaria yang melakukan pemeriksaan
darah tebal di Laboratorium RSUD
mikroskopis sediaan darah tebal di
Umbu Rara Meha.
Laboratorium RSUD Umbu Rara Meha
4. Tempat tinggal adalah alamat pasien
pada Januari-Desember 2013. Untuk
yang
data pasien yang hilang atau tidak
laboratorium
lengkap akan dimasukkan ke dalam
kecamatan
kriteria eksklusi.
menjadi Kec. Haharu, Kahaungu
Variabel yang diamati terdiri dari status
infeksi
plasmodium
dan
Eti,
tercantum
dalam yang
Lingu,
jenis
Lewa,
Lewa
plasmodium, dan
jenis
kepadatan plasmodium
stadium
Kota
Waingapu,
Tidahu,
Mahu,
Matawai Lappau, Ngadu ngala, Oriangu,
Paberiwai,
definisi operasional dari masing-masing
Pahunga
Lodu,
Pandawai,
variabel adalah:
Pinupahar,
Rindi,
Tabundung,
1. Status infeksi plasmodium adalah
Umalulu,
positif
Adapun
Mapambuhang,
Nggaha
hasil
plasmodium.
satuan
Kambera, Kanatang, Karera, Katala Hamu
alamat,
hasil
dikatagorikan
Kambata
karakteristik pasien yang meliputi usia, kelamin,
pada
atau
negatif
pemeriksaan mikroskopis sediaan
Wulla
5. Kepadatan parasit adalah berapa banyak
malaria.8
ditemukan
adalah
usia
pasien
yang
dan
kecamatan di luar Sumba Timur.7
darah tebal pada pasien suspect
2. Usia
Waijelu
jumlah
pandang
parasit
dalam yang
satu
yang lapang
diinterpretasikan
tercantum dalam hasil laboratorium
menjadi +1 (1-10 parasit dalam 100
dalam satuan tahun. Data usia
LPB); +2 (11-100 parasit dalam 100
dikatagorikan menjadi 5 yaitu balita
LPB); +3 (1-10 parasit dalam 1
(0-5 tahun), kanak-kanak (5-11
LPB); dan +4 (11-100 parasit dalam
tahun),
1 LPB).10,11
remaja
(12-25
tahun),
dewasa (26-45 tahun) dan lansia (≥46 tahun).9
6. Jenis plasmodium adalah spesies plasmodium yang ditemukan pada
3. Jenis kelamin adalah pasien suspect
pemeriksaan mikroskopis sediaan
malaria baik perempuan atau laki-
darah tebal yang dapat berupa
laki
infeksi
yang
sudah
dilakukan
satu
jenis
plasmodium
seperti
Plasmodium
falcifarum,
Rekam Medik RSUD Umbu Rara
Plasmodium
Meha, diperoleh data pasien malaria
malariae, Plasmodium ovale, atau
yang melakukan pemeriksaan tetes tebal
terinfeksi lebih dari satu jenis
sebagai penunjang diagnosis sebanyak
plasmodium (Plasmodium mix).4
683 pasien. Setelah dilakukan analisis
7. Stadium plasmodium adalah fase
data, diperoleh prevalensi hasil tetes
Plasmodium
vivak,
plasmodium dalam siklus hidupnya
tebal yang disajikan pada Tabel 1.
yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis sediaan darah tebal yang dapat dikatagorikan menjadi tropozoit, skizon atau gametosit.4,8 Data-data yang diperoleh dianalisis
Tabel 1. Prevalensi Hasil Tetes Tebal Hasil Tetes Tebal Positif Negatif Jumlah
Frekuensi
(%)
616 67 683
90.2 9.8 100
secara deskriptif dengan menggunakan software program statistik SPSS 17 for Windows sehingga diperoleh prevalensi dan
kecenderungan
pasien
suspect
malaria yang melakukan pemeriksaan mikroskopik tetes tebal. Analisis yang dilakukan berupa analisis univariat untuk mendapatkan distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Dari tabel di atas, sejumlah 616 sampel (90.2%) menunjukkan hasil tetes tebal positif dan didiagnosis sebagai malaria falcifarum, malaria vivak dan malaria mix, sedangkan 67 sampel (9.8%) menunjukkan hasil tetes tebal negatif. Hal ini dapat dipengaruhi oleh teknik persiapan preparat, keadaan mikroskop
Penelitian ini menunjukkan prevalensi dan karakteristik pasien malaria yang melakukan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah tebal di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu-Sumba Timur pada bulan Januari-Desember 2013. Dari hasil studi retrospektif di bagian
keahlian
dari
pemeriksa sehingga dapat timbul hasil false
HASIL DAN PEMBAHASAN
ataupun
parasit,
negative.
Penurunan
minimnya
densitas
pengalaman
pemeriksa, dan waktu pemeriksaan yang
terbatas
dapat
meningkatkan
kesalahan interpretasi. Disamping itu manifestasi klinis malaria yang cukup bervariasi dan tumpang tindih dengan penykait tropis lainnya seperti demam tifoid dan demam dengue dapat menjadi penyebab kerancuan diagnosis malaria
sebelum
dilakukan
pemeriksaan
mikroskopik.10,12
Jumlah tertinggi adalah pasien dengan kepadatan parasit +1 sebanyak
Pemeriksaan
parasit
secara
200
pasien
(29.3%),
sedangkan
mikroskopis telah digunakan lebih dari
kepadatan parasit +2 sebanyak 197
100 tahun dan telah menjadi gold
pasien (28.8%), +3 sebanyak 138 pasien
standard untuk mendiagnosis kasus
(20.2%) dan +4 sebanyak 81 pasien
malaria.
(11.9%).
Meskipun
pemeriksaan
Hal
ini
sesuai
dengan
penunjang untuk malaria telah banyak
penelitian Dwithania, dkk di Puskesmas
berkembang
maupun
Durian dan Puskesmas Talawi Kota
Polymerase Chain Reaction (PCR),
Sawahlunto, dimana dari hasil hitung
pemeriksaan
masih
parasit (parasite count) didapatkan
digunakan sampai dengan saat ini
semua insiden malaria tergolong derajat
megingat
waktu
infeksi ringan (100%). Hasil penelitian
pemeriksaan yang cepat dan sensitif
ini menunjukkan bahwa masyarakat di
dalam mendeteksi ada tidaknya parasit,
daerah
kepadatan parasit serta menentukan
memperhatikan
spesies plasmodium yang menginfeksi.
segera berobat ke Puskesmas ataupun
Kepadatan parasit pasien positif malaria
ke Rumah Sakit terdekat pada gejala
dengan pemeriksaan tetes tebal dapat
awal penyakit sehingga kasus malaria
diklasifikasikan menjadi +1, +2 (infeksi
dapat terdeteksi sejak serangan awal.
ringan), +3 (infeksi sedang) dan +4
Disamping itu pada serangan awal,
(infeksi berat).13,14 Prevalensi kepadatan
jumlah parasit yang berada di darah tepi
plasmodium dapat dilihat pada Tabel 2.
masih
dengan
RDT
mikroskopis
efektivitas
biaya,
Tabel 2. Prevalensi Kepadatan Plasmodium Kepadatan Plasmodium +1 +2 +3 +4 Jumlah
(%)
67 200 197 138 81 683
9.8 29.3 28.8 20.2 11.9 100
sedikit
sudah
kesehatannya
sehingga
lebih dan
kepadatan
parasit masih rendah.15 Malaria disebabkan oleh beberapa jenis
Frekuensi
endemis
plasmodium
diantaranya
Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivak, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.4 Berdasarkan data hasil pemeriksaan mikroskopis yang disajikan pada Tabel 3, didapatkan plasmodium terbanyak
yang menginfeksi penduduk Sumba
(12.5%) di dapatkan sudah sampai pada
Timur adalah Plasmodium falcifarum
fase akhir siklus hidup plasmodium
sebanyak 607 kasus (98.5%), sedangkan
yaitu stadium gametosit (Tabel 4).
