MODUL PERKULIAHAN
PERAN PERIKLANAN DALAM IMC Pokok Bahasan
1. Tipe Periklanan 2. Brand Awareness 3. Brand Attitude Strategy
Fakultas
Program Studi
Program Pascasarjana
Magister Ilmu Komunikasi
Tatap Muka
04
Kode MK
Disusun Oleh
52024
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Abstrak
Kompetensi
Iklan sebagai salah satu bauran marketing memiliki peran dalam IMC.
Mahasiswa diharapkan mampu memahami peran iklan dalam kegiatan IMC.
Pembahasan Inti dari proses pemasaran adalah adanya pertukaran dari satu pihak dari pihak lain, baik pertukaran yang sifatnya terbatas maupun yang sifatnya luas dan kompleks. Komunikasi memegang peranan penting dalam proses pertukaran. Pada tingkat dasar, komunikasi dapat menginformasikan dan membuat konsumen menyadari atas keberadaan produk yang ditawarkan. Komunikasi dapat berusaha membujuk konsumen agar berhasrat masuk ke dalam hubungan pertukaran (exchange relationship). Peran yang penting dari komunikasi juga berkaitan dengan membujuk konsumen untuk melakukan pembelian. Pesan yang disampaikan dalam komunikasi sifatnya persuasif, yaitu bagaimana membujuk konsumen agar mau melakukan tindakan pembelian. Peran lain dari komunikasi adalah untuk membedakan (differentiation) produk yang ditawarkan oleh satu produsen dengan produsen lainnya, upaya membedakan produk ini dilakukan dengan mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa produk yang ditawarkan berbeda dengan produk lainnya yang sejenis. Differensasi produk juga berkaitan dengan product positioning. Dalam product positioning, produk yang ditawarkan secara fisik sebenarnya tidak jauh berbeda, tetapi pemasar membedakan produk tersebut dengan menanamkan suatu persepsi tertentu kepada konsumen, seolah-olah produk yang ditawarkan memang berbeda dari produk lainnya yang sejenis. Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan dan perubahan ekonomi serta kegiatan bisnis, dibutuhkan strategi untuk menarik dan mempertahankan konsumen dan pelanggan. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah dengan memadukan pendekatan pemasaran dengan public relations, yang dikenal dengan sebutan integrated marketing communication. Integrated Marketing Communication (IMC) menurut Belch dan Belch (2012) merupakan sebuah strategi bisnis proses yang digunakan untuk mengembangkan, mengeksekusi, mengevaluasi, mengukur, suatu program komunikasi merek dalam jangka waktu tertentu kepada konsumen, pelanggan, karyawan, dan target lainnya baik itu untuk pemirsa internal maupun eksternal perusahaan. Menurut Kotler dan Keller (2012), IMC adalah sarana untuk menginformasikan, membujuk dan mengingatkan konsumen secara langsung atau tidak langsung tentang produk dan merek yang perusahaan jual. Kotler dan Armstrong (2010) menyatakan bahwa IMC merupakan pengintegrasian secara hati-hati dan berkoordinasi dengan banyak saluran komunikasi perusahaan untuk menyampaikan pesan yang jelas, konsisten menarik, tentang perusahaan dan produknya. Sedangkan Shimp
2016
2
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
(2010) mengemukakan bahwa IMC sebagai sebuah proses pengintegrasian dan penerapan berbagai bentuk komunikasi pemasaran seperti iklan, promosi, publikasi, event, dan lain sebagainya yang disampaikan dari waktu ke waktu ditujukan kepada konsumen dan calon konsumen. Berdasarkan definisi IMC di atas dapat disimpulkan bahwa IMC merupakan sebuah konsep strategi komunikasi yang terencana, terintegrasi proses komunikasinya antara langsung atau tidak langsung, bersifat menginformasikan produk dan merek, bersifat membujuk, serta dapat diterapkan kepada konsumen maupun pihak ketiga yang relevan dengan pesan yang dikomunikasikan. Kotler (2012) menyatakan bahwa IMC merupakan representasi dari suara merek dan merek dapat membangun hubungan dengan konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2012) agar perusahaan mencapai tujuan dari komunikasi, perusahaan dapat menggunakan alat bantu yang dinamakan Marketing Communication Mix yang salah satu pendekatannya menggunakan iklan. Yaitu, segala bentuk presentasi nonpersonal berbayar dan promosi ide-ide, produk dan jasa oleh sponsor yang dikenal melalui media cetak (surat kabar dan majalah), broadcast media (TV dan radio), network media (telepon, cable, satelit, wireless), media elektronik (kaset, video disc, web page) dan media display (billboards, signs, posters).
