Dari Redaksi
P
uji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan lindunganNya sehingga Jurnal CCIT untuk Volume 2 Nomor 2 Bulan Januari Tahun 2009 dapat diterbitkan tepat waktu. Penerbitan jurnal ini dimaksudkan sebagai media dokumentasi dan informasi ilmiah yang sekiranya dapat membantu para dosen, staf dan mahasiswa dalam menginformasikan/mempublikasikan hasil penelitian, opini, tulisan dan kajian ilmiah lainnya kepada berbagai komunitas ilmiah. Penerbitan Jurnal Volume 2 Nomor 2 ini berisikan 7 artikel yang mencakup bidang informatika dan komputer, walaupun tidak seluruhnya merupakan hasil penelitian, diharapkan dapat bermanfaat bagi pembacanya. Jurnal ini diterbitkan dengan memuat artikel mengenai: Analisis Kinerja Student Information Services Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM), Simulasi Sistem Kendali Kecepatan Mobil Secara Otomatis, IT Governance - Support For Good Governance, Simulasi Layanan Kartu Panggil Pada Jaringan Public Switch Telephone Network Berbasis Intelligent Network, Perancangan Lampu Lalu Lintas Dengan Menggunakan Catu Daya Cadangan Berbasis Mikrokontroller AT89S51, Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Dan Proses Penciptaan Pengetahuan dan Aplikasi Pengolahan Bahasa Alami Untuk Operasi Queri Database. Tak lupa pula pada kesempatan ini kami mengundang pembaca untuk mengirimkan naskah ringkasan penelitiannya ke redaksi kami. Akhirnya tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan jurnal ini. Tangerang, 1 Januari 2009
Maimunah, S. Kom. Sekretaris Redaksi
i
CCIT adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Raharja Enrichment Centre (REC) Perguruan Tinggi Raharja, Tangerang CCIT terbit tiga kali dalam satu tahun, setiap bulan Januari, Mei, September Pelindung: Drs. Po. Abas Sunarya, M.Si. Ketua Dewan Editor: Ir. Untung Rahardja, M.T.I. Sekretaris Redaksi: Maimunah, S.Kom. Mitra Bestari: Prof. Drs. Suryo Guritno Mstats. Ph.D (Universitas Gajah Mada) Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA (STIMIK PERBANAS) Dr. Zainal A. Hasibuan (Universitas Indonesia) Drs.Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc. (Universitas Gajah Mada) Dr. Iping Supriyana (Institut Teknologi Bandung) Jazi Eko Istiyanto, M.Sc., Ph.D (Universitas Gajah Mada) Dewan Editor: Prof. Dr. Susanto Rahardja Dr. Ir. Sunar Abdul Wahid, MS. Dr. Ir. Djoko Soetarno, DEA. Henderi, M. Kom. Abdul Hayat, M.T.I. Redaksi Pelaksana: Padeli, S. Kom. Sugeng Santoso, S. Kom. Euis Siti Nuraisyah, S. Kom. Drs. Sugeng Widada Redaksi menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan dari kalangan akademisi, peneliti dan praktisi. Blind review dilakukan untuk menentukan tulisan yang akan dimuat. Pedoman penulisan tercantum pada bagian akhir jurnal ini. Tulisan yang diserahkan harus disertai softcopynya. Alamat Redaksi: Raharja Enrichment Centre (REC) Jl. Jenderal Sudirman Nomor 40 Cikokol - Tangerang Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ii
Daftar Isi
1 2 3 4 5 6 7
Analisis Kinerja Student Information Services Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM)............................................................111 - 129 Simulasi Sistem Kendali Kecepatan Mobil Secara Otomatis.............130 - 141 IT Governance - Support For Good Governance..............................142- 151 Simulasi Layanan Kartu Panggil Pada Jaringan Public Switch Telephone Network Berbasis Intelligent Network............................................152- 166 Perancangan Lampu Lalu Lintas Dengan Menggunakan Catu Daya Cadangan Berbasis Mikrokontroler AT89S51.................................................167 - 184 Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Dan Proses Penciptaan Pengetahuan..............................................................................185- 196 Aplikasi Pengolahan Bahasa Alami Untuk Operasi Queri Database.....197- 204 Pedoman Penulisan.....................................................................205- 206 Formulir Persetujuan Pembuatan Artikel Jurnal.......................................208 Formulir Kriteria dan Bobot Penilaian Karya Tulis Ilmiah..................209- 210 Formulir Editor Bahasa Karya Tulis Ilmiah...............................................211 Formulir Editor Layout dan Artistik Karya Tulis Ilmiah...............................212 Formulir Penyelesaian Artikel. ..............................................................213 Formulir Kesediaan Mitra Bestari Jurnal Ilmiah........................................213
iii
ISSN: 1978 - 8282
ANALISIS KINERJA STUDENT INFORMATION SERVICES MENGGUNAKAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) Untung Rahardja1 Sunar Abdul Wahid2 Nia Haryani3
[email protected],
[email protected] ABSTRAKSI Dalam perkembangan teknologi informasi khususnya pada manajemen modern saat ini semakin banyak organisasi-organisasi yang mengalihkan perhatiannya kepada pengguna dan kemudian mengorientasikan kinerjanya pada mutu pelayanan, hal ini dikarenakan sistem pelayanan merupakan hal yang paling penting serta dapat menjadi tolak ukur dan menilai sejauh mana kualitas dari sistem yang telah diterapkan. Seiring dengan berjalannya sistem, keoptimalan dari sistem yang diinginkan terkadang sulit dicapai. Bahkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai keoptimalan sistem tersebut sulit dijalankan dan ditindaklanjuti, hal ini dikarenakan kurangnya informasi mengenai kekurangan-kekurangan dari sistem yang sedang dijalankan. Untuk itu berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukannya analisa sejauh mana keoptimalan sebuah sistem pelayanan yang telah diterapkan, karena dengan adanya analisa lebih lanjut maka kekurangan dari sistem yang sedang berjalan dapat diketahui sehingga dapat dilakukan tindak lajut terhadap kekurangan sistem tersebut supaya sistem yang dihasilkan menjadi lebih optimal dan dapat meningkatkan kepuasan user. Terdapat beberapa teori yang digunakan dalam melakukan kajian terhadap adopsi teknologi informasi oleh pengguna akhir (end user) diantaranya adalah Theory of Reason Action, Theory of Planned Behaviour, Task-Technology Fit Theory, dan Technology Acceptance Model (TAM). Namun dalam hal ini Technology Acceptance Model lebih banyak digunakan. Metode ini membuat model tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi. Penerapan model TAM kedalam analisa Student Information Services ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan serta keoptimalan dari Student Information Services tersebut. Dengan melakukan analisa lebih lanjut maka kekurangan dari sistem tersebut dapat diketahui dan dilakukan penyempurnaan terhadap sistem. Kata kunci: Student Information Services, keoptimalan sistem, Technology Acceptance Model, sistem pelayanan.
1. Dosen Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 2. Dosen Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 3. Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692
Vol.2 No.2 - Januari 2009
111
ISSN: 1978 - 8282 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi yang pesat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan peranan sistem teknologi informasi (Stevanus,2008) serta menuntut untuk selalu berinovasi dalam menghadapi persaingan di dalamnya. Agar mampu bertahan di era globalisasi saat ini dan dimasa yang akan datang, seluruh instansi pemerintah maupun swasta harus selalu memanfaatkan teknologi informasi di setiap bidang yang terdapat didalamnya. Salah satu fenomena yang cukup menarik di era globalisasi dan perkembangan informasi saat ini yaitu semakin pesat dan hebatnya laju perkembangan dengan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan apakah dengan diterapkannya teknologi informasi dan komunikasi di setiap sendi kehidupan bisa menyelesaikan semua masalah manusia? Salah satu upaya untuk memahami fenomena dan pertanyaan tersebut adalah melalui kajian terhadap teori atau model adopsi teknologi informasi dan komunikasi (Budi,2007). Dalam upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu serta kualitas suatu perguruan tinggi, maka dituntut untuk dapat meningkatkan sistem pengelolaan data/ informasi dan sistem pelayanan. Pada kenyataannya, dalam perkembangan teknologi informasi khususnya pada manajemen modern saat ini semakin banyak organisasiorganisasi yang mengalihkan perhatiannya kepada pengguna dan kemudian mengorientasikan kinerjanya pada mutu pelayanan (Retno,2008) karena tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan memegang peranan yang sangat penting. Selain itu juga pelayanan yang dilakukan oleh setiap organisasi merupakan sebuah investasi yang tak ternilai harganya. Untuk itu sistem pelayanan yang diterapkan harus mempunyai kualitas yang baik serta mempunyai tingkat keoptimalan yang tinggi. Menurut Budi Hermana (2007) terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keoptimalan dari suatu sistem diantaranya adalah Theory of Reason Action, Theory of Planned Behaviour, Task-Technology Fit Theory, dan Technology Acceptance Model (TAM). Namun dalam hal ini Technology Acceptance Model (TAM) lebih banyak digunakan dalam penelitian sistem informasi dikarenakan dengan penggunaan metode ini maka dapat mengetahui reaksi pengguna terhadap sistem informasi serta dapat mengukur tingkat keoptimalan dari suatu sistem yang dianalisa. PERMASALAHAN Kecenderungan terjadinya End User Computing telah menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dalam sikap dan perilaku pengguna sistem informasi. Perasaan menerima atau menolak muncul menjadi dimensi sikap terhadap penggunaan sistem informasi.
112
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Selain sikap, diketahui ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku user terhadap penggunaan sistem informasi (Arif,2008). Kualitas dan keoptimalan sistem pelayanan menjadi modal besar bagi sebuah perguruan tinggi terutama pada sistem pelayanan mahasiwa. Sistem pelayanan mahasiswa tersebut dapat menjadi parameter bagi manajemen dalam hal kualitas pemenuhan kebutuhan bagi mahasiswa. Untuk itu, keoptimalan dari sistem yang diterapkan sangat diperlukan dan menjadi hal yang penting yang harus diperhatikan. Untuk mengetahui tingkat keoptimalan suatu sistem yang telah diterapkan, maka perlu dilakukannya analisa terhadap sistem tersebut. Salah satu metode analisa yang dapat digunakan yaitu Technology Acceptance Model (TAM). Dari pembahasan diatas maka dapat diidentifikasikan masalah yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Apakah metode analisa Technology Acceptance Model (TAM) merupakan metode yang tepat untuk menganalisa sistem pelayanan mahasiswa (Student Information Services)? 2. Sejauh mana penggunaan metode analisa Technology Acceptance Model (TAM) dapat mengetahui tingkat keoptimalan suatu sistem? MANFAAT DAN TUJUAN Penelitian terhadap sistem pelayanan mahasiswa (Student Information Services) mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui metode yang tepat yang dapat digunakan untuk melakukan analisa terhadap sistem pelayanan mahasiswa (Student Information Services) 2. Mengukur tingkat keoptimalan sistem dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian terhadap Student Information Services diantaranya : 1. Diterapkannya model analisa Technology Acceptance Model (TAM) untuk mengukur tingkat keoptimalan suatu sistem. 2. Dapat mengetahui tingkat keoptimalan sistem yang telah diterapkan LANDASAN TEORI Dalam melakukan analisa, berbagai teori perilaku (behavioral theory) digunakan untuk melakukan pengkajian proses adopsi teknologi informasi oleh pengguna akhir
Vol.2 No.2 - Januari 2009
113
ISSN: 1978 - 8282 (end users), teori yang digunakan tersebut diantaranya adalah Theory of Reason Action, Theory of Planned Behaviour, Task-Technology Fit Theory, dan Technology Acceptance Model. Dari berbagai teori yang digunakan, Technology Acceptance Model (TAM) merupakan model penelitian yang paling luas untuk meneliti adopsi teknologi informasi. (Budi,2007). Penjelasan dari teori-teori diatas diantaranya :
1. Theory of Reason Action Pada tahun 2002 Kings dan Gribbins menyebutkan bahwa pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Fishbein and Ajzen telah mulai mengembangkan suatu teori yang membantu para peneliti untuk memahami dan memprediksi sikap dan perilaku individu. TRA telah berhasil memprediksi dan menjelaskan perilaku pada berbagai wilayah kajian. Teori tersebut paling sering digunakan sebagai model teoritis dalam sistem informasi. Davis, Bagozzi, dan Warshaw (1989) menyatakan bahwa kinerja seseorang mengenai perilaku tertentu ditentukan oleh tujuan untuk menjalankan prilaku, dan tujuan tersebut ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. 2. Theory of Planned Behavior TPB merupakan perluasan dari TRA, yaitu dengan penambahan variabel perceived behavioral control. Selain prilaku dan norma subyektif, untuk menerangkan situasi dimana individu tidak memiliki pengendalian terhadap perilaku yang diinginkannya (Ajzen, 1991) di dalam Chau dan Hu (2001). Menurut King (2003), penelitian mengenai adopsi teknologi sudah menggunakan TRA dan TPB sebagai model teoritisnya, tetapi TRA lebih umum digunakan. Chau dan Hu (2001) menggabungkan TPB dengan TAM. Variabel pengendaliannya diukur dengan 3 indikator yaitu kemampuan, pengetahuan, dan sumber daya yang dimiliki. 3. Social Cognitive Theory Compeau dan Higgins (1999) sudah menggunakan model yang didasarkan pada teori kognitif yang dikembangkan oleh Badura untuk menguji pengaruh computer self-efficacy, ekspektasi hasil, minat atau perhatian, serta kecemasan terhadap penggunaan komputer. Dalam teori ini self-efficacy merupakan antecedent terhadap penggunaan teknologi. Tanggapan emosional seperti perhatian dan kecemasan dipengaruhi oleh self-efficacy. Sedangkan menurut Venkatesh (2003), ekspektasi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu ekpektasi pencapaian individual dan ekspektasi kinerja. 3. Technology Acceptance Model Metode TAM ini pertama sekali dikenalkan oleh Davis pada tahun 1989. TAM adalah teori sistem informasi yang membuat model tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi. Model ini mengusulkan bahwa ketika
114
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 pengguna ditawarkan untuk menggunakan suatu sistem yang baru, sejumlah faktor mempengaruhi keputusan mereka tentang bagaimana dan kapan akan menggunakan sistem tersebut, khususnya dalam hal: usefulness (pengguna yakin bahwa dengan menggunakan sistem ini akan meningkatkan kinerjanya), ease of use (di mana pengguna yakin bahwa menggunakan sistem ini akan membebaskannya dari kesulitan, dalam artian bahwa sistem ini mudah dalam penggunaannya).
Gambar 1: Model Teknologi Accptance Model
TAM yang memiliki elemen yang kuat tentang perilaku (behavioral), mengasumsikan bahwa ketika seseorang membentuk suatu bagian untuk bertindak, mereka akan bebas untuk bertindak tanpa batasan (gambar 1). Beberapa penelitian telah mereplikasi studi Davis untuk memberi bukti empiris terhadap hubungan yang ada antara usefulness, ease of use dan system use (Furneaux, 2006). 5. Task-Technology Fit Theory Inti dari Model Task Technology Fit adalah sebuah konstruk formal yang dikenal sebagai Task-Technology Fit (TTF), yang merupakan kesesuaian dari kapabilitas teknologi untuk kebutuhan tugas dalam pekerjaan yaitu kemampuan teknologi informasi untuk memberikan dukungan terhadap pekerjaan (Goodhue & Thompson 1995, disitasi oleh Dishaw et al., 2002). Model TTF memiliki 4 konstruk kunci yaitu Task Characteristics , Technology Characteristics , yang bersama-sama mempengaruhi konstruk ketiga TTF yang balik mempengaruhi variabel outcome yaitu Performance atau Utilization (Gambar 2). Model TTF menempatkan bahwa teknologi informasi hanya akan digunakan jika fungsi dan manfaatnya tersedia untuk mendukung aktivitas pengguna.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
115
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 2: Model Task-Technology Fit Theory
Model evaluasi ini pertama kali dikembangkan oleh Goodhue dan Thompson pada tahun 1995. Teori ini berpegang bahwa teknologi informasi memiliki dampak positif terhadap kinerja individu dan dapat digunakan jika kemampuan teknologi informasi cocok dengan tugas-tugas yang harus dihasilkan oleh pengguna (Furneaux, 2006).
PEMECAHAN MASALAH Sistem pelayanan mahasiswa mempunyai peranan yang penting pada perguruan tinggi karena sistem yang baik akan menjadikan kualitas perguruan tinggi tersebut menjadi baik pula. Sistem pelayanan mahasiswa yang diterapkan harus dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa dengan optimal. Pada prinsipnya bahwa pelayanan yang baik yang dilakukan oleh suatu organisasi harus memuat beberapa aspek (Fandi,2007), antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
116
Keterbukaan, yaitu adanya informasi pelayanan yang berupa loket informasi yang dimilikinya dan terpampang dengan jelas. Kesederhanaan, yaitu mencakup prosedur palayanan dan persyaratan pelayanan. Kepastian, yaitu menyangkut informasi waktu, biaya dan petugas pelayanan yang jelas. Keadilan, yaitu memberi perhatian yang sama terhadap pelanggan tanpa adanya diskriminasi yang dapat dilihat dari materi atau kedekatan seseorang. Keamanan dan kenyamanan hasil produk pelayanan memenuhi kualitas teknis dan dilengkapi dengan jaminan purna pelayanan secara administrasi. Perilaku petugas pelayanan menyenangkan pelanggan.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Berdasarkan keenam aspek tersebut, untuk menilai tingkat keoptimalan sistem pelayanan mahasiswa pada perguruan tinggi perlu dilakukannya analisa yang disertai dengan metode analisa yang tepat dalam pembuktiannya. Dari beberapa model analisa yang ada maka dilakukan perbandingan dengan menggunakan dua model analisa yaitu Task-Technology Fit Theory dengan Technology Acceptance Model (TAM) . Analisa dengan menggunakan Task-Technology Fit Theory (TTF) yaitu melakukan penilaian kemampuan teknologi informasi untuk memberikan dukungan terhadap pekerjaan. Metode ini menjelaskan bahwa teknologi informasi hanya akan digunakan jika fungsi dan manfaatnya tersedia. Teori ini berpegang bahwa teknologi informasi memilki dampak positif terhadap kinerja individu dan dapat digunakan jika kemampuan teknologi informasi cocok dengan tugas-tugas yang harus dihasilkan oleh pengguna. Sedangkan metode Technology Acceptance Model (TAM) menilai tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi serta menilai tanggapan pengguna dalam menggunakan sistem yang baru dengan berabagai faktor yang mempengaruhi pengguna tersebut (Budi,2007). Berdasarkan uraian diatas maka metode yang tepat untuk melakukan analisa terhadap Student Information Services yaitu metode Technology Acceptance Model (TAM). Model ini menjelaskan teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna Teknologi Informasi (TI) akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap pemanfaatan dan kemudahan penggunaan TI sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan TI menjadikan tindakan/perilaku orang tersebut sebagai tolak ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Model TAM juga menjelaskan perilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan (intention), dan hubungan perilaku pengguna (user behaviour relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktorfaktor utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Digunakannya model analisa Technology Acceptance Model (TAM) sistem pelayanan atau Student Information Services dapat membuktikan keoptimalan dari sistem pelayanan tersebut. Mahasiswa dapat menerima pelayanan secara langsung dan kapanpun tanpa harus memperhatikan kondisi petugas pelayanan tersebut. Secara tidak langsung ke-enam aspek dalam hal pemenuhan kualitas pelayanan tersebut sudah terpenuhi dengan baik.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
117
ISSN: 1978 - 8282 IMPLEMENTASI Begitu pentingnya arti dari sebuah pelayanan, hal tersebut berlaku pula bagi seluruh perguruan tinggi yang senantiasa selalu memberikan pelayanan yang terbaik terhadap seluruh mahasiswanya. Oleh karena itu pengimplementasian dari Student Information Services sangat menunjang bagi peningkatan kualitas pelayanan mahasiswa pada setiap perguruan tinggi. Tingkat keoptimalan dari penggunaan Student Information Services dapat dianalisa dengan menggunakan Technology Acceptance Model (TAM). Dengan menggunakan metode tersebut dapat terlihat sejauh mana keberhasilan dari sistem yang telah ada. Student Information Services merupakan sebuah sistem yang telah dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam segi pelayanan. Penggunaannya dari sistem tersebut dapat diakses secara langsung oleh seluruh mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut. Berikut adalah tampilan Student Information Services : a.Tampilan utama students information services (SIS touchscreen) KLIK disini untuk mulai
Gambar 3. Tampilan utama students information services (SIS)
Untuk memulai melakukan akses melalui SIS touchscreen ini, kita harus mengklik gambar yang terdapat pada tampilan awal tersebut. Dengan itu kita dapat memulai menggunakan SIS Touchscreen ini.
118
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 b.Halaman Pencarian nama Students Information Services (SIS touchscreen)
Gambar 4. Tampilan pencarian nama students information services (SIS)
Pada halaman ini kita dapat mencari nama mahasiswa tanpa harus mengetikan NIM pribadi mahasiswa tersebut. Mahasiswa yang ingin melakukan akses di SIS touchscreen ini cukup mencari nama mahasiswa dengan menekan huruf depan dari nama mahasiswa tersebut. Dan untuk masuk ke tampilan berikutnya, mahasiswa cukup menekan foto mahasiswa tersebut dan selanjutnya melakukan proses login dengan memasukan password mahasiswa. Selain itu pada halaman ini apabila mahasiswa tidak ingin melakukan akses di SIS touchscreen, mahasiswa juga dapat mendengarkan musik serta melihat video pada jendela yang telah disediakan. c.Tampilan Login students information services (SIS touchscreen)
Gambar 5. Tampilan login students information services (SIS)
Vol.2 No.2 - Januari 2009
119
ISSN: 1978 - 8282 Untuk menjamin kerahasiaan dan privasi data dan informasi, maka setiap user (dalam hal ini mahasiswa) mempunyai password masing-masing yang digunakan untuk melakukan login pada sistem SIS. Jika user hendak menggunakan SIS, maka user diminta untuk mengetikan passwordnya terlebih dahulu untuk selanjutnya bisa masuk ke tampilan berikutnya. d.
