Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN E-LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN PADA MATA KULIAH INTI / DASAR DI STIE NUSA MEGARKENCANA YOGYAKARTA Dhiana Ekowati 1) Siwi Lastari 2) Abstract Lesson content (course content) is one of the determining factors in achieving a successful elearning program. Content development here include a variety of core courses and / or base present in almost every program of study. The research goal is to develop the core content subjects and / or foundation based elearning standards that can be distributed and accessed through the applications and other elearning systems, as well as developing learning content that is interactive, interesting, helpful, user friendly, and pedagogical, so it can be material and learning resources that allow students to perform learning more effective, flexible, and independent. Content development program is implemented by using the model Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (ADDIE) which has been tested in the process of developing e-learning content. (Robert Maribe Branch, 2009). Key word : E-Learning; Content; Method; Learning; Virtual Class A. PENDAHULUAN Penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi mengacu pada Visi dan Misi. Didalamnya, tertuang tujuan yang ingin dicapai. Salah satu hasil akhir yang diharapkan dari proses perkuliahan di perguruan tinggi adalah mahasiswa yang mandiri dalam arti mahasiswa tidak tergantung sepenuhnya pada dosen. Untuk mencapai mahasiswa yang mandiri, diperlukan pendekatan dalam pengelolaan system pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif. Menurut teori Dewey “Learning by Doing” (1859-1952), peran mahasiswa dan dosen dalam konteks belajar aktif menjadi sangat penting. Dosen berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan mahasiswa belajar, sebagai nara sumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi mahasiswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar bermakna, dan dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan. Mahasiswa juga terlibat dalam proses belajar bersama dosen, karena mahasiswa dibimbing, belajar dan dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan sesuatu, menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Keikutsertaan dan peran serta mahasiswa dan dosen dalam konteks belajar aktif merupakan hal yang sangat penting. Belajar aktif merupakan pendekatan yang lain dari pada gambaran rutin perkuliahan yang sudah ada, misalnya ceramah (kuliah mimbar). Pendekatan belajar aktif didukung dengan cara pengelolaan kelas yang beragam, pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam dan pemberian kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya. ____________________ Penulis 1 ) 2 ) adalah Dosen STIE Nusa Megar Kencana Yogyakarta
ISSN-1411 – 3880
83
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Aktivitas di dalam proses belajar mengajar dapat dibagi dua, yaitu aktivitas dosen dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada mahasiswa dan juga aktivitas mahasiswa dalam belajar. Dalam proses perkuliahan, dosen sering kali memberikan tugas. Ada beragam tugas yang dapat diberikan oleh dosen diantaranya Praktikum, Studi Lapangan, dan Penulisan Makalah. Tugas dapat membuat proses belajar menjadi lebih menyenangkan, efektif dan efisien bagi mahasiswa. Tugas juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk selain menerima informasi baru, juga mengaplikasikan, menganalisis bahkan mengevaluasi informasi tersebut. Disamping itu, pemberian tugas juga bermanfaat untuk melatih mahasiswa berpikir kreatif. Manfaat lain dari pemberian tugas adalah menciptakan proses belajar mengajar yang berpusat pada mahasiswa. Sejalan dengan perkembangan teknologi jaringan khususnya internet, dan pemerataan pemakaian fasilitas internet di Indonesia, maka sudah selayaknya untuk memulai penerapan teknologi E-learning di bidang pendidikan, yang diharapkan dapat menunjang peningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan tinggi dan institusi yang relatif telah memiliki fasilitas jaringan komputer. Internet sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seharihari masyarakat. Dalam dunia pendidikan sudah dirasakan manfaatnya secara signifikan. E-learning adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas sambil menyimak setiap ucapan dari pengajar. E-learning merupakan pengajaran intern yang membantu pengajar memanfaatkan waktu dan usahanya dalam meningkatkan proses pengajaran. Inovasi dan pengembangan metode atau proses pengajaran yang berbasis E-learning dapat menghasilkan tingkat pemahaman mahasiswa yang lebih baik. Melalui e-learning mahasiswa tidak hanya mendapatkan materi secara tekstual saja, tetapi materi yang berupa visual seperti video dan animasi juga memperjelas pemahaman terhadap materi. Efisiensi dan efektivitas metode belajarmengajar ini dapat diukur melalui peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah yang diberikan. Tujuan penelitian mengembangkan konten mata kuliah inti dan/ atau dasar berdasarkan standar e-learning yang dapat disebarkan dan diakses melalui aplikasi dan sistem elearning lainnya dan mengembangkan konten pelajaran yang bersifat interaktif, menarik, helpful, user friendly, dan pedagogis, sehingga dapat menjadi bahan dan sumber belajar yang memungkinkan mahasiswa melakukan pembelajaran lebih efektif, fleksibel, dan mandiri. Sedangkan manfaat penelitian dosen di berbagai perguruan tinggi dapat bekerja sama dan bersinergi dalam mengembangkan konten pembelajaran yang berguna bagi peningkatan kualitas akademis perguruan tinggi masing-masing, dapat mewadahi model pembelajaran alternatif seperti online education dan distance learning, sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi dan tuntutan perkembangan masyarakat; serta dapat dimanfaatkan untuk pengabdian kepada masyarakat terutama dalam pengembangan konten pembelajaran baik untuk pendidikan formal, non formal, maupun informal, konten yang telah dikembangkan dapat diproduksi dalam berbagai format untuk disebarkan dalam berbagai cara, seperti CD-ROM, intranet dan internet, untuk berbagai kepentingan. B. LANDASAN TEORI 1. METODE INSTRUKSIONAL Metode Instruksional adalah cara menyajikan isi perkuliahan kepada mahasiswa untuk mencapai tujuan instruksional. Ada berbagai metode instruksional yang biasa dipakai dosen dalam proses mengajar di perguruan tinggi, seperti metode kuliah mimbar atau ceramah, metode diskusi dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dosen dalam memilih metode yang tepat, yaitu : Tujuan instruksional, dalam hal ini kompetensi yang ISSN-1411 – 3880
