DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DUA PULUH MINUMAN BUBUK KOMERSIAL BERBASIS KEDELAI DI INDONESIA
SKRIPSI
STELLA KRISTANTI KURNIAWAN F24061492
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
IN VITRO PROTEIN DIGESTIBILITY OF TWENTY COMMERCIAL SOY-BASED POWDER DRINKS IN INDONESIA
Stella Kristanti Kurniawan, Didah Nur Faridah, and Nuri Andarwulan Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRACT One factor of protein quality is the digestibility. This study aims to analyze protein digestibility of twenty commercial soy-based powder drinks by in vitro method. Twenty commercial products were sampled and grouped by consumer age (0-1 year old, 1-3 years old, and 3 years old above). Samples intended for 3 years old above consumers were further divided again into sample for special group of consumers and for ordinary consumers. Protein content from analysis and from label has been compared with the rules of tolerance of Canadian Food Inspection Agency's and Food and Drug Administration, and the results were still between the range of tolerance. While the total lipid content from analysis and from label were compared with labeling rules of National Agency for Drug and Food Control Republic of Indonesia (BPOM RI). The results showed that samples for 0-1 year and 1-3 years old consumers had protein digestibility higher (85.55 % - 87.73 %) than samples for consumers 3 years old above (ordinary consumer) (75.82 % - 85.33 %). Protein digestibility of samples for special group of consumers were also higher (85.73 % - 89.04 %) than samples for ordinary consumer (75.82 % - 85.3 %). This research also showed that ingredients and protein sources affect the protein content, protein digestibility, and the solubility of the samples. Samples which protein source from soy protein isolate or enriched by dairy protein had lower protein content than the samples which protein source from soybean. However, the protein digestibility and protein solubility of sample from soy protein isolate or enriched by dairy protein were higher than samples from soybean. Keywords: soybean, soy powder drink, and protein digestibility
STELLA KRISTANTI KURNIAWAN. Daya Cerna Protein in Vitro Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia. Di bawah bimbingan Didah Nur Faridah dan Nuri Andarwulan. 2011.
RINGKASAN
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang sangat baik dan bermutu tinggi. Protein kedelai mengandung asam amino yang lengkap. Kandungan asam-asam amino yang lengkap ini menyebabkan kedelai banyak dikonsumsi sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal. Kualitas dari protein kedelai tergantung dari beberapa faktor, di antaranya adalah komposisi asam amino, adanya komponen antinutrisi, serta daya cerna proteinnya. Daya cerna protein suatu bahan menggambarkan efisiensi hidrolisis protein menjadi asam amino oleh enzimenzim pencernaan dalam tubuh. Pengukuran daya cerna protein suatu pangan sangat penting untuk mengetahui seberapa banyak protein yang dapat dicerna atau dihidrolisis menjadi asam-asam amino, karena asam-asam amino tersebut selanjutnya akan diserap oleh tubuh kemudian digunakan dalam pembentukan jaringan-jaringan baru atau mengganti jaringan-jaringan yang rusak. Jika suatu makanan memiliki daya cerna protein yang rendah, maka dapat berakibat pada malnutrisi protein. Hal ini akan sangat berbahaya terutama bagi golongan khusus, seperti bayi, ibu hamil, ibu menyusui, dan orang yang sedang sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya cerna protein in vitro dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai yang ada di Indonesia. Dua puluh sampel tersebut didapat melalui sampling sebanyak-banyaknya minuman bubuk berbasis kedelai yang dijual dan yang mudah didapat di Indonesia. Selanjutnya, kedua puluh sampel tersebut dikelompokkan berdasarkan kelompok umur konsumen, yaitu sampel yang ditujukan untuk dikonsumsi konsumen berusia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (dewasa). Sampel yang ditujukan untuk usia 3 tahun ke atas dibagi lagi menjadi sampel minuman untuk konsumen golongan khusus dan konsumen biasa. Penentuan daya cerna protein secara in vitro salah satunya dapat dilakukan dengan analisa penurunan pH protein yang terjadi setelah reaksi hidrolisis. Salah satu metode pengukuran daya cerna protein berdasarkan perubahan pH tersebut adalah metode Hsu et al. yang digunakan pada penelitian ini. Hidrolisis protein oleh enzim protease akan membebaskan ion-ion hidrogen sehingga menyebabkan penurunan pH. Sebelum pengukuran daya cerna protein, kadar protein dan lemak sampel dianalisis terlebih dahulu kemudian dibandingkan dengan kadar protein dan lemak yang tertulis pada label. Kadar protein dari hasil analisis dan kadar protein pada label telah dibandingkan dengan aturan toleransi dari Canadian Food Inspection Agency's (CFIA) tahun 2003 dan Food and Drug Administration (FDA) tahun 2003, dan hasilnya kadar protein tersebut masih masuk ke dalam range toleransi. Sedangkan kadar lemak hasil analisis dengan kadar lemak pada label dibandingkan dengan aturan pelabelan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) tahun 2005. Pengukuran daya cerna protein yang dilakukan menunjukkan bahwa daya cerna protein produk yang ditujukan untuk konsumen berusia 0-1 tahun dan 1-3 tahun cenderung lebih tinggi (85.55 % - 87.73 %) dibanding daya cerna protein produk untuk konsumen berusia lebih dari 3 tahun golongan konsumen biasa (75.82 % - 85.33 %). Daya cerna protein sampel yang ditujukan
untuk golongan khusus juga relatif lebih tinggi (85.73 % - 89.04 %) dibanding untuk konsumen biasa (75.82 % - 85.33 %). Hasil analisis dengan ANOVA menunjukkan bahwa antar kelompok sampel berbeda nyata pada taraf α = 0.05 untuk parameter kadar protein, daya cerna protein dan kelarutan. Namun lebih lanjut lagi menurut uji lanjut Duncan pada kadar protein, kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun dan 1-3 tahun tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Antar kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun baik untuk konsumen biasa maupun golongan khusus juga tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil uji lanjut Duncan untuk daya cerna protein menunjukkan bahwa kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (golongan khusus) tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Namun kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok sampel lainnya. Sedangkan untuk kelarutan, menurut uji lanjut Duncan, kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (golongan khusus) tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Namun kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok sampel lainnya. Penelitian juga memperlihatkan bahwa ingredient dan sumber protein turut berpengaruh terhadap kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutan sampel. Sampel yang sumber proteinnya dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani memiliki kadar protein yang lebih rendah dibanding sampel yang bersumber protein dari kedelai saja. Namun daya cerna protein dan kelarutan sampel yang sumber proteinnya dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani lebih tinggi dibanding sampel yang sumber proteinnya dari kedelai saja. Secara umum, daya cerna yang tinggi sangat diperlukan untuk pangan yang ditujukan bagi golongan khusus seperti bayi, orang yang sedang sakit, ibu hamil dan menyusui, orang yang sedang berdiet, dan sebagainya karena golongan khusus tersebut umumnya memiliki kerja organ pencernaan yang kurang sempurna atau membutuhkan pangan yang mempunyai lebih banyak nutrisi.
DAYA CERNA PROTEIN IN VITRO DUA PULUH MINUMAN BUBUK KOMERSIAL BERBASIS KEDELAI DI INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor
Oleh STELLA KRISTANTI KURNIAWAN F24061492
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Daya Cerna Protein in Vitro Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia : Stella Kristanti Kurniawan : F24061492
Menyetujui.
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si) NIP 19711117 199802 2 001
(Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si) NIP 19630701 198811 2 001
Mengetahui : Plt. Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP 19610802 198703 2 002
Tanggal ujian akhir : 8 Agustus 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Daya Cerna Protein in Vitro Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Stella Kristanti Kurniawan F24061492
© Hak cipta milik Stella Kristanti Kurniawan, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
x
BIODATA PENULIS
Stella Kristanti Kurniawan lahir di Semarang pada 8 Desember 1988 dari ayah Surya Kurniawan dan ibu Roshayati Hartono, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA Kolese Loyola Semarang pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah lulus dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis masuk ke Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis juga mengambil minor Pengembangan Usaha Agribisnis, Departemen Agribisnis. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan seperti menjadi asisten praktikum Kimia Dasar dan Teknologi Pengolahan Pangan, mendukung kegiatan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan) dengan menjadi panitia dalam Pelatihan HACCP VI, BAUR 2008, dan LCTIP. Penulis juga aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK IPB) dengan menjadi panitia dalam Kebaktian Awal Tahun dan Paskah, serta bergabung di Komisi Kesenian PMK IPB sebagai koordinator seksi kesejahteraan dan menjadi panitia pada kegiatan-kegiatan Komisi Kesenian. Penulis juga sempat bergabung pada majalah ABC PMK-Kemaki IPB sebagai editor, layout-er, sekaligus kontributor. Prestasi yang berhasil diraih penulis selama masa perkuliahan di antaranya adalah menerbitkan novel berjudul “Four Freedom in My World” pada tahun 2007, menjadi 40 semifinalis Bintang Kampus Majalah CitaCinta pada tahun 2008, menjadi perwakilan IPB dalam Trust by Danone 8th tahun 2011, juara 2 pada 1st Indonesian Food Bowl Quiz Competition 2011, dan mendapat beasiswa Supersemar pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010 penulis mendapat beasiswa JASSO untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Jepang dalam program HUSTEP (Hokkaido University Short Term Exchange Program). Penulis juga pernah berpartisipasi dalam beberapa konferensi dan mengikuti pelatihan. Pada tahun 2009 penulis mengikuti pelatihan Manajemen HALAL yang diadakan HIMITEPA IPB. Pada tahun 2009 penulis berpartisipasi dalam HISAS 8 (Hokkaido Indonesian Student Association Meeting 8) di Hokkaido Jepang, dan pada tahun 2010 penulis berpartisipasi dalam ICAAI (International Conference on Agriculture and Agro-industry) di Chiang Rai Thailand. Penelitian berjudul “Daya Cerna Protein in Vitro Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia” ini dilakukan di bawah bimbingan Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan YME atas KaruniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dr. Didah Nur Faridah STP, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang telah membimbing penulis bukan hanya selama penyusunan skripsi tetapi juga selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih atas nasehat, dukungan semangat, dan terutama perhatian ibu kepada penulis. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan dan saran-sarannya selama penyusunan skripsi ini. Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, M.Sc selaku dosen penguji. Karyawan dan Teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Kedua orang tua dan adik tersayang Monica Kristiani Kurniawan. Dyas, Manik, Sarah, Septi, Mario, Feli, Kandi, dan teman-teman ITP angkatan 43 lainnya. Dongsaeng-dongsaeng-ku Andrew, Mike, Desir atas drama-drama Korea-nya yang telah menghilangkan penat penulis selama penelitian. Ricen, Suriah, Riffi, Khafid, Dimas, Tiara, Lukman, Bu Elmi, teman-teman satu lab lainnya, serta teman-teman ITP angkatan 44 dan 45 lainnya. Kristin TIN 43, teman-teman penghuni Perwira, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan.
Bogor, Agustus 2011 Stella Kristanti Kurniawan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….iii DAFTAR TABEL………………………………………………………………………………vi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………..vii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………………..viii I.
PENDAHULUAN………………………………………………………………………… 1
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………... 3 A. Kedelai….……………………………………………………………...……………... 3 B. Minuman Bubuk Berbasis Kedelai…………...……………………………………...... 4 1.
Susu Kedelai Bubuk……...…………………………………………….………… 5
2.
Susu Formula Berbasis Kedelai………………………………………...….……...6
C. Isolat Protein Kedelai…………………………………………………..……………... 6 D. Dekstrin…..……………………………………………………………..…………...... 7 E. Daya Cerna Protein Kedelai…………..………………………………...…………….. 7 1.
Protein Kedelai……...…………………………………………………………….7
2.
Daya Cerna Protein Produk Kedelai…………………...………………………... ..9
III. METODE PENELITIAN…………………………………………………........................ 14 A. Alat dan Bahan…………………………………………………………...................... 14 B. Metode Penelitian…………………………………………………...……………….. 14 1.
Persiapan Sampel……...…………………………………………..…………….. 14
2.
Ripitabilitas Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977)…...…………...…… 15
3.
Analisis Kimia dan Fisik Dua Puluh Sampel Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia………………..……………………………….… 15
4.
Analisis Data…….……………………………………………...……………….. 15
C. Prosedur Analisis……………………………………………………...……………... 16 1.
Analisis Proximat Sampel………………………………………………………..16
2.
Analisis Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977)……………………….... 18
3.
Uji Kelarutan……. ……………………………………………..………………. 18
iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………………...… 20 A. Persiapan Sampel……...……………………………………………...……………… 20 B. Ripitabilitas Daya Cerna Protein MetodeHsu et al. (1977)….................................…. 20 1.
Hasil Analisis Proximat……….………………………………………………… 20
2.
Ripitabilitas Daya Cerna Protein Isolat Protein Kedelai, Kedelai yang Ditambah Dekstrin, dan Kedelai Menggunakan Metode Hsu et al. (1977) ……………. …..21
C. Sifat Kimia dan Fisik Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia……………………………………..………….……………….. 25 1.
Proximat Sampel…………………………….…………………………….……. 25
2.
Daya Cerna Protein in vitro …….......................................................................... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………….…. 37 A. Kesimpulan…...……………………………………………………………………… 37 B. Saran….……………………………………………………………………………… 37 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….……………….... 38 LAMPIRAN………………………………………………………………………………..….. 44
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kedelai mentah dan direbus per 100 g……….……………………………. 4 Tabel 2. Perbandingan nilai gizi susu kedelai dan susu sapi………………………………….... 5 Tabel 3. Susunan asam amino pada kedelai…………………………………………………… ..8 Tabel 4. Hasil analisis proximat isolat protein kedelai, kedelai+dekstrin, dan kedelai………………………………………………………………………………... 21 Tabel 5. Daya cerna protein isolat protein kedelai…………………………………………….. 23 Tabel 6. Daya cerna protein kedelai+dekstrin…………………………………………………. 23 Tabel 7. Daya cerna protein kedelai…………………………………………………………… 23 Tabel 8. Daya cerna protein sampel penelitian dan daya cerna protein kacang-kacangan penelitian lain….……………………………………………………………………... 24 Tabel 9. Hasil Analisis proximat dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai batch I…………………………………………………………..……………. 26 Tabel 10. Hasil Analisis kadar air dan protein dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai batch II…….……………………………………………………… 26 Tabel 11. Perbandingan hasil analisis kadar protein dengan nutrition fact…………………… 27 Tabel 12. Perbandingan hasil analisis kadar lemak dengan nutrition fact…………………….. 29 Tabel 13. Daya cerna protein dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai………………………………………………………………………………. 31 Tabel 14. Kelarutan dua puluh sampel minuman bubuk komersial berbasis kedelai…………. 31 Tabel 15. Pembagian sampel berdasarkan kadar protein dan usia konsumen beserta kadar protein, kelarutan, dan daya cerna proteinnya………………………………...32 Tabel 16. Komposisi sumber protein dan karbohidrat sampel serta kadar protein, daya cerna protein, protein availability, dan kelarutannya……………………...….. 36
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman kedelai dan biji kedelai kuning……………………………………………3 Gambar 2. Struktur asam amino………………………………………………………………... 8 Gambar 3. Penggunaan nitrogen dari protein makanan……………………………………….. 10 Gambar 4. Hubungan kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutan sampel terhadap ingredient (sumber protein) sampel……………………………………………….. 34
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II………………. 44 Lampiran 2. Daya cerna protein 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II…………………..……………………………………………….... 46 Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai……………….………………………………………………… 51 Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai…………………………………………………………. 61 Lampiran 5. Kelarutan 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II……..…..... 71 Lampiran 6a. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai antar kelompok…………………………………………………….…... 73 Lampiran 6b. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun ………………………………….…….. 73 Lampiran 6c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 1-3 tahun………………………….…….. 74 Lampiran 6d. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa)………….…..... 75 Lampiran 6e. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (golongan khusus)……………… 76 Lampiran 7a. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai antar kelompok………………….……………………………………... 77 Lampiran 7b. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun….…………………………….. 78 Lampiran 7c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 1-3 tahun……….……………………….. 79 Lampiran 7d. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa)….…..... 79 Lampiran 7e. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (golongan khusus)…….... 80 Lampiran 8a. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai antar kelompok sampel…………….…………………………………………....82 Lampiran 8b. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun….…………………………………….. 82 Lampiran 8c. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 1-3 tahun …….…………………………………. 83
viii
Lampiran 8d. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa)………….……. 84 Lampiran 8e. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (golongan khusus)….…………… 85 Lampiran 9.
Komposisi sampel sesuai label dan daya cerna protein………………………. 86
Lampiran 10a. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel bersumber protein dari kedelai……… 87 Lampiran 10b. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani….……………………………………………. 88 Lampiran 10c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai……….……………………………………..... 89 Lampiran 11a. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel bersumber protein dari kedelai…………………………………………………………… 90 Lampiran 11b. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani……….………………………..... 91 Lampiran 11c. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai…………………….……….. 92 Lampiran 12a. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel bersumber protein dari kedelai…………………………………..…………………………………….. 93 Lampiran 12b. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani………….…………………………………..... 94 Lampiran 12c. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai….………………………………………….... 95
ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Protein terdapat pada bahan pangan hewani, seperti daging, ikan, telur, susu, dan lain-lain, serta bahan pangan nabati, seperti serealia dan kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, kacang komak, dan lain-lain). Protein hewani yang memiliki asam amino esensial lengkap merupakan protein dengan kualitas teratas. Namun karena harganya lebih mahal dan pengadaannya yang membutuhkan waktu lebih lama, maka protein nabati merupakan pilihan tepat untuk pemenuhan kekurangan protein terutama bagi masyarakat yang mempunyai daya beli rendah. Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31.02 juta orang (Biro Pusat Statistik Indonesia 2010). Akibatnya, banyak penduduk yang kesulitan untuk membeli makanan sehat yang sesuai dengan kebutuhan gizi mereka. Pada tahun 2005, jumlah bayi yang kekurangan gizi di Indonesia mencapai 28% dari total populasi bayi (Biro Pusat Statistik Indonesia 2010). Permasalahan gizi yang paling sering dihadapi Indonesia dan negara berkembang lainnya adalah kekurangan protein. Permasalahan ini membutuhkan solusi untuk mencari sumber protein alternatif yang murah namun berkualitas tinggi. Kedelai merupakan alternatif sumber protein yang menjanjikan untuk menggantikan protein hewani. Protein kedelai mengandung asam amino yang lengkap. Selain itu protein kedelai mengandung asam amino yang relatif lebih tinggi daripada protein biji-bijian lainnya, terutama asam amino lisin, sehingga protein kedelai dapat digunakan juga untuk mensubstitusi kekurangan protein dalam makanan pokok seperti pati-patian dan jagung (FAO 1971; Direktorat Gizi dan Kesehatan RI 1972; Mupangwa et al. 2003; Palander et al. 2006). Kandungan protein pada kedelai cukup tinggi, yaitu sekitar 40-50% dengan susunan asam amino mendekati susunan asam amino susu sapi dan mendekati pola yang direkomendasikan oleh FAO (Bentley 1975). Kedelai mengandung asam amino esensial yang tinggi dengan metionin sebagai asam amino pembatas (Considine dan Considine 1982). Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan. Salah satu bentuk pengolahan kedelai adalah dalam bentuk minuman sari kedelai atau yang lebih sering disebut dengan susu kedelai. Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberi flavor untuk meningkatkan rasanya (Koswara 1992). Di samping dalam bentuk cair, susu kedelai dapat dibuat dalam bentuk bubuk (powder), yang pada umumnya dilakukan dengan pengeringan semprot (spray drying) atau dengan cara menggiling kedelai langsung menjadi bubuk. Protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino yang mendekati sususan asam amino susu sapi sehingga susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang memiliki gangguan pencernaan untuk laktosa (lactose intolerance), yang tidak menyukai susu sapi, dan yang memiliki alergi terhadap susu sapi. Ketidakmampuan mencerna laktosa (lactose intolerance) dialami oleh 70 % penduduk Asia Tenggara. Penderita yang mengkonsumsi susu sapi (kadar laktosa sekitar 4.8 %) akan merasa kembung, sakit perut atau mencret (Rumin 1992). Sedangkan alergi susu sapi adalah alergi makanan terbanyak dan dialami oleh 2-3 % bayi di bawah satu tahun (Crittenden 2005; Rona 2007). Reaksi dapat ditimbulkan oleh partikel protein dari kandungan susu sapi, baik dari ASI ibu yang makan produk dari susu sapi (dairy product) maupun pemberian susu sapi pada bayi. Berdasarkan alasan-alasan di atas maka dikembangkan susu formula bayi (infant formula) yang berbahan dasar protein kedelai bagi bayi yang lactose-intolerance atau yang alergi susu sapi. Soy-based infant formula
1
biasanya difortifikasi dengan vitamin dan mineral untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi karena produk pangan dalam bentuk susu merupakan bahan fortifikan yang baik. Pengolahan kedelai menjadi minuman sangatlah strategis karena pangan dalam bentuk cair mudah dikonsumsi oleh golongan khusus, seperti bayi dan orang yang sedang sakit. Pengeringan menjadi bentuk bubuk akan semakin menambah nilai produk karena akan memperpanjang umur simpan dan memudahkan dalam penanganannya. Minuman kedelai umumnya juga dikonsumsi sebagai minuman kesehatan. Oleh karena itu diharapkan minuman bubuk berbasis kedelai mempunyai profil yang baik, terutama daya cerna proteinnya. Daya cerna protein suatu bahan menggambarkan efisiensi hidrolisis protein menjadi asam amino oleh enzim-enzim pencernaan dalam tubuh (Muchtadi et al. 1993). Pengukuran daya cerna protein suatu pangan sangat penting untuk mengetahui seberapa banyak protein pada pangan tersebut yang dapat dicerna/dihidrolisis menjadi asam-asam amino, karena asam-asam amino tersebut selanjutnya akan diserap oleh tubuh kemudian digunakan dalam pembentukan jaringanjaringan baru atau mengganti jaringan-jaringan yang rusak. Jika suatu makanan memiliki daya cerna protein yang rendah, maka dapat berakibat pada malnutrisi protein bagi konsumennya. Hal ini akan sangat berbahaya terutama bagi golongan khusus, seperti bayi, ibu hamil, ibu menyusui, dan orang yang sedang sakit, orang yang kekurangan protein, vegetarian, dan lain-lain.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil daya cerna protein dua puluh minuman bubuk berbasis kedelai yang ada di pasaran. Penentuan daya cerna dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode Hsu et al. (1977).
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedelai Kedelai merupakan bahan pangan yang penting di Indonesia yaitu sebagai sumber protein nabati yang dapat dikonsumsi secara langsung, sebagai bahan pelengkap, bahan industri, maupun keperluan lainnya. Kedelai (Glycine max (L) Merill) termasuk famili Leguminosae (kacang-kacangan) yang diklasifikasikan dengan nama ilmiah Glycine max (L) Merill, spesiesnya max, genusnya glycine, sub famili papilionoidaceae, famili leguminosae, dan ordo polypetales (Suprapto 1985). Menurut Somaatmadja (1964), tanaman kacang kedelai termasuk tanaman semusim yang tumbuhnya tegak dan bercabang. Tanaman ini sering kali ditanam pada ketinggian 5 sampai 1000 meter dari permukaan laut. Di samping itu kedelai juga membutuhkan suhu optimum untuk tumbuh yaitu 20300C dan pada pH tanah antara 5.0-7.0. Buah kedelai disebut polong. Di dalam polong terdapat biji yang jumlahnya satu sampai lima. Kedelai dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu berdasarkan warna kulit bijinya dan berdasarkan umurnya. Berdasarkan warna kulit biji, kedelai dikelompokan lagi menjadi kedelai kuning atau putih, kedelai hitam, dan kedelai hijau. Secara kimiawi tidak ada perbedaan komposisi gizi yang berarti antara ketiga jenis warna kedelai tersebut. Sedangkan berdasarkan umurnya kedelai dikelompokkan menjadi kedelai umur pendek atau genjah (75-85 hari), umur sedang (85-90 hari), dan kedelai yang berumur lebih dari 90 hari.