Halaman utama student information services (SIS) Tampilan yang terdapat pada SIS touchscreen ini sangat lengkap. halaman utama SIS terbagi menjadi 11 bagian utama, yaitu: biodata mahasiswa, jendela misc online, jendela formulir on-line 2006, jendela formulir online, jendela database online, jendela print RBK, jendela sign out, jendela transaksi print, jendela view saldo voucher, jendela view transaksi voucher, dan jendela kotak saran. Untuk mendapatkan informasi di dalamnya seperti pada jendela formulir on-line 2006, jendela formulir online, jendela database online dan jendela misc online dapat diklik untuk menampilkan secondary page dengan masih-masing sub page di dalamnya. Sementara jendela yang lainnya juga memberikan informasi yang sangat banyak sekali seperi halnya jendela view saldo voucher. Dengan melalui jendela ini kita biasa melihat jumlah voucher yang kita miliki untuk melakukan transaksi pengeprinan. Tampilan halaman utama SIS adalah sebagai berikut:
Gambar 6 : Halaman utama students information services (SIS)
120
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 7. Misc online students information
Adapun tampilan sebagian coding yang digunakan dalam pembuatan program dari students information services (SIS), diantaranya sebagai berikut : ‘script untuk print sql1=”select * from voucher_print where nim=’”&nim&”’” if saldo_awal<>0 and bonus_awal=0 then if saldo_awal
=biaya_print then ket=”bisa” saldo_akhir=saldo_awal-biaya_print bonus_akhir=0 if saldo_awal<>0 and bonus_awal<>0 and bonus_awal=biaya_sisa then
Vol.2 No.2 - Januari 2009
121
ISSN: 1978 - 8282 ket=”bisa” bonus_akhir=0 saldo_akhir=saldo_awal-biaya_sisa <script defer> <% dim strsql_biodata, rs_biodata strsql_biodata=”Select * from view_all_mahasiswa WHERE NIM=’” & nim& “‘“ set rs_biodata=Conn.Execute(strsql_biodata) session(“ang”)=rs_biodata(“angkatan”) %> <% dim kur kur=rs_biodata(“Id_Kurikulum”) session(“kur”)=kur %> <% dim jnj,jrs,strsql2,rs2,kon jnj=rs_biodata(“Jenjang”) jrs=rs_biodata(“Jurusan”) kon=rs_biodata(“Konsentrasi”) strsql2=”select * from Kurikulum where Jenjang = ‘“&jnj&”’ and Jurusan = ‘“&jrs&”’ and Konsentrasi=’”&kon&”’” set rs2=conn.execute(strsql2)%> <% if not rs2.eof then %> <% session(“krl”)=rs2(“Id_kurikulum”) %> <% else %> <% session(“krl”)=”” %> <% end if %> ‘script login2 <% nim=request.QueryString(“nim”) nama=request.QueryString(“nama”) angka=request.QueryString(“angka”) pesan=request.QueryString(“pesan”) angka_sebelumnya=session(“angka”) jml_sebelumnya=len(angka_sebelumnya) if angka=”delete” then if jml_sebelumnya>0 then jml_delete=jml_sebelumnya-1 angka_tampil=left(angka_sebelumnya,jml_delete) elseif jml_sebelumnya=0 then angka_tampil=”” end if
122
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 else if angka=”” then angka_tampil=”” else if angka<>”” and angka<>”delete” then if jml_sebelumnya<5 then angka_tampil=angka_sebelumnya&angka elseif jml_sebelumnya>=5 then angka_tampil=angka_sebelumnya end if session(“angka”)=angka_tampil jml_tampil=len(angka_tampil) if angka_tampil=”” then img_password=”password” elseif angka_tampil<>”” then img_password=”password”&jml_tampil end if %>
ANALISA STATISTIK Berdasarkan data hasil observasi dengan penyebaran kuesioner, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 1 : Nilai Frequensi (Frequencies) Statistics N Mean Median Mode Std. Deviation Variance Minimum Maximum
Valid Missing
Sebelum 60 0 10.7167 10.0000 10.00 1.81418 3.291 8.00 14.00
Sesudah 60 0 17.1500 17.0000 18.00 1.43592 2.062 13.00 20.00
Dengan melakukan perhitungan frequensi dari seluruh data sampel maka dapat diketahui dengan jelas nilai mean, median, modus, variance serta nilai maksimum dan minimum untuk penilain pelayanan sebelum adanya Student Information Services dan setelah diimplementasikannya sistem tersebut di Perguruan Tinggi Raharja. Vol.2 No.2 - Januari 2009
123
ISSN: 1978 - 8282 Tabel 2 : Frequency pelayanan sebelum SIS diimplementasikan Sebelum
Valid
8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 Total
Frequency 6 10 17 8 6 7 6 60
Percent Valid Percent 10.0 10.0 16.7 16.7 28.3 28.3 13.3 13.3 10.0 10.0 11.7 11.7 10.0 10.0 100.0 100.0
Cumulative Percent 10.0 26.7 55.0 68.3 78.3 90.0 100.0
Tabel 3 : Frequency pelayanan setelah SIS diimplementasikan Sesudah
Valid
13.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 Total
Frequency 1 6 13 14 18 4 4 60
Percent 1.7 10.0 21.7 23.3 30.0 6.7 6.7 100.0
Valid Percent 1.7 10.0 21.7 23.3 30.0 6.7 6.7 100.0
Cumulative Percent 1.7 11.7 33.3 56.7 86.7 93.3 100.0
Histogram Untuk melihat lebih jelas gambaran dari penilaian sistem pelayanan di Perguruan tinggi Raharja, maka hasil pengolahan data disajikan pula dalam bentuk histogram seperti pada penggambaran berikut ini :
Gambar 8: Histogram pelayanan sebelum adanya SIS
124
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 9: Histogram pelayanan setelah ada SIS
T-Test
Paired Samples Correlations Tabel 4 : Perbandingan korelasi penilaian pelayanan sis
N
Pair 1
Sebelum & Sesudah
60
Correlation -.048
Sig. .713
Tabel 5 : Paired Sample test pelayanan SIS Paired Samples Test Pair 1 Sebelum - Sesud Paired Differenc Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Inter Lower of the Difference Upper t df Sig. (2-tailed)
Vol.2 No.2 - Januari 2009
-6.43333 2.36763 .30566 -7.04496 -5.82171 -21.047 59 .000
125
ISSN: 1978 - 8282 Maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Artinya : Berdasarkan hasil statistik diatas terdapat perbedaan signifikan antara sebelum digunakannya SIS dengan setelah sistem tersebut diimplementasikan dengan hasil nilai a kurang dari 0.05. Dengan bukti-bukti hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan Student Information Services dapat meningkatkan kualitas pelayanan mahasiswa pada Perguruan Tinggi Raharja. KESIMPULAN Pelayanan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi tolak ukur kualitas dalam sebuah instansi. Optimalnya pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh sistem terhadap pengguna merupakan tujuan yang harus dicapai setiap sistem. Penggunaan metode Technology Acceptance Model (TAM) terhadap suatu sistem bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan user dan tingkat keoptimalan dari sistem yang diterapkan. Secara lebih terinci TAM menjelaskan tentang penerimaan teknologi informasi dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi diterimanya teknologi informasi oleh pengguna (user). Model ini menempatkan faktor sikap dari tiap-tiap perilaku pengguna dengan dua variabel yaitu : 1. kemudahan penggunaan (ease of use) 2. kemanfaatan (usefulness) Kedua variabel ini dapat menjelaskan aspek keperilakuan pengguna (Davis,1989). Kesimpulannya adalah model TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi pengguna akan menentukan sikapnya dalam kemanfaatan penggunaan TI. Model ini secara lebih jelas menggambarkan bahwa penerimaan penggunaan TI dipengaruhi oleh kemanfaatan (usefulness) dan kemudahan penggunaan (ease of use).
126
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Dengan penerapan metode TAM kedalam Student Information Services, maka pengguna ditawarkan untuk menggunakan suatu sistem yang baru. Dengan adanya penawaran tersebut maka terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan mereka tentang bagaimana dan kapan akan menggunakan sistem tersebut, khususnya dalam hal usefulness (pengguna yakin bahwa dengan menggunakan sistem ini akan meningkatkan kinerjanya), ease of use (di mana pengguna yakin bahwa menggunakan sistem ini akan membebaskannya dari kesulitan, dalam artian bahwa sistem ini mudah dalam penggunaannya). Dengan diterapkannya Technology Acceptance Model (TAM) dalam analisa Student Information Services, maka tingkat kepuasan mahasiswa terhadap sistem dapat diukur. Karena dijelaskan bahwa seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan (Natalia,2004). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka dapat diidentifikasikan kebutuhan– kebutuhan mahasiswa yang belum terpenuhi. Selain itu kekurangan dari sistempun dapat diprediksi dan dapat segera dilakukan tindak lanjut terhadap sistem tersebut.
LAMPIRAN DATA PENILAIAN SISTEM PELAYANAN MAHASISWA PADA PERGURUAN TINGGI RAHARJA
Vol.2 No.2 - Januari 2009
127
ISSN: 1978 - 8282
128
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Keterangan : A. Jumlah Responden adalah 60 Orang B. Aspek Penilaian : 1 = Ketersediaan loket pelayanan 2 = Prosedur dan persyaratan pelayanan 3 = Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan informasi 4 = Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan informasi 5 = Sikap dan perilaku petugas pelayanan 6 = Keadilan dalam pelayanan 7 = Kenyamanan pelayanan DAFTAR PUSTAKA 1. Arif Wibowo, (2008). Kajian Tentang Perilaku pengguna sistem informasi dengan pendekatan technology acceptance model (TAM). Jurnal Universitas Budi Luhur, ciledug – Tangerang. 2. Wisnu Wijaya, Stevanus, (2008). Kajian Teoritis Technology Acceptance Model Sebagai Model Pendekatan Untuk Menentukan Strategi Mendorong Kemauan Pengguna Dalam Menggunakan Teknologi Informasi Dan Komunikas, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 3. Davis, Fred D., (1989). Measurement Scales for Perceived Usefulness and erceived Ease of Use. http://wings.buffalo.edu/mgmt/courses/mgstand/succes/davis.html. Accessed 29 Maret 2008. 4. Fandi Ciptono, (2007). Fungsi Pelayanan. www.geocitis.org. Accessed 7 April 2008. 5. Furneaux, B. (2006) Theories Used in IS Research: Technology Acceptance Model. Available from: http://www.istheory.yorku.ca. Accessed 29 Maret 2008. 6. Hermana, Budi, (2007). Blog Archive. Model Adopsi Teknologi Informasi. Accessed 15 Juni 2008. 7. Retno sayekti (2007) Mutu pelayanan pada organisasi profit dan organisasi not for profit, www.litagam.ogr. Accessed 29 Maret 2008. 8. Retno sayekti, (2008). Organisasi profit dan non profit. www.litagam.ogr. Accessed 7 April 2008. 9. Tangke, Natalia, (2004). Analisa Penerimaan Penerapan TABK dengan Menggunakan TAM pada BPK-RI. http://puslit.petra.ac.id. Accessed 7 April 2008. 10. Anonim, (2008). Peranan pelayanan dalam organisasi. www.umsida.ac.id. Accessed 7 April 2008. 11. Anonim, (2007). Universitas Muhamadiyah Yogyakarta 2007 Pelatihan Costumer Service. Yogyakarta. Vol.2 No.2 - Januari 2009
129
ISSN: 1978 - 8282
Simulasi Sistem Kendali Kecepatan Mobil Secara Otomatis Untung Rahardja1 Asep Saefullah2 M.Ramdani3 [email protected]; [email protected] ABSTRAKSI Perkembangan teknologi mikrokontroller dapat disandingkan dengan perkembangan teknologi dibidang permesinan dalam kendaraan bermotor. Banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi salah satu penyebabnya yaitu tidak ada pengontrolan kecepatan kendaraan bermotor khususnya mobil, yang dikendalikan secara otomatis. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka dibuat suatu alat simulasi pengontrolan kecepatan mobil secara otomatis dengan menggunakan mikrokontroller. Simulasi sistem kendali kecepatan mobil secara otomatis adalah sebuah sistem kendali yang dirancang untuk bisa mengontrol kecepatan mobil secara otomatis tanpa perlu menggunakan remote kontrol, simulasi ini menggunakan miniatur mobil (robot mobil). Untuk bisa mengontrol kecepatan mobil secara otomatis, mobil ini dilengkapi oleh berbagai modul diantaranya modul sensor, mikrokontroller, dan driver motor. Sensor yang digunakan adalah sensor ultrasonik yang akan mendeteksi apabila ada benda atau media lain di depan mobil. Ketika sinyal mengenai benda penghalang, maka sinyal ini dipantulkan transmitter dan diterima oleh receiver ultrasonik. Sinyal yang diterima oleh rangkaian receiver di kirimkan ke rangkaian mikrokontroller untuk selanjutnya memberikan perintah agar kecepatan mobil berkurang sesuai dengan algoritma program mikrokontroller yang dibuat. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah prototype robot mobil yang kecepatannya dapat dikendalikan secara otomatis melalui media sensor ultrasonik yang dapat mendeteksi benda di depan mobil tersebut. Potensi pengembangan adalah implementasi pada kendaraan beroda empat di masa yang akan datang sehingga dapat mengurangi dampak kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan kendaraan bermotor. Kata kunci : Mikrokontroller, Simulasi, Kecepatan Mobil
Pendahuluan Simulasi sistem kendali kecepatan mobil secara otomatis merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi kecelakaan lalu lintas yang di akibatkan dari tabrakan kendaraan bermotor. Salah satu faktor penyebab kecelakaan akibat tabrakan adalah kelalaian dari pengemudi yang biasanya ketika mengemudikan kendaraan seorang supir 1. Dosen Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 2. Dosen Jurusan Sistem Komputer, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 3. Mahasiswa Jurusan Sistem Komputer, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692
130
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 mengantuk, sedang merokok, minum, makan ataupun berbicara di telepon genggam, yang mengakibatkan penginjakan rem secara mendadak ketika ia tersadar ada sesuatu di depannya. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan penelitian ini adalah, seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan kendaraan bermotor. Kecelakaan yang terjadi disebabkan tidak adanya pengontrolan kecepatan kendaraan bermotor secara otomatis. Untuk itu maka perlu dirancang sebuah alat kontrol yang dapat mendeteksi jarak antara kendaraan yang sedang digunakan dengan benda (kendaraan lain) di depannya. Perancangan berupa simulasi kecepatan otomatis dilakukan dengan menggunakan miniatur mobil. Percobaan yang dilakukan masih merupakan simulasi sehingga untuk implementasinya perlu pengembangan dan penelitian lebih jauh apabila di terapkan pada kendaraan bermotor yang sesungguhnya. Simulasi ini jika diterapkan pada kendaraan bermotor sesungguhnya maka dapat memberikan kenyamanan dalam berkendaraan karena seorang pengemudi tidak perlu menginjak rem secara mendadak apabila ada media penghalang di depannya. Pembahasan Simulasi sistem kendali kecepatan mobil secara otomatis adalah sebuah sistem kendali yang dirancang untuk bisa mengontrol kecepatan mobil secara otomatis tanpa perlu menggunakan remote kontrol, dalam hal ini menggunakan miniatur mobil (robot mobil). Untuk bisa mengontrol kecepatan mobil secara otomatis, mobil ini dilengkapi oleh berbagai modul diantaranya modul sensor, microcontroller, dan driver motor. Sensor yang digunakan adalah sensor ultrasonik yang akan mendeteksi apabila ada benda atau media lain di depan mobil. Ketika sinyal mengenai benda penghalang, maka sinyal ini dipantulkan tranmiter dan diterima oleh receiver ultrasonik. Sinyal yang diterima oleh rangkaian receiver di kirimkan ke rangkaian mikrokontroller untuk selanjutnya memberikan perintah agar kecepatan mobil berkurang sesuai dengan algoritma program mikrokontroller yang dibuat. Untuk menggerakan mobil ini digunakan motor stepper tipe bipolar. Sebagai perantara antara motor stepper dan mikrokontroller maka digunakan sebuah motor driver yang berfungsi untuk mengatur arah perputaran dari motor stepper itu sendiri. Agar mobil tersebut dapat bergerak sesuai dengan fungsinya tentu saja dibutuhkan pemrograman khusus, oleh karena itu maka perlu dirancang sebuah program yang dibangun dengan menggunakan pemrograman bahasa assembly yang kemudian dikonversikan kedalam bentuk heksa. Program dalam bentuk heksa inilah yang akan dimasukan atau lebih dikenal dengan sebutan injection kedalam mikrokontroller. Data yang diterima oleh mikrokontroller tersebut merupakan data digital hasil konversi dari
Vol.2 No.2 - Januari 2009
131
ISSN: 1978 - 8282
Analog to Digital Converter (ADC) yang tentunya sudah dimiliki oleh mikrokontroller itu sendiri. Fitur inilah yang merupakan salah satu fitur terpenting dalam perancangan mobil ini, karena semua peripheral pendukung dari mobil ini seperti motor driver dan comparator sensor bergerak berdasarkan masukan data digital yang dikeluarkan oleh mikrokontroller. Untuk memindahkan program dari komputer kedalam mikrokontroller digunakan downloader yang berfungsi sebagai perantara untuk pengisian program yang telah disebutkan tadi. Adapun diagram sistem blok secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Diagram blok simulasi kecepatan mobil otomatis
Pembahasan Blok sensor Gelombang ultrasonik adalah gelombang dengan besar frekuensi diatas frekuensi gelombang suara yaitu lebih dari 20 KHz. Sensor ultrasonik terdiri dari rangkaian pemancar ultrasonik yang disebut transmitter dan rangkaian penerima ultrasonik yang disebut receiver. Sinyal ultrasonik yang dibangkitkan akan dipancarkan dari transmitter ultrasonik. Ketika sinyal mengenai benda penghalang, maka sinyal ini dipantulkan, dan diterima oleh receiver ultrasonik. Sinyal yang diterima oleh receiver dikirimkan ke rangkaian mikrokontroller untuk selanjutnya memberikan perintah kepada sistem yang digunakan sesuai dengan algoritma program mikrokontroller yang dibuat, seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
132
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 2. Prinsip kerja sensor ultrasonik
Pemancar Ultrasonik (Transmitter) Pemancar Ultrasonik ini berupa rangkaian yang memancarkan sinyal sinusoidal berfrekuensi di atas 20 KHz menggunakan sebuah transducer transmitter ultrasonik dan sinyalnya difokuskan melalui sebuah corong atau pipa. Pada penggunaannya, akan digunakan sebuah pemancar yang akan mengirimkan sinyal kepada receiver. Penerima Ultrasonik (Receiver) Penerima Ultrasonik ini akan menerima sinyal ultrasonik yang dipancarkan oleh pemancar ultrasonik dengan karakteristik frekuensi yang sesuai. Sinyal yang diterima tersebut akan melalui proses filterisasi frekuensi dengan menggunakan rangkaian band pass filter (penyaring pelewat pita), dengan nilai frekuensi yang dilewatkan telah ditentukan. Kemudian sinyal keluarannya akan dikuatkan dan dilewatkan ke rangkaian komparator (pembanding) dengan tegangan referensi ditentukan berdasarkan tegangan keluaran penguat pada saat jarak antara sensor robot mobil dengan benda penghalang mencapai jarak minimum untuk mengurangi kecepatan. Dapat dianggap keluaran komparator pada kondisi ini adalah high (logika ‘1’) sedangkan jarak yang lebih jauh adalah low (logika ’0’). Logika-logika biner ini kemudian diteruskan ke rangkaian pengendali (mikrokontroller). Pembahasan Blok Mikrokontroller Mikrokontroller merupakan komponen utama atau bisa disebut juga sebagai otak yang berfungsi sebagai pengatur pergerakan motor (Motor Driver) dan pengolah data yang dihasilkan oleh komparator blok sensor. Blok ini terdiri dari beberapa komponen diantaranya : AT89S2051, sebuah resistor berukuran 2,2 KÙ, sebuah resistor berukuran 220 Ù, sebuah elektrolit kapasitor berukuran 10 µf 35 Volt, sebuah LED (Light Emiting
Vol.2 No.2 - Januari 2009
133
ISSN: 1978 - 8282
Diode) 2 buah kapasitor berukuran 30 pf, sebuah kristal dengan frekuensi 11,0592 Mhz, dan sebuah switch yang berfungsi untuk memulai menjalankan simulasi. Pembahasan Blok Motor Driver Blok ini merupakan blok rangkaian yang akan menggerakan motor stepper. Komponen yang digunakan dalam blok rangkaian ini adalah sebuah IC dengan tipe L293D. Rangkaian ini berfungsi apabila menerima perintah dari mikrokontrol untuk mengatur kecepatan dari motor. IC L293D adalah suatu IC monolhitic high voltage dengan empat pengarah saluran, dirancang untuk menerima DTL standar atau TTL logic level dan difungsikan untuk mengatur beban induktif (seperti Solenoid, DC Motor dan Motor Stepper). Untuk menyederhanakan penggunaan IC ini disediakan dua chanel yang berfungsi sebagai pin input. Supply input yang terpisah digunakan untuk logika yang memungkinkan pemakaian voltase rendah, IC ini juga bisa dipakai pada aplikasi dengan frekuensi lebih dari 5 Khz. Konstruksi Fisik Mobil Sebuah Mikrokontroller biasanya terdiri dari 3 elemen penting agar menjadi suatu rangkaian otomatis yang terintegrasi, yaitu konstruksi fisik Mikrokontroller, rangkaian elektronik, dan suatu software yang mengontrol komponen tersebut. Konstruksi fisik didesain untuk melakukan konsep atau tujuan dari Mikrokontroller itu sendiri, dengan kata lain tujuan utama dari pembuatan Mikrokontroller tercermin dari konstruksi fisiknya. Berikut konstruksi fisik dari simulasi kecepatan mobil secara otomatis yang dibuat :
Gambar 3. Konstruksi fisik mobil
134
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Skema Rangkaian Elektronik
Gambar 4. Skema rangkaian simulasi kecepatan mobil otomatis blok mikrokontroller,
Blok Motor Driver dan Blok Catu daya
Gambar 5. Skema rangkaian pemancar sensor ultrasonik
Vol.2 No.2 - Januari 2009
135
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 6. Skema rangkaian penerima sensor ultrasonik
Gambar 7. Rangkaian kecepatan mobil otomatis
136
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 3.8.