hanya sebagian kecil pasien terinfeksi
Tabel 4. Prevalensi Stadium
oleh Plasmodium vivak yaitu sebanyak
Plasmodium
4 kasus (0.7%) dan infeksi oleh Plasmodium mix sejumlah 5 kasus (0.8%). Tabel 3. Prevalensi Jenis Plasmodium Jenis Plasmodium P. falcifarum P. vivak P. mix Jumlah
Frekuensi
(%)
607 4 5 683
98.5 0.7 0.8 100
Stadium Plasmodium Tropozoit Gametosit Jumlah
Frekuensi (%) 539 77 683
87.5 12.5 100
Hasil ini sesuai dengan teori bahwa Plasmodium ditemukan
falcifarum dalam
hanya
bentuk
cincin
(tropozoit) dan gametosit di dalam darah tepi, kecuali pada infeksi berat.
Fenomena ini sejalan dengan pola penyebaran plasmodium yang sesuai dengan geografi dan iklim dimana Plasmodium
falcifarum
banyak
ditemukan di daerah tropis beriklim panas dan basah. Data Riskesdas 2010 menunjukkan persentase malaria di Indonesia yaitu Plasmodium falcifarum sebesar
86.4%,
Plasmodium
vivak
sebanyak 6.9% dan infeksi campuran keduanya sebesar 6.7%. Stadium ditemukan
dan
terdapat di dalam darah tepi. Mengingat bahwa derajat infeksi ringan memiliki frekuensi terbanyak pada penelitian ini, juga
berhubungan
dengan
stadium
tropozoit yang lebih banyak ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.4 Penelitian
ini
mengelompokkan
usia menjadi lima tingkatan meliputi balita (0-5 tahun), kanak-kanak (5-10
yang
pemeriksaan
mikroskopis tetes tebal adalah pada fase tropozoit
dalam dan hanya beberapa skizon yang
4
plasmodium melalui
Skizogoni terjadi dalam kapiler alat-alat
gametozit,
dimana
stadium plasmodium terbanyak adalah pada fase tropozoit dengan jumlah 539 sampel (87.5%) sedangkan 77 sampel
tahun), remaja (11-25 tahun), dewasa (25-45 tahun) dan lansia (≥46 tahun).9 Sesuai dengan Tabel 5, usia remaja (1125 tahun) merupakan usia dengan angka kejadian malaria terbanyak di RSUD Umbu Rara Meha dengan jumlah kasus sebanyak
230
kasus
(33.7%).
Disamping
itu
usia
dewasa
juga
pekerjaan sedangkan faktor ekstrinsik
memiliki jumlah kasus yang cukup
dapat
tinggi sebanyak 151 kasus (22.1%).
lingkungan perindukan nyamuk, serta
Untuk usia balita dan kanak-kanak
jarak
sejumlah 112 kasus (16.4%) dan 117
perindukan
nyamuk.
kasus
tersebut
menyebabkan
(17.1%)
memiliki
sedangkan
lansia
terendah
yaitu
jumlah
sebanyak 73 kasus (10.7%).
berupa
rumah
kondisi
perumahan,
dengan
lingkungan
Faktor
resiko adanya
perbedaan tingkat kekebalan karena variasi keterpaparan terhadap gigitan nyamuk.4,16,17
Tabel 5. Karakteristik Usia Pasien Usia Balita (0-5 tahun) Kanak-kanak(5-11 tahun) Remaja (12-25 tahun) Dewasa (26-45 tahun) Lansia (≥46 tahun) Jumlah
Frekuensi 112 117 230 151 73 683
Anak-anak lebih rentan terhadap (%) 16.4 17.1 33.7 22.1 10.7 100
Sebaran kasus yang cukup tinggi di
infeksi malaria akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi di daerah
endemik
malaria
mendapat
perlindungan antibodi maternal yang diperoleh
secara
transplasental.4,16
Disamping itu tingginya prevalensi
menunjukkan
malaria pada usia remaja dan dewasa
bahwa pada dasarnya setiap individu
dipengaruhi oleh keterpaparan mereka
dapat terkena penyakit malaria tanpa
dengan vektor malaria dan aktivitas
memandang umur, jenis kelamin dan
sehari-hari. Pada usia remaja dan
ras.