MEDIA IKLAN Iklan adalah sebuah tahapan dalam suatu strategi pemasaran dan promosi. Di dalam ilmu komunikasi iklan juga menjadi sesuatu yang penting posisinya terutama terkait dengan komunikasi pemasaran. Iklan mempunyai fungsi untuk membujuk orang atau sekelompok orang untuk membeli sebuah produk. Di sisi lain, iklan dianggap sebagai menciptakan keinginan yang palsu yang sebenarnya tidak benar-benar diinginkan oleh konsumen. Iklan sering kali menyarankan melakukan akuisisi keinginan dari konsumen terhadap tujuannya mencapai kebahagian dan kesuksesan di dalam kehidupan pribadi konsumen. Iklan menciptakan kesadaran palsu. Iklan juga bisa menampilkan kepentingan secara ekonomis dan menguntungkan bagi komunitas. Iklan memiliki kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dan menaikkan standar hidup melalui penjualan barang-barang produksi massal. Terakhir, para pendukung iklan mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat berhak untuk mengabaikan sebuah iklan dan tidak ada pengaruhnya terhadap proses penanaman kesadaran palsu tersebut. Tujuan dari kegiatan periklanan itu sendiri adalah untuk membawa perubahan dalam pengetahuan, sikap dan tingkah laku orang, dalam hubungannya untuk membantu terjadinya penjualan. Membawa perubahan dalam pengetahuan dikemas dalam bentuk
2016
3
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
pesan yang disebut dengan iklan. Pesan tersebut merupakan serangkaian isyarat atau simbol yang diciptakan oleh seseorang melalui suatu media, dengan harapan bahwa pesan itu akan menimbulkan suatu makna tertentu dalam diri orang lain yang diajak berkomunikasi. Iklan pada dasarnya bersifat multidimensional, artinya iklan dapat dilihat sebagai suatu bentuk komunikasi, dapat pula dilihat sebagai suatu komponen dari suatu sistem ekonomi, dari segi media massa dapat dilihat sebagai suatu alat untuk membiayai hidup media massa. Disamping itu melalui iklan informasi mengenai produk atau jasa yang ingin disampaikan kepada konsumen dapat dirancang sedemikian rupa dalam rangka menciptakan suatu keinginan atau kebutuhan akan produk tersebut. Secara lebih spesifik lagi, iklan merupakan salah satu bentuk pemasaran yang digunakan untuk membantu memasarkan suatu produk atau jasa. Iklan dalam beberapa literatur memiliki beberapa fungsi terkait dengan penontonnya serta kondisi sosial ekonomi dan budaya dimana iklan tersebut berada. Dalam buku Advertising, Promotion, and Other Aspects of Integrated Marketing Communications, Shimp (2007) menyebutkan bahwa iklan itu memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Informing. Inilah fungsi iklan yang paling utama dan paling penting, iklan bersifat menginformasikan dan membuat konsumen mengetahui akan keberadaan suatu produk beserta keuntungan yang dimiliki.
Influencing. Iklan yang baik adalah iklan yang bisa mempengaruhi konsumen untuk mencoba produk barang atau jasa yang diiklankan tersebut. Dengan begitu ada dua keuntungan yang bisa didapat, utamanya adalah supaya meningkatkan penjualan produk barang atau jasa tersebut dan lanjutannya bisa memperkuat produk perusahaan yang memproduksi barang atau jasa tersebut.
Reminding and increasing salience. Ini mengandung arti bahwa dengan membuat iklan diharapkan ingatan konsumen tentang sebuah produk akan muncul kembali (reminding) dan bisa menjadikan perusahaan top of mind di benak konsumen.
Adding value. Iklan yang baik akan mampu menambahkan nilai-nilai yang lain dari sebuah produk, yang bisa membuat produk menjadi lebih berkelas, elegan dan prestis. Dengan menambahkan nilai pada produknya diharapkan akan membuat penjualan semakin meningkat.
Assisting other company efforts. Mempunyai arti bahwa dalam iklan adalah satu salah komponen komunikasi pemasaran yang akan sangat membantu strategi lain yang dilakukan oleh perusahaan untuk menjual produknya tersebut.