84
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
akan dicapai; Jumlah waktu dan fasilitas yang tersedia; Perilaku awal mahasiswa, menyangkut pengetahuan dan pengalaman mahasiswa. Untuk pengetahuan awal mahasiswa, dosen dapat memberikan pre-test; Jumlah mahasiswa; Mata kuliah / pokok bahasan; Pengalaman dan kepribadian dosen. Beberapa metode instrukstional berikut keunggulan dan kelemahan metode tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Metode Instruksional (Irawan P & Prasasti T, 1994) Metode Ceramah
Ceramah dan Media Instruksional Ceramah dan Diskusi
Ceramah dan Demonstrasi Sumbang Saran dan Ceramah Ceramah dan Simulasi/Ber main Peran
Keunggulan
Kelemahan
cepat menyampaikan informasi; dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar media visual meningkatkan daya ingat; media visual yang dapat digunakan : overhead transparencies (OHT), video, film, slide, hand outs, dll dapat diberikan bila mahasiswa telah memiliki konsep atau pengalaman terhadap bahan yang akan didiskusikan; memperdalam pengetahuan yang telah dikuasai mahasiswa; melatih mahasiswa mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta mengambil keputusan; melatih mahasiswa menghadapi masalah secara berkelompok
komunikasi satu arah; sukar memenuhi kebutuhan individu; proses belajar mengajar berpusat pada dosen
menyita waktu lama dan anggota harus sedikit; memprasyaratkan mahasiswa mempunyai latar belakang yang cukup untuk dapat membahas masalah yang akan didiskusikan;p tidak tepat untuk diberikan pada tahap awal proses belajar bilamahasiswa belum memiliki konsep / pengalaman tentang bahan yang akan diajarkan.
dapat mengurangi waktu yang digunakan dosen untuk “menerangkan” menjadi “memperlihatkan” sesuatu kepada mahasiswa; cocok untuk mengajar ketrampilan mendorong keberanian mahasiswa untuk aktif berpartisipasi dalam proses belajar; proses belajar dimulai dari pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa sehingga belajar menjadi lebih cepat karena informasi mudah dimengerti oleh mahasiswa melatih kompetensi mahasiswa dari tingkat pemahaman ke tingkat penerapan dan analisis, bahkan ke tingkat evaluasi; belajar bukan lagi suatu proses teoritis tapi berubah menjadi proses praktis atau dengan kata lain dari proses hanya mendengar menjadi proses aplikasi dan pemecahan masalah.
2. MEDIA INSTRUKSIONAL Dalam bidang pendidikan, peran media tidak dapat diabaikan. Makna media secara umum adalah “apa saja yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi penerima informasi”. Dalam proses komunikasi, media hanyalah satu dari empat komponen yang harus ada, yaitu sumber informasi, informasi dan penerima informasi (komponen keempat adalah media). Dalam proses instruksional (PBM), sumber informasi adalah dosen, mahasiswa, orangorang lain, bahan bacaan dan sebagainya. Penerima informasi mungkin dosen, mahasiswa atau orang lain. Menurut Heinich, Metode (instruksional) adalah proses yang sengaja dirancang untuk membantu mahasiswa belajar lebih baik, dan mencapai tujuan-tujuan instruksional. Maka, jika digambarkan, komunikasi yang terjadi dalam dunia belajar mengajar menjadi sebagai berikut.
Gambar 1. Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar
ISSN-1411 – 3880
85
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Secara umum, manfaat media dalam proses pendidikan atau PBM adalah memperlancar proses interaksi antara dosen dan mahasiswa, dan hal ini pada gilirannya akan membantu manahasiswa belajar secara optimal. Tetapi selain itu, ada beberapa manfaat lain yang lebih khusus. Kemp dan Dayton (1985) mengidentifikasi tidak kurang dari delapan manfaat media dalam pendidikan, yaitu : penyampaian materi diseragamkan; PBM lebih menarik; PBM lebih interaktif; Efisisensi waktu belajar; Kualitas belajar ditingkatkan; PBM tak terbatas waktu dan tempat; Sikap positif mahasiswa ditingkatkan; dan Peningkatan peran dosen. Bretz membedakan antara media transmisi (telekomunikasi) dan media rekaman. Schramm (1977) membagi media menurut jumlah mahasiswa (audiens) yang dilayaninya : masal (banyak dan tersebar di area yang luas), klasikal (cukup kecil dan terpusat di satu tempat), atau individual. Pembagian menurut Schramm tersebut tampak pada table berikut ini. Tabel 2. Penggolongan Media Menurut Ukuran Audiens
Audiens Besar Kecil Individu
Media Televisi; Radio; Facsimile Film suara; Film Bisu; Videotape; Filstrip suara; Slide; Radio; Audiotape; Audiodisc; Foto; Poster; Papan Tulis Media cetak; Telepon; E-LEARNING (Computer Assisted Instruction)