Gambar 1. Tanaman kedelai (kiri) dan biji kedelai kuning (kanan) (eemoo-esprit.blogspot.com (kiri) dan www.recipetips.com (kanan))
Kedelai merupakan sumber pangan yang bernilai gizi tinggi. Kedelai terutama mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Menurut Wolf dan Cowan (1971), komposisi kimia kedelai bervariasi tergantung varietas, kesuburan tanah, dan kondisi iklim. Jumlah protein pada kedelai sekitar 40 - 50 % (Bentley 1975; Ledesna et al. 2009). Kadar protein kedelai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan sebagian besar kacang-kacangan (Messina 1995). Asam amino pembatas pada kedelai adalah metionin dan sistin, sedangkan kandungan lisin dan treoninnya sangat tinggi. Hal tersebut sangat menguntungkan karena pada umumnya makanan pokok sangat miskin akan lisin. Kedelai mengandung lemak sekitar 18 20 %, 85 % di antaranya merupakan asam lemak tidak jenuh. Lemak kedelai mengandung asam lemak esensial yang cukup, yaitu asam linoleat (Omega 6) serta linolenat (Omega 3). Minyak kedelai mengandung 61 % lemak polyunsaturated dan 23.4 % monounsaturated (Gunstone et al. 1986). Kandungan lemak tidak jenuh ini membuat kedelai baik bagi kesehatan terutama dalam mengontrol kolesterol dan penyakit kardiovaskuler. Kedelai juga dilengkapi vitamin (terutama vitamin A, B kompleks, dan E) dan mineral (kalsium, fosfor, zat besi). Kedelai juga merupakan sumber dietary fiber
3
dan oligosakardida yang terbukti dapat mencegah penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, berbagai kanker, osteoporosis, penyakit ginjal, dan lain-lain (Li dan Manfred 2010) . Nilai gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kedelai mentah dan direbus per 100 g Komponen Mentah Direbus Energi (Kkal) 381 189 Air (g) 12.7 56.8 Protein (g) 40.4 20.2 Lemak (g) 16.7 8.2 Karbohidrat (g) 24.9 12.7 Serat (g) 3.2 1.6 Abu (g) 5.3 2.1 Kalsium (mg) 222 91 Fosfor (mg) 682 270 Besi (mg) 10 3.9 Karoten total (mcg) 31 15 Vitamin B1 (mg) 0.52 0.2 Sumber: Slamet dan Tarwotjo (1980)
Selain sumber zat gizi, kedelai juga memiliki senyawa bioaktif isoflavon (salah satu golongan flavonoid) yang bersifat sebagai antioksidan (Nijveldt et al. 2001). Menurut United States Department of Agricuture (USDA 1999), per 100 g kedelai mentah mengandung 128.35 mg isoflavon. Isoflavon kedelai dikenal sebagai fitoestrogen karena struktur molekulnya mirip dengan struktur molekul estrogen. Hal ini menyebabkan isoflavon kedelai dapat berikatan dengan reseptor estrogen (RE), namun afinitas RE ligan tersebut lebih rendah dibanding estrogen endogen (Miksicek 1994; Penalvo et al. 2004). Isoflavon kedelai berguna sebagai antioksidan sehingga antara lain dapat berguna untuk mencegah : 1) kerusakan oksidatif membran sel, 2) arterosklerosis akibat teroksidasinya LDL, 3) penyakit jantung koroner, 4) penyakit kardiovaskuler, 5) kerusakan oksidatif DNA, 6) menghambat pertumbuhan sel kanker (Astawan 2009; Heneman et al. 2007). Isoflavon juga telah dibuktikan dapat mengurangi risiko kanker payudara, prostat, ovarium (Imhof et al. 2008; Hillman dan Singh-Gupta 2011), diabetes (Lu et al. 2008) menurunkan kadar kolesterol total dan LDL serta meningkatkan HDL (Crouse et al. 1999; Demonty et al. 2002; Bricarello et al. 2004), menurunkan tekanan darah tinggi (Liu et al. 2010), dan mencegah osteoporosis pada wanita paska menopause (Liu et al. 2010) . Begitu banyaknya manfaat dari kedelai, maka tidak heran jika kedelai mempunyai banyak sebutan, seperti “Miracle Golden Bean”,”The Golden Nugget of Nutrition”, “The Cow of China”, “Meat of the Fields”, “The Meat That Grows on Vines”, “Cinderella Crops of the Century”, “The Protein Hope of the Future”, dan “The Amazing Soybean” (Rahman 1978).
B. Minuman Bubuk Berbasis Kedelai Salah satu pengolahan kedelai yang strategis adalah menjadi minuman bubuk karena pangan dalam bentuk minuman mudah dikonsumsi oleh golongan khusus seperti bayi dan orang yang sedang sakit. Sekarang ini banyak dijual minuman bubuk berbahan dasar kedelai yang ditambah atau difortifikasi dengan berbagai macam bahan lainnya, misalnya vitamin, mineral, asam amino lain, susu skim, perisa, dan lain-lain dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi karena minuman bubuk berbasis kedelai ini umumnya juga dikonsumsi sebagai minuman kesehatan.
4
1. Susu kedelai bubuk Susu kedelai adalah produk seperti susu sapi namun dibuat dari ekstrak kedelai. Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberi flavor untuk meningkatkan rasanya (Koswara 1992). Di samping dalam bentuk cair, susu kedelai dapat juga dibuat dalam bentuk bubuk (powder), yang pada umumnya dilakukan dengan pengeringan semprot (spray drying). Susu kedelai bubuk juga dapat diolah lebih lanjut menjadi susu bubuk kedelai instan dengan proses instanisasi. Menurut Rumin (1992), susu kedelai mempunyai beberapa daya tarik, seperti 1) Bergizi tinggi. Pada kadar air yang sama dengan susu sapi, susu kedelai mengandung jumlah protein 26 - 52 % lebih banyak, walaupun Protein Efficiency Ratio-nya lebih rendah. Menurut Bourne (1976), 200 ml susu kedelai dengan kandungan protein 3 % akan memenuhi 50 % RDA protein yang ditetapkan WHO bagi balita, 2) Teknologi untuk mengolah susu kedelai sederhana dan biayanya kecil, 3) Susu kedelai bebas laktosa dan tidak menyebabkan alergi, 4) Susu kedelai bebas kolesterol dan hanya mengandung sedikit lemak. Kandungan lemaknya pun hanya sepertiga lemak susu sapi dan sebagian besar dalam bentuk tidak jenuh. Daya tarik berikutnya, 5) Susu kedelai dapat divariasikan. Selain menjadi minuman pengganti susu sapi, susu kedelai dapat diolah menjadi yoghurt (soygurt), keju, kefir, soyanaise, dan lain-lain, 6) Susu kedelai memberikan kalori 12 % lebih rendah dibanding susu sapi sehingga menjadi pilihan yang baik untuk orang yang ingin berdiet, 7) Alternatif swasembada pangan. Beralih ke susu kedelai dapat menghemat devisa negara untuk mengimpor susu sapi yang relatif lebih mahal harganya, serta dapat menciptakan lapangan kerja baru di samping menghasilkan sumber protein yang lebih murah. Susu kedelai mempunyai protein tinggi dan nilai gizi lain yang hampir sama dengan susu sapi. Perbedaan yang cukup mencolok hanya pada kadar kalsium. Susu sapi memiliki kadar kalsium yang cukup tinggi dibanding susu kedelai. Perbandingan kandungan gizi susu kedelai dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan nilai gizi susu kedelai dan susu sapi Komponen Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air
Satuan
Susu kedelai cair
Susu sapi
Kkal g g g mg mg mg SI mg mg g
41 3.5 2.5 5 50 45 0.7 200 0.08 2 87
61 3.2 3.5 4.3 143 60 1.7 130 0.03 1 88.3
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972)
Kandungan protein susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai yang digunakan dan cara pengolahan. Kadar protein dan lemak dalam biji kedelai berkolerasi positif dengan kadar protein dan lemak susu kedelai (Hermana 1985). Jumlah air yang digunakan untuk mengekstrak berkorelasi negatif dengan kadar protein.
5
2. Susu Formula Berbasis Protein Kedelai Ketidakmampuan mencerna laktosa (lactose intolerance) dialami oleh 70 % penduduk Asia Tenggara. Penderita yang mengkonsumsi susu sapi (kadar laktosa sekitar 4.8 %) akan merasa kembung, sakit perut atau mencret (Rumin 1992). Sedangkan alergi susu sapi adalah alergi makanan terbanyak dan dialami oleh 2-3 % bayi di bawah satu tahun (Crittenden 2005; Rona 2007). Reaksi dapat ditimbulkan oleh partikel protein dari kandungan susu sapi, baik dari ASI ibu yang makan dairy product (produk dari susu sapi), maupun pemberian langsung susu sapi pada bayi. Menurut El-Agamy (2006), Cavagni et al. (1994) dan Docena et al. (1996), susu sapi mengandung lebih dari 20 protein yang dapat menyebabkan alergi. Alergi merupakan masalah yang tidak boleh diremehkan. Reaksi yang ditimbulkan dapat mengganggu semua organ tubuh dan perilaku anak sehingga bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada tahun pertama kehidupan anak, sistem imun tubuhnya relatif masih sangat lemah dan rentan. Oleh karena itu dikembangkanlah susu formula berbahan dasar kedelai menggantikan susu sapi sebagai sumber proteinnya. Susu formula pertama yang menggunakan kedelai dikembangkan pada awal 1950. Pada awalnya, susu formula dari kedelai menggunakan tepung kedelai (kedelai yang dibubukkan). Namun sayangnya ditemukan beberapa keluhan, seperti kembung (Fomon dan Filer 1974) yang kemungkinan disebabkan karena tepung kedelai mengandung stakiosa dan rafinosa (karbohidrat yang tidak dapat dicerna bayi yang mengakibatkan bayi kembung dan sering buang air besar) yang cukup tinggi. Pengembangan susu formula dari protein kedelai selanjutnya adalah pada tahun 1960-an. Formula ini sudah memiliki warna, bau, dan rasa yang lebih baik, juga dapat lebih mengurangi kasus kembung dan buang angin. Perkembangan selanjutnya adalah digunakannya isolat protein kedelai, protein kedelai yang sudah bebas dari komponen-komponen lainnya termasuk karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Perkembangan selanjutnya adalah penggunaan isolat protein kedelai pada formula milk-free bagi balita, geriatric, hospital, dan postoperative feeding. Susu formula kedelai sekarang ini juga telah difortifikasi dengan minyak nabati (untuk melengkapi kandungan lemak), sirup jagung, atau sukrosa (untuk melengkapi kandungan karbohidrat), vitamin, dan mineral (terutama zat besi karena komponen antinutrisi pada kedelai dapat menghambat absorpsi zat besi) sesuai ketentuan yang telah diterapkan. Susu formula tersedia dalam bentuk cair (ready to drink), maupun bentuk kering (bubuk).
C. Isolat Protein Kedelai Isolat protein kedelai merupakan bentuk olahan kedelai yang mengandung protein paling murni karena kadar proteinnya minimum 90 % berdasarkan berat keringnya (Muchtadi 1997). Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak, sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibanding konsentrat kedelai dan tepung atau bubuk kedelai. Isolat protein kedelai dibuat dengan cara mengekstrak kedelai bebas lemak dengan alkali, kemudian mengendapkan protein kedelai pada titik isoelektriknya sehingga protein dapat diisolasi dan dipisahkan dari bagian-bagian lainnya yang tidak diinginkan. Bagian protein yang mengendap tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Isolat protein kedelai baik sekali digunakan sebagai pengikat dan pengemulsi dalam produk daging (Muchtadi 1997; Liu et al 1999; Molina et al. 2001), produk meat analog, dan formulasi produk pangan lainnya (Muchtadi 1997).
6
D. Dekstrin Dektrin merupakan produk yang dihasilkan dari degradasi pati secara acak dengan berbagai macam cara seperti pemanasan pati kering, hidrolis pati oleh asam, maupun hidrolisa pati secara enzimatis (Radley 1986; Sikoraa et al. 2002). Dekstrin dipasarkan dalam bentuk bubuk berwarna putih sampai coklat tua. Menurut Satterwaite dan Iwinski (1973), dekstrin dapat dihasilkan dari hidrolisa pati dengan enzim-enzim tertentu atau dengan hidrolisa pati secara basah yang dikatalis dengan asam. Dekstrin mengandung dua bentuk polimer D-glukosa, yaitu linier (amilosa) dan bercabang (amilopektin), mempunyai sifat sangat larut dalam air dingin atau panas, dengan viskositas yang relatif rendah (Wuzburg 1968). Dekstrin memiliki struktur molekul yang lebih pendek dan lebih bercabang dibandingkan dengan pati (Acton 1976; Alvani et al. 2009). Struktur yang lebih pendek ini mengakibatkan dekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air. Desktrin umumnya ditambahkan sebagai bahan pengisi. Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah total padatan dalam larutan. Peningkatan jumlah total padatan terutama pada produk cair yang dikeringkan diperlukan karena kandungan air yang sangat tinggi. Kandungan total padatan yang relatif tinggi dapat mempercepat pengeringan sehingga kerusakan bahan karena pemanasan dapat dicegah dan biaya operasional dapat diperkecil (Masters 1979). Semua jenis pati dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan dekstrin. Namun perlu diperhatikan bahwa sifat dasar pati akan mempengaruhi sifat dan mutu dekstrin yang dihasilkan (Satterwaite dan Iwinski 1973). Sifat-sifat dekstrin yang merupakan keunggulan jika dibandingkan dengan pati asal adalah kelarutan dalam air dingin, lapisan film yang dihasilkan, kekentalan, kemampuan perekatan, warna, dan kestabilan penyimpanan yang baik (Wuzburg 1968; Miyazaki et al. 2004).
E. Daya Cerna Protein Kedelai 1. Protein Kedelai Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur metabolisme tubuh. Menurut Winarno (1997), protein, dalam keadaan normal, merupakan senyawa kimia yang membentuk unsur dasar makhluk hidup, menjaga fungsi pertumbuhan dan fungsi alat-alat tubuh lain. Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak sebagai bahan membran sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti rambut dan kuku. Disamping itu protein dapat bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai plasma (albumin), membentuk kompleks dengan molekul lain, serta dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak (protein otot). Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang biasanya tidak dimiliki oleh golongan karbohidrat ataupun lemak (Winarno 1997). Molekul protein berupa polimer yang tersusun oleh monomer-monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Sebuah asam amino mengandung gugus karboksil (–COOH) dan gugus amino (–NH2), sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α. Struktur asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.
7
H
H2N
C
COOH
R Gambar 2. Struktur asam amino (Lehninger 1982) Asam amino digolongkan menjadi asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Asam amino non-esensial dapat disintesis oleh tubuh manusia, sedangkan asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia sehingga perlu asupan dari makanan. Salah satu parameter mutu makanan adalah kandungan asam amino esensial pada makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah asam amino esensial yang terkandung maka mutu makanan tersebut semakin baik. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang sangat baik dan bermutu tinggi. Protein kedelai mengandung asam amino yang lengkap. Kandungan asam-asam amino yang lengkap ini yang menyebabkan kedelai banyak dikonsumsi sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal. Kandungan asam-asam amino kedelai dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Susunan asam amino pada kedelai (g AAE/100 g protein) Asam amino Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistein Fenilalanin Tirosin Treonin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Aspartat Glutamat Glisin Prolin Serin
kedelai
Pola FAO
4.5 7.8 6.4 1.3 1.3 4.9 3.1 3.9 1.3 4.8 7.2 2.5 4.3 11.7 18.7 4.2 5.5 5.1
4.0 7.0 5.5 3.5 3.5 6.0 6.0 4.0 1.0 5.0 -
Sumber : FAO (1971)
Dari tabel dapat terlihat bahwa asam amino glutamat merupakan asam amino yang paling dominan dalam protein kedelai. Sedangkan asam amino sulfur yaitu metionin dan sistin mempunyai persentase yang lebih rendah dibanding asam amino lain. Protein kedelai merupakan protein yang bersifat hidrofilik dan dapat diekstrak dengan air. Kedelai kering yang mengandung 6.94 % nitrogen, sebanyak 5.97 % dapat larut pada air, 0.26 % larut dalam garam, 0.16 % larut dalam alkohol dan hanya 0.55 % yang tidak larut, yaitu tertinggal di dalam ampas. Dari jumlah protein pada kedelai, 84 % terdiri dari globulin (Sutantyo 1976). Protein globulin
8
mengandung 78.5 % glisinin dan 21.5 % faseolin sedangkan albumin mengandung 78.5 % legumelin. Glisin dan legumelin ini sebagian besar terdiri dari gugus asam-asam amino esensial (Circle 1950). Protein kedelai yang sebagian besar mengandung globulin tersebut mempunyai titik isoelektrik 4.1- 4.6. Globulin akan mengendap pada pH 4.1 sedangkan protein lainnya seperti proteosa, prolamin, dan albumin bersifat larut dalam air sehingga diperkirakan penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan terlepasnya ikatan struktur protein non-globulin karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein tersebut dalam air. Menurut Koswara (1992), globulin akan segera larut dengan penambahan garam seperti natrium klorida atau kalsium klorida. Globulin larut dalam larutan garam encer pada pH di atas atau di bawah titik isoelektriknya. Kelarutan minimum protein kedelai terjadi pada pH 3.8-5.2. sedangkan kelarutan maksimum pada sisi asam terjadi pada pH 1.5-2.5 dan pada sisi basa terjadi pada pH 6.3. Dibanding dengan kacang-kacangan lain, protein kedelai mempunyai nilai gizi yang paling tinggi. Kedelai mempunyai skor protein sebesar 73, dengan kekurangan dalam asam amino yang mengandung zat belerang (Poerwosoedarmo dan Sediaoetomo 1977). Protein kedelai juga mempunyai sifat kimia dan fisika yang baik, seperti daya mengikat air, daya emulsi, pembentuk gel, pembentuk adonan, dan pengental (Somaatmadja 1964).
2. Daya Cerna Protein Produk Kedelai Protein yang terkandung dalam bahan pangan akan mengalami pencernaan setelah dikonsumsi menjadi unit-unit penyusunnya seperti asam-asam amino dan atau peptida (Damodaran 1996). Proses pencernaan protein tersebut membutuhkan bantuan enzim protease, seperti tripsin, kimotripsin, pepsin, dan sebagainya. Asam-asam amino inilah yang selanjutnya akan diserap oleh usus, dan kemudian dialirkan ke seluruh tubuh untuk digunakan dalam pembentukan jaringan-jaringan baru dan mengganti jaringan tubuh yang rusak (Winarno 1997). Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dicerna oleh enzim pencernaan protease (Pellet dan Young 1980). Menurut Muchtadi (1989) daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan, di mana daya cerna protein tinggi berarti protein dapat dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi, sedangkan daya cerna protein rendah berarti protein sulit untuk dihidrolisis menjadi asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses. Pada sistem pencernaan, protein makanan dicerna oleh enzim proteolitik. Pertama, oleh enzim pepsin yang terdapat di dalam lambung. Di dalam lambung enzim pepsin akan memecah protein menjadi peptida atau asam amino dengan bantuan asam lambung (HCl). HCl memiliki pH sekitar 1.5 yang menyebabkan rantai protein terbuka (terdenaturasi) untuk memudahkan enzim pencernaan menyerang dan memutus ikatan peptida. Asam lambung inilah yang juga mengaktivasi enzim pepsin. Tidak seperti enzim pada umumnya, enzim pencernaan di lambung justru memiliki aktivitas optimum pada suasana asam. Selama perjalanan menuju usus halus, 70 % protein terpecah menjadi tripeptida, dipeptida, maupun asam amino sederhana oleh enzim-enzim pencernaan protein yang disekresikan oleh pankreas (pancreatic protease) antara lain tripsin, kimotripsin, dan karboksipeptidase (Grosvenor dan Smolin 2002). Tripsin dan kimotripsin merupakan endopeptidase yang akan memecah protein (polipeptida) menjadi polipeptida kecil. Tripsin dan kimotripsin disekresikan pankreas dalam bentuk prekursor inaktif. Bentuk in-aktif tripsin disebut tripsinogen sedangkan bentuk in-aktif kimotripsin disebut kimotripsinogen. Keduanya akan diaktifkan apabila kontak dengan mukosa usus. Aktivasi tripsinogen dilaksanakan oleh enterokinase yang diproduksi kelenjar usus. Kemudian tripsin yang aktif tersebut
9
secara otokatalitik akan mengaktifkan tripsinogen dan kimotripsinogen lainnya. Hidrolisa tripsin sangat spesifik yaitu hanya memecahkan ikatan peptida lisin dan arginin (Winarno 1980), sedangkan kimotripsin punya daya hidrolisa yang spesifik yaitu memecahkan ikatan peptida antara asam amino aromatis seperti tirosin, fenilalanin, dan triptofan (Winarno 1980). Karboksipeptidase adalah enzim yang bertindak sebagai eksopeptidase. Ada dua macam karboksipeptidase, yaitu karboksipeptidase A yang akan menghidrolisis protein menjadi peptida kecil dan asam amino aromatik, dan karboksipeptidase B yang menghidrolisis protein menjadi peptida kecil dan asam amino basa (Muchtadi et al. 2006). Di usus halus, larutan basa yang dihasilkan pankreas (pH 8.00) akan menetralkan asam dari lambung agar enzim pencernaan berikutnya bisa bekerja dengan optimal sampai hampir semua protein menjadi asam amino (Sizer dan Whitney 2000). Beberapa enzim protease yang disekresikan oleh mukosa usus misalnya aminopeptidase dan dipeptidase. Aminopeptidase akan menghidrolisis polipeptida dari ujung rantai asam amino bebas menjadi peptida kecil dan asam amino bebas, sedangkan dipeptidase akan menghidrolisis dipeptida menjadi asam amino (Muchtadi et al. 2006). Asam-asam amino dan sejumlah kecil peptida sebagai hasil pemecahan protein, selanjutnya diabsorbsi melalui selsel mukosa usus (brush border). Mekanisme absorbsi berlangsung secara spesifik untuk setiap asam amino netral, asam atau basa, serta peptida. Sebagian besar peptida yang diserap, dihidrolisis oleh sel-sel usus (Muchtadi 1993). Menurut Muchtadi (1989), daya cerna protein adalah salah satu faktor yang menentukan nilai gizi protein karena menentukan ketersediaan asam amino secara biologis. Daya cerna yang rendah berarti protein yang masuk ke tubuh tidak dapat dicerna dengan sempurna sehingga asam-asam amino yang terkandung tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh. Hal ini dapat menurunkan mutu protein suatu makanan serta menimbulkan malnutrisi protein bagi konsumennya. Penentuan daya cerna protein dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Metode in vivo seringkali dianggap mahal dan terlalu lama. Daya cerna protein yang ditetapkan secara in vivo dinyatakan sebagai perbandingan antara jumlah N yang diserap dengan jumlah N yang dikonsumsi, tanpa memperhatikan N yang terdapat dalam urin. Perhitungan daya cerna hanya memperhatikan nitrogen yang terdapat di dalam feses dan dianggap mencerminkan jumlah protein yang dapat dicerna oleh tubuh. Skema penggunaan nitrogen dari protein makanan (belum termasuk penggunaan senyawa nitrogen yang tertahan oleh tubuh (Hackler 1977) dapat dilihat pada Gambar 3.
N yang dikonsumsi proses pencernaan
N dalam urea
N yang diserap
N yang terdapat dalam urin
Proses anabolik/ katabolik N yang tertahan oleh tubuh
Gambar 3. Penggunaan nitrogen dari protein makanan (Hackler 1977). Metode in vitro lebih praktis dan dengan cara menggunakan enzim-enzim pencernaan dan membuat kondisi yang mirip dengan yang sesungguhnya terjadi dalam pencernaan tubuh manusia.
