DEFRAGMENTING STRUKTUR BERPIKIR MELALUI REFLEKSI UNTUK MEMPERBAIKI KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI BALOK
Erna Gunawati SMP Negeri 6 PPU Kab. Penajam Paser Utara
[email protected] Abstrak: Soal cerita masih merupakan soal yang sulit bagi siswa sehingga banyak siswa yang masih melakukan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikannya. Kesalahan juga sering dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi balok. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi defragmenting struktur berpikir melalui melalui refleksi untuk memperbaiki kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi balok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan pada Siswa kelas IX SMPN 6 PPU yang sudah menempuh materi bangun ruang sisi datar. Siswa diberikan soal cerita materi balok kemudian diambil 6 orang yang dijadikan sebagai subjek penelitian dengan rincian 2 siswa berkemampuan rendah, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 2 siswa berkemampuan tinggi. Pengambilan data dilakukan dengan metode think-out-loud (TOL) atau sering disebut think aloud. Data yang diperoleh kemudian dikodekan dan dijadikan dasar untuk menggambarkan proses defragmenting yang dilakukan. Kata Kunci: Defragmenting , Kesalahan Siswa, Soal Cerita Materi Balok.
Permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan angka dan perhitungan dituangkan dalam soal matematika dengan bentuk cerita. Penguasaan kemampuan menyelesaikan soal matematika dalam bentuk cerita sangat penting bagi siswa, tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan. Adapun selama ini usaha guru di kelas untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita telah dilakukan, selain dengan memberi porsi soal cerita yang lebih banyak, juga mencoba menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Namun demikian masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Budiyono (2008) menyatakan bahwa soal cerita masih merupakan soal yang cukup sulit bagi sebagian siswa.
Menurut Orton (2006) bukan masalah mudah untuk menjelaskan kesulitan siswa mengenai soal cerita begitu juga tentang cara meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Sementara Gooding (2009) menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita di antaranya adalah membaca dan memahami, bagaimana membaca semua informasi, informasi yang mengganggu perhatian, membayangkan konteks, menulis kalimat matematika, penghitungan, dan menerjemahkan jawaban. Pendapat serupa juga disampaikan Touhima dkk (2008) menyatakan adanya hubungan yang kuat antara kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan kemampuan membaca dan memahami soal.
132
Gunawati, Defragmenting Struktur Berpikir Melalui Refleksi, 133
Selanjutnya hasil interview guru bidang studi Matematika kelas VIII SMPN 6 Penajam Paser Utara, Catur Fatmawati, S.Pd pada September 2014 menunjukkan ketika siswa menyelesaikan soal cerita mengalami kesulitan antara lain: (1) memahami soal, (2) membuat rencana, (3) pengetahuan prasyarat, (4) tidak bisa menyatakan alasan dan (5) penghitungan. Geometri ruang sebagai salah satu materi yang diajarkan pada jenjang SMP, walaupun telah diajarkan sejak SD namun ternyata kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dimensi tiga masih rendah. Sebagai contoh, siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal bangun ruang dalam bentuk soal cerita. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan di SMP Negeri 6 Penajam Paser Utara pada tanggal 11 Oktober 2014, bahwa siswa masih
melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita pada materi bangun ruang sehingga jawaban yang dihasilkan pun belum benar. Bentuk kesalahan siswa adalah ketika diberi soal cerita ” Diketahui bagian dalam bak mandi berbentuk balok dengan ukuran panjang dua kali ukuran lebarnya sedangkan ukuran tingginya sama dengan tiga kali ukuran lebarnya. Jika luas permukaan dalam bagian dalam bak mandi adalah 79.200 cm2, hitunglah volume bagian dalam bak mandi tersebut (nyatakan dalam liter)”, antara lain seperti Gambar 1, yaitu kesalahan siswa dalam menuliskan apa yang diketahui dari soal cerita yang diberikan; Gambar 2, yaitu kesalahan siswa dalam memahami konsep; dan Gambar 3, yaitu kesalahan siswa dalam melakukan operasi perkalian aljabar.
