DAYA SAING PERUSAHAAN LOKAL PERIKLANAN DWI SAPTA ADVERTISING DALAM BISNIS PERIKLANAN DI JAKARTA
YUDI KUSWIJAYADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam tugas akhir yang berjudul :
Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Nopember 2009
Yudi Kuswijayadi F.35.2060275
ABSTRACT
YUDI KUSWIJAYADI. Competitiveness of Dwi Sapta Advertising as a Local Advertising Company in Jakarta Advertising Industry. Advised by H. MUSA HUBEIS as committee chairman, and BUDI PURWANTO as member. The latest development in advertising industry has been supported by government infrastructure expansion and the blooming of local and national private television. Government policies and the growth of national media buying power attracted the Global Advertising Companies comes to Indonesian market, while they already have captive market, subsidiary from global client in Indonesia. Dwi Sapta Advertising is one of the local advertising in Jakarta that is fully owned and organized by native people in the middle of tight competition and the domination of multinational advertising company. The aim of this study is to identified internal and external factors that have been developed by Dwi Sapta Advertising in order to win the battle in advertising competition in Jakarta, and arranging appropriate marketing strategy plans, and gain marketing strategic, which is chosen, to win the competition as well. The study used questioner survey methods and descriptive analysis with IFE (Internal Factor Evaluation) and EFE (External Factor Evaluation) Matrix as the analyze tools. The Results of IFE's scoring is 2.8, while EFE's score is 2.4. The Scores show us that the company is located in 5th quadrant, which means that the company's growth and stabilities had passed the horizontal strategies. Based on Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), the best strategies solution that can be implemented is Diversification Growth Strategies, focusing in maximum service to existing client. To implement a chosen marketing strategy of Dwi Sapta Advertising in facing the competition in advertising industry, the company should monitor the development and situation of the market and the condition of clients company by optimize marketing program, beside professional and personal approach to its clients, monitoring and evaluating to some marketing programs, which were already done, in order to know a maximum result.
Keywords : advertising industry, competitive, marketing program and marketing strategy
RINGKASAN
YUDI KUSWIJAYADI. Daya Saing Perusahaan Periklanan Lokal Dwisapta Advertising Dalam Bisnis Periklanan di Jakarta. Dibimbing H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan BUDI PURWANTO sebagai Anggota. Industri periklanan Indonesia terus berkembang yang didukung oleh pembangunan infrastuktur oleh pemerintah dan ditunjang pula oleh perkembangan televisi swasta, baik secara nasional maupun local, seperti RCTI (1989), SCTV (1990), TPI (1991), ANTV (1993), IVM atau INDOSIAR (1995) dan (ATVLI, 2006). Pertumbuhan belanja iklan nasional yang semakin pesat dan didukung pula oleh perkembangan industri media tersebut berdampak kepada pertumbuhan perekonomian nasional yang memiliki rataan sebesar 6-7% per tahun. Kondisi ini membawa Indonesia menjadi pasar potensial bagi berbagai perusahaan periklanan asing untuk masuk ke Indonesia. Sejak diberlakukan kebijakan pemerintah dan pertumbuhan belanja iklan nasional menyebabkan perusahaan periklanan global masuk ke Indonesia yang ratannya sudah memiliki captive market klien-klien global yang juga beroperasi di Indonesia. Tidak hanya perusahaan periklanan global yang bermarkas di Madison Vanue-New York, beberapa perusahaan periklanan global lainnya dari Jepang, seperti Hakuhodo, Dentsu dan Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis juga ikut masuk untuk berebut kue iklan nasional yang pertumbuhannya dari tahun ke tahun sangat menggiurkan. Daya tarik perusahaan periklanan global tersebut untuk melakukan investasi di luar negara asalnya semakin menguat ketika melihat pertumbuhan pendapatan belanja iklan (billing) yang terus membesar di luar negara tersebut. Data majalah Cakram memperlihatkan di tahun 1997 bahwa DDB Needham memperoleh 65% dari total billing dari luar AS. Demikian juga dengan Lowe (61%), Bates (57%) dan Grey Advertising (55%). Kondisi tersebut mendorong berbagai perusahaan periklanan global untuk masuk ke Indonesia. Berbagai perusahaan periklanan global tersebut pada dasarnya pada saat masuk di Indonesia, secara rataan sudah memiliki captive market klien-klien global yang juga beroperasi di Indonesia, sehingga berbagai perusahaan periklanan global tersebut rata-rata sudah memiliki keunggulan kompetitif dibanding perusahaan periklanan lokal Dwi Sapta Advertising adalah salah satu periklanan lokal di Jakarta yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh orang-orang ’pribumi’ di tengah persaingan yang ketat dengan dominasi perusahaan periklanan multinasional. Sejak awal didirikan pada tahun 1981 menjadi cikal bakal dari sebuah usaha jasa fotografi, sehingga Dwi Sapta Advertising mampu bertahan dan berkembang. Meski harus bersaing dengan puluhan perusahaan periklanan nasional yang sudah besar dan mapan seperti Matari, Fortune, Artek dan Hotline, Dwi Sapta Advertising sekaligus harus bersaing melawan raksasa-raksasa perusahaan periklanan global yang relatif jauh lebih kuat, baik dari segi finansial, Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi produksi, hingga jaringan klien internasional. Situasi persaingan yang ketat dan harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising di dalam melawan para kompetitornya, baik berasal dari sesama perusahaan periklanan lokal maupun global, telah mendorong pihak manajemen perusahaan untuk selalu meningkatkan kemampuan kreatif
iklannya yang disertai dengan penerapan strategi pemasaran lebih tepat yang sesuai dengan perkembangan situasi kompetisi yang terjadi di industri periklanan Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dalam upaya persaingan periklanan di Jakarta, menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat dilakukan oleh Dwi Sapta Advertising, serta memperoleh strategi pemasaran yang dipilih dalam memenangkan persaingan. Metode yang digunakan adalah survei dengan panduan kuesioner dan dianalisa secara deskriptif. Alat analisa digunakan adalah analisa internal dan eksternal yang disusun dalam matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Eksternal Factor Evaluation). Berdasarkan hasil pembobotan terhadap faktor internal (IFE) diperoleh skor 2,8 dan hasil pembobotan terhadap faktor eksternal (EFE) diperoleh skor 2,4. Skor tersebut menempatkan perusahaan dalam kuadran 5 yang berarti stabilitas dan pertumbuhan melalui strategi horizontal. Dari hasil analisa SWOT dihasilkan formulasi strategi pemasaran yang dapat dikembangkan meliputi 4 bentuk dasar : (1) strategi pemasaran berbasis KekuatanPeluang (S-O), yaitu memperkuat konsep dan strategi pengembangan creative media placement, meningkatkan intensitas dan mutu program komunikasi perusahaan secara lebih selektif dan fokus, mengembangkan konsep metodologi penelitian pemasaran dan periklanan, serta melakukan sinergi kekuatan internal perusahaan dan adaptasi pola kerja; (2) Alternatif strategi berbasis Kekuatan-Ancaman (S-T), yaitu mengoptimalkan peran dan fungsi consumer insight, melakukan konsolidasi organisasi, serta mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan menjadikan perusahaan adaptif terhadap perubahan; (3) Alternatif strategi berbasis KelemahanPeluang (W-O), yaitu mengembangkan strategi dan implementasi berbagai program komunikasi perusahaan’multi-tasking’ yang membuat iklan hard sell maupun image building, melakukan upgrading kemampuan tim kreatif, menyusun kebijakan perusahaan; dan (4) Alternatif strategi berbasis Kelemahan-Ancaman (W-T), yaitu mengembangkan kebijakan sindikasi projek bisnis belanja media dan pengembangan program komunikasi pemasaran, serta mengembangkan kebijakan proteksi karyawan. Berdasarkan Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) diketahui strategi yang dipilih adalah strategi pertumbuhan diversifikasi yang sumber pendapatan perusahaan lebih fokus dalam memberikan pelayanan secara maksimal kepada klien-klien yang sudah berjalan saat ini. Untuk melaksanakan strategi pemasaran yang dipilih oleh Dwi Sapta Advertising dalam menghadapi persaingan bisnis periklanan, perusahaan perlu memantau perkembangan perubahan situasi pasar dan kondisi perusahaan klien, dengan mengoptimalkan bentuk program pemasaran, disamping pendekatan secara profesional dan personal kepada klien-kliennya, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan berbagai program pemasaran yang dilakukan untuk dapat lebih mengetahui hasilnya secara maksimal.
Kata kunci : industri periklanan, persaingan usaha, program pemasaran dan strategi pemasaran
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DAYA SAING PERUSAHAAN LOKAL PERIKLANAN DWI SAPTA ADVERTISING DALAM BISNIS PERIKLANAN DI JAKARTA
YUDI KUSWIJAYADI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tugas Akhir Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta : Yudi Kuswijayadi : F352060275
Disetujui Komisi Pembimbing,
Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Ketua
Ir. Budi Purwanto, ME Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA
Prof.Dr.Ir.H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 13 Nopember 2009
Tanggal Lulus : ..............................
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga tugas akhir yang berjudul Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulisan ini kiranya tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, maka melalui prakata ini disampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini. 2. Ir. Budi Purwanto, ME, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini. 3. Prof.Dr.Ir. W.H.Limbong, MS, selaku dosen penguji. 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil pada umumnya dan kegiatan pemasaran perusahaan lokal periklanan pada khususnya. Saran dan kritik atas kajian ini diharapkan, agar kajian ini menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Nopember 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 15 Desember 1965 di Bandung sebagai putra kedelapan dari Bapak Mohammad Soeradi (alm) dan Ibu Yoyoh Asiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana dari Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 1991. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006. Penulis bekerja sejak tahun 1993 sampai sekarang di PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Selama bekerja pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk, penulis ditugaskan sebagai Analis Kredit dan sekarang ditugaskan sebagai Pemimpin Risiko Kredit Kecil di Batam. Penulis menikah dengan Inda Handayani pada tahun 2001 dan dikaruniai 2 (dua) orang anak, anak pertama bernama Jasmine Azzra Soeradi (8 tahun) dan Rafif Aydin Daniswara (6 tahun).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... I.
vii viii ix
PENDAHULUAN ................................................................................ A. Latar Belakang ................................................................................ B. Perumusan Masalah ....................................................................... C. Tujuan ..............................................................................................
1 1 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... A. Daya Saing ....................................................................................... B. Perusahaan Lokal dan Global .......................................................... C. Periklanan ........................................................................................ D. Bauran dan Strategi Pemasaran ......................................................
7 7 9 9 10
III. METODE KAJIAN .............................................................................. A. Lokasi dan Waktu ........................................................................... B. Pengumpulan Data ........................................................................... C. Pengolahan dan Analisis Data .........................................................
14 14 14 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ................................................ B. Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan ..................................... C. Analisis Lingkungan Internal Perusahaan ........................................ D. Hasil Analisis SWOT sebagai Alat Perumusan Strategi Pemasaran E. Implementasi Strategi Pemasaran .....................................................
19 19 27 43 54 83
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... A. Kesimpulan ....................................................................................... B. Saran .................................................................................................
92 92 94
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
95
LAMPIRAN .................................................................................................
97
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Strategi generik dan strategi utama menurut Fred R. David .............
12
2.
Daftar klien (merek dan perusahaan) Dwi Sapta Advertising periode tahun 1981 – 2007 ............................................................................
22
Penghargaan iklan yang diperoleh Dwi Sapta Advertising periode tahun 1995 – 2007 ............................................................................
24
4.
Besar belanja iklan pada semester I tahun 2007 - 2008 ...................
39
5.
Matriks profil SWOT perusahaan ....................................................
54
6.
Bobot SWOT eksternal ....................................................................
55
7.
Bobot SWOT internal ......................................................................
56
8.
Matriks EFE/EFAS ..........................................................................
57
9.
Matriks IFE/IFAS ............................................................................
57
10.
Matriks profil kompetitif .................................................................
62
11.
Matriks SWOT .................................................................................
63
12.
Perbandingan kekuatan dan peluang ...............................................
64
13.
Perbandingan kekuatan dan ancaman .............................................
69
14.
Perbandingan kelemahan dan peluang ...........................................
73
15.
Perbandingan kelemahan dan ancaman ..........................................
77
16.
Strategi pemasaran berbasis kekuatan perusahaan .........................
79
17.
Strategi pemasaran berbasis kelemahan perusahaan ......................
80
18.
QSPM .............................................................................................
86
3.
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Perkembangan stasiun TV di Indonesia ...........................................
3
2.
Perkembangan belanja iklan nasional .............................................
4
3.
Tiga strategik generik ...................................................................
8
4.
Proses penyusunan strategi perusahaan ..........................................
13
5.
Alternatif strategi berdasarkan total skor terbobot .........................
17
6.
Struktur organisasi PT. Dwisapta Advertising ..............................
21
7.
Sikap dan tindakan konsumen pada saat krisis tahun 2008 ............
30
8.
Perkembangan pertumbuhan belanja iklan ....................................
32
9.
Matriks posisi perusahaan ...............................................................
59
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Kuesioner kajian .............................................................................
94
2.
Data mentah bobot SWOT eksternal ..............................................
97
3.
Data mentah bobot SWOT internal ................................................
98
4.
Data mentah rating SWOT eksternal ..............................................
99
5.
Data mentah rating SWOT internal .................................................
100
6.
Data mentah rating strategi operasional ...........................................
101
ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Daya saing sebuah perusahaan dapat dicapai melalui akumulasi daya saing perusahaan dalam ekonomi global (Hitt et al, 2001). Untuk mencapai hal tersebut, sebuah perusahaan harus terus menerus melihat dunia sebagai pasarnya, sedangkan ekonomi global sendiri merupakan ekonomi dimana barang, jasa, orang-orang, keahlian dan gagasannya bergerak dengan bebas lintas batas-batas geografis, sehingga memperluas dan membuat lingkungan persaingan perusahaan semakin kompleks (Murtha, 1998 dalam Hitt et al, 2001). Sedangkan globalisasi adalah penyebaran inovasi ekonomi ke seluruh dunia dan penyesuaian politis, serta budaya yang menyertai penyebaran tersebut (Hitt et al, 2001).
Adanya globalisasi tersebut telah memberikan
dua kemungkinan, yaitu perubahan tersebut sebagai peluang emas bagi perusahaan yang siap bersaing dan
di sisi lain perubahan tersebut
sebagai ancaman atau predator bagi perusahaan yang tidak memiliki daya saing. Morissan (2007) menjelaskan bahwa perusahaan yang berorientasi pada pasar harus memfokuskan perhatian pada upaya untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan yang disebut dengan relationship marketing. Iklan merupakan setiap bentuk komunikasi non personal mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui (Ralph, 1967 dalam Morissan, 2007). Saat ini iklan dan promosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi, baik bagi produsen maupun konsumen. Jenis periklanan yang beragam telah membantu memberikan manfaat bagi proses ekonomi yang berbeda-beda. Periklanan telah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari produk atau jasa yang diiklankan. Hal ini tercermin dari sejumlah kasus yang menggambarkan kemampuan iklan untuk meningkatkan volume penjualan, seperti PT. Unilever secara konsisten telah melakukan upaya-upaya periklanan agar
2
produk-produknya menjadi pilihan pertama masyarakat. Hal ini telah membawa produk Unilever menjadi merek dengan belanja iklan terbesar di Indonesia. Untuk tahun 2006, misalnya iklan Clear telah menghabiskan dana belanja iklan hampir Rp. 300 miliar. Sementara untuk merek lainnya seperti Rinso telah menghabiskan dana belanja iklan hampir Rp. 140 miliar. Dengan upaya kampanye periklanan yang massif seperti itu, merek-merek Unilever tersebut akhirnya mampu terus-menerus menjadi pemimpin pasar di kategori produknya. Kegiatan periklanan telah dimulai sejak abad ke-XVIII dan mulai menjadi industri modern sejak tiga dekade terakhir di abad XX. Hal tersebut juga dipicu dengan lahirnya UU Penanaman Modal Asing (PMA) di tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968 (Alif, 2000). Dalam kenyataannya, industri periklanan Indonesia memang terus berkembang. Hal ini didukung oleh pembangunan infrastruktur sejak pemerintahan Orde Baru. Pemerintah telah berusaha menyatukan Indonesia melalui siaran TV dan radio yang direncanakan dapat menjangkau sebagian besar pelosok Indonesia. Hal ini diperlukan agar birokrasi pemerintahan dapat terbentuk secara merata dan masyarakat mendukung kebijakan pemerintah. Hal ini ditandai dengan peluncuran Satelit Palapa di tahun 1977 yang menjadikan Indonesia menjadi negara ketiga (setelah Amerika dan Kanada) yang memiliki satelit komunikasi. Peluncuran Satelit Palapa tersebut telah membuat siaran TVRI dapat disaksikan di banyak tempat di pelosok Nusantara. Pada periode awal kehadiran media televisi, yaitu program ”Mana Suka Siaran Niaga” yang menampilkan iklan-iklan yang ternyata telah menarik perhatian masyarakat. Tampilnya iklan berbagai produk di televisi-sekalipun saat itu masih didominasi oleh iklan TV buatan luar negeri telah mendorong posisi Indonesia menjadi pasar penting bagi produk-produk mancanegara yang berasal dari Amerika, Jepang, maupun Eropa Barat. Dalam perkembangan tersebut selanjutnya semakin diperkuat dengan munculnya berbagai televisi swasta seperti RCTI (1989), SCTV (1990), TPI
3
(1991), ANTV (1993), dan IVM atau INDOSIAR (1995). Pasca lengsernya pemerintahan Orde Baru semakin memperbanyak lahirnya berbagai televisi swasta baru, baik yang mengudara secara nasional maupun lokal (ATVLI, 2006), seperti yang dimuat pada Gambar 1.
Deli TV Manado TV Bunaken TV Cakra TV Emu TV TV Pin Pal TV Lombok TV
1962
1989
1990
1991
1993
1995
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 1. Perkembangan stasiun TV di Indonesia
Pertumbuhan belanja iklan nasional yang semakin pesat dan didukung pula oleh perkembangan industri media tersebut berdampak kepada pertumbuhan perekonomian nasional yang memiliki rataan sebesar 6-7% per tahun. Kondisi ini membawa Indonesia menjadi pasar potensial bagi berbagai perusahaan periklanan asing untuk masuk ke Indonesia. Beberapa Chairman dan CEO perusahaan periklanan global seperti Allen Rosenshine (BBDO Worldwide), Charlotte Beers dan Sherly Lazarus (Ogilvy and Mather Worldwide), J. Brendan Ryan (Foote Cone Belding/FCB Worldwide), Bob Schemetteree (Euro RSCG Worldwide), dan Bob Wiesendanger (TBWA) datang secara langsung ke Indonesia untuk membangun bisnis periklanannya. Tak hanya perusahaan periklanan global yang bermarkas di Madison VanueNew York,
beberapa perusahaan periklanan global lainnya dari Jepang,
seperti Hakuhodo, Dentsu dan Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis juga ikut masuk untuk berebut kue iklan nasional yang pertumbuhannya dari tahun ke tahun sangat menggiurkan.
4
dalam jutaan 35,000,000
30,000,000
25,000,000
MGZ NPP TV
20,000,000
17 %
15 % 36 %
32 %
15,000,000
37 %
10,000,000
5,000,000
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Sumber : Nielsen Media Research, 2007
Gambar 2. Perkembangan belanja iklan nasional
Daya tarik perusahaan periklanan global tersebut untuk melakukan investasi di luar negara asalnya semakin menguat ketika melihat pertumbuhan pendapatan belanja iklan (billing) yang terus membesar di luar negara tersebut. Data majalah Cakram memperlihatkan di tahun 1997 bahwa DDB Needham memperoleh 65% dari total billing dari luar AS. Demikian juga dengan Lowe (61%), Bates (57%) dan Grey Advertising (55%). Kondisi tersebut mendorong berbagai perusahaan periklanan global untuk masuk ke Indonesia. Selain itu, daya tarik pertumbuhan belanja iklan Indonesia cukup besar, sehingga peluang periklanan makin terbuka ketika sejumlah paket deregulasi memungkinkan investor asing menanamkan sahamnya secara langsung di Indonesia (Alif, 2000). Berbagai perusahaan periklanan global tersebut pada dasarnya pada saat masuk di Indonesia, secara rataan sudah memiliki captive market klienklien global yang juga beroperasi di Indonesia, sehingga berbagai perusahaan periklanan global tersebut rata-rata sudah memiliki keunggulan kompetitif dibanding perusahaan periklanan lokal.
5
Dwi Sapta Advertising adalah salah satu perusahaan periklanan lokal di Jakarta yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh orang-orang ’pribumi’ di tengah persaingan yang ketat dengan dominasi perusahaan periklanan multinasional seperti Lowe, Ogilvy, JWT, AdForce, Dentsu, Saatchi & Saatchi, Leo Burnett, dan lain-lain. Sejak awal didirikan pada tahun 1981 menjadi cikal bakal dari sebuah usaha jasa fotografi, sehingga Dwi Sapta Advertising mampu bertahan dan berkembang. Meski harus bersaing dengan puluhan perusahaan periklanan nasional yang sudah besar dan mapan seperti Matari, Fortune, Artek dan Hotline, Dwi Sapta Advertising sekaligus harus bersaing melawan raksasa-raksasa perusahaan periklanan global yang relatif jauh lebih kuat, baik dari segi finansial, Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi produksi, hingga jaringan klien internasional (Palupi dan Teguh, 2006). Situasi persaingan yang ketat dan harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising di dalam melawan para kompetitornya, baik berasal dari sesama perusahaan periklanan lokal maupun global, telah mendorong pihak manajemen perusahaan untuk selalu meningkatkan kemampuan kreatif iklannya yang disertai dengan penerapan strategi pemasaran lebih tepat yang sesuai dengan perkembangan situasi kompetisi yang terjadi di industri periklanan. Kondisi persaingan bisnis periklanan dan kemampuan bertahan, terutama mempertahankan klien-klien yang sudah dimiliki, maka Dwi Sapta Advertising juga harus mampu merebut klien-klien baru untuk menambah sumber pendapatan billing iklan perusahaan. Upaya mempertahankan klienklien yang sudah dimiliki biasanya akan lebih difokuskan dengan menekankan kekuatan strategi kreatif iklan yang dihasilkan dan layanan prima yang diberikan dalam memahami, serta memenuhi berbagai kebutuhan klien. Sementara upaya untuk memperoleh atau merebut klien-klien baru biasanya dilakukan dengan menyusun strategi pemasaran perusahaan untuk memperoleh kesempatan pitching (tender proyek) yang diberikan oleh para calon klien maupun penunjukkan secara langsung dari klien baru tersebut atas dasar citra reputasi perusahaan yang telah dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising.
6
Saat ini, mekanisme yang terdapat di Dwi Sapta Advertising secara operasional dalam menyusun strategi pemasaran didasarkan pada 2 (dua) pertimbangan, yaitu : 1.
Kebijakan Dasar Perusahaan (KDP), yang berisi tentang gambaran dan arahan manajemen perusahaan berupa visi dan misi perusahaan, tujuan dan target yang ingin dicapai, serta gambaran proses bisnis yang ingin diterapkan dalam mencapai tujuan dan target tersebut.
2.
Pemetaan Situasi Pasar (PSP), yang merupakan hasil kajian dan analisis tentang faktor-faktor internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal perusahaan (peluang dan ancaman).
B. Perumusan Masalah Sehubungan dengan mekanisme yang terdapat di Dwi Sapta Advertising
tersebut
dalam
menghadapi
persaingan
global,
maka
permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana bentuk kondisi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dalam menghadapi situasi persaingan pasar periklanan di Jakarta ?
2.
Bentuk strategi pemasaran apakah yang tepat menurut situasi dan kondisi yang dimiliki oleh
Dwi Sapta Advertising dalam memenangkan
persaingan periklanan di Jakarta ? 3.
Bagaimana strategi pemasaran yang telah dipilih dari hasil analisa dan membandingkannya dengan alternatif strategi lain melalui metode Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ?
C. Tujuan 1.
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dalam upaya persaingan periklanan di Jakarta.
2.
Menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat dilakukan oleh Dwi Sapta Advertising.
3.
Merekomendasikan strategi pemasaran
yang dipilih Dwi Sapta
Advertising dalam memenangkan persaingan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daya Saing Konsep daya saing berhubungan dengan kemampuan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dalam memaksimalkan pencapaian tujuan (Tamba, 2004). Untuk meraih kesuksesan dalam bersaing, Porter (2007) menjelaskan terdapat tiga pendekatan strategis generik yang secara potensial akan berhasil menggungguli perusahaan lama suatu industri, yaitu keunggulan dalam biaya menyeluruh, diferensiasi dan fokus. 1. Keunggulan dalam biaya menyeluruh Keunggulan biaya menyeluruh memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas skala efisien, usaha yang terus menerus dalam mencapai penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya dan overhead (biaya lain-lain) yang ketat, penghindaraan pelanggan marginal, serta meminimalkan biaya dalam bidang-bidang seperti penelitian dan pengembangan (litbang), pelayanan, pengangkutan dan lain-lain. Posisi biaya rendah akan membuat perusahaan memperoleh hasil laba atas rataan dalam industrinya, meskipun ada kekuatan persaingan yang besar. Posisi biaya yang rendah memberikan perusahaan tersebut ketahan terhadap erivalitas dari para pesaing, karena biayanya yang lebih rendah memungkinkannya untuk tetap dapat menghasilkan laba. Posisi biaya rendah melindungi perusahaan dari pembeli yang kuat, karena pembeli hanya dapat menggunakan kekuatannya untuk menekan harga sampai tingkat harga dari pesaing. 2. Diferensiasi Strategi generik yang kedua adalah mendiferensiasikan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan, yaitu menciptakan sesuatu yang baru yang dirasakan oleh industri secara menyeluruh sebagai hal yang unik. Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam bentuknya, seperti citra produk atau merek, teknologi, pelayan pelanggan, jaringan penyalur atau bidang-bidang lain.
