Eka Iriadenta : Degradasi Ekosistem Rawa.....
DEGRADASI EKOSISTEM RAWA PESISIR DI KECAMATAN JORONG KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN DEGRADATION OF COASTAL SWAMP ECOSYSTEM IN SUBDISTRICT OF JORONG TANAH LAUT REGENCY SOUTH KALIMANTAN 1)
1
Eka Iriadenta Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan Unlam e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Decreasing area of coastal swamp ecosystem causing stress to aquatic biota which living in those habitat, and give impact to fishermen’s prosperity level. Study of coastal swamp’s condition really important, with aim as consideration to decide policies that needed to reach environmental balancing and sustainibility of exploitation. Study was done to both primary and secundary data, which include tabulative, graphical, qualitative and quantitative/statistics and computative, both description and inferential, and so spatial analysis for reach locally information of mangrove area’s degradation, and temporal information of comparation with secondary data. Condition of ecosystem of coastal swamp in Jorong subdistrict, which representated by condition of ecosystem of mangrove showing damaged to really damaged condition. Rate of decreasing of mangrove areas in Jorong subdistrict reach of 614,49 ha, or average rate of areas decreasing were 38,41 ha/year. Factors that caused damaged/degradation process of coastal swamp in Jorong subdistrict, Tanah Laut Regency dominated by wave activities and area’s converted Keywords: coastal swamp, mangrove, degradation
masyarakat pesisir di Kabupaten Tanah
PENDAHULUAN
Laut,
termasuk
di
dalamnya
Ekosistem rawa pesisir memiliki fungsi
masyarakat di wilayah Kec. Jorong
ekologis
yang berdiam di kawasan pesisir. Salah
dan
ekonomis
bagi
157
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
satu komponen penting di dalam
hal. 157-170
METODE PENELITIAN
ekosistem rawa pesisir adalah rawa hutan
mangrove,
yang
memiliki
beragam fungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semakin berkurangnya luasan rawa
pesisir
mangrove biota
khususnya
menyebabkan
akuatik
yang
hutan beberapa
berhabitat
di
dalamnya mengalami tekanan. Kondisi ini
secara
tidak
mempengaruhi
langsung
nilai
juga
pendapatan
masyarakat nelayan yang berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan itu sendiri. Untuk itu agar fungsi
ekologis
dan
fungsi
ekonomisnya dapat terpenuhi, kajian terhadap
kondisi
ekosistem
rawa
pesisir sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan
dalam
menetapkan
kebijakan yang perlu dilakukan, agar keseimbangan antara lingkungan dan pemanfaatannya tetap terus terjaga. Pokok bagaimana mangrove kepedulian
permasalahannya
adalah
keberadaan
hutan
tetap
terjaga
melalui
masyarakat
dalam
memanfaatkannya, dan faktor alam yang mempengaruhinya.
Alat dan Bahan Desa sampel ditetapkan berdasarkan cluster sampling, melalui pengelompokan berdasarkan batasan wilayah adminitrasi kecamatan, selanjutnya diambil desa sampel berdasarkan kerepresentatifannya, serta dengan pertimbangan tertentu (proposive sampling) dengan memperhatikan ada tidaknya mangrove. Sampel responden masyarakat dilakukan secara acak, namun terkonsentrasi pada populasi masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar kawasan studi. Bahan yang diperlukan berupa peta yaitu: (1) Peta hasil interpretasi TM 7 Citra Landat digital skala 1 : 500.000, (2) Peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000 yang mencakup wilayah Kabupaten Tanah Laut, (3) Peta tematik skala 1 : 500.000 yang mencakup jenis tanah, peta iklim Peralatan yang digunakan: (1) GPS untuk menentukan posisi koordinat geografis, (2) Peralatan ukur berupa kompas, spiegel relaskop atau haga, rol meter, pita ukur (keliling), (3) Kamera untuk dokumentasi lapangan, (4) Peralatan tulis dan tally sheet. Prosedur Pengumpulan data : 1. Persiapan meliputi studi pustaka, identifikasi penutupan lahan, pembuatan peta kerja. 2. Kegiatan lapangan meliputi :
158
Eka Iriadenta : Degradasi Ekosistem Rawa.....