Gambar 1. Kesalahan Siswa dalam Menuliskan yang Diketahui
Gambar 2. Siswa dalam Memahami Konsep
Gambar 3. Siswa dalam Melakukan Operasi Perkalian Aljabar
134, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015
Dari studi pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa masih mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita pada materi balok. Subanji (2013) menemukan bahwa kesalahan matematika siswa, antara lain terjadi dalam bentuk kesalahan mengonstruksi konsep, kesalahan dalam bentuk berfikir pseudo benar dan pseudo salah, kesalahan dalam analogi, kesalahan dalam bernalar logis dan kesalahan dalam menetapkan prosedur. Untuk memperbaiki kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita ini perlu dilakukan penataan (defragmenting). Penataan (defragmenting) struktur berpikir siswa akan dilakukan melalui refleksi dari hasil wawancara peneliti dengan subjek. Refleksi ditujukan untuk melihat kembali secara keseluruhan proses penyelesaian soal cerita oleh siswa secara utuh. Refleksi menurut Suharsimi (2006) yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah terjadi. Sedangkan menurut Kemmis dan Taggart (1998) refleksi meliputi kegiatan: analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Tujuan refleksi menurut Jay and Johnson (2002) untuk mengidentifikasi isu atau masalah yang mungkin dihadapi untuk tujuan perbaikan. Selain itu, ia juga bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan yang harus diatasi dan kekuatan yang dapat dimanfaatkan. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti ingin mengungkap bagaimana defragmenting struktur berpikir melalui refleksi untuk memperbaiki kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi balok. Data hasil penelitian ini nanti pada umumnya berupa data verbal, namun ada juga data yang berupa bilangan-bilangan (diperoleh dari lembar jawaban siswa atas tugas yang diberikan) yang sifatnya hanya melengkapi dan akan dipaparkan sesuai
dengan kejadian yang terjadi dalam penelitian, analisis data dilakukan secara induktif. Sesuai dengan karakteristik yang dikemukakan di atas maka pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Penajam Paser Utara kelas IX pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Subjek ini diambil dari siswa yang sudah belajar materi balok yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita pada materi balok yang diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan komunikasinya agar pengungkapan struktur berpikir dapat dilakukan dengan baik. Peneliti mengambil 6 orang subjek penelitian berdasarkan tingkat kemampuan siswa, yaitu 2 orang siswa berkemampuan tinggi, 2 orang siswa berkemampuan sedang dan 2 orang siswa berkemampuan rendah. Penetapan kategori kemampuan matematika siswa didasarkan pada hasil tes awal dan informasi dari guru pengajar matematika serta wali kelas. Dalam penelitian ini, siswa diminta untuk menyampaikan secara keras apa yang sedang ia pikirkan (Think Out Louds), ketika menyelesaikan soal. Data dalam penelitian ini berupa deskripsi defragmenting struktur berpikir enam orang siswa yang menjadi subjek penelitian. Deskripsi defragmenting struktur berfikir siswa dipaparkan berdasarkan pekerjaan tertulis dan ungkapan verbal saat proses menyelesaikan soal cerita pada materi balok yang diberikan sebelum maupun sesudah defragmenting. Setelah diperoleh data maka peneliti menganalisis data tersebut dengan melakukan reduksi data dan menggambarkan diagram struktur berpikir siswa. Dari diagram struktur berpikir siswa tersebut, selanjutnya dikaji terjadinya struktur berpikir siswa dan membandingkan dengan struktur masalah. Perubahan struktur berpikir siswa diperoleh
Gunawati, Defragmenting Struktur Berpikir Melalui Refleksi, 135