8
Diferensiasi memberikan penyekat terhadap persaingan, karena adanya loyalitas merek dari pelanggan dan mengakibatkan berkurangnya kepekaan terhadap harga. 3. Fokus Strategi generik yang terakhir adalah memusatkan (fokus) pada kelompok pembeli, segmen lini produk atau pasar wilayah geografis tertentu. Jika strategi biaya rendah dan diferensiasi ditujukan untuk mencapai sasaran di semua industri, maka strategi fokus dikembangkan untuk melayani target tertentu secara baik. Strategi ini didasarkan pada pemikiran bahwa perusahaan dengan demikian akan mampu melayani target strategiknya yang sempit secara lebih efektif dan efisiensi dibandingkan dengan pesaing yang bersaing lebih luas. Sebagai akibatnya, perusahaan mencapai diferensiasi, karena mampu memenuhi kebutuhan target tertentu dengan lebih baik atau mencapai biaya yang lebih rendah dalam melayani target atau bahkan keduanya. Meskipun strategi fokus tidak mencapai biaya rendah atau diferensiasi dari sudut pandang pasar secara keseluruhan, strategi ini sesungguhnya mencapai salah satu atau kedua posisi tersebut di target pasar yang lebih sempit. Perbedaan diantara ketiga strategi generik ini dijelaskan dalam Gambar 3.
KEUNGGULAN STRATEGIK
TINGKAT STRATEGIK
Keunikan yang dirasakan pelanggan
Seluruh Industri
Hanya Segmen Tertentu
DIFERENSIASI
Posisi Biaya rendah
KEUNGGULAN BIAYA MENYELURUH
F O K U S
Gambar 3. Tiga strategik generik (Porter, 2007)
9
Dalam pemilihan strategik generik tersebut ditentukan berdasarkan segmen-segmen yang akan dilayani, sedangkan segmentasi merupakan unsur pertama dalam strategi memenangkan mind share pelanggan dan merupakan seni mengidentifikasi, serta memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar (Kotler dkk. 2005). B. Perusahaan Lokal dan Global Perusahaan lokal/domestik merupakan suatu bisnis yang tingkat operasional dan pangsa pasarnya berada dalam suatu wilayah tanpa melewati batas negara. Jenis perusahaan ini masih bersifat sederhana dan tidak kompleks, karena hanya memperhitungkan berbagai peubah yang berlaku di sekitarnya mulai dari besar kecil kompensasi, budaya perusahaan, rekrutmen tenaga kerja, analisis pasar dan sebagainya (Organisasi, 2006). Perusahaan global adalah unit bisnis yang memiliki kantor pusat di banyak negara lain dengan sistem pengambilan keputusan desentralisasi. Sistem partisipasi bisnis global digunakan, karena sudah semakin pudar dan hilangnya batasan-batasan pasar suatu negara dengan negara lainnya (globalisasi). Perusahaan global biasanya memiliki ciri distribusi sudah melakukan ekspor, memiliki unit produksi di luar negara asal dan melakukan aliansi dengan perusahaan asing.
C. Periklanan Periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk mengkomunikasikan informasi persuasive tentang produk, jasa ataupun organisai dan merupakan alat promosi yang kuat (Suyanto, 2007). Iklan mempunyai berbagai macam bentuk (nasional, regional dan lokal; konsumen, industri, eceran; produk, merek, lembaga; dan sebagainya) yang dirancang untuk mencapai berbagai macam tujuan (penjualan seketika, pengenalan merek, prefensi dan sebagainya). Periklanan merupakan salah satu tahapan dalam pemasaran. Produk barang atau jasa, baik penamaannya, pengemasannya, penetapan harga dan distribusinya tercermin dalam kegiatan periklanan. Tanpa adanya periklanan, berbagai produk tidak dapat mengalir secara lancar ke para distributor atau penjual, bahkan sampai ke tangan konsumen atau pemakaiannya.
10
Morrisan
(2007)
menjelaskan
bahwa
perusahaan
melakukan
pemasangan iklan di media masa yang disebabkan beberapa alasan, yaitu iklan di media masa dinilai efisien dari segi biaya untuk mencapai audiens dalam jumlah besar, iklan di media masa dapat digunakan untuk menciptakan citra merek dan daya tarik simbolis bagi suatu perusahaan atau merek. Hal ini menjadi sangat penting, khususnya produk yang sulit dibedakan dari segi mutu maupun fungsinya dengan produk saingannya. Pemasangan iklan harus dapat memanfaatkan iklan di media massa untuk memposisikan produknya di mata konsumen. Keuntungan lainnya dari iklan melalui media masa adalah kemampuan menarik perhatian konsumen, terutama produk yang iklannya populer atau sangat dikenal masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan penjualan, seperti batu baterei Eveready yang menggunakan maskot boneka kelinci sebagai identifikasi merek. Menurut Kartajaya (2006) iklan dapat efektif, apabila pesan yang disampaikan tidak memberikan ekspektasi yang keliru yang menyebabkan konsumen kecewa.
D. Bauran dan Strategi Pemasaran Periklanan merupakan salah satu komponen dari promosi yang merupakan konsep bauran pemasaran (Marketing Mix) yang dapat diartikan sebagai sebuah kombinasi dari
strategic tools yang digunakan untuk
menciptakan nilai tambah bagi konsumen dan upaya pencapaian berbagai tujuan perusahaan. Pada dasarnya, ada 4 (empat) unsur dasar yang terdapat dalam konsep bauran pemasaran, yaitu (1) Product (produk), (2) Price (harga), (3) Placement (tempat penjualan atau saluran distribusi), serta (4) Promotion (promosi) yang dikenal dengan istilah ”4 P’s”. Sedangkan menurut Payne (2002) dalam Bahren (2005) bauran pemasaran dalam bisnis jasa ada tujuh faktor yang mempengaruhi, yaitu : produk/pelayanan, harga, tempat, promosi, orang, proses dan layanan pelanggan. Menurut Glueck dan Lawrence dalam Amor (2004), strategi dapat diartikan sebagai rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang dibuat oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, menurut Wheelen and Hunger dalam Amor (2004), strategi dapat dipahami juga
11
sebagai rencana komprehensif yang menjelaskan bagaimana langkah-langkah yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai misi dan tujuannya. Menurut Hamel dan Prahalad dalam Umar (2008) mendefinisikan strategi sebagai tindakan yang bersifat incremental, terus menerus dan dilakukan berdasarkan apa yang diharapkan pelanggan di masa depan. Strategi diklasifikasikan menjadi Strategi Generik (Generic Strategy), Strategi Utama (Grand Strategy) dan Strategy Fungsional. Strategi generik adalah
suatu
pendekatan
strategi
perusahaan
secara
umum
untuk
mengungguli pesaing, yang akan ditindaklanjuti dengan strategi operasional yaitu strategi utama, seperti uraian pada Tabel 1 (Umar, 2008). Strategi utama yang dijabarkan di tingkat fungsional perusahaan sering disebut juga strategi fungsional. Tabel 1. Strategi generik dan strategi utama menurut Fred R. David Strategi Generik Strategi Integrasi (Integration Strategy) Strategi Intensif (Intesive Strategy) Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy)
Strategi Bertahan (Defensive Strategy)
• • • • • • • • • • • • •
Strategi Utama Strategi Integrasi ke depan Strategi Integrasi ke belakang Strategi Integrasi horisontal Strategi Pengembangan pasar Strategi Pengembangan produk Strategi Penetrasi pasar Strategi Diversifikasi Konsentrik Strategi Diversifikasi Konglomerat Strategi Diversifikasi Horizontal Strategi Usaha Patungan Strategi Penciutan Biaya Strategi Penciutan Usaha Strategi Likuidasi
Kotler (1997) memberikan definisi pemasaran sebagai sebuah proses sosial, dimana baik manusia secara individu maupun berkelompok akan mendapatkan apa-apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan nilai-nilai dengan individu atau kelompok lainnya. Strategi pemasaran terdiri atas prinsip-prinsip dasar yang melandasi manajemen untuk mencapai tujuan bisnis dan permasalahannya dalam sebuah pasar sasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran (Kotler, 1997).
12
Dengan demikian, strategi pemasaran dapat diartikan sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan cara mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut (Tjiptono, 1991 dalam Ariastuti, 1996). Keberadaan strategi pemasaran tidak dapat dilepaskan dari bentuk kebijakan dan strategi perusahaan secara umum, karena pada akhirnya tujuan dari adanya strategi pemasaran yang seringkali digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap perusahaan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dan perusahaan tersebut akan membuat strategi bisnis untuk meraih tujuan tersebut. Proses perumusan tujuan perusahaan dan penyusunan strategi bisnis dalam mencapai tujuan perusahaan yang disebut dengan strategic planning. Oleh karena itu, strategic planning akan lebih memiliki fokus pada gambaran mengenai berbagai aktivitas yang mengarah kepada pengembangan dan
perumusan
visi-misi
perusahaan,
tujuan
perusahaan,
hingga
pengembangan strategi bisnis dapat mencapai tujuan tersebut. Strategic planning lebih fokus pada pencapaian target jangka panjang, maka harus dijadikan rujukan bagi berbagai bentuk perencanaan lainnya yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Bentuk-bentuk perencanaan lainnya adalah tactical planning dan operational planning. Keduanya dapat dikatakan sebagai turunan dalam bentuk lebih rinci mengenai berbagai strategi perusahaan yang bersifat jangka panjang (long term strategic planning). Tactical planning biasanya berupa kreasi antara bentuk tujuan dan strategi yang diberikan pada level divisi atau departemen dengan target yang lebih spesifik. Sementara operational planning biasanya berupa kreasi antara tujuan dan strategi yang diberikan pada level individu secara operasional. Proses pengembangan strategi bisnis perusahaan di dalamnya mencakup strategi pemasaran yang biasanya dilakukan dengan cara melakukan analisis lingkungan eksternal perusahaan (peluang dan ancaman) yang dikombinasikan dengan analisis kondisi internal perusahaan (kekuatan
13
dan kelemahan). Gambaran mengenai proses penyusunan strategi bisnis perusahan dapat dilihat dari Gambar 4. The Environment
The Organization’s Strategic Plan
Organizational Mission
Organizational Objectives
Organizational Strategies
Organizational Portfolio Plan
Gambar 4. Proses penyusunan strategi perusahaan (Churchill et al, 1998)
Misi perusahaan berupa pernyataan tujuan keberadaan sebuah perusahaan. Dalam gambaran tentang misi perusahaan biasanya menjelaskan alasan eksistensi yang melatarbelakangi berdirinya perusahaan tersebut. Dengan kata lain, misi perusahaan menjelaskan tentang peran perusahaan di lingkungan domisilinya. Tujuan perusahaan adalah gambaran lebih konkrit dari misi perusahaan yang dapat diukur secara jelas, yaitu besaran target tingkat penjualan dan keuntungan, posisi di pasar, reputasi yang ingin dibentuk, hingga bentuk tanggungjawab sosial perusahaan. Rencana portfolio perusahaan lebih menjelaskan proses evaluasi unitunit bisnis strategik yang telah dimiliki perusahaan, dimana fokusnya lebih diarahkan pada bentuk pengembangan yang harus dilakukan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
14
III. METODE KAJIAN
A. Lokasi dan Waktu Lokasi yang diambil dalam kajian ini adalah di PT.Dwi Sapta Advertising yang berkantor di Komplek Gading Bukit Indah Blok I No.22-23 Kelapa Gading Jakarta Utara. Alokasi waktu yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu (1) Preliminary Research yang telah dilakukan pada bulan November-Desember 2007 dan (2) Main Research yang dilakukan pada bulan SeptemberDesember 2008. B. Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan gabungan data kualitatif maupun kuantitatif, baik yang diperoleh melalui pengumpulan data lapangan secara langsung (primer) maupun yang diperoleh secara tidak langsung (sekunder). Teknik pengumpulan data lapangan tersebut dilakukan dengan cara : a. Wawancara, baik yang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam (Indepth Interview), yaitu secara tatap muka atau melalui internet (online interview), dengan menggunakan bantuan instrumen penelitian berupa panduan wawancara mendalam yang telah ditentukan (Lampiran 1). b. Observasi/pengamatan, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap Dwi Sapta Advertising, baik yang dilakukan pada tahap preliminary research maupun pada tahap main research sebagai tambahan data lapangan ataupun data pelengkap yang diperoleh dari hasil wawancara. c. Studi kepustakaan, yaitu memanfaatkan sumber-sumber literatur dan referensi lain yang berkaitan dengan penelitian ini, baik yang berupa data industri, data pesaing, analisis bentuk kebijakan (regulasi) yang relevan, hingga untuk kajian literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
15
Dalam pengumpulan data digunakan nara sumber berikut : 1. Manajemen dan Direksi (President Director/General Manager) Dwi Sapta Advertising 2. Divisi Business Development Dwi Sapta Advertising 3. Divisi Account Service Dwi Sapta Advertising 4. Divisi Creative Dwi Sapta Advertising 5. Divisi Media Dwi Sapta Advertising 6. Divisi Facit & HRD Dwi Sapta Advertising 7. Departemen Public Relations Dwi Sapta Advertising Jumlah responden sebanyak 7 (tujuh) orang yang mewakili masingmasing divisi, yaitu Direksi dan pemimpin divisi yang memiliki kompetensi dan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun dalam industri periklanan dan sebelumnya telah bekerja di beberapa perusahaan, sehingga penilaian relatif lebih obyektif. C. Pengolahan dan Analisis Data Dalam kajian ini dilakukan
analisis deskriptif mengenai proses
penyusunan dan bentuk implementasi strategi pemasaran yang selama ini dilakukan oleh Dwi Sapta Advertising. Analisis data yang digunakan untuk keperluan ini meliputi 3 (tiga) tahap berikut : 1. Description (deskriptif) Tahap ini memaparkan fakta-fakta mengenai kondisi obyektif kasus sebagaimana yang dapat diamati, dicatat dan dipaparkan berdasarkan pengalaman dan pengamatan secara empiris di lapangan. 2. Themes (analisis tema) Tahap ini menganalisis data yang merujuk pada tema spesifik dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang didapatkan, untuk kemudian mengelompokkannya menjadi beberapa cluster atau kategori sejenis. 3. Assertions (Penonjolan) Tahap ini merupakan langkah akhir yang meliputi pemahaman peneliti tentang data dan interpretasi terhadapnya. Hal ini dapat dilakukan melalui pandangan personal peneliti ataupun dengan bantuan teori maupun konstruk dari literatur.
16
Model analisis menggunakan analisis strategi pemasaran berdasarkan Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) yang terbagi menjadi 2 (dua) bentuk matriks, yaitu Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dianggap penting. Matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal perusahaan yang menyangkut aspek makro ekonomi, kondisi sosial budaya, kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi, hingga perkembangan industri, situasi pasar dan tingkat kompetisi. Berbagai faktor yang berasal dari luar lingkungan perusahaan tersebut pada kenyataannya secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kinerja Dwi Sapta Advertising. Analisis data terhadap faktor-faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising selanjutnya dilakukan melalui beberapa tahapan kerja berikut : 1. Menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan sebagai faktor lingkungan internal dan peluang dan ancaman sebagai faktor lingkungan eksternal pada kolom pertama di masing-masing matriks (IFE dan EFE). 2. Memberikan bobot tingkat urgensitas atribut-atribut kekuatan dan kelemahan maupun peluang dan ancaman tersebut dengan interval nilai 0,0 hingga 1,0 (tidak penting hingga sangat penting) pada kolom kedua, dimana masing-masing total bobot diberikan harus sama dengan satu (1). 3. Memberikan rating atau peringkat berdasarkan skala 1-4 masing-masing atribut kekuatan dan kelemahan maupun peluang dan ancaman tersebut pada kolom ketiga. Rating atau peringkat berdasarkan skala 1-4 tersebut ditentukan dengan cara membandingkan fakta yang ada (kondisi obyektif) dengan kinerja ideal maupun kondisi ideal yang diharapkan. 4. Mengalikan bobot dengan rating atau peringkat untuk memperoleh skor terbobot. 5. Skor yang diperoleh selanjutnya dijumlahkan untuk menggambarkan total skor terbobot di masing-masing matriks (IFE dan EFE).
17
Pada akhirnya hasil gabungan total skor terbobot dari faktor-faktor internal dan eksternal akan menggambarkan 9 (sembilan) kuadran alternatif bentuk pengembangan strategi, dimana bila dikelompokkan menghasilkan 3 (tiga) bentuk strategi dasar, yaitu : 1. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy), dimana kuadran-kuadran ini merupakan kondisi pertumbuhan perusahaan (kuadran 1, 2, 3, dan 5) atau upaya untuk melakukan diversifikasi (kuadran 7 dan 8). 2. Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah suatu bentuk strategi yang diterapkan tanpa harus mengubah arah strategi yang sedang berjalan atau sedang diterapkan (kuadran 4 dan 5). 3. Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (kuadran 3, 6 dan 9). --- Total Skor Faktor Internal --Kuat 4,0 Tinggi
-- Total Skor Faktor eksternal --
3,0
Rataan 2,0
Rendah 1,0
Rataan 3,0
Kuadran-1 Pertumbuhan (Konsentrasi – Integrasi Vertikal)
Kuadran-4 Stabilitas (Hati-Hati)
Kuadran-7 Pertumbuhan (Diversifikasi Konsentrik)
Lemah 2,0
Kuadran-2 Pertumbuhan (Konsentrasi – Integrasi Horizontal) Kuadran-5 Pertumbuhan (Konsentrasi – Integrasi Horizontal) Stabilitas (Tidak ada perubahan & Profit Strategi) Kuadran-8 Pertumbuhan (Diversifikasi Konglomerat)
1,0
Kuadran-3 Penciutan (Turnaround)
Kuadran-6 Penciutan (Captive Company atau Divestasi)
Kuadran-9 Penciutan (Bangkrut atau Likuidasi)
Gambar 5. Alternatif strategi berdasarkan total skor terbobot (Rangkuti, 2000)
18
Hasil analisis data yang telah dilakukan, selanjutnya akan coba dikembangkan model alternatif bentuk strategi pemasaran yang tepat bagi Dwi Sapta Advertising berdasarkan tipologi strategi yang ada, yaitu : 1. Strategi SO (Strengths-Opportunities) Strategi memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. 2. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) Strategi meminimalisir (memperkecil) berbagai kelemahan internal perusahaan untuk dapat tetap memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3. Strategi ST (Strengths-Threats) Strategi memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk mengatasi berbagai ancaman yang berasal dari luar perusahaan. 4. Strategi WT (Weaknesses-Threats) Strategi meminimalisir (memperkecil) berbagai kelemahan internal perusahaan dan menghindari berbagai ancaman yang berasal dari luar perusahaan. Pada bagian akhir dari hasil analisis data yang telah dilakukan, selanjutnya tahap keputusan dalam daya saing yaitu membahas stategi pemasaran yang telah dipilih dari hasil analisa dan membandingkannya dengan alternatif strategi lain dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling
baik
untuk
diimplementasikan.
Dalam
penghitungan
QSPM
menggunakan input dari analisis faktor IFE dan EFE serta matriks SWOT, sedangkan alternatif strategi yang dipilih adalah strategi pertumbuhan intensif, strategi pertumbuhan integratif dan strategi diversifikasi. Dalam penetapan masing-masing strategi ditetapkan Attractiveness Score (AS) yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan relatif untuk masingmasing strategi terpilih. Sedangkan Total Attractiveness Score (TAS) diperoleh dari perkalian bobot dengan AS. Alternatif yang memiliki nilai TAS yang tertinggi menunjukkan alternatif strategi yang menjadi pilihan utama.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Dwi Sapta Advertising Sejarah keberadaan Dwi Sapta Advertising dapat dinyatakan berdiri sejak 27 Mei 1981 di Jakarta, tepatnya sejak dimulainya usaha ’Studio 27’ yang merupakan studio fotografi profesional. Momentum bersentuhan secara lebih jauh dengan bidang advertising dimulai ketika pada tahun 1982 Dwi Sapta memperoleh klien pertamanya, PT. Djarum. Saat itu, PT. Djarum memberikan order pemotretan foto produk-produk untuk iklan, brosur dan company profile. Dalam perkembangan selanjutnya, PT. Djarum tidak lagi hanya sekedar memberikan order jasa foto, tapi juga memberikan order untuk membuat stiker, poster, umbulumbul, poster, spanduk, bilboard, hingga iklan media cetak. Pada tahun 1989, saat dunia pertelevisian nasional melahirkan RCTI sebagai stasiun televisi swasta pertama, Dwi Sapta Advertising memperoleh peluang yang lebih besar untuk menjadi Full Service Advertising Agency, yaitu kesempatan untuk merambah juga ke bidang pembuatan iklan televisi. Klien pertama untuk pembuatan iklan televisi ini adalah PT. Djarum. Selanjutnya sepanjang tahun 1991-1992, Dwi Sapta memperoleh
kepercayaan
dari
PT.
Dankos
Laboratories
untuk
membuatkan iklan produk Minigrip dan Mixadin. Sementara PT. Ceres, produsen produk meises Ceres dan biskuit Selamat mulai mempercayakan kampanye melalui iklan televisi pada tahun 1993. Demikian pula dengan PT. Sido Muncul yang juga mempercayakan pembuatan iklan televisi produk Tolak Angin di tahun 1993. Kelompok usaha Herlina Indah juga tertarik mempercayakan pembuatan iklan televisi beberapa produknya, seperti Adem Sari pada tahun 1994 dan Vegeta pada tahun 1995. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa banyaknya stasiun televisi swasta yang lahir pada periode waktu tersebut secara tidak langsung ikut memberikan pengaruh pada peningkatan produksi iklan televisi yang dikerjakan oleh Dwi Sapta Advertising.
20
2. Visi dan Misi Dwi Sapta Advertising Perjalanan keberadaan Dwi Sapta Advertising sebagai sebuah perusahaan periklanan yang mampu bertahan selama 27 tahun tidak terlepas dari pengaruh dukungan kekuatan visi dan misi yang dimilikinya. Tentu saja bentuk visi dan misi ini akan senantiasa berkembang seiring dengan bentuk tantangan persaingan bisnis yang harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising dari waktu ke waktu. Visi Dwi Sapta Advertising yang berlaku pada periode waktu tahun 2007-2010 adalah : ”Menyukseskan klien dengan memberikan layanan Integrated Marketing Communication” (IMC) secara personal dan menciptakan Advertising That Sells”. Pilihan untuk masuk ke bidang jasa layanan Integrated Marketing
Communication (IMC) yang lebih
dilatarbelakangi oleh pengalaman selama 25 tahun (1981-2006) adalah sebuah visi perusahaan yang sudah dipertimbangkan secara mendalam oleh pihak manajemen Dwi Sapta Advertising. Hal ini didasarkan pada pertimbangan melihat perkembangan bentuk persaingan yang makin keras di industri periklanan itu sendiri serta adanya perkembangan kebutuhan yang berasal dari klien dalam kegiatan promosi yang tidak lagi cukup hanya mengandalkan program periklanan. Pengembangan ruang lingkup bisnis Dwi Sapta Advertising perlu ditindaklanjuti dengan perubahan misi perusahaan, termasuk dengan kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya. Misi perusahaan yang dicanangkan sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi perusahaan Dwi Sapta Advertising adalah : a.
Memberikan solusi komunikasi pemasaran secara terpadu dan terarah.
b.
Menjadikan produk klien sukses di market, bahkan menjadi market leader.
c.
Membantu meningkatkan sales dan mengembangkan bisnis klien.
d.
Memberikan layanan terbaik kepada klien dengan prinsip QCDS (best Quality, reasonable Cost, fast Delivery dan excellent Service).
e. Memperkuat posisi sebagai TOP 10 Advertising Agency.
21
3. Struktur Organisasi Dwi Sapta Advertising Secara garis besar, dalam sebuah perusahaan jasa periklanan biasanya terdiri atas 4 (empat) bagian bidang pekerjaan, yaitu (1) Bagian Kreatif, (2) bagian Media, (3) Bagian Client Service, dan (4) Bagian Supporting, yang terdiri atas Human Recources Development (HRD), General Affair, Finance, Accounting, Administrasi dan Information Technology (TI). Keempat bagian bidang pekerjaan ini merupakan unsur standar yang biasa terdapat dalam struktur organisasi perusahaan jasa periklanan. Sejak awal tahun 2006, struktur organisasi Dwi Sapta Advertising, mengalami penambahan satu bagian bidang pekerjaan, yaitu Bagian Business Development. Fungsi bagian ini lebih diarahkan sebagai Tim Pemikir Strategis (Think Tank Team), baik untuk kepentingan pengembangan bisnis perusahaan sendiri maupun untuk kepentingan pengembangan bisnis klien-klien yang dimiliki perusahaan. Dengan adanya Bagian Business Development tersebut, maka bentuk struktur organisasi Dwi Sapta Advertising secara keseluruhan disajikan pada Gambar 6. PRESIDENT DIRECTOR
GENERAL MANAGER
BUSINESS DEVELOPMENTT
SUPPORTING (HRD+GA+FACIT)
CREATIVE TEAM
MEDIA TEAM
ACCOUNT TEAM
Gambar 6. Struktur Organisasi PT. Dwi Sapta Advertising
22
Jumlah karyawan Dwi Sapta Advertising sebanyak 150 orang yang sebagian besar (50%) adalah karyawan dasar dan operasional yang berasal dari daerah pemilik perusahaan, sedangkan sisanya terdiri dari staff, manager dan direksi yang diantaranya masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik. 4. Jumlah Klien dan Prestasi Dwi Sapta Advertising Sejak didirikan pada tahun 1981, Dwi Sapta Advertising mampu tumbuh dan berkembang seiring dengan pasang surut perkembangan industri periklanan di Indonesia. Berawal dari hanya sebuah perusahaan jasa fotografi profesional, kini Dwi Sapta Advertising memiliki beragam jasa layanan bidang periklanan, mulai dari pembuatan konsep iklan, penyusunan strategi penempatan media, produksi berbagai materi iklan; baik cetak, radio, maupun televisi, hingga pengelolaan berbagai program event. Saat ini, Dwi Sapta Advertising memiliki lebih dari 40 klien yang berasal dari berbagai jenis produk dan merek (Tabel 2). Tabel 2. Daftar klien (merek dan perusahaan) Dwi Sapta Advertising periode tahun 1981 - 2007
1.