Flowchart Sistem
Gambar 8. Flowchart simulasi kecepatan mobil otomatis
Uji Coba Terhadap Blok Sensor Uji coba blok sensor terdiri dari rangkaian transmiter dan receiver. Tegangan input yang masuk pada masing-masing rangkaian yaitu 9 VDC. Jarak kesensitifan yang dapat di tempuh oleh sensor terdapat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Hasil uji coba kesensitifan sensor Jarak Sensor
Tingkat Kesensitifan Sensor
V Out ToMikrokontroller
< 10 cm
Sangat Baik
0 VDC
10 – 15 cm
Sangat Baik
0 VDC
16 – 20 cm
Baik
0 VDC
21 – 25 cm
Kurang Baik
0 VDC
Sensor tidak bekerja
4,7 VDC
> 26 cm
Vol.2 No.2 - Januari 2009
137
ISSN: 1978 - 8282 Pada tabel diatas diketahui bahwa jarak paling jauh yang dapat di tempuh oleh sensor yaitu 25 cm. Sementara diatas 25 cm, sensor sudah tidak bekerja. Uji Coba Terhadap Blok Motor Driver Tipe motor driver yang digunakan adalah L293D dengan jumlah pin 20. adapun konfigurasi dan penyambungan pin-pin pada L293D sudah di bahas pada bab III. Uji coba pada blok motor driver dilakukan dengan menggunakan dua buah sumber catu daya, yaitu menggunakan sebuah adaptor dan sebuah baterai 9V. Pada saat menggunakan adaptor sebagai sumber catu daya, kecepatan dari motor cukup tinggi dan putaran motor cukup kuat. Namun ketika menggunakan baterai sebagai sumber catu daya, kecepatan dari motor cukup tinggi namun putaran agak lemah. Terbukti ketika uji coba menggunakan baterai baru berjalan kurang lebih 15 menit, motor sudah berat untuk memutarkan gear agar roda berjalan dan lamakelamaan motor mengeluarkan noise. Berikut tabel uji coba dalam mengetes blok motor driver : Tabel 2. Hasil uji coba blok motor driver
Dari tabel diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa makin lambat putaran yang dihasilkan oleh motor, maka tegangan output dari motor driver makin besar dibandingkan jika motor berputar normal. Dan tegangan output untuk masing-masing lilitan motor teryata berbeda. Utuk output 1-2 (lilitan AB) lebih besar dari output 3-4 (lilitan CD). Uji Coba Terhadap Blok Mikrokontroller Pada uji coba terhadap blok ini hampir tidak ditemui kesulitan yang berarti, hal ini terbukti dengan tingkat keberhasilan yang sangat baik. Hal ini tidak lepas dari pembuatan program yang digunakan, karena kualitas dari program yang digunakan juga mempengaruhi kinerja dari mobil itu sendiri. Sedikit kesulitan berarti pada uji 138
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 coba mikrokontroller yaitu pada saat kecepatan mobil berkurang, listing program harus diubah berkali-kali agar perubahan kecepatan yang di inginkan dapat tercapai. Berikut tabel pengukuran Voltage pada output mikrokotroler : Tabel 3. Pengukuran output voltage mikrokontroller
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa makin lambat kecepatan motor, maka tegangan yang dihasilkan makin besar dibandingkan pada saat kecepatan motor normal. Hal ini sama dengan pengujuian pada blok motor driver. Analisa Terhadap Blok Sensor Pada rangkaian simulasi kecepatan mobil otomatis, rangkaian sensor memiliki tingkat sensitifitas yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan jarak yang mampu di tempuh oleh sensor yang dapat mendeteksi media penghalang mencapai 25 cm. Untuk jarak ideal dari sensor adalah 2-20 cm. Diatas 20 cm, sensitifitas dari sensor kurang baik. Pada jarak ini media peghalang yang berada di depan mobil juga mempengaruhi sensitifitas sensor. Bila media penghalang benda yang menyerap (seperti telapak tangan dan sebagainya), sensor hampir tidak dapat bekerja. Tetapi bila media penghalang benda padat sensor masih dapat bekerja dengan tingkat sensitifitas yang kurang baik. Analisa Terhadap Blok Motor Driver Setelah selesai melakukan analisa terhadap blok sensor maka dilakukan analisa terhadap blok Motor Driver. Pada blok ini kecepatan dari motor sangat mempengaruhi pergerakan dari mobil, baik pada saat berjalan normal maupun pada saat perlambatan akibat sinyal output dari sensor yang mendeteksi media penghalang. Penggunaan sumber catu daya juga bisa menjadi penyebab kuat atau lemahnya putaran motor seperti yang sudah di jelaskan diatas. Dengan menggunakan adaptor, putaran motor relatif stabil dengan putaran yang cukup kuat dibandingkan Vol.2 No.2 - Januari 2009
139
ISSN: 1978 - 8282 dengan menggunakan baterai 9V. Namun untuk mengatasi masalah dari penggunaan catu daya baterai, didapatkan solusi dengan menggunakan baterai NiCd dengan arus yang lebih besar dari baterai biasa dan dianggap memiliki tingkat keberhasilan yang diharapkan. Berikut ini berikut ini tabel kebenaran untuk dapat menjalankan motor stepper tipe bipolar : Tabel 4. Logika untuk menjalankan motor stepper
Tabel 5. Logika simulasi kecepatan mobil otomatis
Analisa Terhadap Blok Mikrokontroller Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada bagian mikrokontroller hampir tidak didapatkan adanya kejanggalan pada saat mobil dioperasikan baik pada saat kecepatan normal maupun pada saat perlambatan, karena hal ini bisa diatasi dengan menekan tombol reset (power OFF) untuk kembali mengoperasikan mobil ini, namun semuanya tidak lepas dari pembuatan program yang digunakan untuk mengoperasikan mobil ini, juga dengan proses kompilasinya. 140
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Rancangan simulasi sistem kendali kecepatan mobil dapat bekerja atau di kontrol secara otomatis tanpa perlu menggunakan remote dan dikendalikan melalui mikrokontroller. 2. Jarak ideal untuk sensitifitas sensor adalah 2 cm – 20 cm, diantara 21 cm – 25 cm sensitifitas sensor sudah kurang baik dan lebih dari 26 cm sensor sudah tidak dapat bekerja. 3. Makin lambat putaran motor, maka makin besar tegangan output dari blok motor driver dan blok mikrokontroller. 4. Perlambatan yang dihasilkan oleh simulasi mobil didapat dengan mengatur listing program yang dibuat dengan logika yang sesuai. Daftar Pustaka 1. Dwi Hartanto, Suwanto Raharjo, (2005), Visual Downloader Untuk Mikrokontroller AT89C51, Penerbit Andi, Yogyakarta. 2. Nino Guevara Ruwano, (2006), Berkarya dengan Mikrokontroller AT89C2051, PT Elek Media Komputindo, Jakarta. 3. Paulus Andi Nalwan, (2003), Panduan Praktis eknik Antar Muka dan Pemrograman Mikrokontroller AT89S51, PT Elek Media Komputindo, Jakarta. 4. Sudjadi, (2005), Teori Dan Aplikasi Mikrokontroller, Graha Ilmu, Yogyakarta. 5. Suhata (2005), Aplikasi Mikrokontroller Sebagai Pengendali Peralatan Elektonik Via Line Telepon, PT Elek Media Komputindo, Jakarta. 6. Widodo Budiharto, (2005), Perancangan Sistem Dan Aplikasi Mikrokontroller, PT Elek Media Kumputindo, Jakarta. 7. Widodo Budiharto, (2005), Interfacing Komputer Dan Mikrokontroller, PT Elek Media Komputindo, Jakarta. 8. Widodo Budiharto, Sigit Firmansyah, (2005), Elektronika Digital Dan Mikroprosesor, Penerbit Andi, Yogyakarta. 9. http://www.atmel.com/dyn/resources/prod documents/doc3390.pdf, Diakses pada 20 April 2008. 10. http: //www.datasheetcatalog.org/datasheet/SGSThomsonMicroelectronics mXyzuxsr.pdf, Diakses pada 20 Mei 2008. 11. http://www.innovativeelectronics.com/innovative_electronics/download_files manual/Manual%20LC%20Nano.pdf, Diakses pada 22 April 2008. 12. http://www.unhas.ac.id/~rhiza/arsip/grant2005/Faizal-LaporanAkhir_RG-05 BAB%205_PrototipeWahanaPenghindarRintangan.doc, Diakses pada 13 Mei 2008. Vol.2 No.2 - Januari 2009
141
ISSN: 1978 - 8282
IT Governance – Support for Good Governance Henderi1 Padeli2 e-mail: [email protected] ABSTRAKSI Pemanfaatan Information technology (IT) oleh berbagai perusahaan dan organisasi secara umum bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan proses bisnis dan meningkatkan kemampuan kompetitif. Melalui penerapan IT pula proses bisnis perusahaan dapat dilaksanakan lebih mudah, cepat, efisien dan efektif. Tidak hanya itu, IT juga telah menawarkan banyak peluang kepada perusahaan dan organisasi untuk meningkatkan dan mentransformasi produksi, pelayanan, pasar, proses kerja, dan hubungan-hubungan bisnis. Agar dapat mengoptimalkan peranan IT dalam berbagai bidang tersebut maka setiap perusahaan dan organisasi hendaknya mempunyai IT governance yang baik dan menerapkan prinsip-prinsip dan cara kerja good govervance. Namun demikian masih banyak perusahaan dan organisasi yang menerapkan prinsip dan cara kerja good governance belum mengoptimalkan peranan IT governance dalam melaksanaannya. Karena itu, dukungan IT governance bagi perusahaan adalah suatu keniscayaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya secara signifikan sesuai dengan prinsip dan cara kerja good governance. Artikel ini menguraikan prinsip dan cara kerja IT governance untuk mendukung pelaksanaan good governance oleh berbagai perusahaan dan organisasi Kata kunci: IT Governance, Good Governance
PENDAHULUAN Penerapan Information technology (IT) dalam sistem kerja oleh berbagai jenis perusahaan atau organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja, mencapai tujuan dan sasaran, dan meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi [henderi, et all: 2008]. Sementara itu, untuk dapat meningkatkan kemampuan adaptasi perusahaan atau organisasi di era global saat ini penerapan IT menghadapi berbagai tantangan. Karenanya penerapan IT governance bagi perusahaan atau organisasi sangat dibutuhkan untuk dapat menghilangkan kekurangan atau kelemahan pada pelaksanaan kegiatan operasional dan pelayanan kepada customer yang menjadi penghambat kinerja dan inovasi proses dan kegiatan bisnis perusahaan. 1. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 2. Dosen Jurusan Komputerisasi Akuntansi, AMIK Raharja Informatika Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692
142
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, dan pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan atau organisasi dapat dicapai melalui penerapan IT governance yang baik, namun pencapaian tersebut belum optimal tanpa dukungan tata kelola perusahaan yang baik secara menyeluruh. Sementara itu sejak satu dekade terakhir banyak perusahaan atau organisasi mulai mengadopsi dan menerapkan prinsip dan cara kerja good governance dan IT Governance dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Penerapan prinsip dan cara kerja good governance diyakini dapat meningkatkan peranan IT governance dalam menghilangkan penghambat inovasi, meningkatkan kinerja, dan mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapan. PERMASALAHAN Berdasarkan laporan penelitian Meta Group tahun 2005 (Group Meta, 2005) disampaikan bahwa perusahaan-perusahaan yang mempunyai kebijakan IT governance yang baik dapat mencapai paling sedikit 20% hasil aset perusahaan jika dibandingkan dengan perusahaan yang IT governance-nya lebih lemah. Sementara dari aspek kinerja perusahaan, penerapan IT governance yang baik dan efektif juga dapat meningkatkan capaian kinerja hingga mencapai 20% (Ross, et all: 2004). Laporan penelitian Meta Group tersebut sejalan dengan laporan dari Asian Development Bank tahun 2004 (Sofian Efendi, 2005) yang menyatakan bahwa good governance di Indonesia belum berhasil seperti yang diharapkan. Sementara itu, menurut National Business Ethics Survey 2007 yang dilakukan oleh Ethics Resource Center, sebuah survei yang menilai bagaimana etika di tempat kerja diterapkan dari sudut pandang karyawan, ditemukan bahwa secara umum perilaku tidak etis sangat tinggi, dan lebih dari setengah responden menyatakan telah menyaksikan perilaku tidak etis terjadi. Selain itu, jumlah perusahaan yang berhasil mengintegrasikan kultur etis dalam aktivitas usahanya menurun sejak 2005. Hanya 9 persen dari perusahaan yang disurvei memiliki kultur etis yang kuat serta berlandaskan prinsip good governance. Karenanya, banyak yang beranggapan bahwa diperlukan peraturan yang lebih ketat dan tools untuk mendukung dan memastikan penerapan prinsip dan cara kerja good governance. Memperhatikan laporan penelitian dan pendapat tersebut, timbul permasalahan: (1) apakah penerapan IT governance dapat berperan dalam menerapkan prinsip dan cara kerja good governance ?, (2) bagaimana peranan dan bentuk dukungan IT governance terhadap penerapkan prinsip dan cara kerja good governance ? PEMBAHASAN 1 Definisi IT Governance Berbagai definisi mengenai IT governance dapat ditemukan pada banyak literatur. Beberapa diantaranya menyatakan bahwa IT governance merupakan sebutan lain dari ICT governance. Menurut Weill dan Ross (2004) IT governance adalah
Vol.2 No.2 - Januari 2009
143
ISSN: 1978 - 8282 wewenang dan tanggung jawab secara benar dalam menetapkan suatu keputusan untuk mendorong perilaku penggunaan teknologi informasi pada perusahaan. Sementara itu, henderi et. all (2008) mendefinisikan IT governance adalah keputusan yang benar dalam bingkai yang bisa di minta pertanggung-jawabannya untuk mendorong keinginan dan kebiasaan penggunaan teknologi informasi. Pada bagian yang lain Henderi (2008) juga mendefinisikan IT governance adalah landasan kerja yang mengukur dan memutuskan penggunan dan pemanfaatan teknologi informasi dengan mempertimbangkan maksud, tujuan, dan sasaran bisnis perusahaan. Dengan demikian IT governance merupakan usaha mensinergikan peran IT dan governance dalam mencapai sasaran dan tujuan perusahaan atau organisasi. IT fokus kepada teknologi sementara governance fokus kepada tata kelola. IT governance merupakan tanggung jawab dari Dewan Direktur dan Manajemen Eksekutif . IT governance adalah suatu bagian utuh dari tata kelola perusahaan dan terdiri dari pimpinan dan struktur organisasi dan proses-proses yang menjamin keberlanjutan IT organisasi mengembangkan dan memperluas strategi dan tujuan organisasi. 2 Definisi Good Governance Istilah governance sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik sejak Woodrow Wilson memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat dan lembaga pendidikan tinggi. Governance dalam pengertian yang hendak dibahas pada artikel ini, adalah govrnance yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai pengelolaan atau tata-kelola, penyelenggaraan pengelolaan perusahaan atau organisasi (termasuk organisasi pemerintahan didalamnya). Sementara istilah dan pengertian ‘good governance’ menjadi sering digunakan kira-kira 15 tahun terakhir setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional mempersyaratkan good governance dalam berbagai program bantuannya. Para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia telah menterjemahkan terminologi good governance menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, tata pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab, dan ada juga yang mengartikan good governance sebagai pemerintahan yang bersih. Sementara itu, menurut Iwan Darmansjah (2007) governance merupakan konsep dan berarti: proses pengambilan keputusan dan juga proses bagaimana keputusan itu ditentukan, diambil dan diimplementasikan. Good governance merupakan suatu outcome yang terdiri dari norma, suatu hasil akhir dari suatu proses. Walau berbagai definisi tersebut lebih menekankan kepada sistem pemerintahan, istilah, prinsip dan cara kerja good governance juga diadopsi dan banyak diterapkan oleh berbagai perusahaan korporat,
144
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 organisasi bahkan dalam ilmu informatioan technology yang terkenal dengan istilah IT governane. Good governane bagi perusahaan korporat atau organisasi pada umumnya diimplementasikan dalam bentuk penguatan transparansi dan akuntabilitas, penguatan regulasi (menyangkut pengaturan, pengawasan yang pruden, manajemen risiko, dan penegakannya), mendorong integritas pasar, memperkuat kerja sama, serta reformasi institusi perusahaan atau organisasi. Sementara itu, definisi governance pada tatanan IT governance menurut Henderi et. All (2008) adalah sebagai suatu kumpulan manajemen, perencanaan dan laporan kinerja, dan tinjauan proses-proses yang berhubungan dengan keputusan yang benar dan tepat, menetapkan kontrol, dan pengukuran kinerja diatas kunci penanam modal, pelayanan operasional, pengiriman dan meng-otorisasi perubahan peluang baru atau pemenuhannya sesuai peraturan, hukum dan kebijakan-kebijakan. 3 Tujuan dan Karakteristik IT Governance dan Good Governance Untuk memberikan gambaran bentuk dukungan IT governance terhadap prinsip dan cara kerja good governance dapat dijelaskan dalam bentuk tabel relasi antara tujuan IT governance, karakteristik dan tujuan good governance sebagai berikut. Tabel 1 Perbandingan Tujuan IT Governance dengan Tujuan dan Karakteristik Good Governane
Vol.2 No.2 - Januari 2009
145
ISSN: 1978 - 8282
Berdasarkan tabel di atas, dapat diidentifikasi bahwa beberapa tujuan penerapan IT governance mempunyai korelasi yang sangat erat dengan tujuan dan karakteristik good governance. Korelasi yang dimaksud diantaranya terjadi antara tujuan IT governance butir 1 dengan butir 1 tujuan good governance, butir 5 tujuan IT governance dengan butir 4 tujuan dan karakteristik good governance, dan tujuan IT governance butir 9 dengan butir 8 tujuan dan karakteristik good governance (perhatian tabel 1). 4 Bentuk Dukungan IT Governance terhadap Good Governance Memperhatikan relasi antara tujuan penerapan IT governance yang telah dijelaskan pada bagian 3 dan tabel 1, dapat diketahui bahwa dukungan IT governance terhadap penciptaan good governance dapat dilakukan melalui: a. Penerapan prinsip dan cara kerja IT governance pada berbagai bidang yang berhubungan dengan pelayanan publik. Melalui penerapan IT governance pada bidang ini maka keterlibatan peran (partisipasi) masyarakat dapat ditingkatkan, para pengambil kebijakan dapat mengetahui keluhan dari masyarakat/customer dengan cara membaca saran dan kritik yang dikirimkannya melalui e-mail kepada sistem yang dibangun (mendengarkan keluhan), dan frekwensi interaksi dengan masyarakat juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan telewicara atau telecomperence publik. Bentuk dukungan ini sejalan dengan tujuan penerapan 146
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
IT governance pada perusahaan atau organisasi yaitu memperbaiki pelayanan dan mau mendengarkan pelanggan secara keseluruhan (tujuan 8). Selain dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, penerapan prinsip dan cara kerja IT governance pada sistem pelayanan publik juga mendukung prinsip dan karakteristik good governance butir 4 mengenai keterbukaan karena sistem yang didukung dengan prinsip dan cara kerja IT governance dapat menjadi media (menjamin) penyediaan informasi dan kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai sehingga tercipta kepercayaan timbal-balik antara organisasi dan customer (masyarakat), sekaligus mendukung karakteristik good governance butir 5 (responsif) karena sistem pelayanan publik yang menerapkan prinsip IT governance juga dapat berfungsi sebagai tools dalam menampung aspirasi masyarakat secara cepat sehingga tindakan lanjutan dapat segera dilakukan. b. Penerapan prinsip dan cara kerja IT governance yang baik pada sistem pengelolaan aset organisasi dan customer. Melalui penerapan ini maka akuntabilitas organisasi yang menyangkut kepentingan luas dapat ditingkatkan (sesuai dengan tujuan dan karakteristik good governance butir 9, dan tujuan IT governance butir 4). c.