melalui defragmenting struktur berpikir yang dilakukan. Setelah siswa mampu melakukan refleksi, kemudian peneliti memberikan soal cerita yang kedua untuk meyakinkan bahwa proses defragmenting melalui refleksi ini efektif. Struktur berpikir siswa dicatat kembali untuk kemudian dibuat diagram struktur berpikir siswa setelah dilakukan defragmenting. Soal cerita materi balok pada penelitian ini ada 2 soal, yaitu 1. soal cerita sebelum defragmenting “Pak Arman adalah seorang pengusaha ikan lele. Pada awal usahanya pak Arman hanya memiliki satu kolam ikan yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 9 m, ukuran lebar 3 m dan dalam 2 m. Usaha pak Arman semakin berkembang sehingga membutuhkan kolam ikan yang baru. Pak Arman ingin membuat kolam baru yang berada di samping kolam lama dengan volume 4 kali lebih besar dari volume kolam lama. Jika tanah yang bersisa hanya bisa dibuat kolam dengan ukuran lebar 6 m, berapa ukuran panjang dan tinggi kolam yang dibutuhkan untuk membuat kolam baru?” 2. soal cerita setelah defragmenting. “Pak Leo adalah seorang pengusaha ikan Gurami. Pada awal usahanya pak Leo hanya memiliki satu kolam ikan yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 6 m, ukuran lebar 4 m dan dalam 2 m. Usaha pak Leo semakin berkembang sehingga membutuhkan
kolam ikan yang baru. Pak Leo ingin membuat kolam baru dekat kolam yang lama dengan volume 6 kali lebih besar dari volume kolam lama. Jika tanah yang bersisa hanya bisa dibuat kolam dengan ukuran lebar 9 m, berapa ukuran panjang dan tinggi kolam yang dibutuhkan untuk membuat kolam baru?” HASIL DAN PEMBAHASAN Defragmenting yang dilakukan mengacu pada beberapa ahli seperti Wahono (2009), Maag (2004), McKay dan Allen dan Woolfolk (dalam Selvera, 2013). Defragmenting dimaksudkan untuk mengkaji dan memperbaiki struktur berpikir siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi balok yang diadopsi berdasarkan langkah pemecahan masalah menurut Polya (1973). Berdasarkan hasil penelitian pada pekerjaan subjek sebelum defragmenting, pada langkah pertama memahami masalah diperoleh bahwa S3, S5 dan S6 tidak menuliskan pemisalan pada bagian yang diketahui dan bagian yang ditanyakan. Sedangkan S1, S2 dan S4 sudah menuliskannya, namun masih terdapat kesalahan dalam menuliskan pemisalan pada bagian yang diketahui dan bagian yang ditanyakan, dimana S1, S2 dan S4 tidak bisa memberikan pemisalan yang berbeda seperti memberikan tambahan indeks untuk membedakan keterangan kolam awal dan kolam baruseperti terlihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Hasil Pekerjaan S2 Pada Bagian yang Diketahui Sebelum Defragmenting
136, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015
Peneliti melakukan defragmenting yang pertama dengan meminta S2 untuk menuliskan bagian yang diketahui dan bagian yang ditanyakan dari soal yang diberikan dan memberikan indeks berbeda untuk membedakan keterangan pada kolam lama dan kolam baru. Setelah dilakukan defragmenting, S2 mampu menuliskan
bagian yang diketahui dan bagian yang ditanyakan dan S2 bisa memberikan indeks berbeda untuk membedakan keterangan pada kolam lama dan kolam baru. Dalam hal ini, menurut Polya (1973) subjek telah memahami masalah “understand the problem” seperti terlihat pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5. Hasil Pekerjaan S2 Pada Bagian yang Diketahui Setelah Defragmenting
Dalam merencanakan cara penyelesaian, masing-masing subjek mengetahui hal pertama yang harus dilakukan, yaitu menghitung volume kolam awal. Dalam hal ini, menurut Polya (1973) subjek mampu membuat rencana “devise a plan”. Namun setelah kolam awal diketahui, S1 melakukan kesalahan dalam merencanakan langkah selanjutnya. Sedangkan Subjek lain sudah sesuai dengan struktur masalah. Langkah selanjutnya S3 dan S6 melakukan kesalahan dalam merencanakan mencari ukuran panjang dan ukuran tinggi kolam baru dengan melakukan trial and error. Selanjutnya S5, tidak bisa melanjutkan perencanaan penyelesaian
dalam menentukan ukuran panjang dan tinggi kolam. Sehingga S5 tidak bisa menemukan jawaban yang benar seperti terlihat pada Gambar 6. S2 dan S4 sebenarnya sudah mempunyai rencana yang sesuai dengan struktur masalah, namun mereka melakukan kesalahan dalam perhitungan akhir, yaitu pada saat menentukan ukuran panjang dan tinggi kolam. S2 dan S4, berpendapat karena ada 2 pertanyaan maka hasil perkalian antara panjang dan tinggi langsung dibagi 2 untuk menentukan ukuran panjangnya. Seperti terlihat pada Gambar 6, S4 melakukan kesalahan komputasi dalam pembagian.