Penggunaan media atau alat-alat modern di dalam perkuliahan tentu tidak bermaksud mengganti cara mengajar yang baik, melainkan untuk melengkapi dan membantu para dosen di dalam menyampaikan materi atau informasi. Dengan menggunakan media diharapkan terjadi interaksi belajar-mengajar yang sesuai dengan tujuan. Ada beberapa alasan mengapa penggunaan media itu penting : Media dapat menyampaikan informasi yang dapat didengar (radio) dan dapat dilihat (visual) sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau suatu prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lebih jelas dan lengkap. Penggunaan media dapat menarik perhatian mahasiswa karena media dapat menyajikan contoh-contoh atau informasi yang aktual, menyajikan cuplikan peristiwa yang lampau, meyajikan tulisan/gambar dalam bentuk yang besar dan dengan warna yang menarik dan dapat memperlihatkan gerak dan bentuk benda nyata. Media dapat dipersiapkan terlebih dahulu oleh para dosen sebelum mengajar, sehingga hal ini membantu dosen mempersiapkan PBM-nya. 3. DEFINISI E-LEARNING Menurut Dr. Jo Hamilton-Jones, e-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara menggabungkan penyampaian materi secara digital yang terdiri dari dukungan dan layanan dalam belajar. Definisi lain dari e-learning menurut Vaughan Waller, 2001 adalah proses instruksi yang melibatkan penggunaan peralatan elektronik dalam menciptakan, membantu perkembangan, menyampaikan, menilai dan memudahkan suatu proses belajar mengajar dimana pelajar sebagai pusatnya serta dilakukan secara interaktif kapanpun dan dimanapun. Dengan adanya sistem E-Learning proses pengembangan pengetahuan tidak hanya terjadi di dalam ruangan kelas saja dimana secara terpusat pengajar memberikan pelajaran secara searah, tetapi dengan bantuan peralatan komputer dan jaringan, para mahasiswa dapat secara aktif dilibatkan dalam proses belajar-mengajar. Mereka bisa terus berkomunikasi sesamanya kapan dan dimana saja dengan cara akses ke sistem yang tersedia secara online. Sistem seperti ini tidak saja akan menambah pengetahuan seluruh mahasiswa, akan tetapi juga akan turut membantu meringankan beban pengajar dalam proses belajar-mengajar, karena dalam sistem ini beberapa fungsi pengajar dapat diambil alih dalam suatu program komputer yang dikenal dengan istilah
ISSN-1411 – 3880
86
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
agent (Ana Hadiana, Elan Djaelani, Peneliti Puslit Informatika,LIPI). Belajar elektronik atau belajar dengan bantuan komputer sudah ada sejak 1970. Dengan menggunakan monitor layar hijau melalui sebuah komputer mainframe berkecepatan rendah, tetapi apakah metode tersebut dapat dikatakan sebagai E-Learning. Tentu saja hal tersebut bukan merupakan jawaban yang tepat mengenai E-Learning. Tanpa definisi yang jelas mengenai E-Learning, sangatlah sulit memutuskan benar atau tidak untuk disebut sebagai E-Learning. Metode pengajaran tradisional masih kurang efektif jika dibandingkan dengan metode pengajaran modern. Sistem E-Learning diharapkan bukan sekedar menggantikan tetapi diharapkan pula untuk dapat menambahkan metode dan materi pengajaran tradisional seperti diskusi dalam kelas, buku, CD-ROM dan pelatihan komputer non internet. Berbagai elemen yang terdapat dalam sistem E-Learning adalah : Soal-soal; Komunitas; Pengajar online; Kesempatan bekerja sama; Multimedia 4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN E-LEARNING Kelebihan E-Learning Dalam bentuk beragam, E-Learning menawarkan sejumlah besar keuntungan yang tidak ternilai untuk pengajar dan pelajar. • Pengalaman pribadi dalam belajar : pilihan untuk mandiri dalam belajar menjadikan mahasiswa untuk berusaha melangkah maju, memilih sendiri peralatan yang digunakan untuk penyampaian belajar mengajar, mengumpulkan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan. • Mengurangi biaya : lembaga penyelenggara E-Learning dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya perjalanan untuk pelatihan, menghilangkan biaya pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu yang dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah. • Mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah menggunakan aplikasi E-Learning dimanapun juga selama mereka terhubung ke internet. E-Learning dapat dicapai oleh para pemakai dan para pelajar tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. • Kemampuan bertanggung jawab : Kenaikan tingkat, pengujian, penilaian, dan pengesahan dapat diikuti secara otomatis sehingga semua peserta (pelajar, pengembang dan pemilik) dapat bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing-masing di dalam proses belajar mengajar. Kekurangan E-Learning Beberapa kekurangan yang dimiliki oleh pemanfaatan E-Learning: • Kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar. • Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/ komersial. • Proses belajar mengajar cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. • Berubahnya peran pengajar dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT (Information, Communication and Technology). • Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer). • Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan tentang internet dan penguasaan bahasa komputer. 5. EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR
ISSN-1411 – 3880
87
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Evaluasi menempati posisi yang sangat strategis dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Sedemikian penting evaluasi ini sehingga tidak ada satu pun usaha untuk memperbaiki mutu PBM yang dapat dilakukan dengan baik tanpa disertai langkah evaluasi. Secara umum ada dua macam evaluasi yang kita kenal, yaitu Evaluasi Hasil Belajar (disebut Evaluasi Substantif) dan Evaluasi Proses Belajar Mengajar. Ada tiga manfaat evaluasi dalam PBM, yaitu : (1) memahami sesuatu, (2) membuat keputusan, (3) meningkatkan kualitas PBM. Seorang dosen membutuhkan berbagai informasi tentang sesuatu agar proses perkuliahan yang akan dilakukannya nanti dapat berjalan secara optimal. Misalnya, seorang dosen membutuhkan informasi yang cukup tentang calon mahasiswa yang akan diajarnya agar dengan demikian ia mampu menentukan “entry behavior” yang dimiliki mahasiswa atau hal-hal lain secara tepat. Dosen mungkin juga melakukan evaluasi terhadap keberadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam perkuliahan. Dalam hal lain, dosen juga merasa perlu memahami dirinya sendiri atau melakukan evaluasi diri. Hasil pemahaman terhadap mahasiswa, fasilitas dan dosen itu sendiri, menjadi masukan untuk membuat keputusan, misalnya apakah tim dosen yang sekarang ini ada perlu diperbaiki formasinya, apakah strategi PBM yang selama ini dipakai perlu diganti dengan yang lain, atau apakah cara mengajar dosen perlu diubah. Sebagian atau seluruh evaluasi akhir semester pada akhirnya digunakan sebagai bahan renungan evaluasi untuk memperbaiki PBM. Secara umum tahapan evaluasi PBM adalah sebagai berikut : Penentuan Tujuan Evaluasi.; Perancangan (Desain) Evaluasi; Pengembangan Instrumen Evaluasi; Pengumpulan Data; Analisis dan Interpretasi Data; dan Tindak Lanjut. 