Dari Telat Menjadi Tepat (Waktu) Jaelani Riesman, S.Pd.SD. (Kepala SD)
B
ukan rahasia apabila ada opini yang mengatakan guru datang dengan tenang, guru pulang bagai dikejar setan. Kita sebagai guru tidak perlu marah atas opini tersebut, yang harus kita lakukan adalah melakukan refleksi, introspeksi, dan retrospeksi. Benarkah opini tersebut? Sebagai Kepala SDN Leuwinanggung pada 1 Desember 2009 saya mendapat kepercayaan sebagai PLH Kepala SDN 2 Purwasari, sebuah SD Inti di Gugus 2 Cicurug yang kebetulan kepala sekolahnya memasuki purnabakti, kemudian akhirnya didefinitifkan pada 1 Maret 2010. Proses mutasi saya ke SDN 2 Purwasari adalah sebuah proses mutasi kucing-kucingan. Artinya proses mutasi tersebut tanpa komunikasi sebelumnya seperti layaknya sebuah proses mutasi. Ini dilakukan karena menurut Iyus Mulyana Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Cicurug saat itu, banyak kepala sekolah yang menolak dimutasi ke SDN 2 Purwasari. Beliau berharap i
dengan proses seperti itu SDN 2 Purwasari tidak terlalu lama dipimpin oleh seorang PLH. Mengapa banyak kepala sekolah menolak mutasi ke SDN 2 Purwasari? Saat itu SDN 2 Purwasari dengan 380-an siswa, 9 guru PNS, dan 4 PTT tidak memiliki sarana prasarana yang layak untuk sebuah SD Inti. Bagian belakang sekolah belum berpagar, sehingga memungkinkan orang-orang tidak berkepentingan keluar masuk sekolah. Ruang guru yang kecil dan sumpek tanpa fasilitas layaknya sebuah kantor. Halaman yang tidak tertata dengan baik sehingga terkesan kumuh. Belum lagi etos kerja guru yang sebagian besar datang terlambat dan pulang cepat, saya menyebutnya dengan istilah durcir, begitu terdengar beduk tanda dhuhur mereka langsung ngacir. Implikasinya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sekolah sangat rendah. Sejujurnya kalau boleh memilih, tidak sekali-kali terpikirkan untuk masuk ke sebuah sekolah yang memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk melakukan perubahan. Tetapi sebagai sebuah kepercayaan mengapa tidak mencobanya, sekaligus sebagai sebuah tantangan untuk mengukur kemampuan kita yang sebenarnya dalam mengelola sekolah. Langkah awal yang saya lakukan adalah melakukan observasi langsung untuk mengetahui kondisi objektif sekolah dan masalah pokok yang mendasar, meskipun ii
sebelumnya saya telah memiliki informasi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya. Selama seminggu penuh saya mengamati proses kinerja sekolah dan juga secara tidak formal berbicara dengan guru-guru, orang tua, tokoh masyarakat, para pedagang di lingkungan sekolah, dan tentu pula dengan murid-murid. Dari pengamatan dan berbekal informasi tersebut, saya mulai mengetahui kinerja sekolah yang sebenarnya dan mulai mengerti mengapa demikian. Ternyata selama ini terjadi pembiaran atas kinerja tersebut, dan ini telah berjalan cukup lama sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang mendapat pembenaran. Mulai awal Januari 2010 perhatian saya secara penuh difokuskan ke SDN 2 Purwasari, meskipun pada saat bersamaan secara definit saya masih Kepala SDN Leuwinanggung. Saya