dewasa seseorang akan lebih aktif dan
setiap
kategori
Namun
umur
adanya
perbedaan
prevalensi di antara masing-masing
produktif
kategori umur berhubungan dengan
berinteraksi dengan lingkungan luar
faktor-fakor
yang
yang mungkin saja terdapat tempat
infeksi
perindukan nyamuk Anopheles. Selain
plasmodium. Adapun faktor resiko yang
itu aktivitas di malam hari cenderung
mempengaruhi
penyakit
lebih tinggi pada usia remaja dan
malaria yaitu dapat berasal dari individu
dewasa sehingga hal itu mempengaruhi
itu
faktor
peluang mereka tergigit nyamuk lebih
yang
tinggi dibandingkan dengan balita dan
resiko
mempengaruhi
sendiri
lingkungan.
lainnya
terjadinya
terjadinya
ataupun Faktor
dari intrinsik
sehingga
Sedangkan
lebih
usia
sering
berasal dari diri sendiri dapat berupa
anak-anak.
lansia
pendidikan, pengetahuan, perilaku dan
memiliki prevalensi yang paling kecil
dibandingkan dengan kategori umur
perkebunan
lainnya diperkirakan karena aktivitas di
banyak
luar rumah dan keterlibatan kerja yang
berjenis kelamin laki-laki dibandingkan
semakin berkurang.15
perempuan.
Tabel 6. Karakteristik Jenis Kelamin Pasien
Tabel
6
Frekuensi (%) 380 55.6 303 44.4 683 100
menunjukkan
bahwa
karakteristik pasien berjenis kelamin laki-laki
lebih
tinggi
daripada
perempuan, di mana pasien laki-laki sejumlah 380 orang (55.8%) sedangkan pasien perempuan 303 orang (44.4%). Keduanya menunjukkan hasil yang hampir seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian di Punduh Pedada Provinsi Lampung menunjukkan bahwa proporsi kejadian malaria lebih tinggi pada lakilaki
sebesar
dengan
54.6%
perempuan
dibandingkan sebesar
50.9%
dengan rasio prevalen 1:10.16 Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sumba Timur
tahun 2012,
jumlah penduduk Sumba Timur lebih dominan berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.18 Selain itu,
kehutanan
dilakukan
mengakibatkan
oleh
Fenomena
lebih
penduduk
ini
laki-laki
yang
memiliki
resiko yang lebih besar untuk terkena malaria
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
atau
dibandingkan
perempuan.
16,17,19,20
Tabel 7. Karakteristik Alamat Pasien Alamat Kec. Haharu Kec. Kahaungu Eti Kec. Kambata Mapambuhang Kec. Kambera Kec. Kanatang Kec. Karera Kec. Katala Hamu Lingu Kec. Kota Waingapu Kec. Lewa Kec. Lewa Tidahu Kec. Mahu Kec. Matawai Lappau Kec. Ngadu Ngala Kec. Nggaha Oriangu Kec. Paberiwai Kec. Pahunga Lodu Kec. Pandawai Kec. Pinupahar Kec. Rindi Kec. Tabundung Kec. Umalulu Kec. Wulla Waijelu Luar Sumba Timur Jumlah
Frekuensi 9 6 11
(%) 1.3 0.9 1.6
34 106 2 6
5.0 15.5 0.3 0.9
379 16 5 3 2
55.5 2.3 0.7 0.4 0.3
5 35
0.7 5.1
0 5 15 8 7 11 4 5 9 683
0 0.7 2.2 1.2 1.0 1.6 0.6 0.7 1.3 100
jenis pekerjaan yang sesuai dengan
Berdasarkan data yang disajikan
aktivitas gigitan vektor nyamuk seperti
pada Tabel 7, pasien suspect malaria
nelayan,
sebagian besar berasal dari Kec. Kota
petani,
petambak,
bagian
Waingapu yaitu sejumlah 379 pasien
sedangkan Puskesmas terdapat di semua
(55.5%)
oleh
kecamatan kecuali Kec. Lewa Tidahu
Kecamatan Kanatang sebanyak 106
dan Kec. Kanatang. Hal inilah yang
kasus (15.5%). Diperkirakan banyaknya
menyebabkan cukup banyak masyarakat
pasien yang berasal dari Kec. Kota
yang
Waingapu
berobat langsung ke RSUD Umbu Rara
kemudian
disusul
berkaitan
dengan
lokasi
berasal
dari
Meha.