Nama Perusahaan PT. Kalbe Farma
2.
PT. Kalbe Farma
3.
PT. Kalbe Farma
4.
PT. Kalbe Farma
5.
PT. Kalbe Farma
6.
PT. Kalbe Farma
7.
PT. Sari Enesis dan Herlina Indah PT. Sari Enesis dan Herlina Indah PT. Sari Enesis dan Herlina Indah
No.
8. 9.
Merek
Kategori
Keterangan
Fatigon, Fatigon Spirit, Fatigon Viro Fatigon Hydro
multivitamin stamina minuman isotonik obat Flu & batuk multivitamin anak multivitamin otak
Full Service
Mixagrip, Mixagrip Flu & Batuk Cerebrofort, Cerebrofort Gold Cerebrovit Excel, Cerebrovit Active, Cerebrovit Senior, Cerebrovit Ginko Neuralgin Vegeta Adem Sari, Esquis Kisspray
obat sakit kepala minuman berserat minuman panas dalam cairan pelicin dan pelembut
Media Placement Full Service Full Service Full Service
Full Service Full Service Full Service Full Service
23
Lanjutan Tabel 2.
13. 14. 15.
Nama Perusahaan PT. Sari Enesis dan Herlina Indah PT. Sari Enesis dan Herlina Indah PT. Sari Enesis dan Herlina Indah PT. Saka Farma PT. Saka Farma PT. Saka Farma
16. 17.
PT. Eglin PT. Eglin
18.
PT. Eglin
19. 20. 21.
24.
PT. Soho PT. Soho PT. Astra Daihatsu Motor PT. Astra Daihatsu Motor PT. Astra Honda Motor PT. Astra Oto Part
25.
PT. Astra Oto Part
26.
PT. Kinocare
27.
PT. Kinocare
28.
PT. Kinocare
29.
PT. Kinocare
30. 31. 32.
34.
PT. Kinocare PT. Kinocare PT. Mahaka Betafarma PT. Mahaka Betafarma PT. Djarum
35.
PT. Djarum
36.
PT. Ceres
No. 10. 11. 12.
22. 23.
33.
Merek
Kategori
Keterangan
Soffel & Force Magic Naturade & Naturade Gold Antis
obat anti nyamuk minuman energi handwash sanitizer obat batuk bedak anjing minuman trombosit minyak telon balsem
Full Service
minyak encok obat diare obat tidur mobil
Full Service
mobil
Tactical Promo Corporate Ad Full Service
Mextril Bedak Doris Remufit Telon Lang Balsem Gosok Hijau Lang Minyak G’Pura Diapet, Diapet NR Lelap Espass, Zebra, Sirion Gran Max, Xenia, Terios, Luxio Korporat Accu GS Astra, GS Hybrid Kayaba
motor accu mobil
per mobil Ovale, Eskulin pembersih Wajah Absolut, Resik V, feminime Resik V Manjakani hygiene Sleek cairan pencuci botol susu Sleek Cairan pencuci baju bayi Master cologne pria Sasha hair color Betadine Plester, obat luka Betadine Stik Betadine Obat obat kumur Kumur Djarum Coklat, rokok kretek Djarum 76 Korporat rokok kretek Meises Ceres
meises
Full Service Full Service Full Service Full Service Full Service Full Service Full Service
Full Service Full Service Full Service
Full Service Full Service Full Service Full Service
Full Service Full Service Full Service Full Service Full Service Full Service Corporate Ad Full Service
24
Lanjutan Tabel 2.
37.
Nama Perusahaan PT. Ceres
38. 39. 40.
PT. Sari Roti PT. Indomilk PT. Indofood
41.
Mayora
No.
Merek
Kategori
Keterangan
Biskuit & Wafer Selamat, Twister, Funtime, Briko Sari Roti UHT, SCI Bumbu Kaldu Indofood Super Bubur
biskuit & wafer
Full Service
roti susu cair bumbu
Full Service Full Service Full Service
bubur instan
Full Service
Prestasi Dwi Sapta Advertising dari sudut pandang penghargaan kreatif iklan dan penayangan media iklan cukup banyak, antara lain seperti dimuat pada Tabel 3. Tabel 3. Penghargaan iklan yang diperoleh Dwi Sapta Advertising periode tahun 1995 - 2007 No.
Nama Penghargaan
Bidang
Tahun
Keterangan
1.
”The Best Print Ad” pilihan pembaca Majalah Cakram “The Most Favourite Advertisement” pilihan pembaca Tabloid Bintang Indonesia Top 18th Advertising Agency (Ranking PPPI) “The Most Favourite Advertisement” versi Majalah Cakram Top 16th Advertising Agency (Ranking PPPI) Top 4th Billing Performance Reward (SCTV) Top 13th Advertising Agency (Ranking PPPI) Top 5th Billing Performance Reward (SCTV) “The Best Advertiser” versi Harian Umum Pikiran Rakyat “Penghargaan 12 tahun Excellent Service” (SCTV) “The Best TV Program” penghargaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI “Agency with Best Achievement” (TPI)
Kreatif
1995
Kreatif
1997
Iklan Cetak Djarum Classic Iklan TV Djarum Super
Korporat
1999
Kreatif
1999
Korporat
2000
Media
2000
Korporat
2001
Media
2001
Media
2002
Client Service Program TV
2002
Media
2004
2.
3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
2004
Berdasarkan billing Iklan TV Permen Kino Berdasarkan billing Ad Media Spending Berdasarkan billing Ad Media Spending Ad Media Spending Customer Loyalty Program TV Pasar Rakyat 76 Ad Media Spending
25
Lanjutan Tabel 3. No. 13. 14. 15. 16.
17. 18. 19. 20. 21. 22.
23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
31. 32.
Nama Penghargaan “The Giant Agency” versi Radio Elshinta Penghargaan Khusus dari ANTV Penghargaan Khusus dari Trans TV “Best Music – Silver Citra Pariwara
Bidang Media
Tahun 2005
Media
2005
Media
2005
Kreatif
2005
“Top 5th Billing Performance” (SCTV) “Top 6th Billing Performance” (Indosiar) “Top 7th Billing Performance” (RCTI) “Top 3th Billing Performance” (TPI) “Penghargaan Khusus” (Harian Analisa) “Bronze ADOI Award”
Media
2005
Media
2005
Media
2005
Media
2005
Media
2005
Kreatif
2006
Media
2007
Media
2007
Media
2007
Media
2007
Media
2007
Media
2007
Media
2007
Kreatif
2007
Kreatif
2007
Korporat
2007
“Top 5th Billing Performance” (TPI) “Top 7th Billing Performance” (Trans 7) “Top 10th Billing Performance” (Trans TV) “Top 8th Billing Performance” (Global TV) “Top 6th Billing Performance” (Indosiar) “Top 10th Billing Performance” (RCTI) “Top 10th Billing Performance” (SCTV) “ADOI Award 2007” (Finalis)
“CAKRAM Award 2007” (Finalis) “Agency of The Year” CAKRAM Award 2007” (Finalis)
Keterangan Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Iklan TV Djarum Korporat versi Kudus Kota Kretek Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Iklan TV Djarum 76 versi Combi Bali, Jatim, dan Jateng Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Ad Media Spending Iklan Fatigon versi Sepotong Roti Iklan TV Djarum Coklat Survivel Ad Company
26
Lanjutan Tabel 3. No. 33.
Nama Penghargaan “Superbrand 2005-2006”
34.
“TOP BRAND”
35.
36.
37.
Bidang Client Service Client Service
Tahun 2007
“Indonesia Best Brand AwardIBBA 2007”
Client Service
2007
“Indonesia Customer satisfaction Award-ICSA 2007” “GFK Award 2005-2007 for Best Seller DVD”
Client Service
2007
Korporat
2007
2007
Keterangan Daihatsu, Fatigon, Diapet Fatigon, Diapet, Djarum Coklat, TOP1, Indomilk, Mixagrip, Balsem Lang, dan Tolak Angin Fatigon, Diapet, Cerebrovit XCel Mixagrip, Diapet, Tolak Angin, TOP1 Vitron
Omzet penjualan setiap tahun mengalami peningkatan Rp. 17 milyar pada tahun 2006, Rp. 21 milyar tahun 2007 dan Rp. 27 milyar tahun 2008.
Sedangkan posisi perusahaan dalam industri periklanan
ditentukan berdasarkan billing (belanja iklan melalui perusahaan yang diperoleh selama setahun) termasuk posisi ke 8 atau ke 9 (10 besar) dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini.
5. Ruang Lingkup Layanan Jasa Dwi Sapta Advertising Seiring dengan perkembangan perusahaan dan dinamika yang terjadi di industri periklanan, saat ini Dwi Sapta Advertising memiliki beberapa bentuk layanan jasa periklanan berikut : a. Pembuatan Materi Kreatif Iklan, mulai dari penyusunan konsep story line dan story board iklan TV, layout iklan cetak, iklan animasi, iklan radio, hingga materi iklan luar ruang (poster, billboard, spanduk, banner, dan lain-lain). b. Pembuatan Program Brand Activation, mulai dari sampling produk, event-event kegiatan sponsorship, hingga kegiatan brand activation. c. Pembuatan Company Profile dan Video Presentation d. Produksi Program TV dan Built In Program TV
27
e. Produksi Iklan TV, iklan radio, iklan media cetak dan materi pendukung (POS Material) seperti brosur, leaflet, pamphlet, spanduk, dan lain-lain. f. Editing pasca produksi iklan TV dan radio. g. Penyusunan Perencanaan dan Belanja Media Iklan di berbagai media cetak maupun elektronik. h. Jasa Monitoring Tayangan Media dan Evaluasi Belanja Media (Post Buy Analysis). i. Jasa Penelitian Pemasaran,Media dan Periklanan, mulai dari penelitian pengembangan konsep produk baru, uji nama merek, tes kemasan produk, penelitian perilaku konsumen, penelitian potensi pasar, penelitian konsep iklan, evaluasi program media iklan, hingga evaluasi dampak iklan secara keseluruhan, j. Jasa Pengembangan Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu, mulai dari branding & packaging development, brand audit, product architecture, strategi pengembangan merek, dan lain-lain. B. Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan 1. Dinamika Industri Periklanan Indonesia 2008 Dinamika industri periklanan di Indonesia sepanjang tahun 2008 tidak bisa dilepaskan dari pengaruh kondisi ekonomi makro Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia 2008 mengalami pertumbuhan 6,1% dibandingkan tahun 2007, walaupun sempat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan keempat tahun 2008 (BPS, 2009). Terlepas dari adanya perbedaan prediksi di awal, pada kenyataannya selama kuartal pertama 2008, hasil pemantauan terhadap indikator-indikator ekonomi makro Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan perekonomian Indonesia relatif masih cukup kuat walaupun dibayang-bayangi tekanan inflasi domestik dan pola pelemahan laju pertumbuhan ekonomi global. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu mengatakan bahwa laju pertumbuhan komsumsi masyarakat masih tumbuh cukup tinggi (5,1%). Angka tersebut masih lebih tinggi
28
dibandingkan dengan laju pertumbuhannya di kuartal yang sama tahun 2007 sebesar 4,7% (Amrin, 2008). Lebih
lanjut
Anggito
menjelaskan
bahwa
peningkatan
pertumbuhan tersebut diindikasikan oleh pertumbuhan indikator-indikator seperti penerimaan Pajak Penerimaan Netto (PPN), Penerimaan Cukai, masih tingginya laju kredit konsumsi, angka penjualan mobil dan motor, dan pertumbuhan konsumsi listrik domestik. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pola konsumsi masyarakat antara lain meningkatnya pola konsumsi impor dibandingkan konsumsi domestik, serta masih tingginya laju inflasi yang dapat menghambat konsumsi masyarakat ke depan. Laju pertumbuhan investasi (PMTB) tahun 2008 tumbuh cukup baik dan mencapai 11,75%, dibandingkan tahun 2007 (BPS, 2009). Namun pelemahan ekonomi global tampaknya mulai memberikan pengaruhnya pada pergerakan investasi dalam negeri. Menurut Sadewa (2009), perekonomian Indonesia memasuki semester II-2008 juga terus memburuk. Kenaikan harga BBM, krisis ekonomi global, keterlambatan belanja APBN, dan kenaikan suku bunga memberikan tekanan yang cukup berat pada perekonomian kita. Hal ini terlihat dari Coincident Economic Index (CEI) yang terus menurun sejak bulan Juli tahun 2008. CEI adalah indeks yang menunjukkan keadaan ekonomi pada setiap saat. Indeks ini disusun dengan menggunakan informasi penjualan mobil, konsumsi semen, impor, suplai uang, dan penjualan ritel. CEI yang naik menunjukkan ekonomi sedang berekspansi, sedangkan CEI yang turun menunjukkan aktivitas perekonomian sedang menurun. Namun kinerja APBN selama tahun 2008 dinilai cukup baik. Penerimaan perpajakan dan PNBP, baik migas maupun non migas, mencapai Rp. 984 triliun, atau tumbuh 36,3% dibandingkan dengan penerimaan yang sama di tahun 2007 (BPS, 2009). Berbagai kondisi ekonomi makro tersebut yang terjadi selama tahun 2008 secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi
29
dinamika industri periklanan di Indonesia. Menurut A. Adji Watono1 President Director Dwi Sapta Advertising menyatakan bahwa situasi ekonomi nasional Indonesia berpengaruh terhadap 3 (tiga) hal, yaitu (1) tingkat kemampuan dan daya beli konsumen, (2) besaran anggaran belanja iklan klien dan (3) potensi perolehan billing (pendapatan) iklan Dwi Sapta Advertising. Gambaran situasi ekonomi Indonesia 2008 secara khusus ditandai dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Mei 2008 pada kelanjutannya membawa banyak efek beruntun; termasuk salah satunya pada aspek kemampuan dan daya beli konsumen. Lebih lanjut A. Adji Watono1 menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 tersebut dinilainya telah semakin menambah beban hidup masyarakat menjadi semakin berat. Harga BBM naik, biasanya selalu diikuti oleh kenaikan harga barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup masyarakat. Di sisi lain, pendapatan masyarakat belum tentu ikut bertambah. Akibatnya, kemampuan dan daya beli konsumen menjadi lebih rendah. Bila kondisi ini terjadi, Dwi Sapta Advertising memiliki beban pekerjaan yang semakin berat. Dwi Sapta Advertising dituntut untuk mampu membuat iklan berbagai produk klien secara lebih efektif dari sisi komunikasi, sekaligus mampu mendorong konsumen untuk tetap membeli produknya sekalipun kemampuan dan daya belinya sedang menurun. Pandangan A. Adji Watono1 ini ternyata sejalan dengan temuan hasil riset konsumen di tahun 2008 yang dilakukan oleh AC Nielsen, sebuah perusahaan konsultan riset pemasaran profesional yang memiliki juga jaringan operasional di Indonesia. Berikut ini adalah sebagian temuan data lapangan yang berkaitan dengan sikap dan tindakan konsumen pada saat menghadapi situasi ekonomi nasional di tahun 2008. Berdasarkan data Survey AC Nielsen tersebut (Gambar 7), dapat dilihat bahwa kenaikan harga BBM yang terjadi pada Mei 2008 telah memberi pengaruh terhadap kemampuan daya beli dan pola konsumsi 1
Hasil wawancara tanggal 15 Oktober 2008
30
produk konsumen di Indonesia. Lebih lanjut, data kedua menunjukkan jenis kategori produk konsumsi yang terkena dampak pengurangan intensitas konsumsinya, dimana pada kategori-kategori seperti itulah yang menjadi klien-klien Dwi Sapta Advertising.
Penurunan Pengeluaran Expenditure Reduction Proporsi pengeluaran rumah tangga Anda berkurang sejak kenaikan bahan bakar ?
25%
75%
Ya
Tidak
Pengeluaran rumah tangga Obat-obatan Perlindungan wanita Pembersih ruangan Minuman
Perawatan tubuh Sayuran dan buah-buahan Susu/Sereal Perlengkapan kamar mandi Penganan Rokok
Makanan kemasan Ayam/Daging/Ikan
3 4 11 13 14 18 25 27 31 31 40 64
Catatan : Semua yang mengurangi pengeluaran rumah tangga akibat kenaikan harga BBM (%) Sumber : Nielsen Omnibus di 6 kota (Nielsen Media Research, 2008)
Gambar 7. Sikap dan tindakan konsumen pada saat krisis tahun 2008
31
Sementara dari sisi klien, gambaran situasi ekonomi yang terjadi di sepanjang tahun 2008 membawa konsekuensi pada kenaikan biaya operasional, termasuk biaya produksi. Kondisi inilah yang disebut oleh A. Adji Watono1 sebagai kondisi dilematis yang harus dihadapi oleh klien. Di satu sisi biaya operasional, termasuk juga biaya produksi yang meningkat, namun klien tidak dapat langsung menaikkan harga jual produknya, karena di sisi lain kemampuan dan daya beli konsumen sedang mengalami kecenderungan penurunan. Konsekuensi lanjutan yang sering harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising adalah kenyataan bahwa klien lebih cenderung mengambil keputusan untuk mengurangi biaya promosi dalam menyikapi kondisi ekonomi seperti ini. Lebih lanjut A. Adji Watono1 menegaskan bahwa ujung-ujungnya dari dampak kondisi dan situasi ekonomi Indonesia 2008 yang harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising adalah menyangkut potensi perolehan billing (pendapatan) iklan. Di atas kertas, Dwi Sapta Advertising dituntut harus bekerja lebih keras dan lebih sulit untuk dapat memperoleh target billing (pendapatan) iklan di sepanjang tahun 2008. 2. Trend Pertumbuhan Industri Periklanan Indonesia Kondisi ekonomi Indonesia memang tidak pernah lepas dari gejolak yang mengiringi perkembangan dan dinamika pertumbuhannya. Titik perhatian kondisi ekonomi di tahun 2008 terletak pada saat pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM di bulan Mei 2008. Hampir semua industri merasakan dampak dari kebijakan ini. Meski dalam keadaan yang serba sulit, ternyata industri periklanan Indonesia di tahun 2008 masih tetap mengalami pertumbuhan cukup nyata. Pada Gambar 8 disajikan data perkembangan pertumbuhan belanja iklan nasional selama kurun waktu 10 tahun terakhir menurut pemantauan Nielsen Media Research. Berdasarkan data Nielsen Media Research tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan belanja iklan nasional di tahun 2008 sekitar 19%.
1
Hasil wawancara tanggal 15 Oktober 2008
32
Kenaikan belanja iklan pada yahun 2008 tersebut menurut Jimmy Siregar2, Media Manager Dwi Sapta Advertising, diperkirakan berasal dari munculnya berbagai produk baru atau varian produk baru yang launching di sepanjang tahun 2008 dan iklan partai politik maupun pengurus partai politik yang memanfaatkan momen-momen khusus nasional (kebangkitan nasional, ulang tahun kemerdekaan, hari Sumpah Pemuda, hari Pahlawan dan hari Ibu). Kedua sumber baru inilah yang diperkirakan menjadi kontributor utama kenaikan belanja iklan nasional di tahun 2008, sekalipun situasi bisnisnya itu sendiri sedang mengalami krisis sebagai akibat dampak kenaikan harga BBM. 41,821
YEARLY MEDIA EXPENDITURE 19 % 17 %
MAGAZINE Rp. triliun PRESS jummi(‘bio) TV
17 % 15 %
22,279
35,114
30,057
25,62 9
32 % 36 %
4,97 5
Y1999
44 %
7,17 2
Y2000
27 %
9,10 5
Y2001
37 %
16,86 4
12,442
Y2002
Y2003
Y2004
Y2005
Y2006
Y2007
Y2008
Gambar 8. Perkembangan pertumbuhan belanja iklan (Batam Pos, 2009) 3. Trend Perkembangan Teknologi Komunikasi & Industri Media Perkembangan teknologi komunikasi, terutama yang berbasis internet di sepanjang tahun 2008 telah mengarah kepada bentuk yang dikenal dengan istilah mobile technology. Kecenderungan bentuk perkembangan seperti ini pada akhirnya lebih memudahkan orang untuk 2
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
33
terus melakukan up dating informasi secara cepat; kapan dan di manapun. Di Indonesia sendiri per tanggal 31 Desember 2007, pengguna internet berjumlah 20 juta, dengan pertumbuhan pengguna dari tahun 2000 hingga 2007 telah mencapai sekitar 900% dan penetrasinya baru 8.5% dari total jumlah penduduk (Internet World Sats, 2009). Di sisi lain, pertumbuhan bidang teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia juga bisa dilihat dari data Indikator Makro ICT Nasional oleh Departemen Komunikasi dan Informasi pada awal tahun 2008, yang salah satunya menyebutkan pertumbuhan 51% pelanggan seluler. Angka pertumbuhan pelanggan seluler ini cukup penting karena dengan adanya teknologi perangkat internet bergerak pada telepon seluler, para penggunanya mampu mengakses informasi melalui internet di manapun dan kapanpun, sehingga mempercepat penetrasi internet. Penetrasi perangkat bergerak (telepon seluler, personal digital assistant, komputer jinjing dan semacamnya) di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 39%, sedangkan pengguna internet kecepatan tinggi melalui perangkat bergerak (mobile broadband internet) per akhir 2007 adalah 315.000 orang, yang merupakan angka yang tertinggi di ASEAN (Newmedia, 2008). Implikasi dari adanya trend perkembangan teknologi komunikasi seperti ini telah membawa dampak tersendiri bagi industri media. Media komunikasi yang banyak digunakan oleh kalangan praktisi periklanan tidak lagi hanya terbatas kepada bentuk-bentuk media konvensional, seperti
televisi, radio, koran, makalah, tabloid, film, dan lain-lain.
Menurut Jimmy Siregar2, Media Manager Dwi Sapta Advertising, internet dan handphone telah membawa pengaruh cukup nyata terhadap perkembangan industri media di Indonesia sepanjang tahun 2008. Salah satu bentuk contoh kasus perkembangan internet yang dinilai telah mempengaruhi
perkembangan
industri
media
adalah
munculnya
fenomena beberapa koran nasional yang merilis format digital berupa koran internet atau yang lebih dikenal dengan sebutan e-paper.
2
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
34
Jimmy Siregar2 menjelaskan bahwa sejak tanggal 1 Juli 2008, epaper Tabloid Kontan terbit di internet dan menjadi e-paper pertama di Indonesia. Dua hari kemudian, harian nasional Kompas yang berada dalam satu grup dengan Tabloid Kontan dalam payung Kompas-Gramedia juga secara resmi merilis e-paper diikuti Koran Tempo dan Republika. Fenomena ini pada akhirnya juga berdampak pada perubahan pola baca koran sekelompok masyarakat tertentu yang dapat memuaskan berbagai kebutuhan informasinya melalui berbagai portal berita di internet. Ujungujungnya, bila kelompok pembaca e-paper ini semakin bertambah besar, produk media baru ini bisa berpotensi menjadi alternatif media beriklan yang tidak saja efektif, namun sekaligus berbiaya lebih murah di banding media-media konvensional yang biasa digunakan selama ini.
4. Perkembangan Pola Belanja Konsumen Indonesia Sepanjang tahun 2008, pola belanja konsumen di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan pasar ritel barang konsumsi. Berdasarkan data AC Nielsen, hingga September 2008 saja, industri ritel Indonesia tumbuh hingga 22,2%. Hal ini ditandai dengan makin menjamurnya pasar modern seperti hypermarket, supermarket, maupun minimarket di berbagai pelosok wilayah Indonesia. Pesatnya pertumbuhan gerai hypermarket diperkirakan karena konsepnya yang menawarkan besaran ketersediaan produk hingga lebih dari 40.000 item tersebut relatif cukup bisa diterima oleh konsumen, khususnya masyarakat perkotaan. Dengan berbelanja di hypermarket, konsumen memperoleh berbagai kebutuhannya dengan nyaman, serta dengan harga yang relatif lebih murah dan pasti dibanding pasar tradisional maupun pasar modern lainnya seperti supermarket maupun minimarket. Menurut Director Retailer Service PT. AC Nielsen Indonesia (Susilo, 2008), pertumbuhan pasar ritel di Indonesia sepanjang tahun 2008 bukan cuma terjadi di kategori pasar modern. Pasar tradisional juga mengalami peningkatan penjualan 21% secara nilai pendapatan. Namun, hal ini lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga barang dan didorong 2
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
35
oleh persepsi beberapa produk konsumsi sehari-hari tetap yang dianggap lebih murah di pasar tradisional. Selama ini pasar tradisional memiliki keleluasaan dalam memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berbelanja sesuai dengan kemampuan keuangan konsumen, termasuk sistem pembelian kredit. Bila dipikirkan lebih mendalam, sebenarnya pasar tradisional masih sangat terbuka untuk lebih maksimal berkembang, karena memiliki lokasi sangat strategis dan dekat dengan pemukiman tempat tinggal, lebih fun, personal, murah, harga produk dan tingkat kebutuhan belanja dapat dinegosiasikan. Implikasi dari adanya perkembangan pasar ritel modern dan tradisional tersebut bagi Dwi Sapta Advertising lebih ke arah kebutuhan untuk membuat alternatif pilihan pengembangan program ’touch-point’ ke konsumen produk-produk klien, terutama yang berkaitan dengan pemilihan ’venue’ (tempat kegiatan) program-program brand activation. Menurut Tanti Dewi Permassanty3, Account Director Dwi Sapta Advertising, saat ini kebutuhan pengembangan program-program brand activation menjadi sangat relevan manakala kekuatan brand awareness dan brand image sebuah produk tidak lagi dianggap cukup mampu untuk mendorong
terjadinya
penjualan
secara
cepat.