a. pengamatan dan pengukuran hutan mangrove,
komposisi (dominasi) jenis tertentu dalam komunitas. NP = KR + DR + FR
b. pengumpulan data sosekbud dan data penunjang lainnya. 3. Penetapan Jalur Pengamatan dan Petak Coba :
Mengingat pada tingkat semai tidak diukur diameternya maka nilai pentingnya adalah
Metoda yang digunakan adalah purposive sampling. Peletakan petak
NP = KR + FR 2. Menetapkan potensi vegetasi
coba dalam tiap jalur menggunakan
mangrove dan menaksir tingkat
metoda jalur berpetak dengan jarak
permudaannya.
sejauh
100
secara
Potensi hutan bakau mangrove)
berkesinambungan. Jalur pengamatan
diperoleh dari volume seluruh jenis
dibuat tegak lurus pantai/sungai selebar
tiap tingkat pohon dinyatakan dalam
lebar 20 meter dengan panjang sampai
ha.
berakhir
meter
keberadaan
vegetasi
mangrove.
Perhitungan volume (V) tingkat pohon menggunakan rumus :
Teknik Pengolahan dan Analisis
V = Lbds x T (m) x f (0,6)
Data Data yang diperlukan dalam 11 Lbds = –––––––– D² (m²) 140.000
analisis diolah baik secara tabulatif, grafis, kualitatif dan uantitatif/statistik, serta
komputatif
baik
deskriptif
maupun inferensial. Analisis spasial
7 Lbds = –––––––– K² (m²) 880.000
atau
dengan software Arcview dilakukan untuk mendapatkan informasi lokasi kerusakan kawasan mangrove maupun
dimana D dalam satuan cm dan K
informasi temporal dengan komparasi
dalam satuan cm
terhadap data sekunder.
b. Tingkat Kerusakan Mangrove
a. Struktur Komunitas hutan mangrove
Tingkat
kerusakan
mangrove
1. Menentukan nilai penting (NP)
ditentukan dengan metode pembobotan
untuk dapat mencerminkan
dan
skoring
berdasarkan
jenis 159
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
hal. 157-170
penggunaan lahan, kerapatan tajuk dan
Komposisi Jenis dan Pertumbuhan
ketahanan
Mangrove
tanah
terhadap
abrasi,
dengan bobot masing-masing:
Dari hasil inventarisasi yang dilakukan
jenis penggunaan lahan = 45 ; skor 1 3 kerapatan tajuk = 35 ; skor 1 - 3 ketahanan tanah terhadap abrasi = 20; skor 1 - 3 Kriteria Skor Tingkat Kekritisan Mangrove:
dengan
Nilai 100 – 166 Nilai 167 – 233 Nilai 234 – 300
: Rusak Berat : Rusak : Tidak Rusak
transek
didapatkan
tiga
mangrove
yang
sepuluh
(10)
dan
uji
petik
belas
(13)
jenis
termasuk
famili
dalam
yaitu
famili
Acicenniaceae (jenis Avicennia alba); famili
Rhizophoraceae
Rhizophora
(jenis
mucronat;
dan
R.
apiculata); famili Sonneratiaceae (jenis Sonneratia alba dan S. caseolaris); famili Apocynaceae (jenis Carbera
HASIL DAN PEMBAHASAN
manghas); famili Eupherbiaceae (jenis Excoecaria
agallocha);
Meliaceae
Hasil
(jenis
famili Xylocarpus
granatum); famili Sterculiaceae (jenis Dengan
pantai
yang
Heritiera littoralis); famili Malvaceae
dimilikinya sepanjang ± 200 km, Kab.
