Debus
Maksud dan Pengertian Debus Debus merupakan pencak silat yang berhubungan dengan ilmu kekebalan sebagai refleksi sikap masyarakat Banten untuk mempertahankan diri. Debus juga merupakan sejenis kekebalan yang dimiliki oleh seseorang terhadap benda tajam dan debus merupakan kekuatan gaib atau ajaib yang tahan terhadap benda tajam, tusukan, pukulan dan kobaran api. Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Tb. A. Sastrasuganda Pensiunan Kepala Seksi Kebudayaan Kandepdikbud Kabupaten Serang, mengatakan bahwa kata debus berasal dari kata tenibus (Sandjin Aminuddin, 1997:153). Hal ini kiranya dapat dipahami, sebab melihat alat yang digunakan adalah alat yang tajam yang dapat menembus tubuh. Pengertian lain dari kata debus berasal dari kata gedebus, yaitu nama dari salah satu benda tajam yang digunakan dalam pertunjukan kekebalan tubuh. Benda tajam tersebut terbuat dari besi dan digunakan untuk melukai diri sendiri. Oleh karena itu kata debus di sini diartikan juga sebagai tidak tembus. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa debus sama dengan permainan sulap, yaitu karena kepandaian pemain dalam mengelabui penonton terhadap atraksi orang yang di tusuk tidak mengakibatkan luka apa-apa. Kesenian debus merupakan kesenian yang bersifat religius. Hal ini ditandai dengan adanya doa-doa yang diambil dari ayat-ayat Al-Quran. Kesenian debus berkembang di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, terutama di Kecamatan Walantaka dengan tokohnya M. Idris, di Kecamatan Curug dengan tokohnya Umor, di Kecamatan Cikande dengan tokohnya H. Renam dan di Kecamatan Ciruas dengan tokohnya H. Amad. Latar Belakang Sejarah dan Fungsi Seni Debus. Debus dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten. Kesenian debus mulai berkembang sejak abad ke-18. Sebagian sumber sejarah mengatakan bahwa, kesenian debus Banten bermula pada abad ke-16,.
Ada Pendapat yang mengatakan bahwa, pada masa Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570) digunakan sebagai seni untuk memikat masyarakat Banten dalam rangka penyebaran agama Islam. Kesenian ini mempertontonkan kekuatan tubuh terhadap senjata tajam atau benda keras atau disebut dengan debus. Pada masa lalu pertunjukkan debus dilakukan disuatu ruangan di dalam Mesjid Banten yang disebut dengan “Tiama”, yaitu pada tingkat dua (lantai dua) bangunan mesjid. Selama pertunjukkan berlangsung dipimpin oleh seorang atau dua orang “Guni” yang disebut Khalifah atau Syekh dan bertanggung jawab terhadap kelancaran permainan juga menjaga keselamatan para pemain. Pada mulanya permainan debus diperagakan oleh kaum laki-laki namun setelah mengalami perkembangan, seni debus diminati pula oleh kaum perempuan. Pendapat lain mengatakan bahwa, debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al -Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten sebagai salah satu cara penyebaran Islam. Yang lain mengatakan bahwa, debus berasal dari Tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848-1908). Kesenian debus tidak dapat dipisahkan dari penyebaran agama Islam di Indonesia. Debus tumbuh di Banten sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam di daerah Banten. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa abad ke-17 Masehi (1651-1652), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda (Sandjin A, 1997:156). Oleh karenanya kesenian tersebut lebih bersifat kesenian beladiri dan pemupukan percaya diri. Dalam rangka mempertebal semangat prajurit dan pejuang- pejuang Banten, Sultan Ageng Tirtayasa memberikan suatu pengetahuan tentang ilmu kekebalan tubuh kepada para pengikutnya dengan memberikan pelajaran ayat-ayat suci Al-Quran. Ayat-ayat tersebut dihafalkan dan diresapi secara mendalam sehingga dapat mempertebal semangat moral dalam melawan penjajah Belanda. Oleh karena itu lahirnya debus di daerah Banten sebagai akibat adanya perlawanan rakyat Banten terhadap Belanda yang dilandasi oleh ajaran agama Islam sebagai pembentuk semangat dan keyakinan dalam melakukan perjuangan. Menurut Sandjin Aminuddin (1997:156-157) pengaruh seni debus terhadap masyarakat cukup luas, karena faktor-faktor sebagai berikut: 1. Kesenian debus bergerak dibidang kekebalan. Kekebalan identik dengan bela din. Dengan demikian kesenian ini disenangi Masyarakat Banten umumnya karena fanatik agama, sehingga hanya kesenian yang bermanfaat bagi agamalah yang bisa berkembang di masyarakat tersebut. Kesenian yang berkembang di masyarakat pada saat itu adalah Rebana, Kasidah, Mawalan yang bernafaskan keagamaan. Sedangkan kesenian debus selalu membawakan dzikiran yang memuji serta mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa dan Nabi Muhammad 2. Kesenian debus merupakan kesenian yang langka dan digemari oleh masyrakat sebagai hiburan yang menarik 3. Kesenian debus dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat sehi ngga mudah diterima oleh rakyat 4. Para Alim Ulama menganggap kesenian debus tidak bertentangan dengan fahamnya dan mereka menerimanya