10
Beberapa macam enzim protease yang telah digunakan antara lain pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin, peptidase, atau campuran dari beberapa macam enzim tersebut (multi-enzim). Daya cerna protein secara in vitro dapat diamati dari terbentuknya asam amino pada proses hidrolisis protein oleh enzim-enzim protease pencernaan tersebut. Semakin tinggi daya cerna suatu protein ditunjukan oleh semakin banyaknya asam amino yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Jumlah asam amino yang terbentuk dapat diamati secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada hidrolisis ikatan peptida oleh enzim protease akan dibebaskan ion-ion hidrogen sehingga menyebabkan penurunan pH. Oleh karena itu penentuan daya cerna protein secara in vitro salah satunya dapat dilakukan dengan analisa penurunan pH protein yang terjadi setelah reaksi hidrolisis. Salah satu metode pengukuran daya cerna protein berdasarkan perubahan pH tersebut adalah metode Hsu et al. yang digunakan pada penelitian ini. Daya cerna protein dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksogenus dan endogenus (Guo et al. 2007). Faktor eksogenus misalnya interaksi protein dengan polifenol, fitat, karbohidrat, lemak, dan protease inhibitor (Duodu et al. 2003; Ikeda et al. 1986). Sedangkan faktor endogenus terkait dengan karakterisasi struktur protein seperti struktur tersier, kuartener, serta struktur yang dapat rusak oleh panas dan perlakuan reduksi (Deshpande dan Damodaran 1989; Ikeda et al. 1991; Vaintraub et al. 1979). Menurut Fennema (1996), daya cerna protein dipengaruhi oleh konformasi protein, ikatan antar protein dengan metal, lipid, asam nukleat, selulosa atau polisakarida lainnya, faktor anti nutrisi, ukuran dan luas permukaan partikel protein dan pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali. Konformasi protein dapat berhubungan dengan proses pengolahan produk. Pemanasan merupakan suatu proses termal yang dapat mengubah konformasi protein (Fennema 1996). Proses pemanasan, seperti perebusan kedelai atau pengeringan dapat meningkatkan daya cerna protein karena dapat mendenaturasi protein senyawa anti-nutrisi (anti-protease). Proses perubahan sifat fisikokimia protein dengan adanya pemanasan dapat dibedakan menjadi 4 tahap yaitu: pra-denaturasi, denaturasi, agregasi, dan degradasi (Muchtadi 1993). Menurut Muchtadi (1993), mekanisme denaturasi protein adalah pada suhu tinggi butiran protein terurai dari bentuk globular menjadi bentuk memanjang. Hal ini disebabkan oleh terputusnya ikatan ionik, disulfida, hidrogen dan vander wals. Beberapa molekul akan terpisah dengan sub-sub unitnya yang bersifat tidak larut. Selanjutnya terjadi penggabungan molekul-molekul tersebut dan membentuk agregat. Menurut Lehninger (1982), denaturasi protein menyebabkan hilangnya aktifitas biologi juga dapat disebabkan oleh pH ekstrim maupun oleh beberapa pelarut organik. Jika suatu protein terdenaturasi maka susunan rantai polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur acak, tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Namun yang perlu diperhatikan juga, pemanasan yang berlebihan justru dapat menyebabkan reaksi Maillard yang dapat merusak dan mengurangi ketersediaan asam amino, sehingga dapat menurunkan daya cerna protein (Lembono 1989). Protein merupakan senyawa yang reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya, serta bahan kimia aditif seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida (Muchtadi 1993). Asam amino yang terikat pada senyawa lain dapat menurunkan daya cerna proteinnya karena senyawa gabungan tersebut bisa saja lebih susah dicerna enzim-enzim pencernaan. Hubungan antara luas dan ukuran protein terhadap daya cerna adalah semakin kecil ukuran protein maka luas permukaannya semakin besar sehingga daya cernanya dapat meningkat karena enzim protease akan lebih mudah untuk menghidrolisis protein (Fennema 1996). Perlakuan pengeringan pada sampel dapat memperluas luas permukaan protein. Hal ini terjadi karena proses pengeringan akan mengeluarkan air dari protein serta membuat protein memiliki luas permukaan yang lebih luas dari
11
sebelumnya dikarenakan partikel protein yang menjadi lebih kecil ketika dikenakan proses pengeringan. Akibatnya, daya cerna protein akan tinggi. Perlakuan dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino (bentuk L menjadi bentuk D) dan juga reaksi antar asam amino, misalnya terbentuknya lisinolalanin dari lisin dan alanin. Asam-asam amino D tidak dapat diserang oleh enzim. Pembentukkan ikatan peptida L-D, D-L, atau D-D akan tahan terhadap serangan enzim proteolitik (Muchtadi 1993). Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat menurunnya daya cerna protein dan menurunnya ketersediaan (availabilitas) asam-asam amino esensial (Friedman et al. 1981). Pengolahan pangan menggunakan alkali mempunyai tujuan khusus, misalnya di dalam pembuatan isolat protein kedelai digunakan alkali untuk mengekstrak protein. Alkali juga digunakan untuk memperbaiki sifat fungsional protein. Susu dimasak didalam larutan alkali untuk meningkatkan daya larutnya. Adanya faktor anti-nutrisi dapat mempengaruhi daya cerna protein (Muchtadi 1989; Nielsen 1991). Beberapa faktor antinutrisi yang dapat menurunkan daya cerna protein pada kedelai adalah : a. Protease inhibitor Protease inhibitor adalah senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik, enzim yang diperlukan untuk mencerna protein dalam lambung. Protease inhibitor misalnya adalah antitripsin, anti-kimotripsin, dan lain-lain. Telah diketahui bahwa paling sedikit ada lima atau enam macam inhibitor protease pada kedelai, tetapi yang paling banyak dipelajari adalah inhibitor Kunitz, inhibitor yang pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi oleh Kunitz. Inhibitor Kunitz mudah terdenaturasi oleh panas, asam, atau alkali (Kunitz 1947; Brandon et al. 1988). Pada pH rendah, inhibitor ini dapat dihirolisa secara lambat oleh ezim pepsin. Disamping itu terdapat pula inhibitor Bowman Birk yang tidak terpengaruh oleh perlakuan pemanasan, asam, alkali, atau enzim pepsin dan papain (Birk 1985). Mekanisme penghambatan protease inhibitor adalah terbentuknya ikatan kompleks antara enzim dan inhibitor tersebut sehingga enzim tidak dapat menghidrolisis substrat (protein) (Nielsen 1991). Salah satu protease inhibitor yaitu anti-tripsin dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan hipertrofi pankreas pada hewan percobaan. Aktivitas anti-tripsin pada kedelai dapat dihilangkan dengan cara perendaman yang diikuti dengan pemanasan basah, yaitu perebusan ataupun pengukusan (Yoshida et al. 1988; Soetrisno 1982; Phillips et al. 1983; El-Hady dan Habiba 2003), dengan germinasi (Sembiring et al. 1984) dan fermentasi (Osman 2004). Menurut Liener (1958), anti-tripsin dapat dihilangkan dengan pemanasan, dan kecepatan penghancuran oleh panas tersebut merupakan fungsi dari suhu, lama pemanasan, ukuran partikel bahan, dan kadar air bahan. Percobaan Liener (1976) terhadap tujuh jenis kacang-kacangan yang mengandung tripsin inhibitor juga telah membuktikan bahwa kacang yang telah dipanaskan mempunyai daya cerna protein yang lebih tinggi daripada kacang mentah. b. Hemaglutinin Kedelai mentah yang diberikan pada tikus percobaan akan mengakibatkan terjadinya penghambatan pertumbuhan. Terhambatnya pertumbuhan tikus tersebut 40 % disebabkan karena anti-tripsin, sedangkan sisanya disebabkan rendahnya daya cerna protein kedelai yang belum terdenaturasi dan oleh adanya faktor-faktor anti gizi lain, salah satunya adalah hemaglutinin (Muchtadi 1989). Percobaan Jaffe dan Camejo (1962) juga telah menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar hemaglutinin kacang kedelai hitam pada diet tikus, maka semakin rendah daya cerna proteinnya secara in vivo. Aktivitas hemaglutinin dapat dihilangkan dengan cara perendaman bahan dalam air diikuti dengan perlakuan panas (perebusan atau pengukusan) dan dengan germinasi (Nielsen dan Liener 1988). c. Tanin Selain dapat menurunkan ketersediaan dan penyerapan mineral, tanin juga dapat menurunkan daya cerna protein. Tanin akan berikatan dengan protein untuk menghambat pencernaan protein
12
d.
(Nielsen 1991; Alipour dan Rouzbehan 2010). Kompleks tanin-protein dapat menurunkan daya cerna pada kedelai hitam baik secara in vitro maupun in vivo (Aw dan Swanson 1985). Adanya tanin juga dapat menurunkan daya cerna protein secara in vivo pada pakan dari kedelai (Alipour dan Rouzbehan 2010). Percobaan Rehman dan Shah (2005) dengan menggunakan black grams, chick peas, lentils, red dan white kidney beans menunjukkan bahwa pengurangan kadar tanin dapat meningkatkan daya cerna protein kacang-kacangan tersebut. Kadar tanin dapat dikurangi dengan cara fermentasi (Osman 2004), perendaman (El-Hady dan Habiba 2003), dan germinasi (Ghavidel dan Prakash 2007). Asam fitat Asam fitat termasuk senyawa anti-gizi karena dapat mengkelat elemen mineral terutama seng, kalsium, magnesium, dan besi sehingga akan mengurangi ketersediaan mineral-mineral tersebut secara biologis. Namun selain mengkelat logam, ternyata asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks sehingga kecepatan hirolisis protein oleh enzim-enzim proteolitik dalam sistem pencernaan menjadi terhambat karena adanya perubahan konfigurasi protein (Nielsen 1991). Fitat dapat membentuk kompleks dengan protein melalui interaksi ionik (de Rham dan Jost 1979). Interaksi yang dapat terjadi pada suasana asam dan basa ini mengakibatkan penurunan kelarutan protein. Protein dalam kompleks fitat-protein ini lebih sulit dihidrolisis enzim proteolitik (Cheryan 1980; Serraino et al. 1985). Pengurangan kadar fitat pada kacang-kacangan dapat meningkatkan daya cerna proteinnya (El-Hag et al. 2002; Rehman dan Shah 2005; Ghavidel dan Prakash 2007) Kandungan fitat dalam biji kedelai terdistribusi merata dalam semua bagian biji, dan Sudarmaji dan Markakis (1977) menemukan kadar fitat dalam kacang kedelai mentah sebesar 1.4%. Menurut Erdman (1979), kedelai atau kedelai tanpa lemak dan kulit mengandung asam fitat sekitar 1.4 % hingga 1.6 % berat kering, sedangkan Okubo et al. (1975) menemukan kadar fitat sebesar 2 % pada bungkil kedelai tanpa lemak. Asam fitat dapat dihidrolisis oleh enzim fitase menjadi inositol dan asam fosfat. Enzim fitase dalam kedelai dapat diaktifkan dengan perendaman dalam air hangat, perkecambahan, dan fermentasi (Muchtadi 1989; El-Hag et al. 2002; Osman 2004; Ghavidel dan Prakash 2007). Kandungan fitat pada kedelai dan kacang-kacangan lainnya dapat juga dikurangi dengan perebusan, penyangraian, dan hidrolisis dengan asam (Clysdesdale 1983; Shimelis dan Rakhsit 2007).
13
III.
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan Sampel yang digunakan untuk pengukuran ripitabilitas yaitu isolat protein kedelai, kedelai yang ditambahkan dekstrin, dan kacang kedelai, sedangkan untuk pengukuran daya cerna protein yaitu dua puluh minuman bubuk berbasis kedelai. Bahan untuk analisis yang digunakan adalah enzim tripsin (Porcine pancreatic trypsin, type IX-S, BAEE 15.500 unit/mg protein, Sigma), enzim kimotripsin (Bovine pancreatic chymotrypsin, 350 unit/mg powder), enzim peptidase (peptidase from Rhizopus oryzae, Biochemika, Fluka Chemie), NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, H2SO4 pekat, HgO, K2SO4, batu didih, NaOH, Na2S2O3.5H2O, H3BO3, HCl 0.02 N, NaOH 0.02 N, indikator fenolftalein, campuran indikator metilen red-metilen blue, etanol, HCl 25 %, air destilata, kertas saring, dan kertas saring Whatman 42. Alat-alat yang digunakan adalah pH meter, penangas air, pengaduk, sudip, neraca analitik, hot plate, cawan porselen, cawan aluminium, perangkat Kjeldahl, perangkat sohxlet, penyaring vakum, oven, desikator, gelas ukur, erlenmeyer, buret, pipet mohr, pipet tetes, dan alat-alat gelas lainnya.
B. Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah persiapan sampel. Tahap kedua adalah melakukan salah satu tahapan validasi metode yaitu ripitabilitas. Ripitabilitas daya cerna protein in vitro metode Hsu et al. (1977) dilakukan sebanyak tujuh kali ulangan. Tahap ketiga adalah melakukan analisis kimia dan fisik dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai dan dilakukan untuk dua batch berbeda dan tahap terakhir adalah analisis data.
1. Persiapan Sampel Tahap awal dari pemilihan sampel adalah mendata sebanyak-banyaknya minuman bubuk berbasis kedelai yang dijual di Indonesia. Tahap selanjutnya adalah mensurvei keberadaan produkproduk tersebut di pasaran. Survei dilakukan di Bogor, Semarang, dan Jakarta. Tahap selanjutnya adalah memilih sampel untuk penelitian hingga akhirnya terilih dua puluh sampel. Sampel-sampel terpilih tersebut kemudian digolongkan berdasarkan usia konsumen, yaitu sampel yang ditujukan untuk konsumen 0-1 tahun; untuk konsumen 1-3 tahun; dan untuk konsumen di atas 3 tahun. Kedua puluh sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel minuman bubuk buatan PT Nutricia Indonesia Sejarhtera (Indonesia), PT Nutrifood Indonesia (Indonesia), Abbott Laboratories B.V (Netherlands), Wyeth Nutritionals Ireland (Ireland), NBTY Manufacturing LLC (USA), PT Gizindo Mitra Sukses (Indonesia), Glisindo (Indonesia), CV Intan Alami (Indonesia), DodoMis (Indonesia), IND Herbal (Indonesia), Soya Jaya Sentosa (Indonesia), Melilea (China), dan PT Amco Mandiri Pratama (Indonesia). Setelah dilakukan analisis kadar proximat dan daya cerna protein, kedua puluh sampel ini dikelompokkan menjadi sampel yang ditujukan untuk konsumen berusia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (dewasa). Sampel yang ditujukan untuk usia 3 tahun ke atas dibagi lagi menjadi sampel minuman untuk konsumen golongan khusus dan konsumen biasa. Penggolongan menjadi konsumen golongan khusus dan konsumen biasa didasarkan pada hasil proximat sampel, ingredient bahan, dan pernyataan pada label yang menyatakan bahwa produk ditujukan untuk konsumen golongan khusus.
14
Kedua puluh sampel tersebut dibeli di supermarket dan apotek di wilayah Bogor, Semarang, dan Jakarta. Masing-masing sampel dibeli sebanyak dua buah dengan batch yang berbeda dengan syarat sampel belum kadaluarsa. Sampel batch I dibeli pada bulan Maret 2011, sedangkan sampel batch II dibeli pada bulan April 2011. Penentuan batch yang berbeda dapat dilihat dari kode produksi dan tanggal kadaluarsa yang berbeda.
2. Ripitabilitas Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977) Ripitabilitas daya cerna protein dilakukan untuk mengetahui apakah metode Hsu et al. 1977 dapat digunakan. Sampel yang digunakan pada pengukuran ripitabilitas adalah isolat protein kedelai, kedelai yang ditambahkan dekstrin, dan kedelai.
a. Analisis Proximat Analisis proximat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, protein, abu, lemak, dan karbohidrat.
b. Ripitabilitas Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977) Ripitabilitas dilakukan dengan cara menganalisis daya cerna protein sebanyak tujuh kali ulangan. Data yang diperoleh kemudian dihitung rata-ratanya, simpangan baku (SD), dan simpangan baku relatif (RSD)-nya.
3. Analisis Kimia dan Fisik Dua Puluh Sampel Minuman Bubuk Berbasis Kedelai di Indonesia a. Analisis Proximat Analisis proximat meliputi analisis kadar air, protein, abu, lemak, dan karbohidrat. Analisis proximat dua puluh sampel dilakukan pada sampel batch pertama saja. Pada sampel batch kedua hanya dilakukan analisis kadar air dan protein. Pengukuran daya cerna protein metode Hsu et al. (1977) membutuhkan data kadar protein basis kering sehingga pengukuran kadar air dan protein harus dilakukan sebelum melakukan analisis daya cerna protein.
b. Analisis Daya Cerna Protein in Vitro dengan Metode Hsu et al. (1977) Analisis daya cerna protein dua puluh sampel minuman bubuk komersial berbasis kedelai dilakukan untuk dua batch berbeda. Hasil analisis dua batch tersebut kemudian dibandingkan dan diolah dengan uji independent T-test menggunakan program SPSS untuk mengetahui hasilnya berbeda nyata atau tidak.
c. Uji Kelarutan Uji kelarutan dua puluh sampel minuman bubuk komersial berbasis kedelai dilakukan untuk dua batch berbeda. Nilai kelarutan dihitung berdasarkan berat residu sampel yang tidak dapat melalui kertas saring Whatman 42.
4. Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan SPSS 17.0. Uji pertama yang dilakukan adalah independent T-test untuk kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutan. Uji T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antara data batch I dan II. Uji lainnya adalah one way ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antar kelompok sampel dan antar sampel dalam satu kelompok.
15
Analisis lain yang dilakukan adalah analisis hubungan antara sampel yang bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dan sampel yang bersumber protein dari kedelai dengan kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutannya. Analisis ini dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel dan SPSS.
C. Prosedur Analisis 1. Analisis Proximat Sampel a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC Official Method. 925.10 tahun 2005) Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven suhu 1050C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Sejumlah sampel (sekitar 1 gram) dimasukkan ke dalam cawan kosong yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan di dalam oven bersuhu 1050C. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Setelah dikeringkan, cawan dan isinya didinginkan di dalam desikator, ditimbang berat akhirnya, dan dihitung kadar airnya dengan persamaan (1.1). Kadar air (% b/b) = (x-y) x 100% (x-a)
(1.1)
Keterangan : x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g)
b. Analisis Kadar Protein metode Mikro Kjeldahl (AOAC Official Method.
960.52 tahun 2005) Sampel sebanyak 0.1 – 0.2 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 1 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 3.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai cairan berwarna jernih, kemudian didinginkan. Tahap selanjutnya adalah destilasi. Larutan sampel hasil destruksi dibilas dengan akuades dan ditambahkan 8 ml larutan NaOH-Na2S2O3.5H2O, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus (2.1, 2.2, dan 2.3).
% Nitrogen = (ml HCl – ml Blanko) x N HCl x 14,007 x 100 % mg contoh Kadar protein (% bb) = % Nitrogen x Faktor Konversi (FK) Kadar protein (% bk) = protein % bb x 100 % 100 – kadar air bb
(2.1) (2.2) (2.3)
16
c. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet dengan Hidrolisis (AOAC Official
Method. 963.15 tahun 2005) Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram lalu ditambah 30 ml HCl 25 % dan 20 ml air. Sampel didihkan selama 15 menit di ruang asam kemudian disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas. Selanjutnya, kertas saring dicuci dengan air panas hingga tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 1050C. Selanjutnya, kertas saring dilipat dan analisis dilanjutkan pada tahap ekstraksi. Labu lemak yang akan digunakan untuk mengekstraksi dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-1100C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5 menit, kemudian ditimbang. Kertas saring hasil hidrolisis sebelumnya dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring baru dan disumbat kapas pada sisi atas dan bawahnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi yang telah berisi pelarut hexana. Refluks dilakukan selama 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 1050C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Penghitungan kadar lemak berdasarkan rumus (3.1). Kadar lemak (% bb) = a – b x 100% C
(3.1)
Keterangan : a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g) c = berat sampel awal (g)
d. Analisis Kadar Abu (AOAC Official Method. 923.03 tahun 2005) Cawan porselin dikeringan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 5 menit dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya, sampel dipanaskan di atas hot plate sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur pada suhu 400-6000C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang dan dihitung kadar abunya sesuai rumus (4.1). Kadar abu (% bb) = a – b x 100% c
(4.1)
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan kosong (g) c = berat sampel awal (g)
e. Analisis Kadar Karbohidrat by Difference Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference, dilakukan dengan rumus (5.1). Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (kadar air + kadar protein + kadar lemak + kadar abu) (5.1)
17
2. Analisis Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977) Sampel yang digunakan untuk menguji ripitabilitas adalah isolat protein kedelai, kedelai yang ditambah dekstrin, dan kacang kedelai. Terlebih dahulu dibuat larutan multi-enzim dalam air destilata. Larutan multienzim terdiri dari campuran 1.6 mg tripsin, 3.1 mg kimotripsin, dan 1.3 mg peptidase per ml akuades. Larutan enzim ini ditepatkan pH-nya menjadi pH 8.00 menggunakan NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N. Larutan multi-enzim selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin. Sejumlah sampel disuspensikan dalam akuades sampai konsentrasi 6.25 mg protein/ml. Sebanyak 25 ml suspensi sampel ditaruh dalam gelas piala kecil, kemudian diatur pH-nya menjadi pH 8.00 dengan menambahkan NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam penangas air 370C selama 5 menit sambil diaduk. Sebanyak 2.5 ml larutan multienzim ditambahkan (saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol) ke dalam suspensi sampel sambil tetap diaduk dalam penangas air 370C. Nilai pH suspensi sampel dicatat pada tepat menit ke-10. Daya cerna protein dinyatakan dengan rumus (6.1). Y = 210.464 – 18.103x
(6.1)
Keterangan : Y = daya cerna protein x = pH pada menit ke-10 Pada pengujian ripitabilitas dilakukan pengulangan (repeat) tujuh kali terhadap larutan sampel yang dibuat sesuai prosedur yang diukur pada hari yang sama, dengan alat yang sama, oleh orang yang sama, dan di tempat yang sama. Data yang diperoleh kemudian dihitung rata-ratanya, SD, dan RSD-nya. Metode bisa dikatakan valid jika nilai RSD analisis (RSD a) lebih kecil dibanding RSD Horwitz (RSD h). RSD a dan RSD h dapat dihitung menggunakan rumus (7.1 dan 7.2).
RSD a = SD x 100 X
RSD Horwitz =
(7.1)
(7.2)
Keterangan : SD = Standar deviasi X = nilai rata-rata C = nilai rata-rata konsentrasi analat
3. Uji Kelarutan (AOAC 1995) Pengukuran kelarutan dihitung berdasarkan berat residu yang tidak dapat melalui kertas saring Whatman 42. Sejumlah sampel ditimbang (sekitar 0.75 gram) lalu dilarutkan dalam 100 ml air destilata dan disaring dengan penyaring vakum. Kertas saring sebelum digunakan dikeringkan terlebih dulu dalam oven sekirat 30 menit lalu ditimbang. Setelah penyaringan, kertas saring beserta residu kemudian dikeringkan dalam oven 1000C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan ditimbang. Kelarutan dapat dihitung berdasarkan rumus (8.1).
18
(8.1)
Keterangan : a = berat kertas saring + residu (gram) b = berat kertas saring (gram) c = berat contoh yang digunakan (gram) Ka = kadar air contoh yang digunakan (%bb)
19
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Sampel Tahap mendata sebanyak-banyaknya minuman bubuk berbasis kedelai yang dijual di pasaran (di seluruh Indonesia) dilakukan dengan mencari data produk melalui internet dan mendatangi supermarket serta apotek di daerah Bogor, Semarang, dan Jakarta. Dari tahap tersebut didapat 33 sampel. Tahap selanjutnya adalah mensurvei keberadaan produk-produk tersebut di pasaran. Survei dilakukan di supermarket dan apotek di wilayah Bogor, Semarang, dan Jakarta. Tiga belas sampel akhirnya tidak dipilih karena sulit dijumpai di pasaran (pembelian harus melalui pemesanan terlebih dahulu) sehingga akhirnya tersisa dua puluh sampel yang digunakan pada penelitian. Kedua puluh sampel tersebut kemudian digolongkan berdasarkan kadar protein yang tercantum pada nutrition fact (kadar protein kurang dari 25 % = 11 sampel; kadar protein 25-50 % = 5 sampel; dan kadar protein lebih dari 50 % = 2 sampel). Dua produk tidak mencantumkan nutrition fact pada kemasannya. Penggolongan selanjutnya adalah berdasarkan usia konsumen, yaitu sesuai usia tahap perkembangan konsumen. Pada awalnya sampel digolongkan menjadi sampel untuk konsumen berusia 1-6 bulan, 6-12 bulan, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun. Oleh karena sampel untuk usia 1-6 bulan hanya ada satu buah, penggolongan akhir sampel berdasarkan usia adalah: sampel yang ditujukan untuk konsumen 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun. Setelah dilakukan analisis kadar proximat dan daya cerna protein, kedua puluh sampel ini dikelompokkan menjadi sampel yang ditujukan untuk konsumen berusia 0-1 tahun = 5 sampel, 1-3 tahun = 2 sampel, dan di atas 3 tahun (dewasa) = 13 sampel. Tiga belas sampel yang ditujukan untuk usia 3 tahun ke atas dibagi lagi menjadi sampel minuman untuk konsumen golongan khusus = 5 sampel dan konsumen biasa = 8 sampel. Penggolongan menjadi konsumen golongan khusus dan konsumen biasa didasarkan pada hasil proximat sampel, ingredient bahan, dan pernyataan pada label yang menyatakan bahwa produk memang ditujukan untuk konsumen golongan khusus. Konsumen golongan khusus pada penelitian ini adalah orang yang sedang berdiet = 4 sampel dan balita yang sedang dalam masa pertumbuhan = 1 sampel. Daftar ingredient kedua puluh sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari empat sampel yang dipilih untuk digolongkan menjadi sampel untuk golongan khusus orang yang sedang berdiet, tiga sampel mencantumkan keterangan bahwa sampel memang ditujukan untuk konsumen yang sedang berdiet. Satu sampel lainnya dipilih berdasarkan analisis proximat. Sampel yang memiliki kadar protein tinggi tetapi kadar lemaknya rendah dianggap sebagai minuman untuk orang yang sedang berdiet.
B. Ripitabilitas Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977) 1. Hasil Analisis Proximat Hasil analisis proximat sampel yang digunakan pada pengukuran ripitabilitas daya cerna protein metode Hsu et al. (1977) dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar air isolat protein kedelai (3.46 %bb) dan kedelai yang ditambahkan dekstrin (3.08 %bb) lebih kecil dibanding kedelai (8.83 %bb) karena isolat protein kedelai dan kedelai yang ditambahkan dekstrin tersebut berbentuk bubuk yang telah mengalami proses pengeringan dan pembubukkan sehingga kadar airnya rendah. Kedelai umumnya hanya melalui proses pengeringan saja untuk menghindari tumbuhnya kapang pada saat penyimpanan. Kadar protein isolat kedelai sangat tinggi yaitu 70.18 %bb karena isolat
20
protein kedelai memang merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni di mana komponen lainnya seperti karbohidrat, serat, dan lemak sebagian besar telah dihilangkan. Hal ini juga berkorelasi dengan kadar lemak isolat protein kedelai yang rendah (0.89 %bb). Penurunan kadar protein pada kedelai yang ditambah dekstrin disebabkan karena adanya penambahan dekstrin. Penambahkan dekstrin dapat meningkatkan kadar karbohidrat sehingga kadar proteinnya turun. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan kadar karbohidrat kedelai yang ditambah dekstrin (84.50 %bb) yang jauh lebih tinggi dibanding kadar karbohidrat kedelai (39.12 %bb). Namun kadar protein kedelai yang ditambah dekstrin ini lebih rendah (10.60 %bb) dibanding kadar protein kedelai (34.76 %bb). Tabel 4. Hasil analisis proximat isolat protein kedelai, isolat protein kedelai+dekstrin, dan kedelai Isolat protein kedelai Basis basah (%) Kadar air 3.46 + 0.03 Kadar protein 70.18 + 0.06 Kadar lemak 0.89 + 0.01 Kadar abu 4.35 + 0.02 Kadar karbohidrat 21.12
Basis kering (%) 3.59 + 0.03 72.70 + 0.04 0.92 + 0.01 4.50 + 0.02 18.28
kedelai+dekstrin*
Kedelai
Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering (%) (%) (%) (%) 3.08+ 0.01 3.18 + 0.01 8.83 + 0.02 9.69+ 0.02 10.60 + 0.03 10.94 + 0.03 34.76 + 0.03 38.13 + 0.04 0.28 + 0.01 0.29 + 0.01 12.75 + 0.01 13.98 + 0.01 1.53 + 0.00 1.58 + 0.00 4.54 + 0.02 4.98 + 0.02 84.50 84.00 39.12 33.22
*Kedelai : dekstrin = 1:4
2. Ripitabilitas Daya Cerna Protein Isolat Protein Kedelai, Kedelai yang Ditambah dekstrin, dan Kedelai Menggunakan Metode Hsu et al. (1977) Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita 2004). Validasi metode biasanya dilakukan pada metode yang belum baku, metode baku yang dimodifikasi, metode yang sedang dikembangkan laboratorium, atau metode baku yang digunakan di luar lingkup yang dimaksud. Parameter validitas suatu metode analisis meliputi akurasi, presisi, linieritas, LOD (Limit of Detection), serta LOQ (Limit of Quantitation (International Conference on Harmonization 2005). Namun pada saat memvalidasi suatu metode, semua parameter tersebut tidak harus diuji semuanya karena tergantung metode analisisnya. Analisis daya cerna protein penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan parameter perubahan pH sampel sehingga parameter validasi linieritas, LOD, dan LOQ tidak dapat dilakukan, sedangkan parameter akurasi tidak dilakukan karena kesulitan untuk memperoleh data sampel yang telah diketahui nilai daya cerna proteinnya, sehingga pada penelitian ini parameter yang diuji hanya parameter presisi. Menurut Harmita (2004), presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi biasanya dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterulangan atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility). Ripitabilitas dapat dijelaskan sebagai ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama baik orangnya, peralatan, tempat maupun waktunya sedangkan ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, tempat, peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Ketertiruan dapat juga dapat dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda (International Conference on Harmonization 2005).