Konsumen
masih
membutuhkan pengalaman berinteraksi secara langsung dengan produkproduk yang akan dibelinya. Pada bagian inilah sebenarnya nilai lebih sebuah program brand activation yang memiliki kekuatan sebagai medium yang bersifat tiga dimensi (audio, visual, dan eksperimental). Pada pilihan ’venue’ pasar modern dan tradisional yang terbaiklah yang memiliki potensi ’touch point’ tertinggi terhadap konsumen yang akan dijadikan tempat acara brand activation produk-produk klien. 5. Perkembangan Kebijakan Pemerintah Terhadap Bidang Periklanan Pasang surut industri periklanan di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh kebijakan pemerintah, terutama bentuk kebijakan yang secara langsung berkaitan erat dengan proses kerja periklanan, 3
Hasil wawancara tanggal 23 Oktober 2008
36
misalnya kebijakan pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Implikasi dari kebijakan pemerintah yang dijalankan oleh Badan POM ini mengharuskan semua materi iklan produk makanan dan obat-obatan harus melalui persetujuan lembaga ini. Padahal, kategori kedua produk tersebut sangat banyak jumlahnya, sehingga proses perijinannya relatif cukup memakan waktu (antara dua minggu hingga satu bulan). Contoh lainnya adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan iklan produk rokok. Dalam hal ini, pemerintah melarang penayangan iklan rokok di televisi pada jam tayang di bawah pukul 21.00. Menurut M.Kh.Rachman4, Senior Business Development Manager Dwi Sapta Advertising, khusus di tahun 2008, ada satu bentuk kebijakan pemerintah yang cukup kontroversial yang berkaitan dengan proses kerja periklanan. Kebijakan ini sebenarnya telah dikeluarkan pada pertengahan tahun 2007, yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Nomor 25 Tahun 2007. Dengan mekanisme Peraturan Menteri (Permen) tersebut, Pemerintah sejak 1 Mei 2007 secara resmi melarang pemasangan iklan yang berasal dari pengusaha asing, memakai bintang iklan asing dan bermuatan asing. Pemerintah kemudian memberikan jangka waktu masa peralihan selama enam bulan hingga satu tahun untuk memberikan kesempatan melakukan transisi adaptasi film iklan asing dengan materi lokal. M.Kh.Rachman R.4 menjelaskan bahwa peraturan ini sebenarnya khusus diberlakukan untuk iklan televisi, sementara untuk iklan cetak masih diberikan ijin menggunakan materi dan muatan asing. Implikasi dari kebijakan pemerintah ini menekankan bahwa materi iklan yang ditayangkan di televisi siaran Indonesia harus dikerjakan oleh orang Indonesia, berlokasi di Indonesia, menggunakan bintang iklan orang Indonesia, serta dikerjakan oleh sutradara orang Indonesia. Inilah yang menjadi pilihan dilematis yang harus dihadapi oleh kalangan praktisi periklanan Indonesia di tahun 2008. Di satu sisi, memang ada keinginan 4
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
37
untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada sumber daya manusia (SDM) orang Indonesia, namun di sisi lain hal tersebut harus dibayar dengan kondisi yang masih ’jomplang’ dari sisi kompetensi dan profesionalitas cara kerjanya di banding SDM kalangan ekspatriat (tenaga asing). Beberapa pihak ada yang menyatakan keraguan terhadap efektivitas masa transisi yang diberikan oleh Pemerintah, terutama pada kemampuan untuk membangun kembali kapasitas nasional di bidang produksi film iklan. Hal ini, lebih didasarkan pada kenyataan bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, banyak rumah produksi yang sudah terlanjur ’tertidur’ karena tidak ada order pembuatan iklan. Dengan adanya peraturan seperti ini, bagi Dwi Sapta Advertising sendiri masih bisa beradaptasi secara bisnis, karena secara kebetulan tidak banyak klien yang biasa menggunakan para ekspatriat di dalam proses produksi iklan untuk produknya. Namun, tetap saja peraturan ini cukup merepotkan di lapangan, terutama ketika menghadapi klien-klien yang sudah terbiasa memiliki proses kerja yang biasa ditangani oleh beberapa ekspatriat (tenaga asing). Bentuk kesulitan yang paling konkret dihadapi adalah kesulitan mencari sumber daya manusia orang iklan yang memiliki tingkat kompetensi yang memadai dan sejajar dengan yang dimiliki oleh ekspatriat. 6. Perkembangan Gaya Hidup dan Kondisi Sosial Budaya Menurut M.Kh.Rachman R.4, Senior Business Development Manager Dwi Sapta Advertising, industri periklanan di Indonesia memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan perkembangan gaya hidup dan kondisi sosial budaya. Di satu sisi, dinamika yang terjadi di industri periklanan mempengaruhi arah dan bentuk gaya hidup yang berkembang di masyarakat. Namun, di sisi lainnya gaya hidup yang berkembang mempengaruhi dinamika yang terjadi pada industri periklanan di Indonesia. M.Kh.Rachman R4, menjelaskan sebuah contoh adanya perubahan gaya hidup dalam hal pembayaran transaksi bisnis yang lahir karena dukungan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang makin canggih telah mendorong munculnya konsep produk kartu bayar isi ulang 4
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
38
(Kartu Flazz). Secara produk, jenis kartu bayar ini dinilai memiliki manfaat yang lebih praktis (terutama kecepatan bertransaksi) dibandingkan dengan kartu kredit ataupun kartu debit. Manfaat inilah yang pada dasarnya ’dijual’ oleh kartu bayar ini sebagai jawaban terhadap perkembangan gaya hidup masyarakat yang semakin menuntut kepraktisan dan kecepatan melakukan transaksi bisnis, misalnya di food court, Pom bensin, ataupun tempat parkir. Selain itu, jenis kartu bayar seperti ini sebenarnya juga bisa dianggap sebagai jawaban terhadap kebiasaan yang kurang baik di masyarakat dari sudut pandang ukuran nilai-nilai sosial budaya, seperti kebiasaan meminta blanko bon kosong di pom bensin atau kebiasaan tidak memberikan uang kembalian yang menjadi hak konsumen pembeli bensin karena alasan tidak ada uang ’recehan’. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemunculan berbagai produk baru tersebut merupakan respon terhadap adanya kebutuhan di masyarakat; baik yang berasal dari tuntutan gaya hidup maupun yang disebabkan oleh faktor-faktor adanya masalah-masalah menurut ukuran nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu sendiri. Pada akhirnya, kemunculan berbagai produk baru tersebut akan membutuhkan kegiatan sosialisasi dan promosi yang akan mendorong dinamika yang terjadi di industri periklanan Indonesia. Bila dikaitkan dengan data Nielsen Media Research Indonesia, pada semester I 2008 (Tabel 4), belanja iklan produk-produk seperti hotline service, party line, dan ramalan bintang pertumbuhannya sangat nyata (81%) di bandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2007. Bila dinilai secara nominal, belanja iklan produk Short Message Service (SMS) ini mencapai Rp. 556 miliar dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp. 307 miliar. Pertumbuhan belanja iklan kategori produk ini mampu mendongkrak total belanja iklan secara keseluruhan pada semester I 2008 sebesar Rp. 19,56 triliun (meningkat 24% dibanding periode yang sama tahun 2007). Iklan-iklan produk seperti itu bisa mengalami peningkatan yang relatif tinggi, tidak bisa dilepaskan dari konteks kondisi
39
sosial budaya masyarakat Indonesia yang senang dengan bentuk hiburanhiburan seperti yang ditawarkan oleh produk-produk SMS tersebut.
Tabel 4. Besar belanja iklan semester I tahun 2007-2008 KATEGORI PRODUK Peralatan dan Jasa Telekomunikasi
Jumlah (Rp. Miliar) 2007 2008 1,243 1,957
Persentase (%) 57
Sepeda motor
709
848
20
Pemerintah dan Organisasi Politik
429
769
79
Iklan Layanan Perusahaan dan Sosial
524
752
44
Rokok
748
699
(-7)
Produk Perawatan Rambut
676
635
(-6)
Layanan Hotline, Party line, Horoscope
307
556
81
Media, Agency, Rumah Produksi, dll
467
544
16
Perbankan dan Lembaga Keuangan
457
532
16
Produk Pembersih Muka
499
528
6
Produk Pembersih dan Deterjen
403
481
19
Properti, Apartemen, Flat, dll
267
454
70
Sumber : Nielsen Media Research, 2008.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka Dwi Sapta Advertising dituntut untuk selalu melakukan updating terhadap perkembangan gaya hidup konsumen maupun nilai-nilai sosial budaya yang dimiliki masyarakat seiring dengan perkembangan jaman. Pemahaman tentang kedua hal tersebut tidak saja dibutuhkan untuk kepentingan Dwi Sapta Advertising sendiri dalam hal penyusunan rancangan strategi komunikasi pemasaran berbagai produk baru klien, namun bisa juga digunakan sebagai sumber informasi pasar yang berguna untuk mendampingi klien-klien dalam hal pengembangan produk barunya. Terlebih, secara kebijakan dan strategi bisnisnya, Dwi Sapta Advertising lebih memilih fokus pada pengembangan bisnis klien-klien yang sudah dimilikinya dibanding mencari klien-klien baru.
40
7.
Perkembangan Arah dan Kebutuhan Promosi Klien Dampak kenaikan harga BBM dan krisis keuangan global yang telah mempengaruhi situasi bisnis di tahun 2008 mendorong para pengelola merek produk klien harus bersikap bijak dan hati-hati dalam mengelola anggaran belanja promosi dan iklannya. Menurut Jimmy Siregar2, Media Manager Dwi Sapta Advertising, kondisi sulit yang terjadi di tahun 2008 telah mendorong klien untuk lebih selektif membelanjakan budget iklan produknya. Dalam hal pemanfaatan media, misalnya klien cenderung lebih memilih menggunakan strategi built in atau on-air sponsorships (bentuk promosi yang dilakukan dengan memasukkan materi produk ke dalam isi program acara TV) dari pada lose spot (iklan lepas produk) seperti biasanya. Artinya, pemilihan media akan ekstra fokus pada program-program acara TV yang diperkirakan akan banyak ditonton masyarakat. Sementara di sisi lain, porsi bentuk promosi out door media (out of home) akan ditingkatkan juga, terutama pada jenis media interaktif seperti internet dan media mobile. Anggaran belanja media cetak klien relatif banyak berkurang. Meski demikian, beberapa klien masih ada juga yang menggunakan media cetak secara lebih selektif. Intinya, arah kebijakan promosi klien di tahun 2008 lebih selektif dalam memilih media promosi maupun pemilihan waktunya agar dapat mengejar target efisiensi promosi. Jimmy Siregar2 menjelaskan bahwa arah kebijakan promosi klien seperti ini ditengarai karena adanya beberapa kondisi seperti TV rating makin scattered, kualitas program TV makin menurun, media cetak juga sedang mengalami penurunan sirkulasi namun tarif iklannya justru malah naik, out of home tarifnya tidak ada standar, dan radio juga masih sangat jarang dan tidak ada data besaran khalayaknya. Dalam kondisi seperti ini, klien lebih cenderung banyak bersikap ’wait and see’ terhadap perkembangan lanjutan yang ada. Meski demikian, tetap saja masih ada beberapa klien yang justru mengambil kebijakan untuk memanfaatkan momentum krisis untuk merebut pasar. Klien-klien seperti ini tetap saja beriklan secara konsisten untuk tetap eksis di pasar meski situasi dan
2
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
41
kondisi bisnis sedang krisis, terutama untuk kepentingan promosi berbagai produk baru yang diluncurkan sebagai respon pasar yang lebih sesuai dalam situasi krisis. Implikasi kondisi seperti ini bagi Dwi Sapta Advertising adalah semakin dituntut untuk lebih kreatif dalam menganalisis dan merancang berbagai kebutuhan program promosi sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh klien. Kreatifitas yang dimaksud tidak hanya terbatas pada bentuk
materi
kreatif
iklannya
saja,
namun
juga
dalam
hal
penayangannya di media massa, termasuk mengembangkan kombinasi antara bentuk kampanye melalui Above The Line maupun Bellow The Line. 8. Tingkat Persaingan dan Kompetisi Bisnis Periklanan 2008. Sekalipun krisis finansial yang terjadi di tahun 2008 dinilai agak berbeda dengan yang terjadi pada tahun 1997 jika dilihat dari pusat sumber krisisnya, namun dampaknya tetap saja sama, yaitu menyebabkan merosotnya daya beli masyarakat dan makin meningkatnya kuantitas maupun kualitas kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Kondisi seperti ini bagi kalangan dunia periklanan semakin menambah beban berat dari sisi persuasi komunikasi iklan. Artinya, perusahaan periklanan dituntut untuk semakin kreatif di dalam merancang dan mengembangkan berbagai program promosi produk-produk kliennya di saat konsumennya sendiri sedang mengalami penurunan kemampuan daya beli. Menurut A. Adji Watono5, President Director Dwi Sapta Advertising, klien yang sudah merasakan gejala kurang puas terhadap agency akan dengan mudah mengambil keputusan untuk mengadakan ’pitching’ (tender) ulang berbagai proyek promosi produknya. Ancaman kondisi seperti ini hampir dirasakan oleh semua kalangan agency, mulai dari yang ada di level perusahaan periklanan ’papan atas’ hingga ’papan bawah’. Akibatnya, persaingan antar perusahaan periklanan menjadi semakin bertambah ketat. Sebab, dalam kondisi seperti itu, klien tidak lagi 5
Hasil wawancara tanggal 24 November 2008
42
mau ambil peduli pada kategorisasi level perusahaan periklanan. Pitching ulang tersebut pada akhirnya diikuti oleh berbagai perusahaan periklanan yang memiliki level yang beragam. Dwi Sapta Advertising tidak lagi hanya berhadapan dengan kompetitor selevel, tetapi harus berhadapan dengan berbagai perusahaan tidak selevel, baik yang levelnya lebih di atas maupun di bawah yang memiliki tingkat dan bentuk persaingan tersendiri. A. Adji Watono5 menjelaskan, bila berhadapan dengan perusahaan yang levelnya di atas Dwi Sapta Advertising, maka persaingannya menjadi tidak berimbang, karena perusahaan-perusahaan pesaing tersebut memiliki kemampuan dan bargaining position yang relatif lebih kuat di mata klien, baik dari sisi reputasi, nama besar, kompetensi SDM, jaringan kerjasama, hingga kemampuan finansial dalam belanja media yang sangat besar. Sementara bila berhadapan dengan perusahaan yang levelnya di bawah Dwi Sapta Advertising, maka persaingan tetap menjadi tidak berimbang, manakala perusahaan-perusahaan tersebut lebih mampu menawarkan tingkat harga relatif jauh lebih murah, baik dari aspek agency fee, creative fee, media fee, supervision fee, maupun cost of production. Saat ini, dengan persaingan antar perusahaan periklanan yang makin ketat di tahun 2008, besaran agency fee sudah hampir tidak ada lagi yang bernilai ’double digit’ (di atas 10%). Hal ini terjadi akibat banyaknya perusahaan periklanan yang berasal dari papan tengah (apalagi papan bawah) yang bersedia menurunkan agency fee pada saat melakukan negosiasi untuk memenangkan pitching produk baru. Sementara besaran media fee juga tidak kalah tragis penurunannya. Saat ini, para perusahaan periklanan nasional banyak yang hanya berani mematok di kisaran 1-3%, mengingat adanya kebijakan bisnis media fee 0% alias free yang sanggup diberikan oleh para media specialist asing, misalnya Mindshare. Padahal, dari
sumber
inilah
biasanya
perusahaan
periklanan
memperoleh
pendapatan perusahaan yang paling bisa diandalkan dibanding sumbersumber lainnya. Bentuk persaingan lainnya yang juga banyak dihadapi oleh perusahaan periklanan di tahun 2008 adalah dalam hal ’pembajakan’ SDM 5
Hasil wawancara tanggal 24 November 2008
43
periklanan. Selain untuk kepentingan memperkuat mutu tim perusahaan, pembajakan sumber daya manusia periklanan antar perusahaan juga dilakukan dengan target untuk memperoleh klien-klien yang dikelola oleh orang yang bersangkutan di tempat kerja sebelumnya.
C. Analisis Lingkungan Internal Perusahaan 1. Positioning Dwi Sapta Advertising Setiap perusahaan pasti memiliki ciri dan keunikan tersendiri yang membedakannya dengan perusahaan lain. Bahkan, dengan ciri dan keunikannya itu bisa digunakan sebagai sumber kekuatan dan strategi bersaing melawan pesaing-pesaing. Demikian pula yang dialami oleh Dwi Sapta Advertising. Menurut A. Adji Watono5, President Director Dwi Sapta Advertising, selama kurun waktu 25 tahun (1981-2006) dikenal sebagai perusahaan periklanan yang memiliki ciri ‘hard sell’ pada setiap iklan yang diproduksinya. Ciri pendekatan komunikasi ini lebih dilandasi oleh latar belakang historis para kliennya yang banyak memiliki produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Dengan budget iklan yang pada masa-masa awal relatif terbatas, para klien lebih banyak menuntut untuk lebih mementingkan aspek penjualan pada setiap iklan produknya yang dipercayakan kepada Dwi Sapta Advertising. Dengan positioning sebagai perusahaan periklanan yang berbasis ”Advertising That Sells”, Dwi Sapta Advertising mampu membedakan diri dengan berbagai perusahaan periklanan lain yang dominan menganut paradigma bisnis sebagai perusahaan kreatif iklan (lebih berorientasi pada ’award’ atau penghargaan di bidang kreatif). A. Adji Watono5 menjelaskan bahwa pilihan untuk mengambil positioning seperti ini cukup banyak mengandung risiko; baik yang bersifat
bisnis
maupun
politis-psikologis.
Secara
bisnis,
dengan
positioning yang lebih kental dengan bentuk iklan yang bersifat ’hard sell’ tersebut, Dwi Sapta Advertising seringkali diragukan oleh beberapa perusahaan yang bermaksud membuat iklan berorientasi citra. Bahkan, hingga saat ini beberapa perusahaan dengan kategori iklan produknya 5
Hasil wawancara tanggal 24 November 2008
44
yang lebih menonjolkan sisi citra masih belum berani mempercayakan penggarapan iklannya kepada Dwi Sapta Advertising yang memang sudah dikenal sebagai agency berorientasi kepada penjualan (sales). Sementara dari sisi politis-psikologis, pilihan sebagai agency dengan positioning seperti ini mengandung risiko jadi bahan ’ejekan’ dari sesama pemilik perusahaan periklanan ketika ada kesempatan pertemuan di forum-forum tertentu, misalnya seminar, lokakarya periklanan, kongres perusahaan periklanan, dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam dunia periklanan Indonesia, positioning Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan periklanan mengalami penyesuaian. Pertimbangan utama dari kebijakan perusahaan untuk menyesuaikan positioning perusahaan ini lebih di dasarkan pada perkembangan kebutuhan dan permintaan klien dalam mengelola produk dan merek yang dipercayakan kepada Dwi Sapta Advertising. Setelah sekian lama menggunakan pendekatan ’Advertising That Sells’ yang dikembangkan oleh Dwi Sapta Advertising, beberapa klien pada akhirnya mulai berpikir untuk meningkatkan perhatian yang lebih besar pada aspek manajemen merek. Sejak dua tahun terakhir ini (2006-2008) secara resmi Dwi Sapta Advertising mengubah positioning perusahaannya menjadi ”Advertising That Sells with Style”. Komponen dasarnya tidak berubah (selling advertising), namun bentuk kemasan iklannya saja yang lebih disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan merek produk saat ini (dikemas secara lebih ’stylish’).
2.
Budaya Perusahaan Dwi Sapta Advertising Sebagai konsekuensi dari pilihan positioning yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising, maka A. Adji Watono5 sebagai President Director mengembangkan paradigma bisnis yang dianggap sejalan dengan positioning perusahaan. A. Adji Watono5
sendiri menyadari bahwa
positioning perusahaan dapat menjadi kekuatan dan strategi bisnis yang dapat diandalkan, manakala didukung oleh kekuatan budaya perusahaan yang sejalan. Oleh karena itu, A. Adji Watono5 menetapkan nilai-nilai 5
Hasil wawancara tanggal 24 November 2008
45
dasar yang harus menjadi fondasi budaya perusahaan Dwi Sapta Advertising. Nilai-nilai dasar itulah yang kemudian dijadikannya sebagai paradigma bisnis Dwi Sapta Advertising. Adapun paradigma bisnis tersebut adalah ”Sukses Klien adalah Segalanya”. Menurut A. Adji Watono5, President Director Dwi Sapta Advertising, paradigma bisnis ”Sukses Klien adalah Segalanya” secara tidak langsung telah menempatkan posisi klien sebagai pertimbangan utama dalam penyusunan berbagai kebijakan, strategi dan keputusan bisnis yang dimiliki perusahaan. Di sisi lain, hal itu juga akan sangat mempengaruhi bentuk, proses, dan mekanisme kerja yang dikembangkan di dalam perusahaan. Latar belakang dan pertimbangan pilihan paradigma bisnis ini lebih didasarkan pada pemikiran bahwa orientasi kerja maupun target output berbagai materi kreatif iklan yang dihasilkan oleh Dwi Sapta Advertising harus selalu di arahkan untuk kepentingan kesuksesan produk dan merek klien di pasar. Logika berpikirnya sangat sederhana. Bila produk dan merek klien sukses di pasar, maka klien akan memiliki cukup dana kembali dari hasil penjualan produknya tersebut. Ujung-ujungnya, klien tetap memiliki budget untuk kegiatan promosi selanjutnya dan Dwi Sapta Advertising pun memiliki peluang besar untuk kembali menangani berbagai kegiatan promosi produk klien tersebut. Siklus bisnis yang saling menguntungkan antara klien dan Dwi Sapta Advertising inilah yang selama ini telah dikembangkan sebagai pondasi ataupun pilar budaya perusahaan. Dalam prakteknya secara operasional, budaya perusahaan yang didasarkan pada paradigma bisnis ”Sukses Klien adalah Segalanya” tersebut dicerminkan oleh nilai-nilai yang berbasis pelayanan kepada klien. Salah satu contoh prinsip kerja yang dikembangkan dari nilai-nilai tersebut adalah prinsip ”Serve with The Heart” (Melayani Dengan Hati). Prinsip pelayanan seperti ini tidak saja dikembangkan dengan menekankan kemampuan memberikan pelayanan kepada klien secara profesional (sesuai dengan standar kerja yang berlaku dalam dunia periklanan), namun 5
Hasil wawancara tanggal 24 November 2008
46
juga dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan yang bersifat personal dari sisi kemanusiaan (humanis). Kedua bentuk dimensi pelayanan inilah yang pada akhirnya mampu membangun fleksibilitas terhadap berbagai persoalan yang muncul dalam kerjasama bisnis antara klien dan Dwi Sapta Advertising. Kekuatan budaya perusahaan yang berbasis pelayanan terhadap klien ini secara empiris mampu menjaga loyalitas klien selama belasan atau bahkan puluhan tahun. 3. Infrastruktur Bisnis Perusahaan Dwi Sapta Advertising Komitmen perusahaan untuk menyukseskan berbagai produk dan merek klien yang ditanganinya tidak hanya sebatas ’jargon’ yang tertulis di atas kertas (pernyataan bentuk positioning maupun budaya perusahaan yang tertulis dalam company profile Dwi Sapta Advertising). Komitmen tersebut juga dibuktikan dalam wujud investasi bisnis berupa infrastruktur peralatan untuk mendukung pelayanan maksimal kepada klien. Secara bertahap Dwi Sapta Advertising senantiasa berusaha menambah berbagai infrastruktur bisnis yang dimiliki seiring dengan tuntutan kebutuhan klien. Menurut Maya C. Watono3, General Manager Dwi Sapta Advertising yang membawahi bidang operasional dan HRD, sejak berdiri pada tahun 1981 sebagai cikal bakal perusahaan periklanan, awalnya infrastruktur yang dimiliki lebih banyak ke arah peralatan kerja pada bidang jasa fotografi profesional (beragam jenis dan merek kamera, lampu, roll film, alat cuci cetak, dan lain-lain). Setahun kemudian (1982), Dwi Sapta Advertising menambah infrastruktur pada bidang sablon dan percetakan. Kemudian pada tahun 1985 menambah infrastruktur yang dibutuhkan untuk jasa pelayanan periklanan media cetak terpadu (mulai dari peralatan produksi sticker, brosur, leaflet, poster, umbul-umbul, spanduk, billboard, hingga iklan media cetak). Pada tahun 1989, seiring dengan kemunculan stasiun televisi swasta pertama (RCTI), Dwi Sapta Advertising menambah kembali infrastruktur yang mendukung untuk menjadi ”Full Service Advertising Agency”. Mulai tahun inilah Dwi Sapta Advertising secara resmi memberikan integrasi pelayanan periklanan Above The Line dan Bellow 3
Hasil wawancara tanggal 23 Oktober 2008
47
The Line. Pada tahun 1995, Dwi Sapta Advertising menambah kembali infrastruktur pelayanannya kepada klien, terutama yang berkaitan dengan pelayanan produksi iklan televisi, dengan mendirikan rumah produksi Netracomm. Kebijakan bisnis ini kemudian dilengkapi dengan pendirian Neo Post pada tahun 2004 yang berfungsi untuk kepentingan editing film iklan televisi. Dengan berbagai infrastruktur yang lengkap tersebut, Dwi Sapta Advertising mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada klien-kliennya hingga sekarang ini.
4. Proses Kerja Internal Perusahaan Dwi Sapta Advertising Selama 25 tahun pertama (1981-2006) proses kerja internal Dwi Sapta Advertising cenderung lebih terfokus pada tujuan bagaimana menciptakan angka penjualan produk-produk klien dengan setinggitingginya. Target ini tidak bisa dilepaskan dari positioning perusahaan yang menempatkan diri sebagai agency berbasis ”Advertising That Sells”. Implikasi dari fokus target seperti ini lebih banyak memberikan perhatian pada
pendekatan
komunikasi
iklan
yang
bersifat
’hard
sell’.