2016
4
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Secara umum, sebenarnya banyak sekali pendekatan dalam membuat iklan yang sering dilakukan oleh para pengiklan baik itu produsen, agensi ataupun rumah produksi. Ada dua pendekatan dalam iklan, yaitu rational appeals dan emotional appeals. Rational appeals lebih menekankan kepada fungsi serta kegunaan dari sebuah produk yang diiklankan, termasuk juga keuntungan bila menggunakan produk tersebut oleh konsumen. Artinya yang akan diiklankan disini adalah berupa fakta serta informasi tentang produk yang akan bisa meyakinkan konsumen tentang kegunaan produk ini oleh konsumen. Ada enam kategori yang masuk dalam pendekatan iklan secara informatif, yaitu rasional, featured products, competitive advantages, price, news value, product popularity. Sementara emotional appeals adalah pendekatan dalam iklan yang berhubungan dengan situasi serta kondisi dari sosial dan psikologis kebutuhan konsumen yang terkait dengan keputusan untuk membeli produk tersebut. Kebutuhan personal itu diantaranya keamanan, kenyamanan, ketakutan, cinta, kasih sayang, kesenangan, kebahagiaan, sentimen, stimulasi, kebanggaan, pertahanan diri, nyaman, dan sebagainya. Sementara kebutuhan sosial itu diantaranya pengakuan, status, penghormatan, malu, rasa memiliki, penolakan, penerimaan, persetujuan, dan sebagainya. Dalam perkembangannya saat ini banyak sudah produsen dan pelaku marketing yang menggunakan pendekatan ini pada iklan-iklan mereka. Karena disadari bahwa saat ini untuk meyakinkan konsumen harus dibuat suatu iklan yang tidak lagi hanya sekedar menginformasikan produknya saja, melainkan harus disertai kemasan kreatif berupa aspek-aspek emosional.
IKLAN DALAM MEDIA BARU Ada tiga ciri utama yang menandai kehadiran teknologi komunikasi baru, yaitu interactivity, de-massification, and asyncgronous. Interactivity adalah kemampuan sistem komunikasi baru yang interaktif. De-massification dimaksudkan bahwa kontrol atau pengendalian sistem komunikasi massa biasanya berpindah dari produsen pesan kepada konsumen media. Sementara ciri ketiga, yaitu asynchronous bermakna bahwa teknologi komunikasi baru mempunyai kemampuan untuk mengirimkan dan menerima pesan pada waktu-waktu yang dikehendaki oleh setiap individu peserta. McQuail (2010) mengatakan bahwa terdapat perubahan-perubahan penting yang berhubungan dengan munculnya media baru, yaitu:
2016
Digitalisasi dan konvergensi semua aspek dari media.
Interaktivitas dan konektivitas jejaring yang meningkat.
Mobilitas dan delokasi pengiriman dan penerimaan pesan.
Adaptasi publikasi dan peran-peran khalayak.
5
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Munculnya beragam bentuk baru dari media gateway, yaitu pintu masuk untuk mengakses informasi pada web.
Fragmentasi dan kaburnya “institusi media”. Fenomena penggunaan media baru mampu memberikan penjelasan mengenai
kekuatan-kekuatan yang dimiliki media baru, misalnya gerakan massa yang dimobilisasi dan dikoordinasi melalui media jejaring sosial seperti Twitter, Facebook, dan Youtube. Sejak awal, para akademisi telah memprediksi bahwa kehadiran internet akan memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan sosial. Ini berarti bahwa asumsi-asumsi yang berkembang pada periode sebelumnya, yaitu the first media age, akan banyak bertentangan dengan asumsi pada periode second media age. Terdapat dua perbedaan mendasar di antara kedua kategori tersebut. First media age dalam melihat media lebih menekankan pada penyiaran, sedangkan second media age menekankan pada jaringan. Pertama menekankan pendekatan interaksi sosial, sedangkan yang kedua menekankan pendekatan integrasi sosial. Pada pendekatan interaksi sosial, media dilihat dalam istilah bagaimana sesungguhnya hadir pada model interaksi secara tatap muka. Bentuk-bentuk media lama yang berorientasi pada penyiaran lebih menekankan transmisi informasi, yang mengurangi peluang interaksi (hypodermic system). Pada konteks demikian peran media adalah sebagai alat yang berfungsi untuk informasional dan karena itu realitasnya hanya untuk konsumen, sedangkan media baru sebaliknya, banyak interaksi dan menciptakan rasa baru komunikasi personal. Internet mengembangkan tempat untuk bertemu secara virtual yang memperluas jaringan sosial ke seluruh dunia, menciptakan kemungkinan baru untuk pengetahuan dan memberi peluang untuk berbagi perspektif secara lebih luas. Tentu saja, media baru tidak sama
persis
dengan interaksi
secara
tatap
muka,
tetapi
media
baru
tersebut
mengembangkan bentuk-bentuk interaksi baru yang membawa kita kembali ke dalam kontak personal yang tidak dimiliki dan mampu dikerjakan oleh media lama. Cara kedua, di mana media dikaitkan dengan integrasi sosial. Pendekatan ini menggolongkan media bukan berkaitan dengan informasi, interaksi atau diseminasi, tetapi berkaitan dengan ritual, atau bagaimana orang menggunakan media sebagai cara menciptakan komunitas (way of creating community). Public review atau rekomendasi merupakan salah satu bentuk iklan di internet yang kini kerap digunakan. Rekomendasi dari orang-orang yang dapat dianggap “ahli” karena pengalaman ataupun pendidikan membuat seseorang lebih percaya untuk melakukan suatu pembelian.