21
Presisi diukur sebagai simpangan baku relatif (RSD). Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan RSD sebesar nilai tertentu sesuai dengan kriteria tertentu. Kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Menurut hasil beberapa penelitian dijumpai bahwa nilai RSD meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis (Harrnita 2004). Pengukuran ripitabilitas daya cerna protein menggunakan tiga sampel, yaitu isolat protein kedelai, kedelai yang ditambah dekstrin, dan kedelai. Sampel yang dipakai adalah sampel yang terbuat dari kedelai karena diharapkan metode Hsu et al. (1977) cocok atau sensitif digunakan untuk mengukur sampel berbahan dasar kedelai, sehingga metode ini dapat digunakan untuk menganalisis sampel penelitian utama, yaitu dua puluh minuman bubuk berbasis kedelai. Analisis dilakukan sebanyak tujuh kali ulangan karena untuk uji ripitabilitas, prosedur yang harus diikuti adalah melakukan pengulangan analisis terhadap sampel setidak-tidaknya tujuh kali untuk setiap sampel (International Conference on Harmonization 2005). Hasil pengukuran ripitabilitas ketiga sampel memiliki nilai RSD yang baik. Untuk menilai apakah data hasil analisis dapat diterima atau tidak, dapat dilihat dengan membandingkan nilai RSD analisis (dikenal sebagai RSD a) dengan nilai RSD Horwitz (RSD h). Bila RSD analisis lebih kecil dari RSD Horwitz, maka data dapat diterima. Hasil pengukuran ripitabilitas dapat dilihat pada Tabel 5-7. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai RSD yang didapatkan baik sehingga metode dapat digunakan untuk menganalisis sampel dua puluh minuman bubuk berbasis kedelai. Pertimbangan lain dalam memilih suatu metode analisis adalah diharapkan metode tersebut memiliki tingkat kesulitan yang rendah, cepat, dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit. Metode Hsu et al. (1977) dipilih pada penelitian ini karena mempunyai beberapa kelebihan tersebut. Pengukuran daya cerna protein dengan metode Hsu et al. (1977) tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan banyak, metodenya sangat mudah, dapat menghemat pemakaian enzim, dan hasil analisis dapat diperoleh dalam waktu singkat (kurang dari setengah jam). Penelitian yang dilakukan Hsu et al. juga telah menemukan bahwa pH suspensi protein pada menit ke-10 setelah dihidrolisis dengan larutan multi-enzim (campuran tripsin, kimotripsin dan peptidase) berkorelasi baik dengan daya cerna protein yang ditetapkan secara biologis (in vivo) menggunakan tikus, yaitu dengan nilai koefisien korelasi 0.90 (Hsu et al. 1977). Sampel yang digunakan Hsu et al. pada penelitiannya adalah sumber-sumber protein komersial (isolat kedelai, glandless cottonseed meal, gandum durum semolina, multipurpose white wheat, susu bubuk non-fat, full whey lactose, partially delactosed whey, standar kasein, dan tepung kedelai) dan makanan olahan yang dibuat dari sumber-sumber protein tersebut, seperti roti dan produk ekstrusi. Berdasarkan hasil analisis, isolat protein kedelai mempunyai daya cerna protein sebesar 85.11 %, kedelai yang ditambah dekstrin 80.61 %, dan kedelai 78.62 %. Daya cerna isolat protein kedelai adalah yang tertinggi diantara ketiga sampel karena isolat protein kedelai mempunyai kemurnian protein yang tinggi dibanding dua sampel lainnya. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni dengan kadar protein mencapai 90 % (berat kering). Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak (Muchtadi 1997). Hal ini menyebabkan daya cerna isolat protein kedelai menjadi tinggi karena kecilnya peluang protein berikatan dengan komponen lainnya yang dapat menghambat hidrolisis protein. Kedelai yang ditambah dekstrin mempunyai daya cerna protein lebih rendah karena adanya penambahan dekstrin. Molekul dekstrin kemungkinan ada yang berikatan atau berinteraksi dengan komponen protein sehingga menghambat proses hidrolisis protein (Fennema 1996). Daya cerna protein pada kedelai paling rendah karena kedelai yang belum mengalami perlakuan apa-apa mempunyai faktor antinutrisi yang masih tinggi, seperti anti-tripsin, fitat, dan lain-lain, yang dapat menghambat kerja enzim protease.
22
Tabel 5. Daya cerna protein isolat protein kedelai Ulangan
pH awal
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
Daya cerna protein (%)
1 2 3 4
7.25 7.24 7.31 7.23
8.00 8.04 7.97 7.99
6.87 6.89 6.91 6.92
86.0964 85.7343 85.3723 85.1912
5 6 7
7.20 7.17 7.19
7.98 8.00 7.97
6.92 7.03 6.93 Rata-rata :
85.1912 83.1999 85.0102 85.1137 SD = 0.92 RSD Horwitz = 2.05 RSD a = 1.08
Tabel 6. Daya cerna protein kedelai+dekstrin Ulangan
pH awal
pH sesudah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
Daya cerna protein (%)
1 2 3 4
6.81 6.84 6.84 6.86
7.98 8.01 8.01 8.02
7.21 7.18 7.17 7.17
79.9414 80.4845 80.6655 80.6655
5 6 7
6.87 6.86 6.86
7.98 8.01 7.98
7.18 7.16 7.14 Rata-rata :
80.4845 80.8465 81.2086 80.6138 SD = 0.39 RSD Horwitz = 2.06 RSD a = 0.48
Tabel 7. Daya cerna protein kedelai Ulangan
pH awal
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
Daya cerna protein (%)
1 2 3 4 5
6.85 6.87 6.95 6.9 6.96
8.02 7.98 7.99 8.01 8.01
7.27 7.18 7.27 7.28 7.34
78.8552 80.4845 78.8552 78.6742 77.5880
6 7
6.89 6.94
7.99 8.02
7.31 7.33 Rata-rata :
78.1311 77.7690 78.6224 SD = 0.97 RSD Horwitz = 2.07 RSD a = 1.23
23
Perbandingan hasil daya cerna protein in vitro sampel penelitian dengan penelitian lain serta daya cerna protein beberapa sampel hewani dan kacang-kacangan lainnya dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa daya cerna protein produk hewani masih lebih tinggi dibanding produk nabati. Walaupun demikian namun dapat dilihat juga bahwa daya cerna kacang kedelai ternyata masih lebih tinggi dibanding kacang-kacangan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kedelai sangat berpotensi sebagai sumber protein pengganti sumber protein hewani. Tabel 8. Daya cerna protein sampel penelitian dan daya cerna protein beberapa produk hewani serta kacang-kacangan lainnya sampel Telur a Daging sapi a Kasein a Kasein b Isolat protein kedelai penelitian Isolat protein kedelai b Kedelai + dekstrin penelitian Kedelai penelitian (mentah) Kedelai mentah c Kedelai mentah a Kedelai mentah d Kedelai cooked a Kedelai cooked d Kidney beans (Phaseolus vulgaris) mentah d Kidney beans (Phaseolus vulgaris) cooked d Kidney beans (Phaseolus vulgaris) mentah a Kidney beans (Phaseolus vulgaris) cooked a Lima beans (Phaseolus lunatus) mentah d Lima beans (Phaseolus lunatus) cooked d Lima beans (Phaseolus lunatus) mentah a Lima beans (Phaseolus lunatus) cooked a Kacang gude mentah d Kacang gude cooked d Cow pea (Vigna sinensis) mentah d Cow pea (Vigna sinensis) cooked d Cow pea (Vigna sinensis) mentah a Cow pea (Vigna sinensis) cooked a Navy beans mentah a Navy beans cooked a Navy beans mentah e Pinto beans mentah e
Daya cerna protein in vitro (%) 99.00 99.00 96.00 89.20 85.11 88.10 80.61 78.62 85.50 79.00 70.10 90.00 85.40 56.00 79.50 52.00 80.00 34.00 51.30 56.00 78.00 59.10 59.90 79.00 82.60 78.00 79.00 56.00 83.00 71.06 72.63
a
Kan and Shipe (1984) Hsu et al. (1977) c Bookwalter et al. (1987) d Liener (1976) e Chang and Harrold (1988) b
24
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat juga bahwa kacang-kacangan yang telah mengalami proses panas (pemasakan) mempunyai daya cerna protein yang lebih tinggi dibanding kacangkacangan mentah. Hal ini dapat disebabkan karena proses panas dapat mendenaturasikan protein yang dapat meningkatkan daya cerna protein serta adanya pemanasan yang dapat menghilangkan atau mengurangi komponen protease inhibitor yang banyak terdapat pada kacang-kacangan.
C. Sifat Kimia dan Fisik Dua Puluh Minuman Bubuk Komersial Berbasis Kedelai di Indonesia 1. Proximat Sampel Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan (Winarno 1997). Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air juga dapat mempengaruhi penampakkan, tekstur, dan cita rasa makanan. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun seperti tepung, terkandung air dalam jumlah tertentu. Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan hasil analisis kadar air dua puluh sampel minuman bubuk komersial berbasis kedelai batch I dan II. Hasil yang diperoleh berkisar antara 4.19 % hingga 9.87 %. Hasil kadar air yang kecil ini dikarenakan sampel memang dalam bentuk bubuk kering yang mengalami proses pengeringan pada proses pembuatannya. Adanya variasi pada produk batch I dan II dikarenakan jumlah air yang terkandung dalam pangan sering tergantung dari perlakuan yang telah dialamai bahan, kelembaban udara tempat penyimpanan, dan sebagainya. Terlebih lagi, sampel berupa bubuk mudah sekali menyerap uap air dari udara (bersifat higroskopis) yang dapat meningkatkan kadar air bahan. Hasil pengukuran kadar air ini selanjutnya digunakan dalam menghitung kadar protein basis kering. Kadar abu merupakan sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 5500C. Kadar abu suatu bahan diperoleh dengan pemanasan pada suhu tinggi sehingga air dan bahan organik lainnya terbakar oleh adanya oksigen di udara menjadi CO2 dan NO2, demikian pula hidrogen akan menguap. Menurut Joslyn (1970), perubahan-perubahan yang terjadi jika suatu bahan dipanaskan pada suhu di atas 5500C adalah penguapan air dan senyawa-senyawa volatil, pembakaran komponen-komponen organik dan yang tertinggal pada residunya adalah komponen-komponen anorganik. Residu ini, yang selanjutnya disebut sebagai abu, terdiri dari kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan mineral lainnya dalam jumlah kecil. Oleh karena itu kadar abu dapat menunjukkan kandungan mineral dari suatu bahan secara umum. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya. Mineral dalam pangan dibutuhkan untuk memelihara dan menjaga metabolisme normal dari tubuh dan fungsi-fungsi dari jaringan tubuh (Nabryzki 2002). Mineral merupakan zat gizi yang esensial karena tubuh tidak dapat mensintesisnya sehingga harus disuplai dari makanan yang dikonsumsi (Muchtadi et al. 2006). Tabel 9 menunjukkan kadar abu dua puluh sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch 1. Hasil analisis bervariasi antara 0.95 % sampai 7.23 %. Kadar abu yang bervariasi dikarenakan adanya fortifikasi mineral yang dilakukan oleh produsen. Produk minuman bubuk terutama dalam bentuk infant formula, atau minuman kesehatan merupakan media fortifikasi yang baik.
25
Tabel 9. Hasil analisis proximat dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai batch I Sample
Kadar Air (% bb)
Kadar Protein (%bb)
Kadar Lemak (%bb)
Kadar Abu (%bb)
Kadar Karbohidrat (%bb)
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
6.03 + 0.07 5.71 + 0.64 6.47 + 0.47 7.82 + 0.59 7.38 + 0.75 7.87 + 1.57 4.52 + 0.27 7.00 + 0.15 7.99 + 0.09 5.26 + 0.14 6.54 + 0.63 8.26 + 0.09 6.07 + 0.37 6.44 + 0.08 6.11 + 0.14 4.48 + 0.10 4.19 + 0.11 9.87 + 0.22 6.52 + 0.21 5.40 + 0.17
13.21 + 0.05 13.55 + 0.20 12.66 + 0.06 12.92 + 0.24 13.73 + 0.15 13.64 + 0.15 13.25 + 0.05 15.33 + 0.09 21.82 + 0.17 41.01 + 0.21 20.34 + 0.25 31.23 + 0.39 32.07 + 0.14 35.54 + 0.16 34.38 + 0.31 36.47 + 0.32 77.08 + 0.10 10.98 + 0.10 6.01 + 0.34 14.66 + 0.14
25.94 + 0.10 26.59 + 0.43 22.30 + 1.58 25.43 + 1.62 24.26 + 0.39 21.06 + 1.48 18.74 + 1.00 8.75 + 1.34 0.48 + 0.15 15.51 + 1.24 3.14 + 0.84 2.41 + 0.64 22.83 + 1.49 4.18 + 1.58 17.43 + 2.23 22.59 + 2.92 3.09 + 0.65 19.75 + 0.44 20.36 + 1.45 13.26 + 0.84
2.45 + 0.02 3.02 + 0.01 3.42 + 0.01 2.76 + 0.01 3.39 + 0.07 2.99 + 0.01 3.84 + 0.02 7.23 + 0.00 7.16 + 0.01 3.78 + 0.03 2.83 + 0.03 5.31 + 0.03 5.61 + 0.00 5.03 + 0.04 4.86 + 0.09 5.53 + 0.03 3.63 + 0.03 2.82 + 0.01 0.95 + 0.01 1.98 + 0.07
52.38 51.12 55.16 51.07 51.24 54.44 59.65 61.69 62.55 34.44 67.15 52.78 33.42 48.82 37.22 30.93 12.02 56.58 66.16 64.70
Tabel 10. Hasil analisis kadar air dan protein dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai batch II
a
Sample
Kadar Air (%bb)
Kadar Protein (%bb)
A Ba C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
6.17 + 0.02 5.18 + 0.35 6.00 + 0.23 7.31 + 0.02 6.36 + 0.36 4.59 + 0.35 6.45 + 0.59 6.66 + 0.18 5.08 + 0.14 6.47 + 0.50 7.10 + 0.19 5.59 + 0.24 6.17 + 0.37 6.44 + 0.05 5.05 + 0.14 5.72 + 0.43 6.07 + 0.33 6.20 + 0.46 5.82 + 0.16
13.41 + 0.19 12.92 + 0.11 13.38 + 0.10 13.71 + 0.01 13.75 + 0.14 13.35 + 0.21 15.77 + 0.17 21.92 + 0.02 40.77 + 0.22 20.37 + 0.04 32.20 + 0.04 32.10 + 0.18 35.82 + 0.06 34.23 + 0.19 36.77 + 0.11 79.25 + 0.23 11.15 + 0.06 6.22 + 0.18 14.57 + 0.22
Sampel tidak dapat dijumpai lagi di pasar sehingga analisis untuk batch II tidak dilakukan
26
Protein merupakan bagian yang sangat penting karena pada sebagian besar jaringan tubuh, protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga merupakan sumber asam-asam amino, yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 1997). Tabel 9 dan 10 menunjukkan hasil analisis kadar protein dua puluh sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II. Hasil kadar protein sampel batch I dan II telah diuji menggunakan Ttest (Lampiran 3) dan hasilnya menunjukkan bahwa kadar protein antara sampel batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 untuk semua sampel kecuali sampel Q, sehingga data batch I dan II dapat digabungkan dan dicari rataannya sebagai hasil kadar protein rata-rata. Kadar protein yang dipakai selanjutnya adalah kadar protein rata-rata dari dua batch tersebut. Hasil analisis kadar protein rata-rata dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 1. Kadar protein tersebut kemudian dibandingkan dengan kadar protein pada label untuk selanjutnya dibandingkan apakah masuk dalam range aturan toleransi menurut aturan FDA (2003) dan CFIA (2003) (Tabel 11). Tabel 11. Perbandingan hasil analisis kadar protein dengan nutrition fact Sampel
Kadar Protein (% bb)
A Ba C D E F G H I J K L M N O P Qc R Sb Tb
13.31 13.55 12.79 13.15 13.72 13.70 13.30 15.55 21.87 40.89 20.36 31.72 32.09 35.68 34.31 36.62 78.16 11.07 6.12 14.61
Nutrition fact pada kemasan Takaran saji (g) 100 100 100 100 30 42 38.5 35 35 20 50 25 30 20 20 20 6 48 -
Kadar protein (g) 13.6 14 14 14 5 6 6 6 8 15 10 8 11 7 6.98 8 5 6 -
Hasil Olah Data Nutrition fact dalam %
13.60 14 14 14 16.67 14.28 15.58 17.14 22.86 75 20 32 36.67 35 34.90 40 83.33 12.50 -
Minimum kadar protein berdasarkan aturan FDA dan CFIAd (%)
Min. 10.38 Min. 10.70 Min. 10.70 Min. 10.70 Min. 12.84 Min. 10.92 Min. 11.97 Min. 13.21 Min. 17.79 Min. 59.50 Min. 11.50 Min. 25.10 Min. 28.84 Min. 27.50 Min. 27.42 Min. 31.50 Min. 66.16 Min. 9.50 -
a
Sampel tidak dapat dijumpai lagi di pasar sehingga analisis untuk batch II tidak dilakukan Sampel tidak mencantumkan nutrition fact pada label c Sampel berbeda nyata pada α=0.05 d Aturan CFIA (2003) dan FDA (2003) b
Dari dua puluh sampel yang dianalisis, dua sampel tidak mencantumkan nutrition fact pada labelnya sehingga tidak bisa dibandingkan. Dari delapan belas sampel yang dibandingkan, semuanya memiliki kadar protein lebih sedikit dibandingkan kadar protein yang tercantum pada
27
label. Namun semuanya masih masuk pada range yang dapat diterima, kecuali sampel J. Berdasarkan analisis, sampel J hanya memiliki kadar protein 40.89 %, sedangkan pada nutrition fact tercantum kadar protein 15 g per takaran saji 20 g (atau 75 g/100 g). Ini berarti sampel J tidak memenuhi aturan toleransi FDA (2003) dan CFIA (2003). Jika melihat komposisi bahan sampel J yang hanya terbuat dari kedelai saja (Lampiran 9), agak diragukan bahwa sampel J dapat memiliki kadar protein hingga 75 %. Selain itu, pada nutrition fact sampel J, ditemukan keganjilan, yaitu bahwa jumlah kadar karbohidrat, protein, dan lemak sudah melebihi 100 %. Hasil ini dapat digunakan lebih lanjut lagi untuk mengetahui keseuaian antara label dan data hasil analisis.. Memiliki range kadar protein yang dapat diterima maksudnya adalah kadar protein hasil analisis masih masuk ke dalam range toleransi dari nilai kadar protein yang tertulis pada label. Hal ini berdasarkan aturan dari FDA (Food and Drug Administration) tahun 2003 dan CFIA (Canadian Food Inspection Agency's) tahun 2003 yang menyatakan bahwa “Nilai yang dinyatakan pada label mempunyai toleransi 20 %. Untuk kasus kadar protein, ini berarti bahwa kadar protein hasil analisis tidak boleh mengandung kurang dari 80% dari nilai kadar protein yang dinyatakan pada label (di mana nilai pada label sudah termasuk pembulatan).” Lemak (lipid) adalah istilah umum yang menunjukkan senyawa yang relatif tidak larut air dan dapat diekstrak oleh pelarut non-polar (Mucthadi et al. 2006). Lemak merupakan sumber energi yang memberikan kalori terbesar (9 Kkal per gram) dibandingkan protein dan karbohidrat (4 Kkal per gram) serta berfungsi sebagai pelarut, pembawa vitamin larut lemak, dan sebagai peningkat palatabilitas. Secara umum, aturan toleransi untuk kadar lemak hampir sama dengan protein, yaitu sebanyak 20 %. Namun untuk kadar lemak, aturannya lebih rumit karena dibagi-bagi menjadi asam lemak jenuh, tak jenuh, dan kolesterol. Berdasarkan aturan dari FDA (Food and Drug Administration) dan CFIA (Canadian Food Inspection Agency's) tahun 2003 menyatakan bahwa untuk polyunsaturated fatty acids, omega-3 fatty acids, omega-6 fatty acids, mono-unsaturated fatty acids, hasil analisis tidak boleh mengandung kurang dari 80% dari nilai kadar lemak yang dinyatakan pada label (di mana nilai pada label sudah termasuk pembulatan), sedangkan untuk fat, saturated fat, trans fat dan kolesterol, hasil analisis tidak boleh mengandung lebih dari 120% dari nilai kadar lemak yang dinyatakan pada label (di mana nilai pada label sudah termasuk pembulatan). Kadar lemak dari penelitian ini adalah kadar lemak total sehingga aturan toleransi sulit untuk diterapkan, sehingga analisis yang bisa dilakukan adalah menghitung persen kesesuaian antara kadar lemak hasil analisis dengan kadar lemak pada nutrition fact. Hasil analisis kadar lemak, kadar lemak pada label, dan nilai persen kesesuaiannya dapat dilihat pada Tabel 12. Pertama-tama, kadar lemak total hasil analisis dibulatkan menjadi nilai yang seharusnya tercantum pada nutrition fact pada label menurut aturan pelabelan BPOM RI tahun 2005. Aturan pelabelan kadar lemak total adalah sebagai berikut: kadar lemak kurang dari 0.5 g per sajian dibulatkan menjadi 0 g, kadar lemak 0.5 – 5.0 g per sajian dibulatkan ke kelipatan 0.5 g terdekat, kadar lemak lebih dari 5.0 g per sajian dibulatkan ke kelipatan 1.0 g terdekat. Selanjutnya nilai kadar lemak yang seharusnya tercantum pada nutrition fact tersebut dibandingkan dengan kadar lemak yang tertulis pada nutrition fact untuk kemudian dihitung persen kesesuaiannya. Dari 18 sampel yang dibandingkan, hasil persen kesesuaian yang terbesar adalah sampel I (100 %), sedangkan persen kesesuaian terkecil adalah sampel J (29.09 %). Kadar karbohidrat penelitian ini dilakukan secara by difference, yaitu didapatkan dari nilai seratus persen dikurangi dengan persentase kandungan protein, lemak, abu, dan kadar air produk yang dianalisis. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama di dalam tubuh. Karbohidrat merupakan komponen organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen yang dapat berupa molekul sederhana dan kompleks. Komponen karbohidrat yang banyak dalam produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat berperan dalam pembentukkan
28
karakteristik produk pangan. Kadar karbohidrat pada sampel berbeda-beda karena selain tergantung dari jenis kedelai yang digunakan juga dapat tergantung dari bahan pengisi sampel yang digunakan, seperti maltodekstrin, sukrosa, FOS, dan lain-lain.