Gambar 6. Hasil Pekerjaan S4 Untuk Memperoleh Ukuran Panjang dan Tinggi Kolam Baru Sebelum Defragmenting
Gunawati, Defragmenting Struktur Berpikir Melalui Refleksi, 137
Setelah dilakukan defragmenting melalui refleksi, masing-masing subjek membuat alur berpikir dengan menghubungkan konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita yang diberikan. Akhirnya masing-masing subjek memiliki gambaran yang lebih luas mengenai melaksanakan rencana yang akan
dilakukan untuk menyelesaikan soal cerita. Dalam hal ini menurut Polya (1973), subjek telah melakukan tahap "carry out the plan” atau melaksanakan cara penyelesaian. S4 sudah mampu merencanakan dan menyelesaikan soal cerita dengan benar, seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hasil Pekerjaan S4 Untuk Memperoleh Ukuran Panjang dan Tinggi Kolam Baru Setelah Defragmenting
Setelah melaksanakan rencana, langkah selanjutnya adalah memeriksa kembali jawaban. Pada langkah ini, S3 dan S6 sudah melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban yang sudah diperoleh. Namun untuk S1, S2, S4 dan S5 tidak melakukan pengecekan kembali terhadap jawaban yang diperoleh, untuk itu dilakukan defragmenting. Peneleti melakukan defragmenting dengan meminta Subjek untuk mengecek kembali jawaban yang diperoleh dengan mengambil pasangan bilangan pada tabel kemudian mencocokkan hasil dengan . Setelah defragmenting, Subjek mampu mengambil salah satu pasangan dari p2 dan t2 yang telah diperoleh dan mensubtitusikannya ke
dan
mencocokkannya dengan hasil . Dalam hal ini menurut Polya (1973), subjek telah melakukan tahap looking back atau mengecek kembali terhadap jawaban yang sudah ditemukan. Defragmenting struktur berpikir yang dilakukan peneliti berhasil dalam memperbaiki kesalahan siswa dari struktur berpikir yang kurang lengkap dan salah menjadi struktur berpikir yang benar. Ini terlihat dari struktur berpikir S5 seperti pada Diagram 1, tampak bahwa struktur berpikir S5 yang masih kurang lengkap dan salah. Setelah dilakukan defragmenting struktur berpikir S5, sudah sesuai dengan struktur masalah yang dibuat peneliti.
138, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015
Diagram 1. Struktur Berfikir S5 dalam Menyelesaikan Soal Cerita Nomor 1 Sebelum Defragmenting dan Struktur Masalah
Diagram 2. Struktur Berfikir S5 dalam Menyelesaikan Soal Cerita Nomor 1 Setelah Defragmenting
Keefektifan defragmenting yang dilakukan oleh peneliti ditunjukkan oleh tertatanya struktur berpikir masing-masing subjek dalam menyelesaikan soal cerita materi balok nomor 2. Subjek mampu
menyelesaikan soal cerita yang diberikan dengan baik dan menemukan jawaban yang benar sesuai dengan struktur masalah yang dibuat peneliti. Menurut Wahono (2009) setelah dilakukan defragmentasi,
Gunawati, Defragmenting Struktur Berpikir Melalui Refleksi, 139
semua data yang terdefrag akan saling terhubung dan tertata sehingga memudahkan untuk mengambil dan menjelaskan setiap data yang dipanggil. Indikator efektifnya defragmenting yang dilakukan oleh peneliti dan tampak pada subjek adalah subjek mampu mengingat, menjelaskan, dan memahami materi atau konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita, subjek mampu membuat hubungan setiap konsep yang diperlukan yang terkait dengan soal cerita yang diberikan, dan ketiga subjek mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dan menemukan jawaban yang benar. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terjadinya kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi balok diawali dengan kesalahan siswa dalam proses memahami soal cerita,kesalahan prosedural yang dibuat oleh siswa dalam menentukan ukuran panjang dan tinggi kolam baru.Kesalahan siswa yang lain terjadi dalam melakukan operasi perkalian dan pembagian, karena siswa terbiasa dengan soal yang memerlukan satu jawaban sehingga siswa tidak mencoba untuk mencari kemungkinan adanya jawaban lain. Selain itu siswa tidak terbiasa untuk melakukan pengecekan ulangi terhadap jawaban yang diperoleh. DAFTAR RUJUKAN Budiyono. 2008. Kesalahan Mengerjakan Soal Cerita dalam Pembelajaran Matematika. Paedagogia.11(1): 1-8.Jay, J. K & Kerri L. Johnson. 2002. Capturing complexity: a typology ofreflective practice for teacher education. Teaching and Teacher Education 18 (2002) 73–85. USA: Pergamon.