dalam Kec. Kota Waingapu sehingga
malaria yang berasal dari kecamatan
masyarakat
lebih
lainnya
menjangkau
dan
berobat
untuk langsung
kesana.
tergolong
pasien
rendah.
Disamping itu terdapat 9 pasien suspect malaria yang berasal dari luar Sumba
Keberadaan rumah sakit belum merata
di
Kabupaten jumlah
setiap Sumba
kecamatan
Polindes
mengalami
dan
Timur dalam hal ini keseluruhannya
di
berasal dari Kab. Sumba Tengah. Hal
namun
ini dikarenakan oleh belum adanya
Puskesmas
rumah sakit di Kab. Sumba Tengah
Posyandu
sehingga RSUD Umbu Rara Meha
Timur,
Puskesmas,
Pembantu, sudah
masih
jumlah
Kanatang
RSUD Umbu Rara Meha yang termasuk
mudah
Sedangkan
Kec.
peningkatan
dan
masih menjadi rumah sakit rujukan
pemerataan di setiap kecamatan. Rumah
untuk kasus-kasus yang tidak dapat
sakit terdapat di Kec. Lewa, Kec.
ditangani di puskesmas setempat.18
Jumlah Kasus
Kambera dan Kec. Kota Waingapu,
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tetes Tebal Positif Tetes Tebal Negatif
Gambar 1. Prevalensi Hasil Pemeriksaan Tetes Tebal pada Januari-Desember 2013.
Sebaran kasus malaria dengan tetes
Kelembaban
optimum
untuk
tebal positif bervariasi pada setiap
perkembangan nyamuk berkisar antara
bulannya, dengan jumlah kasus tertinggi
73-100% dengan persentase terendah
adalah pada bulan November sedangkan
kelembaban
kasus terendah terjadi pada bulan
nyamuk untuk hidup adalah 60%.
September dan Agustus (Gambar 1).
Semakin tinggi kelembaban, nyamuk
Hal
akan bergerak lebih aktif dan sering
ini
dipengaruhi
oleh
suhu,
yang
memungkinkan
kelembapan udara, kecepatan angin,
menggigit
curah hujan, serta sinar matahari yang
penularan
sangat berkaitan dengan perkembangan
kelembaban relatif setiap bulan di
nyamuk
vektor
Sumba Timur berkisar antara 70-85%
maupun perkembangan parasit di dalam
sehingga termasuk dalam kelebaban
tubuh nyamuk.4
optimum untuk perkembangan nyamuk.
Anopheles
sebagai
Suhu udara rata-rata yang optimum
sehingga
meningkatkan
malaria.
Disamping
Rata-Rata
kelembaban,
kecepatan
untuk perkembangan nyamuk adalah
angin juga memiliki pengaruh terhadap
25ºC-27ºC, dan perkembangan nyamuk
pola
akan terhenti pada suhu di bawah 10ºC
mempengaruhi jarak terbang nyamuk
atau di atas 40ºC. Sedangkan suhu udara
dan ikut menentukan jumlah kontak
optimum untuk perkembangan parasit
nyamuk dengan manusia. Rata-rata
dalam tubuh nyamuk adalah 20ºC-30ºC.