2016
6
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
BRAND AWARENESS Mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen adalah salah satu tugas paling mendasar dan menantang yang dihadapi oleh perusahaan. Di sisi lain, komunikasi pemasaran dalam bentuk bauran marketing adalah gambaran signifikan dari kegiatan untuk membujuk konsumen. Konseptualisasi peran yang dimainkan oelh pelbagai unsur komunikasi selama persuasi dikenal sebagai teori kemungkinan elaborasi (Elaboration Likehood Model).
Model Kemungkinan Elaborasi (Elaboration Likehood Model) Teori Elaboration Likelihood Model (ELM) diperkenalkan oleh Richard Petty dan John Cacioppo. Gagasan-gagasan awal mengenai ELM ditulis oleh Petty dan Cacioppo pada awal tahun 1980-an, dan dielaborasi secara mendetail dalam buku berjudul Communication and Persuasion: Central and Peripheral Routes to Attitude Change (1986). Petty (2002) menyatakan bahwa teori ELM adalah revisi terhadap teori mengenai dampak pesan persuasi yang ada sebelumnya. Teori yang paling awal mengenai dampak pesan persuasi adalah teori dampak langsung media yang dikemukakan oleh Laswell. Teori lain yang melihat mengenai dampak pesan persuasi adalah teori matriks persuasi dari McGuire. Teori ini melihat bagaimana sumber (source) dan keluaran (output) dari suatu pesan persuasi. Teori digambarkan dalam bentuk matriks yang terdiri atas elemen-elemen sumber dan keluaran (output). Teori Laswell ataupun McGuire mempunyai kelemahan karena bersifat searah dan mengasumsikan bahwa khalayak bersikap pasif terhadap pesan persuasi (Petty, 2002). Di luar teori Laswell dan McGuire, terdapat teori respons kognitif yang dikemukakan oleh Greenwald (lihat Petty, 2002). Teori ini menekankan pentingnya kognisi khalayak ketika menerima pesan persuasi. Khalayak aktif dalam menerima dan memproses informasi. Lebih lanjut, teori ELM menurut Petty (2002) merupakan penggabungan antara teori yang melihat khalayak pasif (Laswell dan McGuire) dan teori respon kognitif (Greenwald) yang melihat khalayak bersikap aktif dalam menerima, memproses dan mengolah pesan. Teori ELM berasumsi bahwa ketika menerima pesan, seseorang bisa dalam kondisi aktif, tetapi bisa juga dalam kondisi tidak aktif. Ada kondisi dimana seseorang ingin mengolah pesan, tetapi juga terdapat kondisi tidak ingin memproses pesan. Teori ELM (Elaboration Likelihood Model) didasarkan pada premis bahwa pesan persuasi (kampanye, iklan dan lainnya) tidak diterima sama oleh khalayak. Pesan yang sama dapat diterima secara berbeda, dan pada akhirnya mempunyai efek yang berbeda
2016
7
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
bagi masing-masing individu. Orang mempunyai kemampuan yang terbatas dalam menerima pesan persuasi. Kemampuan memori dan mengolah pesan terbatas, sementara tiap hari, seseorang berhadapan dengan ratusan bahkan ribuan pesan, mulai iklan di media, spanduk di jalan, dan sebagainya. Teori ELM ini menjelaskan proses seseorang dalam mengolah pesan persuasi, dan dampak yang mungkin timbul. Petty dan Cacioppo (2005) melihat dua aspek penting yang menentukan bagaimana pesan persuasi itu diproses oleh seseorang. Pertama, motivasi seseorang dalam menerima pesan persuasi (misalnya iklan). Motivasi mencerminkan tiga hal yaitu 1) keterlibatan atau hubungan personal dengan topik, bila semakin penting topik maka orang akan semakin senang berpikir kritis, 2) keragaman argumentasi dari berbagai sumber, 3) kecenderungan seseorang untuk menikmati pemikiran kritis. Lebih lanjut ditegaskan oleh Petty dan Cacioppo, motivasi seseorang berbeda-beda ketika menerima pesan. Perbedaan ini ditentukan oleh relevansi dari pesan persuasi itu bagi kebutuhan (fisik maupun psikologis) seseorang. Makin tinggi relevansi pesan itu bagi seseorang, makin tinggi pula motivasi seseorang dalam menerima pesan, dan keinginan untuk mengetahui isi pesan. Seseorang yang