mencoba untuk selalu datang lebih awal dan pulang lebih akhir. Pada tahap ini saya mencoba untuk sedikit bicara banyak bekerja. Dengan tidak terlalu mengobral kata-kata, saya mencoba memilah masalah dan menentukan skala prioritas. Ternyata, yang harus mendapat perhatian pertama adalah mengubah jam kedatangan guru dan jam kepulangan guru. Sekali lagi dengan tidak perlu terlalu banyak kata-kata, tetapi diperlakukan sebagai orang dewasa, dengan melihat contoh guru-guru sedikit demi sedikit bisa datang lebih awal dibanding sebelumnya. iii
Setelah terlihat ada sedikit perubahan, baru ditindaklanjuti dalam rapat kerja sekolah. Dengan bahasa sederhana dan tidak bernada instruksi, guru diajak untuk secara bersama-sama melakukan evaluasi diri sekolah (EDS). Secara bersama-sama pula mencari akar permasalahannya dan bagaimana upaya memperbaikinya. Secara kelakar sering saya katakan bahwa Purwasari 2 saat ini posisinya bagaikan Timor Leste di SEA Games, padahal sebenarnya memiliki potensi untuk berada sejajarnya dengan Filipina. Tinggal bagaimana kita mampu mengoptimalkan potensi yang ada. Pada kesempatan itulah saya mencoba melakukan capacity building. Bukan menuntut guru untuk meningkatkan prestasi, melainkan mengajak guru untuk mengoptimalkan kemampuan sesuai kapasitasnya masing-masing. Jadi, sekali lagi tidak menuntut prestasi, tetapi lebih kepada optimalisasi kemampuan guru. Karena saya berkeyakinan prestasi akan diraih dengan sendirinya sejalan dengan optimalisasi kemampuan guru. Apa terjadi perubahan yang signifikan? Jujur saya katakan mengubah kinerja guru tidak semudah membalikkan tangan. Tetapi suatu yang menggembirakan ternyata teman-teman guru secara bertahap mau dan mampu mengubah kinerjanya. Mereka bisa datang lebih awal dan mampu bertahan untuk tidak segera pulang, meskipun tentu saja belum seluruhnya. iv
Perlu dicatat, semua itu terjadi tanpa unsur paksaan dan tanpa banyak kata-kata. Saya selaku kepala sekolah hanya mencoba untuk datang lebih awal dan pulang paling akhir. Padahal dari segi jarak, saya adalah yang paling jauh dibanding guru-guru lain. Setiap hari saya harus menempuh perjalanan ±75 km pulang pergi dengan kemacetan yang terkadang membuat stres. Inilah yang saya jadikan modal, cacakan jauh saya bisa datang lebih awal. Saya pulang hampir selalu selepas sholat ashar, terkadang saya pulang selepas sholat magrib. Dengan melihat semua itu, barangkali inilah salah satu yang membuat guru mau dan mampu mengubah jam kedatangan dan jam kepulangan. Perubahan tersebut diapresiasi oleh masyarakat sekitar sekolah. Ini terbukti awal tahun pelajaran jumlah pendaftar kelas 1 mengalami peningkatan yang signifikan. Hal yang menarik adalah apabila ada guru terlambat datang ke sekolah, mereka tidak segan untuk mengirim sms yang menginformasikan bahwa yang bersangkutan terlambat datang ke sekolah karena terjebak macet. Terkadang guru lain dengan sukarela menjemputnya dengan menggunakan sepeda motor. Kebetulan memang ada 2 orang guru wanita yang bertempat tinggal di wilayah Kab. Bogor yang setiap hari harus berjuang dalam kemacetan.