Tabel 12. Perbandingan hasil analisis kadar lemak dengan nutrition fact Sampel
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R Sb Tb a
Kadar Lemak batch I (% bb)
25.94 26.59 22.30 25.43 24.26 21.06 18.74 8.75 0.48 15.51 3.14 2.41 22.83 4.18 17.43 22.59 3.09 19.75 20.36 13.26
Kadar lemak yang seharusnya tercantum dalam nutrition facta (%)
26 27 22 25 24 21 19 9 0 16 3 2.50 23 4 17 23 3 20 20 13
Nutrition fact pada kemasan Takaran saji (g) 100 100 100 100 30 42 38.5 35 35 20 50 25 30 20 20 20 6 48 -
Kadar lemak (g) 28.1 28 28 28 8 9 8 3 0 11 1 <1 8 1 3.62 4.5 0.2 10 -
% kesesuaian Hasil Olah Data Nutrition fact dalam %
28.10 28 28 28 26.67 21.43 20.78 8.6 0 55 2 <4 26.67 5 18.10 22.50 3.33 20.83 -
92.53 96.43 78.57 89.28 89.99 97.99 91.43 104.65 100 29.09 150 86.24 80 93.92 102.22 90.09 96.02 -
Berdasarkan aturan pelabelan BPOM RI (2005) Sampel tidak mencantumkan nutrition fact pada label
b
2. Daya Cerna Protein in Vitro Nilai gizi protein suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar protein yang dikandungnya, tetapi juga oleh ketersediaan atau dapat tidaknya protein tersebut digunakan oleh tubuh. Dengan demikian, penilaian suatu bahan pangan tidak dapat dilakukan hanya dengan cara melihat komposisi gizinya. Hal ini dikarenakan daftar komposisi gizi suatu bahan pangan tidak memberi gambaran apakah protein tersebut dapat digunakan oleh tubuh atau tidak. Diperlukan suatu uji untuk mengetahui protein yang terdapat pada bahan pangan tersebut benar-benar dimanfaatkan oleh tubuh atau tidak. Oleh karena itulah evaluasi daya cerna protein menjadi penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui berapa banyak protein yang dapat dicerna oleh tubuh. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisa menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah daya cerna protein atau nilai kecernaan protein. Jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh dalam jumlah tinggi ditunjukkan
29
oleh suatu protein yang mudah dicerna. Sebaliknya suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses (Muchtadi 1993). Pengukuran daya cerna protein penelitian ini menggunakan kadar protein basis kering atau bebas air karena kadar air dapat mempengaruhi kadar protein. Misalnya saja pada saat penyimpanan seringkali dilaporkan adanya kenaikan kadar protein padahal kenaikan tersebut disebabkan karena penurunan kadar air. Pada metode ini mula-mula sampel protein dilarutkan dalam air destilata, lalu pH-nya diatur menjadi pH 8.00 dengan menambahkan larutan NaOH encer atau HCl encer. Hidrolisis dilakukan dalam penangas air 370C selama 10 menit. Pengaturan pH menjadi pH 8.00 dan suhu inkubasi 370C ini untuk membuat kondisi yang mirip dengan kondisi pencernaan protein di dalam tubuh. Enzim yang digunakan adalah campuran enzim tripsin, kimotripsin, dan peptidase. Waktu ke nol adalah pada saat enzim ditambahkan ke dalam larutan sampel dan pH kembali diukur tepat pada menit ke-10. Pemberian waktu inkubasi selama 10 menit untuk memberikan kesempatan enzim bekerja memecah protein. Jika terjadi penurunan pH larutan maka dapat dikatakan telah terjadi pencernaan (hidrolisis) protein oleh enzim-enzim protease. Hidrolisis protein oleh enzim protease akan menghasilkan asam-asam amino, peptida-peptida, dan juga mengakibatkan lepasnya ion-ion hidrogen yang bermuatan positif sehingga dapat menyebabkan penurunan pH. Oleh karena itu, semakin besar penurunan pH maka daya cerna protein semakin tinggi. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya ion H+ yang dilepaskan akibat dari banyaknya ikatan peptida yang terhidrolisis. Hasil analisis daya cerna protein dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai batch I dan II dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil batch I dan II tersebut telah diuji menggunakan uji independent T-test (Lampiran 4) dan menunjukkan bahwa daya cerna protein antara sampel batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 untuk semua sampel, sehingga hasil batch I dan II dapat digabungkan dan dicari rataannya sebagai hasil daya cerna protein rata-rata (Tabel 13). Daya cerna protein yang dipakai selanjutnya adalah daya cerna protein rata-rata dari dua batch tersebut. Penelitian ini juga mengukur kelarutan dua puluh sampel minuman bubuk berbasis kedelai. Kelarutan dua puluh sampel batch I dan II telah diuji menggunakan T-test dan didapat bahwa kelarutan batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (Lampiran 5), sehingga hasil kelarutan batch I dan II dapat digabungkan dan dicari rataannya sebagai kelarutan rata-rata (Tabel 14). Nilai kelarutan yang dipakai selanjutnya adalah kelarutan rata-rata dari dua batch tersebut Besarnya nilai kelarutan dipengaruhi oleh bahan pengisi atau bahan tambahan pada produk. Menurut Baldwin (1973) kelarutan produk dapat ditingkatkan dengan cara penambahan komponen lain pada produk seperti garam atau gula, dan suhu air pelarut yang lebih tinggi. Sampel yang mengandung gula akan lebih tinggi kelarutannya karena molekul gula mempunyai gugus OH yang bisa berikatan dengan H dari air. Demikian pula dengan penambahan dekstrin. Dekstrin memiliki kelarutan dalam air yang lebih besar dibanding sifat pati asalnya (Whistler 1970), sehingga kecenderungan peningkatan kelarutan produk dapat disebabkan oleh sifat dekstrin tersebut. Semakin tinggi konsentrasi dekstrin, nilai kelarutan produk pun akan semakin tinggi (Whistler 1970). Padahal sudah dibahas sebelumnya bahwa adanya dekstrin justru dapat menurunkan daya cerna protein karena kemungkinan adanya interaksi antara molekul dekstrin dengan protein yang akan menghambat hidrolisis protein.
30
Tabel 13. Daya cerna protein dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai Sampel Daya cerna protein(%) A
% RSD Horwitz
% RSD analisis
a
85.92 85.64
0.26 0.13
2.05 2.05
0.30 0.15
C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
87.73 86.68 85.92 85.55 87.54 81.07 85.73 84.29 88.50 89.04 75.82 85.33 84.24 84.92 87.23 85.78 84.20 85.19
0.21 0.37 0.39 0.26 0.26 0.97 0.30 0.47 0.65 0.27 0.23 0.48 0.37 0.23 0.27 0.52 0.38 0.26
2.04 2.04 2.05 2.05 2.04 2.06 2.05 2.05 2.04 2.04 2.08 2.05 2.05 2.05 2.04 2.05 2.05 2.05
0.24 0.43 0.46 0.30 0.29 1.20 0.34 0.55 0.74 0.30 0.30 0.56 0.44 0.28 0.31 0.61 0.45 0.30
B
a
SD
Sampel tidak dapat dijumpai lagi di pasar sehingga analisis untuk batch II tidak dilakukan
Tabel 14. Kelarutan dua puluh sampel minuman bubuk komersial berbasis kedelai Sampel
Kelarutan (%)
SD
% RSD Horwitz
% RSD analisis
A a
96.47 95.21
0.38 0.87
2.01 2.01
0.40 0.91
C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
96.00 95.80 96.64 96.18 95.79 95.94 97.28 33.09 96.98 86.73 52.37 36.72 32.57 33.26 87.02 96.74 88.33 79.32
0.15 0.30 0.20 0.30 0.17 0.41 0.31 0.15 0.65 0.49 0.28 0.29 0.32 0.22 0.20 0.27 0.35 0.27
2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.36 2.01 2.04 2.20 2.32 2.37 2.36 2.04 2.01 2.38 2.07
0.16 0.31 0.20 0.31 0.17 0.42 0.32 0.47 0.67 0.56 0.54 0.79 0.98 0.66 0.23 0.28 0.39 0.34
B
a
Sampel tidak dapat dijumpai lagi di pasar sehingga analisis untuk batch II tidak dilakukan
31
Dua puluh sampel pada penelitian selanjutnya dikelompokkan berdasarkan usia konsumen, yaitu sampel yang ditujukan untuk dikonsumsi konsumen usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan lebih dari 3 tahun. Sampel untuk konsumen di atas 3 tahun dikelompokkan lagi menjadi 2, yaitu sampel untuk konsumen golongan khusus dan konsumen biasa. Pengelompokkan sampel berdasarkan usia konsumen beserta kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutannya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 memperlihatkan bahwa semua sampel yang ditujukan untuk dikonsumsi oleh konsumen usia 0-1 tahun dan 1-3 tahun mempunyai kadar protein yang lebih rendah dibanding sampel untuk konsumen berusia lebih dari 3 tahun. Hal ini disebabkan karena bayi memiliki keterbatasan kerja organ. Kadar protein yang terlalu tinggi jika diasup oleh bayi dapat menyebabkan beban osmolar, akibatnya bayi jadi sering buang air kecil dan mempunyai beban berat pada ginjal (Pudjiati 1983). Bayi pun dapat mengalami gagal ginjal. Tabel 15. Pembagian sampel berdasarkan usia konsumen beserta kadar protein, kelarutan, dan daya cerna proteinnya Usia Konsumen
Sampel A Bt C D E
Kadar protein (%bb) 13.31 + 0.17bc 13.55 + 0.20cd 12.79 + 0.17a 13.15 + 0.31b 13.72 + 0.09d
Kelarutan (%) 96.47 + 0.38cd 95.21 + 0.87a 96.00 + 0.15bc 95.80 + 0.30ab 96.64 + 0.20d
Daya cerna protein (%) 85.92 + 0.26a 85.64 + 0.13a 87.73 + 0.21b 86.68 + 0.37c 85.92 + 0.39a
0-1 tahun
1-3 tahun
F G
13.70 + 0.14e 13.30 + 0.14f
96.18 + 0.30e 95.79 + 0.17f
85.55 + 0.26d 87.54 + 0.26e
H
15.55 + 0.28g
95.94 + 0.41g
81.07 + 0.97f
(konsumen Biasa)
J M N O P S T
40.89 + 0.23h 32.09 + 0.13i 35.68 + 0.19j 34.31 + 0.23k 36.62 + 0.26l 6.12 + 0.26m 14.61 + 0.16n
33.09 + 0.15h 52.37 + 0.28i 36.72 + 0.29j 32.57 + 0.32k 33.26 + 0.22h 95.94 + 0.35l 97.28 + 0.27m
84.29 + 0.47g 75.82 + 0.23i 85.33 + 0.48h 84.24 + 0.37g 84.92 + 0.23gh 84.20 + 0.38g 85.19 + 0.26h
3 tahun ke atas (konsumen Golongan Khusus)
Iu Ku Lu Qu Rv
21.87 + 0.11o 20.36 + 0.15p 31.72 + 0.60q 78.16 + 1.26r 11.07 + 0.12s
97.28 + 0.31n 96.98 + 0.65n 86.73 + 0.49o 87.02 + 0.20o 96.74 + 0.27n
85.73 + 0.30j 88.50 + 0.65k 89.04 + 0.27k 87.23 + 0.27l 85.78 + 0.52j
3 tahun ke atas
a-s
Sampel dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α=0.05 Sampel tidak dapat dijumpai lagi di pasar sehingga analisis untuk batch II tidak dilakukan u Sampel ditujukan untuk konsumen yang sedang berdiet v Sampel berupa susu formula lanjutan untuk anak berusia 3 tahun ke atas t
Berdasarkan hasil pada Tabel 15 dapat dilihat pula bahwa daya cerna protein produk yang ditujukan untuk konsumen berusia 0-1 tahun dan 1-3 tahun cenderung lebih tinggi (85.55 % 87.73 %) dibanding daya cerna protein produk untuk konsumen berusia lebih dari 3 tahun golongan konsumen biasa (75.82 % - 85.33 %). Lebih tingginya daya cerna pada produk untuk bayi (0-3
32
tahun) disebabkan karena organ pencernaan bayi masih belum dapat bekerja maksimal/sempurna sehingga membutuhkan makanan yang mudah dicerna. Semakin bertambahnya usia bayi, maka kerja organ pencernaan akan semakin baik. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Gonzales et al. (2003) terhadap daya cerna protein infant formula yang hasilnya adalah daya cerna protein secara in vitro soy-based formula memiliki rentang antara 85.5 % - 88.9 %. Percobaan Gonzales et al. (2003) tersebut juga memakai metode penurunan pH dan menggunakan campuran enzim tripsin, kimotripsin, dan peptidase. Sampel I, K, L, dan Q adalah produk untuk konsumen di atas 3 tahun, namun produkproduk tersebut ditujukan untuk konsumen yang sedang berdiet. Sedangkan sampel R adalah susu formula lanjutan untuk anak di atas 3 tahun yang masih dalam tahap pertumbuhan. Daya cerna protein sampel-sampel yang ditujukan untuk golongan khusus tersebut menunjukkan hasil yang relatif lebih tinggi (85.73 % - 89.04 %) dibanding sampel yang ditujukan untuk konsumen biasa (75.82 % - 85.33 %). Daya cerna tinggi diperlukan bagi produk bagi konsumen yang sedang berdiet karena orang yang sedang berdiet mengkonsumsi lebih sedikit kalori dan asupan gizi lainnya sehingga jika produk tidak memiliki daya cerna yang tinggi dapat mengakibatkan malnutrisi bagi orang yang sedang berdiet tersebut. Hasil analisis kadar protein dengan ANOVA menunjukkan bahwa kadar protein antar kelompok sampel, yaitu sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, di atas 3 tahun (konsumen biasa), dan di atas 3 tahun (golongan khusus) berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (Lampiran 6a). Menurut uji lanjut Duncan (Lampiran 6b-6e) maka kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun dan 1-3 tahun tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Antar kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) dan di atas 3 tahun (golongan khusus) juga tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil analisis daya cerna protein dengan ANOVA menunjukkan bahwa daya cerna protein antar antar kelompok sampel, yaitu sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, di atas 3 tahun (konsumen biasa), dan di atas 3 tahun (golongan khusus) berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (Lampiran 7a). Menurut uji lanjut Duncan (Lampiran 7b-7e) maka kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (golongan khusus) tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Namun kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok sampel lainnya. Hasil analisis kelarutan dengan ANOVA menunjukkan bahwa kelarutan antar antar kelompok sampel, yaitu sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, di atas 3 tahun (konsumen biasa), dan di atas 3 tahun (golongan khusus) berbeda nyata pada taraf α = 0.05 (Lampiran 8a). Menurut uji lanjut Duncan (Lampiran 8b-8e) maka kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (golongan khusus) tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Namun kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok sampel lainnya. Secara umum, daya cerna yang tinggi sangat diperlukan untuk pangan yang ditujukan kepada golongan khusus seperti bayi, orang yang sedang sakit, ibu hamil dan menyusui, orang yang sedang berdiet, dan sebagainya karena golongan khusus tersebut umumnya memiliki kerja organ yang kurang sempurna atau membutuhkan lebih banyak nutrisi. Pada penelitian, kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutan sampel minuman bubuk juga tidak lepas dari komposisi bahan (ingredient). Komposisi sumber protein dan karbohidrat serta daya cerna protein kedua puluh sampel dapat dilihat pada Tabel 16. Komposisi bahan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa sampel dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sampel minuman bubuk yang sumber proteinnya dari isolat protein kedelai (sampel A, B, C, D, E, F, G, H, L, Q, dan R) atau yang difortifikasi dengan sumber
33
protein hewani (H, I, dan Q) dan sampel yang sumber proteinnya dari kedelai (J, K, M, N, O, P, S, T). Hubungan sumber protein dengan kadar protein, daya cerna protein, serta kelarutan sampel dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan kadar protein, daya cerna protein, protein availability, dan kelarutan terhadap ingredient (sumber protein) sampel a-e
Sampel berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Gambar 4 memperlihatkan bahwa sampel yang bersumber protein dari kedelai memiliki rata-rata kadar protein yang lebih tinggi (27.59 %) dibanding yang terbuat dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani (15.79 %). Hasil kadar protein antara kedua kelompok sampel tersebut menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05, walaupun ada satu data pencilan pada kelompok sampel yang berasal dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani. Sampel dari isolat protein kedelai secara logika seharusnya memiliki kadar protein lebih tinggi karena kadar isolat protein kedelai sendiri sangatlah tinggi (minimal 90 % dari berat kering). Hasil yang menunjukkan bahwa sampel dari isolat protein kedelai mempunyai kadar protein yang lebih rendah dikarenakan sampel dari isolat protein kedelai umumnya ditujukan untuk konsumen usia 0-3 tahun yang memerlukan asupan protein lebih rendah dibanding konsumen usia 3 tahun ke atas sehingga sampel tersebut kadar proteinnya sudah disesuaikan dengan asupan gizi konsumen usia 0-3 tahun. Akibatnya, untuk menyesuaikan asupan protein tersebut, isolat protein kedelai kemungkinan hanya ditambahkan dalam jumlah sedikit. Selain itu kadar protein yang rendah disebabkan karena adanya bahan campuran lain pada produk, seperti desktrin, sukrosa, dan lain-lain (lihat Lampiran 9) yang menyebabkan kadar protein sampel menurun. Sedangkan sampel yang sumber proteinnya kedelai umumnya hanya terbuat dari kedelai saja dan tidak memiliki bahan campuran lainnya sehingga kadar proteinnya lebih tinggi. Gambar 4 memperlihatkan juga bahwa sampel yang bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani pada taraf α = 0.05 berbeda nyata dan memiliki rata-rata daya cerna yang lebih tinggi (86.15 %) dibanding sampel yang sumber proteinnya dari kedelai (84.05 %). Hal ini disebabkan karena daya cerna protein isolat protein kedelai dan bahan pangan hewani yang umumnya lebih tinggi dibanding daya cerna protein kedelai. Selisih yang kecil antara daya cerna protein sampel yang bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel yang bersumber protein dari
34
kedelai saja dapat disebabkan karena adanya bahan campuran lainnya yang dapat berikatan dengan protein sehingga dapat menurunkan daya cerna proteinnya. Lebih lanjut lagi, berdasarkan hasil kadar protein dan daya cerna protein dapat dicari ketersediaan protein (protein availability). Protein availability menunjukkan banyaknya protein yang tersedia untuk digunakan oleh tubuh (Muchtadi 1993). Protein availability tergantung dari daya cerna protein karena semakin banyak jumlah protein yang tercerna, maka jumlah protein yang tersedia untuk digunakan juga semakin banyak. Protein availability dapat diketahui dengan mengalikan kadar protein dengan daya cerna protein. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa protein availability dipengaruhi oleh jumlah protein yang masuk ke tubuh. Daya cerna protein sampel dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani lebih tinggi dibanding sampel dari kedelai, namun protein availability sampel dari kedelai justru lebih tinggi (23.19 %) dibanding sampel dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani (13.60 %). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah protein yang masuk ke tubuh, maka kemungkinan jumlah protein yang tersedia untuk digunakan untuk tubuh juga semakin banyak. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa rata-rata kelarutan sampel yang bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani lebih tinggi (94.65 %) dibanding sampel bersumber protein kedelai (56.58 %). Hal ini disebabkan karena sampel yang bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani mempunyai bahan pengisi seperti dekstrin dan gula yang dapat meningkatkan kelarutan, sedangkan sampel bersumber protein dari kedelai tidak memiliki bahan pengisi. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan adalah proses pengolahan minuman bubuk terebut, seperti suhu, pH, jenis pengering, adanya proses instanisasi, dan lain-lain. Kelarutan dapat mempengaruhi sensori suatu produk. Pada produk minuman bubuk berbasis kedelai, kelarutan yang rendah ditunjukkan dengan adanya endapan bubuk kedelai. Adanya endapan ini dapat menurunkan kualitas sensori minuman karena endapan menyebabkan tekstur berpasir pada minuman. Akibatnya, akan timbul rasa kurang nyaman atau nikmat pada konsumen ketika menelan minuman tersebut. Pada dasarnya protein hewani memiliki daya cerna yang lebih baik (lebih tinggi) dibandingkan dengan protein nabati. Hal ini dikarenakan pada protein nabati masih terdapat senyawa-senyawa anti-nutrisi yang dapat menghambat daya cerna protein itu sendiri. Pada kedelai senyawa-senyawa anti-nutrisi yang dapat menurunkan daya cerna protein antara lain protease inhibitor (anti-tripsin, anti-kimotripsin, inhibitor Kunitz dan Bowman Birk, dan lain-lain), hemaglutinin, tanin, dan asam fitat. Selain itu daya cerna protein juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti konformasi protein, ikatan antar protein dengan komponen lainnya, ukuran dan luas partikel protein, serta pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali (Fennema 1996).
35
Tabel 16. Komposisi sumber protein dan karbohidrat sampel serta kadar protein, daya cerna protein, protein availability, dan kelarutannya Sampel
Sumber Protein
A B C
Isolat protein kedelai Isolat protein kedelai Isolat protein kedelai
D
Isolat protein kedelai
E
Isolat protein kedelai
F
Isolat protein kedelai
G
Isolat protein kedelai
H
Isolat protein kedelai, susu skim Bubuk kedelai, susu skim kedelai kedelai Isolat protein kedelai
I J K L M N O P Q R
kedelai kedelai kedelai kedelai Isolat protein kedelai, whey protein Isolat protein kedelai
S T
kedelai kedelai
Sumber Karbohidrat
Kadar Protein (% bb)
Daya Cerna Protein (%)
Sirup glukosa padat Sirup jagung padat Sukrosa, tepung jagung terhidrolisa Sirup jagung padat, sukrosa Sirup glukosa padat, sukrosa Sirup glukosa padat, sukrosa Sukrosa, tepung jagung terhidrolisa Sukrosa, maltodekstrin -
13.31 13.55 12.79
85.92 85.64 87.73
11.44 11.60 11.22
96.47 95.21 96.00
13.15
86.68
11.40
95.80
13.72
85.92
11.79
96.64
13.70
85.55
11.72
96.18
13.30
87.54
11.64
95.79
15.55
81.07
12.61
95.94
21.87
85.73
18.75
97.28
Sukrosa, maltosa Fruktosa
40.89 20.36 31.72
84.29 88.50 89.04
34.46 18.02 28.24
33.09 96.98 86.73
-
32.09 35.68 34.31 36.62 78.16
75.82 85.33 84.24 84.92 87.23
24.33 30.44 28.90 31.10 68.18
52.37 36.72 32.57 33.26 87.02
Sirup glukosa padat, sukrosa Madu Gula, tepung mata beras
11.07
85.78
9.50
96.74
6.12 14.61
84.20 85.19
5.15 12.45
88.33 79.32
Protein Availability
Kelarutan (%)
(%)a
a
Berdasarkan hasil perhitungan kadar protein dikalikan daya cerna protein
36
D. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Pengukuran daya cerna protein secara in vitro dengan menggunakan metode Hsu et al. 1977 terhadap dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai menunjukkan bahwa daya cerna protein produk yang ditujukan untuk konsumen berusia 0-1 tahun dan 1-3 tahun cenderung lebih tinggi (85.55 % - 87.73 %) dibanding daya cerna protein produk untuk konsumen berusia lebih dari 3 tahun golongan konsumen biasa (75.82 % - 85.33 %). Daya cerna protein sampel yang ditujukan untuk golongan khusus juga relatif lebih tinggi (85.73 % - 89.04 %) dibanding untuk konsumen biasa (75.82 % - 85.33 %). Hasil analisis dengan ANOVA menunjukkan bahwa antar kelompok sampel berbeda nyata pada taraf α = 0.05 untuk parameter kadar protein, daya cerna protein dan kelarutan. Namun lebih lanjut lagi menurut uji lanjut Duncan pada kadar protein, kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun dan 1-3 tahun tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Antar kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) dan di atas 3 tahun (golongan khusus) juga tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil uji lanjut Duncan untuk daya cerna protein menunjukkan bahwa kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (golongan khusus) tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Namun kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok sampel lainnya. Sedangkan untuk kelarutan, menurut uji lanjut Duncan, kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan di atas 3 tahun (golongan khusus) tidak saling memiliki perbedaan yang signifikan. Namun kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa) memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok sampel lainnya. Penelitian juga memperlihatkan bahwa ingredient dan sumber protein turut berpengaruh terhadap kadar protein, daya cerna protein, dan kelarutan sampel. Sampel yang sumber proteinnya dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani memiliki kadar protein yang lebih rendah dibanding sampel yang bersumber protein dari kedelai saja. Namun daya cerna protein dan kelarutan sampel yang sumber proteinnya dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani lebih tinggi dibanding sampel yang sumber proteinnya dari kedelai saja. Secara umum, daya cerna yang tinggi sangat diperlukan untuk produk yang ditujukan bagi golongan khusus seperti bayi, orang yang sedang sakit, ibu hamil dan menyusui, orang yang sedang berdiet, dan sebagainya karena golongan khusus tersebut umumnya memiliki kerja organ yang kurang sempurna atau membutuhkan banyak nutrisi. Pangan dengan daya cerna yang rendah dapat mengakibatkan malnutrisi bagi konsumen-konsumen tersebut.
B. Saran Pengolahan kedelai menjadi minuman bubuk sangat strategis karena dapat dikonsumsi golongan khusus seperti bayi, orang yang sedang sakit, orang yang malnutrisi protein, vegetarian, maupun sebagai minuman kesehatan, sehingga minuman bubuk berbasis kedelai diharapkan memiliki profil yang baik. Oleh karena itu, selain profil daya cerna protein, diperlukan informasi lebih jauh lagi mengenai profil dari minuman bubuk kedelai, seperti kadar oligosakarida, serat pangan, kadar mineral, dan kadar isoflavon. Hal ini bertujuan agar minuman bubuk kedelai selanjutnya dapat di-reformulasi atau diperbaharui dari segi pengolahannya sehingga memiliki profil yang lebih baik.
37
DAFTAR PUSTAKA
Acton W. 1976. The Manufacture of Dextrin and British Gums. Di dalam: Starch Production Technology Applied Sci. Publisher Ltd, London. Alipour D, Y Rouzbehan. 2010. Effects of several levels of extracted tannin from grape pomace on intestinal digestibility of soybean meal. J of Livestock Sci 128: 87–91. Alvani K, Xin Q, Richard T. 2009. Rapid method to determine the molecular weight of dextrins and dextrans. Carbohydrate Polymers 78: 997–998. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry, Washington DC. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry, Washington DC. Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya, Depok. Aw TL, BG Swanson. 1985. Influence of tannin on Phaseolus vulgaris protein digestibility and quality. J of Food Sci 50:67-71. Baldwin NJ, WB Sanderson. 1973. Factors affecting the reconstruction properties of whole milk powder. N.Z J. Dairy Sci. Tech. 892. Bentley OG. 1975. Soybeans and People. Proc. Of Conference for Scientist of Africa, the Middle East and South Asia. INTSOY Series No. 6:2-6. Birk Y. 1985. The Bowman-Birk inhibitor. Int J Peptide Protein Res 25:113-131. Bookwalter GN, AW Kirleis, ET Meritz. 1987. In vitro digestibility of protein in milled sorghum and other processed cereals with and without soy-fortification. J of Food Sci 52(6): 1577-1579. Bourne MC. 1976. How to Make Good Tasting Soy Milk in Your Kitchen. Department Food Science and Technology Cornell University, New York. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pedoman pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/Pedsilaizi3.pdf. [8 Mei 2011]. [BPS] Biro Pusat Statistik Indonesia. 2010. Balita (0-59 bulan) menurut status gizi, tahun 1998-2005. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=30¬ab=40. [2 Juni 2011]. [BPS] Biro Pusat Statistik Indonesia. 2010. Jumlah dan persentase penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan, dan indeks keparahan kemiskinan menurut provinsi, 2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=30¬ab=36. [2 Juni 2011]. Brandon DL, Bates AH, Friedman M. 1988. Enzyme linked immunoassay of soybean Kunitz trypsin inhibitor using monoclonal antibodies. J Food Sci 53:97-101. Bricarello LP, Nelson K, Marcelo CB, Andre F, Leonor AP, Waldir GMR, Maria COI, Silvia SMI, Sergio T, Francisco AHF. 2004. Comparison between the effects of soy milk and non-fat cow milk on lipid profile and lipid peroxidation in patients with primary hypercholesterolemia. J of Nutr 20: 200-204. Cavagni G, Plebani A, Restani P, Marini S, Gardenghi M, Poiesi C, Duse M, Ugazio AG. 1994. Allergy to cow’s milk proteins in childhood: the author’s personal experience and new diagnostic and therapeutic proposals. Pediatr. Med. Chir. 16 (5): 413–419. [CFIA] Canadian Food Inspection Agency's. 2003. Food and drugs act and regulations. http://www.inspection.gc.ca/english/fssa/labeti/guide/toce.shtml. [20 Maret 2011].