sedang mengidap penyakit HIV/AIDS misalnya, akan termotivasi jika ada iklan atau persuasi yang menyatakan telah ditemukan obat yang bisa memperpanjang masa hidup penderita AIDS. Sebaliknya, motivasi ini kecil bagi orang yang tidak punya relevansi dengan obat HIV/ AIDS. Dalam bidang politik, juga bisa dipersamakan dengan iklan untuk produk komersial. Pemilih dihadapkan dengan para kandidat capres-cawapres yang masing-masing membuat pesan persuasi lewat iklan di media, spanduk, leaflet, dan sebagainya. Apakah pesan itu diterima atau tidak oleh pemilih, tergantung pada apakah pesan persuasi yang disampaikan dalam pesan persuasi itu relevan bagi pemilih. Mengacu teori ELM, pesan yang bisa mengangkat relevansi persoalan pemilih akan lebih mungkin diterima dan diproses oleh pemilih, dibandingkan dengan yang tidak. Kedua, kemampuan (ability) seseorang dalam memproses pesan persuasi. Seseorang bisa jadi tertarik dan punya motivasi untuk memproses suatu pesan, tetapi jika orang tersebut tidak mempunyai kemampuan dalam memproses pesan, maka pesan persuasi itu juga tidak akan diproses. Misalnya, dalam ilustrasi mengenai obat baru bagi penderita HIV/AIDS di atas. Jika pesan persuasi itu berisi tentang hal-hal teknis kedokteran (banyak memakai istilah kedokteran, bahan-bahan kimia dan lainnya), tidak semua orang bisa memproses pesan persuasi itu.
2016
8
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Dalam bidang politik juga dapat dibuat ilustrasi yang sama. Iklan yang dibuat oleh seorang kandidat mengenai langkah-langkah untuk mengurangi kemiskinan mungkin menarik. Tetapi jika pesan persuasi itu berisi tentang hal-hal teknis yang membutuhkan kemampuan tertentu dalam mengolah pesan (misalnya mengenai indeks laju ekonomi, kepercayaan
konsumen,
indeks
harga
dan
lainnya),
ada
kecenderungan
akan
mempengaruhi kemampuan orang untuk menerima dan mengolah pesan. Dua faktor tersebut diatas (motivasi dan kemampuan dalam mengolah pesan), menentukan apakah sebuah pesan akan diolah atau dielabrorasi oleh seseorang atau tidak. Suatu pesan yang diolah dan dielaborasi, oleh Petty dan Cacioppo disebut menggunakan jalur utama (central route). Sebaliknya, suatu pesan yang tidak dielaborasi akan diproses menggunakan jalur pinggiran (peripheral route).
Jalur utama (Central route) Pengolahan pesan lewat jalur utama (central route) terjadi ketika seseorang
mempunyai motivasi dan sekaligus mempunyai kemampuan dalam mengolah pesan. Misalnya, sebuah iklan seorang kandidat yang menjanjikan program pendidikan gratis di daerah. Kandidat dalam iklan itu mengetengahkan langkah yang akan dilakukan hingga pendidikan dapat diberikan gratis di suatu daerah. Jika seseorang/pemilih tertarik dan merasa punya kepentingan (relevan) dengan isu tersebut, dan pemilih tersebut memahami pesan dalam iklan, maka ia akan mengolah pesan itu pada jalur utama (central route). Jalur utama (central route) ditandai dengan pengolahan pesan yang menggunakan pikiran (kognisi) dan argumentasi. Petty dan Cacioppo percaya bahwa individu mempunyai kemampuan dalam mengevaluasi suatu pesan. Pengetahuan, pengalaman yang dimiliki oleh seseorang digunakan untuk megevaluasi suatu pesan. Seseorang akan menilai argumentasi yang diajukan dalam iklan tertentu, informasi dan fakta yang disajikan dan sebagainya. Misalnya iklan mengenai kemampuan mobil baru dalam menghemat penggunan Bahan Bakar Minyak (BBM). Orang yang mengolah pesan dengan menggunakan jalur utama (central route) akan mengevaluasi isi dari iklan tersebut. Ia akan menilai apakah informasi yang disajikan bisa dipercaya, apakah argumentasi yang diajukan ilmiah dan masuk akal, dan seterusnya Atau ilustrasi mengenai iklan pendidikan gratis. Pemilih yang mengolah pesan menggunakan jalur utama (central route) akan menilai dan mengevaluasi argumentasi yang disajikan dalam iklan, fakta-fakta yang diajukan dan sebagainya.