Konsekuensinya, aspek pengembangan merek relatif kurang mendapat porsi perhatian yang lebih memadai. Menurut M.Kh. Rachman R4, Senior Business Development Manager Dwi Sapta Advertising, sejak kurun waktu dua tahun terakhir (2006-2008) Dwi Sapta Advertising telah menyesuaikan proses kerja internal yang telah dijalankan selama ini dengan maksud untuk memberikan keseimbangan antara pencapaian target penjualan dan pengembangan merek. Dengan perubahan orientasi kerja seperti ini, maka proses kerja internal perusahaan pun mengalami penyesuaian. Secara konkret, Dwi Sapta Advertising mulai mengembangkan sinergi kerja antar bagian yang terlibat dalam proses pengembangan komunikasi produk. Fungsi dan peran untuk melakukan sinergi antar bagian itulah yang saat ini dijalankan oleh Divisi Business Development. Di satu sisi, bagian ini bertanggungjawab untuk menyusun strategi bisnis dan komunikasi produk klien agar sukses di pasar, baik dari sisi 4
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
48
penjualan maupun pengembangan merek. Disinilah fungsi dan peran Divisi Business Development untuk menyinergikan berbagai turunan bentuk strategi bisnis dan komunikasi produk tersebut menjadi strategi kreatif, strategi perencanaan media dan pengembangan program-program komunikasi pemasaran lainnya. Namun, di sisi lainnya, bagian ini juga bertanggungjawab untuk mengarahkan pengembangan strategi bisnis Dwi Sapta Advertising secara korporat. Dalam prakteknya, secara operasional, tugas-tugas tersebut dijalankan dengan menempatkan proses mencari ‘consumer insight’ sebagai langkah awal dan menjadi dasar penyusunan berbagai strategi, baik bisnis, pemasaran, komunikasi, kreatif, media, dan lain-lain.
5. Sentralisasi Proses Pengambilan Keputusan Manajemen Perusahaan Keberadaan Dwi Sapta Advertising tidak dapat dilepaskan dari sosok dan figur pendiri sekaligus pemiliknya, A. Adji Watono. Sebagai seorang pengusaha bidang periklanan, pribadi A. Adji Watono adalah sosok yang penuh kontroversial. Beberapa contoh kasus yang dapat menggambarkan sosoknya yang penuh kontrversial adalah keberaniannya memilih positioning sebagai agency yang berbasis ”Advertising That Sells” di saat hampir semua agency di Indonesia menempatkan penghargaan kreatif sebagai orientasi utama bisnisnya. Contoh lain adalah ketika terjadi krisis pada tahun 1997, hampir semua pemilik perusahaan periklanan menyarankan kliennya untuk berhenti sementara dalam beraktivitas promosi, justru A. Adji Watono5 menyarankan kebalikannya. Masih dalam suasana dan situasi krisis tahun 1997, A.Adji Watono berani melakukan investasi jangka panjang dengan membeli dan membangun kantor baru bagi Dwi Sapta Advertising di kawasan Komplek Gading Bukit Indah Kelapa Gading. Secara singkat, dalam menjalankan perusahaan selama lebih dari 27 tahun, A. Adji Watono tidak hanya mengandalkan perhitungan bisnis secara kalkulasi matematik, namun juga menggabungkannya dengan pertimbangan-pertimbangan bersifat intuitif, bahkan cenderung nekad 5
Hasil wawancara tanggal 24 November 2008
49
(gambling). Meski demikian, dengan cara seperti ini justru telah berhasil (proven) membawa Dwi Sapta Advertising berkembang seperti sekarang ini. Demikian pula yang telah dialami oleh klien-kliennya yang semula masih sebagai perusahaan kecil, sekarang sudah menjelma menjadi perusahaan
besar,
dengan
produk-produk
yang
semula
tidak
diperhitungkan, kini menjadi produk yang sukses di pasar dan menjadi market leader. Kekuatan sosok dan figur A.Adji Watono inilah yang sangat dominan mewarnai setiap proses pengambilan keputusan manajerial di Dwi Sapta Advertising. Padahal di level manajemen Dwi Sapta Advertising, Maya C. Watono (anaknya) yang duduk sebagai General Manager sekaligus Media Director di Dwi Sapta Advertising masih menunggu ’final decision maker’ dari A. Adji Watono, terlebih bila keputusan tersebut terkait dengan aspek finansial. 6. Kompetensi SDM Kreatif Periklanan Dwi Sapta Advertising Pengalaman Dwi Sapta Advertising selama lebih dari 27 tahun, selain telah membesarkan bisnis perusahaan dan produk-produk klien, sekaligus membentuk jenis kategori
dan tingkatan kompetensi yang
dimiliki oleh SDM Kreatif Periklanan Dwi Sapta Advertising. Dengan pengalaman telah mengelola dan menyukseskan berbagai jenis produk dan merek kliennya, Dwi Sapta Advertising telah dipersepsi sebagai perusahaan periklanan yang sangat kuat Tim Kreatif bila diminta harus membuatkan pendekatan komunikasi berorientasi pada penjualan. Di satu sisi, persepsi tentang kompetensi SDM Kreatif Periklanan seperti itu sebenarnya sejalan dan memperkuat pilihan positioning perusahaan, serta membantu membangun corporate image Dwi Sapta Advertising. Namun, di sisi lainnya menjadi ’barrier’ terhadap peluang bisnis perusahaan untuk dapat menangani berbagai kampanye produk dan merek tertentu yang cenderung menggunakan pendekatan komunikasi yang ’soft sells dan high image’. Menurut C. Aristantono4, Creative Director Dwi Sapta Advertising, saat ini sebenarnya Dwi Sapta Advertising telah memiliki tim kreatif yang 4
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
50
cukup lengkap, baik dari sisi jumlah, tingkat kompetensi, latar belakang pengalaman kerja di bidang periklanan, maupun karakteristik pendekatan dan gaya kreatif yang dimilikinya. Dengan empat Tim Kreatif yang ada, Dwi Sapta sebenarnya mampu mengerjakan bentuk iklan dengan pendekatan kreatif apapun, baik bersifat ’hard sells” maupun ”soft sells atau high image”. Aristantono sendiri mengakui bahwa dirinya bersedia bergabung memperkuat Tim Kreatif Dwi Sapta Advertising sejak awal tahun 2006 atas dasar permintaan A. Adji Watono sebagai pemilik perusahaan agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan klien yang lebih memilih pendekatan komunikasi bersifat ”soft sells dan high image”. Aristantono sendiri sebelumnya adalah praktisi kreatif periklanan yang lebih banyak menghabiskan pengalaman kerjanya di berbagai perusahaan periklanan asing, seperti Lowe, JWT, dan lain-lain. 7. Karakteristik Klien-Klien Dwi Sapta Advertising Hingga saat ini, Dwi Sapta Advertising memiliki dan menangani lebih dari 50 produk dan merek yang sangat beragam, mulai dari otomotif, sparepart, perbankan, makanan, minuman, obat, multivitamin, jamu, produk perawatan tubuh, produk rumah tangga, peralatan elektronik dan lain-lain. Dengan jumlah klien yang banyak dan beragam tersebut, Dwi Sapta Advertising tetap memperlakukannya secara ’customized’, sejalan dengan prinsip pelayanan yang selama ini sudah dikembangkan. Menurut Tanty Dewi Permassanty3, Account Director Dwi Sapta Advertising, kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada klien-klien secara profesional dan personal tersebut secara empiris mampu menjaga kelangsungan hubungan kerjasama yang ada selama belasan atau bahkan puluhan tahun. Dwi Sapta Advertising sangat menyadari bahwa karakteristik klien-klien yang dimilikinya itu sangat berbeda satu sama lain, baik dari segi latar belakangan perusahaan, karakteristik produk yang dimilikinya, bentuk persaingan dan kompetisi produknya di pasar, gaya manajemen perusahaan, maupun tipologi profil personal para pemegang produk dan mereknya di lapangan. Oleh karena 3
Hasil wawancara tanggal 23 Oktober 2008
51
itu, perlu ditangani dan dikelola secara berbeda sesuai kondisi dan karakteristik masing-masing. Tanty Dewi Permassanty3 menjelaskan bahwa hingga saat ini, beberapa contoh kerjasama dengan berbagai klien telah berjalan selama belasan atau bahkan puluhan tahun. Misalnya, dengan Djarum lebih dari 27 tahun, Kino Group lebih dari 15 tahun, Enesis Group lebih dari 14 tahun, Sidomuncul lebih dari 15 tahun, Kable Farma lebih dari 15 tahun, Daihatsu lebih dari 12 tahun, dan lain-lain. Hal itu terjadi, karena selama bekerjasama dengan klien-klien tersebut, Dwi Sapta Advertising selalu memenuhi tuntutan kebutuhan dan keinginan klien, baik yang didasarkan pencapaian target penjualan produknya, kemampuan berempati pada kondisi klien, kecepatan dan fleksibilitas waktu kerja, sistem dan manajemen kerja yang diharapkan klien, kedekatan secara personal (chemistry), maupun kecocokan pada tingkat harga yang diberikan oleh Dwi Sapta Advertising. 8. Aktivitas Komunikasi Perusahaan Dwi Sapta Advertising Mengelola perusahaan periklanan pada dasarnya adalah mengelola citra perusahaan di mata konsumen, baik yang sudah ataupun belum menjadi klien. Karena sifatnya yang bergerak di bidang jasa, maka penilaian terhadap mutu produknya bersifat relatif, bahkan disebut subyektif. Demikian pula yang dialami oleh Dwi Sapta Advertising selama ini. Hasil karya-karya periklanan Dwi Sapta Advertising tidak saja dinilai berdasarkan materi kreatif iklan secara fisik (dapat lihat dan didengar), namun seringkali juga di pengaruhi oleh penilaian-penilaian lain yang berada di luar materi kreatif iklan tersebut secara fisik (beyond product), terutama yang berkaitan dengan citra atau label yang sudah melekat di Dwi Sapta Advertising secara korporat. Atas dasar pemikiran dan pertimbangan itulah, Dwi Sapta Advertising mengambil kebijakan untuk menangani program-program komunikasi korporatnya secara lebih serius. Menurut Saida Rosadi4), Staff Bagian Public Relations Dwi Sapta Advertising, selama ini ada beberapa bentuk program komunikasi korporat yang dilakukan oleh Dwi Sapta 3
Hasil wawancara tanggal 23 Oktober 2008
52
Advertising, antara lain Iklan di media cetak (berbentuk iklan korporat, lowongan kerja, feature, dan lain-lain), sponsorship kegiatan, charity and TV program, penerbitan majalah dan buku, program-program yang berbasis tanggungjawab sosial perusahaan seperti kunjungan mahasiswa, bedah buku, studium general mahasiswa, praktek kerja dan job training mahasiswa, program inkubasi profesi bagi dosen, beasiswa berprestasi bagi anak kurang mampu, donasi panti asuhan dan rumah jompo, dan lainlain). Saida Rosadi4 menjelaskan bahwa program komunikasi korporat yang dinilai cukup besar memberikan kontribusi terhadap datangnya undangan pitching (tender) bagi Dwi Sapta Advertising adalah yang berasal dari penerbitan buku periklanan. Saat ini, Dwi Sapta Advertising sudah menerbitkan dua buku periklanan, yaitu ”Advertising That Sells” (terbit tahun 2006) dan ”Advertising That Makes Money” (terbit tahun 2008).
D. Hasil Analisis SWOT Sebagai Alat Perumusan Strategi Pemasaran 1. Tahapan Penyusunan Perencanaan Strategis Dwi Sapta Advertising Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa analisis SWOT adalah sebuah kerangka analisis strategi yang menekankan optimal bentuk kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) yang dilakukan seiring dengan minimalisasi bentuk kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis ini memberikan gambaran secara konkrit bagaimana kondisi obyektif situasi dan persaingan bisnis yang dihadapi Dwi Sapta Advertising, melalui deksripsi peluang dan ancaman yang berasal dari eksternal perusahaan sekaligus membandingkannya dengan kekuatan dan kelemahan yang ada di internal perusahaan. Profil kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman ini dapat ditelusuri dan diidentifikasi melalui gambaran kondisi dan situasi yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (A, B dan C).
4
Hasil wawancara tanggal 4 September 2008
53
Kekuatan merupakan sumber daya, keterampilan, kelebihan dan keunggulan-keunggulan lainnya secara relatif dibandingkan terhadap pesaing
maupun terhadap perkembangan kebutuhan pasar yang akan
dimasuki secara bisnis oleh Dwi Sapta Advertising. Faktor kekuatan ini dapat dianggap sebagai kompetensi khusus (distinctive competence) yang memberikan keunggulan komparatif bagi Dwi Sapta Advertising dalam bersaing dengan agency-agency lain di pasar industri periklanan. Sementara kelemahan
dapat
dianggap
sebagai
keterbatasan
atau
kekurangan perusahaan yang bisa saja meliputi aspek SDM, keterampilan ataupun kondisi-kondisi lainnya yang dapat menghambat perkembangan Dwi Sapta Advertising. Peluang adalah berbagai perkembangan situasi dan kondisi makro yang kondusif bagi Dwi Sapta Advertising secara korporat, mulai dari dinamika industri periklanan, trend perkembangan teknologi komunikasi dan industri media, perkembangan regulasi dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan bisnis periklanan, perkembangan daya beli konsumen, perkembangan gaya hidup dan nilai-nilai baru yang berkembang di masyarakat, hingga perkembangan arah kebutuhan promosi klien. Namun, di sisi lain faktor-faktor tersebut dapat berubah menjadi ancaman bagi Dwi Sapta Advertising, manakala arah perkembangannya justru lebih menekan keberadaan perusahaan. Setelah melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal dan internal tersebut, selanjutnya diberikan bobot, rating dan skor yang menggambarkan posisi Dwi Sapta Advertising dalam konteks persaingan bisnis pada industri periklanan yang akan dapat dilihat dari lima bentuk matrik hasil analisisnya, yaitu (1) Matriks Profil SWOT Perusahaan, (2) Matriks Faktor Strategi Eksternal, (3) Matriks Faktor Strategi Internal, (4) Matriks Posisi Perusahaan, dan (5) Matriks Profil Kompetitif. Berdasarkan hasil analisis terhadap gambaran situasi dan kondisi yang terdapat di lingkungan eksternal dan internal Dwi Sapta Advertising, maka dapat susun Matriks Profil SWOT Perusahaan seperti dimuat pada Tabel 5.
54
Tabel 5. Matrik Profil SWOT Perusahaan 1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KEKUATAN (S) Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) Infrastruktur bisnis yang lengkap (creative agency, media specialist, PH, editing film, brand activation, dll) dengan harga kompetitif. Proses kerja yang berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu yang terbatas sekalipun (rush job) Tim kreatif yang lengkap dan multitalented Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan. Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif (media massa, seminar bisnis, penerbitan majalah dan buku, hingga ke forum-forum akademik) PELUANG (T) Trend pertumbuhan industri periklanan yang cukup nyata (‘double digit’), dilihat dari besaran pengeluaran belanja iklan nasional Trend perkembangan industri media (khususnya program TV) yang membuka peluang perkembangan built in promo atau creative media. Perkembangan teknologi produksi berbagai produk yang pada akhirnya banyak melahirkan berbagai produk baru yang juga membutuhkan promosi Berkembangnya kesadaran dan kebutuhan klien membuat program komunikasi produk dan merek lebih sistematis dan berbasis ’consumer insight’ Terbukanya kesempatan untuk ikut dalam proses pitching (tender) social campaign yang berasal dari instansi pemerintah maupun BUMN Adanya testimoni dari beberapa klien yang merasa puas dengan kinerja perusahaan maupun yang terekspos dari salah satu program komunikasi perusahaan (buku, majalah, seminar, dll)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
KELEMAHAN (W) Brand Dwi Sapta telah cukup kuat dipersepsi oleh konsumen (calon klien) sebagai agency ‘hard sells’ Mutu output kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat (kental/ menonjol) sisi teknisnya dibanding kekuatan konsep idenya Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien sedemikian ’powerfull’, sehingga menjadi kendala operasional Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun terbentuk sebagai profesional periklanan yang berorientasi pada penjualan masih cukup kuat, sehingga menjadi ’barrier’ dalam transisi ke pendekatan ”Advertising That Sells with Style” Belum adanya standarisasi baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien ANCAMAN (T) Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika yang berujung pada penurunan daya beli konsumen dan budget promosi klien Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif (internet based) yang selama ini kurang mendapat porsi perhatian perusahaan Sikap klien yang makin cerdas, kritis, selektif terhadap budget promosi dan pemilihan media Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks Gaya hidup masyarakat yang diikuti oleh perubahan aspirasi, kebutuhan dan keinginan konsumen sebagai end user Dampak fenomena ’cheap revolution’ yang berimbas pada ’jor-joran’ perang tarif agency fee, media fee, supervision fee, dan lain-lain Eksodus SDM periklanan yang kompeten dan memiliki hubungan profesional dan personal yang baik dengan klien ke pihak pesaing Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja perusahaan
55
Berdasarkan hasil pengumpulan data responden terhadap gambaran situasi dan kondisi yang terdapat di lingkungan eksternal dan internal Dwi Sapta Advertising dari sumber data responden, maka dapat diperoleh Bobot SWOT Perusahaan (Eksternal dan Internal) seperti dimuat pada Tabel 6 dan 7.
Tabel 6. Bobot SWOT Eksternal NO
FAKTOR EKSTERNAL
1
2
3
Responden 4 5 6
7
Rataan
12
6
5
5
7
10
5
7,14*
9
10
8
12
15
10
10
10,57
6
5
5
5
5
5
5
5,14
7
9
7
5
6
5
8
6,71
5
8
7
5
8
5
6
6,57
8
5
10
5
5
10
15
8,29
11
15
12
12
12
15
8
12,14
4
6
5
10
7
4
8
6,29
9
9
12
12
7
10
5
9,14
7
8
5
9
7
10
5
7,29
4
6
6
5
6
3
5
5,00
9
6
9
10
8
10
1O
8,86
6
5
5
5
6
3
5
5,00
3
2
4
0
1
0
5
2,14
PELUANG 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tren pertumbuhan industri periklanan yang nyata (‘double digit’) Trend perkembangan industri media (built in promo dan creative media) Perkembangan teknologi produksi (banyak melahirkan produk baru) Perkembangan kesadaran klien untuk berpromosi lebih sistematis (insight) Terbukanya kesempatan untuk ikut pitching social campaign Adanya testimony positif (klien yang puas atau dari buku)
ANCAMAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah terhadap dollar Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif Sikap klien yang makin cerdas, kritis, dan selektif terhadap budget promosi Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks Perubahan gaya hidup masyarakat sebagai end user. Dampak fenomena ’cheap revolution’ dalam bentuk perang harga Eksodus SDM periklanan yang kompeten ke pihak kompetitor Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja JUMLAH
100 100 100 100
100
100 100
100
*) 12 + 6 + 5 + 5 + 7 + 10 + 5 = 7,14 dan perhitungan selanjutnya adalah serupa caranya 12
56
Tabel 7. Bobot SWOT Internal NO
1
2
3
Responden 4 5 6
7
Rataan
7
5
6
3
5
4
6
5,14*
8
5
6
3
5
10
6
6,14
12
10
15
9
15
13
10
12,00
6
8
10
6
10
5
8
7,57
8
8
6
6
5
7
6
6,71
6
5
8
10
5
6
6
6,57
8
5
6
13
8
12
8
8,57
6
5
5
8
5
4
6
5,57
10
13
6
7
9
8
8
8,71
12
10
8
6
8
10
6
8,57
5
5
5
9
7
6
10
6,71
4
6
6
8
8
6
6
6,29
5
8
7
6
5
4
8
6,14
3
7
6
6
5
5
6
5,43
100
100
100
100
100
100
100
100
FAKTOR INTERNAL
KEKUATAN 1. 2.
3.
4. 5.
6. 7.
8.
Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) Infrastruktur bisnis yang lengkap dengan harga kompetitif Proses kerja berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu yang terbatas sekalipun (rush job) Tim kreatif yang lengkap dan multitalented Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif
KELEMAHAN 1. 2.
3.
4.
5.
6.
Brand Dwi Sapta telah cukup kuat dipersepsi sebagai agency ‘hard sells’ Mutu output kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat sisi teknisnya Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien sedemikian ’powerfull’ Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun masih cukup kuat menjadi ’barrier’ Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien JUMLAH
*) keterangan serupa dengan yang dimuat pada Tabel 6.
Berdasarkan hasil pembobotan SWOT perusahaan dan rating yang diperoleh dari responden, maka diperoleh matriks EFE/EFAS (Tabel 8) dan matriks IFE/IFAS (Tabel 9).
57
Tabel 8. Matriks EFE/EFAS FAKTOR EKSTERNAL
BOBOT
RATING
(a)
(b)
NILAI SKOR TERBOBOT (a x b)
0,07
2,29
0,02
0,11
3,57
0,38
0,05
2,14
0,11
0,07
2,86
0,20
0,07
2,57
0,17
0,08
3,00
0,25
0,12
2,00
0,24
0,06
2,43
0,15
0,09
2,57
0,23
0,07
2,29
0,17
0,05
2,14
0,11
0,09
2,86
0,25
0,05
1,86
0,09
0,02
1,29
0,03
PELUANG Trend pertumbuhan industri periklanan yang nyata (‘double digit’) Trend perkembangan industri media (built in promo dan creative media) Perkembangan teknologi produksi (banyak melahirkan produk baru) Perkembangan kesadaran klien untuk berpromosi lebih sistematis (insight) Terbukanya kesempatan untuk ikut pitching social campaign Adanya testimony positif (klien yang puas atau dari buku) ANCAMAN Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah terhadap dollar Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif Sikap klien yang makin cerdas, kritis dan selektif terhadap budget promosi Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks Perubahan gaya hidup masyarakat sebagai end user. Dampak fenomena ’cheap revolution’ dalam bentuk perang harga Eksodus SDM periklanan yang kompeten ke pihak kompetitor Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja JUMLAH
1,00
2,39
Tabel 9. Matriks IFE/IFAS FAKTOR EKSTERNAL
BOBOT (a)
RATING (b)
NILAI SKOR TERBOBOT (axb)
0,05
2,86
0,15
0,06
3,29
0,20
0,12
3,57
0,43
0,08
3,00
0,23
0,07
3,00
0,20
0,07
2,43
0,16
KEKUATAN Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) Infrastruktur bisnis yang lengkap dengan harga kompetitif. Proses kerja yang berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu yang terbatas sekalipun (rush job) Tim kreatif yang lengkap dan multi-talented
58
Lanjutan Tabel 9. FAKTOR EKSTERNAL
BOBOT
RATING
(a)
(b)
NILAI SKOR TERBOBOT (axb)
0,09
2,86
0,25
0,06
3,00
0,17
0,09
2,43
0,21
0,09
2,26
0,19
0,07
2,57
0,17
0,06
2,57
0,16
0,06
2,57
0,16
0,05
2,57
0,14
KEKUATAN Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan. Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif KELEMAHAN Brand Dwi Sapta telah cukup kuat dipersepsi sebagai agency ‘hard sells’ Mutu out put kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat sisi teknisnya Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien sedemikian ’powerfull’ Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun masih cukup kuat menjadi ’barrier’ Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien JUMLAH
1,00
2,81
Hasil perhitungan nilai kumulatif yang ada pada Matriks Faktor Strategi Eksternal dan Internal tersebut dapat digunakan sebagai dasar penentuan posisi perusahaan Dwi Sapta Advertising, yaitu nilai kumulatif peubah eksternal (2,39) diperlakukan sebagai sumbu X (vertikal) dan peubah internal (2,81) sebagai sumbu Y (horizontal), seperti dimuat pada Gambar 9. Matriks Posisi Perusahaan menawarkan 3 (tiga) bentuk alternatif strategi, yaitu : 4. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy), dimana kuadran-kuadran ini merupakan kondisi pertumbuhan perusahaan (kuadran 1, 2, dan 5) atau upaya untuk melakukan diversifikasi (kuadran 7 dan 8). 5. Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah suatu bentuk strategi yang diterapkan tanpa harus mengubah arah strategi yang sedang berjalan atau sedang diterapkan (kuadran 4 dan 5). 6. Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (kuadran 3, 6 dan 9).