v
Selain capacity building, penataan dan tata kelola sekolah pun dilakukan secara bersamaan. Tata ruang sekolah dilakukan dengan memperhatikan kepentingannya, yang dirasa tidak diperlukan dibuang dan yang perlu diperbaiki dilakukan perbaikan. Halaman sekolah ditata sesuai keperluannya. Sehingga ditentukan mana zona taman, mana zona kebun, dan juga mana zona bermain dan olah raga. Pohon-pohon yang tidak berguna dan dianggap berbahaya ditebang. Adalah tidak logis dan sangat berbahaya apabila di depan sekolah tempat siswa beraktivitas terdapat pohon kelapa dan pohon degung. Semua itu ditebang dan diganti dengan pohon pelindung yang rimbun. Kembali ke kinerja guru, ternyata masih ada guru yang belum mampu berubah. Bagaimana jalan keluarnya? Jawabannya adalah membangun komitmen. Pada awal tahun pelajaran kita buat komitmen dan dijadikan sebagai sebuah kesepakatan. Kesepakatan tersebut adalah mengubah jam masuk siswa, disesuaikan dengan kesiapan guru, sehubungan karena berbagai alasan yang dapat diterima masih ada guru yang belum bisa datang lebih awal. Perubahan tersebut tentu saja dengan tidak mengurangi jam belajar siswa dan juga tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Bel masuk berubah, anak masuk kelas pukul 07.45 dan langsung diisi dengan kegiatan tadarus. Kegiatan vi
belajar mengajar dimulai pukul 08.00 setelah seluruh guru datang ke sekolah. Apakah tidak terlalu siang? Buat siswa tentu saja tidak, karena siswa tetap datang pagipagi dan dianjurkan untuk melakukan sholat dhuha serta melakukan kegiatan KALISA (Kalau Lihat Sampah Ambil) di bawah pengawasan guru piket yang harus sudah datang pada pukul 07.00. Alhamdulillah ... saat ini di SDN 2 Purwasari tidak akan terjadi lagi siswa mengucapkan salam ke papan tulis karena belum datangnya guru. Guru-guru bisa mulai mengajar sesuai jadwal, siswa tidak berkurang jam belajarnya, dan yang tidak kalah penting setiap pagi kita bisa mendengar suara anak-anak membacakan ayat-ayat suci Al-Quran dengan suara lantang penuh semangat. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan kepada umat-Nya yang berniat untuk terus memperbaiki kerja dan kinerjanya. Amin.
vii
Cara Mudah Belajar Menulis untuk Siswa Kelas I Sekolah Dasar Duriah, S.Pd. (Pengawas SD)
D
alam sistem pembelajaran, tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan siswa mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru, tetapi hal ini sering dilupakan guru. Guru yang senang berceramah dan memberi tugas hampir setiap tujuan pembelajarannya menggunakan strategi penyampaian yang sama, seakanakan dia berpikir bahwa segala jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi yang demikian, padahal ini sangat keliru. Apabila kita menginginkan siswa terampil menggunakan alat tertentu katakanlah terampil menggunakan pensil viii
untuk menulis, tentu saja guru bukan hanya dengan bertutur dan menugaskan anak untuk berlatih menulis di rumah dengan segudang PR latihan menulis. Menulis bagi anak dewasa merupakan hal yang kurang disukainya, karena sebagian dari mereka sudah mulai disuguhi dengan alat-alat elektronik yang canggih di rumah masing-masing misal komputer. Ketika mereka ingin menggambar tinggal membuka programnya, dengan hanya mengutak-atik kursor jadilah gambar yang diinginkan tanpa harus bersusah-payah menghapus setiap kesalahan yang dibuatnya. Demikian juga untuk mengirim pesan atau informasi, mereka tidak usah menulis panjang-panjang dalam kertas, tinggal ambil handphone lalu pijitlah tombol yang diinginkan maka bias berbicara secara langsung. Itulah kira-kira fenomena yang terjadi sekarang ini pada sebagian besar siswa termasuk di dalamnya siswa kalas I Sekolah Dasar, termasuk dari cerita para guru-guru terutama guru kelas I yang berada di Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Untuk hal tersebut di atas guru harus mempunyai keterampilan khusus, bagaimana agar siswa dapat memegang pensil dengan benar dan pada akhirnya dapat menulis dengan mudah sehingga siswa akan merasa senang dengan pelajaran menulis. Perlu kita ingat, bahwa mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu. Walaupun kita mengajar pada ix
sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap individu. Sama seperti seorang dokter, dokter dikatakan jitu dan profesional manakala ia mampu menangani 50 orang pasien dan seluruhnya sembuh, dan dokter dikatakan tidak berhasil/tidak baik apabila ia menangani 50 orang pasien dan 49 orang sakitnya bertambah parah atau malah mati. Demikian juga halnya dengan guru, dikatakan guru yang baik dan profesional manakala ia menangani 50 orang siswa, seluruhnya berhasil mencapai tujuan, sebaliknya dikatakan guru yang tidak baik atau tidak berhasil manakala ia menangani 50 orang siswa dan 49 siswa tidak berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dilihat dari segi jumlah siswa sebaiknya standar keberhasilan guru ditentukan setinggi-tingginya. Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualitas proses pembelajaran.
x