Penerapan prinsip dan cara kerja IT governace pada berbagai aspek sistem pelayanan dan kegiatan operasional bisnis perusahaan atau organisasi. Penerapan IT governace secara baik pada aspek ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam melaksanakan kegiatan operasional, dan mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan tujuan dan karakteristik good governance butir 8 (efektif dan efisien). Selain itu, penerapan prinsip dan cara kerja IT governance pada bidang ini juga dapat mendukung tujuan dan karakteristik good governane butir 7 tentang kesetaraan karena melalui penerapan prinsip dan cara kerja IT governance sistem pelayanan dapat diberikan sama kepada semua lapisan customer (masyarat) tanpa ada perbedaan perlakukan. Pada level organisasi pemerintahan, dukungan prinsip dan cara kerja IT governance seperti ini sudah mulai digalakan melalui penerapan electronic government. Pengembangan dan penggunaan electronic government dimaksudkan untuk mendukung penerapan prinsip dan cara kerja good governance seperti dijelaskan oleh Zainal A. Hasibuan (2002) bahwa electronic government adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunaan teknologi informasi (TI) untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
147
ISSN: 1978 - 8282 d. Penerapan prinsip dan cara kerja IT governance untuk membangun sistem pengukur pencapaian kinerja dan efisiensi organisasi pada aspek-aspek kritis tertentu. Pengukur pencapaian kinerja dan efisiensi dapat dikembangkan dengan cara membangun dashboard technology berbasis komputer. Melalui penggunaan sistem pengukur kinerja dalam bentuk dashboard technology maka organisasi dapat meningkatkan akuntabilitas pada pengambil keputusan dalam segala bidang terutama yang berhubungan dengan kepentingan para pemangku kepentingan karena sistem dashboard dapat menampilkan informasi pencapaian kinerja staf dan organisasi. Karena itu, penerapan IT governance dalam bentuk dashboard technology sebagai sistem pengukur pencapaian kinerja dan efisiensi merupakan bentuk dukungan IT governance terhadap pencapaian tujuan dan karakteristik good governance butir 8. Agar dukungan IT governance terhadap good governance yang disebutkan di atas dapat terwujud secara optimal, setiap organisasi atau perusahaan hendaknya memperhatikan tiga pilar pokok yang mendukung kemampuannya, yakni: organisasi (manajemen), stakeholder (pemilik modal, customer, pihak yang berkepentingan lainnya) dan masyarakat. Dukungan IT governance terhadap good governance baru dapat dicapai secara baik jika ketiga unsur ini memiliki jaringan dan interaksi yang sinerjik, setara dan bermitra. Interaksi yang bersinerjik akan dapat berkembang bila prinsip dan cara kerja IT governance dan good governance sudah dipahami dan dijalakan dengan baik oleh semua para pemangku kepentingan yang ingin mengotimalkan dukungan IT governance kepada good governance. Selain memperhatikan tiga pilar pokok pokok pendukung tersebut, organisasi atau perusahaan yang hendak mengoptimlakan dukungan IT governance kepada good governance juga dituntut untuk memperhatikan pilar kritis yang yang mempengaruhi efektivitas IT governance sebagai berikut (henderi, et.all, 2008): 1. Kepemimpinan, Organisasi dan Keputusan yang Benar Organisasi atau persusahaan telah mendefinisikan struktur organisasi, peraturan dan pertanggung jawaban keputusan yang benar (pengaruh dan pembuat keputusan), pemberian visi, interface atau itegrasi yang menekankan hal-hal: – Tugas dan tanggung jawab didefinisikan dengan bertanggung jawab dan sangat baik kepada masing-masing komponen dan proses IT governance, termasuk hirarki pengendalian dan peninjauan untuk otorisasi investasi, resolusi atau pemecahan persoalan dan peninjauan berkala secara resmi. – Adanya penjelasan dan interface perjanjian atau kontrak untuk pekerja internal dan eksternal dan dapat dipenuhi.
148
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 – Pemimpin yang termotivasi dengan agen perubahan yang berbakat dan berkompeten, sikap dan tolak ukur yang kuat. 2. Fleksibelitas dan Skala Proses Model IT governance ditempatkan, difokuskan dan ditekankan secara keras kepada proses implementasi dan perbaikan: – Pendefinisian proses-proses dengan baik, pendokumentasian, pengukuran dan perbaikan yang terus-menerus. – Proses mendefinisikan interface antara organisasi-organisasi, dan menjamin batasan alur kerja dan waktu dengan efektif (organisasi, vendor, geografis dan teknologi). – Proses-proses sebaiknya bersifat fleksibel, berskala, dan diterapkan secara konsisten dengan pengertian umum. 3. Penerapan Teknologi Pengaruh pimpinan terhadap alat bantu dan teknologi yang menjadi pendukung utama komponen IT governance: – Proses-proses yang didukung oleh keperluan-keperluan informasi yang mendukung bentuk-bentuk IT dan komponen-komponennya (seperti: perencanaan dan pendanaan, portopolio investasi manajemen, manajemen proyek, manajemen resiko dan perubahan, manajemen pelayanan dan pemenuhan IT, keuangan, aset dan unjuk kerja manajemen, catatan-catatan, dan lain-lain). – Alat bantu atau tools governance, komunikasi dan pengukuran efektivitas untuk memperlancar pendukung keputusan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Ross dan PeterWeill (2004] yang menjelaskan bagaimana perusahaan-perusahaan besar mengelola keputusan yang tepat mengenai IT untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Untuk itu, pada umumnya perusahaan-perusahaan atau organisasi besar juga tidak memungkiri banyaknya level dan disiplin bisnis atau petunjuk IT dan governance yang menjelaskan aturan dan tanggung jawab untuk mengukur ketepatan komitmen, sponsor, kenaikan dan pandangan ke luar, eksekutif manajemen dan unsur pokok yang lainnya untuk menjalankan prinsip dan cara kerja good governance.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
149
ISSN: 1978 - 8282 KESIMPULAN
IT governance dapat memberikan supporting terhadap penerapan good governance pada semua perusahaan dan organisasi (termasuk organisasi pemerintahan) yang menerapkannya. Bentuk dukungan IT governance kepada penerapan prinsip dan cara kerja good governance diberbagai perusahaan atau organisasi diantaranya dilakukan dalam bentuk penerapan prinsip dan cara kerja IT governance pada berbagai bidang yang berhubungan dengan pelayanan publik, sistem pengelolaan aset organisasi dan customer, sistem pelayanan dan kegiatan operasional bisnis, dan membangun sistem pengukur pencapaian kinerja dan efisiensi organisasi pada aspekaspek kritis tertentu. Dukungan IT governance ini dapat meningkatkan optimalisasi penerapan dan pencapaian tujuan, prinsip dan cara kerja good governance khususnya pada aspek: tata kelola atau sistem pengelolaan organisasi (perusahaan, pemerintahan atau organisasi lainnya) secara baik, meningkatkan keterlibatan dan peranan masyarakat/customers, mendengarkan keluhan, dan banyak berinteraksi dengan masyarakat/customers, menjamin penyediaan informasi dan kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai sehingga tercipta kepercayaan timbalbalik antara pemerintah dan masyarakat, perusahaan dengan customer, dan organisasi dengan anggota melalui melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai, meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa terkecuali, pemberian peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat atau custmer untuk meningkatkan kesejahteraannya, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat, customer, atau anggota dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab, dan meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
PUSTAKA 1. Group Meta, SearchCIO.com (2005).Executive Guide:IT governance. Diakses pada 11 Juli 2008 dari: http://www.kpmg.ca/en/services/advisory/err/ inforiskmgmt.html 2. Henderi dan Sunarya Abas (2008). Peranan IT Governance Dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi: Permasalahan, Rencana Pengembangan dan Strategi Penerapan. CCIT Journal 2(1), 1-12 3. Iwan Darmansjah (2008). Menciptakan Good Governance. Diakses pada 30 Januari 2009 dari: http://www.iwandarmansjah.web.id/miscellaneous.php?id=288
150
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 4. Ross, Jeanne, and Weill, Peter. (2004). Recipe for Good Governance, CIO Magazine, 15 June 2004, 17, (17). 5. Sofian Efendi (2005). Membangun Budaya Birokrasi untuk Good Governance. Materi Lokakarya Nasional Birokrasi, Kantor Menteri Negara PAN Republik Indonesia, Jakarta 6. Zainal A. Hasibuan (2002). Electornic Government For Good Governance. Jurnal Sistem Informasi dan Manajemen Teknologi Informasi 1(1), 3-4 7.
Anonim (2007). What is Good Governance? United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UN ESCAP) (4 pages). Diakses pada 30 Januari 2009 dari: http://www.unescap.org/huset/gg/governance.htm
Vol.2 No.2 - Januari 2009
151
ISSN: 1978 - 8282
SIMULASI LAYANAN KARTU PANGGIL PADA JARINGAN PUBLIC SWITCH TELEPHONE NETWORK BERBASIS INTELLIGENT NETWORK Muhammad Yusra Rustam1 Helmi Kurniawan2 Budi Triandi3 Email : [email protected] ABSTRAKSI Layanan calling card atau lebih dikenal dengan kartu panggil sebagai salah satu layanan yang ditawarkan oleh IN memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk melakukan hubungan dari pesawat telepon ke nomor tujuan dengan biaya percakapan secara otomatis dibebankan ke rekening tertentu menurut nomor kartu panggil pelanggan. IN (Intelligent Network) merupakan suatu arsitektur jaringan telekomunikasi yang mempunyai tujuan untuk memberikan framework sehingga kerja dari jaringan untuk implementasi, kontrol dan manajemen menjadi lebih efektif, lebih ekonomis dan lebih cepat proses kerjanya dibandingkan arsitektur jaringan yang digunakan sebelumnya. IN juga menyediakan layanan-layanan baru yang terintegrasi dalam satu sistem, dapat diimplementasikan pada jaringan telepon yang sudah ada (fixed telephone network). Kata kunci : Public Switch Telephone Network, Intelligent Network, Calling Card, Frame Work, Fixed Telephone Network
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan jaringan telekomunikasi semakin menunjukkan kecenderungan membuat suatu dimensi-dimensi baru dalam pelayanan yang diberikan, misalnya perkembangan jaringan ISDN (Integrated Service Digital Network), IN (Intelegent Network), dan jaringan telepon seluler digital (GSM). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang pesat dalam pemberian pelayanan yang semakin fleksibel dan saling melengkapi dari semua teknologi, serta memberikan kemampuan bagi pelayanan untuk dapat mengontrol segala jasa yang ditawarkan.
1. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Jl. K.L. Yos Sudarso Km.6,5 No.3A Medan Telp. 6640525 2. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Jl. K.L. Yos Sudarso Km.6,5 No.3A Medan Telp. 6640525 3. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Jl. K.L. Yos Sudarso Km.6,5 No.3A Medan Telp. 6640525
152
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Layanan calling card atau lebih dikenal dengan kartu panggil sebagai salah satu layanan yang ditawarkan oleh IN memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk melakukan hubungan dari pesawat telepon kenomor tujuan dengan biaya percakapan secara otomatis dibebankan ke rekening tertentu menurut nomor kartu panggil pelanggan. PEMBAHASAN Proses Perencanaan Proses perencanaan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan sebelum sesuatu sistem diterapkan. Dalam proses perencanaan meliputi proses yang mencakup pembentukan hubungan dan pembubaran hubungan dalam bentuk simulasi serta kalkulasi atau proses charging (permintaan biaya) dan billing (biaya) percakapan yang terjadi apabila sistem diterapkan. Hasil dari simulasi merupakan visualisasi dan implementasi layanan calling card (kartu panggil) khususnya prepaid calling card (kartu panggil prabayar / PCC), sehingga calling card number dapat dikenali sebagai salah satu layanan dari IN. Faktor penunjang dalam perencanaan adalah sebagai berikut: 1. Konfigurasi sistem Konfigurasi sistem Intelligent Network diperlukan dalam perencanaan ini untuk melihat apakah penerapan Intelligent Network pada jasa kartu panggil (calling card) dapat berjalan dengan baik. 2. Proses pembentukan hubungan Dalam perencanaan ini bertujuan untuk membentuk hubungan antara user dan jaringan Intelligent Network. 3. Tujuan perencanaan Berkaitan dengan faktor yang telah dipaparkan maka tujuan perencanaan ini adalah untuk mensimulasikan layanan kartu panggil yang diterapkan pada arsitektur IN khususnya kartu panggil prabayar. Proses Call Set-up (Pembangunan Hubungan) Pembangunan hubungan terjadi setelah menerima informasi yang lengkap dari pelanggan pemanggil dan telah menentukan route untuk pembangunan hubungan, kemudian sentral originating menggunakan sirkuit data yang bebas dan mengirim address message melalui link pensinyalan yang terdiri dari informasi rute dan pembentukan hubungan tujuan ke pemanggil, identitas line pemanggil dan informasi lain diperlukan oleh user dan utility jaringan. Prosedur Call Set-up adalah sebagi berikut: 1. ISDN UP Set-up dimulai saat calling party untuk sebuah panggilan menggunakan akses pensinyalan, calling party mengirimkan message ISDN Set-up. Vol.2 No.2 - Januari 2009
153
ISSN: 1978 - 8282 2. Sentral originating menerima informasi dari calling party dan mendapatkan panggilan route kesentral berikutnya. Maka IAM (Initial Address Message) yang berisi informasi dibutuhkan untuk route call ke sentral tujuan sampai diperoleh panggilan (call) dari sentral tujuan. 3. Sentral tujuan menerima IAM, kemudian menunjukkan jawaban dengan tanda backward seperti Address Complete Message (ACM). Jika originating menerima ACM, maka pemanggil akan mendengar ring back tone 4. Message End to End mengandung informasi yang diperlukan oleh End Point dari rangkaian connection. Message ini dapat dikirimkan selama Call Setup, Connection Phase Call. 5. Ketika call party menjawab panggilan, message terhubung kembali kesentral tujuan. Answer message (ANM) melewati backward sampai ke jaringan. 6. Jika call set-up selesai, message tersambung kembali ke calling party. Proses Call set-up ini ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Proses ISUP Call Set-up
Proses Call Set-up layanan PCC pada IN Urutan proses Call Set-up layanan PCC pada IN dengan menggunakan INAP trigger adalah seperti yang digambarkan pada gambar 2.
154
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 2 Aliran Panggilan Normal Layanan PCC menggunakan ETSI-INAP
Penjelasan terinci pada gambar 4.2 diatas adalah sebagai berikut ini: 1. Prepaid Calling Card (PCC) user mendial nomor kartu panggil yang telah disediakan oleh penyedia layanan untuk mengakses layanan PCC. 2. Switch PSTN mengenali panggilan tersebut sebagai panggilan IN dan langsung meneruskan digit yang didial tersebut ke SSP. 3. Di SSP terjadi aktivasi trigger saat menerima nomor kartu dan mengidentifikasikannya sebagai panggilan IN untuk layanan PCC. Kemudian SSP membangun suatu query dan mengirimkan operasi ‘InitialDP’ kepada SCP untuk meminta instrusi penanganan panggilan tersebut lebih lanjut. 4. SCP menganalisa ‘InitialDP’ dan menyiapkan logika layanan PCC. Respon dari SCP adalah pengiriman ‘Connect To Resource’ pada SSP untuk meminta suatu sesi dari SAS-IP dan menyiapkan sebuah ‘voice path’ antara PCC user dan SAS-IP untuk interaksi user selanjutnya. 5. SCP mengirimkan message ‘Prompt And Collect User Information (PCUI)’ pertama ke-SAS-IP yang memintanya untuk memberitahukan dan mengumpulkan nomor kartu dari PCC user. 6. SAS-IP menjalankan pemberitahuan ’prompt’ pertama, yaitu “Silakan masukkan nomor prepaid calling card anda”. 7. User memasukan digit yang diminta (nomor kartu). 8. SAS-IP mengirimkan digit tersebut sebagai ‘Return Result Last’ kepada SCP melalui SSP.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
155
ISSN: 1978 - 8282 9. SCP memeriksa kevalidan Nomor Kartu tersebut, dan jika valid akan merespon dengan message ‘Prompt And Collect User Information (PCUI)’ kedua yang meminta Personal Identification Number (PIN) user. 10. SAS-IP menjalankan pemberitahuan ‘prompt’ kedua, yaitu ‘Silahkan masukkan nomor PIN anda’. 11. User memasukkan digit yang diminta (PIN). 12. SAS-IP mengirimkan digit tersebut sebagai ‘Return Result Last’ kepada SCP melalui SSP. 13. SCP memeriksa kevalidan Nomor Kartu tersebut, dan jika valid akan merespon dengan message ‘Prompt And Collect User Information (PCUI)’ ketiga yang meminta Nomor Tujuan. 14. SAS-IP menjalankan pemberitahuan ‘prompt’ ketiga, yaitu ‘Silahkan masukkan nomor tujuan anda’. 15. User memasukkan digit yang diminta (Nomor Tujuan). 16. SAS-IP mengirimkan digit tersebut sebagai ‘Return Result Last’ kepada SCP melalui SSP. 17. SCP memutuskan bahwa ia telah mempunyai informasi yang cukup untuk meneruskan panggilan PCC tersebut. SCP kemudian mengirimkan message ‘Apply Charging’ kepada SSP. Pada operasi ‘Apply Charging’, SCP menetapkan lamanya percakapan yang diperbolehkan sehingga jika melebihi waktu tersebut maka hubungan akan diakhiri. SCP memperhitungkan lamanya percakapan yang diperbolehkan berdasarkan saldo kartu yang digunakan. Dalam ‘Apply Charging’, SCP juga meminta SSP untuk menjalankan peringatan (warning tone) kepada pemanggil dan terpanggil sebelum mengakhiran panggilan. 18. Kemudian SCP mengirimkan message ‘Request Report BCSM (Basic Call State Model) Event’ kepada SSP. Dalam message ‘Request Report BCSM Event’, SCP mengaktifkan EDP lainnya, selain dari yang digunakan pada event-event diatas untuk mendeteksi pengakhiran hubungan dan follow on call (panggilan lanjutan) jika diinginkan oleh user. 19. SCP akhirnya mengirimkan message ‘Connect’ kepada SSP yang mengindikasikan nomor tujuan untuk meroutingkan panggilan tersebut. 20. SSP meroutingkan panggilan menuju nomor tujuan. 21. Pihak tujuan menjawab panggilan tersebut dan dibangun suatu voice path antara PCC user dan pihak tujuan. 22. PCC user mengakhiri panggilan. SSP mendeteksi event ini dan mengirimkan ‘Apply Charging Report’ yang berisi lamanya percakapan kepada SCP. SCP menggunakan
156
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 informasi ini untuk melakukan pendebetan saldo kartu berdasarkan tarif panggilan dan memperbaharui saldo kartu pada basis data PCC. 23. Switch melepaskan segmen hubungan dengan pihak tujuan yang menandakan pemutusan atau pengakhiran hubungan. 24. SSP merespon dengan message ‘Release Complete’ kepada PCC user untuk mengindikasikan bahwa sirkuit yang berhubungan dengan panggilan tersebut telah kembali dalam keadaan idle (tidak terhubung). Proses Pembubaran Hubungan Terdapat 2 (dua) jenis pembubaran hubungan yaitu oleh pembubaran hubungan pemanggil dari sentral asal dan pembubaran hubungan oleh yang dipanggil. Pembubaran hubungan dalam pensinyalan CCS#7 biasa disebut dengan Call Release. a. Prosedur Pembubaran Hubungan Oleh Pemanggil Sentral originating menerima Disconnect dari pemanggil yang merupakan message yang terputus. Sentral originating mengirimkan message REL ke sentral selanjutnya ke calling party. Pada waktu REL diterima, sentral transit mengembalikan lagi message Release Complete (RCL) ke sentral originating dan membawa message REL ke sentral terminating. Pada waktu sentral terminating menerima message REL, message terputus dan dikirim lagi message RCL ke sentral transit. Pada saat message terputus diterima pada sentral terminating , Call Party mengembalikan message REL ke sentral terminating. Pembubaran hubungan selesai.
Gambar 3 Proses Pembubaran Hubungan oleh Pemanggil
Vol.2 No.2 - Januari 2009
157
ISSN: 1978 - 8282 b. Prosedur Pembubaran Hubungan Oleh Yang Dipanggil Sentral terminating menerima Disconnect dari pemanggil yang merupakan message yang terputus. Sentral terminating mengirimkan message REL ke sentral selanjutnya ke calling party. Pada waktu REL diterima, sentral transit mengembalikan lagi message Release Complete (RCL) ke sentral terminating dan membawa message REL ke sentral originating. Pada waktu sentral originating menerima message REL, message terputus dan dikirim lagi message RCL ke sentral transit. Pada saat message terputus diterima pada sentral originating, Call Party mengembalikan message REL ke sentral originating. Pembubaran hubungan selesai.
Gambar 4 Proses Pembubaran Hubungan oleh yang Dipanggil
Analisis Pengujian Simulasi Di sini akan dibahas mengenai visualisasi (tampilan simulasi) dan analisis kerja dari aplikasi Intelligent Network pada layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC) berdasarkan teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Analisis pengujian ini dimaksudkan untuk melihat proses dan cara kerja Intelligent Network (Jaringan Cerdas) berdasarkan layanan Prepaid Calling Card (PCC), dimana suatu proses pembentukan hubungan dapat terjadi. Hasil dari simulasi program dapat dilihat pada gambar 5.
158
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 1. Tampilan Form Utama
Gambar 5. Form Utama Simulasi Layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC)
Tampilan ini berfungsi sebagai form utama aplikasi yang berisi aplikasi data ponsel, aplikasi pemilik ponsel dan aplikasi panggilan. Dimana setiap aplikasi dapat dibuka sesuai dengan jenis aplikasi yang diinginkan. 2. Tampilan Form Data Ponsel
Gambar 6. Form Data Ponsel pada Simulasi Layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC)
Vol.2 No.2 - Januari 2009
159
ISSN: 1978 - 8282 Tampilan ini merupakan hasil dari rancangan tampilan yang dibuat sebelumnya, dimana terdapat fasilitas untuk memasukkan data ponsel diantaranya kode ponsel, jenis ponsel, biaya per detik dari setiap jenis ponsel dan disimpan kedalam database dan juga terdapat bonus gratis percakapan. Data yang disimpan dapat di edit dan juga dihapus. Di dalam tampilan ini juga dapat melakukan proses pencarian data dengan memasukkan kode ponsel, setelah kode ponsel dipilih maka secara otomatis data yang dipilih akan muncul. 3. Tampilan Form Data Pemilik Ponsel
Gambar 7. Form Data Pemilik Ponsel pada Simulasi Layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC)
Tampilan ini merupakan hasil dari rancangan tampilan dari data pemilik ponsel yang dirancang dan dibentuk sebelumnya, dimana pada pengisian nomor HP harus dipilih kode ponsel kartu telepon kemudian diteruskan dengan memasukkan nomor telepon berikutnya. Nama pemilik kartu dan juga saldo pulsa juga akan disimpan ke database. Data yang disimpan dapat diedit dan juga dihapus. Di dalam tampilan ini juga dapat melakukan proses pencarian data dengan memasukkan nomor HP yang fungsinya untuk melihat dan mengetahui apakah data sudah disimpan ke dalam database.