38
Chang KC, RL Harrold. 1988. Changes in selected biochemical components, in vitro protein digestibility and amino acids in two bean cultivar during germination. J of Food Sci 53:783-787. Cheryan M. 1980. Phytic acid interactions in food systems. Critical reviews in J Food Sci and Nut 13:297-335. Circle S J. 1950. Proteins and Other Nitrogenous Constituens. Soybean and Soybean Products, Vol 1. Intestience Publishing Inc, New York. Clysdesdale FM, AL Camire. 1983. Effect of pH and heat on the binding of iron, calcium, magnesium, and zinc and the loss of phytic acid in soy flour. J of Food Sci 48:1272-1274. Considine DM, GD Considine. 1982. Foods and Foods Production Encyclopedia. Van Nostrand Reinhold Company Inc, New York. Crittenden RG, Bennett LE. 2005. Cow’s milk allergy: a complex disorder. J Am Coll Nutr. 24:582S— 91S. Crouse JR, Morgan T, Terry JG, Ellis J, Vitolins M, Burke GL. 1999. A randomized trial comparing the effect of casein with that of soy protein containing varying amounts of isoflavones on plasma concentration of lipids and lipoproteins. Archives of Int Med 159: 2070–2076. Damodaran S. 1996. Amino Acids, Peptides, and Proteins. Di dalam: Fennema, OR. (Ed.). Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc, New York. de Rham O, T Josts. 1979. Phytate-protein interaction in soybean extracts and low-phytate soy protein products. J. Food Sci. 44 : 596-600. Demonty I, Benoit L, Yves D, Helene J. 2002. Role of soy isoflavones in the hypotriglyceridemic effect of soy protein in the rat. J of Nut Biochem. 13: 671-677. Deshpande SS, Damodaran S. 1989. Heat induced conformational changes in phaseolin and its relation to proteolysis. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) – Protein Structure and Molecular Enzymology 998: 179–188. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara, Jakarta. Docena GH, Fernandez R, Chirdo FG, Fossati CA. 1996. Identification of casein as the major allergenic and antigenic protein of cow’s milk. Allergy 51: 412–416. Duodu KG, Taylor JRN, Belton PS, Hamaker BR. 2003. Factors affecting sorghum protein digestibility. J of Cereal Sci 38: 117–131. El-Agamy EI. 2007. The challenge of cow milk protein allergy. Small Ruminant Research 68: 64–72. El-Hady EAA, RA Habiba. 2003. Lebensm Effect of soaking and extrusion conditions on antinutrients and protein digestibility of legume seeds.-Wiss. U.-Technol. 36: 285–293. El-Hag ME, Abdullahi H, El-Tinay, Nabila EY. 2002. Effect of fermentation and dehulling on starch, total polyphenols, phytic acid content and in vitro protein digestibility of pearl millet. J of Food Chem 77: 93–196. Erdman JW. 1979. Oilseeds phytate: nutritional implications. J. Am. Oil Chem. 56:736-741. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1971. Technology production from soybean. Agriculture Service Bulletin, Roma. [FDA] Food and Drug administration. 2003. http://www.inspection.gc.ca/english/fssa/labeti/nutricon/nutriconapp1e.shtml. [20 Maret 2011]. Fennema ON. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc, New York. Fomon SJ, LJ Filer Jr. 1974. Milk and Formulas. Infant Nutrition 2nd edition, Ch. 15. Friedman M, James CZ, Patricia MM. 1981. Relationship between in vitro digestibility of casein and its content of lysinolalanine and D-amino acids. J of Food Sci 46:127-131. Ghavidel RA, Jamuna P. 2007. The impact of germination and dehulling on nutrients, antinutrients, in vitro iron and calcium bioavailability and in vitro starch and protein digestibility of some legume seeds. LWT 40: 1292–1299.
39
Gonzales ASP, Gabriela BM, Laura S, Malec MSV. 2003. Available lysine, protein digestibility and lactulose in commercial infant formulas. J of Int Dairy 13: 95–99. Gunstone FD, Harwood JL, Padley FB. 1986. The lipid handbook. Chapman and Hall, London. Grosvenor MB, Lori AS. 2002. Nutrition From Science to Life. Harcourt College Publishers, USA. Guo X, Huiyuan Y, Zhengxing C. 2007. Effect of heat, rutin and disulfide bond reduction on in vitro pepsin digestibility of Chinese tartary buckwheat protein fractions. J of Food Chem 102: 118–122. Hackler, LR. 1977. In vitro indices : Relationship to aestimating Protein Value for the Human. Di dalam: C. E. Bodwell (ed.). Evaluation of Protein for Human. AVVVI Publ. Co Inc., Westport, Connecticut. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Di dalam: Majalah Ilmu Kefarmasian, Desember, Vol. 1, No.3, pp. 117-135. Departemen Farmasi FMIPA-UI. Heneman KM, Hebron CC, Ronald LP, Francence MS. 2007. Soy protein with and without isoflavones fails to substantially increase postprandial antioxidant capacity. J of Nutr Biochem 18: 46-53. Hermana. 1985. Pengolahan kedelai menjadi berbagai bahan makanan. Di dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung dan Yuswardi (Eds.). Kedelai. Badan penelitian dan pengembangan Pertanian, Bogor. Hillman GG, Vinita SG. 2011. Soy isoflavones sensitize cancer cells to radiotherapy. Free Rad Biol and Med 51: 289-298. Hsu HW, DL Valak, LD Satterlee, GA Mille. 1977. A Multienzyme technique for estimating protein digestibility. J Food Sc 42:1269-1273. Ikeda K, Oku M, Kusano T, Yasumoto K. 1986. Inhibitory potency of plant antinutrients towards the in vitro digestibility of buckwheat protein. J of Food Sci 51: 1527–1530. Ikeda K, Sakaguchi T, Kusano T, Yasumoto K. 1991. Endogenous factors affecting protein digestibility in buckwheat. Cereal Chem 68: 424–427. Imhof M, Sylvia M, Martin I. 2008. Effects of soy isoflavones on 17β-estradiol-induced proliferation of MCF-7 breast cancer cells. Toxicology in vitro 22: 1452-1460. International Conference on Harmonization. 2005. Validation of analytical procedures and methodology. www.ich.org. [29 Maret 2011]. Jaffe WG, Camejo G. 1962. La accion de una proteina toxica, aidada de coraotas negras (Phaseolus vulgaris), sorbre la absorcion intestinal en ratas. Di dalam: Liener IE. Legume Toxins in relation to protein digestibility-A review. J Food Sci. 41:1076-1081 Joslyn. 1970. Methodes in Food Analysis. Academic Press, New York. Kan TM, WF Shipe. 1984. Enzyme diafiltration technique for in vitro determination of protein digestibility and availability of amino acids of legumes. J of Food Sci 49:794-798 Koswara S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Kunitz M. 1947. Crystalline soybean trypsin inhibitor, II. General properties. J Exp Med 30:291-310. Ledesma BH, Chia CH, Ben O de Lumen. 2009. Lunasin and Bowman-Birk protease inhibitor (BBI) in US commercial soy foods. J of Food Chem 115: 574–580. Lehninger, 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Lembono S. 1989. Pembuatan Susu Bubuk Kedelai Dengan Alat Pengering Semprot [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Li YD, Manfred P. 2010. The impact of soy oligosaccharides on digestion and intestinal health in weaning piglets. Livestock Sci 13: 187–189. Liener IE. 1958. Di dalam: A.M. Altschul (ed.). Processed Plant Protein Foodstuffs. Academic Press, New York. Liener, IE. 1976. Legume toxin in relation to protein digestibility-a review. J Food Sci. 41:1076-1081.
40
Liu M, Lee DS, Damodaran S. 1999. Emulsifying properties of acidic subunits of soy 11S globulin. J of Agric and Food Chem 47: 4970-4975. Liu XX, SH Li, JZ Chen, K Sun, XJ Wang, RT Hui. 2010. Effect of soy isoflavones on blood pressure: A meta-analysis of randomized controlled trials. Nutr, Metabolisma and Cardiovascular Diseases. Article in Press. Liu ZM, SC Ho, YM Chen, YP Ho. 2010. The effects of isoflavones combined with soy protein on lipid profiles, C-reactive protein and cardiovascular risk among postmenopausal Chinese women. Nutr, Metabolism, and cardiovascular Diseases. Article in Press. Lu MP, Rui W, Xiuyuan S, Rajni C, Xiaoxia W, Lingyun W, Qing HM. 2008. Dietary soy isoflavones increase insulin secretion and prevent the development of diabetic cataracts in streptozotocininduced diabetic rats. Nutr Research 28: 464-471. Masters K. 1979. Spray Drying Handbook. John Wiley and Sons, New York. Messina M. 1995. Modern applications for an ancient bean; soy beans and the prevention and treatment of chronic disease. J. Nutr. 125: 567S–569S. Miksicek RJ. 1994. Interacton of naturally occuring nonsteroidale estrogen with expressed recombinant human estrogens with expressed recombinant human estrogen receptor. J Steroid Biochem. Molec. Biol. 49:153-160. Miyazaki M, T Maeda, N Morita. 2004. Effect of various dextrin substitutions for wheat flour on dough properties and bread qualities. Food Research International 37: 59–65. Molina E, Papadopoulou A, Ledward DA. 2001. Emulsifying properties of high pressure treated soy protein isolate and 7S and 11S globulins. Food Hydrocolloids 15: 263-269. Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor Muchtadi D. 1989. Protein : Sumber dan Teknologi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi D, Made A, NS Palupi. 1993. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Muchtadi D, Made A, NS Palupi. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Universitas Terbuka, Jakarta. Muchtadi, TR. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mupangwa JF, NT Ngonngoni, JH Topps, T Acamovic, H Hamudikuwanda. 2003. Rumen degradability and post ruminal digestion of dry matter, nitrogen and amino acids in three tropical forage legumes estimated by the mobile nylon bag technique. Livestock Production Science 79: 37–46. Nabryzki M. 2002. Mineral Components. Di dalam: Sikorski ZE. Chemichal and Functional Properties of Food Components 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton. Nielsen SS. 1991. Digestibility of legume proteins. Food Technology (Sep.): 112–114. 118. Nielsen SS, IE Liener. 1988. Effect of germination on trypsin inhibitor and Hemagglutinating activities in Phaseolus vulgaris. Research Note. J of Food Sci 53(1):298-303. Nijveldt RJ, Van Nood E, DEC Van Hoorn, PG Boelens, Van Norren PAM K, Van Leeuwen. 2001. Flavonoids : a review of probable mechanism of action and potential application. Am H. Clin. Nutr. 74:418-425. Okubo K, AB Walfrop, GA Iabobucci, DV Myers. 1975. Preparation of Low-phytate Soybean Protein Isolate and Concentrate by Ultrafiltration. American Association of Cereal Chem., Minnesota. Osman MA. 2004. Changes in sorghum enzyme inhibitors, phytic acid, tannins and in vitro protein digestibility occurring during Khamir (local bread) fermentation. J of Food Chem 88: 129–134.
41
Palander S, P Laurinen, S Perttil, J Valaja, K Partanen. 2006. Protein and amino acid digestibility and metabolizable energy value of pea (Pisum sativum), faba bean (Vicia faba) and lupin (Lupinus angustifolius) seeds for turkeys of different age. Animal Feed Science and Technology 127: 89– 100. Pellet PL, VR Young (eds). 1980. Nutritional Evaluation of Protein Food. The United Nations University, Tokyo. Penalvo JL, Tarja N, Herman A. 2004. A simplified HPLC method for total isoflavones in soy products. J of Food Chem 87: 297–305. Phillips RD, MS Chhinnan, LG Mendoza. 1983. Effect on temperature and moisture content on the kinetics of trypsin inhibitor activity, protein in vitro digestibility and nitrogen solubility of cowpea flour. J of Food Sci 48:1863-1867. Pudjiati S. 1983. Sifat-sifat dan kegunaan Pelbagai Jenis Formula Bayi dan Makanan Padat yang beredar di Indonesia. FKUI, Jakarta. Poerwosoedarmo, AD Sediaoetama. 1977. Ilmu Gizi, Masalah Gizi Indonesia dan Kebaikannya Jilid I. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Radley JA. 1986. Starch and its Derivates. Champman and Hill Ltd., London. Rahman L. 1978. Soya Protein Foods in Bangladesh – An Analysis of prospect and Constraints. International Soya protein Food Conference Proceedings Singapore Jan. 25-27. Rehman Z, WH Shah. 2005. Thermal heat processing effects on antinutrients, protein and starch digestibility of food legumes. J of Food Chem 91: 327–331. Rona RJ, Keil TK, Summers C, Gislason D, Zuidmeer L, Sodergren E. 2007. The prevalence of food allergy: a meta-analysis. J Allergy Clin Immunol. 12:638-46. Rumin. 1992. Potensi Pengolahan Susu Kedelai. Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Satterwaite RW, DJ Iwinski. 1973. Starch Dextrins. Di dalam: Industrial Gums Polysaccarides and Their Derivates. Academic Press, New York. Sembiring HRU, M Manullang, S Fardiaz. 1984. Mempelajari beberapa faktor yang berpengaruh pada embuatan tepung kecambah kedelai dalam hubungannya dengan trypsin inhibitor. Bul. Pen. Ilmu dan Teknol. Pangan (3): 34-42. Serraino M R, Lilian UT, Laurent S, Guy P. 1985. Effect of acid on the in vitro rate of digestibility of rapeseed rotein an amino acids. J of Food Sci 50:1689-1692. Shimelis EA, Sudip KR. 2007. Effect of processing on antinutrients and in vitro protein digestibility of kidney bean (Phaseolus vulgaris L.) varieties grown in East Africa. J of Food Chem 103: 161–172. Sikoraa M, Schilling CH, Tomasik P, Li C. 2002. Dextrin plasticizers for aqueous colloidal processing of alumina. J of the Eur Ceramic Society 22: 625–628. Sizer FS, Whitney EN. 2000. Nutrition Concepts and Controversies, 8th edition Wadsworth/Thomson Learning. Belmont, USA. Slamet DS, I Tarwotjo. 1980. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Di dalam: Penelitian Gizi dan Makanan, jilid 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Soetrisno U, ZA Holmes, LT Miller. 1982. Effect on heating time of soybean on vitamin B-6 and folacin retention, trypsin inhibitor activity, and microstructure changes. J of Food Sci 47:530-534. Somaatmadja S. 1964. Kemungkinan kedelai sebagai bahan baku Ind. Di Indonesia. Rapat kerja, 26-30 September, Bogor. Sudarmaji S, P Markakis. 1977. The phytate and phytase of soybean tempeh. J. Sci. Food Agric. 28 : 38. Suprapto. 1985. Bertanam Kedelai. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
42
Sutantyo E. 1976. Mempelajari Pengaruh Cara Perendaman dan Pemanasan Kedelai dalam Pembuatan Tepung Kedelai Menurut Cara Illinois. Skripsi. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian IPB, Bogor. [USDA] United States Department of Agriculture. 2009. Soybean data. http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/Data/isoflav/isoflav.html. [3 Juni 2011]. Vaintraub IA, Seliger P, Shutov AD. 1979. Action of pepsin on the reserve proteins of some leguminous seeds. Nahrung 23: 15–21. Whistler RL. 1970. Industrial uses of corn starches. Di dalam: Adini Citawati Sadikin. Skripsi. Pembuatan Flavor Bubuk dari Pandan Wangi dengan Metode Spray Drying. Fateta IB, Bogor. Winarno FG. 1980. Enzim Pangan. Pusbangtepa IPB, Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wolf WJ, Cowan. 1971. Soybean as a Food Source. CRC Press The Chemical Rubber Co., Ohio. Wuzburg OB. 1968. Starch in the Food Chemistry. Di dalam: Handbook of Food Addition Chemical. Gravelan, Ohio. Yoshida H, G Kajimoto. 1988. Effect of microwave tretament on the trypsin inhibitor and molecular species of triglycerides in soybeans. J of Food Sci 53(6): 1756-1760.
43
Lampiran 1. Kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II BI. A BII. A rata-rata
13.25 13.17 13.27 13.55 13.31
BI. F BII. F rata-rata
13.53 13.75 13.65 13.86 13.70
SD RSD Horwitz
0.17 2.71
SD RSD Horwitz
0.14 2.70
RSD a
1.25
RSD a
1.03
BI. B rata-rata
13.69 13.41
BI. G
13.22 13.28
13.55
BII. G
13.21 13.5
SD
0.20
RSD Horwitz
2.70
rata-rata
RSD a
1.46
SD RSD Horwitz
0.14 2.71
RSD a
1.02
BI. C BII. C rata-rata
13.30
12.61 12.7
BI. H
13 12.84
BII. H
12.79
15.26 15.39 15.89 15.64
SD
0.17
rata-rata
RSD Horwitz
2.72
RSD a
1.33
SD RSD Horwitz
0.28 2.65
RSD a
1.79
BI. D BII.D rata-rata
15.55
13.09 12.75
BI. I
13.31 13.45
BII.I
13.15
SD
0.31
RSD Horwitz RSD a
rata-rata
21.87
2.71
SD RSD Horwitz
0.11 2.51
2.32
RSD a
0.52
BI. E
13.84 13.62
BI. J
BII. E
13.72 13.7
BII. J
rata-rata
21.7 21.94 21.9 21.93
13.72
40.86 41.17 40.61 40.93
rata-rata
40.89
SD
0.09
RSD Horwitz
2.70
SD RSD Horwitz
0.23 2.29
RSD a
0.66
RSD a
0.56
44
Lampiran 1. Kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II (lanjutan) BI. K
20.52 20.16
BI. P
BII. K
20.4
BII. P
20.34 rata-rata
20.36
rata-rata
36.25 36.7 36.85 36.69 36.62
SD RSD Horwitz
0.15 2.54
SD RSD Horwitz
RSD a
0.74
RSD a
0.26 2.33 0.71
BI. L
30.96 31.51
BI. Q
77.14 77.01
BII. L
32.22
BII. Q
79.08 79.41
32.17 rata-rata
31.72
rata-rata
78.16
SD RSD Horwitz
0.60 2.38
SD RSD Horwitz
1.26 2.08
RSD a
1.89
RSD a
1.61
BI. M
31.97 32.17
BI. R
11.05 10.91
BII. M
32.23
BII. R
11.11 11.19
31.98 rata-rata
32.09
rata-rata
11.07
SD RSD Horwitz
0.13 2.37
SD RSD Horwitz
0.12 2.78
RSD a
0.41
RSD a
1.07
BI. N
35.43 35.66
BII. N
35.77 35.87
rata-rata
35.68
SD RSD Horwitz
0.19 2.34
RSD a
0.53 BI. O
34.6 34.16
BII. O
34.1
rata-rata SD RSD Horwitz RSD a
BI. S BII. S
6.26 5.77 6.1 6.35
rata-rata
6.12
SD RSD Horwitz
0.26 3.04
RSD a
4.17 BI. T BII. T
14.55 14.76 14.72 14.41
34.36
rata-rata
34.31
SD RSD Horwitz
0.16 2.67
RSD a
1.11
0.23 2.35 0.66
14.61
45
46
Lampiran 2. Daya cerna protein 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II pH sebelum 1
pH akhir
6.69
8.02
6.89
85.7343
2
6.67
8.02
6.89
85.7343
BII. A-1
6.67
8.00
6.88
85.9154
2
6.70
8.02
6.86
86.2774
SD RSD Horwitz RSD a
85.9154 0.26 2.05 0.30
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
6.80
7.98
6.90
85.5533
2
6.82
8.02
6.89
85.7343
SD RSD Horwitz
85.6438 0.13 2.05
pH sebelum
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
0.15
pH akhir
Daya cerna protein
BI. C-1
6.57
7.99
6.77
87.9067
2
6.58
8.02
6.79
87.5446
BII.C-1
6.56
8.00
6.79
87.5446
2
6.57
8.02
6.77
87.9067 87.7257 0.21
SD RSD Horwitz RSD a pH sebelum 4
Daya cerna protein
BI. B1
RSD a
3
Daya cerna protein
BI. A-1
pH sebelum 2
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
2.04 0.24 Daya cerna protein
BI. D-1
6.59
8.01
6.84
86.6395
2
6.61
7.99
6.81
87.1826
BII. D-1
6.59
8.02
6.86
86.2774
2
6.58
8.00
6.84
86.6395
SD RSD Horwitz RSD a
86.6847 0.37 2.04 0.43
46
Lampiran 2. Daya cerna protein 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II (lanjutan) pH sebelum 5
pH akhir
6.50
8.02
6.91
85.3723
2
6.51
7.98
6.86
86.2774
BII. E-1
6.53
8.01
6.88
85.9154
2
6.52
7.99
6.87
86.0964
SD RSD Horwitz RSD a
85.9154 0.39 2.05 0.46
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
6.54
8.00
6.89
85.7343
2
6.56
7.98
6.90
85.5533
BII. F-1
6.54
8.00
6.89
85.7343
2
6.55
7.99
6.92
85.1912
SD RSD Horwitz
85.5533 0.26 2.05
pH sebelum
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
0.30
pH akhir
Daya cerna protein
BI. G-1
6.55
8.02
6.80
87.3636
2
6.56
8.00
6.80
87.3636
BII. G-1
6.55
8.01
6.77
87.9067
2
6.57
8.00
6.79
87.5446 87.5446 0.26
SD RSD Horwitz RSD a pH sebelum 8
Daya cerna protein
BI. F-1
RSD a
7
Daya cerna protein
BI E1
pH sebelum 6
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
2.04 0.29 Daya cerna protein
BI. H-1
7.79
8.02
7.18
80.4845
2
7.72
8.02
7.20
80.1224
BII. H-1
7.74
8.00
7.13
81.3896
2
7.70
8.02
7.08
82.2948
SD RSD Horwitz RSD a
81.0728 0.97 2.06 1.20
47
Lampiran 2. Daya cerna protein 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II (lanjutan) pH sebelum 9
pH akhir
6.87
8.01
6.89
85.7343
2
6.87
7.98
6.87
86.0964
BII. I-1
6.84
7.99
6.89
85.7343
2
6.86
8.00
6.91
85.3723
SD RSD Horwitz RSD a
85.7343 0.30 2.05 0.34
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
7.22
8.00
6.98
84.1051
2
7.20
8.00
7.00
83.7430
BII. J-1
7.13
8.02
6.94
84.8292
2
7.16
8.00
6.96
84.4671
SD RSD Horwitz
84.2861 0.47 2.05
pH sebelum
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
0.55
pH akhir
Daya cerna protein
BI. K-1
7.19
8.00
6.72
88.8118
2
7.15
7.98
6.73
88.6308
BII. K-1
7.08
8.02
6.71
88.9929
2
7.11
8.01
6.79
87.5446 88.4950 0.65
SD RSD Horwitz RSD a pH sebelum 12
Daya cerna protein
BI. J-1
RSD a
10
Daya cerna protein
BI. I-1
pH sebelum 11
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
2.04 0.74 Daya cerna protein
BI.L-1
6.64
8.02
6.72
88.8118
2
6.72
8.00
6.69
89.3549
BII.L-1
7.46
7.99
6.72
88.8118
2
7.50
7.98
6.70 SD RSD Horwitz RSD a
89.1739 89.0381 0.27 2.04 0.30
48
Lampiran 2. Daya cerna protein 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II (lanjutan) pH sebelum 13
pH akhir
6.90
7.98
7.44
75.7777
2
6.87
8.02
7.44
75.7777
BII. M-1
6.86
8.00
7.45
75.5967
2
6.85
8.02
7.42
76.1397
SD RSD Horwitz RSD a
75.8229 0.23 2.08 0.30
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
6.70
8.01
6.91
85.3723
2
6.71
8.02
6.95
84.6482
BII. N-1
6.73
8.02
6.90
85.5533
2
6.73
8.01
6.89
85.7343
SD RSD Horwitz
85.3270 0.48 2.05
pH sebelum
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
0.56
pH akhir
Daya cerna protein
BI. O-1
6.69
7.99
6.97
84.2861
2
6.71
7.98
6.95
84.6482
BII. O-1
6.71
7.98
7.00
83.7430
2
6.73
8.01
6.97
84.2861 84.2408 0.37
SD RSD Horwitz RSD a pH sebelum 16
Daya cerna protein
BI. N-1
RSD a
15
Daya cerna protein
BI. M-1
pH sebelum 14
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
2.05 0.44 Daya cerna protein
BI. P-1
6.75
7.98
6.95
84.6482
2
6.73
8.00
6.92
85.1912
BII. P-1
6.72
7.98
6.94
84.8292
2
6,74
8.00
6.93
85.0102
SD RSD Horwitz RSD a
84.9197 0.23 2.05 0.28
49
Lampiran 2. Daya cerna protein 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II (lanjutan) pH sebelum 17
pH akhir
6.37
7.98
6.82
87.0015
2
6.34
7.99
6.79
87.5446
BII. Q-1
6.40
8.02
6.82
87.0015
2
6.39
8.00
6.80
87.3636
SD RSD Horwitz RSD a
87.2278 0.27 2.04 0.31
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
6.49
8.01
6.91
85.3723
2
6.48
7.98
6.88
85.9154
BII. R-1
6.48
7.98
6.91
85.3723
2
6.49
8.01
6.85
86.4585
SD RSD Horwitz
85.7796 0.52 2.05
pH sebelum
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
0.61
pH akhir
Daya cerna protein
BI. S-1
6.70
7.99
6.97
84.2861
2
6.72
7.98
7.00
83.7430
BII. S-1
6.69
8.00
6.95
84.6482
2
6.70
8.01
6.98
84.1051 84.1956 0.38
SD RSD Horwitz RSD a pH sebelum 20
Daya cerna protein
BI. R-1
RSD a
19
Daya cerna protein
BI. Q-1
pH sebelum 18
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH setelah diatur menjadi pH 8.00
pH akhir
2.05 0.45 Daya cerna protein
BI. T-1
6.74
8.00
6.92
85.1912
2
6.72
8.01
6.91
85.3723
BII. T-1
6.70
8.00
6.91
85.3723
2
6.74
8.00
6.94
84.8292
SD RSD Horwitz RSD a
85.1912 0.26 2.05 0.30
50
51
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai
Sampel A T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
13.2100
.05657
.04000
2
2
13.4100
.19799
.14000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
1.870E17
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-1.374
2
.303
-.20000
.14560
-.82648
.42648
-1.374
1.162
.376
-.20000
.14560
-1.53882
1.13882
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.303 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.303 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein kedua populasi tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel C T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
12.6550
.06364
.04500
2
2
12.9200
.11314
.08000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.865E15
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-2.887
2
.102
-.26500
.09179
-.65993
.12993
-2.887
1.575
.133
-.26500
.09179
-.78179
.25179
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.183 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.183> 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
51
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel D T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
12.9200
.24042
.17000
2
2
13.3800
.09899
.07000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
3.815E16
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-2.502
2
.129
-.46000
.18385
-1.25103
.33103
-2.502
1.330
.189
-.46000
.18385
-1.78820
.86820
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.129 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.129 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel E T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
13.7300
.15556
.11000
2
2
13.7100
.01414
.01000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.341E16
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
.181
2
.873
.02000
.11045
-.45524
.49524
.181
1.017
.886
.02000
.11045
-1.33066
1.37066
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.873 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.873 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
52
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel F T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
13.6400
.15556
.11000
2
2
13.7550
.14849
.10500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
5.891E13
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-.756
2
.528
-.11500
.15207
-.76930
.53930
-.756
1.996
.529
-.11500
.15207
-.77066
.54066
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.528 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.528 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel G T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
13.2500
.04243
.03000
2
2
13.3550
.20506
.14500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.750E16
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-.709
2
.552
-.10500
.14807
-.74210
.53210
-.709
1.085
.600
-.10500
.14807
-1.67009
1.46009
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.552 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.552 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
53
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel H T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
15.3200
.08485
.06000
2
2
15.7650
.17678
.12500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
6.629E16
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-3.209
2
.085
-.44500
.13865
-1.04158
.15158
-3.209
1.438
.128
-.44500
.13865
-1.33191
.44191
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.085 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.085 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel I T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
21.8200
.16971
.12000
2
2
21.9150
.02121
.01500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
4.324E16
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-.786
2
.514
-.09500
.12093
-.61534
.42534
-.786
1.031
.573
-.09500
.12093
-1.52585
1.33585
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.514 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.514 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
54
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel J T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
41.0150
.21920
.15500
2
2
40.7700
.22627
.16000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
2.922E13
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
1.100
2
.386
.24500
.22277
-.71349
1.20349
1.100
1.998
.386
.24500
.22277
-.71441
1.20441
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.386 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.386 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel K T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
20.3400
.25456
.18000
2
2
20.3700
.04243
.03000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
6.582E15
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-.164
2
.885
-.03000
.18248
-.81516
.75516
-.164
1.056
.895
-.03000
.18248
-2.07945
2.01945
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.885 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.885 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
55
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel L T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
31.2350
.38891
.27500
2
2
32.1950
.03536
.02500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
1.201E18
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-3.477
2
.074
-.96000
.27613
-2.14811
.22811
-3.477
1.017
.175
-.96000
.27613
-4.33664
2.41664
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.074 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.074 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel M T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
32.0700
.14142
.10000
2
2
32.1050
.17678
.12500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.288E15
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-.219
2
.847
-.03500
.16008
-.72376
.65376
-.219
1.908
.848
-.03500
.16008
-.75656
.68656
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.847 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.847 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
56
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel N T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
35.5450
.16263
.11500
2
2
35.8200
.07071
.05000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
2.030E16
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-2.193
2
.160
-.27500
.12540
-.81455
.26455
-2.193
1.365
.216
-.27500
.12540
-1.14336
.59336
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.160 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.160 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel O T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
34.3800
.31113
.22000
2
2
34.2300
.18385
.13000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.166E16
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
.587
2
.617
.15000
.25554
-.94949
1.24949
.587
1.622
.628
.15000
.25554
-1.23504
1.53504
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.617 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.617 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
57
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel P T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
36.4750
.31820
.22500
2
2
36.7700
.11314
.08000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
9.474E15
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-1.235
2
.342
-.29500
.23880
-1.32247
.73247
-1.235
1.249
.400
-.29500
.23880
-2.21517
1.62517
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.342 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.342 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel Q T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
77.0750
.09192
.06500
2
2
79.2450
.23335
.16500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.678E16
Sig.