59
--- Total Skor Faktor Internal --Kuat 4,0
Tinggi
3,0
Kuadran-1 Pertumbuhan (Konsentrasi – Integrasi Vertikal)
2,81 Rataan
Lemah 2,0
1,0
Kuadran-2 Pertumbuhan (Konsentrasi – Integrasi Horizontal)
Kuadran-3 Penciutan (Turnaround)
-- Total Skor Faktor Eksternal --
3,0
Rataan
Kuadran-4 Stabilitas (Hati-Hati)
Kuadran-5 Pertumbuhan (Konsentrasi – Integrasi Horizontal) Stabilitas (Tidak ada perubahan & Profit Strategi
2,39
Kuadran-6 Penciutan (Captive Company atau Divestasi)
2,0
Rendah
Kuadran-7 Pertumbuhan (Diversifikasi Konsentrik)
Kuadran-8 Pertumbuhan (Diversifikasi Konglomerat)
Kuadran-9 Penciutan (Bangkrut atau Likuidasi)
1,0
Gambar 9. Matriks posisi perusahaan
Dengan melihat kordinat titik temu peubah eksternal dan internal tersebut dapat dinyatakan bahwa posisi Dwi Sapta Advertising berada dalam Kuadran-5 yang berisi rekomendasi untuk melakukan strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal. Bila melihat nilai akhir dari
60
peubah eksternal (2,39), maka dapat dinyatakan bahwa lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising
relatif
cukup
memberikan
prospek
yang
baik
bagi
kelangsungan bisnisnya. Bila melihat nilai akhir dari peubah internal (2,81), sehingga dapat dinyatakan bahwa lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) yang dimiliki Dwi Sapta Advertising relatif cukup siap merespon prospek yang terbuka yang ada di lingkungan eksternal perusahaan. Konsekuensi
dari
rekomendasi
strategi
berdasarkan
posisi
perusahaan, maka Dwi Sapta Advertising lebih mengarahkan kepada pencapaian kondisi pertumbuhan pendapatan perusahaan (billing), pertumbuhan keuntungan perusahaan (profitabilitas) dan pertumbuhan aset perusahaan. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan berbagai jasa layanan baru di bidang periklanan dan komunikasi pemasaran, melakukan peningkatan mutu hasil pekerjaan yang sudah ada (mutu konsep dan rekomendasi strategi komunikasi, kreatif, media, produksi, evaluasi dan monitoring belanja iklan, dan sebagainya), melakukan efisiensi biaya operasional dan produksi, serta memperluas akses pasar baru yang selama ini belum pernah dirambah. Untuk melengkapi analisis hasil perhitungan profil SWOT dan posisi perusahaan Dwi Sapta Advertising tersebut, selanjutnya digunakan analisis perbandingan perusahaan dengan beberapa pesaingnya di pasar. Dalam hal ini, Dwi Sapta Advertising dibandingkan dengan dua kategori pesaing sesama perusahaan periklanan (advertising agency), yaitu (1) pesaing yang berasal dari kategori agency papan atas dan (2) pesaing yang berasal dari kategori agency papan bawah. Karakteristik profil perusahaan pesaing yang berasal dari kategori agency papan atas ini dapat berasal dari sesama agency lokal seperti Dwi Sapta Advertising, namun kebanyakan berasal dari agency multinasional (asing) yang biasanya di atas kertas memiliki beberapa keunggulan komparatif seperti
nama baik dan reputasi perusahaan di dunia
internasional, kekuatan jaringan bisnis di dunia, kekuatan modal secara
61
finansial, kekuatan kompetensi SDM, kekuatan standarisasi sistem bisnis dan mekanisme kerja, serta kemampuan untuk menyusun strategi secara keseluruhan. Sementara karakteristik profil perusahaan pesaing yang berasal dari kategori agency papan bawah ini seluruhnya berasal dari sesama agency lokal seperti Dwi Sapta Advertising, berupa perusahaan lokal yang berasal dari berbagai daerah maupun perusahaan periklanan baru di Jakarta yang didirikan oleh praktisi periklanan senior yang sudah berpengalaman bekerja di agency yang sudah mapan. Analisis perbandingan perusahaan dengan pesaing membantu memberikan gambaran peta kompetisi yang akan dihadapi oleh perusahaan Dwi Sapta Advertising (Tabel 10). Dalam prakteknya, Dwi Sapta sering mengikuti proses pitching (tender) iklan tidak saja hanya berhadapan dengan kompetitor yang berasal dari kategori agency papan atas. Dalam waktu dan kesempatan yang sama, Dwi Sapta Advertising juga harus berhadapan dengan pesaing yang berasal dari agency papan bawah. Kedua jenis pesaing ini memiliki kekuatan dan keunggulan yang berbeda satu sama lain, sehingga perlu ’perlakuan’ strategi yang berbeda pula dalam menghadapinya. Berdasarkan data hasil analisis Matrik Profil Kompetitif antara Dwi Sapta Advertising dengan para kompetitornya, maka dapat disebutkan bahwa secara keseluruhan Dwi Sapta Advertising berada pada posisi cukup kuat (skor total 2,61 mendekati kriteria di atas rataan perusahaan periklanan pada umumnya). Posisi seperti ini hanya bisa dikalahkan oleh perusahaan pesaing yang berasal dari kategori papan atas (perusahaan periklanan multinasional). Meski demikian, dalam beberapa aspek kekuatan bargaining power terhadap media house, mutu pelayanan yang prima, kecepatan dalam merespon kebutuhan klien, fleksibilitas dan empati kepada klien, serta tingkat harga yang kompetitif, posisi Dwi Sapta tetap mampu mengungguli perusahaan pesaing tersebut.
62
Tabel 10. Matriks profil kompetitif FAKTOR STRATEGIK
BOBOT (a)
Kemampuan menyusun strategi secara keseluruhan (marketing, brand, komunikasi, kreatif dan activation) Mutu dan daya tarik konsep maupun ide kreatif yang relevan dengan strategi yang sudah dibuat Kemampuan mengukur dan mengevaluasi efektivitas berbagai program promosi yang telah dijalankan Kemampuan menyusun strategi perencanaan media Kekuatan bargaining power terhadap media house (besaran diskon dan bonus) Mutu pelayanan yang diberikan secara profesional dan personal Kecepatan dalam merespon dan memenuhi berbagai permintaan dan kebutuhan yang dimiliki oleh klien Fleksibilitas dan empati terhadap kondisi dan situasi sulit yang dihadapi oleh klien Tingkat harga yang kompetitif untuk berbagai jasa perancangan dan produksi berbagai materi kreatif Bonafiditas dan reputasi perusahaan sebagai advertising agency TOTAL
PERUSAHAAN (DSA) Skor Nilai (b) (a x b)
KOMPETITOR KOMPETITOR PAPAN ATAS PAPAN BAWAH Skor Nilai Skor Nilai (b) (a x b) (b) (a x b)
0,15
2
0,30
3
0,45
1
0,15
0,15
2
0,30
4
0,60
2
0,30
0,10
3
0,30
4
0,40
2
0,20
0,10
2
0,20
2
0,20
1
0,10
0,10
3
0,30
2
0,20
2
0,20
0,08
4
0,30
3
0,23
2
0,15
0,05
3
0,15
2
0,10
2
0,10
0,08
3
0,23
2
0,15
2
0,15
0,13
3
0,38
2
0,25
4
0,50
0,08
2
0,15
4
0,30
2
0,15
1,00
2,61
2,88
2,00
2. Rancangan Strategi Pemasaran Dwi Sapta Advertising Setelah melakukan proses analisis tentang kekuatan dan kelemahan Dwi Sapta Advertising secara korporat yang dibandingkan dengan kondisi peluang dan tantangan bisnis yang harus dihadapinya, maka langkah selanjutnya membuat rancangan strategi pemasaran berdasarkan informasi yang sudah dimiliki tersebut. Untuk kepentingan penyusunan strategi ini sebenarnya dapat digunakan beberapa alternatif model pengembangan strategi, yaitu
Matriks Threats, Opportunities, Weaknesses, Strengths
(TOWS) atau SWOT, Matriks BCG (Boston Consulting Group), Matriks IE, Matrik Strategic Position and Action Evaluation (SPACE), serta Matriks Grand Strategy dan QSPM.
63
Kajian ini menggunakan model pengembangan strategi gabungan antara Matrik TOWS atau SWOT dan Matriks IE, serta QSPM. Pertimbangan pemilihan ketiga model pengembangan strategi ini lebih didasarkan pada analisis tingkat kebutuhan dasar informasi yang diperlukan dalam merancang strategi pemasaran Dwi Sapta Advertising. Artinya, dengan menggunakan kedua model ini, informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan penyusunan strategi tersebut juga relatif dapat diperoleh dari lapangan. Penyusunan rancangan strategi pemasaran yang lebih realistis menggunakan model Matrik TOWS atau SWOT yang digabung dengan model Matrik IE dan QSPM. Dalam hal ini hasil analisis faktor-faktor strategik yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal perusahaan Dwi Sapta Advertising yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (D.), maka dapat disusun rancangan alternatif strategi pemasaran sesuai dengan model Matriks TOWS atau SWOT (Tabel 11). Tabel 11. Matriks SWOT FAKTOR EFE & IFE
KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
PELUANG (O)
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
ANCAMAN (T)
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
Keterangan : a. Strategi SO (Strengths-Opportunities) Strategi memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) Strategi meminimalisir (memperkecil) berbagai kelemahan internal perusahaan untuk tetap memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
64
c. Strategi ST (Strengths-Threats) Strategi memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk mengatasi berbagai ancaman yang berasal dari luar perusahaan. d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) Strategi meminimalisir (memperkecil) berbagai kelemahan internal perusahaan dan menghindari berbagai ancaman yang berasal dari luar perusahaan. 2.1. Rancangan Strategi Pemasaran Berbasis Kekuatan-Peluang (S-O) Inti dari strategi S-O adalah strategi yang menggunakan kekuatan perusahaan untuk memanfaatkan peluang pasar yang ada. Fokus dari strategi ini adalah bagaimana menciptakan, membangun dan memanfaatkan peluang pasar dengan mengandalkan kekuatan perusahaan yang secara relatif tidak atau belum dimiliki oleh para pesaing (Tabel 12).
Tabel 12. Perbandingan kekuatan dan peluang KEKUATAN (S)
PELUANG (O)
1. Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) 2. Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) 3. Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) 4. Infrastruktur bisnis yang lengkap (creative agency, media specialist, PH, editing film, brand activation, dll) dengan harga kompetitif. 5. Proses kerja berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu yang terbatas sekalipun (rush job) 6. Tim kreatif yang lengkap dan multitalented 7. Karakter klien relatif loyal dan masih berorientasi pada target penjualan. 8. Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif (media massa, seminar bisnis, penerbitan majalah dan buku, hingga ke forum-forum akademik)
1. Trend pertumbuhan industri periklanan cukup nyata (‘double digit’) dilihat dari besaran pengeluaran belanja iklan nasional 2. Trend perkembangan industri media (program TV) yang membuka peluang perkembangan built in promo (creative media) 3. Perkembangan teknologi produksi berbagai produk yang pada akhirnya banyak melahirkan berbagai produk baru yang membutuhkan promosi 4. Berkembangnya kesadaran dan kebutuhan klien untuk membuat program komunikasi produk dan merek lebih sistematis, serta berbasis ’consumer insight’ 5. Terbukanya kesempatan untuk ikut dalam proses pitching (tender) social campaign dari instansi pemerintah maupun BUMN 6. Adanya testimoni dari beberapa klien yang merasa puas dengan kinerja perusahaan maupun yang terekspos dari salah satu program komunikasi perusahaan (buku, majalah, seminar, dll)
65
Dari 6 (enam) bentuk peluang pasar di atas, Dwi Sapta Advertising fokus pada 4 (empat) bentuk peluang, yaitu
(1) Trend
perkembangan industri media (khususnya program TV) yang membuka peluang
perkembangan
built
in
promo
(creative
media),
(2)
Perkembangan teknologi produksi berbagai produk yang pada akhirnya banyak melahirkan berbagai produk baru yang membutuhkan promosi, (3) Berkembangnya kesadaran dan kebutuhan klien untuk membuat program komunikasi produk dan merek yang lebih sistematis, serta berbasis ’consumer insight’, (4) Terbukanya kesempatan untuk ikut dalam proses pitching (tender) social campaign yang berasal dari instansi pemerintah maupun BUMN. Selanjutnya, Dwi Sapta Advertising tinggal
menghubungkannya
dengan
berbagai
bentuk
kekuatan
perusahaan yang relevan dan mampu diandalkan untuk merebut peluangpeluang tersebut. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun rancangan strategi pemasaran alternatif berbasis kekuatan-peluang berikut : a. Memperkuat konsep dan strategi pengembangan creative media placement dari sisi nilai manfaat dan efektivitasnya sebagai alternatif bentuk promosi klien (faktor eksternal peluang nomor 2 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 4 dan 5) Saat ini, industri media berkembang sedemikian pesatnya. Dengan makin banyaknya jumlah media (baik itu TV, koran majalah, tabloid, radio, dan lain-lain), maka masyarakat saat ini dihadapkan pada pilihan yang begitu beragam. Khusus untuk program acara televisi, mengingat jumlah iklan yang muncul sudah semakin banyak ditambah dengan adanya ’remote control’ yang sedemikian powerfull di tangan penonton, maka sudah waktunya dipikirkan secara lebih serius alternatif lain pola pemasangan iklan di televisi. Risiko yang ditimbulkan dari jumlah iklan yang semakin bertambah tersebut menyebabkan penonton dengan mudah berpindah (zapping) ke program acara dari stasiun televisi lain. Kondisi ini mendorong rating program televisi akan menjadi ’anjlog’ (turun drastis) ketika masuk sesi commercial break (jeda iklan). Menurut data Nielsen
66
Media Research, kecenderungan turunnya rating program televisi saat tayang dibanding saat jeda iklan sekitar 30-40%. Dwi Sapta Advertising dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini (2006-2008) sudah mulai mengembangkan konsep creative media placement sebagai alternatif dari penggunaan pola tayangan iklan yang bersifat lose spot (iklan produk secara utuh). Caranya dengan memasukkan unsur materi promosi produk klien tersebut menjadi bagian dari acara program televisi (built in promo). Cara seperti ini masih relatif baru, maka belum banyak klien yang memahaminya sebagai alternatif bentuk penayangan iklan di televisi, maka pilihan bentuk alternatif strategi pemasaran ini menjadi relevan ketika dalam perkembangan selanjutnya sedikit demi sedikit mulai menunjukkan hasil yang cukup baik bagi kepentingan promosi produk klien. b. Meningkatkan intensitas dan mutu program komunikasi perusahaan secara lebih selektif dan fokus terhadap target prospek klien-klien baru yang potensial (faktor eksternal peluang nomor 3 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 1, 2, 4 dan 8) Adanya perkembangan teknologi produksi produk telah membuka peluang yang cukup besar terhadap pengembangan berbagai produk baru yang lebih sesuai dengan permintaan konsumen. Munculnya kebutuhan berbagai produk baru tersebut pada akhirnya dapat memberi kesempatan bagi peningkatan promosi produk-produk tersebut. Sebagai produk baru yang akan masuk ke pasar, sudah tentu produsen sangat berkeinginan memperoleh kesuksesan memasarkan produk tersebut. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus mampu menangkap peluang pasar tersebut dengan cara memanfaatkan berbagai kekuatan perusahaan yang relevan dengan harapan tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan program komunikasi perusahaan Dwi Sapta Advertising harus diarahkan pada tujuan membuka akses dan jaringan ke berbagai perusahaan yang akan meluncurkan
67
berbagai produk baru. Dengan lebih fokus pada target sasaran komunikasi perusahaan seperti ini, diharapkan diperoleh hasil lebih maksimal, terutama yang berkaitan dengan potensi perolehan klien baru. Dalam hal ini perlu diperhatikan kejelasan positioning perusahaan, bukti empiris pengalaman perusahaan dalam menangani produk, kekuatan infrastruktur pelayanan perusahaan, serta tingkat harga yang kompetitif (kekuatan internal perusahaan Dwi Sapta Advertising nomor 1, 2 dan 4). c. Mengembangkan konsep metodologi penelitian pemasaran dan periklanan yang lebih sesuai dengan perkembangan pasar dan tuntutan kebutuhan konsumen (didasarkan pada faktor eksternal peluang nomor 4 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 5 dan 4) Saat ini, situasi dan dinamika pasar bergerak begitu cepat, karena
konsumen semakin kritis dan banyak pertimbangan
pembelian produk ikut mengalami perubahan. Perilaku konsumen tidak dapat diikuti dengan menggunakan asumsi-asumsi berpikir yang sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman dan gaya hidup yang semakin berkembang. Dalam situasi seperti ini, banyak produsen yang membutuhkan beragam informasi baru yang selaras dengan perkembangan dinamika pasar. Hal ini juga berlaku untuk kepentingan penyusunan berbagai program komunikasi merek dan produk. Beberapa klien menyadari adanya kecepatan perubahan tersebut
menginginkan
pengembangan
program
komunikasi
pemasarannya yang harus disesuaikan dengan perkembangan situasi pasar dan dinamika perilaku konsumen, yang kemudian dikenal dengan strategi komunikasi pemasaran berbasis consumer insight. Iklan tidak lagi hanya cukup dikembangkan dari sisi artistika komunikasi. Untuk itu, diperlukan penyesuaian diri dari sisi metodologi penelitian pemasaran dan periklanan yang lebih sesuai dengan perkembangan dinamika pasar dan tuntutan kebutuhan konsumen.
68
d. Melakukan sinergi kekuatan internal perusahaan dan adaptasi pola kerja yang dapat diterima oleh kalangan instansi pemerintahan dan BUMN dalam proyek Social Campaign (didasarkan pada faktor eksternal peluang nomor 5 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 3, 4, 5 dan 6) Salah satu kontributor yang dapat mendongkrak peningkatan belanja iklan nasional di tahun 2008 pada saat terjadinya krisis finansial adalah adanya peningkatan belanja iklan untuk programprogram komunikasi sosial dan politik. Sumber dari programprogram komunikasi sosial tersebut berasal dari berbagai instansi pemerintah maupun BUMN. Sementara sumber dari programprogram komunikasi politik berasal dari partai politik maupun pengurus partai politik dan individu perseorangan yang tertarik pada bidang politik. Nilai belanja iklan dari kedua program tersebut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan cukup besar, sehingga menjadi sumber baru potensial bagi Dwi Sapta Advertising. Masalahnya adalah selama ini secara korporat, Dwi Sapta Advertising jarang atau bahkan tidak pernah bersentuhan dengan bidang-bidang komunikasi sosial dan politik. Berdasarkan kekuatan internal yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising, maka sangat berpeluang untuk mengambil kesempatan menangani berbagai proyek komunikasi sosial dan politik tersebut dengan menyusun adaptasi proses kerja internal yang selaras dengan mekanisme penanganan program komunikasi sosial dan politik; mulai dari penyediaan berbagai dokumen persyaratan administratif pitching (tender), memahami proses dan prosedur pitching (tender) yang berlaku di instansi pemerintah dan BUMN tersebut, mengikuti standar dan mekanisme pelaksanaan projek, hingga memahami bentuk
kewajiban
untuk
menyusun
laporan
perkembangan
penyelesaian pekerjaan. Di atas kertas, hal ini memang tidak mudah untuk dilakukan secara organisasional ataupun personal, karena selama ini Dwi Sapta Advertising sudah terbiasa untuk mengikuti
69
proses pitching dan penyelesaian pekerjaan dengan standar dari perusahaan swasta. 2.2. Rancangan Strategi Pemasaran Berbasis Kekuatan-Ancaman (S-T) Inti dari strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan perusahaan untuk mengurangi ancaman yang ada. Fokus dari strategi ini adalah bagaimana mengidentifikasi, memahami dan mengurangi berbagai ancaman yang muncul dengan mengandalkan kekuatan perusahaan yang secara relatif tidak atau belum dimiliki oleh para pesaing (Tabel 13).
Tabel 13. Perbandingan kekuatan dan ancaman KEKUATAN (S)
ANCAMAN (T)
1. Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) 2. Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) 3. Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) 4. Infrastruktur bisnis yang lengkap (creative agency, media specialist, PH, editing film, brand activation, dll) dengan harga kompetitif. 5. Proses kerja berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu yang terbatas sekalipun (rush job) 6. Tim kreatif yang lengkap dan multitalented 7. Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan. 8. Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif (media massa, seminar bisnis, penerbitan majalah dan buku, hingga ke forum-forum akademik).
1. Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah yang berujung pada penurunan daya beli konsumen dan budget promosi klien 2. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif (internet based) 3. Sikap klien yang makin cerdas, kritis, selektif terhadap budget promosi dan pemilihan media 4. Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks 5. Gaya hidup masyarakat yang diikuti oleh perubahan aspirasi, kebutuhan, dan keinginan konsumen sebagai end user. 6. Dampak fenomena ’cheap revolution’ yang berimbas pada ’jor-joran’ perang tarif agency fee, media fee, supervision fee, dan lain-lain 7. Eksodus SDM periklanan yang kompeten dan memiliki hubungan profesional dan personal yang baik dengan klien ke pihak pesaing. 8. Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja perusahaan.
Dari berbagai bentuk ancaman pasar di atas, hal tersebut mengarah kepada 3 (tiga) hal, yaitu
(1) konsumen makin sulit
dipersuasi, karena daya belinya yang makin turun, media habitnya yang
70
berubah, atau gaya hidup dan kebutuhannya yang juga berubah, (2) mengelola klien semakin berat, baik karena budget promosinya yang makin turun, keinginan dan kebutuhannya yang makin banyak, atau sikapnya yang makin selektif dan kritis, serta (3) adanya pengaruh faktor-faktor eksternal perusahaan yang dapat mempengaruhi proses kerja internal perusahaan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun rancangan strategi pemasaran alternatif berbasis kekuatan-ancaman berikut : a. Mengoptimalkan peran dan fungsi consumer insight sebagai dasar pengembangan strategi pemasaran, strategi komunikasi, strategi kreatif, dan strategi pemilihan media yang lebih efektif dan efisien (didasarkan pada faktor eksternal ancaman nomor 1, 2, 5 dan 6, serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 4, 5 dan 6) Dampak krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 diperkirakan akan sangat berpengaruh dan dirasakan oleh konsumen, terutama dalam hal kemampuan daya belinya. Konsumen akan menjadi lebih selektif dan memiliki skala prioritas kebutuhan yang sesuai dengan perubahan tingkat pendapatannya saat ini bila dibandingkan dengan tingkat kenaikan harga barang. Bahkan, dimungkinkan akan terjadi pengurangan frekuensi dan intensitas pembelian produk-produk yang biasa dikonsumsi sebelumnya seperti diindikasikan oleh hasil survei konsumen AC-Nielsen. Dalam situasi sulit seperti ini, Dwi Sapta Advertising harus mampu membaca, memahami, dan memperkirakan arah perubahan perilaku konsumen tersebut, terutama yang berkaitan dengan bentuk kebutuhan, tingkat daya beli dan skala prioritasnya. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus mampu mengoptimalkan peran dan fungsi departemen risetnya dalam memahami setiap gerak perubahan perilaku konsumen. Informasi ini tidak hanya terbatas pada kebiasaan dan pola konsumsi produk, tetapi meliputi perkembangan kebiasaannya dalam menggunakan media dan trend gaya hidup yang dimiliki konsumen saat ini. Berdasarkan informasi-informasi
71
tersebut, maka kebutuhan penyusunan strategi bisnis, komunikasi, kreatif, maupun media diharapkan akan menjadi lebih efektif dan efisien. b. Melakukan konsolidasi organisasi untuk dapat menghasilkan efisiensi biaya operasi, pengembangan konsep materi dan biaya produksi yang akan dibebankan kepada klien (faktor eksternal ancaman nomor 1, 3 dan 6, serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 3 dan 4) Selain memberi dampak pada konsumen, krisis finansial global tahun 2008 juga memberi pengaruh kepada klien, terutama pada bentuk penurunan budget promosi produk. Dengan budget promosi yang lebih terbatas, klien tetap memberikan standar target penjualan maupun target pengembangan citra merek tertentu seperti pada kondisi biasanya. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus melakukan konsolidasi organisasi untuk menata ulang proses kerja dan restrukturisasi biaya operasi, pengembangan konsep materi, hingga biaya produksi yang akan dibebankan kepada klien. Tujuannya untuk memperoleh biaya dan harga yang lebih efisien dan kompetitif, terutama dalam situasi dan kondisi keuangan klien yang makin terbatas di situasi krisis seperti ini dengan tidak mengurangi aspek mutu pada output pekerjaan yang dilakukan. c. Mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan menjadikan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan adaptif terhadap perubahan (faktor eksternal ancaman nomor 7 dan 8 serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 1, 2, 3 dan 8) Seringkali hubungan klien dan agency sangat bertumpu pada personal individu yang sehari-hari terlibat dalam kerjasama tersebut. Artinya, hubungan bisnis tersebut akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kedekatan secara personal dari orang-orang yang terlibat, baik dari perusahaan klien maupun dari perusahaan periklanannya itu sendiri, sehingga bila salah satu dari orang yang terlibat dalam kerjasama bisnis tersebut suatu saat tidak lagi bekerja di perusahaan asalnya, baik dari perusahaan klien maupun agency, sehingga
72
kerjasama bisnis tersebut menjadi bubar. Bila Brand Manager yang keluar, maka penggantinya akan memiliki peluang untuk mengganti agency. Demikian pula bila orang agency yang keluar, maka orang tersebut memiliki peluang untuk membawa klien tersebut ke tempat agency yang baru. Inilah kondisi kerjasama bisnis antara klienagency yang sangat kuat dipengaruhi oleh kedekatan secara personal dari masing-masing orang yang terlibat. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising perlu merumuskan suatu sistem proteksi klien yang dapat memperkuat bentuk loyalitas klien secara korporat dan bukan secara personal. Di sisi lain, Dwi Sapta Advertising harus menempatkan diri sebagai perusahaan yang adaptif terhadap perubahan apapun yang berasal dari lingkungan luar perusahaan, misalnya perubahan regulasi pemerintah di bidang periklanan. Contoh dari bentuk regulasi pemerintah yang relevan adalah ketentuan larangan menggunakan SDM asing dalam proses produksi iklan dan ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan proses produksi iklan. 2.3. Rancangan Strategi Pemasaran Berbasis Kelemahan-Peluang (W-O) Inti dari strategi W-O adalah strategi yang berupaya mengurangi berbagai kelemahan perusahaan untuk tetap dapat memperoleh peluang yang ada. Fokus dari strategi ini adalah bagaimana menjadikan berbagai kelemahan yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dibanding kekuatan yang dimiliki pesaing untuk tetap dapat memperoleh peluang pasar yang ada secara maksimal (Tabel 14). Berbagai bentuk kelemahan Dwi Sapta Advertising di atas, mengarah kepada 3 (tiga) hal : (1) citra perusahaan yang relatif telah membatasi ruang gerak bisnis perusahaan (hard sell advertising agency), (2) proses kerja dan sistem manajemen perusahaan yang kurang kondusif untuk persaingan bisnis periklanan secara profesional, serta (3) mutu output strategi bisnis dan kreatif iklan yang belum maksimal.