160
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 4. Tampilan Form Data Panggilan Terhubung
Gambar 8. Form Data Panggilan Terhubung pada Simulasi Layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC)
Tampilan ini merupakan tampilan data panggilan terhubung atau melakukan hubungan panggilan, dimana untuk melakukan panggilan hanya dengan memilih nomor HP yang sudah tersimpan di database, setelah nomor HP dipilih maka secara otomatis nama pemilik nomor HP dan sisa pulsa akan muncul. Kemudian pilih nomor tujuan dan nama pemilik kartu atau nomor telepon juga akan muncul secara otomatis dan tombol Panggil sebagai tombol untuk memulai hubungan atau panggilan. Maka waktu panggilan, waktu selesai bicara dan biaya panggilan secara otomatis akan berjalan begitu juga dengan gambar pembentukan hubungan akan berjalan mengikuti alur perintah pembentukan hubungan panggilan. Keterangan Gambar Untuk Pembentukan Hubungan : 1. User mendial click nomor tujuan panggilan. 2. Switch PSTN mengenali panggilan tersebut sebagai panggilan IN dan langsung meneruskan digit yang didial tersebut ke SSP Medan melalui DE Medan. 3. Di SSP terjadi aktivasi trigger saat menerima digit dan mengaktifkan layanan PCC. 4. Kemudian SSP membangun suatu query dan mengirimkan operasi ‘InitialDP’ kepada SCP untuk meminta instrusi penanganan panggilan tersebut lebih lanjut. 5. SCP menganalisa ‘InitialDP’ dan menyiapkan logika layanan PCC. Respon dari SCP adalah menampilkan saldo dari kartu panggil user.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
161
ISSN: 1978 - 8282 6.
Setelah nomor tujuan dimasukkan SCP melalui STP menampilkan waktu yang tersedia bagi pemanggil untuk melakukan panggilan dan menampilkan pula tipe panggilan. 7. Jika selama panggilan terhubung, maka waktu pembicaranan dan pulsa kartu mulai berkurang. SCCP pada message pensinyalan berisi suatu GT (Global Title). Global Title Information pada SCCP memberikan petunjuk pada STP bagaimana merutekan suatu panggilan. Pemrosesan STP pada gambar ada 2 yaitu : 1. STP A Didalam STP A ini terjadi proses GTT (Global Title Translation) yaitu proses pembacaan informasi GT akan dikirim ke SCP mana informasi tersebut. 2. STP B Pada STP B, didalamnya terdapat Translation Type yang memberikan petunjuk akan dikirimkan ke sentral mana pesan informasi tersebut akan dikirimkan, khususnya sentral yang mengenali panggilan PCC. 5. Tampilan Form Data Panggilan Tidak Terhubung
Gambar 9. Form Data Panggilan Tidak Terhubung pada Simulasi Layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC)
Tampilan ini merupakan tampilan data panggilan tidak terhubung. Jika yang melakukan panggilan memutuskan panggilan maka alur proses pembubaran hubungan akan berjalan dan menandakan bahwa hubungan atau panggilan sudah terputus. Maka waktu panggilan, waktu selesai bicara dan biaya panggilan akan berhenti. Dari gambar tampilan simulasi pada gambar 8 dan gambar 9 secara terinci adalah : 162
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Gambar line biru menunjukkan proses pembentukan hubungan jaringan. Gambar line merah menunjukkan proses pembubaran hubungan atau panggilan tidak terhubung. Gambar line hijau menunjukkan alur dari pembentukan hubungan
1.
2.
3.
Keterangan Gambar Untuk Pembubaran Hubungan Oleh Pemanggil : Apabila pemanggil akan mengakhiri panggilan dengan mengklik ‘STOP’ maka secara otomatis timer akan berhenti dan SCP mencatat saldo pulsa yang telah terkurangi selama panggilan berlangsung sekaligus mencatat berapa lama user melakukan panggilan Jika pelanggan akan mengulangi melakukan panggilan dengan mengklik ‘Panggil’, SCP kembali mengirimkan message untuk memasukkan nomor tujuan yang akan dipanggil. Pelanggan dapat mengakhiri semua panggilan dengan mengklik ‘STOP’, dengan demikian saldo akhir dari kartu panggil tersebut secara otomatis tersimpan didalam database dan semua hubungan terputus.
2. Tampilan Form Data Konfirmasi Pulsa Tidak Mencukupi
Gambar 10. Form Data Konfirmasi Pulsa Tidak Mencukupi pada Simulasi Layanan Kartu Panggil Prabayar (PCC)
Apabila saldo kartu panggil user telah habis atau tidak mencukupi untuk melakukan panggilan, maka SCP kembali mengirimkan message bahwa panggilan tidak dapat dilakukan karena nilai saldo kartu sudah habis atau tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, maka hubungan (panggilan) secara otomatis terputus dan pendebitan pulsa berhenti.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
163
ISSN: 1978 - 8282 6. Tampilan Form Data Konfirmasi Keluar Dari Aplikasi
Gambar 11. Form Data Konfirmasi Keluar Dari Aplikasi
Tampilan ini berisi pesan jika si pengguna ingin keluar dari aplikasi dan tampilan pesan ini juga dilengkapi dengan tombol YES untuk keluar dari aplikasi dan tombol NO untuk kembali ke aplikasi. Untuk edit database digambarkan sebagai berikut : 1. Form Database tbHP
Gambar 12. Entry Database pada tabel tbHP
164
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
2. Form Database tbPanggilan
Gambar IV.13 Entry Database pada tabel tbPanggilan
3. Form Database tbPonsel
Gambar 14 Entry Database pada tabel tbPonsel
Vol.2 No.2 - Januari 2009
165
ISSN: 1978 - 8282 Pendebitan Pulsa Dari pengasumsian data nomor kartu dan lainnya, maka asumsi pendebitan pulsa (saldo pulsa) adalah sebagai berikut: S = P–A Dimana: S = Saldo Pulsa P = Pulsa Awal A = Biaya telepon
KESIMPULAN Berdasarkan cara kerja dan analisa sistem yang ada, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Layanan Calling Card (kartu panggil) dalam hal ini layanan kartu panggil prabayar (PCC) yang ada pada IN berfungsi untuk memberikan gambaran secara simulasi mengenai mekanisme kerja yang terjadi. 2. Simulasi PCC yang telah dirancang memiliki beberapa spesifikasi diantaranya dapat menampilkan alur dari pembentukan hubungan dan pembubaran hubungannya, menampilkan tipe panggilan yang terjadi, biaya perdetik dan waktu untuk dapat melakukan hubungan (berdasarkan tipe panggilannya), serta menampilkan saldo dari kartu panggil yang digunakan. 3. Berdasarkan hasil simulasi, alur dari pembentukan hubungan dimulai dari pemanggil (caller) menuju DE Medan kemudian ke SSP Medan, kemudian dilanjutkan ke STPA kemudian ke SCP dan berakhir pada tujuan panggilan. 4. Hubungan akan terputus jika terjadi pembubaran hubungan (baik dari pemanggil maupun yang dipanggil), dan keadaan kembali seperti semula (dalam keadaan normal). PUSTAKA 1. Hartono, Jogiyanto (2005), Pengantar Jaringan Komputer, Penerbit Andi, Yogyakarta 2. Kurniawan, Wiharsono (2007), Jaringan Komputer, Penerbit Andi, Yogyakarta 3. Kadir, Abdul (1999), Pengenalan Komputer, Penerbit Andi, Yogyakarta 4. Oetomo, Sutedjo, Dharma (2002), Perencanaan Pembangunan Sistem Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta 5. Syafrizal, Melwin (2005), Pengantar Jaringan Komputer, Penerbit Andi Yogyakarta.
166
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
PERANCANGAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN CATU DAYA CADANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51 Iwan Fitrianto Rahmad 1 Muhammad Yusra Rustam2 Budi Triandi3 Email : [email protected] ABSTRAKSI Lampu lalu lintas dengan dua catu daya sangat berguna ketika terjadi pemadaman listrik. Lampu lalu lintas ini memiliki catu daya yang berasal dari PLN dan dari battery. Dalam keadaan normal, yaitu tidak terjadi pemadaman listrik, maka lampu lalu lintas akan mendapatkan sumber tegangan dari PLN. Namun ketika terjadi pemadaman listrik, maka lampu lalu lintas akan mendapatkan sumber tegangan dari battery. Untuk itu dibutuhkan sebuah rangkaian selektor yang dapat mengalihkan jalur catu daya ketika terjadi pemadaman listrik. Rangkaian selektor yang digunakan adalah sebuah relay. Battery yang digunakan untuk memberikan sumber tegangan ke lampu lalu lintas, lama kelamaan akan melemah, karena itu digunakan rangkaian untuk mencharge battery. Rangkaian ini akan mencharge battery ketika battery lemah dan rangkaian ini secara otomatis akan berhenti mengisi arus ke battery ketika battery sudah penuh. Untuk dapat mendeteksi kondisi battery apakah dalam keadaan lemah atau penuh, maka dibutuhkan sebuah sensor tegangan. Sensor tegangan yang digunakan adalah Analog to Digital Converter (ADC). Kata kunci : Analog to Digital Converter, Mikrokontroller, AT89S51, Sensor, Relay.
PENDAHULUAN Traffic Light yang ada sekarang ini mendapatkan catu daya dari tegangan listrik PLN, sehingga apabila terjadi pemadaman listrik, maka traffic light yang berada di sekitar kawasan pemadaman tersebut juga akan mati. Akibatnya kemacetan juga terjadi pada persimpangan tersebut.
1. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Jl. K.L. Yos Sudarso Km.6,5 No.3A Medan Telp. 6640525 2. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Jl. K.L. Yos Sudarso Km.6,5 No.3A Medan Telp. 6640525 2. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama Jl. K.L. Yos Sudarso Km.6,5 No.3A Medan Telp. 6640525
Vol.2 No.2 - Januari 2009
167
ISSN: 1978 - 8282 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan catu daya cadangan, dimana catu daya ini akan mensuplay tegangan ke traffic light pada saat terjadi pemadaman listrik, sehingga traffic light tetap hidup walaupun terjadi pemadaman listrik. Catu daya cadangan yang dapat digunakan adalah battery. Namun jika terjadi beberapa kali pemadaman, maka lama kelamaan tegangan pada battery akan melemah, sehingga tidak mampu lagi mensupplai tegangan ke traffic light. Akibatnya ketika terjadi pemadaman berikutnya, maka traffic light akan mati. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan charger otomatis yang dapat mengisi arus ke battery cadangan tersebut secara otomatis ketika battery dalam keadaan lemah, dan dapat menghentikan proses pengisian arus ketika battery sudah penuh. Dengan demikian traffic light akan tetap hidup walaupun terjadi pemadaman listrik berkali-kali. PEMBAHASAN Diagram Blok
Gambar 1. Diagram Blok Rangkaian
-
168
Rangkaian catu daya PLN berberikan suplay tegangan ke rangkaian selektor, charger dan rangkaian pendeteksi catu daya PLN. Charger berfungsi untuk mengisi arus ke battery, dimana proses pengisiannya dapat dihubungkan atau diputuskan dengan relay.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 -
-
-
-
Battery berfungsi untuk mensuplay tegangan ke selektor jika terjadi pemadaman lampu listrik oleh PLN. Rangkaian catu daya beterai berfungsi untuk mengubah tegangan 12 volt battery menjadi 5 volt. Rangkaian selektor berfungsi untuk memilih catu daya yang masuk, jika listrik PLN nyala, maka rangkaian catu daya akan mengambil catu daya dari PLN. Namun jika terjadi pemadaman listrik, maka rangkaian selektor akan mengambil catu daya dari battery. Rangkaian mikrokontroler berfungsi untuk mengatur traffic light, mendeteksi catu daya PLN, mengaktip/menonaktipkan relay dan mengukur tegangan battery. Sehingga jika tegangan beterai melemah, maka mikrokontroler akan mengaktipkan relay, sehingga untuk mengisi arus ke beterai. Rangkaian pendeteksi catu daya PLN berfungsi untuk memberitahukan kepada mikrokontroler apakah ada pemadaman listrik atau tidak. Ketika terjadi pemadaman listrik, maka walaupun battery melemah, mikrokontroler tidak akan mengaktipkan relay untuk pengisian arus pada battery. ADC berfungsi untuk mengukur tegangan pada battery, agar dapat diketahui apakah tegangan battery masih penuh atau melemah.
Rangkaian Catu Daya PLN Rangkaian catu daya PLN ini berfungsi untuk memberikan suplay tegangan ke rangkaian selektor, charger dan rangkaian pendeteksi catu daya PLN. Pada saat tidak terjadi pemadaman listrik, maka rangkaian ini akan mensuplay tegangan ke seluruh rangkaian, kecuali rangkaian catu daya battery. Rangkaian catu daya PLN yang dibuat terdiri dari dua keluaran, yaitu 5 volt dan 12 volt, keluaran 5 volt digunakan untuk mensuplay tegangan ke seluruh rangkaian, sedangkan keluaran 12 volt digunakan untuk mengaktipkan relay dan untuk mensuplay tegangan ke rangkaian ADC. Rangkaian power suplay ditunjukkan pada gambar 2 berikut ini :
Vol.2 No.2 - Januari 2009
169
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 2. Rangkaian Catu Daya PLN
Trafo CT merupakan trafo stepdown yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 220 volt AC menjadi 12 volt AC. Kemudian 12 volt AC akan disearahkan dengan menggunakan dua buah dioda, selanjutnya 12 volt DC akan diratakan oleh kapasitor 2200 ìF. Regulator tegangan 5 volt (LM7805CT) digunakan agar keluaran yang dihasilkan tetap 5 volt walaupun terjadi perubahan pada tegangan masukannya. LED hanya sebagai indikator apabila PSA dinyalakan. Transistor PNP TIP 32 disini berfungsi untuk mensupplay arus apabila terjadi kekurangan arus pada rangkaian, sehingga regulator tegangan (LM7805CT) tidak akan panas ketika rangkaian butuh arus yang cukup besar. Tegangan 12 volt DC langsung diambil dari keluaran 2 buah dioda penyearah. Rangkaian Catu Daya Battery Battery yang digunakan adalah battery 12 volt, sedangkan rangkaian mikrokontroler membutuhkan tegangan 5 volt. Sehingga dibutuhkan rangkaian adaptor untuk beterai. Rangkaian catu daya battery yang dibuat juga terdiri dari satu keluaran, yaitu 5 volt, keluaran 5 volt digunakan untuk mensuplay tegangan ke seluruh rangkaian pada saat terjadi pemadaman listrik oleh PLN. Rangkaian catu daya battery ditunjukkan pada gambar 3 berikut ini :
Gambar 3. Rangkaian Catu Daya Battery
170
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
Positif battery dihubungkan ke regulator 7805, sehingga tegangan masuk 12 volt akan diubah menjadi tegangan keluaran 5 volt. Transistor PNP TIP 32 disini berfungsi untuk mensupplay arus apabila terjadi kekurangan arus pada rangkaian, sehingga regulator tegangan (LM7805CT) tidak akan panas ketika rangkaian butuh arus yang cukup besar. Rangkaian Pengisian Arus ke Battery Rangkaian pengisian battery pada alat ini berfungsi untuk mengisi arus ke battery ketika battery dalam keadaan kosong. Gambar rangkaian pengisian battery ditunjukkan pada gambar 4 berikut ini:
Gambar 4. Rangkaian Pengisian Arus ke Battery
Komponen utama pada rangkaian ini adalah dua buah dioda penyearah. Dioda ini dihubungkan ke output travo stepdown pada tegangan 18 volt. Dengan menggunakan dua buah dioda ini, maka tegangan bolak-balik yang dihasilkan oleh travo akan disearahkan oleh dioda penyearah tersebut. Komponen lainnya yang ada pada rangkaian pen-charge baterei ini adalah sebuah resistor 330 ohm dan sebuah LED. Resistor berfungsi untuk membatasi arus yang mengalir ke LED. Sedangkan LED tersebut berfungsi sebagai indikator dari rangkaian, dimana ketika rangkaian ini aktip, maka LED indikator akan menyala. Rangkaian ini akan dihubungkan ke relay, sehingga dengan demikian dengan mengaktipkan/menonaktipkan relay, maka hubungan rangkaian ini ke battery dapat dihubungkan atau diputuskan. Rangkaian Minimum Mikrokontroller AT89S51 Rangkaian minimum mikrokontroler AT89S51 berfungsi untuk mengatur traffic light, mendeteksi catu daya PLN, mengaktip/menonaktipkan relay dan mengukur tegangan battery. Sehingga jika tegangan beterai melemah, maka mikrokontroler akan
Vol.2 No.2 - Januari 2009
171
ISSN: 1978 - 8282 mengaktipkan relay, sehingga untuk pengisian arus battery. Rangkaian minimum mikrokontroller AT89S51 ditunjukkan pada gambar 5 berikut ini :
Gambar 5. Rangkaian Mikrokontroller AT89S51
Pin 29 merupakan PSEN (Program Store Enable) dan pin 30 sebagai Address Latch Enable (ALE)/PROG dihubungkan ke ground (diset low), sedangkan Pin 31 External Access Enable (EA) diset high (H). Ini dilakukan karena mikrokontroller AT89S51 tidak menggunakan memori eskternal. Pin 18 dan 19 dihubungkan ke XTAL 12 MHz dan capasitor 30 pF. XTAL ini akan mempengaruhi kecepatan mikrokontroller AT89S51 dalam mengeksekusi setiap perintah dalam program. Pin 9 merupakan masukan reset (aktif tinggi). Pulsa transisi dari rendah ke tinggi akan me-reset mikrokontroller ini. Pin 32 sampai 39 adalah Port 0 yang merupakan saluran/bus I/O 8 bit open collector dapat juga digunakan sebagai multipleks bus alamat rendah dan bus data selama adanya akses ke memori program eksternal. Karena fungsi tersebut maka Port 0 dihubungkan dengan resistor array. Jika mikrokontroller tidak menggunakan memori eksternal, maka penggunaan resistor array tidak begitu penting. Pin 17 yang merupakan P3.7 dihubungkan dengan transistor dan sebuah LED. Ini dilakukan hanya untuk menguji
172
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 apakan rangkaian minimum mikrokontroller AT89S51 sudah bekerja atau belum. Dengan memberikan program sederhana pada mikrokontroller tersebut, dapat diketahui apakah rangkaian minimum tersebut sudah bekerja dengan baik atau tidak. Jika LED yang terhubung ke Pin 17 sudah bekerja sesuai dengan perintah yang diberikan, maka rangkaian minimum tersebut telah siap digunakan. Namun setelah seluruh rangkaian disatukan, LED yang terhubung ke in 17 ini tidak digunakan lagi. Pin 20 merupakan ground dihubungkan dengan ground pada power suplay. Pin 40 merupakan sumber tegangan positif dihubungkan dengan + 5 volt dari power suplay. Rangkaian Relay Rangkaian relay pada alat ini berfungsi untuk memutuskan atau menghubungkan rangkaian pengisian battery dengan battery yang akan diisi. Gambar rangkaian relay ini ditunjukkan pada gambar 6 berikut ini :
Gambar 6. Rangkaian Relay
Output dari relay yang satu dihubungkan ke battery dan yang lainnya dihubungkan ke rangkaian pengisian battery. Hubungan yang digunakan adalah normally open. Prinsip kerja rangkaian ini pada dasarnya memanfaatkan fungsi transistor sebagai saklar elektronik. Tegangan atau sinyal pemicu dari transistor berasal dari mikrokontroler Port 3.5 (P3.5). Pada saat logika pada port 3.5 adalah tinggi (high), maka transistor mendapat tegangan bias dari kaki basis. Dengan adanya tegangan bias ini maka transistor akan aktip (saturation), sehingga adanya arus yang mengalir ke kumparan relay. Hal ini akan menyebabkan saklar pada relay menjadi tertutup, sehingga rangkaian pengisian arus ke battery akan terhubung ke battery (terjadi proses pengisian arus).
Vol.2 No.2 - Januari 2009
173
ISSN: 1978 - 8282 Begitu juga sebaliknya pada saat logika pada P3.5 adalah rendah (low) maka relay tidak dialiri arus. Hal ini akan menyebabkan saklar pada relay terbuka, sehingga hubungan antara rangkaian pengisian arus ke battery dengan battery akan terputus (tidak terjadi proses pengisian arus). Rangkaian Display Seven Segmen Rangkaian display seven segmen ini berfungsi untuk menampilkan nilai tegangan dari battery, dan juga menampilkan nilai maksimum dan minimum dari rangkaian setting nilai maksimum dan minimum. Rangkaian display seven segmen ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini :
Gambar 7. Rangkaian Display Seven Segmen
Display ini menggunakan 3 buah seven segmen yang dihubungkan ke IC 4094 yang merupakan IC serial to paralel. IC ini akan merubah 8 bit data serial yang masuk menjadi keluaran 8 bit data paralel. Rangkaian ini dihubungkan dengan P3.0 dan P3.1 AT89S51. P3.0 merupakan fasilitas khusus pengiriman data serial yang disediakan oleh mikrokontroler AT89S51. Sedangkan P3.1 merupakan sinyal clock untuk pengiriman data serial. Dengan menghubungkan P3.0 dengan IC serial to paralel (IC 4094), maka data serial yang dikirim akan diubah menjadi data paralel. Kemudian IC 4094 ini dihubungkan dengan seven segmen agar data tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk angka. Seven segmen yang digunakan adalah aktip low, ini berarti segmen akan hidup jika diberi data low (0) dan segmen akan mati jika diberi data high (1).