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
.000 -12.236
2
.007
-2.17000
.17734
-2.93304
-1.40696
-12.236
1.303
.026
-2.17000
.17734
-3.49486
-.84514
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.007 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.007 < 0.05), maka H0 ditolak atau berarti kadar protein batch I dan II berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II berbeda nyata pada taraf α = 0.05
58
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel R T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
10.9800
.09899
.07000
2
2
11.1500
.05657
.04000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed
Sig.
1.683E16
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-2.109
2
.169
-.17000
.08062
-.51689
.17689
-2.109
1.590
.201
-.17000
.08062
-.61838
.27838
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.169 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.169 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
Sampel S T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
6.0150
.34648
.24500
2
2
6.2250
.17678
.12500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .
t .
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
-.764
2
.525
-.21000
.27505
-1.39343
.97343
-.764
1.488
.548
-.21000
.27505
-1.88435
1.46435
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.525 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.525 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
59
Lampiran 3. Tabel hasil uji independent T-test kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
Sampel T T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kadar_protein 1
2
14.6550
.14849
.10500
2
2
14.5650
.21920
.15500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F kadar_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
5.569E15
Sig. .000
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
Lower
Upper
.481
2
.678
.09000
.18722
-.71553
.89553
.481
1.758
.684
.09000
.18722
-.83162
1.01162
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : kadar protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.678 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.678 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa kadar protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
60
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai
SAMPEL A T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.734300
.0000000
.0000000
2
2
86.096400
.2559727
.1810000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig.
2.479E16
.000
Equal variances not assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
-2.001
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.183
-.3621000
.1810000 -1.1408801
.4166801
-2.001 1.000
.295
-.3621000
.1810000 -2.6619231
1.9377231
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.183 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.183> 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL C T-Test Group Statistics batch daya_cerna_protein
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
2
87.725650
.2560434
.1810500
2
2
87.725650
.2560434
.1810500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .000
1.000
t .000
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
1.000
.0000000
.2560434 -1.1016657
1.1016657
.000 2.000
1.000
.0000000
.2560434 -1.1016657
1.1016657
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 1.000 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (1.000 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
61
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL D T-Test Group Statistics batch daya_cerna_protein
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
2
86.911050
.3840297
.2715500
2
2
86.458450
.2560434
.1810500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein
Equal variances assumed
Sig.
1.429E15
.000
Equal variances not assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
1.387
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.300
.4526000
.3263717
-.9516642
1.8568642
1.387 1.742
.316
.4526000
.3263717 -1.1706850
2.0758850
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.300 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.300 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL E T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.825050
.6397195
.4523500
2
2
86.005900
.1279863
.0905000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein
Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.964E17
Sig. .000
t -.392
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.733
-.1808500
.4613142 -2.1657247
1.8040247
-.392 1.080
.758
-.1808500
.4613142 -5.1103971
4.7486971
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.733 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.733 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
62
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL F T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.643800
.1279863
.0905000
2
2
85.462750
.3840297
.2715500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig.
1.805E16
.000
Equal variances not assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
.633
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.592
.1810500
.2862336 -1.0505136
1.4126136
.633 1.219
.625
.1810500
.2862336 -2.2218850
2.5839850
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.592 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.592 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL G T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
87.363600
.0000000
.0000000
2
2
87.725650
.2560434
.1810500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.097E16
Sig. .000
t -2.000
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.184
-.3620500
.1810500 -1.1410453
.4169453
-2.000 1.000
.295
-.3620500
.1810500 -2.6625084
1.9384084
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.184 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.184 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
63
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL H T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
80.303450
.2560434
.1810500
2
2
81.842200
.6400731
.4526000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig.
2.468E16
.000
Equal variances not assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
-3.157
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.087 -1.5387500
.4874688 -3.6361591
.5586591
-3.157 1.312
.146 -1.5387500
.4874688 -5.1388489
2.0613489
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.087 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.087 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL I T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.915350
.2560434
.1810500
2
2
85.553300
.2559727
.1810000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
8.366E8
Sig. .000
t 1.414
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.293
.3620500
.2560080
-.7394636
1.4635636
1.414 2.000
.293
.3620500
.2560080
-.7394637
1.4635637
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.293 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.293 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
64
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL J T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
88.721300
.1279863
.0905000
2
2
88.268750
1.0241028
.7241500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F
Sig.
daya_cerna_protein Equal variances assumed
.
t .
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
.620
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.598
.4525500
.7297832 -2.6874535
3.5925535
.620 1.031
.644
.4525500
.7297832 -8.1822588
9.0873588
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.596 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.596 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL K T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
83.924050
.2560434
.1810500
2
2
84.648150
.2560434
.1810500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .000
1.000
t -2.828
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.106
-.7241000
.2560434 -1.8257657
.3775657
-2.828 2.000
.106
-.7241000
.2560434 -1.8257657
.3775657
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.106 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.106 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
65
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL L T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
89.083350
.3840297
.2715500
2
2
88.992850
.2560434
.1810500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig.
1.429E15
t
.000
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
.277
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.808
.0905000
.3263717 -1.3137642
1.4947642
.277 1.742
.811
.0905000
.3263717 -1.5327850
1.7137850
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.808 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.808 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL M T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
75.777700
.0000000
.0000000
2
2
75.868200
.3839590
.2715000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .
t .
-.333
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.771
-.0905000
.2715000 -1.2586702
1.0776702
-.333 1.000
.795
-.0905000
.2715000 -3.5402346
3.3592346
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.771 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.771 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
66
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL N T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.010250
.5120160
.3620500
2
2
85.643800
.1279863
.0905000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig. .
t .
Equal variances not assumed
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
-1.698
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.232
-.6335500
.3731896 -2.2392551
.9721551
-1.698 1.124
.318
-.6335500
.3731896 -4.2983044
3.0312044
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.232 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.232 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL O T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
84.467150
.2560434
.1810500
2
2
84.014550
.3840297
.2715500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.705E15
Sig. .000
t 1.387
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.300
.4526000
.3263717
-.9516642
1.8568642
1.387 1.742
.316
.4526000
.3263717 -1.1706850
2.0758850
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.300 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.300 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
67
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL P T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
84.919700
.3839590
.2715000
2
2
84.919700
.1279863
.0905000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig.
9.917E16
.000
Equal variances not assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
.000
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
1.000
.0000000
.2861861 -1.2313595
1.2313595
.000 1.220
1.000
.0000000
.2861861 -2.4022517
2.4022517
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 1.000 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (1.000 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL Q T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
87.273050
.3840297
.2715500
2
2
87.182550
.2560434
.1810500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
4.510E15
Sig. .000
t .277
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.808
.0905000
.3263717 -1.3137642
1.4947642
.277 1.742
.811
.0905000
.3263717 -1.5327850
1.7137850
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.808 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.808 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
68
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL R T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.643850
.3840297
.2715500
2
2
85.915400
.7680594
.5431000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed
Sig.
6.751E15
.000
Equal variances not assumed
t
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
-.447
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.698
-.2715500
.6072043 -2.8841391
2.3410391
-.447 1.471
.712
-.2715500
.6072043 -4.0289997
3.4858997
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.698 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.698 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
SAMPEL S T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
84.014550
.3840297
.2715500
2
2
84.376650
.3840297
.2715500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .000
1.000
t -.943
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.445
-.3621000
.3840297 -2.0144464
1.2902464
-.943 2.000
.445
-.3621000
.3840297 -2.0144464
1.2902464
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.445 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.445 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
69
Lampiran 4. Tabel hasil uji independent T-test daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai (lanjutan)
SAMPEL T T-Test Group Statistics batch
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
daya_cerna_protein 1
2
85.281750
.1280570
.0905500
2
2
85.100750
.3840297
.2715500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F daya_cerna_protein Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.034E16
Sig. .000
t .632
Sig. (2Mean tailed) Difference
df
Std. Error Difference
Lower
Upper
2
.592
.1810000
.2862494 -1.0506317
1.4126317
.632 1.220
.625
.1810000
.2862494 -2.2212125
2.5832125
Prosedur penyajian statistik : 1. Hipotesis : H0 : daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata H1 : daya cerna protein batch I dan II berbeda nyata 2. α = 0.05 3. H0 diterima bila sig.(2-tailed) > 0.05 4. Pada equal variances assumed diketahui bahwa sig.(2-tailed) = 0.592 5. Oleh karena sig.(2-tailed) > 0.05 (0.592 > 0.05), maka H0 diterima atau berarti daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata. 6. Jadi, terbukti bahwa daya cerna protein batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05
70
Lampiran 5. Kelarutan 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II BI. A
96.4721
BI. F
95.9735 BII. A
96.5485
96.9034
BII. F
96.5302 rata-rata
96.47
95.8181 96.2200 96.1186
rata-rata
96.18
SD
0.38
SD
0.30
RSD Horwitz
2.01
RSD Horwitz
2.01
RSD a
0.40
RSD a
0.31
BI. B
94.5973
BI. G
95.8206 rata-rata
95.8961 95.7130
BII. G
95.21
95.5875
SD
0.87
RSD Horwitz
2.01
rata-rata
RSD a
0.91
SD
0.17
RSD Horwitz
2.01
RSD a
0.17
BI. C
96.0538
95.9510
96.0117 BII. C
BI. H
96.1486 BII. H
96.00
SD
0.15
RSD Horwitz
2.01
RSD a
0.16 BI. D
95.94
SD
0.41
RSD Horwitz
2.01
RSD
0.42
95.9452 BI. I
95.8234
96.9262 97.2123
96.0630 rata-rata
96.2551 95.4896
rata-rata
95.3791 BII.D
95.7098 96.3106
95.7955 rata-rata
95.79
BII.I
95.80
97.2888 97.6766
SD
0.30
rata-rata
RSD Horwitz
2.01
SD
0.31
RSD a
0.31
RSD Horwitz
2.01
RSD
0.32
BI. E
96.5431 96.8068
BII. E
BI. J
96.8091
32.8918 33.1959
96.4139 rata-rata
97.28
BII. J
96.64
33.0344 33.2224
SD
0.20
rata-rata
RSD Horwitz
2.01
SD
0.15
RSD a
0.20
RSD Horwitz
2.36
RSD a
0.47
33.09
71
Lampiran 5. Kelarutan 20 sampel minuman bubuk berbasis kedelai batch I dan II (lanjutan) BI. K
96.1614
BI. P
97.7076 BII. K
33.4709
96.8449
BII. P
97.2189 rata-rata
96.98
33.1848 33.3816 32.9787
rata-rata
33.25
SD
0.65
SD
0.22
RSD Horwitz
2.01
RSD Horwitz
2.36
RSD a
0.67
RSD a
0.66
BI. L
BI. Q
87.1309 87.0149
BII. L
BII. Q
86.7402 86.73
87.1263 87.1131
86.0431 rata-rata
86.7073 87.1080
rata-rata
87.01
SD
0.49
SD
0.20
RSD Horwitz
2.04
RSD Horwitz
2.04
0.56
RSD a
0.23
RSD a BI. M
BI. R
52.4755 52.1251
BII. M
52.1483
BII. R
52.7130 rata-rata
52.37
96.9997 96.6273 96.4135 96.9098
rata-rata
96.74
SD
0.28
SD
0.27
RSD Horwitz
2.20
RSD Horwitz
2.01
RSD a
0.54
RSD a
0.28
BI. N
BI. S
36.3279
87.8454
36.7374 BII. N
BII. S
37.0292 36.72
88.4616 88.3584
36.7798 rata-rata
88.6622
rata-rata
88.33
SD
0.29
SD
RSD Horwitz
2.32
RSD Horwitz
2.38
0.79
RSD a
0.39
RSD a BI. O
BI. T
32.3500
BII. T
32.2707 32.56
79.0556 79.4650
32.9656 rata-rata
79.6222 79.1244
32.6721 BII. O
0.35
rata-rata
79.32
SD
0.32
SD
0.27
RSD Horwitz
2.37
RSD Horwitz
2.07
0.98
RSD a
0.34
RSD a
72
73
Lampiran 6a. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai antar kelompok
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
0-1 tahun
18 13.2761
.38149
.08992
13.0864
13.4658
12.61
13.84
1-3 tahun
8 13.5000
.24681
.08726
13.2937
13.7063
13.21
13.86
> 3 tahun konsumen biasa
32 26.9831
12.24071
2.16387
22.5699
31.3964
5.77
41.17
> 3 tahun gol. khusus
20 32.6325
24.30886
5.43563
21.2556
44.0094
10.91
79.41
Total
78 23.8856
16.35700
1.85207
20.1977
27.5736
5.77
79.41
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
df2
17.937
Sig.
3
74
.000
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
F
4726.182
3
1575.394
Within Groups
15875.278
74
214.531
Total
20601.461
77
7.343
Sig. .000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_protein Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
0-1 tahun
1
2
18
13.2761
8
13.5000
1-3 tahun > 3 tahun konsumen biasa
32
> 3 tahun gol. khusus
20
26.9831 32.6325
Sig.
.966
.290
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.279. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lampiran 6b. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
A
4 13.3100
.16573
.08287
13.0463
13.5737
13.17
13.55
B
2 13.5500
.19799
.14000
11.7711
15.3289
13.41
13.69
C
4 12.7875
.17037
.08518
12.5164
13.0586
12.61
13.00
D
4 13.1500
.30507
.15253
12.6646
13.6354
12.75
13.45
E
4 13.7200
.09092
.04546
13.5753
13.8647
13.62
13.84
18 13.2761
.38149
.08992
13.0864
13.4658
12.61
13.84
Total
73
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
1.618
df2 4
Sig. 13
.229
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
4
.490
.513
13
.039
2.474
17
Within Groups Total
df
1.961
Sig.
12.434
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_protein Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
C
4
D
4
13.1500
A
4
13.3100
B
2
E
4
4
12.7875 13.3100 13.5500
13.5500 13.7200
Sig.
1.000
.317
.143
.289
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.333. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lampiran 6c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 1-3 tahun
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
F
4
13.6975
.14080
.07040
13.4735
13.9215
13.53
13.86
G
4
13.3025
.13525
.06762
13.0873
13.5177
13.21
13.50
Total
8
13.5000
.24681
.08726
13.2937
13.7063
13.21
13.86
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic .032
df1
df2
Sig.
1
6
.865
ANOVA kadar_protein Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.312
1
.312
Within Groups
.114
6
.019
Total
.426
7
F 16.373
Sig. .007
74
Lampiran 6d. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa)
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
H
4
15.5450
.27887
.13943
15.1013
15.9887
15.26
15.89
J
4
40.8925
.23042
.11521
40.5259
41.2591
40.61
41.17
M
4
32.0875
.13226
.06613
31.8771
32.2979
31.97
32.23
N
4
35.6825
.18892
.09446
35.3819
35.9831
35.43
35.87
O
4
34.3050
.22591
.11295
33.9455
34.6645
34.10
34.60
P
4
36.6225
.25889
.12945
36.2105
37.0345
36.25
36.85
S
4
6.1200
.25521
.12761
5.7139
6.5261
5.77
6.35
T
4
14.6100
.16145
.08073
14.3531
14.8669
14.41
14.76
32
26.9831
12.24071
2.16387
22.5699
31.3964
5.77
41.17
Total
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
.406
df2 7
Sig. 24
.889 ANOVA
kadar_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square 7
663.387
1.180
24
.049
4644.887
31
Within Groups Total
df
4643.707
F
Sig.
13493.755
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
S
4
T
4
H
4
M
4
O
4
N
4
P
4
J
4
Sig.
2
3
4
5
6
7
8
6.1200 14.6100 15.5450 32.0875 34.3050 35.6825 36.6225 40.8925 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
75
Lampiran 6e. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (golongan khusus)
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
I
4
21.8675
.11295
.05648
21.6878
22.0472
21.70
21.94
K
4
20.3550
.15000
.07500
20.1163
20.5937
20.16
20.52
L
4
31.7150
.59836
.29918
30.7629
32.6671
30.96
32.22
Q
4
78.1600
1.26119
.63059
76.1532
80.1668
77.01
79.41
R
4
11.0650
.11818
.05909
10.8769
11.2531
10.91
11.19
20
32.6325
24.30886
5.43563
21.2556
44.0094
10.91
79.41
Total
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
43.319
df2 4
Sig. 15
.000
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square 4
5.994
15
11227.491
19
Within Groups Total
df
11221.497
F
2805.374 7020.954
Sig. .000
.400
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
R
4
K
4
I
4
L
4
Q
4
Sig.
2
3
4
5
11.0650 20.3550 21.8675 31.7150 78.1600 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
76
Lampiran 7a. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai antar kelompok
Oneway Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Std. Deviation
Mean
Lower Bound
Std. Error
Upper Bound
Minimum Maximum
0-1 tahun
18
86.458450
.8237530
.1941604
86.048807
86.868093 85.3723
87.9067
1-3 tahun
8
86.548950
1.0904931
.3855475
85.637275
87.460625 85.1912
87.9067
> 3 tahun konsumen biasa
32
83.132038
3.1107362
.5499057
82.010498
84.253577 75.5967
85.7343
> 3 tahun gol. khusus
20
87.254975
1.4439318
.3228730
86.579194
87.930756 85.3723
89.3549
Total
78
85.307287
2.8442749
.3220507
84.666002
85.948572 75.5967
89.3549
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic
df1
6.845
df2 3
Sig. 74
.000
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
263.471
3
87.824
Within Groups
359.451
74
4.857
Total
622.922
77
F 18.080
Sig. .000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets daya_cerna_protein Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
> 3 tahun konsumen biasa
32
0-1 tahun
18
86.458450
1-3 tahun
8
86.548950
> 3 tahun gol. khusus
83.132038
20
Sig.
87.254975 1.000
.352
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.279. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
77
Lampiran 7b. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun
Oneway Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Std. Deviation
Mean
Lower Bound
Std. Error
Upper Bound
Minimum
Maximu m
A
4
85.915350 .2560198
.1280099 85.507965 86.322735
85.7343
86.2774
B
2
85.643800 .1279863
.0905000 84.493888 86.793712
85.5533
85.7343
C
4
87.725650 .2090585
.1045293 87.392991 88.058309
87.5446
87.9067
D
4
86.684750 .3732219
.1866110 86.090871 87.278629
86.2774
87.1826
E
4
85.915375 .3910510
.1955255 85.293126 86.537624
85.3723
86.2774
18
86.458450 .8237530
.1941604 86.048807 86.868093
85.3723
87.9067
Tota l
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic
df1
.457
df2 4
Sig. 13
.766
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
10.315
4
1.221
13
11.536
17
F
2.579 27.461
Sig. .000
.094
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets daya_cerna_protein Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
B
2
85.643800
A
4
85.915350
E
4
85.915375
D
4
C
4
Sig.
3
86.684750 87.725650 .297
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.333. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
78
Lampiran 7c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 1-3 tahun
Oneway Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Lower Bound
Std. Error
Upper Bound
Minimum Maximum
F
4
85.553275
.2560198
.1280099
85.145890
85.960660 85.1912
85.7343
G
4
87.544625
.2560198
.1280099
87.137240
87.952010 87.3636
87.9067
Total
8
86.548950
1.0904931
.3855475
85.637275
87.460625 85.1912
87.9067
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic
df1 .000
df2 1
Sig. 6
1.000
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
7.931
1
7.931
.393
6
.066
8.324
7
F 120.998
Sig. .000
Lampiran 7d. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa)
Oneway Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
H
4
81.072825
.9734823
.4867411
79.523797
82.621853
80.1224
82.2948
J
4
84.286100
.4674175
.2337087
83.542335
85.029865
83.7430
84.8292
M
4
75.822950
.2277533
.1138767
75.460544
76.185356
75.5967
76.1397
N
4
85.327025
.4760695
.2380348
84.569492
86.084558
84.6482
85.7343
O
4
84.240850
.3732219
.1866110
83.646971
84.834729
83.7430
84.6482
P
4
84.919700
.2336700
.1168350
84.547879
85.291521
84.6482
85.1912
S
4
84.195600
.3768616
.1884308
83.595929
84.795271
83.7430
84.6482
T
4
85.191250
.2560198
.1280099
84.783865
85.598635
84.8292
85.3723
32
83.132038
3.1107362
.5499057
82.010498
84.253577
75.5967
85.7343
Total
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic 2.956
df1
df2 7
Sig. 24
.022
79
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
7
42.063
5.538
24
.231
299.977
31
Within Groups Total
df
294.439
182.274
Sig. .000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets daya_cerna_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
M
4
75.822950
H
4
S
4
84.195600
O
4
84.240850
J
4
84.286100
P
4
84.919700
T
4
N
4
81.072825
84.919700 85.191250 85.327025
Sig.