kecepatan angin di Sumba Timur pada
Semakin tinggi suhu, siklus hidup
tahun
parasit dalam tubuh nyamuk akan
sedangkan pada tahun 2009 sebesar
semakin pendek sehingga memiliki
4.75 knots. Kecepatan angin dapat
potensi yang semakin tinggi untuk
berubah-ubah karena dipegaruhi oleh
menyebarkan malaria kepada orang
gradient
lain.4 Menurut Stasiun Meteorologi
permukaan, vegetasi serta jarak angin
Kelas III Mau Hau, rara-rata suhu udara
dari permukaan bumi.4,18,20
di Kabupaten Sumba Timur dari tahun 2008-2012
berkisar
antara
24.1ºC-
penyebaran
2012
nyamuk,
mencapai
barometris,
6.97
knots
keadaan
relief
Curah hujan dan sinar matahari merupakan faktor lingkungan
yang
29.5ºC dengan rata-rata suhu udara
mempengaruhi perkembangan nyamuk
tertinggi adalah pada bulan November
dan
yaitu mencapai 27.9ºC hingga 29.5ºC.18
penelitian
epidemik di
malaria. Ternate
tahun
Sebuah 2011
menyimpulkan
bahwa
fluktuasi
frekuensi terbanyak adalah Plasmodium
endemitas malaria di Kota Ternate
Falcifarum
memiliki hubungan yang signifikan
(98.5%), kepadatan parasit +1 sebanyak
dengan
200
kenaikan
suhu,
kenaikan
sebanyak
pasien
(29.3%)
607
dan
pasien
stadium
kelembaban udara, kecepatan angin
tropozoit sebanyak 539 pasien (87.5%).
yang rendah, tingginya curah hujan
Kecenderungan
serta tingginya penyinaran matahari.21
meliputi usia remaja sebanyak 230
Persentase penyinaran matahari tiap
pasien (33.7%), berjenis kelamin laki-
bulannya pada tahun 2008-2012 di
laki sebanyak 380 pasien (55.6%) dan
Sumba Timur berkisar antara 37-99%.
berasal dari Kec. Kota Waingapu
Sedangkan curah hujan bervariasi pada
sebanyak 379 pasien (55.5%).
setiap bulannya antara 1-253 mm dan
karakteristik
Mengingat
Sumba
pasien
Timur
terdapat bulan tertentu dimana tidak
merupakan salah satu wilayah endemis
turun hujan sama sekali. Biasanya
malaria di Indonesia dengan angka
habitat nyamuk akan bertambah pada
kejadian yang cukup tinggi setiap
musim kemarau dengan sedikit hujan
tahunnya, diperlukan upaya efektif dari
daripada musim hujan karena genangan
instansi dan petugas kesehatan setempat
air yang terbentuk merupakan tempat
untuk memberikan penyuluhan kepada
ideal untuk perkembangbiakan vektor
masyarakat
malaria. Di Sumba Timur curah hujan
kelompok usia remaja (12-25 tahun) di
tinggi
Kec. Kota Waingapu mengenai malaria,
pada
bulan Desember-Maret
khususnya
penularan
dan
kepada
dengan rata-rata penyinaran matahari
cara
berkisar 47-66% sedangkan pada bulan
pencegahan malaria dimulai dari diri
April-November, curah hujan rendah
sendiri yang dapat dilakukan dengan
dengan rata-rata penyinaran matahari
penggunaan
berkisar antara 76-95%.4,18,20
lotion anti nyamuk ketika berpergian,
kelambu,
bagaimana
menggunakan
dan menjaga kebersihan lingkungan SIMPULAN
untuk meminimalisir tempat perindukan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi pasien dengan
tetes
tebal
positif
adalah
sejumlah 616 pasien (90.2%) dengan
vektor malaria.
Penelitian
DAFTAR PUSTAKA 1.
Dalam
Fakultas
Universitas
Kedokteran
Sumatera
RI; 2009. 8.
Penuntun
Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M,
Setiati
penyunting.
Buku
Ajar
S, Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2813-2835. 4.