2016
9
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Singkatnya, seseorang yang mengolah pesan persuasi dengan menggunakan jalur utama (central route), akan menilai pesan persuasi dari segi isi (content) pesan, yang dapat informasi, argumentasi, fakta dan sebagainya. Isi pesan persuasi itu akan dievaluasi dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing individu. Iklan dapat memperkuat atau malah memperlemah sikap seseorang. Seseorang bisa merubah sikap atau tidak ada perubahan apapun setelah menerima suatu pesan persuasi. Perubahan itu bisa positif, seseorang menerima pesan persuasi dan membuat sikap terhadap objek yang diiklankan menjadi positif. Misalnya, seseorang yang membaca iklan mobil yang mengetengahkan teknologi baru penghematan BBM. Ia bisa setuju dengan argumentasi dan informasi yang disajikan dalam iklan. Tetapi perubahan itu bisa sebaliknya negatif, manakala seseorang tidak percaya atau skeptis dengan informasi dan argumentasi yang disajikan dalam iklan. Atau berpandangan ada mobil dengan keunggulan lebih dari yang disajikan dalam iklan tersebut. Dalam hal ini, iklan
justru akan membuat orang bersikap negatif
terhadap mobil dalam iklan tersebut. Menurut Petty dan Cacioppo (2002), perubahan sikap (baik yang positif ataupun negatif) akibat pesan persuasi, umumnya bisa berlangsung lama. Perubahan sikap itu juga bisa dipakai untuk memprediksi perilaku di masa mendatang. Jika seseorang setuju dan berubah sikap positif setelah membaca iklan mobil, ada kemungkinan yang bersangkutan akan membeli mobil itu. Sebaliknya, orang yang skeptis dan tidak percaya dengan informasi yang disajikan dalam iklan mobil, kemungkinan tidak akan membeli mobil yang diiklankan.
Jalur pinggiran (Peripheral route) Pengolahan pesan dengan menggunakan jalur pinggiran (peripheral route) terjadi
ketika seseorang mengoleh pesan, bukan isinya (content) tetapi aspek di luar isi. Yang dinilai dan diolah seseorang bukan argumentasi atau informasi yang disajikan dalam pesan persuasi, tetapi hal-hal di luar isi pesan, seperti bintang atau tokoh yang membintangi, gambar yang dipakai dan sebagainya. Misalnya, ketika seseorang menilai iklan mobil, yang dinilai bukan keunggulan mobil atau spesifikasi mobil tetapi bintang (tokoh/artis) yang mempromosikan mobil. Pengolahan menggunakan jalur pinggiran ini terjadi ketika seseorang tidak mempunyai keinginan (motivasi) untuk menerima iklan (misalnya karena tidak relevan) atau tidak mampu dalam mengolah pesan. Misalnya, ada iklan mobil. Seseorang tidak ada keinginan untuk membeli iklan mobil, maka pesan persuasi itu tidak akan diperhatikan oleh orang tersebut. Kalapun akhirnya iklan itu dilihat, bukan lagi informasi atau kelebihan mobil yang dilihat, tetapi aspek umum yang mencolok, seperti harga mobil, bintang iklan dan sebagainya. Kemungkinan lain, seseorang tidak mempunyai kemampuan dalam mengolah 2016
10
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
pesan persuasi. Seseorang tertarik dengan iklan mobil, tetapi karena iklan itu berisi aspek yang detil mengenai spesifikasi mesin, orang awam yang tidak memahami mesin mungkin tidak akan memperhatikan atau mengolah pesan karena tidak punya kemampuan (ability) dalam mengolah pesan. Ketika jalur pinggiran (peripheral route) yang dipakai, maka isi (content) dari pesan persuasi itu tidak diperhatikan oleh seseorang. Orang hanya memperhatikan tanda atau isyarat yang mencolok (cue) dari pesan.
BRAND ATTITUDE STRATEGY Mengapa seseorang memutuskan bahwa penggunaan shampoo yang satu dianggap lebih baik dari pada shampoo yang lain? Apa yang menentukan bahwa seseorang akan mengubah pikirannya tentang sabun mandi atau partai politik tertentu. Apa sebenarnya yang membuat seseorang berhenti merokok? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi dasar pembahasan tentang startegi pembentukan dan perubahan sikap terkait proses komunikasi persuasi. Secara sederhana dapatlah diuraikan bahwa sikap adalah cara seseorang melihat „sesuatu‟ secara mental (dari dalam diri) yang mengarah pada perilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, obyek maupun kelompok tertentu. Sikap juga merupakan cerminan jiwa seseorang. Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada orang lain (melalui perilaku). Jika perasaan seseorang terhadap „sesuatu‟ adalah positif maka akan terpancar pula perilaku positif dari individu bersangkutan menyikapi „sesuatu‟ yang dihadapinya itu, dan sebaliknya. Begitu menyedihkan, jika perasaan sedang tidak nyaman (negatif) maka yang tercermin adalah wajah yang keruh, semangat kerja menurun, hari yang indah dapat berubah menjadi hari yang membosankan. Jika „sesuatu‟ berjalan secara mulus, wajah tanpa disadari akan berseri-seri, dunia menjadi serasa indah, semangatpun akan menggebu-gebu. Sikap mengandung tiga bagian, yaitu kognitif (keyakinan, kesadaran), afektif (perasaan), konatif (perilaku) dengan uraian sebagai berikut:
Komponen kognitif adalah komponen yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang dipikirkan seseorang mengenai obyek sikap tertentu - fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang obyek. Dalam bentuk yang sederhana, komponen kognitif adalah kategori-kategori yang digunakan dalam berpikir. Misalnya, sikap mahasiswa
2016
11
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
terhadap senjata nuklir. Komponen kognitif dapat meliputi beberapa informasi tentang ukurannya, cara pelepasannya, jumlah kepala nuklir pada setiap rudal, dan beberapa keyakinan tentang negara-negara yang mungkin memilikinya, daya hancurnya, dan lainnya.
Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap obyek, terutama penilaian. Tumbuhnya rasa senang atau tidak senang ditentukan oleh „keyakinan‟ seseorang terhadap obyek sikap. Semakin dalam komponen keyakinan positif maka akan semakin senang orang terhadap obyek sikap. Perasaan atau emosi meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, suka, dan lainnya. Misalnya, kekhawatiran atau ketakutan akan terjadinya penghancuran oleh nuklir pada kehidupan manusia. Keyakinan negatif ini akan menghasilkan penilaian negatif pula terhadap nuklir.
Komponen
perilaku
terdiri
dari
kesiapan
seseorang
untuk
bereaksi
atau
kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek. Bila seseorang menyenangi suatu obyek, maka ada kecenderungan individu tersebut akan mendekati obyek dan sebaliknya. Dalam hal ini, tekanan lebih pada tendensi untuk berperilaku dan bukan pada perilaku secara terbuka. Misalnya, kecenderungan mahasiswa untuk bertindak terhadap
senjata
nuklir
dengan
menandatangani
petisi
dan
mengadakan
demonstrasi untuk menentang penyebaran rudal berkepala nuklir, menentang orang yang mendukung penggunaan nuklir, dan lainnya. Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat. Dengan mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu obyek sikap tertentu, maka akan dapat diketahui pula kecenderungan perilakunya. Namun, dalam kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap. Dalam perkembangannya, para ahli psikolog sosial banyak yang menggunakan konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental atau kognitif manusia. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Begitu pentingnya konsep sikap dalam penjelasan sosial mengenai perilaku manusia, membuat dua orang sosiolog W.I. Thomas dan Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang sikap. Yaitu, studi yang menentukan tanggapan aktual dan potensial individu dalam dunia sosial. Dalam bukunya, Social Psychology (1985), David O.Sears dan rekan menyatakan bahwa secara umum ada dua kerangka utama pendekatan untuk mempelajari sikap. Pertama, adalah pendekatan belajar yang memandang sikap sebagai kebiasaan, seperti
2016
12
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
hal-hal lain yang dipelajari - prinsip yang diterapkan pada bentuk-bentuk belajar lainnya juga menentukan pembentukan sikap. Kerangka utama lain untuk mempelajari sikap menekankan konsistensi kognitif. Pendekatan konsistensi kognitif berkembang dari pandangan kognitif. Pendekatan ini menggambarkan manusia sebagai mahluk yang menemukan makna dan hubungan dalam struktur kognisinya, dan menekankan penerimaan sikap yang sesuai dengan keseluruhan struktur kognisi yang dimiliki. Menyikapi adanya perbedaan di antara dua pendekatan ini (pendekatan belajar dan pendekatan konsistensi kognitif), para ahli psikologi sosial pada era tahun 1980-an berpendapat bahwa pendekatan mengenai pembentukan sikap yang paling berpengaruh diturunkan dari pendekatan konsistensi kognitif. Ada dua alasan yang mendasari pendapat para ahli psikologi sosial, yaitu pertama - sebagai pengembangan dari aliran psikologi kognitif, pendekatan konsistensi kognitif menekankan pada pandangan bahwa untuk dapat memahami perilaku seseorang perlu dipelajari proses mental terlebih dahulu. Bahwa manusia tidak menanggapi lingkungannya secara otomatis. Perilaku manusia tergantung pada bagaimana mereka berpikir dan mempersepsi lingkungannya. Manusia adalah agen yang secara aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Manusia secara aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognisi yang diberi istilah schema. Ada tiga model yang berbeda dalam pendekatan konsistensi kognitif, yang kerap dibicarakan para pakar psikologi sosial untuk memaparkan bagaimana individu menghadapi ketidakkonsistenan yang sering berujung pada perubahan sikap. Perubahan sikap ini adalah salah satu di antara berbagai cara yang dapat mengurangi atau mengeliminasi ketidaknyamanan atau tekanan psikologis inkonsistensi.