174
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Rangkaian ADC Rangkaian ADC ini berfungsi untuk mengukur tegangan pada battery dan mengubahnya menjadi bilangan digital yang dihubungkan ke mikrokontroller. Sehingga mikrokontroler dapat mengetahui tegangan pada battery ketika battery sudah lemah. Dengan demikian proses pengisian dapat dilakukan. Gambar rangkaian ADC ditunjukkan pada gambar 8 di bawah ini :
Gambar 8. Rangkaian ADC
Input ADC dihubungkan ke positip baterei, sehingga setiap perubahan tegangan pada baterei akan dideteksi oleh ADC. Agar output yang dihasilkan oleh ADC bagus, maka tegangan refrensi ADC harus benar-benar stabil, karena perubahan tegangan refrensi pada ADC akan merubah output ADC tersebut. Oleh sebab itu pada rangkaian ADC di atas tegangan masukan 12 volt dimasukkan ke dalam IC regulator tegangan 9 volt ( 7809) agar keluarannya menjadi 9 volt, kemudian keluaran 9 volt ini dimasukkan kedalam regulator tegangan 5 volt (7805), sehingga keluarannya menjadi 5 volt. Tegangan 5 volt inilah yang menjadi tegangan refrensi ADC. Dengan demikian walaupun tegangan masukan turun setengahnya, yaitu dari 12 volt menjadi 6 volt, tegangan referensi ADC tetap 5 volt. Output dari ADC dihubungkan ke mikrokontroler, sehingga setiap perubahan output ADC yang disebabkan oleh perubahan inputnya (tegangan battery) akan diketahui oleh mikrokontoler. Vol.2 No.2 - Januari 2009
175
ISSN: 1978 - 8282
Rangkaian Selektor Rangkaian selektor berfungsi untuk memilih catu daya yang masuk, jika listrik PLN nyala, maka rangkaian catu daya akan mengambil catu daya dari PLN. Namun jika terjadi pemadaman listrik, maka rangkaian selektor akan mengambil catu daya dari battery. Rangkaian selektor ditunjukkan pada gambar 8 berikut ini :
Gambar 8. Rangkaian Selektor Rangkaian ini terdiri dari sebuah relay, dimana input relay dihubungkan langsung ke sumber tegangan 12 volt yang berasal dari rangkaian catu daya PLN. Sedangkan outputnya dihubungkan dengan rangkaian, catu daya PLN dan catu daya battery. Ketika tidak terjadi pemadaman listrik, maka input relay akan mendapatkan tegangan 12 volt dari catu daya PLN, sehingga arus akan mengalir ke kumparan, menyebabkan timbulnya medan magnet pada kumparan. Medan magnet ini akan menarik switch pada relay sehingga rangkaian akan terhubung ke catu daya PLN. Sebaliknya, ketika terjadi pemadaman listrik, maka input relay tidak akan mendapatkan tegangan 12 volt dari catu daya PLN, sehingga tidak ada arus yang mengalir ke kumparan, sehingga tidak ada medan magnet pada kumparan. Switch akan kembali ke posisi semula, sehingga rangkaian akan terhubung ke catu daya battery. Rangkaian Pendeteksi Catu Daya PLN Rangkaian pendeteksi catu daya PLN berfungsi untuk memberitahukan kepada mikrokontroler apakah ada pemadaman listrik atau tidak. Ketika terjadi pemadaman listrik, maka walaupun battery melemah, mikrokontroler tidak akan mengaktipkan relay untuk mengisi arus ke battery. Rangkaian pendeteksi catu daya PLN ini ditunjukkan pada gambar 9 berikut ini :
176
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 9. Rangkaian Pendeteksi Catu Daya PLN
Komponen utama dari rangkaian ini adalah sebuah transistor C945. Rangkaian ini hanya memanfaatkan fungsi transistor sebagai saklar, dimana ketika basis mendapat tegangan 5 volt dari catu daya PLN, maka transistor akan aktip, colektor terhubung dengan emitor, sehingga kolektor mendapatkan tegangan 0 volt dari ground. Namun ketika terjadi pemadaman listrik PLN, maka tegangan pada basis transistor kurang dari 0,7 volt, sehingga transistor tidak aktip dan kolektor tidak terhubung dengan emitor. Hal ini mengakibatkan tegangan pada kolektor menjadi 5 volt. Perubahan tegangan ini merupakan tanda bahwa adanya pemadaman listrik oleh PLN. Pada rangkaian ini kolektor dihubungkan ke mikrokontroler AT89S51, sehingga jika terjadi perubahan tegangan pada kolektor akan langsung diketahui oleh mikrokontroler. Sebuah LED indikator akan menyala ketika transistor dalam keadaan aktip, dan sebaliknya LED ini akan mati jika transistor tidak aktip. Rangkaian Traffic Light Rangkaian traffic light ini sebagai lampu lalu lintas, yang berfungsi untuk mengatur lalu lintas kendaraan pada persimpangan. Rangkaian traffic light ditunjukkan pada gambar 10 berikut ini :
Gambar 10. Rangkaian Traffic Light
Vol.2 No.2 - Januari 2009
177
ISSN: 1978 - 8282 Komponen utama dari rangkaian ini adalah 5 buah LED yang hidup/matinya dikendalikan oleh transistor C945. pada rangkaian ini transistor difungsikan sebagai saklar untuk menghidupkan/mematikan 5 buah LED yang disusun secara paralel. Jadi ketika transistor aktip maka LED akan menyala dan sebaliknya. Basis dari transistor ini dihubungkan ke mikrokontroler, sehingga dengan memberikan logika high atau low pada program, maka hidup/matinya LED dapat dikendalikan melalui program yang diisikan ke mikrokontroler AT89S51. Flowchart
Gambar 11. Flowchart
178
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Program diawali dengan start yang berarti rangkaian dinyalakan, kemudian program akan mengatur trafic ligh, yaitu dengan menghidup/mematikan lampu hijau, kuning dan merah dengan delay tertentu secara bergantian. Langkah selanjutnya program akan mengecek adanya sinyal yang dikirimkan oleh rangkaian pendeteksi catu daya PLN, jika tidak ada, yang berarti terjadi pemadaman listrik PLN maka program akan terus mengendalikan traffic light (namun catu daya yang digunakan adalah catu daya dari battery). Jika ada sinyal yang dikirimkan oleh rangkaian pendeteksi tegangan PLN, yang berarti tidak terjadi pemadaman listrik PLN, maka program akan membaca nilai ADC (nilai tegangan pada battery) kemudian membandingkan dengan nilai minimum dan maksimum. Jika nilai pada ADC tidak sama dengan nilai minimum atau nilai maksimum maka program akan kembali mengatur traffic light. Jika nilai ADC sama dengan nilai minimum, yang berari tegangan battery sudah lemah (battery kosong), maka program akan mengaktipkan relay untuk pengisian arus pada battery, kemudian kembali mengatur traffic light. Sebaliknya jika nilai ADC sama dengan nilai maksimum, yang beratri tegangan battery sudah kuat (battery punuh), maka program akan menonaktipkan relay untuk memutuskan pengisian arus ke battery, kemudian kembali mengatur traffic light. Pengujian Rangkaian Catu Daya PLN Pengujian pada bagian rangkaian catu daya PLN ini dapat dilakukan dengan mengukur tegangan keluaran dari rangkaian ini dengan menggunakan volt meter digital. Dari hasil pengujian diperoleh tegangan keluaran pertama sebesar 11,9 volt, tegangan ini sebagai input dari rangkaian ADC. Sedangkan tegangan keluaran kedua adalah sebesar 4,9 volt, tegangan ini untuk mensupplay tegangan ke rangkaian mikrokontroler, dan rangkaian lainnya. Pengujian Rangkaian Catu Daya Battery Sama seperti pengujian pada rangkaian catu daya untuk PLN, pengujian pada bagian rangkaian catu daya battery ini dapat dilakukan dengan mengukur tegangan keluaran dari rangkaian ini dengan menggunakan volt meter digital. Dari hasil pengujian diperoleh tegangan keluaran sebesar 4,9 volt, tegangan ini untuk memberi sumber tegangan ke rangkaian mikrokontroler, dan rangkaian lainnya. Pengujian Rangkaian Charger Baterei Pengujian pada bagian rangkaian charger battery ini dapat dilakukan dengan mengukur tegangan keluaran dari rangkaian ini dengan menggunakan volt meter digital. Dari hasil pengujian diperoleh tegangan keluaran sebesar 15,886 volt. Tegangan ini cukup Vol.2 No.2 - Januari 2009
179
ISSN: 1978 - 8282 untuk mencharger battery, karena untuk mencahrger baterei dibutuhkan tegangan yang lebih besar dari 13,7 volt. Dengan demikian rangkaian sudah berjalan dengan baik dan dapat digunakan. Pengujian Rangkaian mikrokontroller AT89S51 Pengujian rangkaian mikrokontroler dilakukan dengan menghubungkan rangkaian ini dengan sebuah transistor A733 yang dihubungkan dengan sebuah LED indikator, dimana transistor disini berfungsi sebagai saklar untuk mengendalikan hidup/mati LED. Dengan demikian LED akan menyala jika transistor aktip dan sebaliknya LED akan mati jika transistor tidak aktip. Tipe transistor yang digunakan adalah PNP A733, dimana transistor ini akan aktip (saturasi) jika pada basis diberi tegangan 0 volt (logika low) dan transistor ini akan tidak aktip jika pada basis diberi tegangan 5 volt (logika high). Basis transistor ini dihubungkan ke pin I/O mikrokontroler yaitu pada kaki 8 (P3.7). Langkah selanjutnya adalah mengisikan program sederhana ke mikrokontroler AT89S51. Programnya adalah sebagai berikut : Loop: Cpl P3.7 Acall tunda sjmp loop tunda: mov r7,#255 tnd: mov r6,#255 djnz r6,$ djnz r7,tnd ret Program di atas akan mengubah logika yang ada pada P3.7 selama selang waktu tunda. Jika logika pada P3.7 high maka akan diubah menjadi low, demikian jiga sebaliknya jika logika pada P3.7 low maka akan diubah ke high, demikian seterusnya. Logika low akan mengaktipkan transistor sehingga LED akan menyala dan logika high akan menonaktipkan transistor, sehingga LED padam. Dengan demikian program ini akan membuat LED berkedip terus-menerus. Jika LED telah berkedip terus menerus sesuai dengan program yang diinginkan, maka rangkaian mikrokontroler telah berfungsi dengan baik. Pengujian Rangkaian Relay Pengujian rangkaian relay dapat dilakukan dengan memberikan tegangan 5 volt dan 0 volt pada basis transistor C945. Transistor C945 merupakan transistor jenis NPN,
180
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 transistor jenis ini akan aktip jika pada basis diberi tegangan > 0,7 volt dan tidak aktip jika pada basis diberi tegangan < 0,7 volt. Aktipnya transistor akan mengaktipkan relay. Pada alat ini relay digunakan untuk memutuskan hubungan baterei dengan charger, dimana hubungan yang digunakan adalah normally open (NO), dengan demikian jika relay tidak aktip maka hubungan baterei ke charger akan terputus, sebaliknya jika relay aktip, maka baterei dengan charger akan terhubung. Pengujian dilakukan dengan memberikan tegangan 5 volt pada basis transistor, jika relay aktip dan rangkaian charger terhubung ke battery maka rangkaian ini telah berfungsi dengan baik. Pengujian Rangkaian Display Seven Segmen Pengujian pada rangkaian ini dapat dilakukan dengan menghubungkan rangkaian ini dengan rangkaian mikrokontroler, kemudian memberikan data tertentu pada port serial dari mikrokontroler. Seven segmen yang digunakan adalah common anoda, dimana semen akan menyala jika diberi logika 0 dan sebaliknya segmen akan mati jika diberi logika 1. Dari hasil pengujian diperoleh data yang harus dikirimkan ke port serial untuk menampilkan angka desimal adalah sebagai berikut: Tabel 1. Data Tampilan Seven Segmen
Program yang diisikan pada mikrokontroler untuk menampilkan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut: Vol.2 No.2 - Januari 2009
181
ISSN: 1978 - 8282 bil0 equ 20hbil1 equ 0echbil2 equ 18hbil3 equ 88hbil4 equ 0c4hbil5 equ 82hbil6 equ 02hbil7 equ 0e8hbil8 equ 0hbil9 equ 80h Loop: mov sbuf,#bil0 Jnb ti,$ Clr ti sjmp loop Program di atas akan menampilkan angka 0 pada semua seven segmen. Sedangkan untuk menampilkan 3 digit angka yang berbeda pada seven segmen adalah dengan mengirimkan ke 3 data angka yang akan ditampilkan pada seven segmen. Programnya adalah sebagai berikut : Loop: mov sbuf,#bil1 Jnb ti,$ Clr ti mov sbuf,#bil2 Jnb ti,$ Clr ti mov sbuf,#bil3 Jnb ti,$ Clr ti sjmp loop Program di atas akan menampilkan angka 1 pada seven segmen ketiga, angka 2 pada seven segmen kedua dan angka 3 pada seven segmen pertama. Pengujian Rangkaian ADC Pengujian pada bagian rangkaian ADC ini dapat dilakukan dengan menghubungkan rangkaian ADC ini dengan rangkaian mikrokontroler. Selanjutnya rangkaian mikrokontroler dihubungkan dengan rangkaian display seven segmen. Mikrokontroler diisi dengan program untuk membaca nilai yang ada pada rangkaian ADC, kemudian hasil pembacaannya ditampilkan pada display seven segmen. Program yang diisikan ke mikrokontroler ini hampir sama dengan program pada pengujian rangkaian setting, bedanya hanya pada port yang digunakan, jika pada rangkaian setting port yang digunakan adalah port 0, maka pada rangkaian ADC port yang digunakan adalah port 2. Programnya adalah sebagai berikut : mov a,p2 mov b,#100 div ab mov 70h,a mov a,b mov b,#10 div ab mov 71h,a mov 72h,b 182
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 Dengan program di atas, maka akan tampil nilai tegangan battery yang dideteksi oleh ADC. Dengan demikian maka rangkaian ini telah berfungsi dengan baik. 4.8 Pengujian Rangkaian Selektor Pengujian pada rangkaian ini dilakukan dengan menghubungkan input dari relay ke sumber tegangan 12 volt dan ground. Sebelum dihubungkan maka output dari relay terhubung ke kaki 4 dan pada saat dihubungkan dengan sumber tegangan , maka output dari relay akan ter-switch ke kaki 5. Dengan demikian rangkaian telah berfungsi dengan baik sebagai selektor. 4.9 Rangkaian Pendeteksi Catu Daya PLN Pengujian pada rangkaian ini dapat dilakukan dengan memberikan tegangan 5 volt pada basis, jika pada saat diberikan tegangan 5 volt kemudian LED indikator menyala, dan ketika diberikan tegangan 0 volt pada basis kemudian LED indikator mati, maka rangkaian ini telah berfungsi dengan baik. 4.10 Pengujian Traffic Light Pengujian pada rangkaian ini dapat dilakukan dengan memberikan tegangan 5 volt pada basis, jika pada saat diberikan tegangan 5 volt kemudian LED menyala, dan ketika diberikan tegangan 0 volt pada basis kemudian LED mati, maka rangkaian ini telah berfungsi dengan baik. Kesimpulan 1. Relay yang digunakan sebagai selektor yang memilih tegangan yang aktip tidak dapat berpindah dengan cepat ketika terjadi mati lampu, sehingga rangkaian mikrokontroller reset, hal ini menyebabkan proses penghidupan traffic light kembali ke rutin awal. 2. ADC dapat mengenali kondisi tegangan battery, sehingga alat dapat memerintahkan untuk pengisian arus pada battery ketika kondisi battery mulai lemah.. 3. Tegangan battery yang digunakan adalah 12 volt DC, sehingga tidak dapat langsung dinputkan ke input ADC ,dibutuhkan rangkaian pembagi tegangan agar tegangan battery dapat dijadikan sebagai input ADC. PUSTAKA 1. Agfianto, (2002), Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55 Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama Penerbit: Gava Media, Yogyakarta. 2. Agfianto, (2002), Teknik Antarmuka Komputer: Konsep dan Aplikasi, Edisi Pertama, Penerbit: Graha Ilmu, Yogyakarta. Vol.2 No.2 - Januari 2009
183
ISSN: 1978 - 8282 3. Andi, (2003), Panduan Praktis Teknik Antarmuka dan Pemrograman Mikrokontroler AT89C51, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta 4. Malvino, Paul Albert, (2003), Prinsip-prinsip Elektronika, Jilid 1 & 2, Edisi Pertama, Penerbit: Salemba Teknika, Jakarta. 5. Suhata, (2004), Aplikasi Mikrokontroler Sebagai Pengendali Peralatan Elektronik via Line Telepon, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
184
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
MANAJEMEN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE MANAGEMENT) DAN PROSES PENCIPTAAN PENGETAHUAN Augury El Rayeb1 Maimunah2 Dhiana Aprianah3 [email protected], [email protected] ABSTRAKSI Era globalisasi yang ditunjang oleh inovasi juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat . Menyadari akan persaingan yang semakin berat, maka perlu ada perubahan paradigma yang bertumpu pada analisis bidang ilmu pengetahuan tertentu misalnya pohon industri, kemasan pengetahuan, metadatabase, data mining, serta pengembangan sumber daya manusia. Disinilah peran pendidikan dan knowledge sharing dikalangan karyawan menjadi amat penting dalam meningkatkan kemampuan manusia untuk berpikir secara logika yang akan menghasilkan suatu bentuk inovasi. Jadi inovasi merupakan suatu proses dari ide melalui penelitian dan pengembangan akan menghasilkan proses penciptaan pengetahuan yang baik. Kata kunci : knowledge sharing, data mining.
PENDAHULUAN Telah disadari bahwa sistem informasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup perusahaan. Banyaknya informasi yang ada dalam perusahaan seharusnya bisa dimanfaatkan menjadi pengetahuan yang menjadi sumber daya bagi perusahaan tersebut. Pengetahuan ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan performance perusahaan dengan mendayagunakan pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan kolektif dalam rangka pengambilan keputusan dalam saat yang tepat. Dengan sistem informasi ini, proses pengambilan keputusan akan lebih mudah karena selain penyampaian informasi dapat lebih cepat, data-data juga dapat diolah sehingga dapat digunakan untuk melakukan prediksi/antisipasi penyimpangan proses produksi sehingga dampak negatif bagi perusahaan dapat diantisipasi. Sistem informasi berbasis komputer yang dilayani dalam suatu jaringan komputer lokal/terbatas 1. Dosen Jurusan Sistem Komputer, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 2. Dosen Jurusan Manajemen Informatika, AMIK Raharja Informatika Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692 3. Mahasiswa Jurusan Manajemen Informatika, AMIK Raharja Informatika Jl. Jend Sudirman No.40 Modern Cikokol-Tangerang Telp 5529692
Vol.2 No.2 - Januari 2009
185
ISSN: 1978 - 8282 merupakan satu pilihan menarik saat ini. Dengan sistem ini, informasi dapat dengan mudah dikelola, dikirimkan dan ditayangkan. Melalui komputer, segala informasi yang terkandung dapat diperoleh secara instan tanpa kertas dan tinta. Sudahlah tentu berbagai perusahaan modern saat ini memanfaatkan teknologi ini sebagai salah satu sarana sistem informasi yang handal dan efisien. Dengan adanya manajemen pengetahuan pegawai akan lebih mudah untuk mendapatkan data, informasi dan pengetahuan, sehingga terjadi pembelajaran yang berkesinambungan. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana menciptakan manajemen pengetahuan yang dinamis? 2. Bagaimana mengembangkan manajemen pengetahuan dalam organisasi penelitian? TUJUAN DAN MANFAAT 1. Menciptakan suatu manajemen pengetahuan bagi perusahaan. 2. Memberikan kemudahan dalam penyampaian informasi secara cepat dan akurat. 3. Mengendalikan efek-efek negatif yang mungkin timbul dalam perusahaan yang terdeteksi oleh sistem manajemen pengetahuan. LANDASAN TEORI Pengertian Pengetahuan Davenport dan Prusak (1998) membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan yaitu : “knowledge is neither data nor information, though it related to both, and the differences between these terms are often a matter of degree”. 1.
Data is a set of discrete, objective facts about events. Seperti yang dicontohkan oleh Davenport dan Prusak, bila seseorang pelanggan datang untuk mengisi tangki mobilnya ke pompa bensin, maka transaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagian oleh data, yaitu berapa uang yang harus dibayarkan, berapa liter bensin yang diisikan, namun tidak menjelaskan mengapa pelanggan itu datang ke pompa bensin, kualitas pelayanan pompa bensin, dan tidak dapat meramalkan kapan lagi pelanggan tersebut akan kembali ke pompa bensin. Dalam organisasi, data terdapat dalam catatan-catatan (records) atau transaksi-transaksi.
2.
Information is data that makes a difference. Kata inform sejatinya berarti to give shape atau untuk memberi bentuk, dan informasi ditujukan untuk membentuk orang yang mendapatkannya, yaitu untuk
186
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 membuat agar pandangan atau wawasan orang tersebut berbeda (dibandingkan sebelum memperoleh informasi). Sebagai contoh pelanggan mengisi t angki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium, pernyataaan tersebut merupakan informasi. Menurut Peter Drucker, tidak seperti data, informasi mempunyai makna (meaning) yang ditimbulkan oleh relevansi dan tujuan yang diberikan oleh penciptanya. Misalnya pemberi informasi menyampaikan bahwa pelanggan mengisi tangki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium, mengandung tujuan tertentu yang dikaitkan dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang dikaitkan dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang dikaitkan dengan topik pembicaraan. Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah data menjadi informasi melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: contextualized, calculated, corrected, dan condensed. Dalam organisasi, infomasi terdapat dalam pesan (messages).
(Sumber : Akhmad Hidayatno, 200615) Gambar 1 Hierarki Data-Informasi dan Knowledge Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah informasi menjadi pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation, consequences, connections, dan conversation. Dalam organisasi, pengetahuan diperoleh dari individu-individu atau kelompok orang-orang yang mempunyai pengetahuan, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh melalui media yang terstuktur seperti: buku dan dokumen, hubungan orang-keorang yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah. Dalam buku yang ditulis oleh Von Krogh, Ichiyo, serta Nonaka 2000, disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian mengenai pengetahuan: Vol.2 No.2 - Januari 2009
187
ISSN: 1978 - 8282 1.
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu membenarkan (justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan system kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau system kepercayaan itu bisa tidak disadari.
2.
Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terbatinkan (tacit). Beberapa pengetahuan dapat dituliskan di kertas, diformulasikan dalam bentuk kalimat-kalimat, atau diekspresikan dalam bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan, keterampilan dan bentuk bahasa utuh, persepsi pribadi, pengalaman fisik, petunjuk praktis (rule of thumb) dan institusi. Pengetahuan terbatinkan seperti itu sulit sekali digambarkan kepada orang lain. Mengenali nilai dari pengetahuan terbatinkan dan memahami bagaimana menggunakannya merupakan tantangan utama organisasi yang ingin terus menciptakan pengetahuan.
3.
Penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. Apa yang dimaksud dengan konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan pengetahuan adalah ruang bersama yang dapat memicu hubungan-hubungan yang muncul. Dalam konteks organisional, bisa berupa fisik, maya, mental atau ketiganya. Pengetahuan bersifat dinamis, relasional dan berdasarkan tindakan manusia, jadi pengetahuan berbeda dengan data dan informasi, bergantung pada konteksnya.
4.
Penciptaan pengetahuan melibatkan lima langkah utama Von Krogh, Ichiyo serta Nonaka (2000) bahwa penciptaan pengetahuan organisasional terdiri dari lima langkah utama yaitu: 1. Berbagi pengetahuan terbatinkan; 2. Menciptakan konsep; 3. Membenarkan konsep; 4. Membangun prototype; dan
188
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 5. Melakukan penyebaran pengetahuan di berbagai fungsi dan tingkat di organisasi. PEMBAHASAN Konteks Dalam Organisasi Penelitian Dan Pengembangan Riset adalah bagian dari upaya akademik untuk menemukan solusi ilmiah bagi persoalan-persoalan manusia atau proses penciptaan pengetahuan baru. Di dalam kegiatan riset, terkandung sekaligus tiga aspek “ isi kognitif” dari limu pengetahuan, yakni foci of attention, tingkat perkembangan, dan isi intelektual (Cole, 1992). Tingkat perkembangan dari masing-masing bidang penelitian tentunya berbeda, antara lain ditentukan oleh jumlah hasil penelitian, paten yang dihasilkan, publikasi ilmiah yang dihasilkan baik tingkat nasional, regional dan internasional, produk-produk baru atau proses baru dan sebagainya. Demikian pula, isi intelektual dari berbagai penelitian di Perguruan Tnggi akan memperlihatkan batas dan keragaman dari kegiatan riset lembaga ini. Proses penelitian ditentukan oleh isi intelektual, karakteristik sosial peneliti dan proses sosial dalam hal intellectual authority. Dalam lingkup lembaga tertentu, misalnya sebuah penelitian dapat terlaksana setelah ada proses tertentu dalam pemeriksaan tidak saja terhadap isi penelitian itu, tetapi juga terhadap para penelitinya. Mengenai hal ini Coles mengatakan bahwa proses ini sangat dipengaruhi oleh konsensus sosial, dan bukan hanya oleh validitas keilmiahan isinya. Lebih luas lagi, proses penelitian dan pengembangan suatu ilmu dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari kondisi tiga elemen dasarnya, yakni: (1) Komunitas ilmuwan dan teknologi itu sendiri, (2) Sistem ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tempat ilmu dan teknologi itu berkembang, serta (3) Organisasi yang menjadi semacam katalis bagi komunitas untuk tumbuh kembang di dalam sistem yang lebih luas ini, baik dalam bentuk organisasi besar semacam LIPI, maupun yang lebih kecil seperti lembaga-lembaga riset, unit-unit riset, organisasi profesi dan sebagainya (Constant II, 1993). Pengembangan infrastruktur informatika dan telekomunikasi (telematika) seperti diatas mengandung keyakinan terhadap potensi teknologi informasi untuk mendukung komunikasi ilmiah (scientific communication). Infratruktur ini diharapkan untuk menciptakan pola baru yang lebih efektif – efisien terutama dalam hal tukar-menukar informasi atau pengetahuan dalam memecahkan masalah dalam suatu penelitian, penyimpanan dan penemuan kembali ( storage and retrieval) informasi atau pengetahuan ilmiah. Sebagai kesatuan penelitian (penelitian terpadu), teknologi informasi (intranet) yang ada di Lembaga tertentu memungkinkan pengembangan jaringan kerja yang dapat mempelancar pengorganisasian kegiatan penelitian terpadu. Vol.2 No.2 - Januari 2009
189
ISSN: 1978 - 8282 Potensi ini bersinggungan dengan konteks organisasional sehingga infrastuktur telematika tidak dapat disebut sebagai alat (tools) saja, melainkan adalah sebuah “sociotechnical networks”, sehingga pengembangan infrastuktur ini merupakan pengembangan social informatics (Kling, 2000). Pengembangan sistem, bukan semata pemasangan jaringan fisik infrastruktur, melainkan pengembangan sebuah jaringan sosio-teknis yang secara spefisik diarahkan bagi pengembangan sebuah lembaga riset. Kegiatan penelitian di lembaga-lembaga umumnya dan di penelitian Coastal Hinterland Interaction Programme (CHIP) khususnya, adalah kesatuan informatika-sosial. Di dalam kesatuan ini, terdapat elemen teknologi telematika maupun proses sosial yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh foci of attention, pertumbuhan kegiatan, maupun kandungan intelektual dari penelitianpenelitian tentang sistem CHIP yang menyangkut berbagai disiplin ilmu (multi disiplin) untuk memecahkan suatu persoalan atau suatu solusi dari suatu permasalahan. Dasar Pemikiran: Strategi Mengelola Pengetahuan Hansen, Nohria dan Tierney (1999) mengemukakan pada dasarnya bagaimana strategi organisasi mengelola pengetahuan terbagi atas dua ekstrim : strategi kodifikasi ( codification strategy) dan strategi personalisasi (personalization strategy). Bila pengetahuan diterjemahkan dalam bentuk eksplisit secara berhati-hati (codified) dan disimpan dalam basis data sehingga para pencari pengetahuan yang membutuhkannya dapat mengakses pengetahuan tersebut, maka cara mengelola seperti ini dikatakan menganut strategi kodifikasi. Namun pengetahuan tidak terdiri dari hanya eksplisit saja, melainkan juga pengetahuan terbatinkan. Pengetahuan terbatinkan amat sangat sulit diterjemahkan ke dalam bentuk eksplisit. Oleh sebab itu pengetahuan-pengetahuan dialihkan dari satu pihak ke pihak lain melalui hubungan personal yang intensif, jadi disini fungsi utama jaringan komputer (intranet atau internet) disini bukan saja untuk menyimpan pengetahuan melainkan juga untuk memfasilitasi lalu lintas atau komunikasi di antara individu atau peneliti dalam organisasi yang sedang melakukan kegiatan penelitian baik mencari informasi atau memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan baru untuk menunjang kegiatan penelitiannya. Peran perpustakaan, dokumentasi informasi. Berdasarkan dasar pemikiran diatas, ditambah dengan hasil studi dari Szulanski (1996) yang mendiskusikan mengenai permasalahan dalam proses pengalihan pengetahuan dari orang/kelompok ke orang/ kelompok lain, serta pengamatan empiris dari peran perpustakaan, pusat informasi atau pusat dokumentasi dalam proses penciptaan pengetahuan, maka dapat disampaikan sebagai berikut:
190
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 1.
Akses pada informasi. Diketahui bahwa kemampuan penciptaan pengetahuan organisasional bergantung pada kemampuan semua individu dalam organisasi untuk dapat akses pada gagasan, informasi, dan pengalaman karyawan lain atau pihak lain diluar organisasi pada aspek ini ada dua peran perpustakaan, dokumentasi dan informasi, yaitu : 1. Peningkatan akses melalui penelusuran berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber dan secara proaktif, berdasarkan analisis historis permintaan para pengguna, menyampaikan informasi dan pengalaman tersebut pada pengguna. 2. Peningkatan akses melalui pemberian saran alternatif cara memperoleh dan bentuk informasi serta pengalaman yang dibutuhkan pengguna.
2.
Refleksi atas tindakan masa lalu . Seperti kita ketahui bersama bahwa kemampuan penciptaan pengetahuan organisasi juga bergantung pada evaluasi pengalaman masa lalu oleh karyawan, yang menyebabkan peningkatan pemahamannya atas bagaimana suatu kejadian dan akibat pengalaman masa lalu bermanfaat pada masa kini pada aspek ini peran nya adalah meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya refleksi melalui pemberian induksi berupa informasi dan pengalaman pihak lain pada pengguna peneliti internal untuk digunakan dalam proses menggugat dan merekonstruksi perspektif, keputusan, dan pengalaman selama ini.
3.
Kemampuan menyerap. Diketahui bahwa kemampuan mengasimilasikan pengetahuan baru bergantung pada kenyataan apakah individu-individu telah memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan pengetahuan yang baru diterima sehingga memungkinkan mereka untuk memahami dan menyerap informasi baru yang dipindahkan pada mereka. Peran perpustakaan adalah meningkatkan kemampuan penyerapan pengetahuan melalui secara proaktif memberikan informasi dan pengalaman orang lain yang relevan dengan bidang kompetensi yang sedang didalami oleh pengguna/peneliti saat ini.
4.
Kemampuan belajar. Rekombinasi produktif yang terjadi di organisasi bergantung pada kemampuan karyawan belajar dari perubahan-perubahan dan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh karyawan dalam organisasi. Bila karyawan terus menerus belajar dan selalu mengikuti perubahan-perubahan t eknologi atau pengetahuan pada aspek ini adalah meningkatkan kemampuan belajar individu-individu melalui
Vol.2 No.2 - Januari 2009
191
ISSN: 1978 - 8282 pemberian informasi dan pengalaman pihak lain yang terkini (up to date) atau (current information) pada para pengguna. 5.
Persepsi bahwa kegiatan pertukaran dan kombinasi pengetahuan adalah berharga. Tidak semua peneliti atau karyawan aktif mencari informasi, bahkan informasi yang telah tersediapun belum tentu dibaca, maka bila peneliti atau karyawan menggunakan informasi yang dapat diakses, maka karyawan/peneliti harus percaya bahwa sesuatu yang berharga akan dihasilkan dari upayanya mengkombinasikan dan mempertukarkan pengetahuan pada aspek ini meningkatkan motivasi para pengguna untuk memanfaatkan seluruh fasilitas perpustakaan yang ada dan menunjukkan bahwa pemanfaatan jasa perpustakaan akan meningkatkan kualitas dan kelancaran kerja para pengguna. Seperti telah dikatakan oleh Prusak perpustakaan, pusat dokumentasi tidak akan dapat menjalankan perannya tersebut bila tidak dikelola oleh pustakawan yang secara proaktif mendukung terselenggaranya strategi organisasi melalui pemahamannya atas kompetensi inti dan strategi organisasi, serta infomasi dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memperkokoh kompetensi inti organisasi dan terselenggaranya strategi organisasi.
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Yang Dinamis Merebaknya fenomena manajemen pengetahuan merupakan kritik langsung kesalah pahaman karena ‘pengetahuan” tidak diartikan sebagai benda mati, sebagaimana kalimat berikut ini tentang “pengetahuan”: “ the potentiality of values as it exists in various components or flows of overall “capital” in a firm, the relationships and synergistic modulations that can augment the value of that capital, and the application of its potential to real business tasks…(it) in – cludes an organization’s unrefined knowledge \ assets as well as wealth generating assets whose main component is knowledge” (Society of Management Accountants of Canada,1999). Potensi nilai yang ada pada berbagi komponen atau proses (aliran) keseluruhan “modal” dalam sebuah perusahaan, antar hubungan dan penyesuian-penyesuian sinergis yang bisa meningkatkan nilai modal tersebut, dan penerapan potensi tersebut pada tugas-tugas bisnis yang sesungguhnya… (ini) mencakup pula modal pengetahuan organisasi yang belum diolah, dan modal yang mendatangkan keuntungan dan yang komponen utamanya adalah pengetahuan. Definisi di atas mengandung aktifitas dan dinamika serta penerapan pengetahuan kepada tugas-tugas yang sesungguhnya, bukan sesuatu yang diam. Beberapa penulis, misalnya Malhotra (2000) mengingatkan bahwa dinamika penerapan pengetahuan saat
192
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 ini merupakan konsekuensi logis dari kehidupan organisasi yang harus selalu menyiapkan respon terhadap lingkungan yang bercirikan dua hal yaitu: • Kerumitan atau kompleksitas, disebabkan oleh peningkatan jumlah, keragaman dan saling ketergantungan antara berbagai entitas di dalam lingkungan sebuah organisasi. • Gejolak lingkungan atau turbulensi, ditentukan oleh semakin cepatnya siklus ( cycle time) dari setiap kejadian atau peristiwa. Kompleksitas dan gejolak lingkungan, serta tingkat pertumbuhan absolut keduanya, akan sangat meningkat dimasa mendatang. Dalam keadaan seperti ini, menurut Malhotra, banyak organisasi memiliki sistem informasi yang pada umumnya memakai model manajemen informasi untuk keperluan : • Mengupayakan agar pangkalan data pengetahuan dan para pemiliknya secara terus menerus disesuaikan dengan perubahan lingkungan eksternal. • Memberitahu para pegawai atau anggota organisasi tentang perubahan-perubahan terakhir, baik dalam produk maupun prosedur untuk menghasilkan sebuah produk. Namun, didalam lingkungan yang kompleks dan bergejolak ada beberapa persoalan yang muncul dari model seperti ini, yaitu: • Manajer mampu mengendalikan kegiatan organisasi kalau ia memiliki pengetahuan, tetapi dalam lingkungan yang serba bergejolak dan perubahannya berita tidak sinambung (discontinuous), maka seringkali manajer maupun organisasi tempatnya bekerja tidak punya pengetahuan yang memadai. Sistem i nformasi cenderung menyimpan pengetahuan yang tidak selalu sesuai dengan perubahan dilingkungan eksternal. • Dalam lingkungan yang bergejolak, lebih baik jika organisasi menyebarkan pengetahuan dan otoritas secara lebih merata. Model manjemen informasi justru cenderung memusatkan pengetahuan disebuah pangkalan data yang cenderung statis pula. • Di masa yang penuh persaingan dan gejolak, diperlukan kemampuan mengantisipasi masa depan yang didasarkan kepada multi interpretasi, sementara sistem informasi cenderung mendukung kegiatan kemampuan menduga berdasarkan satu interpretasi tentang bagaimana mengantisipasi masalah. Pada artikel Malhotra itu semata-mata menegaskan perlunya profesi informasi menghadapi tugas yang dinamik, kompleks dan bergejolak, bukan sesuatu yang sudah
Vol.2 No.2 - Januari 2009
193
ISSN: 1978 - 8282 selesai, dan terlebih-lebih bukan “menyimpan” atau “mengelola simpanan”. Cara kita mengartikan “mengelola informasi” memerlukan perubahan fundamental agar sejalan dengan perubahan fundamental dalam kehidupan berorganisasi, terutama dalam cara organisasi menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pemikiran tentang perubahan fundamental dalam cara berorganisasi telah melahirkan pemikiran tentang manajemen perubahan. Menurut Worren, Ruddle dan Moore (1999) istilah manajemen perubahan (change management) saat ini dipakai untuk mencakup teori dan praktek yang berhubungan dengan pengembangan organisasi (organizational development), sumber daya manusia, manajemen proyek (project management), dan perubahan strategi organisasi. Manajemen perubahan menjadi upaya perubahan organisasional yang lebih besar, bersama dengan komponen lain, yaitu pengembangan strategi, penyempurnaan proses bisnis, dan penerapan teknologi. Tujuan utamanya seringkali adalah mengintegrasikan komponen-komponen ini, misalnya dengan menciptakan kesetaraan antara penetapan tujuan-tujuan strategis dengan kebijakan sumber daya manusia, atau membangun infrastuktur teknologi informasi baru untuk mendukung terciptanya kerjasama antar kelompok. Manajemen perubahan sebenarnya juga merupakan penerapan teori yang menyatakan bahwa berpindah dari kondisi lama ke kondisi baru yang sesuai dengan masa depan memerlukan perubahan komprehensif dalam berbagai komponen, termasuk perilaku, kultur, struktur organisasi, proses kerja dan infrastuktur teknologi informasi. Prinsip pengembangan organisasi sebelumnya memusatkan perhatian kepada keterampilan dan sikap individual, kurang memperhatikan peran struktur dan sistem. Dalam pandangan klasik, organisasi yang ingin berubah harus mengupayakan perubahan dalam sikap dan pandangan orang sebelum mengubah struktur organisasi atau teknologi yang digunakan sebuah organisasi. Dengan kata lain, pertama-tama harus ada perubahan dalam perilaku pegawai, sebelum sikap, norma dan keterampilan terbentuk secara sempurna, lalu perubahan dalam struktur formal dan sistem dapat berlangsung sebuah komitmen dan kompetensi berkembang melalui keterlibatan semua anggota organisasi dalam proses perubahan. Jadi organisasi-organisasi modern saat ini diingatkan kembali tentang perlunya perhatian kepada apa yang selama ini dikenal sebagai “modal sosial” yaitu: • Jaringan hubungan pribadi antar lintas, yang berkembang perlahan-lahan sebagai landasan bagi saling percaya, kerjasama, dan tindakan kolektif dari sebuah komunitas; • Merupakan jaringan saling mengenal dan saling menghargai; • Mengandung kewajiban pada diri anggota yang timbul karena rasa terima kasih,
194
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 respek, dan persahabatan, atau adanya hak yang dijamin secara institusional; • Anggota jaringan memiliki akses ke informasi dan kesempatan; • Status sosial atau reputasi sosial bagi anggota jaringan, terutama kalau keanggotaannya terbatas. Social Capital dengan demikian adalah keseluruhan sumberdaya aktual maupun potensial yang tertanam di dalam, tersedia melalui, diambil dari, jaringan hubungan yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah unit sosial. SC dengan demikian terdiri dari jaringan maupun asset yang bisa dimobilisasi melalui jaringan tersebut. Model Skandia juga memberikan penekanan kepada pentingnya “human capital” dalam konteks organisasi atau komunitas, istilah ini bisa dipakai dalam pengertiannya sebagai “intellectual capital” yang mengacu kepada pengetahuan dan kemampuan mengetahui (knowing capability) dari sebuah kolektifitas sosial, misalnya organisasi, komunitas intelektual, atau praktisi professional. IC ini pararel dengan konsep HC yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kapabilitas yang memungkinkan seseorang bertindak dengan cara yang baru. IC dengan demikian, merupakan sebuah sumberdaya penting dan sebuah kapabilitas untuk bertindak berdasarkan pengetahuan dan kemampuan mengetahui. PENUTUP Proses penciptaaan pengetahuan dalam era inovasi, adalah kemampuan organisasi untuk menciptakan pengetahuan merupakan hal yang sangat mendasar, namun diketahui bahwa penciptaaan pengetahuan terjadi dalam benak individu-individu (manusia) yang berada di organisasi. Tanpa individu-individu tersebut, organisasi tak mampu menciptakan pengetahuan yang dibutuhkannya untuk melakukan berbagai inovasi (dalam berbagai penelitian konseptual maupun empiris). Proses penciptaaan pengetahuan yang mulai dari akses informasi dan pengalaman, refleksi individu-individu atas tindakan di masa lalu, kemampuan menyerap pengetahuan, motivasi individu untuk belajar-persepsi atas kebernilaian aktivitas yang menuju terciptanya pengetahuan baru tersebut. Persoalan lain, adalah bagaimana mengelola pengetahuan yang cukup rumit dan kompleks, serta dalam gejolak lingkungan dan semakin cepatnya siklus kejadian atau peristiwa bukan merupakan pekerjaan yang mudah dan penuh dengan berbagai tantangan dan hambatan dalam upaya mengelola pengetahuan menjadi pengetahuan baru. Di organisasi-organisasi modern saat ini, pandangan tentang manajemen perubahan ini bersinggungan pula dengan cara mereka memberlakukan pengetahuan sebagai modal intelektual.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
195
ISSN: 1978 - 8282 Manajemen perubahan mencakup prinsip, alat analisis, teknologi informasi, teori perubahan strategis, peningkatan fungsi individu, sistem, struktur dan proses kerja yang didahului dengan disain organisasi, perbaikan kinerja pegawai, hubungan antar kelompok/bagian dalam suatu organisasi,dst. Daftar Pustaka 1. Abell, Angela dan Nigel Oxbrow (2001), Competing with Knowledge: The Information Professional in the Knowledge Management Age, London: Library Association Publication. 2. Birkinsaw, Julian (2001). “Making Sense of Knowledge Management”, dalam IVEY Business Journal, March/April, pp:32-36. 3. Cole, Stephen (1992). Making Science: Between Nature and Society, Cambridge, Mass.: Harvard University Press. 4. Davenport, Thomas H & Prusak, L (1998) . Working Knowledge : How Organizations Manage What They Know. Boston: Harvard Business School Press. 5. Garvin, David (2000). Learning in Action: A Guide to Putting the Learning Organization to Work. Boston: Harvard Business School Press. 6. Janszen, Felix.(2000). The Age of Innovation: Making Business Creativity a Competence Not a Coincidence. London: Pearson Education Limited. 7. Kling, Rob (1998). “Organizational Analysis in Computer Science” dalam International Perspectives on Information Systems: a Social and Organisational Dimension, edited by Savvas Katsikides and Graham Orang. Sydney: Ashgate pp.43-66. 8. Kling,Rob (2000), “Learning about Information technology and social change : the Contribution of Social Informatics”. The Information Society, Vol.16 no.3,pp.217 232.