(jenis Thespesia populnea);
Tanah Laut
Guttiferae
memiliki luasan dan
(jenis
famili
Calophyllum
potensi hutan mangrove yang relatif
inophyllum) dan famili Combretaceae
besar, namun cenderung menurun dari
(jenis Terminalia catappa). Jenis-jenis
tahun ke tahun. Data pada tahun 1990
mangrove yang terdapat di
dan interpretasi tahun 2007 kondisi
studi dapat dilihat pada Tabel 2.
sebaran luas hutan mangrove di Kec. Jorong dapat ditunjukkan pada Tabel 1. Berbagai permasalahan dalam pemanfaatan ekosistem
pengelolaan
mangrove
mengakibatkan kualitas
dan
dan
telah
risiko
penurunan
kuantitas
komunitas
Hasil
pengamatan
individu dan tingkat mangrove
di
wilayah
wilayah
jumlah
pertumbuhan Kecamatan
Eka Iriadenta : De
Jorong ditunjukkan pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5.
kawasan pesisir di Kec. Jorong. 160
Tabel 1. Sebaran Luas Hutan Mangrove Kab. Tanah Laut Tahun 1990 dan 2007 Mangrove 1990 (Ha) baik rusak Jorong Muara Asam-asam 3.680 0 Swarangan 4.666 1.058 Sabuhur 2.585 18 Jumlah 10.930 1.076 Sumber: Data Primer dan Sekunder Diolah (2012) KECAMATAN
NAMA DESA
Mangrove 2007 (Ha) baik rusak 0 3.680 591 5.133 508 2.095 1.099 10.908
Tabel 2. Komposisi Jenis Mangrove yang Teridentifikasi No Nama Daerah Nama Botanis 1 Api-api Avicennia alba 2 Bakau laki Rhizophora mucronata 3 Bakau bini Rhizophora apiculata 4 Rambai bogam Sonneratia alba 5 Rambai padi Sonneratia caseolaris 6 Bintoro Carbera manghas 7 Buta-buta Excoecaria agallocha 8 Nyirih Xylocarpus granatum 9 Dungun Heritiera littoralis 10 Waru lot Thespesia populnea 11 Nyamplung Calophyllum inophyllum 12 Ketapang Terminalia catappa Sumber : Data Primer dan Sekunder Diolah (2012)
Total (Ha) 3.680 5.724 2.603 12.007
Famili Acicenniaceae Rhizophoraceae Rhizophoraceae Sonneratiaceae Sonneratiaceae Apocynaceae Eupherbiaceae Meliaceae Sterculiaceae Malvaceae Guttiferae Combretaceae
Tabel 3. Jumlah Individu (Batang) Mangrove di Kecamatan Jorong Jenis
Semai Isi Jlh Semai (btg)
Pancang Isi Jlh Pcng (btg)
Isi Tiang 1 2 3
Tiang Jlh Lbds (btg) m3 1 0,0268 8 0,1873 10 0,2236
Vol m3 0,16 0,70 1,42
Isi Pohon
Pohon Jlh Lbds (btg) m3
Vol m3
3 22
11 14
0,8578 0,7590
5,95 4,94
0,0140
0,12
1
1
0,0588
0,46
2
6
0,6892
5,24
1
2
0,1281
0,86
Cemara Api-api 1 3 Bakau 1 2 1 1 laki Bakau 1 1 bini R. 1 1 bogam Dungun 1 1 Waru 1 3 1 1 lot Luas (Ha) Sumber: Data Primer dan Sekunder Diolah (2012)
0,03
0,3
hal. 157-170
161
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
Tabel 4. Kriteria Jumlah Individu Tiap Tingkat Pertumbuhan No.
Jenis
Jumlah individu (batang per Ha)
Kriteria
Tingkat Semai Bakau laki 2 Dungun 1 Waru lot 3 Tingkat pancang 1 Api-api 3 2 Bakau laki 1 3 R. bogam 1 4 Waru lot 1 Tingkat Tiang 1 Cemara 1 2 Api-api 8 3 Bakau laki 10 4 Bakau bini 1 Tingkat Pohon 1 Api-api 11 2 Bakau laki 14 3 Bakau bini 1 4 R. bogam 6 5 Dungun 2 Sumber: Data Primer dan Sekunder Diolah (2012) 1 2 3
Tabel 5.
Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang
Hasil Perhitungan dan Evaluasi Nilai Penting (NP) dan Indeks Shannon (H’) Hutan Mangrove di Kecamatan Jorong
Jenis
Semai NP
(axb)
Pancang NP (axb)
Cemara Api-api Bakau laki
Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang
66,67 (K)
-0,37
75,00 (K)
-0,98
41,67 (K)
-0,33
Bakau bini R. bogam Dungun
50,00 (K)
41,67 (K)
Waru lot Nilai H’
83,33 (C) -
Tiang NP 25,21 (SK) 110,03 (C) 142,36 (B) 22,39 (SK)
NP
-0,37
100,10 (K) 93,84 (K)
-0,37
16,41 (SK) 67,51 (K) 22,13 (SK)
-0,16
-
1,42 (K)
-0.36 -0,19
-0,33
-0,35
-0,36 41,67 (K) -0,33 1,08 1,35 (K) (K) Ket: SK=sangat kurang, C=cukup, K=kurang Sumber: Data Primer dan Sekunder Diolah (2012)
-
Pohon
(axb) -0,21
1,12 (K)
(axb)
-0,36
-0,34 -0,19
Eka Iriadenta : Degradasi Ekosistem Rawa.....
Tabel 6. Kondisi mangrove di Kabupaten Tanah Laut 162
Luas Jenis Penggunaan Kerapatan Tajuk Ketahanan Tanah Nilai Klasif. (ha) Lahan Terhadap Abrasi Total Tingkat Kekritisan Skor Bobot Nilai Skor Bobot Nilai Skor Bobot Nilai Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Asam-Asam 65 2 45 90 2 35 70 2 20 40 200 Rusak Swarangan 66,6 1 45 45 2 35 70 1 20 20 135 Rusak Berat Sabuhur 42,8 2 45 90 2 35 70 2 20 40 200 Rusak Skor Tingkat Kekritisan Mangrove : Nilai 100 – 166 : Rusak Berat Nilai 167 – 233 : Rusak Nilai 234 – 300 : Tidak Rusak Sumber: Interpretasi Citra Diolah (2012) No/Stasiun/ Desa
Tabel 7. Laju Penurunan Luasan Mangrove Kawasan Studi NAMA DESA
Mangrove 1990 Baik Rusak
Muara Asamasam 3680 Swarangan 4666 Sabuhur 2585 1093 Jumlah 1
Mangrove 2007 Baik Rusak
0 1058 18
0 591 508
3680 5133 2095
1076
1099
10908
Total
3680 5724 2603 1200 7
Selisih (Rusak) (Ha)
Rusak/tahun (Ha)
3680 4074 2077
230,01 254,65 129,83
9831
614,49
Sumber: Data Sekunder 1990 dan 2007 Diolah
Muara S. Barito Kawasan yang mengalami sedimentasi
Gambar 1. Citra Pengaruh Sedimen Transport S. Barito
163
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
hal. 157-170 Kondisi
Pembahasan
hutan
mangrove
wilayah studi secara umum termasuk Kondisi mangrove
pertumbuhan
di
Kecamatan
menunjukkan sangat
hutan
secara
kurang.
Jorong
keseluruhan
Berdasarkan
jenis
mangrove, jenis bakau laki lebih dominan dibandingkan dengan jenis mangrove lainnya. Nilai
perhitungan
nilai
pengamatan
di
dan
Indeks
Mangrove
Hasil
penting
pada
hutan
mangrove
Kecamatan Jorong dan evaluasinya disajikan pada Tabel 5.
pada hutan mangrove di Kecamatan Jorong menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhannya dari sangat kurang sampai
baik
(B).