6. METODE PENGEMBANGAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN Bagian ini berisi penjelasan tentang cara yang digunakan untuk memecahkan masalah (misalnya classroom action research, penelitian eksperimental, penelitian evaluatif, pengembangan desain/model/prototype dan lain-lain) dan langkah serta prosedur dalam melaksanakan metode yang dikembangkan. Secara umum perbaikan dan pengembangan mata kuliah ditujukan pada rekonstruksi mata kuliah tersebut. Hal ini dilakukan dengan pemikiran bahwa suatu mata kuliah memiliki relevansi yang tinggi dengan kemajuan dan perkembangan informasi, sehingga perlu memperhatikan dan menangkap kecenderungan atau trend perubahan yang terjadi. Disamping tujuan atau alasan tersebut, mata kuliah perlu direkonstruksi karena pertimbangan-pertimbangan berikut ini : Hasil belajar mahasiswa kurang memuaskan.; Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi; Terjadinya perubahan kebijakan pendidikan. Pertimbangan tersebut di atas merupakan alasan bagi dosen mempertimbangkan perlu atau tidaknya rekonstruksi mata kuliah yang diasuhnya. Perbaikan mata kuliah (course improvement) dilakukan berdasarkan keputusan tentang materi kuliah dan metode yang dianggap memuaskan serta kebutuhan perubahan. Secara garis besar prosedur rekonstruksi mata kuliah dapat dilihat pada gambar 2 ini.
Gambar 2. Garis Besar Rekonstruksi Mata Kuliah
7. MENGENAL MODEL DISAIN INSTRUKSIONAL Dalam pengelolaan pelatihan, pembelajaran dan pengembangan, salah satu bagian penting yang dapat membantu instruktur pelatihan maupun training specialist dalam pengelolaan pelatihan dan pembelajaran adalah dengan adanya disain Model Sistem Instruksional atau ISD (Instructional System Design) . Adanya model ini akan menjadi pedoman dalam membangun ISSN-1411 – 3880
88
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Salah satu model yang paling sering digunakan adalah ADDIE model. Model ini menggunakan 5 tahap atau langkah pengembangan yakni : 1. Analysis (analisa) 2. Design (disain / perancangan) 3. Development (pengembangan) 4. Implementation (implementasi/implementasi) 5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik) Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas sangat membantu pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran, efektif, maupun dinamis. Aplikasi teori SDM maupun perilaku seperti social learning, pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran jarak jauh (distance learning), paham konstruktif (constructivism), aliran strength based (positive-based management), aliran perilaku manusia (behaviourism), maupun paham kognitif (cognitivism) akan sangat membantu pengembangan material pelatihan bagi instruktur maupun training specialist. 1. Mengenal Model Instruksional dalam Pelatihan – Training Analysis (1) Ini adalah tahap awal dari ADDIE model. Dalam tahap analisa pelatihan (training analysis), problem instruksional dijelaskan, tujuan instruksional dan obyektif dari training dikemukakan. Termasuk juga dialamnya lingkungan pelatihan dan kondisi pengetahuan, ketrampilan pembelajar sudah teridentifikasi. Dengan kata lain, 3 hal penting yang mesti dianalisa adalah: Sasaran yang hendak dicapai;Material yang hendak diajarkan atau dilatih; Kondisi sekarang dari pembelajar. Pertanyaan yang dapat digunakan sebagai basis untuk melaksanakan training analysis dengan menggunakan ADDIE model, diantaranya sebagai berikut : Kebutuhan apa yang bisa dimajukan melalui pelatihan?; Apa sasaran dan obyektif dari pelatihan ini?; Bagaimana mengukur kesuksesan pembelajar dan pelatihan; Siapa saja yang ikut dalam pelatihan; Apa saja yang sudah diketahui oleh calon peserta pelatihan; Apa yang perlu dilakukan calon peserta pelatihan untuk belajar?; Sumber daya apa yang sudah tersedia?; Bagaimana dan kapan jadwal pelatihan dapat selesai? Tahap analisa adalah tahap penting dan memberikan peranan vital dalam ADDIE model, untuk menjamin kualitas dari pelatihan itu sendiri agar sesuai dengan harapan. Kesalahan yang mungkin akan terjadi jika mengabaikan tahap analisa dari model instruksional pelatihan ini, adalah : Fokus tidak tepat–Isi dari program training tidak mencerminkan kebutuhan; Terlalu mudah atau terlalu sulit–Program pelatihan bisa membosankan atau membuat frustasi pembelajar; Tidak komplit, berlebihan atau tidak akurat – Program pelatihan tidak memberikan materi yang tepat. 2. Mengenal Model Instruksional dalam Pelatihan – Design (2) Tahap Perancangan (Design Phase) dalam ADDIE model adalah tahap proses riset, perencanaan, identifikasi dan spesifikasi disain sasaran pelatihan (training), perencanaan pelajaran (lesson planning), isi pelatihan, metodologi pelatihan, media, contoh latihan, dan kriteria penilaian (assessment criteria). Biasanya model prototipe pelatihan dibangun pada tahap ini, dan bentuk, rasa, disain maupun isi pelatihan akan ditentukan. Pada tahap ini, disain pelatihan yang dibuat haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut : • Sistematis, artinya memiliki unsur logis dalam identifikasi, pengembangan dan evaluasi rangkaian strategi yang direncanakan untuk meraih sasaran proyek pelatihan.