Adapun defragmenting yang dilakukan peneliti untuk memperbaiki kesalahan siswa tersebut, yaitu: 1) Meminta S1 untuk menuliskan bagian yang diketahui dan bagian yang ditanyakan dari soal yang diberikan dan memberikan indeks berbeda untuk membedakan keterangan pada kolam lama dan kolam baru; 2) Meminta S1 untuk mengingat kembali tentang cara menghitung volume, kemudian meminta S1 menentukan volume kolam awal dan volume kolam baru ; 3) Meminta S1 untuk mensubtitusikan hasil V2 dan l2 ke rumus volume kolam baru ; 4) Meminta S1 menyelesaikan dengan bantuan tabel; 5) Meminta S1 untuk mengecek kembali jawaban yang diperoleh dengan mengambil pasangan bilangan pada tabel kemudian mencocokkan hasil dengan . Efektivitas defragmenting dapat ditunjukkan bahwa: 1) siswa mampu mengingat, menjelaskan, dan memahami materi atau konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan soal; 2) siswa mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dan memberikan jawaban yang benar. Defragmenting selain dapat memperbaiki kesalahan siswa, juga dapat merestrukturisasi struktur berpikir siswa menjadi struktur berpikir yang benar.
Gooding, S. 2009. Childrens Difficulties with Mathematics Word Problems. Proceedinsg Of British for Reseach Into Learning Mathematics. 3 November 2009. Kemmis dan Taggart, 1998, The Action Research Planner, 3rd ed. Victoria: Deaklin University.
140, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015
Maag, J.W. 2004. Behavior Management: From Theoritical Implications to Practical Applications 2nd. California: Thomson Warsworth. Moleong, L.J. 2014. Metodologi Penenelitian Kualitatif Edisi Revisi. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya. Orton, A. 2006. Learning Mathematics issues, Theory and Classroom Practice: Third Edition. London: Continuum. Polya, G. 1973. How to Solve It (New Aspect of Mathematical Method). New Jersey: Princeton University Press. Selvera, Nidya R. (2013). Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Menurunkan Keyakinan Irasional pada Remaja dengan Gangguan Somatisasi. Jumal Sains dan Praktik Psikologi, 1 (1), 63 - 76.
Subanji. 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika Sekolah. Disampaikan pada Seminar Nasional TEQIP 2013, 9 November 2013. Malang: UM Press. Suharsimi, A, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Tauhima, P.M.V., Aunola, K., & Nurmi, J. 2008. The Assosiatioan Between Mathematics Word Problems and Reading Comprehension. Educational Psycology.Vol 8 No 4: 409-426. Wahono, R. S. 2009. Defragmentasi Otak: Cara Cerdas Menjadi Cerdas. Universitas Bangka Belitung. http://www.ubb.ac.id/ menulengkap.php?judul=Defrag menting%20Otak%20:%20%Car a%20Cerdas%20Menjadi%20Cer das&nomorurut_artikel=380. (Diakses 27 Oktober 2014)