Tingkat
pertumbuhan yang dinyatakan cukup (C) untuk waru lot pada tingkat semai dan api-api pada tingkat tiang. Untuk jenis bakau laki dinyatakan baik pada tingkat tiang. Evaluasi Indeks Shannon menunjukkan
kestabilan
keaneka-
ragaman kurang (K) untuk semua tingkat pertumbuhan. Tingkat
berdasarkan
terhadap abrasi, tidak ada satupun dari wilayah
desa
yang
disampling
memiliki kawasan hutan mangrove
Hutan mangrove di Desa Asam-Asam (65 ha) dan Desa Sabuhur (42,8 ha) kondisinya
dalam
keadaan
rusak,
sedangkan pada Desa Swarangan (66,6 ha) kondisi hutan mangrove rusak
sebagian
besar
disebabkan
oleh
pembukaan dan perluasan tambak secara
besar-besaran,
sedangkan
kerusakan hutan mangrove di Desa Sabuhur disebabkan oleh pembukaan lahan untuk pemukiman. Di Desa Swarangan selain pembukaan lahan yang paling signifikan kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh abrasi. Di Desa Muara Asam-asam tidak terlihat lagi hutan mangrove. Untuk mengatasi
abrasi
telah
dilakukan
pembuatan bronjong.
kerusakan
kawasan
hutan mangrove di Kabupaten Tanah Laut
kerapatan tajuk dan ketahanan tanah
berat. Kerusakan di Desa Asam-Asam
Hasil evaluasi nilai penting
(SK)
Berdasarkan jenis penggunaan lahan,
yang dalam kondisi baik secara umum.
Penting
Keanekaragaman
kriteria rusak hingga rusak berat.
hasil
skoring
Abrasi yang terjadi di Desa Swarangan
cukup
parah,
pemukiman
masyarakat
karena
berada
di
dirincikan pada Tabel 6. 164
Eka Iriadenta : Degradasi Ekosistem Rawa.....
daerah pantai. Kondisi abrasi masih
terkait pelumpuran dan pengenceran
berada
salinitas pesisir.
di
luar
Margasatwa
kawasan
Pelaihari.
Suaka
Kerusakan
Berdasarkan
data
luasan
sebagaimana
telah
mangrove di Desa Swarangan semakin
mangrove
meluas dengan adanya konversi lahan
ditunjukkan pada tabel sebelumnya,
untuk stockpile dan pelabuhan khusus
maka laju penurunan luasan mangrove
kegiatan
batubara.
yang terjadi antara kedua waktu/masa
Proses abrasi di daerah pantai Desa
tersebut pada masing-masing wilayah
Sebuhur tampaknya tidak menjadi
dapat dirincikan pada Tabel 7.
pertambangan
perhatian dalam rehabilitasi karena
Berdasarkan data di atas (hasil
relatif jauh dari pemukiman penduduk.
interpretasi citra Landsat dan survey
Dari ketiga desa di Kecamatan
lapangan), selama kurun waktu sekitar
Jorong yang berada di daerah pesisir
16
yaitu Muara Asam-asam, Swarangan
mangrove di Kec. Jorong relatif sangat
dan Sebuhur, hanya di Desa Sebuhur
besar dengan luasan mencapai 614,49
yang pernah dilakukan rehabilitasi
ha, atau rerata laju penurunan luasan
hutan mangrovenya dengan pelaksana
sebesar 38,41 ha per tahun.
rehabilitasi dari Instansi Kehutanan. Kondisi
laju
penurunan
luasan
Penampakan pada Gambar 1
tampaknya
dapat membantu menerangkan lebih
merupakan situasi ekologis yang harus
jelas fenomena di atas. Pada kawasan
dihadapi oleh pesisir yang berdekatan
pantai, penampakan warna biru pada
dengan muara sungai sebesar S. Barito,
citra (kecuali warna biru pada bagian
yang selain membawa suspended solid
yang tertutup awan) menggambarkan
dan lumpur dengan volume relatif
bagian pantai dangkal dan/atau yang
besar, juga massa air tawar yang cukup
mengalami
berlimpah
bagian muara sungai (termasuk muara
dan
mengencerkan
ini
tahun,
berpotensi salinitas
besar pesisir
S.
sedimentasi,
Barito).
Warna
khususnya
gelap/hitam
setempat/terdekat. Apalagi di sebelah
menggambarkan kondisi laut yang
Barat juga terdapat S. Kahayan dan
relatif dalam.