73
Tabel 14. Perbandingan kelemahan dan peluang KELEMAHAN (W)
PELUANG (O)
1. Brand Dwi Sapta telah cukup kuat dipersepsi oleh konsumen (calon klien) sebagai agency ‘hard sells’ 2. Mutu output kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat (kental/menonjol) sisi teknisnya dibanding kekuatan konsep idenya 3. Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir 4. Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien ’powerfull’, menjadi kendala operasional 5. Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun terbentuk sebagai profesional periklanan berorientasi pada penjualan masih cukup kuat sebagai ’barrier’ untuk transisi ke pendekatan ”Advertising That Sells with Style” 6. Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien
1. Trend pertumbuhan industri periklanan cukup nyata (‘double digit’) berdasarkan pengeluaran belanja iklan nasional 2. Trend perkembangan industri media (program TV) yang membuka peluang perkembangan built in promo (creative media) 3. Perkembangan teknologi produksi berbagai produk yang pada akhirnya banyak melahirkan berbagai produk baru yang membutuhkan promosi 4. Berkembangnya kesadaran dan kebutuhan klien untuk membuat program komunikasi produk, merek yang lebih sistematis dan berbasis ’consumer insight’ 5. Terbukanya kesempatan untuk ikut dalam proses pitching (tender) social campaign yang berasal dari instansi pemerintah maupun BUMN 6. Adanya testimoni dari beberapa klien yang merasa puas dengan kinerja perusahaan maupun yang terekspos dari salah satu program komunikasi perusahaan (buku, majalah, seminar, dll)
Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun rancangan strategi pemasaran alternatif berbasis kelemahan-peluang berikut : a. Mengembangkan strategi dan implementasi berbagai program komunikasi perusahaan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan periklanan ’multi-tasking’ yang membuat iklan yang bersifat hard sell maupun image building (faktor eksternal peluang nomor 1, 3 dan 5 serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 1) Selama ini gaya pendekatan iklan Dwi Sapta Advertising lebih mengarah kepada bentuk iklan hard sell. Hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh karakteristik klien-klien
yang dipegangnya
merupakan produk baru dan berasal dari kategori produk fast moving consumer product (FMCG). Di sisi lain, para pemilik produk-produk tersebut pada mulanya masih belum memiliki budget anggaran iklan
74
yang besar. Kondisi ini yang mendorong Dwi Sapta Advertising lebih condong memilih untuk menggunakan pendekatan iklan hard sell tersebut selama lebih dari 25 tahun. Posisi citra perusahaan seperti ini pada akhirnya bersifat dilematis. Di satu sisi, semakin memperkuat daya tawar perusahaan terhadap
berbagai
klien
potensial
yang
memang
memiliki
karakteristik dan kondisi yang sama dengan klien-klien Dwi Sapta Advertising selama ini. Namun, di sisi lainnya dapat menjadi barrier (halangan) bagi kepentingan untuk melakukan prospek kepada klienklien potensial lainnya yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan kondisi berbeda (produknya lebih mengarah sebagai produk gaya hidup atau life style atau klien yang lebih menekankan pendekatan yang lebih high image, termasuk klien-klien potensial dari kategori social campaign (instansi pemerintahan dan BUMN). Oleh karena itu, kebutuhan terhadap pengembangan strategi dan implementasi berbagai program komunikasi perusahaan menjadi sangat penting dan relevan untuk dilakukan, terutama pada bentuk edukasi tentang Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan periklanan ’multi-tasking’ (mengerjakan berbagai iklan untuk memenuhi kebutuhan apapun, bagi jenis klien manapun, dengan menggunakan pendekatan apapun). b. Melakukan upgrading kemampuan tim kreatif dari sisi penyusunan strategi dan pengembangan konseptual komunikasi pemasaran dan periklanan yang lebih sistematik dalam mengelola merek produk klien (faktor eksternal peluang nomor 4 dan 5 serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 2, 5 dan 6) Seiring dengan perjalanan waktu, kerjasama bisnis antara Dwi Sapta Advertising dan klien-kliennya telah memasuki ke fase lanjutan dengan generasi kedua dari tim manajemen perusahaan klien. Kondisi ini memberikan konsekuensi tersendiri bagi Dwi Sapta Advertising karena manajemen perusahaan klien dari generasi kedua ini merupakan orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi (bahkan sebagian besar ditempuh di luar negeri),
75
bersikap lebih kritis dan rasional, serta memiliki visi dan misi bisnis yang jauh ke depan. Oleh karena itu, keinginan dan kebutuhan yang dimilikinya juga berbeda, terutama yang berkaitan dengan kegiatan promosi produk yang tidak hanya berorientasi jangka pendek menyangkut
target
penjualan
produk
(hard
sell),
namun
mempertimbangkan aspek kebutuhan jangka panjang (manajemen merek produk). Implikasi dari adanya pergeseran bentuk permintaan dan kebutuhan klien yang seperti ini, pada akhirnya menuntut Dwi Sapta Advertising untuk mulai berpikir lebih konseptual dan strategik dalam merancang berbagai iklan dan kebutuhan promosi produk klien. Untuk memenuhi perkembangan bentuk permintaan dan kebutuhan promosi produk klien yang seperti itu, Dwi Sapta Advertising harus melakukan up grading kemampuan tim kreatifnya, terutama dari sisi penyusunan strategi dan pengembangan konseptual komunikasi pemasaran dan periklanan yang lebih sistematis dalam mengelola merek produk klien. Selain itu, target dari program upgrading kemampuan tim kreatif ini juga diarahkan untuk memberikan bekal dan wawasan baru untuk lebih memahami karakteristik bentuk program social campaign yang berasal dari instansi pemerintahan dan BUMN, terutama yang menyangkut pada pilihan
pendekatan
komunikasi
sosial
yang digunakan
dan
pemahaman tentang berbagai prosedur tender (pitching) yang berbeda dengan klien-klien selama ini. c. Menyusun kebijakan perusahaan yang lebih memberdayakan dan mengatur porsi tanggungjawab dan kewenangan anggota Board of Director secara proporsional (didasarkan pada faktor eksternal peluang nomor 1, 2, 3, 4 dan 5, serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 3 dan 4) Secara historis hubungan kerjasama bisnis antara Dwi Sapta Advertising dan klien-kliennya cenderung lebih banyak berasal dari hubungan personal antar pemilik perusahaan. Dalam struktur organisasi Dwi Sapta Advertising, posisi pemilik perusahaan secara
76
operasional
merangkap sekaligus sebagai President Director
(Presdir). Kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan posisi Presdir menjadi ’tokoh sentral’ dari berbagai keputusan strategis bisnis perusahaan. Sentralisasi proses pengambilan keputusan yang cenderung dominan masih berada di tangan Presdir ini pada akhirnya menyebabkan kurang berfungsinya peran dan tanggungjawab anggota Board of Director (BOD) lainnya, terutama dalam menyikapi berbagai perubahan dan perkembangan situasi persaingan bisnis periklanan yang terjadi. Posisi Presdir yang dominan dalam berbagai pengambilan keputusan strategik bisnis perusahaan ini semakin menjadi kendala internal manajemen perusahaan, ketika mempertimbangkan hubungan kerjasama bisnis dengan klien-klien yang bersifat personal. Dalam praktek sehari-hari, klien kadang melakukan ’by pass’ untuk langsung melakukan negosiasi bisnis dengan Presdir, terutama ketika menyangkut kepentingan yang dirasakan akan ’mentok’ ketika berhadapan dengan anggota BOD lainnya, misal menawar harga atau biaya jasa layanan perusahaan tertentu yang lebih diinginkan oleh klien. 2.4. Rancangan Strategi Pemasaran Berbasis Kelemahan-Ancaman (W-T) Inti dari strategi W-T adalah strategi yang berupaya mengurangi berbagai kelemahan perusahaan untuk menghadapi berbagai ancaman yang ada. Kelemahan-kelemahan perusahaan tersebut dianggap sebagai tambahan beban bagi perusahaan ketika menghadapi berbagai ancaman yang muncul dari luar perusahaan (Tabel 15). Kelemahan-kelemahan
internal
perusahaan
tersebut
bila
dihubungkan dengan berbagai bentuk ancaman yang berasal dari luar perusahaan, maka secara tidak langsung mengarahkan Dwi Sapta Advertising mengambil kebijakan bisnis yang melibatkan pihak lain (mitra bisnis) yang memiliki potensi kekuatan untuk menutupi berbagai
77
kelemahan internal perusahaan dalam menghadapi ancaman-ancaman yang ada. Tabel 15. Perbandingan kelemahan dan ancaman KELEMAHAN (W)
ANCAMAN (T)
1. Brand Dwi Sapta cukup kuat dipersepsi oleh konsumen (calon klien) sebagai agency ‘hard sells’ 2. Mutu output kreatif yang dihasilkan terlalu kuat (kental/menonjol) sisi teknisnya, dibandingkan kekuatan konsep idenya 3. Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan di tangan Presdir 4. Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien ”powerfull’, sering menjadi kendala operasional 5. Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun terbentuk sebagai profesional periklanan berorientasi pada penjualan masih cukup kuat, sehingga menjadi ’barrier’ untuk transisi ke pendekatan ”Advertising That Sells with Style” 6. Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien
1. Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah yang berujung pada penurunan daya beli konsumen dan budget promosi klien 2. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif (internet based) 3. Sikap klien yang makin cerdas, kritis, selektif terhadap budget promosi dan pemilihan media 4. Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks 5. Gaya hidup masyarakat yang diikuti oleh perubahan aspirasi, kebutuhan dan keinginan konsumen sebagai end user. 6. Dampak fenomena ’cheap revolution’ berimbas pada ’jorjoran’ perang tarif agency fee, media fee, supervision fee, dan lain-lain 7. Eksodus SDM periklanan yang kompeten dan memiliki hubungan profesional dan personal yang baik dengan klien ke pihak pesaing. 8. Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja perusahaan
Berdasarkan
asumsi
tersebut,
disusun
rancangan
strategi
pemasaran alternatif berbasis kelemahan-ancaman berikut : a. Mengembangkan kebijakan sindikasi projek bisnis belanja media dan pengembangan program komunikasi pemasaran dengan perusahaan lain yang lebih kuat (faktor eksternal ancaman nomor 2, 3, 4 dan 5 serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 1 dan 2) Dampak krisis finansial global memang masih harus dihadapi oleh klien dan konsumen. Dari sisi klien, dampaknya terasa bagi Dwi Sapta Advertising dalam hal penurunan budget anggaran promosi
78
produk yang ujung-ujungnya berpotensi menyebabkan turunnya pendapatan perusahaan. Sementara dari sisi konsumen, lebih mengarah kepada penurunan kemampuan daya beli yang membuat usaha untuk melakukan persuasi konsumen menjadi lebih berat. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus berani mengambil keputusan untuk mencari dan menemukan partner bisnis dari perusahaan lain untuk menghadapi berbagai bentuk ancaman yang berasal dari luar tersebut. Misalnya, mengembangkan kebijakan sindikasi proyek bisnis dalam hal belanja media promosi produk klien dengan cara ’menggandeng’ berbagai stasiun televisi, media cetak, ataupun radio siaran. Bentuk sindikasi bisnis yang bisa ditawarkan oleh Dwi Sapta Advertising adalah ’bundling campaign’ beberapa produk klien untuk memperoleh ’paket harga khusus’ yang diberikan oleh berbagai media tersebut. Bentuk sindikasi proyek bisnis lainnya adalah mengajak perusahaan lain yang bergerak di bidang brand activation untuk secara bersama-sama terlibat menangani berbagai proyek promosi yang diberikan klien untuk memiliki budget kegiatan terbatas. Dengan cara seperti ini, klien-klien Dwi Sapta Advertising yang memiliki keterbatasan budget promosi akan tetap dapat melakukan aktivitas promosi produknya secara maksimal, baik dari sisi belanja media maupun dari sisi kebutuhan program komunikasi pemasaran lainnya, misalnya program brand activation. Sementara manfaat dan keuntungan bagi Dwi Sapta Advertising sendiri adalah tetap dapat memberikan pelayanan kepada klien-kliennya dengan baik. b. Mengembangkan kebijakan proteksi karyawan berbasis kesejahteraan, pengembangan karir profesional dan kenyamanan lingkungan kerja (faktor eksternal ancaman nomor 7, serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 3, 4 dan 5) Dalam bisnis jasa periklanan, SDM adalah aset perusahaan yang sangat vital. Terlebih, bila SDM tersebut sudah sangat memahami kebutuhan, keinginan, harapan dan memiliki ’chemistry’ yang cocok dengan klien. Dalam kondisi hubungan bisnis seperti itu,
79
seringkali kepindahan SDM dari sebuah perusahaan periklanan diikuti dengan berpindahnya klien-klien yang dikelola SDM bersangkutan ke tempat perusahaan baru dimana SDM tersebut bekerja.
Oleh
mengembangkan
karena
itu,
kebijakan
Dwi
Sapta
proteksi
Advertising karyawan
perlu
berbasis
kesejahteraan, pengembangan karir profesional dan kenyamanan lingkungan kerja. Dari sisi kesejahteraan, tentu dapat dilihat dari besaran tingkat gaji dan berbagai fasilitas lainnya sesuai dengan standar ’harga pasaran’ dari posisi karyawan tersebut. Sementara dari sisi pengembangan karir profesional dapat dilihat dari kebijakan dan proses pengembangan kompetensi karyawan yang dikaitkan dengan kepastian kenaikan jenjang karir profesional karyawan tersebut. Hal lain yang harus diperhitungkan adalah kenyamanan lingkungan kerja, mulai dari kejelasan prosedur dan alur pekerjaan, job description, ruang kerja dan fasilitas kerja yang ada, kecocokan nilainilai dan budaya perusahaan, serta pola kerjasama yang melibatkan karyawan lainnya dalam satu tim.
E. Implementasi Strategi Pemasaran Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan dan formulasi berbagai alternatif strategi pemasaran yang digunakan, maka langkah selanjutnya memilih, menentukan dan mengimplementasikan berbagai strategi pemasaran tersebut. Sebagai bahan awal pada Tabel 16 dan 17 disajikan hasil rekapitulasi formulasi alternatif strategi pemasaran. Tabel 16. Strategi pemasaran berbasis kekuatan perusahaan STRENGTHS – OPPORTUNITIES
STRENGHTS - THREATS
1. Memperkuat konsep dan strategi 1. Mengoptimalkan peran dan fungsi pengembangan creative media consumer insight sebagai dasar placement dari sisi nilai manfaat pengembangan strategi pemasaran, dan efektivitasnya sebagai strategi komunikasi, strategi kreatif, alternatif bentuk promosi klien dan strategi pemilihan media yang lebih (faktor eksternal peluang nomor 2 efektif dan efisien (faktor eksternal dan faktor internal kekuatan ancaman nomor 1, 2, 5 dan 6, serta perusahaan nomor 4 dan 5) faktor internal kekuatan perusahaan nomor 4, 5 dan 6)
80
Lanjutan Tabel 16. STRENGTHS – OPPORTUNITIES 2. Meningkatkan intensitas dan mutu program komunikasi perusahaan secara lebih selektif dan fokus terhadap target prospek klien-klien baru yang potensial (faktor eksternal peluang nomor 3 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 1, 2, 4 dan 8) 3. Mengembangkan konsep penelitian pemasaran dan periklanan yang lebih sesuai dengan perkembangan pasar dan tuntutan kebutuhan konsumen (faktor eksternal peluang nomor 4 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 5 dan 4) 4. Melakukan sinergi kekuatan internal perusahaan dan adaptasi pola kerja yang dapat diterima oleh kalangan instansi pemerintahan dan BUMN dalam proyek Social Campaign (faktor eksternal peluang nomor 5 dan faktor internal kekuatan perusahaan nomor 3
STRENGHTS - THREATS 2. Melakukan konsolidasi organisasi untuk menghasilkan efisiensi biaya operasi, pengembangan konsep materi dan biaya produksi yang akan dibebankan kepada klien (faktor eksternal ancaman nomor 1, 3 dan 6 serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 3 dan 4) 3. Mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan menjadikan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan adaptif terhadap perubahan (faktor eksternal ancaman nomor 7 dan 8, serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 1, 2, 3 dan 8)
Tabel 17. Strategi pemasaran berbasis kelemahan perusahaan WEAKNESSES - OPPORTUNITIES
WEAKNESSES – THREATS
1. Mengembangkan strategi dan implementasi 1. Mengembangkan kebijakan berbagai program komunikasi perusahaan sindikasi proyek bisnis belanja media dan pengembangan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan periklanan’multi-tasking’ dan ‘hard sell’ program komunikasi pemamaupun image building (faktor eksternal saran dengan perusahaan lain yang lebih kuat (faktor peluang nomor 1, 3 dan 5, serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 1) eksternal ancaman nomor 2, 3, 4 dan 5, serta faktor 2. Melakukan upgrading kemampuan tim internal kelemahan perusahakreatif dari sisi penyusunan strategi dan an nomor 1 dan 2) pengembangan konseptual komunikasi pemasaran dan periklanan yang lebih 2. Mengembangkan kebijakan proteksi karyawan berbasis sistematis dalam mengelola merek produk kesejahteraan, pengembangan klien (faktor eksternal peluang nomor 4 dan karir profesional, serta ke5, serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 2, 5 dan 6) nyamanan lingkungan kerja (faktor eksternal ancaman 3. Menyusun kebijakan perusahaan yang lebih nomor 7, serta faktor internal memberdayakan dan mengatur porsi kelemahan perusahaan nomor tanggungjawab dan kewenangan anggota BOD secara proporsional (faktor eksternal 3, 4 dan 5) peluang nomor 1, 2, 3, 4 dan 5, serta faktor internal kelemahan perusahaan nomor 3 dan 4)
81
Berdasarkan hasil rekapitulasi formulasi alternatif strategi pemasaran tersebut dipilih beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh Dwi Sapta Advertising sesuai dengan matrik posisi perusahaan (EFE/EFAS = 2,39 dan IFE/IFAS = 2,81) dalam mendukung dan menerapkan strategi pertumbuhan dan stabilitas (konsentrasi dengan integrasi horizontal). Bentuk strategi pertumbuhan perusahaan yang dikembangkan oleh Dwi Sapta Advertising lebih diarahkan dengan cara menjaga stabilitas proses bisnis yang selama ini dilakukan, terutama mengandalkan pengelolaan klien-klien yang sekarang ini sudah dimiliki secara maksimal. Dalam praktek di lapangan, strategi ini dilakukan dengan menekankan fokus perhatian yang lebih besar kepada pelayanan berbagai kebutuhan promosi kepada klien-klien yang saat ini dimilikinya. Dengan demikian, sumber pendapatan perusahaan (billing) sangat bertumpu pada kemampuan Dwi Sapta Advertising untuk menawarkan berbagai program promosi yang dapat dimanfaatkan oleh klien-klien tersebut. Kebijakan dan strategi seperti ini secara internal Dwi Sapta Advertising dikenal “berburu di kebun binatang sendiri”. Artinya, Dwi Sapta Advertising tidak akan terlalu agresif untuk mencari dan mendapatkan klien-klien yang baru sebagai sumber pendapatan perusahaannya (billing). Dengan “berburu di kebun binatang sendiri”, maka energi dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh sumber pendapatan perusahaan akan lebih fokus digunakan dalam memberikan pelayanan secara maksimal, agar klien-klien yang sekarang ini sudah dimiliki tetap atau malah menambah belanja iklannya ke Dwi Sapta Advertising. Bentuk operasional dari kebijakan dan strategi ini adalah : i. Strategi Produk Produk dari Dwi Sapta Advertising adalah jasa layanan berbagai kebutuhan promosi produk, mulai dari pengembangan konsep iklan, produksi materi iklan, hingga penayangan berbagai materi iklan tersebut melalui media massa. Selama ini, pendekatan komunikasi iklan yang digunakan oleh Dwi Sapta Advertising lebih bersifat “hard sell” merupakan sumber kekuatan utama konsep produk Dwi Sapta
82
Advertising dari sisi pengembangan konsep iklan. Selain itu, dalam proses produksi materi iklan yang dilakukan juga memiliki keunggulan dari sisi delivery pekerjaan yang sanggup relatif lebih cepat dibandingkan dengan kompetitor. Sementara dari sisi penayangan berbagai materi iklan melalui media juga memiliki konsep ‘creative media placement’ yang sangat dapat diandalkan sebagai solusi dari makin menurunnya rating penonton televisi pada saat jeda iklan. Ketiga hal tersebut (advertising that sells, fast delivery dan creative media placement)
ketika
dilengkapi
dengan
kemampuan
memberikan
pelayanan yang terbaik (excellent service) semakin membentuk USP (Unique Selling Preposition) konsep produk layanan promosi Dwi Sapta Advertising. Saat ini USP konsep produk seperti itu tidak lagi cukup memadai, terutama ketika berhadapan dengan kondisi situasi ekonomi yang masih terkena dampak krisis finansial global dan meningkatnya kompleksitas bentuk promosi produk klien yang tidak lagi hanya sebatas jasa periklanan, tetapi mulai menuntut layanan pengembangan strategi bisnis, pemasaran, komunikasi, hingga program brand activation. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus mampu menyesuaikan konsep USP produk yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan pasar (konsumen dan klien) tersebut. Dari sisi proses pengembangan konsep iklan, pendekatan hard sell yang selama ini sudah menjadi trade mark Dwi Sapta Advertising harus dipadukan dengan mempertimbangkan juga bentuk tuntutan perkembangan dan kompleksitas kebutuhan promosi produk klien. Konsekuensinya, Dwi Sapta Advertising harus mulai melakukan transisi untuk menggunakan pengembangan konsep iklan yang baru berorientasi pada ”advertising that sells with style” (mempertahankan aspek kekuatan hard sell dan melengkapinya dengan style/gaya baru kemasan beriklan). Sementara dari sisi proses produksi materi iklan, Dwi Sapta Advertising harus mampu melakukan penataan ulang sistem kerja dan konsolidasi antar bagian yang terlibat, sehingga menghasilkan kecepatan yang lebih
83
tinggi lagi dalam proses produksi matriks iklan. Sedangkan dari sisi proses penayangan berbagai materi iklan melalui media massa akan lebih diarahkan kepada pengembangan lebih lanjut bentuk strategi ’creative media placement’ yang lebih sesuai dengan kondisi dan situasi yang sedang dihadapi oleh klien-klien Dwi Sapta Advertising. ii. Strategi Harga Permasalahan utama yang banyak dihadapi oleh klien dalam situasi ekonomi masih sulit seperti ini adalah kebutuhan untuk melakukan efisiensi budget promosi produk. Kondisi ini memang menjadi suatu hal yang sangat dilematis. Di satu sisi, klien harus melakukan efisiensi budget promosi, sementara di sisi konsumen harus lebih diintensifkan komunikasinya agar tetap dapat membeli produk meski dalam situasi sulit. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus mengembangkan strategi harga yang dapat mempertimbangkan kondisikondisi tersebut. Dalam prakteknya, bentuk strategi harga yang dikembangkan oleh Dwi Sapta Advertising dalam menghadapi situasi bisnis seperti itu diarahkan kepada 2 (dua) bentuk, yaitu (1) strategi efisiensi harga dalam proses pengembangan dan produksi materi iklan dan (2) strategi efisiensi harga dalam proses penayangan berbagai materi iklan di media massa. Strategi harga yang pertama lebih diarahkan kepada kebijakan evaluasi bentuk struktur biaya dalam proses pengembangan dan produksi materi iklan. Selain itu dilakukan kebijakan efisiensi, dimana Dwi Sapta Advertising bersedia melakukan negosiasi ulang besaran tingkat creative agency fee (biaya pengembangan dan produksi materi iklan) yang dibebankan kepada klien selama ini. Tujuannya adalah agar klien merasakan manfaat dan dukungan yang lebih nyata untuk tetap melakukan berbagai aktivitas program promosi produknya. Sementara bentuk strategi harga yang kedua lebih diarahkan kepada kebijakan sindikasi bisnis projek penayangan iklan di media. Dalam prakteknya, Dwi Sapta Advertising akan melakukan pendekatan kepada para media untuk bersedia mengembangkan paket-paket khusus dalam hal
84
penayangan iklan di media yang lebih memberikan insetif, diskon dan bonus yang lebih menguntungkan bagi klien. iii. Strategi Distribusi Tujuan utama dari strategi distribusi adalah memberikan peluang, saluran dan kesempatan agar produk layanan jasa yang diberikan Dwi Sapta Advertising benar-benar sampai ke tangan klien, terutama yang berkaitan dengan informasi berbagai kebijakan baru tentang produkproduk layanan promosi yang telah dikembangkan. Mengingat lokasi keberadaan perusahaan klien-klien Dwi Sapta Advertising relatif tidak begitu jauh (sebagian besar di Jakarta dan sekitarnya), maka strategi distribusi yang dilakukan tidak banyak mengalami perubahan, yaitu melalui Tim Client atau Account Service (yang selama ini berhubungan secara operasional dengan pihak klien). Dalam strategi distribusi yang dikembangkan kali ini melibatkan pihak Top Management Dwi Sapta Advertising secara kolektif. Artinya, pihak Top Management Dwi Sapta Advertising (President Director dan atau anggota BOD lainnya) secara aktif ikut serta, terjun langsung dan mendampingi tim Client atau Account Service, ketika menjelaskan berbagai perubahan kebijakan bisnis yang berkaitan dengan produk layanan dan fasilitas baru yang akan ditawarkan kepada klien, khususnya yang dapat digunakan dalam menghadapi situasi bisnis yang sulit sekarang ini. Selain dengan strategi distribusi seperti ini, Dwi Sapta Advertising juga mengembangkan strategi distribusi dalam bentuk kegiatan “TV Day”, terutama yang berkaitan dengan konsep produk dan fasilitas baru dalam hal penayangan materi iklan di media. Dalam kegiatan “TV Day” ini, pihak Dwi Sapta Advertising bekerjasama dengan para pengelola program dari berbagai stasiun televisi yang mempresentasikan berbagai alternatif paket program promosi melalui televisi dengan segala insentif, diskon dan bonus yang dapat dinikmati oleh klien.
85
iv. Strategi Promosi Selama ini kegiatan promosi perusahaan Dwi Sapta Advertising sudah
dilakukan
dalam
berbagai
bentuk
program
komunikasi
perusahaan. Hanya saja, pelaksanaan berbagai program promosi produk dan layanan tersebut masih belum dilakukan secara sistematis dan memiliki arah tujuan yang jelas. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising perlu memikirkan, merancang dan menyusun kebijakan dan strategi program promosi perusahaan yang lebih terintegrasi, fokus dan komprehensif. Berkaitan dengan kebutuhan terhadap kebijakan dan strategi promosi perusahaan yang seperti ini, Dwi Sapta Advertising perlu melakukan kajian lebih mendalam tentang arah kebijakan perusahaan, terutama yang dibentuk menjadi visi dan misi perusahaan di masa mendatang. Kebijakan inilah yang akan
menjadi
dasar
pertimbangan
dan
sumber
rujukan
dalam
mengembangkan strategi promosi perusahaan Dwi Sapta Advertising. Dalam praktek operasionalnya, strategi promosi perusahaan melibatkan berbagai unsur yang bersifat sinergis (media massa, klien yang sudah ada, kampus, asosiasi profesi, dan sebagainya) dalam membangun, memperkuat citra dan reputasi perusahaan Dwi Sapta Advertising. Selain itu, secara materi dan pendekatan gaya komunikasinya perlu disesuaikan, terutama dalam membangun citra dan reputasi perusahaan periklanan dengan pendekatan “advertising that sells with style”. Hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, ditindaklanjuti dengan analisis QSPM menurut tingkat kemenarikan masing-masing strategi, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 18.