1.000
1.000
.061
.269
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
Lampiran 7e. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (golongan khusus)
Oneway
Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
I
4
85.734325
.2956126
.1478063
85.263939
86.204711
85.3723
86.0964
K
4
88.495025
.6506326
.3253163
87.459723
89.530327
87.5446
88.9929
L
4
89.038100
.2715556
.1357778
88.605995
89.470205
88.8118
89.3549
Q
4
87.227800
.2715556
.1357778
86.795695
87.659905
87.0015
87.5446
R
4
85.779625
.5199787
.2599893
84.952223
86.607027
85.3723
86.4585
20
87.254975
1.4439318
.3228730
86.579194
87.930756
85.3723
89.3549
Total
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic 1.486
df1
df2 4
Sig. 15
.256
80
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
36.828
4
9.207
2.786
15
.186
39.614
19
F 49.576
Sig. .000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets daya_cerna_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
I
4
85.734325
R
4
85.779625
Q
4
K
4
L
4
Sig.
3
87.227800 88.495025 89.038100 .884
1.000
.095
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
81
Lampiran 8a. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai antar kelompok sampel
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
0-1 tahun
18
96.116128
.5604769
.1321057
95.837409
96.394846 94.5973
96.9034
1-3 tahun
8
95.981600
.3069246
.1085142
95.725005
96.238195 95.5875
96.5485
> 3 tahun konsumen biasa
32
56.447344
25.8029218
4.5613552
47.144398
65.750289 32.2707
96.3106
> 3 tahun gol. khusus
20
92.948540
5.1068720
1.1419313
90.558450
95.338630 86.0431
97.7076
Total
78
79.015755
25.1975254
2.8530579
73.334591
84.696919 32.2707
97.7076
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
df2
74.422
Sig.
3
74
.000
ANOVA kelarutan Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
27747.441
3
Within Groups
21141.036
74
Total
48888.477
77
F
Sig.
9249.147 32.375
.000
285.690
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kelarutan Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
> 3 tahun konsumen biasa
32
> 3 tahun gol. khusus
2
56.447344
20
92.948540
1-3 tahun
8
95.981600
0-1 tahun
18
96.116128
Sig.
1.000
.630
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15.279. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lampiran 8b. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 0-1 tahun
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
A
4
96.469800
.3820890
.1910445
95.861811
97.077789 95.9735
96.9034
B
2
95.208950
.8650037
.6116500
87.437200
102.980700 94.5973
95.8206
C
4
96.002400
.1493436
.0746718
95.764761
96.240039 95.7955
96.1486
D
4
95.802675
.2988466
.1494233
95.327143
96.278207 95.3791
96.0630
E
4
96.643225
.1973882
.0986941
96.329136
96.957314 96.4139
96.8091
18
96.116128
.5604769
.1321057
95.837409
96.394846 94.5973
96.9034
Total
82
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
df2
3.899
Sig.
4
13
.027
ANOVA kelarutan Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
3.702
4
.926
Within Groups
1.638
13
.126
Total
5.340
17
Sig.
7.346
.003
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kelarutan Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
B
2
95.208950
D
4
95.802675
C
4
A
4
E
4
3
4
95.802675 96.002400
96.002400 96.469800
96.469800 96.643225
Sig.
.050
.480
.113
.539
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.333. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lampiran 8c. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia 1-3 tahun
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
F
4
96.176300
.3011528 .1505764
95.697099
96.655501 95.8181
96.5485
G
4
95.786900
.1674067 .0837034
95.520519
96.053281 95.5875
95.9510
Total
8
95.981600
.3069246 .1085142
95.725005
96.238195 95.5875
96.5485
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
df2
.562
1
Sig. 6
.482
ANOVA kelarutan Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.303
1
.303
Within Groups
.356
6
.059
Total
.659
7
F 5.109
Sig. .065
83
Lampiran 8d. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (konsumen biasa)
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
H
4
95.941275
.4051658
.2025829
95.296566
96.585984
95.4896
96.3106
J
4
33.086125
.1539038
.0769519
32.841230
33.331020
32.8918
33.2224
M
4
52.365475
.2815577
.1407789
51.917454
52.813496
52.1251
52.7130
N
4
36.718575
.2905270
.1452635
36.256282
37.180868
36.3279
37.0292
O
4
32.564600
.3187411
.1593705
32.057412
33.071788
32.2707
32.9656
P
4
33.254000
.2190176
.1095088
32.905494
33.602506
32.9787
33.4709
S
4
88.331900
.3479965
.1739982
87.778160
88.885640
87.8454
88.6622
T
4
79.316800
.2710938
.1355469
78.885429
79.748171
79.0556
79.6222
32
56.447344
25.8029218
4.5613552
47.144398
65.750289
32.2707
96.3106
Total
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
df2
1.046
Sig.
7
24
.427
ANOVA kelarutan Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
7
2948.204
2.087
24
.087
20639.514
31
Within Groups Total
df
20637.427
Sig.
33902.774
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kelarutan Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
O
4
J
4
33.086125
P
4
33.254000
N
4
M
4
T
4
S
4
H
4
Sig.
4
5
6
7
32.564600
36.718575 52.365475 79.316800 88.331900 95.941275 1.000
.429
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
84
Lampiran 8e. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai kelompok sampel untuk usia di atas 3 tahun (golongan khusus)
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
I
4
97.275975
.3093337
.1546668
96.783756
97.768194 96.9262
97.6766
K
4
96.983200
.6518671
.3259335
95.945934
98.020466 96.1614
97.7076
L
4
86.732275
.4877854
.2438927
85.956100
87.508450 86.0431
87.1309
Q
4
87.013675
.2043955
.1021978
86.688436
87.338914 86.7073
87.1263
R
4
96.737575
.2680523
.1340262
96.311044
97.164106 96.4135
96.9997
20
92.948540
5.1068720
1.1419313
90.558450
95.338630 86.0431
97.7076
Total
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
df2
1.362
4
Sig. 15
.294
ANOVA kelarutan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
492.906
4
123.227
2.617
15
.174
495.523
19
F 706.427
Sig. .000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kelarutan Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
L
4
86.732275
Q
4
87.013675
R
4
96.737575
K
4
96.983200
I
4
Sig.
97.275975 .356
.103
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
85
Lampiran 9. Komposisi sampel sesuai label dan daya cerna protein Sampel A
B C D
E
F
G H I J K L M N O P Q R
S T
Komposisi Sirup glukosa padat, minyak nabati (mengandung antioksidan askorbit palmitat dan di-otokoferol), isolat protein kedelai, mineral, vitamin, FOS, pengemulsi lesitin kedelai, perisa vanilla, minyak sel tunggal (AA), minyak ikan (DHA), L-taurin, kolin klorida, mio inositol, L karnitin Sirup jagung padat, isolat protein kedelai, minyak olein kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kelapa, minyak sas-flower oleat tinggi, mineral-mineral, asam folat, taurin, askorbil palmitat. Tepung jagung terhidrolisa, isolat protein kedelai, minyak bunga matahari tinggi oleat, sukrosa, minyak kelapa, minyak kedelai, mineral, vitamin Sirup jagung padat, minyak2 nabati (kelapa sawit, kedelai, kelapa, bunga matahari), isolat protein kedelai, sukrosa, lesitin kedelai, L-methionin, taurin, 5 nukleotida utama (sitidin-5-monofosfat, dinatrium uridin-5-monofosfat, adenosine-5-monofosfat, dinatrium inosin-5-monofosfat, dinatrium guanosin-5-monofosfat), L-karnitin, mineral, vitamin, karoten (alfa, beta, dan karoten lain) Sirup glukosa padat, minyak nabati (mengandung antioksidan askorbit palmitat dan di-otokoferol), sukrosa, isolat protein kedelai, mineral, vitamin, FOS, pengemulsi lesitin kedelai, minyak sel tunggal (AA), minyak ikan (DHA) Sirup glukosa padat, minyak nabati (mengandung antioksidan askorbit palmitat dan di-otokoferol), sukrosa, isolate protein kedelai, mineral, vitamin, FOS, pengemulsi lesitin kedelai, perisa vanilla, minyak sel tunggal (AA), minyak ikan (DHA) Tepung jagung terhidrolisa, isolat protein kedelai, sukrosa, minyak bunga matahari, minyak kelapa, minyak kedelai, mineral, vitamin, askorbil palmitat, alfa-tokoferol Susu skim, sukrosa, maltodekstrin, lemak nabati, isolate protein kedelai, vitamin dan mineral, perisa kacang hijau, pewarna makanan. Susu skim, bubuk kedelai, ekstrak jahe, maltodekstrin, sorbitol, premiks vitamin, mineral, pemanis, inulin kedelai Soya bean, sukrosa, maltosa Isolat soy protein, fruktosa, kalsium kasenat, kasein, corn barn, selulosa, perisa buatan, guar gum, karagenan, vitamin, mineral, papaya powder, asam folat Kedelai, kalsium Kedelai Kedelai kedelai Soy isolate protein, whey protein, natural flavor, silicon dioxide Sirup glukosa padat, minyak nabati (mengandung antioksidan askorbit palmitat dan di-otokoferol), sukrosa, isolate protein kedelai, mineral, vitamin, FOS, pengemulsi lesitin kedelai, perisa vanilla, minyak sel tunggal (AA), minyak ikan (DHA) Kedelai hitam, madu Kedelai, gula, Tepung mata beras, dan jahe
86
Lampiran 10a. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives kadar_protein
N
Mean
95% Confidence Interval for Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
isolat protein kedelai atau difortifikasi dengan sumber protein hewani
42 15.8986
5.86683
.90527
14.0703
17.7268
10.91
32.22
kedelai
32 27.5844 11.75771
2.07849
23.3453
31.8235
5.77
41.17
Total
74 20.9519 10.58362
1.23032
18.4999
23.4039
5.77
41.17
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic 34.219
df1
df2
Sig.
1
72
.000
ANOVA kadar_protein Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
2480.189
1
2480.189
Within Groups
5696.767
72
79.122
Total
8176.956
73
F 31.346
Sig. .000
87
Lampiran 10b. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani
Oneway Descriptives kadar_protein
N
Std. Deviation
Mean
95% Confidence Interval for Mean Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
A
4
13.3100
.16573
.08287
13.0463
13.5737
13.17
13.55
B
2
13.5500
.19799
.14000
11.7711
15.3289
13.41
13.69
C
4
12.7875
.17037
.08518
12.5164
13.0586
12.61
13.00
D
4
13.1500
.30507
.15253
12.6646
13.6354
12.75
13.45
E
4
13.7200
.09092
.04546
13.5753
13.8647
13.62
13.84
F
4
13.6975
.14080
.07040
13.4735
13.9215
13.53
13.86
G
4
13.3025
.13525
.06762
13.0873
13.5177
13.21
13.50
H
4
15.5450
.27887
.13943
15.1013
15.9887
15.26
15.89
I
4
21.8675
.11295
.05648
21.6878
22.0472
21.70
21.94
L
4
31.7150
.59836
.29918
30.7629
32.6671
30.96
32.22
R
4
11.0650
.11818
.05909
10.8769
11.2531
10.91
11.19
42
15.8986
5.86683
.90527
14.0703
17.7268
10.91
32.22
Total
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
df2
4.814
Sig.
10
31
.000
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square
1409.194
10
2.015
31
1411.208
41
Within Groups Total
df
F
Sig.
140.919 2168.421
.000
.065
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_protein Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 batch
N
1
2
3
4
5
R
4
C
4
12.7875
D
4
13.1500
G
4
13.3025
13.3025
A
4
13.3100
13.3100
B
2
13.5500
13.5500
F
4
13.6975
E
4
13.7200
H
4
I
4
L
4
Sig.
6
7
11.0650 13.1500
15.5450 21.8675 31.7150 1.000
.063
.059
.054
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.667. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
88
Lampiran 10c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
J
4
40.892500
.2304163
.1152081
40.525856
41.259144
40.6100
41.1700
K
4
20.355000
.1500000
.0750000
20.116317
20.593683
20.1600
20.5200
M
4
32.087500
.1322561
.0661280
31.877051
32.297949
31.9700
32.2300
N
4
35.682500
.1889224
.0944612
35.381882
35.983118
35.4300
35.8700
O
4
34.305000
.2259056
.1129528
33.945534
34.664466
34.1000
34.6000
P
4
36.622500
.2588919
.1294459
36.210545
37.034455
36.2500
36.8500
S
4
6.120000
.2552123
.1276062
5.713900
6.526100
5.7700
6.3500
T
4
14.610000
.1614517
.0807259
14.353094
14.866906
14.4100
14.7600
32
27.584375
11.7577134
2.0784897
23.345267
31.823483
5.7700
41.1700
Total
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
df2
.354
7
Sig. 24
.920
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square
4284.544
7
612.078
1.014
24
.042
4285.559
31
Within Groups Total
df
F
Sig.
14485.620
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kadar_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
S
4 6.120000
T
4
K
4
M
4
O
4
N
4
P
4
J
4
Sig.
2
3
4
5
6
7
8
14.610000 20.355000 32.087500 34.305000 35.682500 36.622500 40.892500 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
89
KADAR PROTEIN GRUP
Oneway
Notes Output Created
10-Aug-2011 00:54:25
Comments Input
Active Dataset
DataSet2
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
Definition of Missing
76 User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis.
Syntax
ONEWAY kadar_protein BY batch /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Resources
Processor Time
0:00:00.031
Elapsed Time
0:00:00.031
[DataSet2]
Warnings Post hoc tests are not performed for kadar_protein because there are fewer than three groups.
Descriptives kadar_protein
95% Confidence Interval for Mean N
Mean
isolat protein kedelai atau
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
42
15.8986
5.86683
.90527
14.0703
17.7268
10.91
kedelai
32
27.5844
11.75771
2.07849
23.3453
31.8235
5.77
Total
74
20.9519
10.58362
1.23032
18.4999
23.4039
5.77
difortifikasi dengan sumber protein hewani
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic 34.219
df1
df2 1
Sig. 72
.000
ANOVA kadar_protein Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
2480.189
1
2480.189
Within Groups
5696.767
72
79.122
Total
8176.956
73
F
Sig.
31.346
.000
ISOLAT
Oneway
Notes Output Created
10-Aug-2011 00:57:19
Comments Input
Active Dataset
DataSet2
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
44
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each analysis are based on cases with no missing data for any variable in the analysis.
Syntax
ONEWAY kadar_protein BY batch /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Resources
Processor Time
0:00:00.578
Elapsed Time
0:00:00.579
[DataSet2]
Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
A
4
13.3100
.16573
.08287
13.0463
13.5737
13.17
13.55
B
2
13.5500
.19799
.14000
11.7711
15.3289
13.41
13.69
C
4
12.7875
.17037
.08518
12.5164
13.0586
12.61
13.00
D
4
13.1500
.30507
.15253
12.6646
13.6354
12.75
13.45
E
4
13.7200
.09092
.04546
13.5753
13.8647
13.62
13.84
F
4
13.6975
.14080
.07040
13.4735
13.9215
13.53
13.86
G
4
13.3025
.13525
.06762
13.0873
13.5177
13.21
13.50
H
4
15.5450
.27887
.13943
15.1013
15.9887
15.26
15.89
I
4
21.8675
.11295
.05648
21.6878
22.0472
21.70
21.94
L
4
31.7150
.59836
.29918
30.7629
32.6671
30.96
32.22
R
4
11.0650
.11818
.05909
10.8769
11.2531
10.91
11.19
42
15.8986
5.86683
.90527
14.0703
17.7268
10.91
32.22
Total
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
4.814
df2
Sig.
10
31
.000
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
1409.194
10
140.919
2.015
31
.065
1411.208
41
Sig.
2168.421
.000
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
kadar_protein Duncan
a,,b
Subset for alpha = 0.05 batch
N
1
2
3
4
5
R
4
C
4
12.7875
D
4
13.1500
G
4
13.3025
13.3025
A
4
13.3100
13.3100
B
2
13.5500
13.5500
F
4
13.6975
E
4
13.7200
H
4
I
4
L
4
Sig.
6
7
11.0650
13.1500
15.5450 21.8675 31.7150 1.000
.063
.059
.054
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.667. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
KEDELAI Lampiran 10c. Tabel hasil uji ANOVA kadar protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives kadar_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
J
4
40.892500
.2304163
.1152081
40.525856
41.259144
40.6100
41.1700
K
4
20.355000
.1500000
.0750000
20.116317
20.593683
20.1600
20.5200
M
4
32.087500
.1322561
.0661280
31.877051
32.297949
31.9700
32.2300
N
4
35.682500
.1889224
.0944612
35.381882
35.983118
35.4300
35.8700
O
4
34.305000
.2259056
.1129528
33.945534
34.664466
34.1000
34.6000
P
4
36.622500
.2588919
.1294459
36.210545
37.034455
36.2500
36.8500
S
4
6.120000
.2552123
.1276062
5.713900
6.526100
5.7700
6.3500
T
4
14.610000
.1614517
.0807259
14.353094
14.866906
14.4100
14.7600
32
27.584375
11.7577134
2.0784897
23.345267
31.823483
5.7700
41.1700
Total
Test of Homogeneity of Variances kadar_protein Levene Statistic
df1
df2
.354
7
Sig. 24
.920
ANOVA kadar_protein Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
4284.544
7
612.078
1.014
24
.042
4285.559
31
F 14485.620
Sig. .000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
kadar_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
S
4 6.120000
T
4
K
4
M
4
O
4
N
4
P
4
J
4
Sig.
2
3
4
7
8
20.355000 32.087500 34.305000 35.682500 36.622500 40.892500 1.000
1.000
1.000
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
6
14.610000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
5
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Lampiran 11a. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives daya_cerna_protein
N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
isolat protein kedelai atau sumber protein hewani
46
86.175096
1.9410037 .2861854
85.598689
86.751503 80.1224
89.3549
kedelai
32
84.059813
3.4498463 .6098524
82.816010
85.303615 75.5967
88.9929
Total
78
85.307287
2.8442749 .3220507
84.666002
85.948572 75.5967
89.3549
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic
df1
3.039
df2 1
Sig. 76
.085
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
84.440
1
84.440
Within Groups
538.482
76
7.085
Total
622.922
77
F 11.918
Sig. .001
90
Lampiran 11b. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani
Oneway Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
A
4
85.915350
.2560198
.1280099
85.507965
86.322735
85.7343
86.2774
B
2
85.643800
.1279863
.0905000
84.493888
86.793712
85.5533
85.7343
C
4
87.725650
.2090585
.1045293
87.392991
88.058309
87.5446
87.9067
D
4
86.684750
.3732219
.1866110
86.090871
87.278629
86.2774
87.1826
E
4
85.915375
.3910510
.1955255
85.293126
86.537624
85.3723
86.2774
F
4
85.553275
.2560198
.1280099
85.145890
85.960660
85.1912
85.7343
G
4
87.544625
.2560198
.1280099
87.137240
87.952010
87.3636
87.9067
H
4
81.072825
.9734823
.4867411
79.523797
82.621853
80.1224
82.2948
I
4
85.734325
.2956126
.1478063
85.263939
86.204711
85.3723
86.0964
L
4
89.038100
.2715556
.1357778
88.605995
89.470205
88.8118
89.3549
Q
4
87.227800
.2715556
.1357778
86.795695
87.659905
87.0015
87.5446
R
4
85.779625
.5199787
.2599893
84.952223
86.607027
85.3723
86.4585
46
86.175096
1.9410037
.2861854
85.598689
86.751503
80.1224
89.3549
Tota l
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic
df1
3.081
df2 11
Sig. 34
.006
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
163.564
11
5.973
34
169.537
45
F
Sig.
14.869 84.644
.000
.176
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets daya_cerna_protein Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
5
H
4
F
4
85.553275
B
2
85.643800
I
4
85.734325
R
4
85.779625
A
4
85.915350
E
4
85.915375
D
4
86.684750
Q
4
87.227800
G
4
87.544625
C
4
87.725650
L
4
Sig.
81.072825
87.227800
89.038100 1.000
.312
.087
.136
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.692. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
91
Lampiran 11c. Tabel hasil uji ANOVA daya cerna protein 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives daya_cerna_protein 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
J
4
84.286100
.4674175
.2337087
83.542335
85.029865
83.7430
84.8292
K
4
88.495025
.6506326
.3253163
87.459723
89.530327
87.5446
88.9929
M
4
75.822950
.2277533
.1138767
75.460544
76.185356
75.5967
76.1397
N
4
85.327025
.4760695
.2380348
84.569492
86.084558
84.6482
85.7343
O
4
84.240850
.3732219
.1866110
83.646971
84.834729
83.7430
84.6482
P
4
84.919700
.2336700
.1168350
84.547879
85.291521
84.6482
85.1912
S
4
84.195600
.3768616
.1884308
83.595929
84.795271
83.7430
84.6482
T
4
85.191250
.2560198
.1280099
84.783865
85.598635
84.8292
85.3723
32
84.059812
3.4498463
.6098524
82.816010
85.303615
75.5967
88.9929
Total
Test of Homogeneity of Variances daya_cerna_protein Levene Statistic
df1
df2
.980
7
Sig. 24
.468
ANOVA daya_cerna_protein Sum of Squares Between Groups
Mean Square 7
3.965
24
368.945
31
Within Groups Total
df
364.979
F
Sig.
52.140 315.573
.000
.165
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
daya_cerna_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
M
4
S
4
84.195600
O
4
84.240850
J
4
84.286100
P
4
84.919700
T
4
85.191250
N
4
85.327025
K
4
Sig.
75.822950
88.495025 1.000
.770
.193
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
92
Lampiran 12a. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani dengan sampel bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
isolat protein kedelai atau sumber protein hewani
46
94.624917
3.6404565
.5367560
93.543835
95.706000 86.0431
97.6766
kedelai
32
56.577584
26.0107258
4.5980902
47.199718
65.955451 32.2707
97.7076
Total
78
79.015755
25.1975254
2.8530579
73.334591
84.696919 32.2707
97.7076
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
196.742
df2 1
Sig. 76
.000
ANOVA kelarutan Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
27318.802
1
27318.802
Within Groups
21569.675
76
283.812
Total
48888.477
77
F 96.257
Sig. .000
93
Lampiran 12b. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari isolat protein kedelai atau yang difortifikasi dengan sumber protein hewani
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
A
4
96.469800
.3820890
.1910445
95.861811
97.077789
95.9735
96.9034
B
2
95.208950
.8650037
.6116500
87.437200
102.980700
94.5973
95.8206
C
4
96.002400
.1493436
.0746718
95.764761
96.240039
95.7955
96.1486
D
4
95.802675
.2988466
.1494233
95.327143
96.278207
95.3791
96.0630
E
4
96.643225
.1973882
.0986941
96.329136
96.957314
96.4139
96.8091
F
4
96.176300
.3011528
.1505764
95.697099
96.655501
95.8181
96.5485
G
4
95.786900
.1674067
.0837034
95.520519
96.053281
95.5875
95.9510
H
4
95.941275
.4051658
.2025829
95.296566
96.585984
95.4896
96.3106
I
4
97.275975
.3093337
.1546668
96.783756
97.768194
96.9262
97.6766
L
4
86.732275
.4877854
.2438927
85.956100
87.508450
86.0431
87.1309
Q
4
87.013675
.2043955
.1021978
86.688436
87.338914
86.7073
87.1263
R
4
96.737575
.2680523
.1340262
96.311044
97.164106
96.4135
96.9997
46
94.624917
3.6404565
.5367560
93.543835
95.706000
86.0431
97.6766
Total
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
1.942
df2 11
Sig. 34
.068
ANOVA kelarutan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
592.553
11
53.868
3.828
34
.113
596.382
45
F
Sig.
478.416
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kelarutan Duncana,,b Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
5
6
7
L
4
86.732275
Q
4
87.013675
B
2
G
4
95.786900
D
4
95.802675
H
4
95.941275
95.941275
C
4
96.002400
96.002400
F
4
96.176300
96.176300
96.176300
A
4
96.469800
96.469800
96.469800
E
4
96.643225
96.643225
R
4
I
4
Sig.
95.208950
96.737575 97.275975 .262
1.000
.168
.057
.082
.315
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.692. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
94
Lampiran 12c. Tabel hasil uji ANOVA kelarutan 20 minuman bubuk berbasis kedelai bersumber protein dari kedelai
Oneway Descriptives kelarutan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
J
4
33.086125
.1539038
.0769519
32.841230
33.331020
32.8918
33.2224
K
4
96.983200
.6518671
.3259335
95.945934
98.020466
96.1614
97.7076
M
4
52.365475
.2815577
.1407789
51.917454
52.813496
52.1251
52.7130
N
4
36.718575
.2905270
.1452635
36.256282
37.180868
36.3279
37.0292
O
4
32.564600
.3187411
.1593705
32.057412
33.071788
32.2707
32.9656
P
4
33.254000
.2190176
.1095088
32.905494
33.602506
32.9787
33.4709
S
4
88.331900
.3479965
.1739982
87.778160
88.885640
87.8454
88.6622
T
4
79.316800
.2710938
.1355469
78.885429
79.748171
79.0556
79.6222
32
56.577584
26.0107258
4.5980902
47.199718
65.955451
32.2707
97.7076
Total
Test of Homogeneity of Variances kelarutan Levene Statistic
df1
df2
1.524
Sig.
7
24
.207
ANOVA kelarutan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
20970.424
7
2995.775
2.869
24
.120
20973.294
31
Sig.
25057.302
.000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kelarutan Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
O
4
J
4
33.086125
P
4
33.254000
N
4
M
4
T
4
S
4
K
4
Sig.
4
5
6
7
32.564600
36.718575 52.365475 79.316800 88.331900 96.983200 1.000
.499
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
95