ISSN-1411 – 3880
89
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
•
Spesifik, artinya setiap unsur dari rencana disain instruksional perlu diekseskusi dalam tahap yang lebih rinci. Ada hal-hal penting yang perlu dipenuhi dalam fase ini. Beberapa hal yang mesti menjadi perhatian agar Design program bisa berjalan dengan lancar dan memuluskan langkah berikutnya adalah : 1. Penentuan kriteria awal atau tingkat pengetahuan pembelajar yang harus ditunjukkan sebelum pelatihan / training. 2. Mengembangkan sasaran pelatihan untuk setiap tugas yang diberikan. 3. Mengidentifikasi struktur dan urutan langkah pelatihan yang dibutuhkan untuk melaksanakan penugasan atau tanggungjawab, mulai dari yang termudah sampai yang tersulit. 4. Berdasarkan alokasi waktu yang disediakan pada pelatihan, tentukan kisaran berapa lama penyampaian program pelatihan sesuai dengan kecepatan instruktur, format pelatihan, dan moda pemberian pelatihan sesuai dengan isi dan tampilan program. 5. Jika dimungkinkan, lakukan presentasi mini mengenai program pelatihan agar diperoleh gambaran apakah program sudah dapat memvalidasi sasaran pelatihan. 6. Lakukan tinjauan terhadap biaya implementasi dan evaluasi, upaya yang dikerjakan serta jadwal yang ditetapkan. 3. Mengenal Model Instruksional dalam Pelatihan – Development (3) Tahap Pengembangan (Development Phase) adalah tahap dimana training specialist, trainer, instructor atau training officer membuat isi program training dan merangkaikan material yang telah melalui tahap perancangan (Design Phase). Tahap ini bisa melalui beberapa pengujian yang dilakukan terpisah oleh masing-masing pihak. Pembuat program training adalah yang menciptakan program dan mengintegrasikan isi program. Selanjutnya diuji oleh Penguji program yang melakukan procedure testing termasuk juga review terhadap isi program. Ada juga feedback dari pihak lain sebagai bahan pertimbangan pada proses ini. Jika sudah mencapai tahap ini, penting sekali untuk menetapkan siapa yang bertanggungjawab terhadap elemen pelatihan seperti : jadwal pelatihan, tenggat waktu pelatihan, dan isi material pelatihan itu sendiri. Dengan demikian, semua modul dan perangkat pelatihan seperti audio, video, projector, materi/copy pelatihan sudah dikumpulkan dan sudah siap untuk diluncurkan. Selama tahap ini, beberapa hal yang mesti menjadi pertimbangan dan perhatian utama adalah : • Daftar aktifitas yang akan membantu pembelajar untuk mengerti selama pelatihan • Pemilihan metode penyampaian (Delivery Method) yang paling pas bagi peserta / pembelajar. • Pengembangan dan pembuatan program materi, sarana bantu pelatihan dan perangkat instruksional pelatihan. • Kombinasi antara program materi pelatihan agar tercipta transisi yang mulus selama implementasi. • Validasi ulang terhadap materi dan presentasi yang digunakan untuk menjamin bahwa program pelatihan memenuhi sasaran yang diinginkan. • Pengembangan pedoman bagi pengajar, bagi peserta pelatihan/pembelajar, bagi partisipan dan yang terkait didalamnya. • Penyiapan mentor yang akan membantu pelatihan • Akomodasi dan pengaturan transportasi maupun komunikasi • Penjadwalan pelatihan bagi partisipan.
ISSN-1411 – 3880
90
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
4. Mengenal Model Instruksional dalam Pelatihan – Implementation (4) Tahap Implementasi (Implementation phase) adalah tahap dimana dilakukan implementasi pemberian pelatihan, yang mencerminkan pemberian secara aktual pelatihan tersebut. Banyak yang mengatakan tahap ini adalah tahap paling penting, karena merupakan implementasi dari semua rangkaian tahap model disain instruksional model ADDIE. Secara umum, tahap implementasi tergantung dari tahap sebelumnya, yakni apakah pemberian pelatihan itu akan dilakukan pada ruangan kelas tertutup, ruangan terbuka, di dalam suatu lab, dilaksanakan secara jarak jauh (distance learning), atau menggunakan komputer, atau bisa juga merupakan gabungan kombinasi dari tipe implementasi tersebut. Pilihan tentu sudah ditentukan dari tahap analisa, disain maupun development yang telah dilewati. Segala hal yang menjadi aspek pertimbangan seperti: efektifitas tempat pelatihan, kemudahan akomodasi, pertimbangan biaya dan manfaat, kesiapan partisipan maupun instruktur tentunya sudah dianalisa dan divalidasi dalam tahap Development dengan baik. Dengan demikian implementasi bisa berjalan sesuai yang direncanakan. Tujuan utama dari tahap implementasi ini tentunya agar : Pelatihan berjalan secara efektif dan dilaksanakan dengan benar; Pelatihan berlangsung secara efisien, baik dalam penyampaian maupun instruksi yang diberikan; Mampu mempromosikan dan mendorong partisipan pelatihan mengerti dengan baik materi yang diberikan; Mendukung pemahaman partisipan atas subyek utama yang menjadi materi pelatihan; Menjamin terjadinya alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari instruksi materi yang diberikan terhadap aplikasi di dalam tugas atau pekerjaan. Segala tujuan tersebut tentunya perlu diketahui seberapa besar efektifitas maupun hasil/result yang telah dijalani. Bila tahap implementasi telah dilakukan dengan benar, maka bisa melangkah pada tahap selanjutnya yakni mengukur seberapa besar efektif pelatihan yang dijalankan sebagai bahan evaluasi untuk pelaksanaan pelatihan berikutnya. Tahap tersebut adalah tahap evaluasi (Evaluation). 