196
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
REPRINT
Aplikasi Pengolah Bahasa Alami Untuk Operasi Queri Database Agus Purwo Handoko1 Email : [email protected] ABSTRAKSI Aplikasi pengolahan bahasa alami untuk pengoperasian queri seleksi dapat : untuk aplikasi yang dibuat dapat mengoperasikan queri seleksi dengan menggunakan kalimat bahasa Indonesia sederhana. Dasar perintah operasi queri yang digunakan adalah aturan Select Operation, sehingga aplikasi yang dibuat hanya dapat digunakan untuk menampilkan data saja dan sebatas data dari 1 tabel saja dan tata bahasa (grammar) yang mengatur bentuk perintah operasi harus ditentukan dalam bentuk aturan produksi sehingga tidak sembarang kalimat dapat diproses. Sistem ini mampu memberi pesan kesalahan ketika ada ketidak sesuaian bahasa alami yang diberikan, namun sebaiknya dimunculkan kalimat alternatif yang berhubungan dengan kesalahan tersebut. Kata kunci: bahasa alami, natural language processing, operasi queri database, select operation
PENDAHULUAN Natural Language Processing (NLP) merupakan salah satu aplikasi Artificial Intelligence (AI) yang dikembangkan agar komputer mengerti dan memahami bahasa alami yang diberikan dan memberi respon hasil pengolahan sesuai yang diinginkan. Kaplan (1989) membangun aplikasi pengolah bahasa alami untuk menyimpan citra dalam basis data, sedang Harada (1997) mengembangkan pengolah bahasa alami untuk melakukan pencarian citra yang disimpan pada basis data. Maragoudakis dkk. (2004) mengembangkan interaksi manusia dan komputer dengan pengolahan bahasa alami pada aplikasi sistem perawatan medis, yang memudahkan pengguna (dokter, paramedic, mahasiswa) berkomunikasi dengan sistem. Pengolahan bahasa alami menganalisis input bahasa dengan cara mengindentifikasi sintak, semantik dan konteks yang terkandung dalam satu kalimat agar bisa sampai pada kesimpulan untuk memberikan jawaban. Komputer bisa merespon bahasa yang diberikan oleh user, sesuai dengan yang ditargetkan sistem. Pada sistem ini komputer ditargetkan untuk merespon bahasa alami yang diberikan
1. Dosen STMIK Sinar Nusantara Surakarta Jl. Saman Hudi 84 - 86 Surakarta Telp 0271 - 716500
Vol.2 No.2 - Januari 2009
197
ISSN: 1978 - 8282
REPRINT
user yang sesuai dengan aturan produksi yang diberikan untuk menghasilkan operasi Queri datatable. Perumusan Masalah Dalam artikel ini dibatasi hanya untuk mentranslate Bahasa SQL kedalam bahasa Indonesia dan hanya untuk kondisi query yang sederhana. Bahasa alami yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang sederhana yang memenuhi grammar yang sudah ditetapkan. Data table yang akan dioperasikan dibatasi hanya pada table-table yang dibuat dengan menggunakan pengolah database (DBM) berbasis Xbase dan berekstensi .dbf seperti : dBase, FoxPro, Visual FoxPro ataupun Visual dBase. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari Penelitian 1. Untuk memudahkan orang dalam merelasikan table tanpa harus tahu bahasa query database. 2. Mengaplikasikan Natural Language Processing (NLP) merupakan salah satu aplikasi Artificial Intelligence (AI) Manfaat Penelitian : 1. Sebagai aplikasi queri database dengan bahasa Indonesia. 2. Bahan referensi bagi peneliti lain yang akan mengembangkan NLP secara lebih detail untuk Query Database secara sempurna yang mungkin sampai Nested Query. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengunakan metode kepustakaan ( membaca referensi ) di perpustakaan dan melakukan observasi dengan melakukan surfing di internet. Pembahasan Pengolah Bahasa Alami
Gambar 1: Komponen pengolah bahasa alami untuk operasi queri data
198
Vol.2 No.2 - Januari 2009
REPRINT
ISSN: 1978 - 8282
Komponen pengolah bahasa alami untuk operasi queri ditunjukkan pada Gambar.1. Setiap kalimat bahasa alami yang dimasukkan akan melewati proses yang dilakukan oleh scanner, parser, translator dan evaluator sebelum mendapatkan jawaban akhir. Scanner akan melakukan pemeriksaan bentuk kalimat dan mengelompokkannya menjadi daftar token yang kemudian diteruskan ke proses berikutnya yang dilakukan oleh parser. Dalam proses ini parser melakukan pelacakan terhadap token-token tersebut untuk dibandingkan dengan daftar token yang tersedia dan dicocokkan dengan aturan produksi yang ada. Proses akan dilanjutkan jika aturan produksi dipenuhi. Translator akan menterjemahkan hasil parsing untuk menentukan kalimat perintah apa yang diterima. Hasil proses ini akan diteruskan ke evaluator untuk melakukan operasi queri. Bahasa alami yang digunakan pada sistem ini adalah bahasa Indonesia yang mempunyai tata aturan penulisan (grammar) tersendiri yang dituliskan dalam bentuk Backus Naur Form (BNF) sebagai aturan produksi yang bisa dimengerti oleh sistem. Aturan produksi merupakan suatu kaidah yang menspesifikasikan bagaimana suatu bahasa dibentuk dari transformasi suatu string ke bentuk string lainnya. Bentuk aturan produksi yang dihasilkan dari sebuah kalimat bahasa Indonesia yang dituliskan dalam bentuk BNF adalah ’! <Subyek>. Simbol <.>. dan ’! adalah simbol metalanguage yang bisa berarti tersusun dari. Elemen yang terdapat dalam tanda < > disebut simbol nonterminal atau variable, yang harus didefinisikan dengan aturan BNF yang lain, sedangkan elemen yang lain adalah simbol terminal yang tidak dapat didefinisikan dengan aturan yang lain dan harus merupakan symbol (bagian) dari kalimat yang benar. Pada dasarnya bahasa alami yang digunakan untuk melakukan operasi-operasi queri mengikuti pola tertentu yang disajikan dengan aturan produksi tertenu (Harada, 1997) dimulai dengan simbol awal <S> sebagai berikut (Irawan,2003) : <S> ’! Tampilkan dari <S> ’! Tampilkan dari berdasar <S> ’! Tampilkan dari berdasarkan urut ’! Table dalam database <Ekstensi> ’! .dbf ’! ( ( | * ) | <Seluruh Field> ’! Filter data yang akan ditampilkan ’! Field untuk pengurutan data Arti notasi yang digunakan dalam pembuatan aturan produksi tersebut : Vol.2 No.2 - Januari 2009
199
REPRINT
ISSN: 1978 - 8282
’! = didefinisikan sebagai <> = simbol nonterminal | = atau Beberapa bentuk bahasa alami untuk melakukan operasi queri datatable yang diperoleh dari aturan produksi diatas adalah sebagai berikut : a. b. c. d.
Tampilkan Seluruh Field dari mahasiswa Tampilkan nim, nama, alamat dari mahasiswa Tampilkan nim, nama, alamat dari mahasiswa berdasarkan alamat = ‘Yogyakarta’ Tampilkan nim, nama, alamat dari mahasiswa berdasarkan alamat = ‘Yogyakarta’ urut nim e. Tampilkan nim, nama, alamat dari mahasiswa berdasarkan alamat = ‘Yogyakarta’ urut nim f. Tampilkan seluruh field dari mahasiswa urut nama Operasi Queri Database Operasi Queri database didasarkan pada aturan dalam relasional aljabar untuk melakukan seleksi data (select operation), yaitu memilih tuples yang memenuhi predikat yang diberikan. Bentuk umum dari operasi select adalah :
Seleksi data tanpa kondisi Operasi seleksi tanpa kondisi merupakan operasi untuk menyeleksi data baik seluruh field maupun field-field tertentu dari sebuah table (datatable) seluruh isi data tanpa dibatasi oleh filter tertentu. Operasi ini digunakan untuk menampilkan isi seluruh data. Bentuk dari operasi ini adalah :
200
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282
REPRINT ·
SELECT * FROM tablename
·
SELECT field1, field2, field3 FROM tablename
Contoh : ·
SELECT * FROM mahasiswa
·
SELECT nim, nama, alamat FROM mahasiswa
·
SELECT * FROM customer
·
SELECT kode, nama, alamat, piutang FROM customer
Seleksi data dengan kondisi Sama dengan operasi seleksi tanpa kondisi, operasi seleksi data dengan kondisi juga dimaksudkan untuk mengambil data dari table baik seluruh field maupun field-field tertentu saja berdasarkan suatu kondisi (filter) tertentu. Filter ini digunakan untuk membatasi data yang akan ditampilkan dari table tersebut. Bentuk dasar dari operasi seleksi dengan kondisi adalah sebagai berikut : ·
SELECT * FROM tablename WHERE condition
·
SELECT field1, field2, field3 FROM tablename WHERE condition
Contoh hasil dari operasi ini adalah : ·
SELECT nim, nama, alamat FROM mahasiswa WHERE alamat = ’Yogyakarta’
NIM
NAMA
ALAMAT
250001
Ali
Yogyakarta
250006
Wina
Yogyakarta
Hanya record-record yang memenuhi kondisi saja yang ditampilkan, sebagai contoh record data mahasiswa yang beralamat di ‘Yogyakarta’ seperti pada table di atas.
Vol.2 No.2 - Januari 2009
201
REPRINT
ISSN: 1978 - 8282
Hasil Uji Coba Berdasarkan aturan produksi yang telah ditetapkan maka sistem hanya bisa menerima masukkan yang sesuai, misalkan kalimat yang dimasukkan adalah ‘Tampilkan semua data dari mahasiswa’. Proses awal yang dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah pembentukan daftar token yang dilakukan oleh scanner. Token-token ini akan diproses oleh parser. Parser melakukan pelacakan terhadap pembentukan kalimat yang kemudian dianalisa kesesuaiannya dengan aturan produksi yang. Penterjemahan kalimat hasil dari pohon sintaks dilakukan oleh translator yang menghasilkan tipe kalimat. Dalam proses ini akan diketahui apakah kalimat perintah yang dimasukkan itu sesuai dengan aturan produksi yang ditetapkan atau tidak untuk mendapatkan jawaban akhir yang diinginkan user. Bila sesuai, maka tipe kalimat diproses oleh evaluator untuk mendapatkan hasil operasi queri seleksi yang diinginkan. Beberapa contoh hasil pengetesan disajikan untuk melihat beberapa hasil operasi queri seleksi yang menunjukkan kalimat perintah untuk menampilkan beberapa perintah queri untuk menampilkan beberapa data sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Contoh hasil pengujian lain dari queri seleksi dengan bahasa alami adalah sebagai berikut :
202
Vol.2 No.2 - Januari 2009
REPRINT
ISSN: 1978 - 8282
Bentuk lainnya apabila pengguna mengingikan pengurutan dari data yang akan ditampilkan. Sebagai contoh perintah yang diberikan adalah : Tampilkan semua data mahasiswa urut nama, maka hasil pengujian ditunjukkan sebagai berikut :
Vol.2 No.2 - Januari 2009
203
REPRINT
ISSN: 1978 - 8282
KESIMPULAN Dari hasil pembuatan aplikasi pengolahan bahasa alami untuk pengoperasian queri seleksi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Aplikasi yang dibuat dapat mengoperasikan queri seleksi dengan menggunakan kalimat bahasa Indonesia sederhana. 2. Dasar perintah operasi queri yang digunakan adalah aturan Select Operation, sehingga aplikasi yang dibuat hanya dapat digunakan untuk menampilkan data saja dan sebatas data dari 1 tabel saja. 3. Tata bahasa (grammar) yang mengatur bentuk perintah operasi harus ditentukan dalam bentuk aturan produksi sehingga tidak sembarang kalimat dapat diproses. Sistem ini mampu memberi pesan kesalahan ketika ada ketidak sesuaian bahasa alami yang diberikan, namun sebaiknya dimunculkan kalimat alternatif yang berhubungan dengan kesalahan tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. Harada. S., Itoh. Y, dan Nakatani. H (1997). “Interactive image retrieval by natural language”, Journal of Optical Engineering, vol.36, no.12. 2. Hartati, S (1990). “Orientation Adaptive Quadtrees Representation”, Tesis Master, Fakultas Ilmu Komputer, University of New Brunswick, Kanada. 3. Irawan, H.Y (2003). “Penggunaan Bahasa Alami untuk Operasi Antar Image”, Tesis S2 Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada. 4. Kaplan M.R (1989). Constructing Language Processors for Little Languages. New York: John Wiley & Sons, Inc. 5. Maier, D. dan Warren, D.S (1988) Computing with Logic. Logic Programming with Prolog. Menlo Park : The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc. 6. Maragaudakis, M., Kladis, B., Tsopanoglou, A., Sgarbas, K., dan Fakotakis, N (2004). “Human-Computer Interaction using Natural Language, An Application in the Medical Treatment Domain”, Technical Report, Wire Communication Laboratory, Department of Electrical Engineering and Computer Technology, University of Patras 7.
Russell, S dan Norvig, P (1995). “Artificial Intelligence A Modern Approach”, Prentice Hall, New Jersey.
8. Samet, H. (1994) “The quadtree and related hierarchical data structure”, Computing Surveys, vol.16,no.2,1984, pp.187-2.
204
Vol.2 No.2 - Januari 2009
ISSN: 1978 - 8282 kutipan, yaitu dengan menuliskan nama belakang pengarang pertama (jika pengarang lebih dari satu: dituliskan nama pengarang pertama et al), dan tahun terbit. Contoh : ........menurut Angel (2003), atau ...................(Angel, 2003), atau .......... Chen et al(2007)
Pustaka . Pustaka disusun terurut berdasarkan nama belakang pengarang dan hanya memuat pustaka yang dikutip dalam tulisan. Nama pengarang ditulis tanpa gelar, jika ada nama tengah dan belakang, disingkat. Contoh : Buku. 1. Angel (2003). Interactive Computer Graphics: A Top-Down Approach Using OpenGL. Third Edition. London: Pearson Education. 2. Irianto (2004). Embedding Pesan Rahasia Dalam Gambar. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Tulisan/artikel dalam buku. 1. Bolton, MA: Anker Publisher Inc, 144158. Yudhana, A (2007). Desain Routing Trafik Jaringan Telekomunikasi dengan algoritma Genetik, dalam Wibowo, T.A (Ed), Berbagai Makalah Sisitem Informasi, 2. Olanivan, B.A (2004). Computermediated Communication as an instruction learning tool: course evaluation with communication students, in Comeaux, P(Eds), Assessing Online Teching&Learning,
206
3. Prosiding Konferensi Nasional Sistem Informasi 2007, Bandung : Departemen Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, 233-238. Jurnal. 1. Goyal, D.P (2007). Information Systems Planning Practices in Indian Public Enterprises. Information Management & Computer Security, 15(3), 201-213 Sumber online. 1. Chen, CC., Wu, J., Yang, SC. (2007). The Efficacy of online cooperative l earning systems. The perspective of task-technology fit. Diakses pada 20 Mei 2007 dari : http: // www emeraldinsight.com/1065-0741.htm. 2. Marques, O., Baillargeon, P (2007). Design of multimedia traffic classifier for snort. Diakses pada 2 Juni 2007 dari : http: // www.emeraldinsight com/0968-5527.htm.
Redaktur Pelaksana
Maimunah, S. Kom.
Vol.2 No.3 - Mei 2009
ISSN: 1978 - 8282
FORMULIR PERSETUJUAN PEMBUATAN ARTIKEL JURNAL
PENANGGUNG JAWAB
Tanggal Revisi : 12 Desember 2007 Tanggal Berlaku : 13 Desember 2007 Kode Dokumen : FM-RHJ-016-003
MENYETUJUI
KETUA STMIK RAHARJA
DIREKTUR AMIK RAHARJA INFORMATIKA
TENTANG/PERIHAL/JUDUL Judul terlampir : Abstraksi terlampir :
BAGIAN PENULIS
MEMOHON
Nama Penulis Naskah/Pengarang 1
Nama Penulis Naskah/Pengarang 2
Nama Penulis Naskah/Pengarang 3
Nama Editor/Penyunting
Nama Penyunting/Picture Layout & Artistik
KETUA EDITOR
MEREKOMENDASIKAN
Reviewer 1
Reviewer 2
Vol.2 No.3 - Mei 2009
207
ISSN: 1978 - 8282 FORMULIR KRITERIA DAN BOBOT PENILAIAN KARYA TULIS ILMIAH Kode Judul
Tanggal Revisi : 12 Desember 2007 Tanggal Berlaku : 13 Desember 2007 Kode Dokumen : FM-RHJ-016-001
:
Judul Karya Tulis Ilmiah :
Reviewer Nama Reviewer
NO
KRITERIA (NILAI MAKSIMAL)
: :
Mitra Bestari
INDIKATOR PENILAIAN
1.
JUDUL (5)
A. Maksimal 14 (empat belas) kata dalam Bahasa Indonesia atau 10 (sepuluh) kata dalam Bahasa Inggris (1) B. Relevan dengan isi sangat jelas (2) C. Relevansinya dengan permasalahan sangat jelas (2)
2.
ABSTRAK (5)
A. Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang baik (5) jika hanya dalam Bahasa Indonesia yang baik atau Bahasa Inggris yang baik (2.5) B. Format sesuai dengan pedoman (1) C. Isi : Latar belakang metode, hasil, dan kesimpulan tertuang dengan kalimat yang jelas (4)
208
Dewan Redaksi
HASIL PENILAIAN NARATIF DAN SARAN
NILAI SETIAP KRITERIA
Vol.2 No.3 - Mei 2009
ISSN: 1978 - 8282
3.
SISTEMATIKA (15)
A. Sesuai dengan Pedoman (5) B. Ada Instrumen pendukung (gambar, grafik) dan sangat relevan (5) C. Daftar pustaka : dominan terbitan 10 (sepuluh) tahun terakhir dan pustaka primer (5)
4.
SUBSTANSI (70
A. Data/informasi telah diolah dengan sangat baik (10) B. Relevansi latar belakang dan pembahasan sangat jelas (15) C. Analisis dan sintesis atau pembahasan sangat baik (25) D. Kesimpulan : sangat jelas relevansinya dengan latar belakang dan pembahasan, dirumuskan dengan singkat (20) TOTAL NILAI MAKSIMAL
Hasil Penilaian:* Diterima
Diterima dengan baik
Ditolak
Keterangan: * Hasil penilaian: nilai total > 75, makalah diterima Catatan untuk redaksi pelaksana: 1. Tulisan yang dikirim kepada pemeriksa, nama penulisnya ditutup, dan diganti nomer kode. 2. Setiap tulisan diperiksa oleh dua orang, satu orang dari dewan redaksi dan satu orang dari mitra bestari.
Vol.2 No.3 - Mei 2009
209
ISSN: 1978 - 8282 FORMULIR EDITOR BAHASA KARYA TULIS ILMIAH Kode Judul Judul Karya Tulis Ilmiah
: :
Editor
:
Nama Editor
:
Tanggal Revisi : 12 Desember 2007 Tanggal Berlaku : 13 Desember 2007 Kode Dokumen : FM-RHJ-016-004
Editor Bahasa
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan semua tulisan/kalimat sesuai dengan kaedah EYD, atau sesuai dengan kaedah-kaedah tata bahasa. Catatan:
Rekomendasi: * Diterima
Diterima dengan perbaikan
Ditolak
Tangerang,
Editor Keterangan: * Rekomendasi diisi berdasarkan hasil pemeriksaan editor
210
Vol.2 No.3 - Mei 2009
ISSN: 1978 - 8282 FORMULIR EDITOR LAYOUT DAN ARTISTIK KARYA TULIS ILMIAH Kode Judul Judul Karya Tulis Ilmiah
: :
Editor
:
Nama Editor
:
Tanggal Revisi : 12 Desember 2007 Tanggal Berlaku : 13 Desember 2007 Kode Dokumen : FM-RHJ-016-005
Editor Layout dan Artistik
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa desain untuk layout dan artistik sudah format jurnal CCIT yang ditentukan. Catatan:
Rekomendasi: * Diterima
Diterima dengan perbaikan
Ditolak
Tangerang,
Editor Keterangan: * Rekomendasi diisi berdasarkan hasil pemeriksaan editor
Vol.2 No.3 - Mei 2009
211
ISSN: 1978 - 8282 FORMULIR PENYELESAIAN ARTIKEL
Tanggal Revisi : 12 Desember 2007 Tanggal Berlaku : 13 Desember 2007 Kode Dokumen : FM-RHJ-016-006
TENTANG/PERIHAL/JUDUL ARTIKEL:
BAGIAN
KETERANGAN
Nama Penulis Naskah/Pengarang 1 Nama Penulis Naskah/Pengarang 2 Nama Penulis Naskah/Pengarang 3 Nama Editor/Penyunting
Lengkap Lengkap Lengkap
Lengkap
NamaPenyunting Picture/Layout & Artistik Nama Peninjau (Reviewer) 1
Lengkap
Lengkap
Nama Peninjau (Reviewer) 2
Lengkap
Nama Percetakan
Lengkap
Formulir ini menyatakan bahwa artikel ini telah dinyatakan layak untuk diterbitkan pada Journal CCIT. Penerbitan adalah sepenuhnya wewenang redaksi mengingat banyaknya artikel yang masuk. MENYETUJUI KETUA DEWAN EDITOR
SEKRETARIS REDAKSI
(..............................................)
(..............................................)
212
Vol.2 No.3 - Mei 2009
ISSN: 1978 - 8282 FORMULIR KESEDIAAN MITRA BESTARI JURNAL ILMIAH
Tanggal Revisi : 12 Desember 2007 Tanggal Berlaku : 13 Desember 2007 Kode Dokumen : FM-RHJ-016-002
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Lengkap
:
Jenjang Pendidikan
:
Bidang Keahlian
:
Jabatan Fungsional
:
Pengalaman ReviewerJurnal
: Ya / Tidak *), jika Ya sebutkan dimana, kapan
nama jurnal yang di review:
Bersedia menjadi reviewer ahli / Mitra Bestari Jurnal Ilmiah yang berada di bawah naungan Perguruan Tinggi Raharja. Demikian formulir ini saya tanda tangani untuk dapat dipergnakan sebagai mana mestinya. Tangerang, Mengetahui,
Mitra Bestari,
(............................................)
(............................................)
*) Coret yang tidak perlu
Vol.2 No.3 - Mei 2009
213