Kapuas yang pasti memiliki kontribusi besar seperti halnya Sungai Barito,
Sedimen
transpor
sangat
dipengaruhi oleh musim dan angin 165
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
hal. 157-170
yang
dan
pantai yang tinggi, karena sebagian
gelombang, termasuk timbulnya arus
besar pantai memiliki formasi batuan
menyusur
yang
membangkitkan
arus
pantai
yang
dapat
menjadi
barrier
dan
mendistribusikan sedimen, sehingga
penambat sedimen akibat melemahnya
ada bagian pantai yang terabrasi dan
arus.
mengalami
sedimentasi
secara
Secara umum kasus
musim.
mulai terjadi secara ekstrim pada awal
Sedimentasi juga sangat dipengaruhi
tahun 1980-an, tepatnya pada tahun
bentuk garis pantai serta keberadaan
1983 (informasi aparat desa setempat).
penghalang/barrier
Oleh karena itu, rentang waktu abrasi
bergantian
oleh
pengaruh
seperti
batuan,
terumbu atau gosong. Pada bagian
dan
terlindung, pergerakan sedimen akan
diasumsikan selama periode tahun
terbatasi sehingga sedimentasi dapat
1983-2007. Akibat abrasi ini cukup
berlangsung
Jika
signifikan mempengaruhi kehidupan
citra
masyarakat.
dicermati,
terus
menerus.
penampakan
menjelaskan
bahwa
pantai
bagian
sedimentasi
pada
abrasi
Masing-masing
kajian
pantai
ini
di
Barat Kab. Tala yang membelok ke
wilayah Kab. Tanah Laut memiliki
Selatan
karakteristik
menjadi
membelokkan
penghalang
arus
laut,
yang
sehingga
pengaruh
yang musim,
berbeda
akibat
angin
dan
sedimen terhimpun pada muara-muara
gelombang. Secara umum, pada musim
sungai (dari S. Kapuas, S. Kahayan,
Barat, gelombang datang dari arah
dan S. Barito) dan sulit terdistribusi ke
Barat Laut dan pola arus permukaan
arah Timur. Distribusi sedimen (yang
terbangkitkan pada perairan laut Kab.
dipengaruhi muara-muara sungai besar
Tanah Laut bergerak menuju arah
tersebut) tampaknya berakhir di sekitar
Timur - Tenggara dan mengalami
kawasan Tanjung Selatan (dengan
pembelokan ke arah Selatan saat
bentuk
yang
mendekati pantai Bagian Barat hingga
menjorok ke arah laut dan berpeluang
Tanjung Selatan. Kemudian arah arus
menghambat
transpor
kembali ke arah Timur - Tenggara
lapangan
pada pantai bagian Selatan. Dengan
pelumpuran
demikian, pada musim ini, kawasan
menyisir
lekukan
sedimen
pantai).
menunjukkan
pantainya
Fakta
terjadi
166
Eka Iriadenta : Degradasi Ekosistem Rawa.....
pantai
bagian
menghadapi
Barat
akan
Kabupaten
Tanah
Laut.
Kondisi
sedangkan
salinitas perairan wilayah pesisir pantai
kawasan pantai sebelah Selatan relatif
Timur lebih tinggi di banding pantai
terlindung.
Barat.
Pada
gelombang,
rawan
musim
Timur
arus
Secara
umum
salinitas
permukaan perairan pantai Kabupaten
permukaan di Laut Jawa bergerak ke
Tanah
Laut
pada
musim
Timur
arah Selat Karimata atau ke arah Barat
mencapai 220/00 dan hanya mencapai
Indonesia. Perairan Kalimantan Selatan
330/00 pada musim Barat.
pada saat itu didominasi oleh angin
Berdasarkan hasil wawancara
Timur - Tenggara (sering disebut
dengan masyarakat kawasan studi,
Musim
menuju
awal proses abrasi yang terjadi pada
Barat Laut yang ditandai dengan angin
hampir seluruh pantai dimulai oleh
yang kencang bertiup sepanjang hari
terjadinya
yang menyebabkan arus yang kuat dan
menggerus pantai pada tahun 1980-an
gelombang yang cukup besar. Arus
(tepatnya pada tahun 1983). Sebagai
bergerak dari arah Timur - Tenggara
telaahan pembanding, tahun 80-an
(dari Laut Jawa) dan arah Timur Laut
merupakan saat kegiatan penambangan
(dari Selat Makassar) menuju Barat –
batubara di Kalimantan Selatan tengah
Barat Laut. Di musim ini, kawasan
dimulai, dimana Pemerintah Indonesia
pantai sebelah Barat akan terlindung,
memberikan
sebaliknya
eksplorasi di Kalimantan Selatan.