5. Model Disain Instruksional : Evaluation (5) Tahap terakhir dari model disain instruksional untuk pembelajaran (learning) adalah tahap evaluasi. Dari namanya, tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pembelajaran yang dilakukan sudah memberikan manfaat atau memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Dalam model ADDIE, evaluasi dapat dibagi 2 jenis yakni : Tahap formative : adalah tahap evaluasi yang dilakukan pada proses Analysis, Design, Development dan Implementation. Gunanya untuk mengetahui apakah perlu adanya revisi pada setiap proses, agar tahap pembelajaran bisa dilaksanakan lebih baik. Tahap summative :merupakan tahap evaluasi yang terdiri dari serangkaian tes pada beberapa kriteria referensi atau acuan untuk hasil akhir dari tahap pembelajaran, guna memperoleh feedback yang lebih baik dari peserta. Tahap evaluasi ADDIE ini dapat disajikan dengan grafik atau metrik yang menarik. Namun, itu bukanlah tujuan yang utama. Tahap evaluasi lebih menitikberatkan pada efektifitas kursus dan focus pada perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja peserta yang mengikuti pelatihan / pembelajaran. Dengan demikian, setelah tahap implementasi, atau pelatihan diberikan, itu bukanlah akhir dari pelatihan/pembelajaran. Tahap evaluasi menyediakan review akhir dari keseluruhan proses pelatihan. Dalam tahap evaluasi ini, seorang trainer/instruktur dapat mengukur seberapa jauh proyek pelatihan yang diberikan telah mencapai sasaran yang diberikan. Sehingga pada tahap ini, hendaknya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah peserta menyenangi pelatihan yang diberikan?; Apakah peserta mendapatkan sasaran pelatihan setelah pelatihan berakhir?; Apakah peserta dapat berubah perilakunya nanti di tempat kerja?; Apakah dengan pelatihan ini membantu peserta mencapai sasaran kerja di unit/departemen dia berada?. ISSN-1411 – 3880
91
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
C. METODE PENELITIAN Implementasi e-Learning memungkinkan pengajar membangun kegiatan pembelajaran selain kegiatan tatap-muka (perkuliahan), yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan tatap-muka itu sendiri (bukan menggantikan aktifitas tatap-muka). Pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa (student-centered-learning) memungkinkan mahasiswa lebih mudah mengakses segala sumber pembelajaran yang tersedia dan dapat diakses dengan pemanfaatan TIK. Hybrid learning merupakan suatu pendekatan yang memahami problema, benefit dan tantangan tersebut serta berupaya untuk mengkombinasikan manfaat terbaik dari metode pengajaran ”lama” dan ”baru” tersebut. (Iwona Miliszewska, Hybrid learning and Education ; 2008). Sehingga kualitas pembelajaran yang terbangun adalah kualitas optimal yang lebih baik dari sekedar kualitas tatap-muka atau sekedar aktifitas pembelajaran online. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan membawa pembelajaran kepada mahasiswa, memberi mereka akses terhadap informasi mata kuliah, bahan pembelajaran, tugas dan penilaian, selain juga mendorong mereka untuk bekerja secara individual dan atau bersamasama. Dengan cara tersebut, student-centred, group-based, collaborative dan pembelajaran berbasis projek dapat dikembangkan, dimana pengampu dapat berfungsi baik sebagai dosen dan atau sebagai fasilitator, bahkan sebagai konselor. Fitur penting dari hybrid learning adalah bahwa ia tidak berupaya untuk menggantikan dosen, namun berupaya untuk membuat pembelajaran lebih efektif. Daripada menghilangkan seluruh paradigma teacher-centred, hybrid learning tetap membuka ruang bagi perkuliahan esensial (tatap-muka) dalam bentuknya yang tradisional. Konten pelajaran (course content) adalah salah satu faktor penentu dalam mencapai kesuksesan dalam sebuah program e-learning. Konten pelajaran tersebut tidak hanya berisi presentasi materi perkulihan, tetapi juga dilengkapi dengan contoh-contoh, drill and practice, kuis, simulasi dan sebagainya, sehingga mahasiswa akan sangat terbantu dalam melakukan pembelajaran mandiri. Konten pelajaran (course content) adalah salah satu faktor penentu dalam mencapai kesuksesan sebuah program e-learning. Pengembangan konten disini meliputi berbagai mata kuliah inti dan/atau dasar yang terdapat pada hampir setiap Program Studi. Ruang lingkup konten yang dikembangkan mencakup mata kuliah sebagai berikut: Pengantar Ekonomi Mikro (120 menit); Pengantar Ekonomi Makro (120 menit); Pengantar Bisnis (120 menit); Pengantar Aplikasi Komputer (120 menit); Pengantar Akuntansi I (120 menit); Pengantar Akuntansi II (120 menit); Pengantar Manajemen (120 menit); Bahasa Inggris I (90 menit); Bahasa Inggris II (90 menit); Pengantar Hukum Bisnis (120 menit); Akuntansi Manajemen (120 menit); Akuntansi Biaya (120 menit). Program pengembangan konten ini dilaksanakan dengan menggunakan metode model Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (ADDIE) yang sudah teruji dalam proses pengembangan konten e-learning. (Robert Maribe Branch, 2009) Metode tersebut adalah sebagai berikut: 1.Analysis (Analisis) Fase ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan utama yang melatarbelakangi program elearning yang akan dikembangkan. Obyek analisis lainnya adalah siapakah yang akan menjadi audiens (pembelajar) dari program ini. Apa saja kebutuhan utama mereka, bagaimana karakter mereka, serta sejauh mana akseptabilitas mereka tentang program ini. Selain itu, yang harus dianalisis pula adalah tujuan apa saja yang harus dicapai dari program ini, termasuk subyek dan kurikulum apa yang dibutuhkan untuk hal tersebut. 2.Design (Disain) Fase ini adalah tahapan yang sangat menentukan, dimana bangunan program e-learning dirancang dan didisain secara utuh sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Fase disain ini ISSN-1411 – 3880
92
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