86
Tabel 18. QSPM Critical Success factors
Bobot (a)
PELUANG Tren pertumbuhan industri periklanan Trend perkembangan industri media Perkembangan teknologi produksi Perkembangan kesadaran klien untuk berpromosi Kesempatan untuk ikut pitching social campaign Adanya testimony positif dari klien yang puas ANCAMAN Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs Perkembangan teknologi komunikasi-informasi Sikap klien yang makin cerdas, kritis dan selektif Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien Perubahan gaya hidup masyarakat Dampak fenomena ’cheap revolution’ Eksodus SDM periklanan kompeten Regulasi pemerintah kurang kondusif KEKUATAN Nilai jual positioning perusahaan yang baru Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti Terkenal dengan kemampuan pelayanan baik Infrastruktur bisnis yang lengkap dan harga kompetitif Proses kerja berbasis ’consumer insight’ Tim kreatif lengkap dan multitalented Karakter klien relatif loyal Aktivitas program komunikasi perusahaan KELEMAHAN Brand Dwi Sapta dipersepsi ‘hard sells’ Mutu output kreatif dianggap terlalu teknis Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis
Strategi Pertumbuhan Intensif (b) (axb)
Strategi Pertumbuhan Integratif (c) (axc)
Strategi Pertumbuhan Diversifikasi (d) (axd)
-
-
-
-
-
-
-
0,11
3
0,33
4
0,44
3
0,33
0,05 0,07
3 3
0,15 0,21
2 3
0,10 0,21
3 3
0,15 0,21
0,07
3
0,21
4
0,28
3
0,21
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,09
2
0,18
2
0,18
2
0,18
-
-
-
-
-
-
-
0,09
3
0,27
3
0,27
3
0,27
0,02
2
0,04
1
0,02
1
0,02
0,05
2
0,10
2
0,10
2
0,10
0,06
3
0,18
3
0,18
3
0,18
-
-
-
-
-
-
-
0,08
3
0,24
4
0,32
3
0,24
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,06
3
0,18
3
0,18
2
0,12
0,09
2
0,18
2
0,18
3
0,27
-
-
-
-
-
-
-
0,07
2
0,14
2
0,14
2
0,14
87
Lanjutan Tabel 18. Critical Success factors Orientasi budaya perusahaan (Client = ‘powerfull’) ’Barrier’ etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun Belum adanya standarisasi pengembangan merek JUMLAH
Bobot (a) -
Strategi Pertumbuhan Intensif (b) (axb) -
Strategi Pertumbuhan Integratif (c) (axc) -
Strategi Pertumbuhan Diversifikasi (d) (axd) -
0,06
1
0,06
2
0,12
2
0,12
0,05
1
0,05
1
0,05
2
0,10
1,00
2,52
2,77
2,64
Dari ketiga alternatif yang diuji untuk dipilih oleh perusahaan, ternyata Strategi Pertumbuhan Integratif memiliki Total Attractiveness Score (TAS) tertinggi, artinya perusahaan menerapkan strategi ini sebagai strategi utama pada saat ini, yaitu sumber pendapatan perusahaan lebih fokus digunakan dalam memberikan pelayanan secara maksimal kepada klien-klien yang sudah berjalan saat ini.
88
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi faktor lingkungan internal, Dwi
Sapta Advertising secara perusahaan telah memiliki beberapa : a.
Kekuatan, yaitu (1) Nilai jual positioning perusahaan yang baru, (2) Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti, (3) Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan, (4) Infrastruktur bisnis yang lengkap dengan harga kompetitif, (5) Proses kerja berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu yang terbatas sekalipun, (6) Tim kreatif yang lengkap dan multi-talented, (7) Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan, serta (8) Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif.
b. Kelemahan, yaitu (1) Brand Dwi Sapta Advertising telah cukup kuat dipersepsi oleh konsumen sebagai agency ‘hard sells’, (2) Mutu output kreatif terlalu kuat sisi teknisnya, (3) Sentralisasi proses pengambilan, (4) Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien, (5) Etos dan cara kerja yang berorientasi pada penjualan, serta (6) Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien. c.
Peluangnya meliputi
(1) Trend pertumbuhan industri, (2) Trend
perkembangan industri media, (3) Perkembangan teknologi produksi, (4) Berkembangnya kesadaran dan kebutuhan klien, (5) Terbukanya kesempatan untuk ikut dalam proses pitching social campaign dan (6) Adanya testimoni dari beberapa klien d. Ancamannya adalah (1) Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah, (2) Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, (3) Sikap klien yang makin cerdas, kritis dan selektif (4) Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien, (5) Gaya hidup masyarakat, (6) Dampak fenomena ’cheap revolution’, (7) Eksodus SDM periklanan yang kompeten, memiliki hubungan profesional dan
89
personal yang baik dengan klien ke pihak pesaing, serta (8) Regulasi pemerintah yang kurang kondusif. 2. Matriks posisi perusahaan Dwi Sapta Advertising masuk ke dalam kategori strategi pertumbuhan dan stabilitas dengan konsentrasi melakukan : a. integrasi horizontal ((EFE/EFAS = 2,39 dan IFE/IFAS = 2,81) dengan formulasi alternatif strategi pemasaran yang dikembangkan meliputi 4 bentuk dasar, yaitu strategi pemasaran berbasis Kekuatan-Peluang (S-O) (1) Memperkuat konsep dan strategi pengembangan creative media placement, (2) Meningkatkan intensitas dan mutu program komunikasi perusahaan secara lebih selektif dan fokus, (3) Mengembangkan konsep metodologi penelitian pemasaran dan periklanan, (4) Melakukan sinergi kekuatan internal perusahaan dan adaptasi pola kerja. b. Alternatif strategi berbasis Kekuatan-Ancaman (S-T), yaitu (1) Mengoptimalkan peran dan fungsi consumer insight, (2) Melakukan konsolidasi organisasi, (3) Mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan menjadikan perusahaan adaptif terhadap perubahan. c. Alternatif strategi berbasis Kelemahan-Peluang (W-O), yaitu (1) Mengembangkan
strategi
dan
implementasi
berbagai
program
komunikasi perusahaan’multi-tasking’ yang membuat iklan hard sell maupun image building, (2) Melakukan upgrading kemampuan tim kreatif, (3) Menyusun kebijakan perusahaan. d. Alternatif strategi berbasis Kelemahan-Ancaman (W-T), yaitu (1) Mengembangkan kebijakan sindikasi projek bisnis belanja media dan pengembangan
program
komunikasi
pemasaran,
serta
(2)
Mengembangkan kebijakan proteksi karyawan. 3.
Dengan analisis QSPM, perusahaan Dwi Sapta Advertising dapat memilih strategi integratif, sehingga sumber pendapatan perusahaan lebih fokus untuk memberikan pelayanan maksimal kepada klien-klien yang sudah berjalan saat ini.
90
B.
Saran 1.
Mengoptimalkan turunan bentuk program pemasaran yang akan dijalankan oleh Dwi Sapta Advertising melalui program pengembangan consumer
insight
secara
rutin,
baik
yang
dilakukan
terhadap
perkembangan kebijakan perusahaan maupun kebijakan pengembangan produk klien, termasuk consumer insight yang dilakukan terhadap konsumen produk lain. 2.
Berupaya melakukan pendekatan secara profesional dan personal kepada klien-klien Dwi Sapta Advertising agar dapat lebih diketahui kebutuhan, keinginan dan harapannya melalui pengembangan kompetensi SDM perusahaan, baik dari kreatif, media, klien service dan tim lainnya agar memiliki standar kompetensi profesional yang sesuai dengan tuntutan perkembangan perusahaan klien, serta di sisi lain dapat melakukan pengembangan pribadi antara SDM perusahaan dengan SDM klien yang sehari-hari bekerjasama melalui pelatihan maupun acara bersama di luar kantor.
3. Senantiasa melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan berbagai program pemasaran yang dilakukan, agar dapat lebih mengetahui hasilnya secara maksimal melalui program riset dan meminta feed back langsung dari klien.
91
DAFTAR PUSTAKA Alif, G. 2000. Bunga Rampai Periklanan Indonesia, Penerbit PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), Jakarta. Amor, A. 2004. Kajian Strategi Pemasaran Industri Kecil Sepatu (Studi Kasus di Desa Ciomas, Kabupaten Bogor) Laporan Akhir pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amrin, I. 2008. Perekonomian Indonesia Kuartal I Tahun 2008 Cukup Kuat. http://www.kabarindonesia.com [11 Apr 2008]. Ariastuti, P. 1996. Analisis Strategi Pemasaran Produk Minuman Temulawak (Studi Kasus Pada Perusahaan Minuman Temulawak Cap Padi, Jawa Brata). Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. ATVLI. 2006. Perkembangan Media Penyiaran di Indonesia, Jakarta. Batam Pos. 2009. Geliat Belanja Iklan Parpol Peserta Pemilu 2009. http://batampos.co.id/Utama/Utama/Geliat_Belanja_Iklan_Parpol_Peserta _Pemilu_2009.html [Rabu, 17 Juni 2009]. Bahren, Z. 2005. Analisis Strategi Positioning untuk Mempertahankan dan meningkatkan Pangsa Pasar dalam Menghadapi Persaingan. Jurnal Analisis, vol. 2 Maret, pp 21-34. (BPS) Biro Pusat Statistik. 2009. Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2008. Berita Resmi Statistik No. 11/02/Th.XII, 16 Februari 2009. Biro Pusat Statistik. Churcill, Jr., A.Gilbert and J.P. Peter. 1998. Marketing : Creating Value for Customer. Irwin-Mc.Graw Hill, New York. Hitt, M. A., R. D. Ireland dan R.E. Hoskisson. 2001. Manajemen Strategis : Daya Saing & Globalisasi (Terjemahan). Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Internet World Sats. 2009. Internet Usage in Asia. http://www.internetworldstats.com. Kartajaya, H. 2006. Siasat Memenangkan Persaingan Global. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). Prenhallindo, Jakarta. _______, H. Kartajaya, H.D. Huan dan S. Liu, 2005. Rethinking Marketing (Terjemahan). Indeks, Jakarta. Morissan, 2007. Periklanan (Komunikasi Pemasaran Terpadu). Penerbit Ramdina Prakasarsa, Tangerang. Newmedia, 2008. Pertumbuhan Pengguna Internet. http://www.newmedia.web.id [13 Jul 2008]. Nielsen Media Research. 2008. Advertising Expenditure 2007, Jakarta.
92
Organisasi, 2006. Perusahaan Bisnis Domestik, Internasional, Multinasional dan Global – Jenis Jenjang/Tingkatan Partisipasi Globalisasi Bisnis. http://www.organisasi.org [23 Jul 2006]. Palupi, D.H dan S.P. Teguh, 2006. Advertising That Sells Dwi Sapta : Strategi Sukses Membawa Merek Anda Menjadi Pemimpin Pasar. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Porter, ME. 2007. Strategi Bersaing (Terjemahan). Kharisma Publishing Group, Tangerang. Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sadewa, P.Y. 2009. Analisis Danareksa : Menelaah Manfaat Penyelamatan Bank. http://www.kompas.com [14 Sep 2009]. Susilo, Y. S. 2008. Industri Ritel : Awasi Perubahan Perilaku Belanja ! http://percikmedia.blogspot.com/2008/12/industri-ritel-awasi-perubahanperilaku.html [S el as a, Des em ber 16, 2008 ]. Suyanto, M. 2007. Marketing Strategy: Top Brand Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta. Tamba, H. 2004. Mencari Format Kebijakan Pemasaran UKM. Jurnal Infokop No. 25 Tahun XX. 2004, hal. 90-98. http://www.smedca.com.com Umar, H. 2008. Strategic Management in Action, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
93
LAMPIRAN
94
Lampiran 1. KUESIONER KAJIAN
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Umur 4. Pendidikan Terakhir
: .................................................................... Perempuan : Laki-laki : .............. tahun : SLTA Diploma Sarjana Lainnya, sebutkan ...................................
5. Jabatan/Bagian 6. Masa Kerja
: ............................................................................ : .............. tahun
II. PERTANYAAN TERBUKA
A. Analisis lingkungan eksternal perusahaan (peluang dan ancaman) : 1. Bagaimana Anda melihat trend perkembangan industri periklanan saat ini ? Indikator-indikator apa saja yang akan mempengaruhi dinamika pertumbuhannya di tahun 2008 sekarang ? 2. Bagaimana prediksi Anda terhadap situasi ekonomi nasional di tahun 2008 ini ? Apakah ada pengaruhnya terhadap perkembangan industri periklanan pada umumnya dan bagi Dwi Sapta Advertising pada khususnya ? Dalam bentuk seperti apa masing-masing pengaruhnya tersebut ? 3. Bagaimana Anda menanggapi berbagai bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan industri periklanan di Indonesia ? Apa juga pengaruhnya bagi Dwi Sapta Advertising sendiri ? 4. Bagaimana Anda melihat tren perkembangan teknologi yang terkait dengan industri periklanan di Indonesia saat ini ? Apa juga pengaruhnya bagi Dwi Sapta Advertising sendiri ? 5. Bagaimana Anda juga melihat perkembangan kondisi sosial budaya (khususnya yang menyangkut kebiasaan dan gaya hidup masyarakat) ? Faktor-faktor apa saja yang menjadi bagian dari kebiasaan dan gaya hidup masyarakat tersebut yang dapat menunjang perkembangan industri periklanan ?
95
Lanjutan Lampiran 1. 6. Bagaimana tingkat dan bentuk persaingan bisnis periklanan (khususnya menyangkut kompetisi antar perusahaan periklanan) yang akan banyak terjadi di tahun 2008 ini ? Faktor-faktor apa saja yang mendorong munculnya tingkat dan bentuk persaingan seperti itu ? Bagaimana upaya Dwi Sapta Advertising dalam menghadapi kemungkinan tingkat dan bentuk persaingan bisnis periklanan seperti itu ? 7. Bagaimana prediksi Anda tentang arah dan kebutuhan promosi klien-klien di tahun 2008 ini ? Faktor-faktor apa saja yang mendorong munculnya arah dan bentuk kebutuhan klien-klien seperti itu ? 8. Bagaimana prediksi Anda tentang trend perkembangan media (TV, Radio, Cetak dan internet) sebagai media promosi periklanan di Indonesia ? Hal-hal apa saja yang akan mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan berbagai media tersebut ? Apa bentuk pengaruhnya bagi industri periklanan pada umumnya dan bagi Dwi Sapta Advertising pada khususnya ? 9. Bagaimana prediksi Anda terhadap perkembangan bidang lain yang terkait dan menjadi pendukung keberadaan industri periklanan (misalnya : PR, PH, Percetakan, Film, Event Organizer, dan lain-lain) ? 10. Dari berbagai penjelasan Anda tersebut, secara khusus hal-hal apa saja yang dapat menjadi peluang dan ancaman bagi keberadaan bisnis Dwi Sapta Advertising ?
B. Analisis lingkungan internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) : 1. Bagaimana Anda melihat perkembangan bisnis Dwi Sapta Advertising dari tahun ke tahun ? Hal-hal apakah yang membuat Dwi Sapta Advertising dapat bertahan dan bahkan semakin berkembang ? 2. Bagaimana Anda melihat profil dan karakteristik klien-klien yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising dari dulu hingga saat ini ? Hal-hal apakah yang menurut Anda mampu membuat klien-klien tersebut dapat bertahan dan loyal kepada Dwi Sapta Advertising ? Hal-hal apakah yang melatarbelakangi klien-klien tersebut tetap bersedia dan bahkan menambah anggaran belanja iklannya yang dikelola oleh Dwi Sapta Advertising ?
96
Lanjutan Lampiran 1. 3. Bagaimana Anda melihat profil, karakteristik dan kompetensi karyawan yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising dari dulu hingga saat ini ? Hal-hal apakah yang menurut Anda mampu membuat karyawan-karyawan tersebut dapat bertahan dan loyal bekerja terus di Dwi Sapta Advertising ? Seberapa besar tingkat kompetisi kompetensi karyawan bila dibandingkan dengan perusahaan periklanan lain yang menjadi kompetitor langsung Dwi Sapta Advertising ? 4. Hal-hal apakah yang Anda anggap sebagai kekuatan yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising bila dibandingkan dengan kompetitornya secara langsung ? 5. Hal-hal apakah yang Anda anggap sebagai kelemahan yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising bila dibandingkan dengan kompetitornya secara langsung ?
97
Lampiran 2.
DATA MENTAH BOBOT SWOT-EKSTERNAL NO 1.
2.
3. 4.
5. 6.
1.
2.
3.
4.
5. 6.
7. 8.
*)
FAKTOR EKSTERNAL PELUANG Tren pertumbuhan industri periklanan yang nyata (‘double digit’) Trend perkembangan industri media (built in promo dan creative media) Perkembangan teknologi produksi (banyak melahirkan produk baru) Perkembangan kesadaran klien untuk berpromosi lebih sistematik (insight) Terbukanya kesempatan untuk ikut pitching social campaign Adanya testimony positif (klien yang puas atau dari buku) ANCAMAN Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah terhadap dollar Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif Sikap klien yang makin cerdas, kritis dan selektif terhadap budget promosi Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks Perubahan gaya hidup masyarakat sebagai end user. Dampak fenomena ’cheap revolution’ dalam bentuk perang harga Eksodus SDM periklanan yang kompeten ke pihak kompetitor Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja JUMLAH
1
2
3
4
5
6
7
Rataan
12
6
5
5
7
10
5
7,14*
9
10
8
12
15
10
10
10,57
6
5
5
5
5
5
5
5,14
7
9
7
5
6
5
8
6,71
5
8
7
5
8
5
6
6,57
8
5
10
5
5
10
15
8,29
11
15
12
12
12
15
8
12,14
4
6
5
10
7
4
8
6,29
9
9
12
12
7
10
5
9,14
7
8
5
9
7
10
5
7,29
4
6
6
5
6
3
5
5,00
9
6
9
10
8
10
1O
8,86
6
5
5
5
6
3
5
5,00
3
2
4
0
1
0
5
2,14
100
100
100
100
100
100
100
100
12 + 6 + 5 + 5 + 7 + 10 + 5 = 7,14 dan dengan cara yang serupa dilakukan 7 perhitungan untuk unsur peluang maupun ancaman.
98
Lampiran 3.
DATA MENTAH BOBOT SWOT-INTERNAL NO 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
1. 2.
3.
4. 5.
6.
FAKTOR EKSTERNAL KEKUATAN Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) Infrastruktur bisnis yang lengkap dengan harga kompetitif. Proses kerja berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu terbatas sekalipun (rush job) Tim kreatif yang lengkap dan multitalented Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan. Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematis dan komprehensif KELEMAHAN Brand Dwi Sapta cukup kuat dipersepsi sebagai agency ‘hard sells’ Mutu output kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat sisi teknisnya Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien’powerfull’ Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun masih cukup kuat menjadi ’barrier’ Belum adanya standarisasi baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien JUMLAH
1
2
3
4
5
6
7
Rataan
7
5
6
3
5
4
6
5,14*
8
5
6
3
5
10
6
6,14
12
10
15
9
15
13
10
12,00
6
8
10
6
10
5
8
7,57
8
8
6
6
5
7
6
6,71
6
5
8
10
5
6
6
6,57
8
5
6
13
8
12
8
8,57
6
5
5
8
5
4
6
5,57
10
13
6
7
9
8
8
8,71
12
10
8
6
8
10
6
8,57
5
5
5
9
7
6
10
6,71
4
6
6
8
8
6
6
6,29
5
8
7
6
5
4
8
6,14
3
7
6
6
5
5
6
5,43
100 100 100 100 100 100 100
*) cara perhitungan serupa dengan Lampiran 2.
100
99
Lampiran 4.
DATA MENTAH RATING SWOT-EKSTERNAL NO 1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
FAKTOR EKSTERNAL PELUANG Tren pertumbuhan industri periklanan yang nyata (‘double digit’) Trend perkembangan industri media (built in promo dan creative media) Perkembangan teknologi produksi (banyak melahirkan produk baru) Perkembangan kesadaran klien untuk berpromosi lebih sistematik (insight) Terbukanya kesempatan untuk ikut pitching social campaign Adanya testimony positif (klien yang puas atau dari buku) ANCAMAN Dampak krisis finansial global dan labilnya kurs rupiah terhadap dollar Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang bersifat interaktif Sikap klien yang makin cerdas, kritis dan selektif terhadap budget promosi Perkembangan arah dan kebutuhan promosi klien yang makin kompleks Perubahan gaya hidup masyarakat sebagai end user. Dampak fenomena ’cheap revolution’ dalam bentuk perang harga Eksodus SDM periklanan yang kompeten ke pihak kompetitor Regulasi pemerintah yang kurang kondusif terhadap proses kerja
1
2
3
4
5
6
7
Rataan
2
2
3
2
2
3
2
2,29*
4
3
4
3
4
4
3
3,57
2
2
2
2
3
2
2
2,14
3
3
3
3
2
3
3
2,86
3
3
3
2
2
3
2
2,57
3
3
4
2
3
3
3
3,00
2
2
2
2
2
2
2
2,00
3
2
3
3
2
2
2
2,43
2
3
3
2
2
3
3
2,57
3
3
2
2
2
2
2
2,29
2
2
2
3
2
2
2
2,14
2
3
3
3
3
3
3
2,86
2
3
1
1
2
2
2
1,86
1
2
1
1
2
1
1
1,29
*) cara perhitungan serupa dengan Lampiran 2.
100
Lampiran 5.
DATA MENTAH RATING SWOT-INTERNAL NO 1. 2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
1. 2.
3.
4. 5. 6.
FAKTOR EKSTERNAL KEKUATAN Nilai jual positioning perusahaan yang baru (Advertising That Sells with Style) Citra perusahaan periklanan yang baik dan terbukti (menghasilkan 9 brand market leader) Terkenal dengan kemampuan pelayanan yang memuaskan (profesional dan personal) Infrastruktur bisnis yang lengkap dengan harga kompetitif. Proses kerja berbasis ’consumer insight’ dan fleksibel dari sisi waktu terbatas sekalipun (rush job) Tim kreatif yang lengkap dan multitalented
1
2
3
4
5
6
7
Rataan
3
2
3
3
3
3
3
2,86*
4
3
4
2
3
3
4
3,29
4
3
4
3
3
4
4
3,57
3
3
3
3
3
3
3
3,00
3
3
3
3
3
3
3
3,00
3
2
2
3
3
2
2
2,43
Karakter klien yang relatif loyal dan masih lebih berorientasi pada target penjualan. Aktivitas program komunikasi perusahaan yang sistematik dan komprehensif KELEMAHAN Brand Dwi Sapta telah cukup kuat dipersepsi sebagai agency ‘hard sells’ Mutu output kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat sisi teknisnya Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien’ powerfull’ Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun masih cukup kuat menjadi ’barrier’ Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien
3
2
3
3
3
3
3
2,86
3
2
3
3
3
3
4
3,00
3
3
2
2
3
2
2
2,43
2
3
2
3
2
2
2
2,26
2
3
3
3
2
2
3
2,57
3
3
2
3
3
2
2
2,57
3
3
2
3
2
3
2
2,57
2
3
3
3
2
3
2
2,57
*) cara perhitungan serupa dengan Lampiran 2.
101
Lampiran 6. DATA MENTAH RATING STRATEGI OPERASIONAL FAKTOR EKSTERNAL 1 S-O 1. Memperkuat konsep dan strategi 3 pengembangan creative media placement dari sisi nilai manfaat dan efektivitasnya sebagai alternatif bentuk promosi klien 2. Meningkatkan intensitas dan mutu 3 program komunikasi perusahaan secara lebih selektif dan fokus terhadap target prospek klien-klien baru yang potensial 3. Mengembangkan konsep penelitian 2 pemasaran dan periklanan yang lebih sesuai dengan perkembangan pasar dan tuntutan kebutuhan konsumen 4. Melakukan sinergi kekuatan 1 internal perusahaan dan adaptasi pola kerja yang dapat diterima oleh kalangan instansi pemerintahan dan BUMN dalam proyek Social Campaign S-T 1. Mengoptimalkan peran dan fungsi 2 consumer insight sebagai dasar pengembangan strategi pemasaran, strategi komunikasi, strategi kreatif, dan strategi pemilihan media yang lebih efektif dan efisien 2. Melakukan konsolidasi organisasi 3 untuk dapat menghasilkan efisiensi biaya operasi, pengembangan konsep materi dan biaya produksi yang akan dibebankan kepada klien 3. Mempertegas sistem proteksi klien 1 secara korporat dan menjadikan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan adaptif terhadap perubahan *) cara perhitungan serupa dengan Lampiran 2. NO
2
3
4
5
6
7
Rataan
4
4
3
4
4
3
3,57*
3
2
3
2
2
3
2,57
3
2
2
3
2
2
2,29
1
1
1
1
1
1
1,00
3
3
2
2
3
2
2,43
3
3
2
2
2
2
2,43
1
2
1
2
2
1
1,43
102
Lanjutan lampiran 6. NO 1.
2.
3.
1.
2.
FAKTOR EKSTERNAL W-O Mengembangkan strategi dan implementasi berbagai program komunikasi perusahaan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan periklanan’multi-tasking’ bersifat hard sell maupun image building Melakukan upgrading kemampuan tim kreatif dari sisi penyusunan strategi dan pengembangan konseptual komunikasi pemasaran dan periklanan yang lebih sistematik dalam mengelola merek produk klien Menyusun kebijakan perusahaan yang lebih memberdayakan dan mengatur porsi tanggungjawab dan kewenangan anggota BOD secara proporsional W–T Mengembangkan kebijakan sindikasi proyek bisnis belanja media dan pengembangan program komunikasi pemasaran dengan perusahaan lain yang lebih kuat Mengembangkan kebijakan proteksi karyawan yang berbasis kesejahteraan, pengembangan karir profesional dan kenyamanan lingkungan kerja
1
2
3
4
5
6
7
Rataan
3
2
2
3
2
3
3
2,57
3
3
2
2
3
2
3
2,57
3
2
2
2
2
3
2
2,29
2
3
2
2
3
3
2
2,43
3
2
2
3
2
3
3
2,57