Arsin AA. Malaria di Indonesia Tinjauan
Aspek
Epidemiologi.
Makassar: Massagena Press; 2012. 5.
Center for Disease Control and Prevention.
Malaria
Map.
[serialonline] 2010 [diakses 15 Januari 2014]. Diunduh dari: URL: http://www.cdc.gov/malaria/map/. 6.
Soepardi J. Buletin Jendela Data dan
Informasi
Epidemiologi
Kesehatan
Malaria.
Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2011. 7.
Soendoro T. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar
(RIKESDAS)
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2008.
Jakarta:
Badan
Lab
Blok
4.1
1. Padang: Universitas Andalas;
Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC
3.
Skill
Pengelolaan Penyakit Tropis Edisi
Dorland WAN.Kamus Kedokteran
Penerbit Buku Kedokteran; 2010.
Tim Pelaksana Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Utara.
2012;39(7):518-521. 2.
Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan
Roswati E. Laporan Kasus Malaria Berat. Departemen Ilmu Penyakit
dan
2012. 9.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Republik Indonesia; 2009.
10. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PL Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular; 2003. 11. Kosack CS, Naing WT, Piriou E, Shanks
L.
Diagnosis
Routine of
Parallel
Malaria
Using
Microscopy and The Malaria Rapid Diagnostic Test SD 05FK60: The Experience
Medecins
Sans
Frontieres in Myanmar. Biomed Central Malaria. 2012;12:167. 12. Wongsrichanalai C, Barcus MJ, Muth
S,
Sutamihardja
A,
Wernsdorfer WH. A Review of Malaria
Diagnostic
Tools:
Microscopy and Rapid Diagnostic Test.
Tropical
Medicine
Hygiene. 2007;119-127.
and
13. Murphy SC, Shou JP, Parikh S,
18. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Etter P, Prescott WR, Stewart VA.
Sumba
Review
Article:
Malaria
Dalam Angka 2013. [serial online]
Diagnostics
in
Trials.
2013 [diakses 21 Februari 2014].
Critical
Timur.
Sumba
Tropical Medicine and Hygiene.
Diunduh
2013;824-839.
http://sumbatimurkab.bps.go.id/.
14. Mouatcho
JC,
Goldring
dari:
Timur
URL:
JPD.
19. Handayani L, Pebrorizal, Soeyoko.
Malaria Rapid Diagnostic Test:
Faktor Resiko Penularan Malaria
Challenges
Vivax.
and
Prospects.
Microbiology. 2013;62:1491-1505. 15. Dwithania M, Irawati N, Rasyid R. Insiden
Malaria
Sungai
Durian
Berita
Kedokteran
Masyarakat. 2008;24(1):38-43. 20. Badan Pusat Statistik Kabupaten
di
Puskesmas
Sumba Timur. Sumba Timur dalam
dan
Puskesmas
Angka Sumba Timur In Figures
Talawi Kota Sawahlunto Bulan
2010. Sumba Timur: Pemerintah
Oktober 2011 sampai Februari
Kabupaten Sumba Timur; 2010.
2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013;2:76-79.
21. Sahuleka
I.
Kelembaban,
Pengaruh Curah
Kecepatan
Rifqatussa’adah. Hubungan Faktor
Penyinaran
Resiko Individu dan Lingkungan
Fluktuasi Endemitas Malaria di
Rumah dengan Malaria di Punduh
Kota Ternate. Universitas Gadjah
Pedada
Mada; 2011.
Pesawaran
Provinsi Lampung Indonesia 2010. Makara
Kesehatan
Universitas
Indonesia. 2011;15(2):51-57. 17. Sarumpaet SM, Tarigan R. Faktor Resiko Kawasan
Kejadian
Malaria
Ekosistem
di
Leuser
Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. FKM Universitas Sumatera Utara. h. 55-63.
dan
Hujan,
16. Ernawati K, Soesilo B, Duarsa A,
Kabupaten
Angin
Suhu,
Matahari
Tingkat terhadap