Model yang pertama adalah berkenaan dengan cara orang menata sikap terhadap orang atau sebuah objek dalam hubungannya satu sama lain di dalam kognitif diri pribadi.
Bahwa individu selalu menghendaki kondisi keseimbangan antara diri
(person atau pribadi), orang lain (others), dan objek sikap (x). Pemikiran ini dirumuskan dalam teori keseimbangan sosial (social balance theory).
Versi model kedua dalam pendekatan konsistensi kognitif menjelaskan bagaimana orang juga berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan afeksi (perasaan atau emosi) mereka. Dengan kata lain, keyakinan, pengetahuan, pendirian seseorang tentang suatu fakta ditentukan pula oleh pilihan afeksi diri, demikian pula
2016
13
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
sebaliknya. Teori Pavlov yang lebih dikenal dengan classical atau respondent conditioning --- dapat dilihat sebagai proses afektif yang mempengaruhi kognisi.
Variasi model ketiga dalam pendekatan konsistensi kognitif adalah bahwa sikap akan berubah demi mempertahankan konsistensi dengan perilaku nyatanya. Yaitu, manakala perilaku tidak dapat dicabut kembali atau diubah dengan berbagai cara, maka cara yang tepat untuk mengurangi ketidaksesuaian kognitif adalah dengan mengubah sikap. Wujud utama dari pendekatan ini adalah teori ketidaksesuaian kognitif (disonansi kognitif), yang dikemukakan oleh Festinger pada tahun 1957. Teori ini berkaitan dengan dua jenis inkonsistensi perilaku-sikap tertentu yang timbul karena pengambilan keputusan, dan yang timbul karena dilakukannya perilaku-yangtidak-sesuai dengan sikap (counterattitudinal behaviour). Hal ini yang membedakan teori Festinger dengan teori perubahan sikap lainnya, yang pada awalnya secara sederhana mengasumsikan bahwa sikap seseorang menentukan perilakunya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian pakar berpendapat sikap terbentuk
melalui proses belajar (social learning), yaitu sumber pembentukan sikap pada diri individu adalah dari perilaku orang lain. Berdasarkan pendapat ini dapat disusun berbagai upaya untuk mengubah sikap seseorang, melalui penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi dan lainnya. Selain proses belajar, pembentukan sikap dapat pula terjadi melalui pengalaman langsung (direct experience). Sikap yang terbentuk melalui pengalaman langsung lebih kuat daripada sikap yang terjadi melalui proses belajar. Pengalaman pribadi yang diperoleh langsung berkaitan dengan suatu permasalahan/kejadian akan membuat individu lebih banyak memikirkan dan membicarakannya daripada jika hal itu jauh dari pengalaman dirinya. Dengan kata lain, individu akan memiliki sikap yang lebih kuat terhadap suatu obyeksikap bila individu memiliki pengalaman langsung dengan obyek, daripada individu hanya mendengar tentang obyek dari orang lain, atau hanya membacanya. Bila individu memiliki sikap yang lebih kuat terhadap suatu hal, maka sikap konsisten terhadap hal tersebut akan timbul diiringi dengan perilaku yang selaras. Sumber kekuatan sikap yang lain akan muncul dari adanya kepentingan tetap atau kepentingan diri dalam suatu masalah.
2016
14
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka Kotler, Philip., Keller, Kevin Lane. 2012. Marketing Management. New Jersey: Pearson Education, Inc. Petty, Richard; Joseph R. Priser; and Pablo Brinol. 2002. Mass Media Attitude Change: Implications of the Elaboration Likelihood Model of Persuasion. J. Bryant and Dolf Zillmann (eds), Media Effect: Advances in Theory and Research. Hillsdale N J: Erlbaum. Petty, Richard; John T. Cacioppo; Alan J. Stratham; and Joseph Prieste.r 2005. To Thinks or Not to Think: Exploring Two Routes to Persuasion. Timothy C. Brock and Melanie C. Green (ed), Persuasion: Psychological Insights and Perspectives, Second Edition, Thousand Oaks: Sage Publication. R.D Soemanagara. 2006. Strategic Marketing Communication, Bandung: Penerbit Alfabeta. Sears, David O, Freedman; Jonathan L; and Peplau, Anne L. 1985. Social Psychology. Fifth Edition. Prentice Hall, Inc.Prenada Media Group.
2016
15
Strategic Marketing Communication Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id