Tenggara)
giliran
bertiup
kawasan
pantai
sebelah Selatan rawan menghadapi gelombang. Timur/Tenggara
Arus
di
merupakan
gelombang
besar
persetujuan
Kegiatan
yang
kegiatan
eksplorasi
dan
Musim
eksploitasi batubara dimulai sekitar
musim
tahun 1981-1982 untuk menambang
kemarau di Indonesia bagian Barat
cadangan
sehingga
paparan
daerah ini. Pada era tahun tersebut,
Sunda terjadi lebih mendorong air
kegiatan penebangan hutan (baik legal
bersalinitas rendah kembali ke Barat,
maupun
sehingga Laut Jawa dan Selat Makasar
intensif dalam memenuhi kebutuhan
mempunyai salinitas 330/00. Hal ini
kayu untuk industri dan pembangunan.
berlaku bagi wilayah perairan pesisir
Di sisi lain, kegiatan pemanfaatan kayu 167
pengenceran
di
batubara
ilegal)
bituminous
juga
di
berlangsung
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
hal. 157-170
mangrove dan konversi lahan pesisir
yang
untuk
kawasan ini semakin tawar.
tambak,
pelabuhan
khusus
menunjukkan
salinitas
di
batubara, stockpile dan pemanfaatan
Kondisi kualitas habitat yang menurun
lainnya
berlangsung.
beserta kegiatan pemanfaatan kayu
Hubungan yang mengaitkan fenomena
mangrove (bakau) dan alih fungsi
kerusakan rawa pesisir adalah:
lahan untuk tambak menyebabkan laju
juga
mulai
Kegiatan yang
telah
sebelumnya
penebangan berlangsung
di
catchment
hutan
penurunan
luasan
lama
berlangsung cepat.
area
Dimulainya
mangrove
kegiatan
menyebabkan resapan air menurun
penambangan, konversi lahan untuk
tajam. Akibatnya peningkatan run off
infrastruktur
menimbulkan meningkatnya debit dan
khusus batubara dan stockpile) serta
volume air sungai/air tawar yang
masih
mengalir ke muara dan terdispersi oleh
hutan makin memicu pengenceran
arus menyisir pantai. Kondisi ini
salinitas
berakibat
mangrove.
terjadinya
pengenceran
penunjang
(pelabuhan
berlangsungnya
dan
kerusakan
Pengenceran
salinitas
pesisir
lapangan: (a) makin melimpahnya
/mematikan
debit air sungai, (b) makin deras dan
kawasan pantai. Akibatnya komunitas
keruhnya
terumbu dan mangrove sebagai salah
air
sungai,
(c)
terjadinya banjir di kawasan hilir.
pesisir menyebabkan gangguan habitat
komunitas
terumbu
(baik ekosistem dan fungsinya). Ketidaksatbilan
komunitas
jenis-jenis
terumbu dan mangrove menyebabkan
mangrove yang hidup pada habitat
kawasan pantai menjadi kehilangan
bersalinitas tinggi (seperti bakau dan
pelindung utama dan semakin rentan
api-api) tidak lagi tumbuh dengan
terhadap gerusan gelombang.
optimal.
sehingga
mengganggu
satu barrier pantai menjadi tidak stabil
Pengenceran salinitas kawasan
mangrove,
akan
habitat
salinitas kawasan pesisir. Indikasi/fakta
massa
juga
penebangan
Indikasi
ini
dapat
Kesadaran masyarakat dan/atau
terlihat dengan makin berkembangnya
tuntutan
/orientasi
ekonomi
jenis vegetasi nipah di kawasan muara,
menyebabkan eksploitasi/ perdagangan terumbu karang serta kayu bakau 168
Eka Iriadenta : Degradasi Ekosistem Rawa.....