sangat memerlukan pendekatan teori dan sains pembelajaran (learning theory), terutama berkaitan dengan pembelajaran dengan menggunakan bantuan teknologi. Di sini, banyak mengadaptasi dan menggunakan prinsip-prinsip teori seperti Connectionism (Thorndike), Conditions of Learning (Robert Gagne), Bloom’s Taxonomy, Experimental Learning (C. Rogers), dan Multiple Intelligence. 3.Development (Pengembangan) Setelah fase disain selesai, maka program e-Learning dibuat dan diuji. Proses pengembangannya dilaksanakan oleh tim khusus yang disesuaikan dengan volume dan karakteristik proyek. Dalam fase ini, menerapkan standar operasional dan kontrol kualitas penmgembangan yang sesuai dengan standar dan teori tentang e-learning. 4.Implementation (Implementasi) Fase ini adalah tahap dimana e-learning diimplementasikan di lapangan. Berbagai metode penyebaran materi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan konteks proses pembelajaran, mulai dari CD-ROM, intranet, maupun internet. Implementasi juga mencakup pengelolaan penyelenggaraan pembelajaran melalui penerapan dan pengelolaan Learning Managament System maupun Learning Content Managament System. 5.Evaluation (Evaluasi) Fase yang terakhir adalah tahapan dimana program e-Learning dievaluasi, mulai dari tingkat keberhasilan pencapaian tujuan, efektifitas dan efisiensi program, serta rekomendasi pengembangan selanjutnya. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Sasaran umum yang akan dicapai dari penelitian adalah mengembangkan konten mata kuliah inti dan/ atau dasar berdasarkan standar e-learning yang dapat disebarkan dan diakses melalui aplikasi dan sistem e-learning lainnya; serta mengembangkan konten pelajaran yang bersifat interaktif, menarik, helpful, user friendly, dan pedagogis, sehingga dapat menjadi bahan dan sumber belajar yang memungkinkan mahasiswa melakukan pembelajaran lebih efektif, fleksibel, dan mandiri. 1. Analisis Analisis merupakan tahapan pertama dalam pengembangan model pembelajarn e-learning. Pada tahap analisis ini dihasilkan deskripsi kebutuhan sistem, uraian fungsi sistem dan fitur utama sistem yang diharapkan. Pengembangan model pembelajarn e-learning ini diharapkan mampu memberikan presentasi materi pembelajaran yang berbeda-beda sesuai dengan jenis materi kuliah masing-masing. Dengan demikian sistem harus mampu mengidentifikasi keberagaman materi kuliah serta keberagaman pengguna dan memanfaatkan data pengguna tersebut sebagai pertimbangan untuk menyampaikan presentasi materi. Penggunaan model pembelajaran e-learning ini diharapkan akan memperoleh materi pembelajaran sesuai dengan spesifikasi materi kuliah sehingga proses pembelajaran diharapkan menjadi lebih optimal. Pengembangan Model Pembelajaran E-Learning ini dengan memanfaatkan sistem Virtual Class yang telah dimiliki oleh STIE Nusa Megarkencana secara optimal. Fungsi sistem Virtual Class di STIE Nusa Megarkencana adalah sebagai berikut: 1. Sistem menampilkan halaman depan dimana dari halaman ini pengguna dapat login dan mendapatkan informasi awal 2. Pengguna disini dapat mahasiswa, dosen atau admin 3. Pengguna admin bertugas mengelola sistem, admin dosen dan mahasiswa, sehingga setiap dosen dan mahasiswa akan mendapatkan username dan password masing-masing dari admin.
ISSN-1411 – 3880
93
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
4. Bila pengguna login adalah dosen, maka sistem akan menampilkan mata kuliah yang tersedia sesuai dengan yang diampu, sehingga masing-masing dosen hanya dapat mengupload atau mengedit materi pembelajaran sesuai mata kuliah yang diampu. 5. Bila pengguna login adalah mahasiswa maka sistem akan memberikan pilihan daftar mata kuliah per semester, kemudian mahasiswa dapat memilih materi pemebelajaran apa yang akan dipelajari. 2. Desain dan Pengembangan Hasil dari tahapan analisis di atas digunakan sebagai bahan tahapan berikutnya yaitu desain dan pengembangan. Desain atau rancangan Model Pembelajaran E-Learning ini dimulai dengan merancang sistem pelatihan yang didasarkan pada identifikasi kebutuhan agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Rancangan tersebut berupa bila digambarkan dengan diagram alir sebagai berikut: TPM
TPP Pelatihan
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Upload 12 Mata Kuliah Inti/Dasar
Konten e‐learning di v‐class
Mahasiswa akses
Gambar 3. Rancangan Pengembangan Model Pembelajaran E-Learning
3. Implementasi Hasil dari tahap rancangan dan pengembangan diwujudkan dalam implementasi melalui Pembuatan Materi Kuliah Inti/Dasar dalam bentuk pembelajaran E-learning. Materi Pembelajaran E-Learning ini diimplementasikan dengan perangkat Virtual Class STIE Nusa Megarkencana, yang telah dibuat oleh masing-masing dosen pengampu yang telah mendapatkan pelatihan dari Tim Peneliti Mitra. Adapun hasil dari pembuatan konten pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: Gambar 3. Tampilan Mata Kuliah Akuntansi Manajemen dalam E-Learning
ISSN-1411 – 3880
94
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Akuntansi Manajemen yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Gambar 4. Tampilan Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro dalam bentuk E-Learning
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Pengantar Ekonomi Mikro yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa. Gambar 5. Tampilan Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro dalam bentuk E-Learning
ISSN-1411 – 3880
95
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Pengantar Ekonomi Makro yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Gambar 6. Tampilan Mata Kuliah Pengantar Akuntansi I dalam bentuk E-Learning
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Pengantar Akuntansi Iyang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Khusus dalam konten ini hanya sedikit materi yang dapat dibuat dalam pembelajaran e-learning, karena konten ini memiliki karakteristik banyak perhitungan dengan penjelasan. Gambar 7. Tampilan Mata Kuliah Pengantar Akuntansi II dalam bentuk E-Learning