Pertunjukkan Seni Debus Salah satu kesenian debus yang cukup populer di Banten adalah Seni Debus Surosowan Banten di Kecamatan Walantaka Serang yang dipimpin oieh Moh. Idris. Persyaratan yang harus ditempuh untuk mempertunjukkan debus Surosowan adalah sebagai berikut :
Melakukan puasa selama 40 hari Setiap selesai sholat fardu membaca Bismillah sebanyak-bayaknya. Membaca wiridan sebanyak sebelas kali Harus yakin dengan apa yang dipelajarinya dan diamalkannya Menjauhi larangan yang telah ditetapkan dalam agama Islam
Tahap-tahap pertunjukkan debus dilakukan sebagai berikut: 1. Pembukaan (Gembung), yaitu pembacaan sholawat dan puji-pujian yang diiringi instrumen musik tabuh selama 2 3 menit 2. Pelaksanaan dzikir kepada Allah dan sholawat kepada Nabi serta para Sahabatnya sambil diiringi tabuh musik 3. Beluk, yaitu nyanyian yang dibawakan oleh pendzikir dengan suara keras, melengking, bersahutsahutan dan diiringi dengan tabuh tabuhan. Beluk ini dilakukan sampai dengan pertunjukkan berakhir 4. Silat, ketika beluk dimulai maka keluarlah satu orang atau dua orang yang pesilat mendemonstrasikan kebolehannya dalam bersilat dengan tangan kosong 5. Permainan Debus, dua orang menggunakan peralatan debus : satu orang memegang Al-Madad (Gedebus) ditempelkan keperutnya dan satu orang lagi memegang pemukul atau gada yang siap dipukulkan ke Al-Madad 6. Mengupas kelapa dengan menggunakan gigi. Setelah kelapa selesai dikupas dipecahkan dan dipukulkan ke kepala hingga pecah. Setelah kelapa tersebut pecah maka dimakan berikut tempurungnya 7. Mengerat bagian tubuh seperti lengan, betis dan paha dengan menggunakan pisau atau parang 8. Menggoreng kerupuk dan telur di atas kepala. Di atas kepala seorang pemain diletakkan sejenis tungku api yang terbuat dari buah kelapa yang dibelah, kemudian diisi dengan kain yang sudah direndam dengan minyak tanah lalu dibakar. Setelah api menyala maka diletakkan wajan yang telah diisi dengan minyak kelapa dan setelah mendidih barn dimasukkan telur dan kerupuk untuk digoreng 9. Membakar anggota tubuh dengan api dan menyisir rambut dengan api 10. Menaiki dan menduduki tangga golok yang tajam 11. Memakan kaca Gemrung, yaitu permainan instrumen untuk mengakhiri pertuniukkan Dewasa ini kesenian debus biasanya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, upacara Magic dan untuk menghibur masyarakat.
Pemain dan Waditra Seni Debus Debus merupakan pertunjukkan seni secara berkelompok. Pemainnya sebanyak 12 sampai 15 orang, yang masing-masing pemain mempunyai tugas sebagai berikut:
1 orang Juru Gendang 1 orang Penabuh Terbang (Rebana besar) 2 orang Penabuh Dogdog Tingtit 1 orang Penabuh Kecrek 4 orang sebagai Pendzikir 5 orang Pemain Atraksi 1 orang sebagai Sychu
Sedangkan waditra yang biasanya digunakan adalah: Sebuah gendang tanggung yang berfungsi sebagai pengiring gerakan. Gendang tanggung ini lebih kecil dari gendang degung dan lebih besar dari kulantar yang bagian depan bergaris tengah 20 atau 25 cm. Garis tengah bagian belakang sekitar 15 cm serta mempunyai panjang 50 cm 2 buah Kulantar (Gendang Kecil) merupakan pelengkap gendang tanggung. Gendang ini sama seperti layaknya kulantar pada gamelan degung Sebuah terbang (Rebana Besar) yang berfungsi sebagai Goong, terbang ini terbuat dari kayu dan kulit kerbau yang bagian depannya bergaris tengah 60 cm, bagman belakang 40 cm serta mempunyai tebal 25 cm 2 buah tingtit (dogdog kecil), terbuat dari kayu dan kulit kerbau seperti dogdog yang digunakan dalam permainan reog. Alat ini mempunyai garis tengah bagian depan 15 cm 1 buah kecrek yang berfungsi sebagai pengatur serta memantapkan gerakan pemain. Kecrek ini terbuat dari beberapa keping logam (perunggu tipis) yang berbentuk lingkaran yang bergaris tengah 15 cm dan ketebalan 0,3 cm Selain itu terdapat juga peralatan yang digunakan untuk atraksi debus seperti At-Madad (Gedebus) dan Gada. Al-Madad adalah sejenis besi tajam yang bergagang kayu dengan bentuk bulat panjang berukuran 0,5 cm. Sedangkan gada berfungsi sebagai alat pemukul. Selain itu digunakan juga alat Iainnya seperti golok, pisau, jarum, paku dan silet. Busana Yang Digunakan Dalam Seni Debus Busana yang digunakan dalam pertunjukkan seni debus didominasi oleh warna hitam yang terdiri dari : Baju Kampret yaitu baju tanpa kerah yang mempunyai kantong 2 buah dibagian bawah kiri dan kanan, serta bertangan panjang Celana Pangsi yaitu celana yang dibuat tanpa ikat pinggang. Bila dipakai digilung seperti memakai sarung dan banu diberi ikat pinggang. Ukuran bagian kaki cukup lebar untuk memudahkan bergerak dalam beratraksi
Lomar (Ikat Kepala) terbuat dari kain batik, berbentuk segi tiga atau segi empat yang dilipat menjadi segi tiga Demikianlah kesenian debus. Lepas dari pro dan kontra yang menyertai kesenian tersebut, hendaklah debus kita jaga kelestariannya karena merupakan salah satu budaya dan ilmu bela diri Indonesia. Nara Sumber: Profil Seni Budaya Banten; Pemerintah Provinsi Banten; 2003 Penulis : Achmad Juniarto, Nunik Sumasni