(mangrove) masih berlangsung. Risiko
mangrove
makin
memperparah
abrasi pantai makin besar, kawasan
instabilitas ekosistem mangrove secara
mangrove makin terkikis.
keseluruhan.
Salinitas kawasan pesisir makin encer, khususnya musim hujan Dari
KESIMPULAN DAN SARAN
wawancara dengan masyarakat di Desa Takisung, Desa Pagatan Besar dan
Kesimpulan
Desa Kuala Tambangan diperoleh informasi
bahwa
abrasi
Kec. Jorong, yang direpresentasikan
pantai yang paling besar dimulai pada
dengan kondisi ekosistem mangrove
tahun 1983.
menunjukkan kondisi rusak hingga
Pada
peristiwa
Kondisi ekosistem rawa pesisir
kawasan
yang
telah
rusak berat
tenggelam terkena abrasi, sebagian
Laju
penurunan
luasan
dulunya merupakan hutan mangrove.
mangrove di Kec. Jorong mencapai
Mangrove tersebut pada jaman dulu
614,49 ha, atau rerata laju penurunan
telah ditebang dan dimanfaatkan.
luasan sebesar 38,41 ha per tahun.
Kerusakan mangrove berlanjut dengan
Faktor
penyebab
proses
abrasi pantai. Hingga sekarang abrasi
kerusakan kawasan rawa pesisir di
masih
Kec.
berlangsung
pada
sebaran
kawasan yang relatif luas.
Jorong
Kab.
Tanah
Laut
didominasi oleh peran gelombang dan
Berdasarkan analisis fakta di
konversi lahan.
atas, faktor penyebab proses kerusakan kawasan rawa pesisir di Kec. Jorong
Saran
Kab. Tanah Laut didominasi oleh
Rehabilitasi kawasan pesisir
peran gelombang dan konversi lahan.
Kec. Jorong perlu dilakukan secara
Kekuatan gelombang
menyebabkan
terencana, terarah, berdasar kajian
abrasi dipengaruhi oleh kondisi barrier
lapangan dan memperhatikan kondisi
pantai (terumbu dan hutan mangrove)
lingkungan setempat.
yang tidak dalam kondisi stabil dan
Karena
tidak
tumbuh
optimal
lagi
oleh
ekonomi,
tekanan
keterpaduan
kondisi rehabilitasi
beragam penyebab. Konversi hutan 169
Fish Scientiae, Volume 4 Nomor 6, Desember 2013
kawasan pesisir harus memberikan
hal. 157-170 nilai ekonomis nyata bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Bengen, G.B. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. hlm. 50. Ewusie, J.Y., 1990. Ekologi Tropika. Penerbit ITB, Bandung Inoue, Y., O. Hadiyati, H.M. Afwan Affendi, K. R. Sudarma, and I.N. Budiana. 1999. Sustainable management models for mangrove forest. Japan International Cooperation Agency, hlm. 46. Lear, R dan . Turner., 1977. Mangrove of Australia. University of Queensland Press Nirarita, CH. Endah et al., 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Buku Panduan untuk Guru dan Praktisi Pendidikan. Wetlands International-Indonesia Programme, Bogor Steenis, V.C.G.G.I., 1978. Flora. Pradnya Paramita, Jakarta. Suryati, E., Gunarto, Rosmiati, A. Panrerengi, dan A. Tenriulo. 2001. Pemanfaatan bioaktif tanaman mangrove untuk mereduksi penyakit pada budi daya udang windu. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2001. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros. Wirioatmodjo, P dan D.M. Judi. 1978. Pengelolaan Hutan Payau Di Indonesia. Prosiding Seminar Ekosistem Hutan Mangrove Winarti, E. Titiek., 1999. Manfaat Hutan Mangrove Untuk Pelestarian Lingkungan Pantai Dan Meningkatkan Perekonomian Masyarakat. (Studi Kasus Di Desa Ambat, Kecamatan Tianakan, Kabupaten Pamekasan)
Fish Scientiae, Volume 3, Nomor 6, Desember 2013
170