ISSN-1411 – 3880
96
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Pengantar Akuntansi II yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Khusus dalam konten ini hanya sedikit materi yang dapat dibuat dalam pembelajaran e-learning, karena konten ini memiliki karakteristik banyak perhitungan dengan penjelasan. Gambar 8. Tampilan Mata Kuliah Pengantar Bisnis dalam bentuk E-Learning
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Pengantar Bisnis yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Gambar 9. Tampilan Mata Kuliah Pengantar Manajemen dalam bentuk E-Learning
ISSN-1411 – 3880
97
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Pengantar Manajemen yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Gambar 10. Tampilan Mata Kuliah Bahasa Inggris I dalam bentuk E-Learning
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Bahasa Inggris I yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Dalam E-Learning, kontent Bahasa Inggris ini masih harus ditambah dengan bentuk multimedia learning dalam bentuk video pembelajaran, untuk penjelasan pronountiation yang tepat, sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat. Gambar 11. Tampilan Mata Kuliah Bahasa Inggris II dalam bentuk E-Learning
ISSN-1411 – 3880
98
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Bahasa Inggris I yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa . Dalam E-Learning, kontent Bahasa Inggris ini masih harus ditambah dengan bentuk multimedia learning dalam bentuk video pembelajaran, untuk penjelasan pronountiation yang tepat, sehingga kualitas pemebelajaran dapat meningkat. Gambar 12. Tampilan Mata Kuliah Hukum Bisnis dalam bentuk E-Learning
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Hukum Bisnis yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa. Gambar 13. Tampilan Mata Kuliah Akuntansi Manajemen dalam bentuk E-Learning
ISSN-1411 – 3880
99
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
Tampilan tersebut menunjukkan kontent pembelajaran Akuntansi Manajemen yang dapat dimanfaatkan mahasiswa setiap saat. Dalam tampilan tersebut terdapat dosen pengampu serta kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan mahasiswa, untuk memperdalam pemahaman materi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi mahasiswa. Khusus dalam konten ini hanya sedikit materi yang dapat dibuat dalam pembelajaran e-learning, karena konten ini memiliki karakteristik banyak perhitungan dengan penjelasan.
4. Evaluasi Secara keseluruhan tahapan evaluasi untuk sistem e-learning dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan ketika proses pengembangan masih berlangsung dengan tujuan agar sistem menjadi lebih baik, sebelum model dipakai oleh pengguna secara luas. Sedangkan evaluasi sumatif dilaksnakan ketika sistem sudah dilaksnakan secara luas oleh pengguna dengan tujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas model pembelajaran e-learning dalam kegiatan pembelajaran di STIE Nusa Megarkencana. Jenis evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk dapat mengukur seberapa jauh pelatihan pengembangan model pembelajaran e-learning ini dapat mencapai sasaran yang dituju. Evaluasi dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada dosen pengampu kontent ketika pengembangan model pembelajaran e-learning untuk mata kuliah inti/dasar seluruhnya sudah dilaksanakan. Dari hasil evaluasi tersebut diperoleh hasil bahwa hampir seluruh dosen menyenangi pelatihan yang diberikan dibuktikan dengan kehadiran mereka serta tanggapan ketika mengikuti pelatihan. Dosen merasakan mendapat manfaat yang besar dari kegiatan ini, terbukti mereka dapat menyelesaikan kontent pembelajaran e-learning sesuai dengan waktu yang ditentukan, artinya kegiatan pelatihan ini sesuai dengan sasaran yang dituju.. Luaran yang dihasilkan dari penelitian tahun pertama ini adalah dosen sudah mampu mengembangkan konten pembelajaran e-learning standar, dan dihasilkan 12 konten mata kuliah yang sudah bisa diupload mahasiswa. E. KESIMPULAN 1. Sebagian dosen mampu membuat dan mengembangkan konten pembelajaran e-learning 2. Jumlah konten yang dapat dikembangkan dari kegiatan penelitian ini melingkupi 12 mata kuliah inti/dasar. Sedangkan 12 mata kuliah inti/dasar tersebut hanya 25% dari seluruh mata kuliah. Sehingga kita masih perlu biaya dan waktu bagi pengembangan konten pembelajaran e-learning lainnya. 3. Dari 12 mata kuliah inti/dasar yang sudah dikembangkan dapat diakses melalui virtual class STIE Nusa Megarkencana Yogyakarta tetapi media tersebut masih belum dilengkapi video pembelajaran
ISSN-1411 – 3880
100
Pengembangan Model Pembelajaran
Dhiana Ekowati,SE,MM, Siwi Lastari,SE,MM
F. DAFTAR PUSTAKA Aldrich, Clark., 2005. Learning by Doing : A Comprehensive Guide to Simulations Computer Games and Pedagogy in e-learning and other Educational Experiences., New Jersey: John Wiley. Iwona Miliszewska, 2008., Transnational Eduaction Programs : Student Refelexion on a fully online versus a hybrid model” Jurnal : Hybrid Learning and Eduvation : First International Coference, Berlin : Springger. Irawan,P. dan Prastati,T. 1997, Media Instruksional dalam Buku Mengajar di Perguruan Tinggi, Jakarta: Pusat Antar Universitas Maggie McVay Lynch and John Roecker, 2007. Project Managing E-Learning : A Handbook for Successful Design, Delivery and Management., New York : Routledge. Robert Maribe Branch, 2009., Instructional Design : The ADDIE Approach, London : Springger. Winastiwan G.S., Belajar sendiri : Membuat CD Multimedia Interaktif Bahan Ajar E-Learning.
ISSN-1411 – 3880
101